blok 26

38
Laporan Kasus Common Cold Dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAMILY FOLDER Rianda Afrilia Ardiani 10.2008.047

Upload: silvia-vamella

Post on 13-Nov-2015

34 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

puskesmas

TRANSCRIPT

Laporan Kasus

Common Cold Dengan Pendekatan Kedokteran KeluargaILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAMILY FOLDER

Rianda Afrilia Ardiani

10.2008.047Daftar IsiJUDUL LAPORAN............................................................................................. 1

DAFTAR ISI.......................................................................................................... 2

PENDAHULUAN

3

I. Latar Belakang................................................................................. 3II. Tujuan.............................................................................................. 3-4III. Metode dan Materi........................................................................... 4PENGUMPULAN DATA...................................................................................... 5-9

PEMBAHASAN..................................................................................................... 10

COMMON COLD................................................................................................. 11-17

RHINITIS ALERGI.............................................................................................. 18-19

INFLUENZA.......................................................................................................... 20

DIFTERI HIDUNG................................................................................................ 21

PENUTUP

23

I. Kesimpulan....................................................................................... 23II. Saran.................................................................................................. 23LAMPIRAN............................................................................................................. 24DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 25Pendahuluan

I. Latar Belakang :

Commond cold atau selesma adalah penyakit infeksi catarrhal dari saluran pernafasan bagian atas yang mempunyai ciri-ciri coryza, bersin, lakrimasi, iritasi nasofaring, menggigil dan malaise yang berlangsung selama 2-7 hari. Commond cold dikenal juga sebagai selesma, pilek biasa, nasopharyngitis, acute viral rhinopharyngitis, atau acute coryza.

Insiden penyakit tinggi pada anak-anak dibawah 5 tahun. Anak-anak rata-rata menderita demam 6 hingga 7 kali per tahun tetapi 10-15% anak-anak sedikitnya terkena 12 infeksi per tahun. Penyebabnya adalah anak-anak lebih mudah tertular oleh orang dewasa sekitarnya. Selain itu daya tahan tubuh anak-anak relatif lebih rendah. Oleh karena itu, penting untuk menjaga penularan ke anak ketika ada orang dewasa yang sakit. Insiden kesakitan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur, dimana pada orang dewasa hanya terjadi dua hingga tiga kesakitan per tahunnya. Reservoir penyakit common cold atau selesma ini adalah manusia. Cara penularannya diduga melalui kontak langsung atau melalui droplet, yang lebih penting lagi, penularan tidak langsung dapat terjadi melalui tangan dan barang-barang yang baru saja terkontaminasi oleh kotoran hidung dan mulut dari orang yang terinfeksi. II. Tujuan :Dengan melakukan kunjungan ke rumah salah seorang pasien Common Cold, diharapkan kita dapat melakukan analisa kasus Common Cold dengan pendekatan keluarga, yakni:

Meningkatkan kesadaran pasien dan keluarganya mengenai pentingnya kesehatan.

Memantau perkembangan penyakit pasien serta kepatuhan pasien menjalani terapi. Serta memberikan penjelasan mengenai pentingnya kepatuhan minum obat terhadap kesembuhan pasien.

Memberikan penyuluhan mengenai faktor faktor yang dapat mempengaruhi kesembuhan dan penularan penyakit pasien. Sehingga dapat mencegah terjadinya KLB.

Menciptakan komunitas masyarakat yang sehat dan bebas dari penyakit ISPA terutama Common Cold.

III. Metode dan Materi :Metode yang digunakan adalah penemuan penderita pasif (Passive case finding). Penemuan penderita pasif adalah kegiatan mendatangi pasien ke rumahnya dengan berdasarkan data yang didapat dari puskesmas, puskesmas pembantu, balai pengobatan, atau posyandu. Hal yang dilakukan adalah:

Mendapatkan data lengkap mengenai pasien dari aspek biologis, psikologis, dan sosialnya. Mendapatkan data lengkap mengenai keadaan rumah dan keluarga pasien. Mendapatkan data lengkap tentang keadaan lingkungan tempat tinggal pasien. Menganalisa dan memberikan penjelasan pada pasien mengenai faktor faktor yang mempengaruhi kesembuhan serta penularan penyakit Common Cold pada pasien terutama anak-anak berdasarkan data -data yang telah didapatkan.Materi yang disampaikan pada saat kunjungan adalah:

Cara dan resiko terjadinya penularan penyakit Common Cold.

