case report anestesi regional

Upload: mustika-oktarini

Post on 16-Oct-2015

37 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Case Anaesthesia

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama pasien

: Tn. S

Umur

: 75 tahun

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Desa Kori Sawoo

Pekerjaan

: Petani

Status perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Suku

: JawaTgl masuk RS

: 7 Januari 2014No. rekam medik

: 30-63-XXBangsal

: FlamboyanDokter yang merawat

: dr.Saut Idoan Sijabat, Sp.BDokter Anestesi

: dr. Suko Basuki,M.Kes, Sp.An

Co-Asisten

: MH Muflihatul Ulfa, S. KedFarida Maharani, S. Ked

Dhayu Dwi Erpridawati, S. KedBetti Widias Pradani, S.KedWidyastati Ambarsari, S.KedDiagnosis Pre Operatif: BPHMacam Operasi

: ProstatectomyMacam Anestesi

: Spinal AnestesiTanggal Operasi

: 9 Januari 2014II. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI

1. Anamnesis

a. Keluhan Utama Nyeri saat BAKb. Riwayat Penyakit Sekarang

Data diambil melalui autoanamnesis pada Jumat, 10 Januari 2014. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh nyeri saat BAK. Keluhan lainnya yang dirasakan pasien yaitu keluarnya air seni sedikit-sedikit. Keluhan dirasakan sejak satu minggu yang lalu. Kemudian pasien pergi berobat ke Rumah Sakit Aisyah. Di RS Aisyah pasien mengaku hanya dipasang selang pipis tanpa diberi obat. Kemudian pasien pulang ke rumah. Selama di rumah pasien tetap memakai selang pipis dan mengaku tidak meminum obat maupun jamu. Keluhan setiap hari semakin memberat, pasien semakin merasakan lebih nyeri saat BAK dan semakin lama urine tidak keluar saat BAK. Kemudian pasien memutuskan untuk berobat ke poli bedah RSUD Hardjono pada hari Selasa, 7 Januari 2014. Di poli bedah pasien dianjurkan MRS dan di operasi. Pasien datang tidak disertai penurunan kesadaran, tidak ada mual, tidak muntah, tidak nyeri kepala, tidak batuk, tidak sesak, dan tidak demam.c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa : disangkal Riwayat Stroke

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat diabetes melitus : disangkal

Riwayat asma

: disangkal Riwayat alergi

: disangkal Riwayat sakit jantung

: disangkal Riwayat Operasi sebelumnya : disangkal

Riwayat Batuk lama

: disangkald. Riwayat Pribadi

Merokok

: diakui Minum-minuman beralkohol

: disangkale. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal Riwayat alergi

: disangkal Riwayat penyakit jantung

: disangkalf. Anamnesis Sistem

Cerbrospinal : Penurunan kesadaran (-), Nyeri kepala /wajah (-), demam (-)

Cardiovaskular : Keringat dingin (-), Nyeri dada (-)

Respirasi : Batuk (-). Pilek (-), sesak nafas (-)

Gastrointestinal : Mual (-), Muntah (-), sebah (-),nyeri perut (-), kembung (-) Muskuloskletal : Kelemahan anggota gerak (-) Integumentum : Ruam (-), gatal (-), suhu raba hangat (-)

Urogenital : nyeri pada saat kencing (+), BAK sedikit (+), urin jernih (+)

Genital : Perdarahan (-)

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum1. KU

: Baik, GCS : E4 V5 M62. BB/TB

: 65 Kg/170 cm 3. Gizi

: Cukupb. Vital SignTD

: 140/90 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

RR: 18 x/menit

Suhu: 36,50C

Kepala: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), takipnea (-)Leher : Retraksi suprasternal (-/-), deviasi trakea (-), JVP (-), PKGB (-/-)Thorax :

1. Jantung :

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak.

Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat.

Perkusi: redup

Auskultasi: bunyi jantung S I-II regular, bising jantung (-)

2. Paru

Inspeksi: simetris, tidak ada ketinggalan gerak di paru, dan tidak ditemukannya retraksi intercostae.

