resusitasi cairan dan elektrolit

Upload: ulan-noputri

Post on 06-Jul-2018

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    1/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 1

    RESUSITASI CAIRAN DAN ELEKTROLIT

    Mukhlis Rudi, Soenarjo

    PENDAHULUAN

    Sebagian dasar unit hidup manusia adalah sel, dimana setiap organ merupakan

    kumpulan banyak sel yang tergantung oleh struktur intersel sebagai penyokong, dimana

    setiap sel secara khusus beradaptasi untuk melakukan satu fungsi tertentu. Dibutuhkan

    lingkungan yang baik dan stabil yang meliputi konsentrasi zat-zat yang terkandung dan

    keseimbangan cairan tubuh agar sel-sel tersebut cukup mendapatkan makanan untuk

     berkembang dan memiliki kesempatan untuk membuang sisa metabolisme yang tak

     berguna.(1)

     

    Tubuh manusia selain terdiri dari organ vital, tetapi juga cairan yang totalnya

    sekitar 50% (pada wanita) dan 70% (pada lelaki) dari total berat badan tubuh keseluruhan.

    Pada dasarnya pemberian cairan intravena bertujuan untuk mengembalikan volume darah,

    adapun pada kasus syok berguna untuk mengembalikan perfusi jaringan dan pengiriman

    oksigen ke sel, dengan tujuan akhir untuk mengurangi kemungkinan terjadinya iskemia

     jaringan ddan kemungkinan gagal organ.

    Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non-elektrolit.

     Non-elektrolit merupakan zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan

    listrik, yang terdiri dari protein, urea, glukosa, oksigen, karbondioksida, dan asam-asam

    organik. Sedangkan elektrolit merupakan garam yang terurai dalam air menjadi satu atau

    lebih partikel – partikel bermuatan, yaitu natrium (Na+), Kalium (K +), Kalsium (Ca2+),

    Magnesium (Mg2+

    ), Bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO4

    -), dan sulfat (SO4

    -). Larutan

    elektrolit menghantarkan listrik, dimana yang bermuatan positif disebut kation dan yang

    negatif disebut anion.(2)

    Komposisi cairan dalam tubuh dibagi menjadi beberapa kompartemen yang

    didalamnya tersebar air, Na+  dan koloid. Cairan tubuh total (60%BB) meliputi caairan

    intraseluler (40%BB) dan cairan ekstraaseluler (20% BB). Cairan ekstraseluler masih

    terbagi menjadi cairan interstisial (15% BB) dan volume plasma (5% BB).(2,3)

      Volume

    komparteman cairan sangat tergantung pada Na+  dan protein plasma. Na

    +  merupakan

     penentu utama osmolalitas dan tonisitas, lebih banyak terdapat dalam ruang ekstraseluler,

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    2/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 2

    dengan kadar yang hampir sama (140 mEq/L) dalam interstisial dan volume plasma.

    Ruang intraseluler mengandung Na+ sedikit (5 mEq/L).

    (3)

    Pergerakan cairan antar kompartemen diatur oleh suatu mekanisme, yaitu osmosis

    yang merupakan mekanisme pergerakan cairan antar kompaartemen dengan cara melewati

    membran semipermeabel yang terjadi bila kadar total cairan pada kedua sisi membran

    tidak sama. Air akan berdifusi menyeberangi membran untuk menyamakan osmolalitas.

    Besarnya tekanan untuk melawan pergerakan air melewati membran semipermeabel

    tersebut disebut dengan tekanan osmotik, yang proporsional terhadap jumlah molekul total,

     bukan terhadap berat molekul. Oleh karena itu, satu molekul Na+, albumin, ataupun

    glukosa akan menghasilkan tekanan osmotik yang sama walaupun ketiganya memiliki

     berat molekul yang berbeda.

    Tekanan osmotik total yang dihasilkan oleh kadar komponen plasma normal adalah

    5.620 mmHg (291,2 mOsm/kg x 19,3 mmHg/mOsm/kg). Berdasarkan pengukuran ini,

    Volume darah 5 L

    IF = ECV - PV

    PV (3 L)SDM

    ICV (28 L) ECV (14 L)

    Air Tubuh Total (42 L)

    Berat Badan Total (70 Kg)

    Gambar 1. Volume Distribusi air yang meliputi volume intrasseluler (ICV) dan

    ekstraseluler (ECV). Secara primer Na+  didistribusikan di dalam ECV. Jika

    integritas kapiler utuh, maka protein plasma utamanya akan didistribusikan dalam

    PV. Volume sel darah merah (SDM), walaupun intravaskuler, tetapi merupakan

     bagian ICV. (Diambil dari kepustakaan 3)

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    3/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 3

    maka larutan RL (5268 mmHg) dibandingkan dengan NaCl 0,9% (5944 mmHg), lebih

    mudah mengekspansikan cairan.(4,5)

    Cairan RL akan mengekspansikan volume plasma lebih sedikit bila dibandingkan

     NaCl 0,9% dikarenakaan pengurangan dilusional tekanan osmotik plasma oleh larutan RL

    akan menyebabkan air berpindah dari ruang ekstraseluler ke ruaang intraseluler.

    Cl- 103

    HCO3- 27

    HPO4= 2

    Asam Organik - 5

    SO4= 1

    Protein- 16

    K + 4

    Mg++

     2Ca

    ++ 3

     Na+ 145 Cl

    - 115

    HCO3- 30

    HPO4= 2

    SO4= 1

    Ca++

     5

    Mg++

     3

    Kation154 mEq

    Anion154 mEq

    Kation154 mEq

    Anion154 mEq

     Na+ 142

    K + 4

     Non-Elekt rolit  Non-Elektrolit

     Na+ 10

    Cl- 2

    HCO3- 8

    K + 160

    HPO4= 140

    Mg== 35Protein

    - 55

    Anion205 mEq

    Kation200 mEq

    Plasma Darah Cairan Interstisial

    Gambar 2. Kandungan elektrolit pada cairan ekstraseluler.

    (Diambilkan dari kepustakaan 2)

    Cairan Intraseluler

    Gambar 3. Kandungan elektrolit pada cairanintraseluler. (Diambilkan dari kepustakaan 2)

    Asam Organik - 5

    Protein- 1

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    4/30

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    5/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 5

     

    PERPINDAHAN CAIRAN TUBUH(2)

    Cairan tubuh dan zat-zat terlarut didalamnya berada dalam mobilitas yang konstan.

    Ada proses menerima dan mengeluarkan cairan yang berlangsung terus-menerus, baik di

    dalam tubuh secara keseluruhan maupun diantara berbagai bagian untuk membawa zat-zat

    gizi, oksigen kepada sel, membuang sisa dan membentuk zat tertentu dari sel.

    Pertama; oksigen, zat gizi, cairan dan elektrolit diangkut ke paru-paru dan saluran

    cerna, dimana mereka menjadi bagian cairan intravaskuler dan kemudian dibawa ke

    seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi. Kedua; cairan intravaskuler dan zat-zat yang

    terlarut didalamnya secara cepat akan saling bertukar dengan cairan interstisial melalui

    membrane kapiler yang semipermeabel. Ketiga; cairan interstisial dan zat-zat yang terlarut

    didalamnya saling bertukar dengan cairan intraseluler melalui membran yang permeabelselektif.

    Meskipun keadaan diatas merupakan proses pertukaran dan pergantian yang terus

    menerus, namun komposisi dan volume cairan relatif stabil, dan keadaan ini disebut

    dengan keseimbangan dinamis atau homeostasis. Sedangkan perpindahan cairan tubuh

    melibatkan mekanisme transport aktif dan pasif, dimana transport aktif memerlukan energi,

    sedangkan transport aktif tidak (difusi dan osmosis).

