case anestesi umum
DESCRIPTION
Laporan kasus tumor retrobulbarTRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA PASIEN TUMOR
RETROBULBAR SINISTRA
Pembimbing :
Dr.Satriyo Y Sasono Sp.An
Dr.M.Gusno Rekozar Sp.An
Dr. Diah Anissa, MSc, Sp.An
Disusun oleh :
Rini Rossellini Utami
030.08.209
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
PERIODE 8 OKTOBER 2012 – 10 NOVEMBER 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN
Kasus Ilmu Anestesi dengan judul :
PENATALAKSAAN ANESTESI UMUM PADA PASIEN TUMOR
RETROBULBAR SINISTRA
Nama : Rini Rossellini Utami
NIM : 030.08.209
Telah diterima dan disetujui oleh Dr.Satriyo Y .Sasono Sp.An
pada :
Hari :
Tanggal :
Sebagai salah satu syarat mengikuti dan menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi
Di Rumah Sakit Otorita Batam
Batam, Oktober 2012
..............................................
Dr. Satriyo Y. Sasono Sp.An
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Identitas
Nomor catatan medis : 31-87-45
Nama : Tn.A
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Parit Baru
Status pernikahan : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Suku : Jawa
Tanggal masuk ruangan :
Pemeriksaan pre operasi
Anamnesis (dilakukan Auto anamnesis pada tanggal 12 Oktober 2012 pada jam 13.00 wib)
Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan mata kirinya semakin
lama semkain terdorong keluar dari rongga mata.
Riwayat Penyakit sekarang : Pasien mengeluhkan mata kirinya yang
semakin lama semakin menonjol keluar dari rongga mata kirinya. Enam bulan
sebelumnya pasien mengakui adanya riwayat trauma pada mata kirinya.
Pasien mengaku dihantam dengan sikut temannya. Semenjak kejadian tersebut
pasien merasakan bola matanya mulai menonjol keluar. Tiga bulan terakhir
pasien mengeluhkan penglihatannya agak menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat hipertensi dan diabetes melitus (-)
Riwayat Penyakit keluarga :
- Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan asma (-)
Riwayat Kebiasaan :
- Riwayat konsumsi alcohol dan merokok (+)
Riwayat alergi :
- Riwayat alergi obat-obatan dan makanan (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : TB 173cm
BB 72 kg
Tanda vital
Tekanan darah : 123/84 mmHg
Nadi : 87 x/mnt
Suhu : 36,8 C
Pernapasan : 24 x/mnt
Status Generalis
Kepala : Tampak normocephali
Mata : conjungtiva hiperemis +/+, sclera ikterik -/-
Leher : KGB dan tyirhoid tidak teraba membesar.
Thorax : Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-
Abdomen : Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
timpani, bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Extremitas atas dan bawah dalam batas normal
Status lokalis oculi sinistra :
Inspeksi : bola mata kiri tampak menonjol keluar, sklera tampak hiperemis.
Palpasi : nyeri tekan (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Pemeriksaan laboratorium tanggal 07/10/2012)
Hemoglobin : 15,8 g%
Leukosit : 9.800 mcL
Trombosit : 384.000 rb
Hematokrit : 45,9%
GDS : 103 mg/dl
Masa Pembekuan : 12 menit
Gol. Darah / Rh : A / +
Perencanaan anestesi :
Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan anestesi umum dengan endotracheal
tube non kinking no.7.
Kesimpulan :
ASA II
Intraoperasi
Status anestesi
o Diagnosa pre operasi : Tumor retrobulbar sinistra.
o Jenis operasi : Kraniotomi dekompresi, tumor removal.
o Rencana teknik anestesi : Anestesia umum dengan endotracheal tube
non kinking no.7.
o Status fisik: ASA II.
Persiapan alat
o (S) : Stetoskop dan laringoskop.
o (T) : endotracheal tube non kinking no.7.
o (A): Guedel.
o (T) : Plester.
o (I) : Mandrin atau stilet(tidak digunakan pada pasien ini).
o (C) : Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia.
o (S) : Suction untuk menyedot lendir, darah dll.
o Mesin anestesi.
o Monitor anestesi.
o Elektroda, EKG.
o Sfigmamometer digital.
o Oksimeter/saturasi.
o Balon/pump.
o Sungkup muka.
o Forceps Mcgill.
o Kasa gulung lembab.
o Infus set dan spuit 3cc, 5cc dan 10cc.