Palpasi: fremitus sama depan dan belakang Perkusi:

Depan Belakang

Sonor SonorSonorSonor

Sonor SonorSonor Sonor

SonorSonorSonorSonor

Auskultasi:

Depan

Belakang

VesikulerVesikulerVesikulerVesikuler

Vesikuler VesikulerVesikulerVesikuler

VesikulerVesikulerVesikuler Vesikuler

Suara tambahan: Whezing (-/-) , ronkhi (-/-)

Abdomen:

Inspeksi : bentuk abdomen simetris, ukuran lebih tinggi dari dinding dada, tidak ada darm contour. Auskultasi : peristaltik usus normal

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi : distensi (-), nyeri tekan (-) seluruh lapang pandang, ascites (-), hepar-lien tidak terabaEkstremitas :

Clubbing finger tidak ditemukan

Tidak ditemukan edem++

++

Akral hangat

3. Pemeriksaan Laboratoriuma. Darah LengkapNoParameter7 Jan 14 Nilai Normal

1. WBC 9,2x 10^3/UL 4,0-10,0

2. Lymph2,5 x 10^3/UL 0,8-4,0

3. Mid0,5x 10^3/UL 0,1-0,9

4. Grand 6,2x 10^3/UL 2,0-7,0

5. Lymph %27,4% 20,0-40,0

6. Mid %5,6% 3,0-9,0

7. Grand %67,0 % 50,0-70,0

8. HGB 14,4g/dl 11,0-16,0

9. RBC4,90 x 10^6/UL 3,50-5,50

10. HCT39,0 % 37,0-50,0

11. MCV 79,6 fL 82,0-95,0

12.MCH29,3 pg 27,0-31,0

13.MCHC36,9 g/dl 32,0-36,0

14.RDW-CV13,7 % 11,5-14,5

15.RDW-SD36,9 fL 35,0-56,0

16.PLT287x10^3/UL 100-300

17.MPV7,1 fL 7,0-11,0

18.PDW15,8 15,0-17,0

19.PCT0, 203 % 0,108-0,282

b. Liver Function Test7 Januari 14Nilai Normal

SGOT21,50-38

SGPT150-40

c. Renal Function Test7 Januari 14Nilai Normal

Kreatinin0,930,7-1,4

Ureum20,9410-50

d. Gula DarahTanggal 7 Januari 2014

GDS : 127 mg/dl (nilai normal 09.47Operasi selesai: 09.47a. Jam 08.25 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang, tekanan darah 130/80 mmHg, HR 90 x/menit, Saturasi oksigen 99 %.b. Jam 08.30 mulai dilakukan anestesi spinal dengan prosedur sebagai berikut:

i. Pasien duduk pada meja operasi dengan posisi kepala agak menunduk, dagu menempel dada, kaki lurus, punggung tegak lurus, dan tangan rileks di atas paha.ii. Dilakukan tindakan antiseptis dengan menggunakan saplon di daerah lumbal.iii. Inspeksi garis yang menghubungkan dua titik SIAS yang memotong garis tengah punggung setinggi L4/L5. Tandai daerah tersebut. Lakukan injeksi dengan menyuntikkan jarum spinocan pada bidang median dengan arah 10-300 terhadap bidang horizontal ke arah cranial.iv. Setelah stilet dicabut cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan obat injeksi lokal (buvanest) pada daerah tersebut.v. Pasien ditidurkan kembali dalam posisi supine dan pasang oksigen nasal. vi. Selama operasi pasien diobservasi vital sign tiap 5 menit dan monitoring cairan RL.Monitoring Selama Anestesi

JamNadiTDSp02

08.3090130/8099%

08.3590130/8099%

08.4083125/8099%

08.4580120/7599%

08.5080110/7599%

08.5580110/7599%

09.0085130/10099%

09.0583130/10099%

09.1085130/10099%

09.1585130/10099%

09.2085130/9599%

09.2585130/9599%

09.3083130/9599%

09.3583130/9599%

09.4083130/9599%

09.4583130/9599%

4. Di Recovery Room Pasien masuk Ruang RR pukul 10.15 dalam Posisi Supine (terlentang), dimonitoring tanda vital, resusitasi cairan dengan infuse RL.TD : 140/80, Nadi : 80 x/menit, Suhu: 36,5C Masuk RR terapi yang diberikan :a. Injeksi Ceftriaxon 2x1 ampuleb. Ketorolac 3x30mgc. Transamin 3x1d. Vit K 2x1e. Infuse RL 20 tpmf. O2 3liter/menitBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiAnestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.

