cairan resusitasi

11
JOURNAL READING Resuscitation Fluids Oleh: Cynthia Christy Liasnawi 112014103 Pembimbing: dr. Nur Syamsiani, SpAn KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN PERIODE 9 NOVEMBER 2015 s/d 28 NOVEMBER 2015 1

Upload: cynchristy

Post on 14-Apr-2016

222 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

anas

TRANSCRIPT

Page 1: Cairan resusitasi

JOURNAL READING

Resuscitation Fluids

Oleh:

Cynthia Christy Liasnawi

112014103

Pembimbing:

dr. Nur Syamsiani, SpAn

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

PERIODE 9 NOVEMBER 2015 s/d 28 NOVEMBER 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

JAKARTA

2015

1

Page 2: Cairan resusitasi

Cairan resusitasi

John A. Myburgh, M.B., B.Ch., Ph.D., and Michael G. Mythen, M.D., M.B., B.S.

Resusistasi cairan dengan larutan koloid dan kristaloid merupakan intervensi yang

dipakai pada kegawatdaruratan medis. Pemilihan dan penggunaan cairan resusitasi didasari oleh

prinsip fisiologis, namun dalam praktek klinis sebagian besar ditentukan oleh preferensi dokter,

dengan berbagai variasi. Tidak ada cairan resusitasi yang ideal. Terdapat bukti yang muncul

bahwa tipe dan dosis cairan resusitasi yang digunakan akan mempengaruhi hasil perkembangan

pasien.

Meskipun dari apa yang disimpulkan prinsip-prinsip fisiologis, larutan koloid tidak lebih

menguntungkan daripada larutan kristaloid sehubungan dengan hemodinamik efek. Albumin

dianggap sebagai larutan referensi koloid, tetapi biaya adalah keterbatasan penggunaannya.

Meskipun albumin dinyatakan sebelumnya bahwa aman sebagai cairan resusitasi pada sebagian

besar pasien-pasien kritis dan memiliki peran pada sepsis awal, penggunaannya dikaitan dengan

meningkatnya mortalitas diantara pasien dengan trauma otak traumatik.

Penggunaan larutan hydroxyethyl starch (HES) dikaitan dengan peningkatan angka

renal-replacement therapy dan adverse events diantara pasien di ICU.

Balanced salt solution merupakan cairan resusitasi yang prakmatis meskipun bukti-bukti

tentang keamanannya masih sedikit. Penggunaan normal salin dikaitkan dengan pengembangan

asidosis metabolik dan acute kidney injury. Larutan hipertonik yang paling aman belum ada.

Semua larutan resusitasi dapat berkontribusi dalam menimbulkan edema interstitial, terutama

dalam keadaan peradangan dimana larutan resusitasi banyak digunakan. Pemilihan dari larutan

yang digunakan harus berdasarkan indikasi, kontrandikasi, dan efek toksik potensial untuk

memaksimalkan keuntungan dan mengurangi tokisisitas.

Sejarah Resusitasi Cairan

Pada 1832, Robert Lewins mendeskripsikan efek dari larutan garam akalinisasi yang

diberikan intravena kepada pasien pandemic kolera. Dia mengatakan “ jumlah yang diperlukan

yang dimasukan kira-kira bergantung dari jumlah serum yang hilang’. Dengan peekembangan

2

Page 3: Cairan resusitasi

fraksinasi darah 1941, human albumin digunakan pertama kali dalam jumlah besar untuk

resusitasi pasien yang terbakar pada saat Pearl Harbor diserang.

Terapi cairan merupakan satu-satunya komponen dari strategi resusitasi hemodinamik

yang kompleks. Karena aliran balik vena sama dengan cardiac output, respon simpatis

meregulasi sirkulasi arteri dan vena serta kontrakilitas miokardium. Terapi adjuvant untuk cairan

resusitasi, seperti pemakaian katekolamin untuk meningkatkan kontraksi jantung dan aliran balik

vena, dapat dipertimbangkan di awal untuk mencegah kegagagaln sirkulasi. Sebagai tambahan ,

perubahan mikrosirkulasi pada organ vital bervariasi tiap waktu dan dipengaruhi patologik yang

berbeda-beda dan efek cairan yang diberikan pada fungsi organ harus diperhatikan seiring efek

nya pada volume intravaskular.

Fisiologi Resusitasi Cairan

Selama beberapa dekade yang lalu, klinisi memiliki dasar dalam pemilihan cairan

resusitasi khususnya cairan ruangan intracellular, interstitial dan komponen intravaskular dari

cairan ruang ekstraseluler dan hal-hal yang mengatur distribusi cairan antar ruang. Pada 1896,

Ernest Starling menemukan bahwa kapiler dan venula bertindak sebagai membrane

semipermeable yang menyerap cairan dari ruang interstitial. Hukum ini diadaptasi untuk

mengidektifikasi perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik antar membrane semipermeable.