Pengenalan secara dini mengenai gejala Common Cold dan penyakit pembandingnya. Serta melakukan pemeriksaan medis yang rutin untuk memantau perjalanan penyakit Common Cold.

Aturan dan kepatuhan minum obat demi mencapai kesembuhan.

Pengawasan Minum Obat (PMO).

Upaya perilaku hidup bersih dan sehat.

Upaya imunisasi lengkap dan meningkatkan gizi agar daya tahan tubuh baik.

Upaya menciptakan rumah yang sehat.

Segera melaporkan jika terjadi peningkatan penderita Common Cold di lingkungannya kepada kader / puskesmas.Pengumpulan Data

Data:Puskesmas

: Kelurahan TomangNomor register: -

Identitas Pasien :

a. Nama

: Happy Nathasiab. Umur

: 1 tahun.

c. Jenis kelamin: Perempuand. Pekerjaan: -e. Pendidikan: -f. Alamat

: Jalan Tomang Banjir Kanal RT007. RW 11

g. Telepon : 021-99494932II. Riwayat Biologis Keluarga :

a. Keadaan kesehatan sekarang: sedang.

b. Kebersihan perorangan: baik.

c. Penyakit yang sering diderita: batuk, pilek, diare, tidak mau makand. Penyakit keturunan

: -

e. Penyakit kronis / menular: -f. Kecacatan anggota keluarga: -

g. Pola makan

: kurang.h. Pola istirahat

: sedang.

i. Jumlah anggota keluarga: 3 orang.

III. Psikologis Keluarga :

a. Kebiasaan buruk

: Kepala Keluarga merokok

b. Pengambilan keputusan

: Ayah.

c. Ketergantungan obat

: -

d. Tempat mencari pelayanan kesehatan: puskesmas Kelurahan Tomang, Rumah Sakit Harapan Kita.e. Pola rekreasi

: kurang.IV. Keadaan rumah / lingkungan :

a. Jenis bangunan: semi permanen.

b. Lantai rumah

: papan.c. Luas rumah

: 44m2. Dengan jumlah penghuni 3 orang.d. Penerangan

: kurang.e. Kebersihan

: kurang. f. Ventilasi

: kurang.g. Dapur

: tidak ada.h. Jamban keluarga: tidak ada.i. Sumber air minum: air galon.j. Sumber pencemaran air

: ada.

k. Pemanfaatan pekarangan

: tidak ada.

l. Sistem pembuangan air limbah: ada.

m. Tempat pembuangan sampah

: tidak ada. n. Sanitasi lingkungan

: kurang.i. Kebersihan lingkungan pasien agak kurang karena terdapatnya got besar yang penuh dengan sampah di sekitar lingkungan pemukiman pasien menyebabkan keadaan lingkungan menjadi tidak bersih dan tidak terawat.

V. Spiritual Keluarga :

a. Ketaatan beribadah

: sedang.

b. Keyakinan tentang kesehatan: baik.i. Keluarga pasien selalu memeriksakan diri ke puskesmas atau klinik terdekat jika sakit.