    Pembatas utama dari perpindahan zat-zat terlarut adalah membran sel dan yang

    dapat dengan mudah menembusnya adalah zat-zat yang larut dalam lemak. Hampir semua

    zat terlarut berpindah dengan transportasi pasif. Difusi sederhana merupakan perpindahan

     partikel-partikel dalam segala arah melalui larutan atau gas. Beberapa faktor yang

    menentukan mudah tidaknya dalam menembus membran kapiler dan sel antara lain

     permeabilitas membran, konsentrasi, potensial listrik, dan perbedaan tekanan.

    Permeabilitas merupakan perbandingan ukuran dari partikel zat yang akan lewat

    terhadap ukuran pori-pori membran. Dalam proses difusi, zat terlarut berpindah dari daerah

    dengan konsentrasi lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah hingga

    terjadi keseimbangan konsentrasi pada kedua sisi membran. Selain itu, difusi dari partikel

     bermuatan (elektrolit) juga dipengaruhi oleh perbedaan muatan listrik atau potensial listrik

    dari kedua sisi membran, dimana partikel yang bermuatan positif cenderung berpindah ke

    sisi membran sel yang bermuatan negatif, begitupun sebaliknya. Kedua proses difusi

    tersebut disebut sebagai potensial elektrokimiawi.

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    6/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 6

    Air

    Larutan

     NaCl

    A B

    Pada transport aktif membutuhkan energi dalam bentuk adenosine trifosfat (ATP)

    dan yang umum terjadi adalah sistem ATPase yang diaktifasi oleh NaK (pompa natrium-

    kalium) yang berlangsung pada membran sel. Molekul enzim tunggal ini memompa 3

    molekul ion Na+  dan K 

    +, dan membutuhkan satu molekul ATP. Sistem NaK-ATPase

     berperan penting dalam mempertahankan konsentrasi yang benar dari Na+ dan K 

    + di dalam

    dan luar sel sehingga mempertahankan elektropotensial membran. Yang perlu diketahui,

     bahwa konsentrasi Na+  pada cairan ekstraseluler tinggi (142 mEq/L) dan rendah pada

    cairan intraseluler (10 mEq/L). keadaan ini merupakan kebalikan dari K +, dimana

     jumlahnya rendah pada CES (4 mEq/L) dan tinggi pada CIS (155 mEq/L). selain itu,

    membran sel yang beristirahat bersifat selektif permeabel bagi K + dan cukup impermeabel

     bagi Na+. potensial membran terjadi karena K + menembus keluar membran sel, sedangkan

    muatan negatif (terutama protein dan fosfat) terlalu besar untuk bias ikut menembuskeluar. Na

    +  juga berdifusi ke dalam sel mengikuti perbedaan konsentrasinya, tapi jauh

    lebih lambat daripada keluarnya K +. hasil difusi Na

    +  dan K 

    +  diseimbangkan oleh

    transportasi aktif kedua ion ini dengan arah yang berlawanan dalam menembus membran

    sel. Secara klinis, keseimbangan kalium sangat penting, karena disritmi yang fatal bisa

    akibat kelebihan atau kekurangan ion ini.

    Perpindahan air berbeda dari zat terlarut dan elektrolit, karena perpindahannya

    dipengaruhi oleh tekanan osmotik dan tekanan hidrostatik. Tekanan osmotik adalah daya

    dorong air yang dihasilkan oleh partikel-partikel zat terlarut didalamnya.

    Gambar 6. Osmosis. Efek penambahan zat terlarut yang impermeabel pada satu sisi dari membran semipermeabel.Air berpindah secara bebas dari larutan dengan konsentrasi tinggi pada sisi A ke larutan dengan konsentrasi rendah

     pada sisi B, sehingga menyebabkan perbedaan tinggi permukaan cairan pada kedua lengan. Besarnya tekananhidrostatik yang terjadi pada sisi B (diukur dengan tingginya cairan), akan menjadi sama dengan tekanan osmotik

     pada saat mencapai keseimbangan. Jumlah tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan osmosis disebut dengan

    tekanan osmotik larutan tersebut. (diambil dari kepustakaan 2)

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    7/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 7

    Tekanan osmotik (gambar 6) dapat diilustrasikan dari bejana yang mana salah satu

    sisinya (sisi B) diisi dengan NaCl dan sisi yang lain (sisi A) diisi dengan air dan keduanya

    dipisahkan dengan membran semipermeabel. Air bebas menembus membran tersebut,

    tetapi ion Na+ dan Cl

    - tidak dapat melewatinya. Akibat perpindahan air dari sisi A ke sisi

    B, maka menghasilkan volume yang lebih besar pada B. Tekanan hidrostatik (daya tekan

    dari cairan) pada sisi B yang menahan difusi air ke arahnya, sama besarnya dengan tekanan

    osmotik dari larutan itu. Osmosis sendiri merupakan proses difusi air yang disebabkan oleh

     perbedaan konsentrasi. Difusi air terjadi pada daerah dengan konsentrasi zat terlarut yang

    rendah (larutan encer) ke daerah dengan konsentrasi zat terlarut yang tinggi (larutan pekat).

    Tekanan osmotik dapat diukur dengan penurunan titik beku dan dinyatakan dengan istilah

    osmolalitas, jumlah osmol per kilogram larutan (mOsmol/kg), atau osmolaritas, jumlah

    osmol per liter larutan (mOsmol/L).Konsentrasi osmotik dari sebuah larutan hanya tergantung pada jumlah partikel-

     partikel tanpa melihat ukuran, muatan, atau massanya. Partikel zat terlarut dapat berupa

    kristaloid (zat yang membentuk larutan sejati, seperti garam natrium) atau koloid (zat yang

    tidak mudah terurai menjadi larutan sejati, sperti molekul protein yang besar). Partikel

    yang bekerja sebagai osmol efektif harus terdapat dalam jumlah besar dalam bagian

    tertentu. Na+  (dan anion-anionnya) sangat menentukan osmolalitas dari CES, karena

    merupakan partikel terbanyak pada CES dan membran selnya relatif impermeabel baginya,

    sedangkan K +

     mempunyai peran yang sama dalam CIS.

    Proses perpindahan cairan dari kapiler ke ruang interstisial disebut dengan

    ultrafiltrasi, karena air, elektrolit, dan zat terlarut lainnya (kecuali protein plasma dan sel

    darah) dengan mudah menembus membran kapiler. Berdasarkan hukum Starling bahwa

    kecepatan dan arah pertukaran cairan diantara kapiler dan cairan interstisial ditentukan

    oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid dari kedua cairan. Pada ujuang arteri

    dari kapiler, tekanan hidrostatik dari darah (mendorong cairan keluar) melebihi tekanan

    osmotik koloid (menahan cairan tetap didalam) sehingga mengakibatkan perpindahan dari

     bagian intravaskuler ke interstisial. Pada ujung vena dari kapiler, cairan berpindah dari

    ruang interstisial ke ruang intravaskuler karena tekanan osmotik koloid melebihi tekanan

    hidrostatik. Proses ini melepaskan oksigen dan zat gizi kepada sel, mengangkut

    karbondioksida dan produk-produk sisa. Bagian interstisial juga mempunyai tekanan

    hidrostatik dan tekanan osmotik koloid, tapi biasanya sangan kecil. Pada kasus inflamasi

    atau trauma yang mengakibatkan bocornya protein plasma ke dalam ruang interstisial,

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    8/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 8

    Sel

    maka tekanan osmotik koloid akan meningkat cukup tinggi. Sistim limfatik secara normal

    akan mengembalikan kelebihan cairan interstisial dan protein ke sirkulasi umum.