Deskripsi yang didapatkan bahwa terdapat glikoprotein dan proteoglikan terdapat di sel

endothelium bagian dalam yang diidentifikasi sebagai endothelial glycocalyx layer. Ruang

subglycocalyx memproduksi tekanan onkotik koloid yang penting untuk mempertahankan aliran

transcapillary. Struktur dan fungsi Glycocalyx layer merupakan kunci dari permeabilitas

membran pada berbagai sistem organ vaskular. Integritas atau kebocoran pada layer ini

menyebabkan adanya potensi untuk menimbulkan edama interstitial, terutama pada kondisi

sepsis dan setelah operasi atau trauma saat cairan resusitasi umumnya digunakan.

Cairan Resusitasi Ideal

Cairan resusitasi ideal seharusnya dapat menimbulkan peningkatan volume intravaskular

yang dapat diperkirakan dan terus menerus, memiliki komposisi kimia semirip mungkin dengan

cairan ekstraseluler, dimetabolisme dan di ekskresikan secara komplit tanpa akumulsi pada

3

Page 4: Cairan resusitasi

jaringan, tidak menimbulkan efek samping metabolik atau sistemik, serta dengan harga yag

tejangkau untuk meningaktkan perkembangan pasien. Namun saat ini tidak ada cairan seperti itu

yang tersedia untuk penggunaan klinis. Cairan resusitasi secara garis besar dikategorikan

menjadi larutan koloid dan kristaloid. (Table 1.) larutan koloid merupakan mokelul-molekul

yang tersuspensi dengan laurtan pembawa yang secara relatif tidak dapat melewati membran

kapiler semipermeable yang sehat karena berat molekulnya. Larutan kristaloid merupakan

larutan ion yang secara bebas permeable namun memiliki konsentrasi natrium dan kalium yang

mempertahankan tonisitas cairan. Pendukung dari larutan koloid menyatakan bahwa laurtan

koloid lebih efektif dalam mempertahankan volume intravaskular karena laurtan koloid tetap

berada di ruang intravaskulardan mempertahankan tekanan onkotik. Efek dari koloid ini

dibandingkan dengan kristaloid dianggap memiliki keuntungan dimana dinyatakan kemampuan

koloid untuk mempertahankan volume intravaskular sebanyak 1: 3 dibandingkan kristaloid.

Koloid semisintetik memiliki durasi yang lebih pendek daipada larutan human albumin, namun

dimetabolisme dan diekskresikan secara aktif. Pendukung dari larutan kristaloid menyatakan

bahwa koloid , khusunya human albumin, mahal dan tidak dapat digunakan secara praktis

sebagai cairan resusitasi. Larutan kristaloid tidak mahal, meskipun tidak terbukti sebagai cairan

resusitasi lini pertama. Meskipun demikian, penggunaan kristaloid secara klinis dikaitan dengan

perkembangan klinis edema interstitial.

Tipe-Tipe Cairan Resusitasi

Secara umum terdapat variasi yang luas dalam paktik klinis dalam memilih cairan

resusitasi. Pilihan tergantung dari preferensi klinis sesuai dengan protokol institusi, ketersediaan ,

harga, dan penjual secara komersial.

ALBUMIN

Human albumin (4 to 5%) dalam larutan normal salin dipertimbangkan sebagai referensi

larutan koloid. Larutan ini diproduksi dengan fraksinasi dari darah dan diatur sedemikian rupa

suhunya sehingga mencegah transmisi virus-virus pathogen. Larutan ini mahal dalam produksi

serta distribusinya sehingga terbatas pada negara berkembang.

4

Page 5: Cairan resusitasi

5

Page 6: Cairan resusitasi

Analisis studi dari SAFE menyatakan bahwa resusitasi dengan albumin dapat

meningkatkan angka kematian dalam 2 tahun pada pasien dengan cedera kepala traumatik. Hal

inii dikaitkan dengan adanya peningkatkan tekanan intrakranial pada minggu pertama cedera.

Resusitasi albumin dikaitakan juga dengan menurukan angka kematian pada pasien sepsis berat.

Studi dari SAFE menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan pada mean arterial

pressure or heart rate diantara albumin dan kelompok salin, namun albumin dikaitkan dengan

peningkatan tekanan vena sentral.