B. Pembagian Anestesi/Analgesia Regional1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.

2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.

C. Keuntungan Anestesia Regional1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh) karena penderita sadar.3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.5. Perawatan post operasi lebih ringan.D. Kerugian Anestesia Regional1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.3. Sulit diterapkan pada anak-anak.4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.E. Persiapan Anestesi Spinal1. Pre-operatif visite

Pre operatif visite diperlukan untuk menganalisa keadaan umum pasien, mengetahui kelainan-kelainan yang ada sebagai gambaran komplikasi yang dapat terjadi. Juga memberikan informasi pada pasien walaupun mungkin masih ada sensasi rasa tekan dan gerak saat dianastesi, namun nyeri akan tidak terasa. Juga jelaskan bahwa akibat anastesi kaki akan terasa lemas, berat dan sedikit parasthesia.

2. Pre-loading cairan.

Semua pasien spinal anaestesi harus diberikan cairan intravena sebelum di anestesi. Jumlah cairan yang diperlukan bervariasi, sesuai dengan umur dan lama operasi. Pada pasien muda yang sehat, untuk operasi hernia perlu kurang lebih 1000 ml. Pasien tua yang sudah tidak memiliki kemampuan vasodilatasi sebaik yang muda, serta mungkin punya hipotensi mungkin perlu 1500 ml untuk operasi yang sama. Untuk operasi caesar perlu setidaknya 1500 ml. cairan yang digunakan bisa ringer lactate. Umumnya untuk dewasa 10-20 ml/kg BB.3. Penderita untuk operasi elektif dipuasakan setidaknya 6 jam

4. Premedikasi

Adalah tindakan yang penting disamping persiapan anastesi lainnya.

Maksud dan tujuan premedikasi adalah :

1) Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien karena menghilangkan rasa cemas dan takut,menimbulkan sedasi, amnesia dan analgesi.

2) Mencegah muntah3) Memudahkan induksi

4) Mengurangi dosis obat anastesi

5) Menceah terjadinya hipersekresi traktus respiratorius.Obat yang bisa digunakan adalah :JenisNamaDosis Dewasa (mg)Rute

BenzodiazepinDiazepam5-20Oral

Flurazepam15-30Oral

Lorazepam2-4Oral/IM

Midazolam2-5IM/IV

Triazolam0,125-0,025Oral

TranquilizerDroperidol0,626-2,5IM/IV

Anti HistaminDifenhidramin25-75Oral/IM/IV

Hidroksisin50-100IM

OpioidFentanil0,05-0,2IM/IV

Hidromorfon1-2IM/IV

Morfin5-15IM/IV

Meperidin50-100IM/IV

AntikolinergikAtropin0,2-0,6IM/IV

Glikopirolat0,2-0,6IM/IV

Skopolanin/hiosin0,2-0,4IM/IV

GastrokinetikMetoklopramid10-20Oral/IM/IV

AH2 antagonisCimetidine300Oral/IM/IV

Alfa 2 agonisKlonidin0,2-0,4Oral

Antiemetik Ondansetron4-8IM/IV

5. Pengaturan posisi pasien

Ada dua posisi pasien yang memungkinkan dilakukannya insersi jarum/kateter epidural yaitu: posisi lateral dengan lutut ditekuk ke dada, posisi lainnya adalah posisi duduk fleksi dimana pasien duduk dipinggir troli dengan lutut diganjal bantal. Fleksi akan membantu identifikasi prosesus spinosus dan memperlebar celah vertebra sehingga dapat mempermudah akses ke ruang epidural. Penentuan posisi ini didasarkan pada kondisi pasien dan kenyamanan ahli anastesi.