Persiapan obat
o Analgetik : Fentanyl.
o Sedativa : Sedacum, propofol, recofol.
o Antiemetik : Klirans.
o Muscle relaxant : Tramus.
o Antihipertensi : Catapres.
o Gas inhalasi : Isoflurane, N2O dan O2.
o Obat emergency : Sulfas atropin, ephedrine.
Keadaan selama pembedahan
Lama operasi : 149 menit (15.18-17.07 WIB)
Lama anestesi : 207 menit (14.00-17.27 WIB)
Jenis anestesi : Anestesi Umum dengan endotracheal tube non kinking no:7.
Posisi : Supine
Infus : NaCl 0,9% pada tangan kanan dan manitol pada kaki kiri.
Premedikasi : Klirans 4mg, fentanyl 75mcg dan sedacum 5mg pemberian secara intravena pada pukul 13.55 WIB.
Medikasi :
Pk 14.00 WIB :
Tramus 100mg.
Propofol 150mg.
Pk 15.18 WIB :
Fentanyl 50mcg.
Pk 15.30 WIB :
Recofol 50mg.
Pk 15.47 WIB :
Catapres 75mg.
Fentanyl 25mcg.
Cairan masuk :
- Diketahui :
- puasa dari jam 00.00 wib
- berat badan : 72 kg
- operasi besar
- Kebutuhan basal
- 4x10kgBB = 40
- 2x10kgBB = 20
- 1x52kgBB =52
Total : 112 cc/jam
- Puasa : 00.00 – 15.00 ( 15 jam )
- Lama puasa x kebutuhan basal= 15 jam x 112 cc/jam = 1680cc/jam
- Di ruangan sudah diberi cairan 500 ml
*Jadi kebutuhan cairan puasa sekarang = 1680 – 500 = 1180ml
EWL :
- Jenis operasi besar xBB = 8x72kg= 576cc
Pemberian cairan
o Jam 1 : 50% puasa + EWL + kebutuhan basal
50%x1680cc + 576cc + 112 cc/jam = 1528 cc
o Jam 2 : 25% puasa + EWL + kebutuhan basal
25%x1680cc + 576cc + 112 cc/jam = 1108 cc
Monitoring saat operasi
Jam TindakanTekanan
Darah(mmHg)Nadi (x/menit)
Pk 13.40 WIB Pasien masuk ke kamar operasi dan di pindahkan ke meja operasi
Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan
141/87 mmHg 80x/menit
SPO2 : 99%
elektroda EKG. Pemasangan
kateter folley no:..
Infus NaCl 0,9% terpasang pada tangan kanan
Pk. 13.55 WIB Pre medikasi dengan klirans 4mg, fentanyl : 75mcg dan sedacum 5mg.
139/87 mmHg 90x/menit
SPO2 : 100%
Pk. 14.00WIB Induksi obat secara intravena dengan : tramus 50mg dan propofol 150mg.
Pemberian Oksigen 5 liter/menit.
Pemberian N2O 5 liter/menit
Isofluran 0,4 vol %
115/78 mmHg 60x/menit
SPO2 : 100%
Pk. 14.05 WIB Melakukan pemasangan ett non kinking no:7
Menghubungkan ett dengan mesin anestesi
Cek suara nafas kiri dan kanan dengan stetoskop
Fiksasi ett dengan plester
Memasang konektor antara ett dengan mesin anestesi yang telah dibuka N20/O2 dan isoflurane
Isoflurane dinaikan
112/73 mmHg 60x/mnt
SPO2 : 100%
menjadi 1,5 vol%
Pk. 15.18 WIB Maintenance obat secara intravena dengan : fentanyl 50mcg.