VI. Keadaan Sosial Keluarga :

a. Tingkat pedidikan

: sedang.

b. Hubungan antar anggota keluarga: baik.

c. Hubungan dengan orang lain

: sedang.d. Kegiatan organisasi sosial: sedang.i. Di lingkungan tersebut ada kegiatan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan. Terkadang Bp. Sarori ikut turut serta dalam kegiatan kerja bakti dalam lingkungan ini.e. Keadaan ekonomi: kurang.VII. Kultural Keluarga :

a. Adat yang berpengaruh: betawib. Lain lain

: -VIII. Daftar Anggota Keluarga :NoNama Hub dgn KKUmur (tahun) Pendidikan Pekerjaan Agama Keadaan Kesehatan Keadaan giziimunisasiKBketerangan

1Bp. SaroriKepala Keluarga32SMKCleanning ServiceIslam BaikBaikTidak tahu-

2Ibu UmmuIstri29SMKIbu rumah TanggaIslamBaikBaikTidak tahu-

IX. Keluhan Utama

: batuk, pilekX. Keluhan tambahan

: -

XI. Riwayat Penyakit Dahulu

: Ketika umur 7 bulan pernah dirawat di rumah sakit Harapan Kita karena lidah merah XII. Pemeriksaan fisik :

Berat Badan : 7,1 kg

Status Generalis

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan darah : - Pernapasan

: 40 x/menit

Nadi

: 120 x/menit

Suhu

: 370C

XIII. Diagnosis penyakit: Common Cold.

XIV. Diagnosis keluarga: sehat.XV. Anjuran penatalaksanaan penyakit :

a. Promotif: i. Memberikan penyuluhan kepada orang tua untuk menjaga kebersihan lingkungan.ii. Memberikan penyuluhan pemberian makanan yang bergizi pada anak dalam rangka meningkatkan daya tahan tubuh anak.

b. Preventif: i. Menjaga kebersihan anak ( dalam mencuci tangan )

ii. Menjaga daya tahan tubuh anak agar tidak lemah

iii. Menghindari dan menjauhkan anak dari penderita flu agar tidak tertular.

iv. Menggalakan pemakaian masker pada anggota keluarga yang sedang mengalami flu ( batuk dan pilek )

v. Pemberian makanan bergizi kepada anak c. Kuratif: i. Terapi Antiviral. Terapi spesific antiviral tidak digunakan untuk infeksi Rhinovirus. Ribavirin, yang diindikasikan untuk infeksi RSV, tidak dapat digunakan untuk mengobati common cold. Neuraminidase inhibitor oseltamivir dan zanamivir berguna untuk anak yang terkena influenza virus. Oseltamivir juga digunakkan untuk untuk mengurangi frekuensi influenza yang disertai dengan otitis media. Antiviral baru seperti pleconaril untuk mengobati infeksi rhinovirus telah digunakan untuk common cold. Terapi antibacterial tidak berguna untuk pengobatan common cold, kecuali infeksi nya disebabkan oleh bakteri.

d. Rehabilitatif:

i. Istirahat secukupnyaii. meningkatkan status gizi pasien agar daya tahan tubuh baik. XVI. Prognosis :

a. Penyakit: i. Baik. Pada umumnya common cold memiliki prognosis yang baik asalkan penderita istirahat dan makan yang cukup dan teratur. Lebih baik tidak diberikan antibiotic, karena dengan pemberian antibiotic tidak akan menyembuhkan. Setiap kali mengkonsumsi antibiotic, bakteri yang ada di mulut , saluran cerna dan kulit akan kebal terhadap antibiotic tersebut. Dan jika bakteri tersebut sudah kebal terhadap antibiotic, maka antibiotic biasa tidak akan mampu membunuh bakteri tersebut.b. Keluarga: ad bonam.