Gambar 1. Posisi Tulang Belakang saat Fleksi (kiri) dan Ekstensi (Kanan)

F. Spinal Anestesi1. DefinisiAnestesi spinal atau disebut juga subarachnoid block adalah teknik anestesi regional dengan menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebraeL2-L3 / L3-4(obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau L4-5(obat lebh cenderung berkumpul di kaudal) Indikasi penggunaan teknik anestesi spinal adalah untuk pembedahan pada daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (untuk daerah papilla mammae ke bawah).Anastesi spinal dengan ukuran jarum (spinocan) 22-29 dengan Pencil point atau Quincke point. insersi dilakukan dengan menyuntikkan jarum sampai ujungjarum mencapai ruang subarachnoid yanag ditandai dengan keluarnya cairan LCS.2. Keuntungan dan kerugian

a. Keuntungan1) MurahDibandingkan dengan penggunaan gas dan obat anaesetesia lain, biaya anastesi spinal dianggap lebih minimal.

2) Kepuasan pasien

Pasien lebih puas karena recovery time yang lebih cepat dan efek samping yang lebih kecil.

3) Sistem respiratorik

Anaestesia spinal memberikan lebih sedikit efek pada sistem respirasi bila dibandingkan General Anaesthesia. Respirasi bisa spontan.

4) Manajemen AirwayDikarenakan airway pasien tidak terganggu, lebih sedikit resiko terjadinya obstruksi atau aspirasi dari isi lambung. Namun keuntungan ini bisa hilang pada pemberian sedasi yang berlebihan.

5) Pasien Diabetes Mellitus

Pada pasien yang sadar, akan lebih mudah melihat tanda hipoglikemia.

6) Relaksasi otot

Spinal anaestesia memberikan efek relaksasi yang lebih baik terutama pada abdomen inferior dan extremitas inferior.

7) Perdarahan

Perdarahan yang terjadi selama operasi lebih sedikit bila dibandingkan dengan general anaesthesia. Hal ini diakibatkan berkurangnya tekanan darah dan denyut jantung serta meningkatnya drainase vena.

8) Sistem Pencernaan

Fungsi normal pencernaan kembali lebih cepat setelah operasi9) Koagulasi

Komplikasi post-operatif trombhosis vena dalam dan emboli paru lebih sedikit pada spinal anaesthesia.

10) Observasi dan post op care nya lebih mudahb. Kerugian.

1) Memerlukan banyak latihan terlebih dulu dalam pelaksanaan induksinya

2) Kadang sulit menetukan dural space dan mendapatkan LCS. Hal ini bisa diakibatkan karena teknik yang kurang tepat.

3) Hipotensi bisa terjadi saat terjadi blok di vertebrae yang lebih tinggi.

4) Beberapa pasien merasa kurang siap secara mental dan psikologis saat harus bangun selama operasi. Hal ini hendaknya dijelaskan dulu pada pasien sebelum induksi dilakukan.

5) Walaupun penggunaan obat anastesia jangka panjang telah digunakan, spinal anaestesia kurang cocok bila diberikan pada operasi dengan durasi lebih dari 2 jam. Bila operasi ternyata memerlukan waktu lebih panjang, perlu dipertimbangkan untuk menggunakan general anaestesi.

6) Secara teori, ada resiko infeksi ke subarachnoid dan menyebabkan meningitis. Hal ini bisa diminimalisasi dengan penggunaan alat yang steril dan teknik aseptik-antiseptik yang baik.