Dilakukan asepsis dan antisepsis lapangan operasi
Operasi dimulai
99/69 mmHg 79x/menit
SPO2 : 100%
Pk. 15.30 WIB Maintenance obat secara intravena dengan : recofol 50 mg
Volume isoflurane dinaikan menjadi 2 vol%
Pasien masih dalam keadaan operasi
109/73 mmHg 69x/menit
SPO2 : 99%
Pk. 15.45 WIB Pasien masih dalam keadaan operasi
150/110 mmHg 110x/menit
SPO2 : 99%
Pk. 15.47 WIB Maintenance obat secara intravena dengan : fentanyl 25 mcg
Pemberian catapres i.v dgn dosis 75 mg
Pasien masih dalam keadaan operasi
109/78 mmHg 86x/menit
SPO2 : 99%
Pk. 15.56 WIB Volume isoflurane dinaikan menjadi 2,5 vol%
Pasien masih dalam keadaan operasi
108/80 mmHg 93x/menit
SPO2 : 99%
Pk. 16.06 WIB Volume isoflurane
99/70 mmHg 93x/menit
diturunkan menjadi 2 vol%
Pasien masih dalam keadaan operasi
SPO2 : 99%
Pk 16.12 WIB Volume isoflurane diturunkan menjadi 1 vol%
Pasien masih dalam keadaan operasi
95/78 mmHg 89x/menit
SPO2 : 99%
Pk. 16.44 WIB Volume isoflurane diturunkan menjadi 0,8 vol%
Pasien masih dalam keadaan operasi
88/69 mmHg 95x/menit
SPO2 : 99%
Pk. 17.07 WIB Operasi selesai 88/69 mmHg 96x/menit
SPO2 : 99%
Pk. 17.14 WIB Isoflurane stop 100/74 mmHg 96x/menit
SPO2 : 99%
Keadaan akhir pembedahan
Tekanan darah : 100/74 mmHg, Nadi : 96x/menit, Saturasi O2 : 99%
Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :
Nilai 2 1 0Kesadaran Sadar, orientasi
baikDapat dibangunkan
Tak dapat dibangunkan
Warna Merah muda (pink) tanpa O2,
SaO2 > 92 %
Pucat atau kehitaman perlu O2
agar SaO2 > 90%
Sianosis dengan O2
SaO2 tetap < 90%
Aktivitas 4 ekstremitas bergerak
2 ekstremitas bergerak
Tak ada ekstremitas bergerak
Respirasi Dapat napas dalamBatuk
Napas dangkalSesak napas
Apnu atau obstruksi
Kardiovaskular Tekanan darah berubah 20 %
Berubah 20-30 % Berubah > 50 %
Total = 8 Pasien tetap dipantau di ruang pemulihan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANESTESIA UMUM
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Pada pasien yang
dilakukan anestesi dapat dianggap berada dalam keadaan ketidaksadaran yang
terkontrol dan reversible. Anestesi memungkinkan pasien untuk mentolerir tindakan
pembedahan. Komponen anestesia yang ideal terdiri hipnotik, analgesia, dan
relaksasi.
Indikasi anestesi umum:
- Infant & anak usia muda
- Dewasa yang memilih anestesi umum
- Pembedahannya luas / ekstensif
- Penderita sakit mental
- Pembedahan lama
- Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
- Riwayat penderita toksik/ alergi obat anestesi lokal
- Penderita dengan pengobatan antikoagulan
Metode anestesia umum dibagi menjadi 3, antara lain:
1. Parenteral (IM atau IV) biasanya diberikan untuk tindakan singkat.
2. Perektal (untuk anak- anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat)
3. Inhalasi dengan menggunakan gas atau agen volatil
Sebelum dilakukan anestesia, perlu untuk dilakukan penilaian dan persiapan
pra anestesi, tujuan utama kunjungan pra anestesi ialah untuk mengurangi angka
kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Penilaian dan persiapan pra anestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboraturium, penentuan status fisik, masukan oral, dan
premedikasi.
Anamnesis
Perlu di anamnesa mengenai riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat
anestesia sebelumnya, ini sangat penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang
perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-
gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anestesia
berikutnya dengan baik. Kita harus pandai-pandai memilah apakah cerita pasien
termasuk alergi atau efek samping obat.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum seperti
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi.
Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan intubasi.
Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium dilakukan atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa
perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis.
Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi
fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak
dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Klasifikasi ASA Deskripsi pasien
Kelas I Pasien normal dan sehat fisik dan
mental.
Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik ringan
dan tidak ada keterbatasan fungsional.
Kelas III Pasien dengan penyakit sistemik
sedang hingga berat yang
menyebabkan keterbatasan fungsi.