    Penimbunan cairan di ruang interstisial disebut dengan edema, yang disebabkan oleh 4

    faktor yaitu :

    1.   peningkatan tekanan hidrostatik kapiler (seperti pada gagal jantung

    kongestif dengan retensi natrium dan air atau obstruksi vena).

    2. 

     penurunan tekanan onkotik plasma (seperti pada SN atau SH yang

    mengakibatkan penurunan albumin).

    3.   peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan peningkatan tekanan

    osmotik koloid cairan interstisial (seperti pada kasus inflamasi atau cedera).

    4. 

    obstruksi limfe atau peningkatan tekanan onkotik interstisial.

    Prinsip osmosis dapat diterapkan pada pemberian cairan intravena, yang dapat

     berupa isotonik, hipotonik, atau hipertonik, tergantung pada keadaan konsentrasi partikel,

    Tekanan Hidrostatik (Ph) = 35 mmHg

    Tekanan Osmotik Koloid

    (COP) = 25 mmHg Ph

    COP

    15 25

    Ujung Arteri Kapiler UjungVena

    Pembuluh Limfe

    Ruang Interstisial

    Gambar 7. Hukum Starling pada kapiler. Pengeluaran cairan lebih banyak terjadi pada ujung arteri dan penyerapan cairan pada ujung

    vena dari kapiler. (Diambil dari kepustakaan 2)

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    9/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 9

    LARUTAN ISOTONIKLarutan Garam 0,9%

    CES CIS

    H2O H2O

    Volume Tidak ada perubahan

    volume

    LARUTAN HIPOTONIK

    D5W

    Tidak ada perpindahan air

    Air masuk ke dalam sel

    Air keluar dari sel

    LARUTAN HIPERTONIK

    Larutan Garam 3%

    CES CIS

    H2O

    Volume + 1/3 Volume + 2/3

    CES CIS

    H2O

    Volume Volume

    apakah sama, kurang atau melebihi cairan sel tubuh. Pada dasarnya larutan isotonik secara

    fisiologis isoosmotik terhadap plasma dan cairan sel. Osmolalitas plasma yang normal

     berkisar 287 mOsmol/kg.

    Jika sel-sel darah merah ditempatkan pada larutan garam isotonik (0,9%), maka

    tidak akan mengalami perubahan volume. Konsentrasi osmolalitas dari larutan garam

    isotonik tepat sama dengan isi sel (isoosmotik), sehingga hasil akhir difusi air kedalam dan

    keluar sama dengan nol. Jika sel darah merah ditempatkan dalam larutan hipotonik,

    misalnya larutan garam 0,45%, maka sel-sel itu akan membengkak. Sebaliknya, jika sel-sel

    darah merah ditempatkan dalam larutan garam 3%, akan menyebabkan sel-sel mengkerut

    karena larutamtersebut hiperosmotik terhadap sel.

    Gambar 8. Efek pemberian secara intravena dari larutanisotonik, hipotonik, hipertonik pada distribusi air diantara

     bagian-bagian cairan tubuh. (diambil dari kepustakaan 2)

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    10/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 10

    Mekanisme pengaturab keseimbangan volume terutama tergantung pada perubahan

    volume sirkulasi efektif, yang mana merupakan bagiandari CES pada ruang vaskuler yang

    melakukan perfusi aktif pada jaringan. Sistem renin angiotensin aldosteron merupakan

    mekanisme yang paling penting dalam mengatur CES dan ekskresi natrium oleh ginjal.

    Aldosteron merupakan hormon yang disekresi do daerah glomerulosa korteks adrenal,

    yang produksinya terutama dirangsangn oleh reflek yang terdapat pada arteriol aferen

    ginjal. Penurunan volume sirkulasi efektif akan dideteksi oleh baroreseptor yang

    mengakibatkan sel-sel jukstaglomerular ginjal memproduksi renin, yang bekerja sebagai

    enzim yang melepaskan angiotensin I dari protein plasma angiotensinogen. Angiotensin I

    kemudian dirubah menjadi angiotensin II pada paru-paru. Angiotensin II merangsang

    korteks adrenal untuk mensekresi aldosteron, yang bekerja pada duktus kolektif ginjal dan

    mengakibatkan retensi natrium (dan air). Selain itu, angiotensin II menyebabkanvasokonstriksi pada otot polos arteriol. Kedua mekanisme ini membantu memulihkan

    volume sirkulasi efektif. Penurunan konsentrasi natrium dalam plasma yang hanya

    sebanyak 4 -5 mEq/L bisa merangsang pengeluaran aldosteron, akan tetapi hal ini berperan

     penting pada orang normal karena konsentrasi natrium dalam plasma relatif konstan akibat

    efek ADH. Namun pada kenyataannya, meskipun terjadi keadaan hiponatremia, efek pada

    aldosteron sering dikalahkan oleh perubahan volume CES. Oleh karena itu, sekresi

    aldosteron meningkat pada pasien hiponatremia yang volumenya menurun, tetapi menurun

     pada pasien dengan volume CES yang meningkat akibat adanya retensi air. Pada dasarnya

    aldosteron merupakan komponen pengendali utama bagi sekresi kalium pada nefron distal

    ginjal, dimana peningkatannya menyebabkan reabsorbsi natrium (dan air) dan ekskresi

    kalium, sedangkan penurunannya menyebabkan ekskresi natrium (dan air) dan

     penyimpanan kalium. Sekresi aldosteron dirangsang oleh penurunan volume sirkulasi

    efektif atau penurunan kalium serum. Hipervolemia, penurunan kalium serum, atau

     peningkatan natrium serum akan menyebabkan penurunan aldosteron.

    Ekskresi kalium juga dipengaruhi oleh keadaan asam-basa dan kecepatan aliran di

    tubulus distal. Pada keadaan alkalosis, ekskresi kalium akan meningkat dan pada keadaan

    asidosis akan menurun. Pada tubulus distal, ion H+ dan ion K 

    + bersaing untuk diekskresi

    sebagai pertukaran dengan reabsorbsi Na+  untuk mempertahankan muatan listrik tubuh

    yang netral. Jika terjadi keadaan alkalosis metabolik yang disertai dengan kekurangan ion

    H+, tubulus akan menukar Na

    + dengan K 

    + demi mempertahankan ion H

    + dan menurunkan

    ekskresi K +. Mekanisme ini menjelaskan mengapa hipokalemia sering disertai dengan

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    11/30

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    12/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 12

    limfatik, akan dapat menyebabkan kenaikan edema lokal yang biasanya “non-pitting”.

    Pada keadaan edema, aliran limfatik akan meningkat. Selain itu, sirkulasi limfatik juga

    mampu membawa molekul-molekul protein yang bocor ke dalam interstisial dan

    mengembalikannya ke dalam kompartemen plasma melalui limfatik sentral dan duktus

    thoraksikus.

    Perubahan Pada Volume Plasma & Interstisial(4)

    Kompartemen plasma volumenya relatif kecil, akan tetapi tekanan dan aliran

    didalamnya tinggi. Perpindahan volume dan tekanan didalamnya dapat berlangsung cepat,

    misalnya pada rangsangan terhadap efek gravitasi yang disebabkan oleh kenaikan dari

     posisi tidur ke posisi berdiri, begitupun pada kasus perdarahan, dimana hilangnya volume

    secara langung berjalan cepat, terutama pada sisi arteri yang mengalami tekanan dan aliranyang cepat.