c. Masyarakat: ad bonam.XVII. Resume :Dari hasil kunjungan ke puskesmas Tomang dan Kunjungan rumah pada tanggal 14 Juli 2011, didapatkan bahwa pasien adalah penderita Common cold. Ibu dari pasien ini mengeluh anaknya batuk dan pilek. Keluhan ini timbul sejak dua hari yang lalu menurut keterangan ibu Umu. Menurut keterangan ibu, batuk yang diderita anaknya tertular dari suaminya. 1 minggu yang lalu pasien menderita diare, yang dikarenakan tidak cocok dengan susu formula yang baru diganti. Saat pasien berumur 7 atau 8 bulan, pasien dirawat di Rumah Sakit karena lidahnya merah. Menurut keterangan dokter di RS, lidah merah dikarenakan alergi. Karena hal tersebut pasien dirawat selama 3 hari di Rumah Sakit Harapan Kita. Keadaan tempat tinggal pasien kurang karena lahan yang sempit, jamban dan dapur tidak ada, serta ventilasi udara yang sangat sedikit. Serta tidak ada pembuangan sampah yang memadai. Disarankan kepada anggota keluarga utuk mencegah terjadinya penularan, yaitu dengan memakai masker jika ada yang sedang batuk atau pilek, dan juga dapat juga dicegah dengan kebersihan diri yaitu dengan mencuci tangan setiap mau memegang anaknya. Obat biasanya yang diberikan simptomatik. Dimana asetaminofen atau ibuprofen dapat membantu dalam mengurangi irritabilitas, nyeri dan malaise dalam selama hari pertama dan hari kedua infeksi. Dekongestan dan pseudoefedrin juga dapat diberikan. Pembahasan

Hasil dari kunjungan ke rumah pasien Common Cold dengan pendekatan keluarga telah didapatkan pasien bernama Happy Nathasia berusia 1 tahun yang merupakan anak dari Bp. Sarori dan Ibu Ummu. Ketika didatangi rumahnya, hanya ada Ibu Ummu dan Happy yang saat itu baru saja pulang dari puskesmas untuk memeriksa kesehatan dan mengambil obat pilek. Bp Sarori selaku Kepala Rumah Tangga sedang bekerja. Bp. Sarori bekerja sebagai cleaning service di salah satu perusahaan di daerah Tanjung Duren. Bp. Sarori bekerja dari pk 07.30 sampai pk 17.00, Dikarenakan pasien yang saya dapati adalah balita maka saya melakukan allo anamnesis pada Ibu Ummu untuk mendapatkan data-data yang mendukung.

Keadaan kesehatan keluarga ini secara umum sehat dan tidak kurang gizi. Kebersihan perorangan juga baik, karena Ibu Ummu cukup peduli akan kebersihan diri. Pola makan keluarga ini kurang dan tidak menentu karena keluarga ini tidak mempunyai dapur sehingga Bp. Sarori dan Ibu Ummu dalam kehidupan sehari-harinya hanya membeli makanan jadi . Sedangkan pola makan Happy Nathasia pun tidak teratur 3x sehari karena Happy tergolong anak yang susah makan. Begitu pula pola rekreasi keluarga ini juga kurang. Mereka jarang berekreasi, karena adanya keterbatasan biaya dan waktu.

Bp. Sarori memiliki kebiasaan merokok, tapi tidak terlalu banyak menghabiskan rokok dalam sehari. Kesadaran keluarga akan kesehatan cukup tinggi karena Ibu Ummu begitu peduli akan kesehatan keluarganya. Keluarga ini selalu memeriksakan diri ke puskesmas atau klinik terdekat jika ada masalah kesehatan. Selain itu, mereka selalu mengikuti pengobatan gratis yang dilaksanakan oleh masjid dekat rumahnya.

Untuk masalah tempat tinggal, keluarga ini sudah memenuhi beberapa syarat, terutama masalah ukuran rumah dan jumlah orangnya. Rumah mereka bukan rumah sendiri melainkan rumah kontrak dimana kontrakan yang mereka tempati berada di lantai 2. Jumlah yang tinggal ada 3 orang. Mereka tidur dalam 1 ruangan secara bersama . Kamar tidur mereka hanya ada bantal tanpa tempat tidur. Rumah mereka berjenis semi permanen dengan lantai terbuat dari papan. Penerangan dan ventilasi buruk dan kurang. Ventilasi terdapat di ruang tamu dan kamar mereka tatapi sangat kecil. Kebersihan agak kurang, karena banyak barang yang menumpuk dan tidak dirapihkan di dalam kamar tidur dan di ruang tamu banyak jemuran yang digantung. Air yang dipakai adalah air tanah yang dipompa. Air tersebut untuk kebutuhan mandi dan mencuci. Sedangkan untuk minum, menggunakan air gallon.