7) Dapat mengakibatkan Post Dural Puncture Headeache (PDPH)3. IndikasiAnastesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian bawah, perineum seperti operasi hernia, operasi gynaecologi dan urologi, dan kelamin, serta pada kaki. Pada pasien amputasi, walaupun dapat diinduksi dengan spinal anaestesia, ada yang berpendapat bahwa agak kurang etis bila dilakukan saat pasien sadar. Anaestesia ini terutama ditujukan pada pasien tua dengan penyakit sistemik seperti gangguan respiratorik kronik, gangguan hepar, ginjal dan endokrin seperti diabetes mellitus. Banyak pasien dengan gangguan jantung ringan merasa lebih baik akibat efek vasodilatasi karena spinal anaestesi kecuali yang dengan penyakit katup stenosis dan hipertensi tak terkontrol.Selain itu cocok pula pada pasien dengan trauma yang telah bernafas dengan baik dan tidak hipovolemik. 4. Kontra IndikasiKontraindiksinya kurang lebih sama seperti kontraindikasi pada bentuk anaestesia regional lainnya seperti :

a. Peralatan resusitasi dan obat obatan emergency belum tersedia.

Idealnya anastesia sebaiknya tidak dilakukan sampai peralatan dan obat obatan darurat tersedia.

b. Gangguan pembekuan darah

Bila perdarahan terjadi di ruang epidural akibat vena epidural tertusuk jarum spinal, haematoma dapat terbentuk dan menekan medulla spinalis. Pasien dengan jumlah platelet sedikit atau yang menggunakan obat anti koagulan seperti heparin dan warfarin akan sangat beresiko. Sebagai pertimbangan, pasien dengan gangguan hepar biasanya terjadi ganggan pembekuan serta jumlah platelet yang rendah, selain itu gangguan pembekuan juga bisa terjadi pada preeklampsia.

c. Hipovolemia.

Apapun yang menyebabkan hipovolemia seperti perdarahan dan dehidrasi semisal akibat muntah, diare, obstruksi usus. Pasien harus di rehidrasi dan resusistasi sebelum dilakukan spinal anaestesia atau akan terjadi hipotensi.

d. Infeksi atau sepsis

Terutama yang terjadi di daerah punggung di atau dekat tempat memasukkan jarum.

e. Pasien menolak

Pasien bisa saja menolak dilakukan spinal anasthesia apabila mereka merasa tidak siap secara mental saat harus merasa tetap sadar selama operasi.

f. Pasien tidak kooperatif

Misal pada pasien dengan gangguan kejiwaan.

g. Septicaemia

Dikarenakan adanya infeksi pada darah ada kemungkinan paien bisa terjadi meningitis bila terbentuk haematoma di lokasi penyuntikan.

h. Deformitas anatomi

Terutama pada punggung pasien. Ini adalah kontraindikasi relatif walapun ini dapat menyulitkan saat memasukkan jarum.

i. Gangguan neurologi

Segala jenis kelainan neurologis sebelum operasi harus diketahui dengan baik. Kadang saat gangguan neurologis memburuk postoperatif, ahli anaestesi disalahkan secara sepihak. Namun peningkatan tekanan intrakrainal tetap merupakan kontraindikasi absolut karena dapat menyebabkan herniasi tentorial.

j. Operator kurang setuju

Bila mungkin operator merasa kurang nyaman saat pasien sadar, baik mungkin karena operator merasa gugup atau sebagainya, spinal anestesia bisa diganti.5. AnatomiMedulla spinalis berakhir pada L2 pada orang dewasa dan L3 pada anak. Pungsi pada tingkat diatas ini beresiko merusak medula spinalis sehingga sebaiknya dihindari. Sebagai gambaran mudahnya, vertebrae L4 atau L4/L5 adalah sejajar Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS).Beberapa jaringan yang akan ditembus jarum spinal antara lain :

a. Kulit

b. Lemak subkutanc. Ligamen Suprasinosusd. Ligamen Interspinosuse. Ligamentumflavumf. Ruang epiduralPada ruang ini banyak berisi pembuluh darah dan lemak. Jika darah yang keluar saat stilet dicabut, kemungkinannya bisa saja vena epidural tertusuk.

g. Durah. Ruang subarachnoidPada ruang ini berisi medulla spinalis dan akar saraf yang diselubungi LCS. Injeksi obat anaestesia akan bercampur dengan LCS dan memblok saraf yang terkena

Gambar 2 : Anatomi

6. Fisiologi Spinal anaestesia

Cairan anaestesia lokal diinjeksikan ke ruang sub arachnoid untuk memblok konduksi impuls saraf, terutama di sekitar area injeksi. Ada tiga jenis saraf ; sensorik, motorik; dan otonom. Saraf motorik mengatur kontraksi otot, dan bila di blok maka otot akan paralisis. Saraf sensoris menerima rangsangan seperti nyeri dan sentuhan ke medulla spinalis yang kemudian diteruskan ke otak, dan saraf otonom mengatur diameter pembuluh darah, denyut jantung, kontraksi usus dan fungsi fungsi yang tidak disadari.