Kelas IV Pasien dengan penyakit sistemik berat
yang mengancam hidup dan
menyebabkan keterbatasan fungsi.
Kelas V Pasien yang tidak dapat
hidup/bertahan dalam 24 jam dengan
atau tanpa operasi.
Kelas E Bila operasi dilakukan darurat/cito.
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi dan rumatan, meredakan kecemasan dan ketakutan,
memperlancar induksi anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus,
meminimalkan jumlah obat anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah,
menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks yang
membahayakan. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun
kepercayaan dan menentramkan hati pasien.
Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :
1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa
pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop
ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan
NGT untuk dekompresi lambung.
2. Pengosongan kandung kemih, kateterisasi bila perlu.
3. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).
4. Saluran napas dibersihkan dari lendir.
5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan aksesoris lainnya supaya
tidak mengganggu pemeriksaan.
6. Pemeriksaan fisik ulang.
Tatalaksana jalan nafas
Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya
pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Pada pasien tidak
sadar atau dalam keadaan anestesia, tonus otot jalan nafas atas, otot genioglossus
hilang, sehingga lidah akan menyumbat hipofaring dan menyebabkan pbstruksi jalan
nafsas baik total ataupun parsial. Keadaan ini dapat diatasi dengan beberapa cara,
misalnya manuver tripel jalan nafas, pemasangan alat jalan nafas faring (pharyngeal
airway), pemasangan alat jalan nafas sungkup laring (laryngeal mask airway),
pemasangan pipa trakea (endotrachealjn tube). Obstruksi juga dapat disebabkan oleh
spasme laring pada saat anestesia ringan dan mendapat rangsangan nyeri atau
rangsangan oleh sekret.
Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubangatau
pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan napas bagianatasatau trakhea. Pada
intinya, Intubasi Endotrakea adalah tindakan memasukkan pipaendotrakha ke dalam
trakea sehingga jalan napas bebas hambatan dan napas mudahdibantu dan dikendalikan..
Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakea adalah untuk membersihkan
saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan napas agar tetap baik,mencegah
aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi.
Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakea adalah untuk
membersihkan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan nafas agar tetap baik,
mencegah aspirasi serta mempemudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien
operasi. Pada dasarnya tujuan intubasi endotrakea, untuk memudahkan pemberian
anestesia, mempertahankan jalan napas agar tetap bebas serta mempertahankan
kelancaran pernapasan, mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung(pada
keadaan tidak sadar, lambung penuh, tidak ada refleks batuk), mempermudah
pengisapan sekret trakeobronkial, pemakaian ventilasi mekanis yang lama, mengatasi
obstruksi laring akut.
Indikasi intubasi endotrakea menurut Giselle tahun 2002 antara lain keadaan
oksigenasi yang tidak adekuat(karena menurunnya tekanan oksigen arteri dll) yang
tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal, keadaan
ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri,
kebutuhan untuk mengontrol atau mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai
bronkial toilet, menyelenggarakan proteksi pada pasien dengan keadaan gawat.
Sumber lain mengenai indikasi intubasi menurut (anonim 1986) indikasi intubasi
endotrakea antara lain :
Menjaga jalan nafas agar tetap bebas pada keadaan – keadaan yang
sulit.
Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan
tenggorokan.
Operasi abdominal untuk menjamin pernapasan yang tenang dan tidak
ada ketegangan.
Operasi intralokal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan
dengan mudah, mempermudah respirasi kontrol dan mempermudah
pengontrolan tekanan inrapulmonal.
Untuk mencegah kontaminasi trakea, misalnya pada pasien obstruksi
intestinal.
Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.
Trakeostomi.
Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.
Indikasi intubasi nonsurgical diantaranya :
Asfiksia neonatorum berat.
Resusitasi penderita.
Obstruksi laring berat.
Penderita tidak sadar lebih dari 24 jam.
Penderita dengan ateletaksis paru.
Post operasi respiratory insufisiensi.
Beberapa kontraindikasi untuk dilakukan intubasi endotrakea antara lain,
beberapa keadaan trauma jalan napas dan obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy, paa
beberapa kasus trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra
servikal, sehingga sulit untuk dilakukan intubasi.