    Kompartemen plasma dibagi menjadi  forward   dan backward   yang selalu dalam

    keadaan seimbang dimana perubahan volume dan aliran berjalan hand in hand . Volume

    forward dan flow digambarkan oleh nadi dan tekanan darah, sedangkan backward

    digambarkan dengan perubahan tekanan vena dan volume interstisial. Keseimbangan ini

    diwujudkan pada kecepatan aliran, dengan catatan bahwa cardiac output  dan input  harus

    sama pada periode waktu tertentu. Namun, pada kenyataannya, sirkulasi  forward  

    Backward Forward

    Venous

    Pressure

    Pulse &Blood

    Pressure

    Gambar 9. Kompartemen Plasma (diambil dari kepustakaan no. 4)

    Renal

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    13/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 13

    merupakan sistem takanan tinggi dan sistem volume rendah, sedangkan sirkulasi backward  

    adalah sistem volume tinggi dan tekanan rendah.

    Aliran  forward   yang lambat akan mengakibatkan sirkulasi perifer berkurang dan

    dikenal dengan penurunan tekanan darah yang disertai dengan kompensasinya berupa

    naiknya frekwensi nadi. Sedangkan penambahan aliran forward akan menyebabkan

    naiknya tekanan darah dengan kompensasi rangsangan jantung yaitu berkurangnya denyut

    nadi. Pengembangan backward  volume plasma akan menyebabkan meningkatnya tekanan

    vena, sehingga vena jugularis akan nampak. Berkurangnya volume backward   akan

    menyebabkan penurunan pengisian jantung dan adanya tanda-tanda rendahnya aliran

     forward .

    Pembuluh-pembuluh darah kecil di depan jantung (arteri kecil dan arteriol) akan

    memberikan suatu tahanan terhadap aliran darah dan disebut resistance vessels. Dimana perubahan yang terjadai didalamnya dalam merespon terhadap rangsangan saraf dan

    humoral akan menyebabkan perubahan dalam  peripheral resistance yang mempengaruhi

    tekanan dan aliran. Dalam keadaan normal, 55% volume plasma berada dalam sistem vena,

    sedangkan 10% berada dalam sistem arteri pada tiap keadaan tertentu. Sedangkan sisanya,

    sekitar 35%, didistribusikan ke dalam jantung, paru, dan capillary bed . Sistem vena di

     belakang jantung memiliki kapasitas yang besar untuk memuat cairan yang banyak dengan

    relatif sedikit perubahan tekanan dan aliran dibanding sistem arteri, sehingga vena

    terkadang disebut dengan capacitance vessels.

    Seseorang yang berdiri terlalu lama dapat terjadi peningkatan venous pooling

    (akibat kekuatan gravitasi) dengan akibat berupa pengurangan volume untuk mencapai

     bagian arteri dari sirkulasi, ini berarti tidak ada darh yang menuju ke organ kunci.

    Perubahan cepat pada volume dan aliran disesuaikan dengan keseimbangan reaksi

    kompensasi cepat yang meminimalkan efek pengurangan volume.

    Pengurangan venous return ke jantung dan respon ke perubahan informasi aferen,

    antara lain meliputi :

     

    naiknya tonus vena

     

    naiknya cardiac output

      naiknya arteriol resistance

    ketiga hal diatas akan memungkinkan darah didistribusikan kembali dari vena-vena ke

    arteri-arteri. Kesemua perubahan ini sebagai akibat dari efek langsung rangsangan saraf

    otonom dan mungkin juga pelepasan humoral substansi vasoaktif.

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    14/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 14

    Perubahan yang terjadi pada volume interstisial kemungkinan lebih lambat

    dibandingkan pada volume plasma, akan tetapi kemudian akan menjadi lebih besar.

    Misalnya pengembangan ruang interstisial menjadi berliter-liter dalam jangka waktu yang

    lama tanpa menyebabkan gangguan fungsi yang berat pada kompartemen plasma atai CIS.

    Perubahan volume interstisial dapat terjadi bila albumin dalam plasma berkurang, yang

    akan menyebabkan penurunan tekanan onkotik di dalam plasma dengan konsekwensi

    terjadi perpindahan volume ke dalam kompartemen interstisial, yang akan menyebabkan

     penurunan volume plasma yang sedikit tetapi persisten yang akan mengaktivasi deretan

    sistem regulasi yang menyebabkan retensi natrium. Selama albumin masih rendah, volume

    akan terus bergerak keluar dari kompartemen plasma dan menyebabkan ekspansi

     berlebihan pada interstisial. Perubahan sedikit dan menetap pada volume plasma mungkin

    tidak menampakkan efek pada diri sendiri, akan tetapi edema interstisial yang terjadi dapat besar sekali. Peningkatan tekanan interstisial di paru akan menyebabkan pernafasan

     berkurang dan ekstravasasi cairan ke dalam alveoli (edema paru), dan ini merupakan tanda

    awal ekspansi volume CES pada beberapa keadaan klinik.

    Perubahan distribusi volume cairan antara kompartemen tubuh dapat dinilai dengan

    cara mengamati penderita. CES lebih mudah dicapai, sehingga lebih siap diperiksa secara

    klinis bila dibanding CIS, karena CIS terlindungi oleh CES.

    Regulasi Air

    Terdapat pada sensor khusus yang berupa sel-sel khusus yang terletak di

    hipotalamus yang mengenal perubahan-perubahan osmolalitas seluruh CES. Sebagai

    akibatnya mereka mengatur sejumlah pelepasan peptida ADH dari hipotalamus. ADH

    mengatur sejumlah penyimpanan air oleh ginjal, dimana bila makin banyak ADH

    disekresi, maka akan makin banyak air yang ditahan, begitupun sebaliknya.

    Sensor lain ynag dipengaruhi oleh perubahan volume daripada perubahan

    osmolalitas adalah sistem Renin-Angiotensin Aldosteron. Hal ini meliputi suatu seri dari

    langkah-langkah dalam suatu kaskade yang dimulai dengan pengurangan volume darah

    atau aliran yang diterima oleh sel-sel khusus di ginjal dan terjadi sekresi aldosteron dari

    glandula adrenal. Aldosteron sendiri akan menyebabkan ginjal menahan natrium (berikut

    air) untuk mengoreksi defisit volume. Sedangkan proses kebalikannya akan menyebabkan

    terlepasnya natrium dan air oleh ginjal dalam keadaan volume yang berlebihan.

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    15/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 15

    KETIDAKSEIMBANGAN VOLUME

    Kekurangan Volume Cairan Ekstraseluler/ Hipovolemia(2)

     

    Merupakan kehilangan cairan tubuh isotonik yang disertai kehilangan natrium dan

    air dalam jumlah yang relatif sama. Akibatnya pada jantung akan menurunkan curah jantung dan efek sekundernya berupa aktivasi mekanisme homeostatik sebagai

    kompensasinya. Penurunan curah jantung akan berakibat pada penurunan tekanan darah,

    yang dideteksi oleh baroresptor pada jantung dan arteri karotis, kemudian diteruskan ke

     pusat vasomotor di batang otak, yang kemudian menginduksi respon simpatik yang berupa

    vasokonstriksi perifer, peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung, yang semuanya

     bertujuan untuk mengembalikan curah jantung dan perfusi jaringan yang normal.

    Penurunan perfusi pada ginjal akan merangsang mekanisme renin-angiotensin-aldosteron.

    Penanganan jika kekurangan volume cairannya minimal dan tidak ada gangguan

    saluran cerna, maka dapat diberikan minuman yang mengandung natrium. Bila

    kekurangannya berat, maka dapat diberikan cairan intravena. Pilihannya adalah larutan

    garam isotonik (0,9%) untuk kasus-kasus dengan kadar natrium yang mendekati normal,

    karena akan menambah volume plasma. Kemudian bila pasien sudah mendekati

    normotensi, separuh larutannya (0,45%) diberikan untuk menyediakan air bagi sel-sel dan

    membantu pembuangan produk-produk sisa metabolisme.