Sanitasi lingkungan agak kurang Di dekat rumah Happy Nathasia terdapat kali kecil yang keadaan sangat buruk dan banyak sampahnya. Tetapi, dengan adanya kerja bakti pada waktu - waktu tertentu, setidaknya membuat lingkungan menjadi sedikit lebih terawat. Dengan adanya kegiatan kerja bakti seperti ini, tercermin bahwa hubungan dengan orang lain terjalin dengan baik. Riwayat Penyakit Pasien :

Happy Nathasia menderita gejala batuk pilek dua hari yang lalu. Diduga Happy batuk dan pilek karena tertular ayahnya Bp. Sarori yang sebelumnya juga menderita gejala batuk dan pilek. Kemudian Ibu Ummu memeriksakan Happy ke puskesmas. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter puskesmas mendiagnosis Happy menderita Common Cold. Working Diagnosis

Common ColdIalah infeksi primer di nasofaring dan hidung yang sering dijumpai pada bayi dan anak. Dibedakan istilah nasofaringitis akut untuk anak dan common cold untuk orang dewasa oleh karena manifestasi klinis penyakit ini pada orang dewasa dan anak berlainan. Pada anak infeksi lebih luas, mencakup daerah sinus paranasal, telinga tengah di samping nasofaring, disertai demam yang tinggi. Pada orang dewasa infeksi mencakup daerah terbatas dan biasanya tidak disertai demam yang tinggi.

A. Anamnesis :

Apakah ada gejala seperti pilek, batuk sedikit, dan bersin-bersin yang jarang?

Apakah dari hidung keluar secret yang cair dan jernih?

Apakah ada sumbatan hidung?

Sumbatan hidung (kongesti) menyebabkan anak bernapas melalui mulut dan anak menjadi gelisah.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan cavum nasi bengkak (edem), eritematous, tetapi penemuan ini tidak spesifik dan tidak dapat dijadikan untuk diagnosis. Pemeriksaan lainnya yaitu kita periksa membran timpani anak apakah mengalami kongesti atau ada cairan apa tidak.

Patologi anatomis

Submukosa hidung edematous disertai vasodilatasi pembuluh darah. Terdapat infiltrasi leukosit mula-mula sel mononukleus, kemudian polimorfonukleus. Sel epitel superficial banyak yang lepas. Regenerasi sel epitel baru terjadi setelah lewat stadium akut.

C. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin tidak membantu untuk diagnosis dan manajemen dari common cold. Hapusan hidung untuk eosinofil berguna jika terduga menderita rhinitis alergi. Polymorphonuclear leukosit pada secret hidung menunjukkan demam yang tidak berkomplikasi dan tidak terindikasi bacterial superinfection.

Patogen penyebab common cold dapat dideteksi dengan kultur, deteksi antigen, atau metode serologi. Deteksi ini tidak diindikasikan pada demam karena spesifik diagnosis hanya berguna jika terapi dengan antiviral digunakkan. Kultur bakteri atau deteksi antigen hanya berguna untuk grup A Streptococcus, Bordetella pertussis, atau diduga nasal difteri.D. Etiologi

Penyebab yang paling sering menyebabkan common cold adalah rhinovirus, tetapi juga dapat disebabkan oleh virus-virus lainnya. (Tabel 1). Masa menular penyakit ini beberapa jam sebelum gejala timbul sampai 1-2 hari sesudah hilangnya gejala. Komplikasi timbul akibat invasi bakteri pathogen biasanya Pneumococcus, Streptococcus dan pada anak kecil H.influenza dan Staphylococcus. Masa tunas 1-2 hari.

