case anestesi
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan case yang berjudul “Anestesi Intravena”. Case ini dibuat untuk memenuhi salah
satu tugas dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Anestesiologi di RSUD Karawang
periode 12 November – 15 Desember 2012. Bahan-bahan yang kami gunakan dalam case ini
didapat melalui pencarian pustaka dan internet.
Kami tak lupa mengucapkan terima kasih kepada : dr. H. Sabur Nugraha, Sp. An dan dr.
Ucu Nurhadiat, Sp. An sebagai pembimbing dalam penulisan case ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada keluarga dan teman-teman yang selalu member dukungannya.
Kami sangat menyadari bahwa referat yang saya susun ini sangatlah jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan masukan sangatlah diharapkan. Semoga referat yang telah kami susun
ini dapat berguna bagi kita semua.
Karawang, November 2012
Penyusun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Intravena
Anestesi intravena (Tiva) merupakan teknik anastesi umum dengan hanya menggunakan
obat-obat anastesi yang dimasukkan lewat jalur intravena. TIVA digunakan untuk ketiga trias
anastesi yaitu hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot.. Kebanyakan obat-obat anastesi intravena
hanya mencakup 2 komponen anastesi, akan tetapi ketamin mempunyai ketiga trias anastesi
sehingga ketamin dianggap juga sebagai agent anastesi yang lengkap.
Kelebihan TIVA adalah :
1. Dapat dikombinasikan atau terpisah dan dapat dititrasi dalam dosis yang lebih akurat
dalam pemakaiannya.
2. Tidak mengganggu jalan nafas pada pasien
3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat serta mesin anestesi khusus.
Indikasi Pemberian TIVA
TIVA dalam prakteknya sehari-hari digunakan sebagai :
1. Obat induksi anastesi umum
2. Obat tunggal untuk anastesi pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4. Obat tambahan anastesi regional
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP
Cara pemberian TIVA :
1. Suntikan tunggal, untuk operasi singkat
Contoh : cabut gigi
2. Suntikan berulang sesuai dengan kebutuhan
Contoh : kuretase
3. Diteteskan lewat infuse dengan tujuan menambah kekuatan anestesi
Jenis-jenis Anastesi Intravena
1. GOLONGAN BARBITURAT
Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio Barbital/ Thiopenton
Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat basa, berbau belerang,
larut dalam air dan alcohol. Penggunaannya sebagai obat induksi, suplementasi dari
anastesi regional, antikonvulsan, pengurangan dari peningkatan TIK, proteksi
serebral. Metabolismenya di hepar dan di ekskresi lewat ginjal.
Onset : 20-30 detik
Durasi : 20-30 menit
Dosis :
Induksi iv : 305 mg/Kg BB, anak 5-6 mg/Kg BB, bayi 7-8 mg/kg BB
Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kg BB
Induksi rectal : 25 mg/ kg BB
Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kg BB
Efek samping obat :
Sistem kardiovaskuler
- Depresi otot jantung
- Vasodilatasi perifer
- Turunnya curah jantung
Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran pernapasan konsentrasi
otak mencapai puncak apnea
Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam ASI
Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar
Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian dihentikan)
Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan pada dewasa
muda
Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi
Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren
Kontraindikasi :
Alergi barbiturat
Status ashmatikus
Porphyria
Pericarditis constriktiva
Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik
Syok
Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan)
2. GOLONGAN BENZODIAZEPIN
Obat ini dapat dipakai sebagai trasqualiser, hipnotik, maupun sedative. Selain itu obat
ini mempunyai efek antikonvulsi dan efek amnesia.
Obat-obat pada golongan ini sering digunakan sebagai :
a. Obat induksi
b. Hipnotik pada balance anastesi
c. Untuk tindakan kardioversi
d. Antikonvulsi
e. Sebagai sedasi pada anastesi regional, local atau tindakan diagnostic
f. Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin
g. Untuk premedikasi
a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic (propilen
glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam dan menimbulkan
rasa sakit ketika disuntikan, trombhosis, phlebitis apabila disuntikan pada vena
kecil. Obat ini dimetabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal.