    Jika pasien dengan kekurangan volume cairan yang berat mengalami oliguria, maka

     perlu ditentukan apakah penekanan fungsi ginjal tersebut diakibatkan oleh penurunan

    aliran darah ginjal dan sekunder dari kekurangan volume cairan (azotemia pre-renal) atau

    lebih serius lagi, terjadi secara sekunder akibat nekrosis tubular akut akibat iskemia renal

    yang berkepanjangan.

    Kelebihan Volume Ekstraseluler

    Dapat terjadi jika natrium dan air tertahan dengan proporsi yang hampir sama.

    Dengan terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada CES (hipervolemia), maka

    cairan akan berpindah ke kompartemen cairan interstisial sehingga mengakibatkan

    terjadinya edema (merupakan penumpukan cairan interstisial yang berlebihan). Kelebihan

    volume merupakan akibat sekunder dari peningkatan kadar natrium tubuh total yang akan

    mengakibatkan retensi air. Penyebab kelebihan volume CES antara lain :

    1. 

    mekanisme pengaturan yang berubah :

      gagal jantung kongestif

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    16/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 16

      sirosis hati

      sindrom nefrotik (SN)

    2. 

    gagal ginjal

    3.  sindroma Cushing (terapi kortikosteroid)

    4.  kelaparan (hipoalbuminemia)

    5. 

    infus larutan garam intravena secara cepat

    Pada keadaan lain, penyebab edema selalu berkaitan dengan perubahan kekuatan

     pada hukum Starling yang mengatur distribusi cairan antara kapiler dan ruang interstisial,

    yang berarti edema dapat timbul karena tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat,

    tekanan osmotik koloid yang menurun, permeabilitas kapiler yang meningkat, atau

    obstruksi aliran limfatik. Retensi natrium oleh ginjal yang menyebabkan edema terjadimelalui satu atau dua mekanisme utama, yaitu respon terhadap berkurangnya volume

    sirkulasi efektif atau disfungsi ginjal primer.

    Timbulnya edema paru akut yang disertai dengan hipoksemia merupakan ancaman

     bagi nyawa dan membutuhkan penanganan segera dengan cara mengurangi preload dan

    memulihkan pertukaran gas secepat mungkin. Cara-cara yang dapat dilakukan adalah

    dengan posisi Fowler tinggi, pemberian morfin, diuretik kerja cepat (seperti morfin), dan

    oksigenasi. Pada kasus gagal jantung kongestif, biasanya diatasi dengan digitalis, diuretik,

    dan pembatasan asupan natrium dalam diet. Sirosis hati ditangani dengan pemberian diet

    rendah garam dan diuretik. Pada kasus SN, pemberian kortikosteroid cukup efektif untuk

    menghilangkan proteinuria, yang kemudian dapat memperbaiki keadaan hipoalbuminemia.

    KETIDAKSEIMBANGAN OSMOLALITAS

    Osmolalitas Cairan Tubuh(4)

    Pada manusia,CIS dan CES komposisi osmotiknya dalam keadaan berimbang

    (normalnya 285 mOsmol/Kg), sehingga air akan bergerak seimbanga antara cairan intrasel

    dan ekstrasel. Sebagai contohnya yaitu bila pada CES osmolalitasnya menjadi 300, maka

    terjadi perbedaan osmotik dan air akan bergerak dari sel ke dalam CES sampai terjadi

    keseimbangan tekanan osmotik. Ini berarti faktor osmotik merupakan pengontrol distribusi

    volume antar kompartemen.

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    17/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 17

     

    Hiponatremi (Ketidakseimbangan Hipo-osmolalitas)

    Merupakan suatu keadaan dimana kadar natrium serum kurang dari 135 mEq/L,

    yang dapat disebabkan oleh 2 mekanisme primer, yaitu retensi air dan kehilangan natrium.

    Hiponatremi yang disertai dengan kehilangan natrium disebut dengan depletional

    hyponatremia hiponatremi yang ditandai dengan berkurangnya volume CES. Hiponatremi

    yang disebabkan oleh kelebihan air disebut dilutional hyponatremi  (hiponatremi

     pengenceran) atau keracunan air dan ditandai dengan bertambahnya volume CES

    Disebabkan oleh mekanisme renal dan non-renal.

    Mekanisme hiponatremi tipe kehilangan natrim (sodium loss) berlangsung dalam 2

    tahap. Pertama kehilangan natrium yang menurunkan rasio Na:H2O, dan yang kedua

    terjadi secara tidak langsung dimana natrium mengakibatkan berkurangnya volume CES

    dengan akibat pelepasan ADH dari hipofisis anterior. ADH sendiri menghambat ekskresi

    kemih yang encer dan dapat menyebabkan hiponatremi jika banyak minum air.

     Dilutional hyponatremi (kelebihan air) sering terjadi pada pasien dengan kelainan

    ekskresi air bebas, sementara asupan berjalan terus, khususnya cairan hipotonik.

    Berkurangnya volume sirkulasi efektif seperti pada gagal jantungkongestif, SN, dan

    sirrhosis memberikan rangsangan sentral untuk pelepasan ADH, yaitu primer melalui

    reseptor tekanan (vena) yang rendah, bahkan pada keadaan hipoosmolalitas, sehingga urin

    yang encer tidak dapat diekskresi. Pelepasan ADH tanpa adanya hiperosmolaritas,

     penurunan volume sirkulasi efektif, dan rangsangan fisiologis lain dinyatakan “tidak tepat”

    (inappropriate) . Dengan demikian, pasien hiponatremia dengan tipe ini disebut sebagai

    sindrom sekresi ADH yang tidak tepat (SIADH = syndrome of inappropriate ADH

    secretion), yang lebih sering terjadi dan berkaitan dengan kelainan neoplastik, paru-paru

    H20

    H20

    285 285

    Gambar 10. Osmolalitas cairan tubuh (diambil dari kepustakaan 4)

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    18/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 18

    dan SSP. Sebab-sebab lain hiponatremi dilusional adalah gagal ginjal yang disertai dengan

    gangguan kemampuan pengenceran kemih dan pemakaian diuretik yang berlebihan. Sebab

    yang lainnya adalah jika sejumlah besar cairan memasuki paru-paru dan cepat diabsorbsi

    ke dalam kompartemen vaskuler.

    Penanganan pada pasien bertujuan untuk meningkatkan natrium serum menjadi

    normal, dan mengatasi penyakit yang mendasarinya. Cara yang dapat digunakan adalah

    dengan mengurangi asupan air atau menambahkan natrium , tergantung pada beratnya

    keadaan dan penyakitnya.

    Hiponatremia ringan (120 – 135 mEq/L) dengan kekurangan volume, sebenarnya

    merupakan kehilangan melalui ginjal dan saluran cerna dan dapat diatasi dengan

     pemberian larutan NaCL melalui mulut ataupun garam fisiologis intravena. Sedangkan

     pada kasus hiponatremi yang berat (< 120 mEq/L), dapat diberikan larutan garamhipertonik hingga terjadi peningkatan Na

    +  serum sebanyak 0,5 mEq/L perjam hingga

    serum Na+  minimal 120 mEq/L dan pasien telah melewati masa kritisnya. Kenaikan

     Natrium serum harus diperhatikan dengan seksama agar tidak terlalu cepat untuk

    mencegah terjadinya mielosis pons sentral dan kerusakan neurologik yang irreversibel.

