case report anestesi sinusitis

21
BAB I PENDAHULUAN Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan assma yang sulit diobati. Sinus yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi (Mangunkusumo,E et al, 2007). Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus. Alergi hidung kronik, benda asing dan deviasi septum nasi merupakan faktor predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Deformitas rahang- wajah, terutama palatoskisis, dapat menimbulkan masalah pada anak. Anak-anak ini cenderung menderita infeksi nasofaring atau sinus kronik dengan angka insidens yang lebih tinggi. Sedangkan gangguan geligi bertanggung jawab atas sekitar 10% infeksi sinus maksilaris akut (Higler, 1997). 1

Upload: deep-c

Post on 02-Aug-2015

122 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report Anestesi Sinusitis

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya

disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab

utamanya ialah salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang

selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitis dapat menjadi berbahaya

karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan

peningkatan serangan assma yang sulit diobati. Sinus yang paling sering terkena

ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus

sphenoid lebih jarang lagi (Mangunkusumo,E et al, 2007).

Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas

maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus. Alergi hidung kronik, benda asing

dan deviasi septum nasi merupakan faktor predisposisi lokal yang paling sering

ditemukan. Deformitas rahang-wajah, terutama palatoskisis, dapat menimbulkan

masalah pada anak. Anak-anak ini cenderung menderita infeksi nasofaring atau

sinus kronik dengan angka insidens yang lebih tinggi. Sedangkan gangguan geligi

bertanggung jawab atas sekitar 10% infeksi sinus maksilaris akut (Higler, 1997).

1

Page 2: Case Report Anestesi Sinusitis

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. G

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 43 tahun

Alamat : Sragen

Agama : Islam

No RM : 227xxx

Tanggal masuk RS : 21 Juli 2012

Tanggal Operasi : 24 Juli 2012 Jam : 12.40 WIB

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama:

Hidung buntet dan pilek

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD dengan keluhan sering pusing dan sakit

disekitar hidung bagian kiri dirasakan sudah ± 2 bulan dan keluhan

semakin memberat sejak ± 3 hari yang lalu, Batuk (+), Pilek (+), sesak

nafas (-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat Penyakit Serupa : tidak didapatkan informasi

2. Riwayat DM : tidak didapatkan informasi

3. Riwayat PJK : tidak didapatkan informasi

4. Riwayat Asma : tidak didapatkan informasi

5. Riwayat Alergi : tidak didapatkan informasi

D. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat Hipertensi : tidak didapatkan informasi

2. Riwayat DM : tidak didapatkan informasi

2

Page 3: Case Report Anestesi Sinusitis

E. Anamnesis Sistem

1. Sistem serebrospinal : Dbn

2. Sistem respirasi              : batuk (+), pilek (+)

3. Sistem kardiovaskuler    : Dbn

4. Sistem digestivus           : Dbn

5. Sistem urogenital            : Dbn

6. Sistem muskuloskeletal  : Dbn

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status General

Keadaan Umum : Baik

Gizi : Cukup

Kesadaran : Compos mentis

BB : 55 kg

B. Vital Sign

TD : 100/70 mmHg

RR : 20x/menit

Nadi : 80x/menit

Suhu : 36,5°C

C. Alergi : ( - )

D. Kepala

Palpebra : Tidak didapatkan informasi

Konjungtiva : Tidak didapatkan informasi

Sklera : Tidak didapatkan informasi

Pupil : Tidak didapatkan infprmasi

Refleks cahaya : Tidak didapatkan informasi

Pandangan kabur : Tidak didapatkan informasi

Diplopia : Tidak didapatkan informasi

Hidung : Tidak didapatkan informasi

Mulut : Tidak didapatkan informasi

Mallampati : Tidak didapatkan informasi

3

Page 4: Case Report Anestesi Sinusitis

E. Leher : tidak didapatkan informasi

F. Thoraks

Paru : Tidak didapatkan informasi

Jantung : Tidak didapatkan informasi

G. Abdomen : Tidak didapatkan informasi

H. Ekstremitas

Tungkai simetris (+)

Akral hangat

Oedem

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Darah (21 Juli 2012)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