Secara umum, saraf otonom dan sensoris diblok terlebih dulu baru saraf motorik. Hal ini akan menimbulkan beberapa efek, misal vasodilatasi dan penurunan tekanan darah saat saraf otonom di blok dan pasien mungkin bisa tetap merasakan sentuhan namun tidak merasakan nyeri.

Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal :

a. Pasien harus tetap dalam kondisi cukup cairan sebelum diinjeksi anaestesi lokal dan tetap terpasang infus intravena selama operasi. Hal ini bisa membantu fisiologis tubuh selain vasokonstriksi saat terjadinya hipotensi.

b. Sebaiknya tidak bertanya dapatkah anda merasakan ini? berkali kali pada pasien karena dapat menyebabkan pasien gelisah. Kadang beberapa sensasi seperti tekan dan gerak masih terasa walaupun nyeri sudah tidak. Lebih etis kita mencubit kulit dengan lembut menggunakan klem arteri kemudian bertanya apakah masih sakit. Bila tidak operasi bisa dilakukan.

Efek dari spinal anastesi, antara lain :a. Efek kardiovaskular

Akibat dari blok simpatis : penurunan tekanan darah. Vasodilatasi arteri dan vena sehingga terjadi hipotensi pencegahan dengan pemberian cairan (preloading) untuk mengurangi hipovolemi relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anastesi.

b. Efek respirasi

Hipoperfusi dari pusat nafas dibatang otak dapat terjadi respiratory arrest. Bisa juga terjadi blok pada nervus Phrenicus sehingga mengganggu gerakan diafragma dan otot perut yang dbutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.

c. Efek gastrointestinal

Mual dan muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20% terjadi karena hiperperistaltik GI oleh aktivitas parasimpatik vagal.

d. PDPH (Post Dural Puncture Headache)Disebabkan karena kebocoran cairan serebrospinal akibat tindakan perusakan jaringan spinal yang menyebabkan penurunan tekaknan LCS. Kondisi ini akan menyebabkan tarikan pada struktur intrakranial yang sangat peka terhadap nyeri yaitu pembuluh dara, saraf, flak serebri, dan meninges, dimana nyeri akan timbul setelah kehilangan LCS 20 ml. PDPH ditandai dengan nyeri kepala yang hebat, pandangan kabur dan diplopia,mual dan penurunan tekanan darah.

Pencegahan dan penanganan : gunakan jarum sekecil mungkin(pencil point), hindari penusukan jarum yang berulang-ulang, tusukan jarum dengan bevel sejajar dengan serabut longitudinal durameter, bila sudah terjadi : tetap posisikan pasien dalam kondisi tidur, hidrasi dengan cairan yang adekuat, mobilisasi seminimal mungkin, berikan paracetamol.e. Transient Radicular Iritation(Transient Neurologic Syndrom)

Kondisi ini ditandai dengan nyeri ada kedua tungkai yang menjalar dari tulang belakang, disertai parestesi atau kesemutan yang dapat berlangsung hingga 24-48 jam post anastesi. Hal ini banyak dihubungkan dengan pangguanaan injeksi lidokain 5% hiperbarik dosis tinggi pada subarachnoid yang memberi efek neurotoksik.f. Cauda Equina Syndrom