    Penatalaksanaan pada hiponatremi dilusional dan CES yang meningkat adalah

    dengan pembatasan asupan air, karena pemberian natrium sendiri akan memperburuk

    keadaan pasien. Sedangkan pada hiponatremia yang disertai dengan hiperglikemia

    diabetik, tidak lansung ditangani dengan menaikkan natrium serum, karena keadaan ini

    tidak mencerminkan hiponatremia yang sesungguhnya, sehingga penanganannya dengan

     pemberian insulin dan glukosa.

    Hipernatremia ( Ketidakseimbangan Hiperosmolalitas)

    Merupakan suatu keadaan dimana kadar natrium serum lebih tinggi dari 145

    mEq/L. Penyebabnya adalah kehilangan air yang lebih besar dari kehilangan natrium yang

    melampaui pertambahan air.

    Penanganannnya bertujuan untuk menurunkan natrium serum dan memulihkan

    osmolalitas serum normal. Air dapat diberikan secara oral atau D5W secara IV pada pasien

    dengan normovolemik dimana hipernatremianya murni disebabkan karena kehilangan air.

    Jika pasien mengalami hipovolemia, larutan garam isotonik dapat diberikan untuk

    memulihkan tekanan darah dan perfusi jaringan, kemudian dilanjutkan dengan pemberian

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    19/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 19

    larutan garam hipotonik (0,45%) untuk menyediakan air bebas dan memperbaiki

    hipernatremia dan hipervolemia, dengan tujuan utama untuk membuang kelebihan natrium.

    KETIDAKSEIMBANGAN KALIUMKalium merupakan kation utama dari cairan intraseluler, ini berarti kalium

    memegang peranan penting dalam menahan cairan di dalam sel dan mempertahankan

    volume sel. Rasio kadar kalium dalam CIS terhadap CES merupakan penentu utama dari

     potensial membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan otot

    rangka. Potensial membran istirahat mempersiapkan potensial aksi yang penting untuk

    fungsi normal saraf dan otot. Karena kadar kalium ekstraseluler lebih rendah dibandingkan

    intraseluler, maka sedikit perubahan pada kompartemen ekstraseluler akan mengubah rasio

    kalium secara bermakna.

    Hipokalemia

    Merupakan keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L.

    Penanganannya ditujukan untuk mencapai keseimbangan kalium kembali. Cara yang

    digunakan antara lain dengan memberikan asupan makanan yang mengandung kadar

    kalium yang tinggi atau dengan penambahab garam kalium. Sedangkan pemberian kalium

    intravena diberikan jika penderita tidak bisa menerima kalium secara oral atau jika

    kekurangan yang terjadi sangat berat. Pemberiannya secara IV dalam cairan non-dekstrosa,

    karena cairan dekstrosa merangsang pelepasan insulin, sehingga menyebabkan K + 

     berpindah masuk ke dalam sel.

    Hiperkalemia

    Merupakan suatu keadaan dimana kadar kalium serum > atau sama dengan 5,5

    mEq/L. Penanganan hiperkalemia berat (> 8 mEq/L atau perubahan EKG lanjut)

    membutuhkan koreksi dalam beberapa menit untuk menurunkan K +  serum pada kadar

    yang aman. Koreksi yang paling baik dilakukan secara langsung melalui penghambatan

    terhadap efek jantung dengan kalsium, disertai redistribusi K + dari CES ke CIS. Metode

    yang sering digunakan adalah :

    1. 

    10 ml kalsium glukonas 10% diberikan secara IV (infus) perlahan-lahan

    selama 2-3 menit dengan pantauan EKG. Efeknya akan terlihat dalam 5

    menit, akan tetapi akan bertahan hanya selama 30 menit.

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    20/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 20

    2.  500 ml glukosa 10% dengan 10 unit insulin reguler, akan memindahkan K + 

    ke dalam sel. Efeknya akan terlihat dalam 30 menit dan dapat bertahan

    selama beberapa jam.

    3.  44-88 mEq bicnat IV akan memperbaiki asidosis dan perpindahan K +  ke

    dalam sel. Efeknya akan terlihat dalam waktu 30 menit dan dapat bertahan

    selama beberapa jam.

    TERAPI CAIRAN

    Hipovolemia merupakan penyebab tersering aliran rendah, akan tetapi paling

    mudah untuk dikoreksi. Untuk pasien kritis, pasien pasca bedah dengan resiko tinggi,

     pemberian cairan secara capat tanpa melampaui tekanan baji arteri paru (pulmonary artery

    wedge pressure, PAWP) setinggi 20 mmHg merupakan terapi. Strategi dasar dalam terapi

    tersebut adalah untuk mengoptimalkan variabel-variabel hemodinamik dan transpor O2 

    (delivery oksigen, DO2) dalam 8-12 jam pertama pasca bedah ke rentang yang secara

    empiris didefinisikan sebagai pendekatan pertama ke nilai-nilai optimal.(3)

     

    Pada stadium awal syok atau penyakit kritis, pemberian kristaloid biasanya akan

    meninggikan tekanan darah, namun hanya sebentar memperbaiki aliran darah dan transpor

    O2. Pada stadium dini ARDS, koloid lebih efektif, akan lansung mengarah pada kebocoran

    kapiler. Akan tetapi pada stadium terminal, kedua cairan tersebut tidaklah efektif. Efek

    volume darah kanji hidroksiethil molekul sedang (6% / 10% HES 200 / 0,5) menetap

    selama 4-8 jam, preparat substitusi yang lebih besar (6% HES 200 / 0,6) atau preparat

    dengan molekul lebih besar (6% HES 450 / 0,7) menetap selama 8-12 jam. Efek volume

    darah 6% dekstran 60 akan menetap selama 6-8 jam, efek voume 10% dekstran 40, 5%

    albumin (500 ml) atau albumin 25% (100 ml) akan bertahan selama 3,5-4,5 jam. Preparat

    gelatin sendiri volumenya akan menetapkan volume darahnya selama 1,5-2 jam.

    1.  Kristaloid

    Merupakan suatu kelompok cairan, tanpa penambahan solut ionik seperti

     NaCl ke dalam air. Kebanyakan isoosmolar, murah, mudah membuatnya dan tidak

    menyebabkan reaksi immunologis. Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik

    dan karena itu tidak terbatas dalam ruang intravaskuler. Penyebarannya terutama

    ditentukan oleh kadar Na+. Karenanya, larutan-larutan yang mengandung kadar Na

    yang hampir isotonik (misal 0,9% NaCl, RL, dan larutan Hartman) akan bertahan

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    21/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 21

    di ruang ekstraseluler. Karena ukuran ruang interstisial 3 kali lipat ruang

    intravaskuler, ¾ kristaloid akan didistribusikan ke ruang interstisial dan ¼ nya ke

    ruang intravaskuler.

    Bila kadar Na+  kristalodi menurun, maka terjadi peningkatan jumlah air

    yang menyebar ke ruang intraseluler. Sebagai contohnya, 5% dekstrosa yang tidakn

    mengandung Na+, akan didistribusikan ke tiga ruang tubuh secara proporsional.

    Volume terbesar menuju ke ruang intraseluler, karena merupakan kompartemen

    terbesar dan hanya sebagian kecil ke ruang intravaskuler. Jadi, bila 1 liter dekstrosa5% diinfuskan, maka hanya 120 mL yang tetap berada dalam ruang intravaskuler.

    Oleh karena itu, 5% dekstrosa tidak mempunyai peranan dalam terapi

    hipovolemia.(3)

     Jadi, intinya bahwa cairan jenis ini memiliki BM rendah ( < 8000

    dalton) dengan ataupun tanpa glukosa, serta memiliki tekanan onkotik rendah yang

    akan mempercepat distribusinya ke ruang ekstraseluler.(6)

     

    2. 