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan
untuk induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan jantung berat.
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat
induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan penarikan alcohol akut
dan serangan panic.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam
Dosis :
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30
mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari
Efek samping obat :
Menyebabkan bradikardi dan hipotensi
Depresi pernapasan
Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,
Inkontinensia
Ruam kulit
DVT, phlebitis pada tempat suntikan
b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad
amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang
dari 7 pada neonatus.
Dosis :
Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
Sedasi : iv 0,5-5 mg
Induksi : iv 50-350 µg/kg
Efek samping obat :
Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi
Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
Salvasi, muntah, rasa asam
Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan
3. PROPOFOL
Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih. Emulsi ini terdiri dari
gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai dan air. Obat ini
sangat larut dalam lemak sehingga dapat dengan mudah menembus blood brain barier
dan didistribusikan di otak. Propofol dimetabolisme di hepar dan ekskresikan lewat
ginjal.
Penggunaanya untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan mual muntah
dari kemoterapi
Dosis :
Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg
Induksi : iv 2-2,5 mg/kg
Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 µg/kg/menit, antiemetic iv
10 mg
Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan depresi janin.
Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan darah dan sedikit
menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki efek vagolitik, sehingga pemberiannya bisa
menyebabkan asystole. Oleh karena itu, sebelum diberikan propofol seharusnya
pasien diberikan obat-obatan antikolinergik. Pada pasien epilepsi, obat ini dapat
menyebabkan kejang.
4. KETAMIN
Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya menyebabkan pasien
mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan amnesia, akan tetapi efek sedasinya ringan.
Pemberian ketamin dapat menyebakan mimpi buruk.
Dosis
Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg BB, Po 5-6
mg/kg BB
Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB
Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian ketamin berbahaya
bagi orang-orang dengan tekanan intracranial yang tinggi. Pada kardiovaskuler,
ketamin meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan curah jantung. Dosis tinggi
menyebabkan depresi napas.
Kontraindikasi :
Hipertensi tak terkontrol
Hipertroid
Eklampsia/ pre eklampsia
Gagal jantung
Unstable angina
Infark miokard
Aneurisma intracranial, thoraks dan abdomen
TIK tinggi
Perdarahan intraserebral
TIO tinggi
Trauma mata terbuka
5. OPIOID
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dalam dosis
tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskulet, sehingga banyak digunakan untuk
induks pada pasien jantung.
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang
berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan
ventrikel kiri dan edema paru.
Dosis :
Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg
setiap 4 jam
Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam
Efek samping obat :
Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia
Bronkospasme, laringospasme
Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
Retensi urin, spasme ureter
Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah, penundaan
pengosongan lambung
Miosis
b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi
sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif
morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena
acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure.
Dosis
Oral/ IM,/SK :
Dewasa :
Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.
Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi
Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari
sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yang parah,
sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang)
Hipersensitivitas.
Pasien dengan gagal ginjal lanjut
Efek samping obat
Depresi pernapasan,
Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa
mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang,
Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.
Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor
otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau disorintasi,
halusinasi.
Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit
Peringatan !!!
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama
kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf
pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang,
cedera kepala, tumor otak, asma bronchial
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
Analgesik : iv/im 25-100 µg
Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis
Perdarahan Pasca Persalinan
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih yang
terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadisebelum, selama, atau sesudah lahirnya
plasenta.
Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah perdarahan 500 cc atau
lebih yang terjadi setelah plasenta lahir. Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage)yang terjadi dalam 24 jam
setelah anak lahir.
b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage)yang terjadi antara 24 jam
dan 6 minggu setelah anak lahir.
Etiologi
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor-faktor
yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalahatonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio
plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.
1. Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil
sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh
kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium
tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek
pada palpusi. Atonia uteri juga dapattimbul karena salah penanganan kala III persalinan,
dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta,
sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebabutama
perdarahan postpartum. Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum
memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang.
Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat nekrosis
pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala :
astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia,
penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan
ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
1. Manipulasi uterus yang berlebihan,
2. General anestesi (pada persalinan dengan operasi ),
3. Uterus yang teregang berlebihan :
- Kehamilan kembar
- Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
- Polyhydramnion
4. Kehamilan lewat waktu,Portus lama
5. Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),
6. Anestesi yang dalam
7. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
8. Plasenta previa,
9. Solutio plasenta
2. Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio
plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta
sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi
perarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi
untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
- kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )
- Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalismenembus desidva
sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta – perkreta)
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III.
Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan
penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum. Penemuan Ultrasonografi adanya
masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa
digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum
hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan
curettage.
3. Trauma
Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir
a. Ruptur uterus
b. Inversi uterus
c. Perlukaan jalan lahir
d. Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande
multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi
oxytosin. Ruptur uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi
dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara
operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum
atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh
darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan
tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan
bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan
jika mengenaiartery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara
episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan
mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina
diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik. Pada inversion uteri
bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol
kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta
keluar.Inversio uteri dapat dibagi :
- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dariruang tersebut.
- Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede padakorpus uteri
yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari
dinding uterus.Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada
tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.Pemeriksaan dalam dapat
menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteriatau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat
menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 – 70 % ). Reposisi secepat
mungkinmemberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.
4. Thrombin : Kelainan pembekuan darahGejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa
penyakit keturunanataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
- Hipofibrinogenemia,
- Trombocitopeni,
- Idiopathic thrombocytopenic purpura,
- HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count ),
- Disseminated Intravaskuler Coagulation
Penatalaksanaan
Secara garis besar, penanganan di lakukan tergantung darietiologinya. Penanganan pada
postpartum hemoragik antara lain :
1. Hentikan perdarahan
2. Cegah/ atasi syok
3. Ganti darah yang hilang : diberi infus cairan (larutan garam fisiologis,plasma
ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen.
Retensio Plasenta/Sisa Plasenta
1. Retensio plasenta tanpa perdarahan masih dapat menunggu. Sementara itu kandung
kemih dikosongkan, masase uterus dansuntikan oksitosin (i.v. atau i.m. atau melalui
infus) dan bolehdicoba perasat Crede secara lege artis. Jika tidak berhasil,dilakukan
plasenta manuel.
2. Setelah plasenta manuel, diberi suntikan ergometrin 3 hari berturut-turut. Jika ada
keraguan jaringan plasenta yang tertinggal, makapada hari ke-4 dilakukan kerokan
kuretase dengan kuret tumpulukuran besar didahului suntikan/infus oksitosin.
3. Plasenta kaptiva atau inkarserata diberi suntikan oksitosin intraserviks untuk menambah
pembukaan serviks dan diberianastesi umum untuk melahirkan plasenta dengan memakai
alatcunam ovum atau cara manuel.
4. Plasenta manuel segera dilakukan jika :
a. Perdarahan kala III lebih dari 200 ml
b. Penderita dalam narkosa
c. Riwayat PPH habitualis
d. Plasenta akreta, inkreta dan perkreta ditolong dengan histerektomi
e. Sisa plasenta dikeluarkan dengan kerokan
f. Penderita diberikan uterotonika, analgetika, m roboransia dan antibiotik.
BAB IV
KESIMPULAN
Anestesi intravena adalah teknik anestesi dimana obat-obat anestesi diberikan melalui jalur
intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah
masuk ke dalam pembuluh darah vena,obat-obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh
melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju ke target organ masing-masing dan akhirnya
diekskresikan, sesuai dengan farmakokinetiknya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR . Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2009; 2 : 105-119
2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetri
Williams. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006 : edisi 21 : vol 1