Adapun beberapa hal yang menjadi penyulit untuk dilakukan intubasi
endotracheal, diantaranya :
Leher pendek berotot.
Mandibula menonjol.
Mkasila/gigi depan menonjol.
Uvula tak terlihat(mallampati 3 atau 4).
Gerak sendi temporo-mandibular terbatas.
Gerak vertebra servikal terbatas.
Gambaran klasik posisi pasien untuk dilakukan intubasi dengan memposisikan
leher pasien dalam keadaan fleksi ringan sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi.
Ini disebut sebagai sniffing in the air position. Kesalahan yang umum adalah
mengekstensikan kepala dan leher.
Persiapan Alat Intubasi
Alat – alat yang dipergunakan dalam suatu tindakan intubasi endotrakhea terdiri dari :
a. Laringoskop
Laringoskop adalah suatu alat digunakan untuk melihat laring secara langsung
sehingga pipa trakea dapat masuk dengan baik dan benar. Secara garis besar
ada 2 macam laringoskop, yaitu :
1) Bilah, daun (blade) lurus (macintosh) untuk bayi-anak-dewasa.
2) Bilah lengkung (miller, magill) untuk anak besar-dewasa.
Gambar laringoskop
b. Pipa endotrakea
Pipa endotrakea biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang
sekali pakai dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakea. Untuk operasi tertentu
misalnya di kepala dan leher dibutuhkan pipa endotrakea yang tidak bisa
ditekuk yang mempunyai spiral nylon atau besi. Untuk mencegah kebocoran
jalan nafas, pipa endotrakea biasanya mempunyai balon (cuff) pada ujung
distalnya. Terdapat dua jenis balon, yaitu balon volume besar dan volume
kecil.
Balon volume kecil cenderung bertekanan tinggi pada sel-sel mukosa dan
mengurangi aliran darah kapiler sehingga dapat menyebabkan ischemia. Balon
volume besar melingkupi daerah mukosa yang lebih luas dengan tekanan yang
lebih rendah dibandingkan volume kecil.
Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak – anak karena bagian
tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa
dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit jalan nafas pada orang
dewasa adalah trakea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan
diameter internal untuk laki –laki berkisar 8,00-9,00 mm dan perempuan 7,5-
8,5 mm. Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20-23 cm. Untuk anak
yang lebih kecil dapat memperkirakan dengan melihat besar jari
kelingkingnya.
Gambar pipa endotrakea
c. Plester
Plester digunanakan untuk memfiksasi pipa endotrakea setelah tindakan
intubasi.
d. Stilet dan forcep intubasi
Stilet biasa digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakea sebagai
alat bantu insersi pipa. Forcep intubasi (mcgill) digunakan untuk
memanipulasi pipa endotrakea nasal atau pipa nasogastri melalui orofaring.
e. Alat pengisap (suction)
Langkah - Langkah Intubasi
1) Siapkan alat dan pasien.
2) Cuci tangan.
3) Pakai masker penutup hidung dan mulut serta sarung tangan.
4) Atur posisi pasien, kepala ekstensi, leher fleksi.
5) Tangan kanan memegang kedua bibir lalu buka mulut pasien, tangan kiri
memegang laringoskop. Masukan blade daria arah kanan mulut sambil
membawa bagian lidah ke arah kiri sampai terlihat uvula dan epiglotis.
6) Darti arah luar tekan tulang rawan thyroid untuk membantu terbukanya
epiglotis.
7) Masukkan endotrkheal tube dengan arah miring ke kanan dan setelah masuk
putar ke arah tengah.
8) Isi balon endotrakeal dengan spuit kosong.
9) Sambungkan endotrakeal dengan ventilator bag.
10) Dengarkan bunyi nafas pada dada kiri dan kanan dengan menggunakan
stetoskop.
11) Fiksasi dengan menggunakan plester.
Obat – obatan Untuk Intubasi
a) Sedativa
- Pentothal 25mg/cc dosis 4-5 mg/kgbb
- Dormicum 1mg/cc dosis 0,6 mg/kgbb
- Diprivan 10mg/cc dosis 1-2mg/kgbb
b) Relaksasi otot
- Tracurium 0,5-0,6 mg/kgbb
- Norcuron 0,1 mg/kgbb
c) Obat – obatan emergency
- Sulfas atropine
- Ephedrine
- Adrenalin
- Lidokain 2%
Komplikasi
Beberapa komplikasi daripada intubasi endotracheal yang harus diwaspadai
baik selama intubasi dan selama ekstubasi. Komplikasi yang dapat terjadi selama
intubasi, antara lain :
Trauma gigi-geligi.