Lekosit 5.46 4.0-12.0 /µL

Eritrosit 4.65 4.5-5.9 jt/ul

Hemoglobin 12.8 14.0-18.0 g/dL

Hematokrit 37.2 40-52 %

Trombosit 256 150-400 10^3/µL

Netrofil 71,1 50-70 %

limfosit 16,7 25-40 %

monosit 6.2 2-8 %

eosinofil 4.9 2-4 %

basofil 0.5 0-1 %

Golongan Darah dan rhesus

Golongan Darah B

Rhesus Positif

Kimia Darah

SGOT 10 < 35 u/L

SGPT 5 < 41 u/L

ureum 26.5 10-50 mg/dL

Kreatinin 1,37 0.9-1.3 mg/dL

4

- -

- -

Page 5: Case Report Anestesi Sinusitis

GDS 112.2 70-115 mg/dL

B. Pemeriksaan Rontgen

Didapatkan Perselubungan dengan air fluid level di sinus maxillaris

sinistra menyongkong sinusitis maxillaris sinistra

Septum nasi lurus

Conchae normal

V. DIAGNOSA KERJA

Sinusitis Maxilaris sinistra

VI. Kesimpulan

Berdasarkan status fisik, diklarifikasikan dalam ASA II (pasien dengan

penyakit sistemik ringan sampai sedang). ACC operasi dengan general

anastesi

VII. PENATALAKSANAAN

Terapi operatif : Caldwell- Luc (CWL) sinistra dengan general anestesi

pada pasien ASA II.

VIII. TINDAKAN ANESTESI PADA PERI-OPERASI

Macam : Caldwell- Luc (CWL) sinistra

Jenis AN : GeneralAnestesi

Teknik AN : Semi Closed

Induksi : Propofol 100 mg dan Notrixum 25 mg

Anestesi mulai : 12:35 WIB Anastesi selesai : 13.10 WIB

Operasi mulai : 12:40 WIB Operasi selesai : 13:10 WIB

A. Pre-operatif

Pasien puasa > 6 jam pre-operatif.

Infus RL 20 tpm

Keadaan umum dan vital sign baik (TD=100/70 mmHg, N=80/’,

RR=20/’, S=36,50C)

B. Intra operatif

5

Page 6: Case Report Anestesi Sinusitis

Pasien masuk ke ruang OK diposisikan di atas meja operasi

pasang alat monitoring monitor tensi Heart Rate, SpO2, untuk

monitoring ulang vital sign pasien.

(TD : 100/70 mmHg, N : 80x/menit, Saturasi O2 98%)

Pasien diminta untuk tetap berbaring dimeja operasi kemudian diberi

injeksi obat co induksi Ketorolac Trometamol 30 mg IV untuk

memberi efek analgetik. Induksi anestesi dilakukan dengan injeksi

Propofol 20 mg IV secara perlahan agar mengurangi rasa nyeri

terbakar propofol ditambahkan dengan Lidocain 1 mg IV .Sungkup

muka ditempatkan pada muka dan oksigen 2 lt/menit, kalau perlu

nafas dibantu dengan menekan balon nafas (below) secara periodik

untuk mengatasi timbulnya apnue setelah induksi Fentanhyl dan untuk

memberikan efek hiperventilasi pada paru. Setelah reflek bulu mata

menghilang, berikan obat pelumpuh otot Atracurium besylate 10 mg.

Setelah itu pasien diintubasi dengan Endotrakeal Tube (ET),

kemudian balon pipa ET dikembangkan sampai tidak ada kebocoran

pada waktu melakukan nafas buatan dengan balon nafas. Yakinkan

bahwa pipa ET benar-benar didalam trakea dan tidak masuk terlalu

dalam di salah satu bronkus atau esofagus, kemudian difiksasi. Periksa

dengan stetoskop dan dengarkan bising nafas yang harus sama di paru

kiri dan kanan, dinding dada juga harus bergerak sama (simetris) pada

setiap inspirasi buatan. Kemudian pipa ET dihubungkan dengan

konektor kepada sirkuit nafas alat anestesi. Selanjutnya dilakukan

tahap pemeliharaan anestesi (maintenance) dengan N2O dibuka 2

liter/menit dan O2 2 liter/menit (50% : 50%), kemudian Isoflurane

1,5-2 vol % dibuka. Nafas pasien dikendalikan dengan menekan

balon nafas (12-16 x/menit) setelah ada tanda-tanda nafas spontan

kemudian dicoba membantu nafas sedikit-sedikit sampai pernafasan

normal kuat kembali. Nafas dapat dibiarkan spontan kalau usaha nafas

ternyata cukup kuat, ini dapat dilihat dari besarnya kembang kempis

balon nafas. Kedalaman anestesi dipertahankan dengan kombinasi

6

Page 7: Case Report Anestesi Sinusitis

N2O dan O2 masing-masing 2 lt/menit (50% : 50%), serta isoflurane

1,5-2 vol%. Ketika operasi menjelang selesai (±10 menit), N2O mulai

diturunkan volumenya dan O2 dinaikkan volumenya, serta dosis

Isoflurane juga perlahan dikurangi hingga akhirnya 0 vol%.

Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi

senantiasa dikontrol setiap 5 menit, sebagai berikut :

Kemudian didukung dengan pemberian Ringer Laktat sebanyak 3 colf yang

diberikan selama operasi berlangsung. Pada menit ke-25 pasien diberikan

ondansetron 8 mg untuk mencegah terjadinya mual dan tramadol hidroklorida 50

mg.

C. Post operatif

Operasi berakhir pukul 13:10 WIB.

Selesai operasi pasien belum sadar kemudian pasien dipindahkan

ke Ruang Pemulihan (Recovery Room), pasien segera diberi

bantuan oksigenasi melalui Canul O2 2 lt/menit, melanjutkan

pemberian cairan, dan diobservasi terus dipantau setiap 15 menit

dinilai pernafasan, tekanan darah, dan nadi. Saturasi O2 : 98 % , TD

: mmHg, N : x/menit

Instruksi Post Operasi :

7

Menit ke- Sistole Diastole Pulse Sp O2

5 137 90 104

10 135 89 101

15 104 80 87

20 112 83 92

25 148 95 115

30 141 93 107

Page 8: Case Report Anestesi Sinusitis

Bila muntah, pasien diberi Ondansetron 8 mg iv. Bila kesakitan ,

pasien diberi Torasic 30 mg iv dan Simatral 100 mg drip

Monitoring keadaan umum pasien dengan Aldrette score:

o Kesadaran: dapat dibangunkan tapi cepat tidur = 1

o Warna: merah muda = 2

o Aktivitas: 4 ekstremitas bergerak = 2

o Respirasi: Dapat napas dalam/batuk = 2

o Kardiovaskular: TD deviasi 20 % dari normal = 2

o Total aldrete score = 9

Keterangan: Jika Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa ada nilai 0 atau

Aldrette Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.

8

Page 9: Case Report Anestesi Sinusitis

BAB III

PEMBAHASAN

Sinus maksila disebut juga antrum high more, merupakan sinus yang paling sering

terinfeksi, oleh karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostium

lebih tinggi dari dasar, dasar sinus maksila adalah dasar gigi (prosesus alveolaris)

sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris, ostium sinus

maksila terletak di meatus media disekitar hiatus semilunaris yang sempit

sehingga mudah tersumbat.

Menurut Adam’s berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas:

• Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai 4 minggu

• Sinusitis subakut, bila infeksi berlangsung dari 4 minggu – 3 bulan

• Sinusitis kronik, bila infeksi berlangsung lebih dari 3 bulan

Pada sinusitis akut, perubahan patologik membrana mukosa berupa infiltrat

polimorfonuklear, kongesti vaskular dan deskuamasi epitel permukaan, yang

semuanya reversibel. Gambaran patologik sinusitis kronik adalah kompleks dan

irreversibel. Mukosa umumnya menebal, membentuk lipatan-lipatan atau

pseudopolip. Epitel permukaan tampak mengalami deskuamasi, regenerasi,

metaplasia. Pembentukan mikroabses, dan jaringan granulasi bersama-sama

dengan pembentukan jaringan parut. Etiologi dan faktor predisposisi sinusitis

kronik cukup beragam. Pada era pra-antibiotik sinusitis hiperplastik kronik timbul

akibat sinusitis akut yang berulang dengan penyembuhan yang tidak lengkap.

Kegagalan mengobati sinusitis akut atau berulang secara adekuat akan

menyebabkan regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya

9

Page 10: Case Report Anestesi Sinusitis

terjadi kegagalan mengeluarkan sekret sinus, dan oleh karena itu menciptakan

predisposisi infeksi. Sumbatan drainase dapat pula ditimbulkan oleh perubahan

struktur ostium sinus, atau oleh lesi dalam rongga hidung misalnya, hipertrofi

adenoid, tumor hidung dan nasofaring, dan suatu deviasi septum nasi. Akan tetapi

faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada

rinitis alergika, polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat total ostium

nasi.