Terjadi ketika cauda equina terluka atau tertekan. Tanda-tanda meliputi disfungsi otonomis, perubahan pengosongan kandung kemih dan usus besar, pengeluaran keringat yang abnormal, kontrol temperatur yang tidak normal, dan kelemahan motorik. Penyebab adalah trauma dan toksisitas. Ketika tidak terjadi infeksi yang trumatik intraneural, diasumsikan bahwa obat yangdiinjeksi telah memasuki LCS, bahan-bahan ini bisa menjadi kontaminan seperti detergen atau antiseptik, atau bahan pengawet yang berlebihan. Penggunaan obat-obat lokal anastesi yang tidak neurotoksik terhadap cauda equina merupkan salah satu pencegahan terhadap sindroma tersebut selain menghndari trauma pada cauda equina waktu melakukan penusukan jarum spinal.

g. Retensi urin

Blokade sakral menyebabkan atonia vesikaurinaria sehinggal volume urin didalam vesika urinaria jadi lebih anyak. Blokade simpatis eferan (T5-L1) menyebabkan kenaikan tonus sfingter yang menghasilkan retensi urin. Spinal anastesi menurunkan 5-10% filtrasi glomerulus, perubahan ini sangat tampakpada pasien hipovolami. Retensi post spinal anastesi mungkin secara moderat diperpanjang karena S2 dan S3 berisi serabut-serabut otonomik kecil dan paralisisnya lebih lama daripada serabut-serabut yang lebih besar. Kateter urin harus dipasang bila anastesi atau analgesi dilakukan dalam waktu lama.7. Obat Anastetik Lokal untuk Spinal AnestesiaAda 3 jenis obat sesuai dengan kondisi LCS yaitu : Hiperbarik (lebih berat), Hipobarik (lebih ringan), dan isobarik (sama beratnya dengan LCS).Cairan Hiperbarik cenderung menyebar ke bawah tingkat injeksi, sementara isobarik tidak. Lebih mudah untuk memprediksi penyebaran spinal anaestesia bila menggunakan jenis hiperbarik. Larutan isobarik bisa juga diubah menjadi hiperbarik dengan menggunakan tambahan dextrose.a. BupivakaineObat ini berjenis hiperbarik 0,5%. Saat ini buvicaine merupakan salah satu obat paling baik.. durasi bupivacain cukup panjang, umumnya mencapai 2 -3 jam. Dosis maksimal 2 mg/kgBB.b. Lidocaine

Obat ini juga berjenis hiperbarik 5%. Durasi anastesi lidokain kurang lebih 45-90 menit. Efek lidokain bisa diperpanjang dengan menambahkan adrenalin 1:1000.

Lidocain multi-dosesebaiknya tidak digunakan intratekal karena berpotensi menyebabkan kerusakan. Gunakan selalu ampul single. Dosis maksimal 6 mg/kgBB.c. Cinchocaine

Larutan hiperbarik 0,5 %, hampir seperti bupivacain. Dosis 6 mg/kgBB.d. Amethocaine

1% larutan ini bisa dicampur dengan dextrose, saline atau aquades untuk injeksi.e. Mepivacaine

Larutan hiperbarik 4%, mirip lidocaine.8. Teknik Anestesi

Cara melakukan anestesi spinal:a. Perlu mengingatkan pasien tentang hilangnya kekuatan motorik dan berkaitan keyakinan kalau paralisisnya hanya bersifat sementara.

b. Pasang infus, minimal 500ml cairan sudah masuk saat menginjeksi obat anastesi lokal

c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk mengambil lumbal pungsi, tetapi bila kesulitan posisi duduk akan lebih mudah untuk pungsi.

d. Inspeksi : Garis Tuffier, garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka kanan dan kiri akan memotong garis tengah punggung setinggi L4-L5.e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra lumbalis

f. Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1

g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan memakai sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan penyuntikan jarum lumbal no.22 lebih halus no.23, 25, 26 pada bidang median dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horizontal kearah cranial pada ruang antar vertebra lumbalis yang sudah dipilih. Jarum lumbal akan menembus berturut-turut beberapa ligame, yang terakhir ditembus adalah durameter subarachnoidh. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikan larutan obat analgetik lokal kedalam ruang subarachnoid. Cabut jarum, tutuo luka dengan kasa steril.

i. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikan larutan obat analgetik lokal kedalam ruang subarachnoid. Cabut jarum, tutuo luka dengan kasa steril.