SEMISYNTHETIC COLLOIDS

Karena adanya ketersediaannya terbatas dan human albumin relatif mahal sehingga

dikembangkannya larutan koloid semisintetik. Secara umum larutan HES merupakan larutan

yang paling banyak digunakan. Larutan semisintetik lainnya ialah succinylated gelatin dan

dextran.

Larutan HES diproduksi dari substitusi hydroxyethyl dari amilopectin yang didapat dari

sorgum, jagung dan kentang. Derajat substitusi yang tinggi dari molekul glukosa melindungi

hidrolisis oelh amilasi nonspesifik yang ada dalam darah, oleh karena itu ekspansi intravaskluar

dapat lebih lama, namun hal ini menyebabkan HES memliki potensi untuk terakumulasi di dalam

jaringan retikulerendotelial, seperti kulit (gatal), hati, dan ginjal. Penggunaan HES terkait dengan

adanya perubahan yang terjadi pada koagulasi khususnya perubahan pada pengukuran

viskoelastik dan fibrinolisis. Laporan studi mempertanyakan keamanan dari larutan HES 10%

dengan berat molekul lebih dari 299 kD, karena didapatkan adanya peningkatkan angka

kematian, gagal ginjal akut, dan penggunaan renal replacement therapy.

Akhir-akhir ini larutan HES telah diturunkan konsentrasinya menjadi 6% dengan berat

molekul 130 kD. HES banyak digunakan pada pasien yang menjadi anastesi untuk operasi-

operasi mayor,dan cairan perioperatif. Karena adanya akumulasi pada jaringan maka rekomenadi

maksimal dosis HES sehari ialah 33-50 ml/ kilogram berat badan / hari.

KRISTALOID

Natrium klorida merupakan larutan kristaloid yang paling umum digunakan di Amerika serikat.

Normal salin (0,9%) mengandung nartrium dan klorida dengan konsentrasi yang sama, sehingga

6

Page 7: Cairan resusitasi

membuat larutan ini isotonik dibandingkan dengan cairan ekstraseluler. Hasil dari pemakain

laruatan normal salin dengan volume yang besar ialah asidosis metabolic hiperkloremik. Efek

yang tidak diinginkan seperti disfungsi ginjal dan imun. Adanya kekhawatiran kelebihan air dan

natrium pada pemberian resusitasi dengan salin menciptakan konsep resusitasi kristaloid dengan

volume yang kecil, dengan adanya larutan salin hipertonis (3%,5%,7,5%). Meskipun demikian

penggunaan resusitasi awal pada pasien dengan cedera otak traumatik tidak memperbaiki hasil

jangka pendek maupun panjang. Kristaloid dengan komposisi kimia dengan perkiraan cairan

ekstraseluler dikatakan seimbang atau fisiologis, namun tidak ada larutan yang benar-benar

fisiologis.

Balanced-salt solution, cenderung hipotonis karena adanya konsentrasi natrium yang

lebih rendah di cairan ektraseluler. Penggunaan larutan ini secara banyak dapat menyebabkan

hiperlaktatemia, alkalosis metabolik, hipotonisitas, dan kardiotoksisitas. Penggunaan larutan ini

direkomendasikan sebagai lini pertama pada pasien yang akan mengalami operasi, pasien dengan

trauma, dan pasien dengan ketoasidosis diabetes. Resusistasi dengan balanced-salt solution juga

menjadi penanganan awal pada pasien luka bakar, meskipun adanya kekhawatiran tentang

kelebihan cairan yang dapat terjadi.

Pada penelitian studi observational-kohort, membandingkan pasien yang menerima

normal salin dan balanced-salt solution sebagai pengganti kehilangan cairan pasa saat operasi.

Penggunaan larutan garam seimbang dikaitkan dengan adanya penurunan angka komplikasi

secara signifikan, termasuk adanya angka yang lebih rendah untuk infeksi pascaoperasi, renal-

replacement therapy, transfusi darah dan asidosis.

Dosis dan Volume

Penggunaan cairan resusitasi sangat bervariasi pada penyakit-penyakit kritis yang ada.

Penurunan tekanan darah sistolik dan oliguria menjadi tanda untuk menggunakan cairan

resusitasi, berkisar antara 200 sampai 1000 ml larutan kristaloid atau koloid untuk pasien

dewasa. Penggunanan cairan koloid dan kristaloid sering digunakan sampai menimbulkan edema

interstitial dan difungsi organ. Meskipun cairan resusitasi merupakan intervensi yang paling

umum di dunia medis, tidak ada cairan resusitasi yang dianggap ideal. Pemilihan, waktu, dan

dosis carian intravena harus dievaluasi secara hati-hati.

7

Page 8: Cairan resusitasi

8