Pengobatan harus berupa terapi infeksi dan faktor-faktor penyebab infeksi secara

bersamaan. Disamping terapi obat-obatan yang memadai dengan antibiotik dan

dekongestan, juga perlu diperhatikan predisposisi kelainan obstruktif ddan tiap

alergi yang mungkin ada. Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris

kronik adalah membuat suatu lubang draenase yang memadai. Suatu prosedur

yang radikal dinamakan menurut dua ahli bedah yang mempopulerkannya yaitu

operasi Caldwell-Luc. Prosedur bedah ini, epitel rongga sinus maksilaris diangkat

seluruhnya dan pada akhir prosedur dilakukan antrostomi untuk drainase.

Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara

menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih

kembali atau reversibel. Anestesi umum meliputi: menghilangkan nyeri, tidak

sadar, amnesia, reversibel, dapat diprediksi, sinonim dengan narkose. Macam

Teknik Pemberiaan Obat Anestesi Umum ada 2 jenis yaitu : inhalasi (Anestesi

dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah  menguap sebagai zat

anestetika melalui udara pernafasan) dan parenteral (Anestesi umum yang

diberikan secara parenteral baik intravena maupun intamuskular). Teknik anestesi

umum meliputi sungkup muka, nafas spontan, intubasi endotrakea dengan nafas

spontan, dan intubasi dengan nafas kendali.

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan

tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi. Anestesi

intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anesetesi.

Tambahan anestesi regional atau untuk membentu prosedur diagnostik misalnya

thiopental, ketamin, dan propofol. Untuk anestesi intravena total biasanya

10

Page 11: Case Report Anestesi Sinusitis

menggunakan propofol. Pada kasus ini, digunakan propofol sebagai induksi

anestesi.

Pada kasus ini sebelum diberikan obat induksi anestesi, pasien terlebih

dahulu di berikan obat co induksi yang bertujuan untuk melancarkan induksi,

rumatan, dan pulih dari anestesi.

Obat co induksi pada pasien ini menggunakan Ketorolac Trometamol 30

mg IV. Ketorolac Trometamol adalah suatu OAINS yang menunjukkan efek

analgesik yang petensial namun efek anti inflamasinya sedang. Dapat diberikan

secara IM atau IV. Obat ini sangat berguna untuk mencegah nyeri pasca bedah ,

baik sebgai obat tunggal atau diberikan bersama opioid. ketorolac 30 mg IM

memberikan efek analgesi yang setara dengan morfin 10 mg dan atau meperindin

100 mg. Keuntungan terapi ketorolac untuk terapi analagesi yaitu tidak

menimbulkan depresi ventilasi atau depresi kardiovaskuler. Metabolisme sebagian

besar di hepar melalui proses hidroksilasi dan konjugasi.

Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi

tak sadar, sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan.

Induksi anestesi pada pasien dilakukan dengan pemberian Propofol 20 mg yang

di tambah dengan Lidokain 1 mg. Di berikan pula Atracurium Besylate 30 mg

sebagai pelumpuh otot sintetik dengan masa kerja pendek. Propofol adalah obat

hipnotik intravena diisopropilfenol yang menimbulkan induksi anenstesi yang

cukup dengan aktivitas eksitasi yang maksimal. Dan menginduksi secara cepat.

Suntikan intravena sering menyebabkan rasa nyeri karena itu diberikan pula

lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg/jam.

Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Pada pemberian propofol akan

timbul apneu sehingga perlu di atasi dengan pemasangan sungkup muka untuk

membentu pernafasan pasien.

Manajemen jalan napas adalah perlindungan jalan napas pada pasien tanpa

refleks perlindungan melalui intubasi endotrakeal, alat bantu jalan napas

supraglotis, dan trakeotomi/koniotomi. Dalam kasus ini yang dijadikan pilihan

adalah intubasi endotrakeal, indikasi penggunaan intubasi endotrakeal adalah

pasien yang tidak puasa dan tidak memiliki risiko aspirasi, operasi di daerah

11

Page 12: Case Report Anestesi Sinusitis

abdomen dan toraks, operasi pada posisi tengkurap. Intubasi oral pada kasus ini

adalah pada pria yaitu dengan tuba endotrakeal berukuran 7,0; kedalaman masuk

sekitar 22 cm sampai barisan gigi. relaksasi otot diperlukan sehingga keluhan

pasca-operasi lebih sedikit (Wrobel, 2010).