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien ini adalah pasien dengan diagnosis klinis Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Pada kasus ini terapi yang dipilih adalah terapi operasi Open Prostatectomy. Oleh karena lokasi operasinya di bagian pelvis, salah satu pilihan anestesi yang bisa digunakan adalah subarachnoid block anaesthesia atau spinal anestesi. Alasannya adalah karena lebih efektif pada regio pelvis, lebih murah, dan tidak mengganggu sistem pernafasan spontan. Pada bagian pelvis, dermatom sarafnya adalah dermatom Lumbal 1 kebawah.

Pada pasien ini penatalaksanaan preoperatifnya adalah pre op visite yang bertujuan untuk mengetahui kondisi umum pasien serta komplikasi yang mungkin terjadi bila ada penyakit penyulit. Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan generalisnya dalam batas normal, tidak ada penyakit sistemik dan tidak ada kelainan hasil laboraturium. Terapi cairan yang diberikan adalah terapi cairan preoperasi (BB=65kg) yaitu 10-20 ml/kgBB, yaitu 650-1300 ml. Sedangkan untuk operasi spinal sendiri dimana membutuhkan pre-loading cairan yang besar sebagai mekanisme kompensasi terjadinya vasodilatasi yang berakibat hipotensi adalah diberikan 10-15 cc/kgBB, sehingga butuh sekitar 650-975 cc. Cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid (Ringer Lactate).

Sebelum anestesi pasien diberikan edukasi untuk menenangkan pasien. Pada pasien ini tidak diberikan obat premedikasi apapun, tetapi sebaiknya pada pasien pre anestesi spinal diberikan antiemetik untuk mencegah mual muntah sebagai efek dari anestesi spinal. Contohnya Ondansetron 4-8 mg IM/IV.

Induksinya digunakan Buvanest (Bupivacain 0,5%), dimasukkan sesuai prosedur. Untuk maintenance nya cukup diberikan O2 3 liter/menit karena pasien masih bisa bernafas spontan.

Setelah selesai operasi, kondisi pasien distabilkan dulu sebelum dipindah ke ruang PACU. Perhatikan selalu tanda vital pasien. Setelah stabil, pasien dibawa ke ruang PACU. Disana pasien diberikan O2 3L/menit, untuk membantu perfusi jaringan. Namun pemberian oksigen yang berlebihan tidak disarankan karena dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Kemudian pasien diberikan infus sesuai dengan kebutuhannya (BBx40-50cc kgBB/24 jam) yaitu 2600cc-3250 cc/24 jam. Pastikan fungsi miksi pasien normal. Pemberian cairan yang berlebihan dapat meningkatkan volume cairan intravaskuler yang akan memperberat kerja jantung. Beban jantung yang meningkat, dapat menimbulkan gagal jantung kiri yang berakibat edema pulmoner. Urine normal adalah 0,5-1 cc/kgBB/jam maka pada pasien ini setidaknya adalah 30-60cc/24jam atau 1950-3900 cc/24 jam. Tetap monitoring tanda vital pasien, jumlah cairan yang masuk dan keluar, baik infus, intake nutrisi, urine dan drain. Pemberian terapi post operatif seperti antibiotik (ceftriaxone) untuk pencegahan infeksi, analgetik (ketorolac) untuk mengurangi rasa nyeri, vitamin K dan Transamin untuk membantu menghentikan perdarahan bisa diberikan. Observasi dilakukan sampai kondisi pasien lebih stabil.DAFTAR PUSTAKA

Dobson, M. B. dkk. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGCLatief, Said. 2009. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi II. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUIMorgan, Edward dkk. 2006. Clinical Anesthesiology Fourth Edition. McGraw-Hill CompaniesMuhiman, M. dkk. 1989. Anestesiologi. Jakarta: FKUI.Soenarjo, dkk. 2010. Anestesiologi. Semarang : IDSAI

Werth, M. 2010. Pokok-pokok Anestesi. Jakarta: EGC

127