    Koloid

    Merupakan cairan yang mengandung partikel onkotik, sehingga

    menghasilkan tekanan onkotik. Bila diinfuskan, koloid akan tinggal terutama dalam

    ruang intravaskuler. Darah dan produk darah, seperti albumin, menghasilkan

    tekanan onkotik karena mengandung molekul protein besar. Koloid artifisial seperti

    gelatin, dekstran, ataupun kanji hidroksiethil juga mengandung molekul besar.

    Walaupun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskuler, koloid

    Gambar 11. Kebocoran molekul koloid dapat memperburuk edema

     jaringan

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    22/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 22

    dengan tekanan onkotik yang lebih besar daripada plasma (hiperonkotik), juga akan

    menarik cairan ke dalam ruang intravaskuler. Koloid ini dikenal sebagai ekspander

     plasma, karena mengekspansikan PV lebih besar dari volume yang diinfuskan.

    Koloid isoonkotik mengekspansikan PV sebesar volume yang diinfuskan dan

    dikenal sebagai substitut plasma.

    Macam-macam koloid adalah darah, albumin, gelatin (poligelin dan

    modifikasi gelatin), dekstran dan kanji hidroksiethil. Masing-masing koloid

    memiliki keuntungan dan kerugian, sehingga untuk pemeriksaan yang rasional perlu mengenal karakteristik mereka.

    (3) Jadi, dapat disimpulkan bahwa cairan jenis

    ini mengandung zat dengan BM tinggi (> 8000 dalton), yang berarti memiliki

    tekanan onkotik tinggi dan sebagian besar akan tetap bertahan di ruang

    intravaskuler.(6)

    Efek Terhadap Volume Intravaskuler(3,6)

    Efek kristaloid terhadap volume intravaskuler lebih singkat dibandingkan koloid.

    Karena kristaloid dengan mudah didistribusikan ke CES dan hanya 20% saja yang akan

     bertahan di ruang intravaskuler. Distribusi ini menghasilkan formula yang umum dipakai

    untuk pergantian kehilangan darah dengan elektrolit.

    Sedangkan pada koloid, poligelin utamanya akan dieliminasi oleh ginjal, oleh

    karena itu pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, waktu paruhnya mungkin akan

    Gambar 12. Peningkatan tekanan onkotik koloid mencegah cairankeluar dan mungkin beberapa diantaranya tersedot kembali kedalamaliran darah.

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    23/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 23

    meningkat hingga 16 jam dan kondisi bertahannya koloid di ruang intravaskuler yang lama

    dianggap merupakan salah satu sifat koloid yang menguntungkan.

    Hal ini akan merugikan jika terjadi hemodilusi yang berlebihan atau terjadinya

    hipervolemia yang tidak disengaja, seperti pada pasien dengan penyakit jantung. Kristaloid

    lebih memungkinkan terjadinya hipovolemia pasca resusitasi, dikarenakan waktu paruh

    intravaskulernya yang pendek.

    Cairan Distribusi Waktu Paruh

    Vol. Interstisial (%) Vol. Intravaskuler (%)

    Hartman 80 20 20 menit

    Albumin 20 80 > 24 jam

    Dekstran 70 10 90 12 jam

    HES 0 100 > 24 jam

    Poligelin 50 50 4 jam

    Efek Terhadap Volume Interstisial(3,6)

     

    Pergeseran dalam volume interstisial yang terjadi setelah syok hemoragik bepusat

     pada argumen kristaloid/koloid. Shires dkk, memperlihatkan adanya defisit cairan

    interstisial pada syok hemoragik, sedangkan Shoemaker dkk menyajikan data yang

    menunjukkan adanya peningkatan volume interstisial pada syok hemoragik. Kedua hal

    yang bertentangan ini mungkin saja kompatibel, sebab pada syok hemoragik dini dapat

    terjadi defisist cairan interstisial, akan tetapi pada syok hemoragik lanjut atau syok septik,

     permeabilitas kapiler berubah yang mengakibatkan peningkatan volume interstisial.

    Berarti, jika terjadi penuruan volume interstisial, maka kristaloid dapat

    menggantikannya secara lebih efektif dibandingkan koloid. Akan tetapi, distribusi koloid

     berbeda antara volume intravaskuler dan volume interstisial, dimana poligelin lebih efektif

    dalam mengganti defisit volume interstisial. Jika volume cairan interstisial bertambah,

    maka pemberian garam hipertonik atau albumin 25% diharapkan lebih efektif karena

    cairan interstisial akan berpindah ke ruang intravaskuler.

    Tabel 1. Efek volume intravaskuler (diambil dari kepustakaan 3)

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    24/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 24

    Pertimbangan Kualitatif (8)

    Hal yang terpenting adalah menentukan seberapa banyak cairan yang akan

    diberikan, lebih jauh lagi pertimbangannya adalah untuk mengevaluasi apa cairan yang

    terpilih. Ada beberapa hal yang perlu diketahui untuk mengidentifikasikan pertimbangan

    kualitatif yang paling sering ditemui dalam menentukan pemberian cairan, antara lain :

      Kapasitas Angkut Oksigen

    Kebutuhan untuk mencukupi pengiriman oksigen (DO2) ditunjukkan dengan

    formula : DO2 = isi oksigen arteri (CaO2) x cardiac output (CO). CaO2 merupakan

    fungsi tingkat hemoglobin, saturasi oksigen arteri (SaO2), dan untuk meminimalkan

    oksigen terlarut. Jadi, mempertahankan volume sel darah merah penting untuk

    menjaga CaO2 dan DO2. dalam menentukan kebutuhan transfusi, para klinisi harus

    mempertimbangkan status jantung pasien, status paru-parunya, dan perkiraankebutuhan oksigen untuk menilai tingkat hemoglobin minimal yang memuaskan.

      Faktor Koagulasi

    Deplesi faktor koagulasi yang diakibatkan oleh perdarahan, mungkin

    mengharuskan pemberian produk darah, termasuk FFP, platelet, atau kryopresipitat.

    Penyebab deplesi termasuk hemodilusi, konsumsi intravaskuler, depresi sumsum

    tulang, hipersplenisme, dan disfungsi sintetis. Sebagai tambahan, disfungsi platelet

    karena faktor endogen (uremia) atau eksogen (salisilat, NSAID) mungkin ada.

      Tekanan Onkotik Koloid

    Ada suatu konsensus bahwa cairan koloid memiliki waktu paruh yang lebih

     panjang dalam intravaskuler, jadi memerlukan volume total yang lebih sedikit

    dibandingkan dengan kristaloid. Beberapa studi mengindikasikan adanya

     pemburukan hasil dengan pemberian koloid dikarenakan adanya penurunanm

    kapabilitas limfatik untuk mengeluarkan partikel molekul yang lebih berat dari

    interstisial pulmoner.

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    25/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 25

     

      Keseimbangan Ciaran & Elektrolit

    Walaupun penilaian dan koreksi kalsium, magnesium, dan fosfat seharusnya

    menjadi bagian evaluasi dan perhatian yang komplet, natrium, kalium dan klorida

    merupakan elektroli utama yang dipengaruhi oleh pemilihan cairan kristaloid.