Untuk fase rumatan di gunakan O2 2L/min+N2O 2L/min+Isofluran

1,5%. O2 diberikan untuk mencukupi oksigenase jaringan. N2O bersifat anaestesi

lemah tetapi efek analgesiknya kuat, harus diberikan bersamaan dengan O2

minimal 2,5%. Pada anestesi inhalasi biasanya dikombinasikan dengan anestesi

inhalasi lain seperti halotan atau isofluran.

Obat anastesi yang digunakan adalah Ondansetron 4mg/2 ml dan

Ketorolac Trometamol 30 mg/ml dimasukan secara injeksi intravena pada pukul

14.35. Ondansetron diindikasikan untuk mual dan muntah yang diinduksi obat

kemoterapi dan radioterapi sitotoksik, dosis untuk dewasa pencegahan mual dan

muntah pasca operasi 4 mg 1 jam sebelum anastesi, selanjutnya 4 mg tiap 8 jam

sampai dengan 16 jam (Wai Fun, 2011).

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior

dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid

(plasma ekspander) secara intravena. pembedahan dengan anastesia memerlukan

puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan

untuk mengganti deficit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,

mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi

dan mengganti cairan pindah ke ruang ketiga (ke rongga peritoneum, ke luar

tubuh) (Latief, 2002).

Resusitasi cairan pasien Tn. AB dengan berat badan 55 kg dengan

operasi sedang

Maintenence : 2 cc x 55 kg = 0 cc/jam

Stress Opreasi : 6 cc x 55 kg = 0 cc/jam

Pengganti Puasa : 6 jam x 100 = 600 cc/jam

Pemberian :

Jam I :1/2 PP + SO + M

1/2 600 + 420 + 140

12

Page 13: Case Report Anestesi Sinusitis

860 cc/jam

Jam II/III : 1/4 PP + SP + M

1/4 600 + 420 + 140

: 710 cc/jam

Pada pasien tidak diberikan cairan pengganti puasa karena selama puasa

pasien mendapat pasokan makanan secara intra vena (infus) ketika masuk ke

kamar operasi.

Berdasarkan jenisnya cairan intravena yang digunakan dalam kasus ini

adalah cairan kristaloid yaitu Lactate Ringers yang tujuan terapinya adalah

sebagai cairan pengganti (replacement) dan bersifat isotonis (Soenarjo, 2010).

13

Page 14: Case Report Anestesi Sinusitis

BAB IV

KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien terdiagnosa sinusitis maxillaris sinistra acute.

Dilakukan operasi CWL menggunakan anestesi umum (General Anestesi) dengan

intubasi endotracheal tube ukuran 7.0 dengan obat-obatan anestesi intravena

maupun inhalasi yang sesuai. Dalam operasi CWL ini menggunakan General

Anestesi dikarenakan General Anestesi menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh

secara sentral dan juga memblock nervus vagus (saraf simpatis). Koinduksi yang

diberikan pada pasien ini adalah Ketorolac Trometamol 30 mg IV. Ketorolac

Trometamol adalah suatu OAINS yang menunjukkan efek analgesik yang

petensial namun efek anti inflamasinya sedang. ketorolac 30 mg IM memberikan

efek analgesi yang setara dengan morfin 10 mg dan atau meperindin 100 mg.

Keuntungan terapi ketorolac untuk terapi analagesi yaitu tidak menimbulkan

depresi ventilasi atau depresi kardiovaskuler. General Anestesi diinduksi dengan

Propofol 20 mg + Lidocain 1 mg, propofol merupakan obat hipnotik intravena

diisopropilfenol yang menimbulkan induksi anenstesi yang cukup dengan

aktivitas eksitasi yang maksimal. dan muscle relaxan Notrixum 30 mg intravena

yanug merupakan relaksan otot non depolarisasi, kemudian diberi rumatan

anestesi dengan N2O, O2, dan Isofluran. Obat-obat yang diberikan selama anestesi

berlangsung ondansetron 8 mg untuk mencegah terjadinya mual dan tramadol

hidroklorida 50 mg.

14

Page 15: Case Report Anestesi Sinusitis

DAFTAR PUSTAKA

15