Laserasi bibir, gusi dan faring.
Merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi).
Intubasi bromkus.
Intubasi esofagus.
Aspirasi.
Spasme bronkus.
Komplikasi yang dapat terjadi selama ekstubasi, antara lain :
Spasme laring.
Aspirasi.
Gangguan fonasi.
Edema glotis-subglotis.
Infeksi laring, faring, trakea.
2.2 TUMOR RETROBULBAR
Definisi
Tumor orbita adalah tumor yang menyerang rongga orbita (temoat bola mata) sehingga merusak jaringan lunak mata seperti : otot mata, saraf mata dan kelenjar air mata. Bedasarkan posisinya tumor mata dikelompokan sebagai berikut :
1. tumor external : tumor yang tumbuh di bagian luar mata.
2. tumor intraokuler : tumor yang tumbuh di dalam bola mata.
3. tumor retrobulbar : tumor yang tumbuh di belakang bola mata.
Apabila ada masa tumor yang mengisi rongga mata maka bola mata akan terdorong ke arah luar (proptosis).
Klasifikasi
Klasifikasi tumor berdasarkan sifatnya menurut Sidarta, Ilyas(2002), tumor mata dibedakan menjadi 3 menurut sifatnya :
1. Tumor primer, biasanya tumor jinak pada orbita dengan gejala – gejala seperti gangguan pergeakan bola mata, gangguan penglihatan, gangguan lapang pandang, pembendungan darah dalam orbita, adanya perubahan fundus mata.
2. Tumor sekunder, tumor yang berasal dengan tempat – tempat yang berhubungan dengan rongga orbita dan terjadi perluasan tumor ke dalam rongga orbita, misalnya sinus, rongga otak atau kelopak mata.
3. Tumor metastasis, tumor ysng menyebar atau bermetastasis ke organ lain.
Etiologi
1. mutasi gen
2. malformasi kongenital
3. kelainan metabolisme
4. penyakit vaskuler
5. inflamasi intraokuler
6. trauma
Manifestasi klinis
1. nyeri orbital
2. proptosis
3. pembengkakan kelopak
4. penurunan ketajaman penglihatan
BAB III
KESIMPULAN
Tumor orbita retrobulbar adalah tumor yang menyerang rongga orbita
sehingga merusak jaringan lunak mata yang tumbuh di belakang mata.
Pasien tergolong ASA II berdasarkan laboratorium abnormal.
Pada operasi ini, digunakan anastesi umum dengan pemasangan pipa
endotakeal dengan nafas kendali. Pemilihan teknik anestesi ini bertujuan untuk
memastikan jalan nafas agar selalu berada dalam kondisi terbuka dan mendapatkan
ventilasi yang adekuat selama operasi, serta mencegah terjadinya aspirasi atau
regurgitasi yang dapat menjadi penyulit semasa operasi.
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room.
Pasien segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian
tersebut mencakup penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas,
kardiovaskuler dan respirasi. Pasien ini mendapat nilai 8/10 yang berarti pasien dapat
dipindahkan ke ruang perawatan.
Hasil tindakan anestesi yang baik didapatkan dengan persiapan yang baik dan
tepat dengan dimulainya praanestesi, premedikasi, pemilihan teknik anestesi,
pemilihan obat-obatan anestesi serta melakukan pengawasan tanda-tanda vital selama
operasi dan tindakan pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi
kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.
2. Longnecker David E, Murphy Frank L. Introduction to Anesthesia. 9thEd. Philladelphia : Department of Anesthesia at the Hospital of The University of Pennsylvania; 1997.
3. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.
4. Omoigui S. Buku Saku Obat-Obatan Anestesia. Edisi ke 2. Jakarta : ECG;
1997.
5. Laringoskopi dan Intubasi. Accesed at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23760/4/Chapter%20II.pdf.
Accesed on October 24th 2012.