    Insufisiensi waktu paruh intravaskuler dan hiponatremi biasanya berkurang pada

     penggunaan cairan saline 0,9% (normal saline solution/NSS) pada resusitasi cairan

    intreoperatif dan pemeliharaan. Sekuele pemilihan NSS vs RL atau cairan garam

     berimbang yang lain adalah efeknya pada sodium ekstraseluler terhadap rasioklorida dan keseimbangan asam-basa. Seharusnya jumlah Cl berhubungan dengan

     peningkatan Na, yang akan terjadi pada volume besar pemberian NSS, hidrogen

    dan sekresi kalium akan diminimalkan dengan asidosis metabolik non-gap yang

    diakibatkan resultan hiperkloremik. Pemberian RL, bagaimanapun juga, lebih

    fisiologis (seimbang) Na terhadap hubungan dengan CL dan tidak mengakibatkan

    asidosis. Pemberian RL dalam jumlah besar mungkin akan mengakibatkan alkalosis

    metabolik pasca operasi berkaitan dengan adanya peningkatan bikarbonat dari

    metabolisme laktat.

      Abnormalitas Nutrisi, Glukosa, Metaboisme & Serebral

     Nutrisi intravena menggunakan cairan dekstrosa sebaiknya diteruskan sebagai

    cairan pengganggu yang akan mengakibatkan hipoglikemi. Jika tidak diteruskan

    untuk berbagai alasan, infus glukosa 10% sebaiknya dipertimbangkan dengan

    C H P C O P T H P T O P

    Kapiler

    Interstisium

    Alveoli

    CHP : Capillary Hydrostatic PressureCOP : Capillary Oncotic PressureTHP : Tissue Hydrostatic Pressure

    TOP : Tissue Oncotic Pressure

    Gambar 13. Keseimbangan Starling yang menunjukkan efek perbedaan tekanan pada

    aliran cairan transmembran yang diadaptasi paru-paru. (diambil dari kepustakaan 8)

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    26/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 26

    seringnya evaluasi glukosa darah. Menghindari hiperglikemi dan hipoglikemi harus

    lebih diperhatikan pada paswien dengan DM dan gagal ginjal stadium akhir.

    Hiperglikemi akan mengakibatkan hiperosmolaritas, osmotik diuresis, dan asidosis

    serebral yang merupakan sekuele pemberian dekstrosa yang harus dihindari.

    Abnormalitas serebral dan pembedahan iskemi serebral berpotensi menciptakan

    lingkungan yang mana metabolisme glukosa pada tiadanya oksigen (tersimpan

    minimal dalam otak) mengakibatkan asidosis serebral. Kelanjutan asidosis serebral

    adalah kematian sel otak yang terjadi dengan kerusakan otak yang irreversible.

    Jadi, menghindari cairan yang berisi dekstrosa, tanpa perlu pentalaksanaan

    hipoglikemi adalah direkomendasikan.

    JENIS CAIRAN(6)

    Cairan Intravena ada 3 jenis:

    1.  Cairan Kristaloid.

    Cairan yang mengandung zat dengan BM rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau

    tanpa glukosa. Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh

    ruang ekstraseluler.

    2. 

    Cairan Koloid.

    Cairan yang mengandung zat dengan BM tinggi ( > 8000 Dalton ), misal: protein.

    Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang

    intravaskuler.

    3. 

    Cairan Khusus.

    Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti: NaCl 3%, bic-nat,

    mannitol.

    Cairan Kristaloid.

    1. Ringer laktat.

    Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Banyak

    dipergunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk: syok hipovolemok,

    diare, trauma, luka bakar.

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    27/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 27

    Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi

     bikarbonat untuk memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis. Kalium yang

    terdapat di dalam RL tidak cukup untuk maintenance sehari-hari, apalagi untuk

    kasus defisit kalium. Tidak mengandung glukosa sehingga bila akan dipakai

    sebagai cairan maintenance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya

    ketosis.

    2. Ringer.

    Komposisinya mendekati fisiologis, tetapi bila dibandingkan dengan RL ada

     beberapa kekurangan, seperti:

      Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlah besar dapat

    menyebabkan acidosis dilutional, acidosis hyperchloremia.  Tidak mengandung laktat yang dapat di konveri menjadi bikarbonat untuk

    memperingan asidosis.

     

    Dapat digunakan pada keadaan dehidrasi dengan hyperchloremia, muntah-

    muntah dll.

    3. NaCl 0,9% (Normal Saline).

    Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama untuk kasus:

     

    kadar Na+ rendah

      keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan, seperti pada: alkalosis,

    retensi kalium

      cairan pilihan untuk kasus hyperchloremia, trauma kepala

     

    dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi

    Memiliki beberapa kekurangan:

      tidak mengandung HCO3-

      tidak mengandung K+

      kadar Na+ dan Cl- relatif tinggi sehingga dapat terjadi acidosis

    hyperchloremia, acidosis dilutional dan hypernatremia.

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    28/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 28

    4. Dextrose 5% dan 10%.

    Digunakan sebagai cairan pemeliharaan pada pasien dengan pembatasan intake

    natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit.

    Penggunaan perioperatif untuk:

       berlangsungnya metabolisme

      menyediakan kebutuhan air

      mencegah hipoglikemia

      mempertahankan protein yang ada,dibutuhkan minimal 100g KH untuk

    mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh

      menurunkan level asam lemak bebas dan ketone

      mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200 g KH

    Cairan infus yang mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak boleh

    diberikan pada pasien trauma kapitis (neuro-trauma). Dextrose dan air dapat

     berpindah secara bebas kedalam sel otak. Sekali berada dalam sel otak, dextrose

    akan dimetabolisme dengan sisa air, yang menyebabkan edema otak.

    5. Darrow.

    Digunakan pada defisiensi kalium, untuk mengganti kehilangan harian, kalium

     banyak terbuang (diare, diabetik asodosis).

    6. D5%+NS dan D5%+1/4NS.

    Untuk kebutuhan maintenance, ditambah 20 mEq/L KCl.

    Cairan Koloid.

    Termasuk golongan ini:

    1. Albumin

    2. Blood product: RBC

    3. Plasma protein fraction: plasmanat

    4. Koloid sintetik: dextran, hetastarch.

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    29/30

    Resusitasi Cairan & Elektrolit – Mukhlis Rudi, Soenarjo 29

    Berdasarkan tujuan pemberian cairan, ada 3 jenis:

    1.  Cairan Rumatan.

    Cairan hipotonis: D5%, D5%+1/4NS dan D5%+1/2NS

    2.  Cairan pengganti.

    Cairan isotonis: RL, NaCl 0,9%, koloid.

    3. 

    Cairan khusus.

    Cairan hipertonik: NaCl 3%, mannitol 20%, bic-nat.

  • 8/18/2019 Resusitasi Cairan Dan Elektrolit

    30/30

    DAFTAR PUSTAKA

    1. 

    Marwoto. Dasar –Dasar Terapi Cairan. Kumpulan Makalah Anestesiologi.

    Semarang. 2001.

    2.  Price LA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit.

    Terjemahan Anugrah, P. EGC. Jakarta, 1994.

    3. 

    Sunatrio, S. Resusitasi Cairan. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta, 2000.

    4. 

    Soenarjo. Fisiologi Cairan. Simposium Tatalaksana Cairan, Elektrolit dan

    Asam-Basa (Stewart Approach). Semarang, 2006.

    5. 

    Soenarjo. Rehidrasi Pre-Operatif. Kumpulan Makalah Muktamar IKABDI.

    Semarang, 2002.

    6. 

    Leksana, EL. Terapi Cairan Dan Elektrolit. FK Undip. Semarang. 20047.  Corwin EJ. Patofisiologi. Terjemahan Pendit, BU. EGC. Jakarta, 2000.

    8.  Rosenthal, MH. Intraoperative Fluid Management - What and How Much. http

    ://www.chestjournal.org. 2005