Tabel 1. Patogen penyebab Common Cold

AssociationPathogensRelative Frequency of Cold Causes

Agents primarily associatedRhinovirusesFrequent

with coldsCoronavirusesOccasional

Agents primarily associatedRespiratory syncytial virusOccasional

with other clinicalInfluenza virusesUncommon

syndromes that alsoParainfluenza virusesUncommon

cause common coldAdenovirusesUncommon

symptomsEnterovirusesUncommon

Faktor predisposisi

Kelelahan, gizi buruk, anemia dan kedinginan. Walaupun umur bukan factor yang menentukan daya rentan, namun infeksi sekunder purulen lebih banyak dijumpai pada anak kecil. Penyakit ini sering diderita pada waktu pergantian musim.

E. Epidemiologi

Common cold biasanya terjadi dari awal musim gugur sampai akhir musim semi, prevalensi musiman dari pathogen virus berkaitan dengan terjadinya demam. Kejadian tertinggi dari infeksi Rhinovirus yaitu pada saat awal musim gugur (Agustus-Oktober) dan di akhir musim semi (April-Mei). Walaupun infeksi terjadi sepanjang tahun, di Belahan Bumi Utara ada puncak kejadian pada bulan September kira-kira pada saat sekolah dimulai, pada akhir Januari, dan mendekati akhir bulan April. Insiden musiman untuk parainfluenza virus biasanya terjadi pada akhir musim gugur, dan untuk Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan influenza virus biasanya terjadi antara Desember dan April.

Insiden penyakit tinggi pada anak-anak dibawah 5 tahun. Anak-anak rata-rata menderita demam 6 hingga 7 kali per tahun tetapi 10-15% anak-anak sedikitnya terkena 12 infeksi per tahun. Penyebabnya adalah anak-anak lebih mudah tertular oleh orang dewasa sekitarnya. Selain itu daya tahan tubuh anak-anak relatif lebih rendah. Oleh karena itu, penting untuk menjaga penularan ke anak ketika ada orang dewasa yang sakit. Insiden kesakitan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur, dimana pada orang dewasa hanya terjadi dua hingga tiga kesakitan per tahunnya.

Cara penularan

Reservoir penyakit common cold atau selesma adalah manusia. Cara penularan diduga melalui kontak langsung atau melalui droplet, yang lebih penting lagi, penularan tidak langsung dapat terjadi melalui tangan dan barang-barang yang baru saja terkontaminasi oleh kotoran hidung dan mulut dari orang yang terinfeksi. Rhinovirus, RSV dan kemungkinan virus-virus lainnya ditularkan melalui tangan yang terkontaminasi dan membawa virus ini ke membran mukosa mata dan hidung.

F. Patogenesis

Virus yang menyebabkan common cold menyebar melalui aerosol (bersin, batuk) dan juga kontak langsung. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penyebaran Rhinovirus dan RSV yang paling efisien adalah dengan kontak langsung, walaupun transmisi melalui aerosol juga dapat terjadi.

Virus masuk melalui saluran napas bagian atas. Virus bertiter tinggi yang ditemukan dalam sekresi hidung yang dapay ditemukan 2-4 hari setelah kontak dihubungkan dengan penyakit maksimal. Sesudah itu, titer virus menurun, meskipun penyakit menetap.

Perubahan histopatologik terbatas pada submukosa dan epithelium permukaan. Ini termasuk pelebaran pembuluh darah, edema, infiltasi sel jaringan, dan deskuamasi permukaan, yang berakhir pada hari ketiga. Sekresi hidung bertambah jumlahnya dan bertambah kadar proteinnya.

Percobaan dalam keadaan yang terkendali menunjukkan bahwa kedinginan, termasuk memakai pakaian basah, tidak menimbulkan flu atau menambah kerentanan terhadap virus. Menggigil merupakan gejala awal selesma.

G. Manifestasi Klinik

Gejala biasanya muncul 1-3 hari setelah infeksi virus. Berupa gejala nasofaringitis dengan pilek, batuk sedikit dan kadang-kadang bersin. Dari hidung keluar secret cair dan jernih yang dapat kental dan purulen bila terjadi infeksi sekunder oleh kokus. Sekret ini sangat merangsang anak kecil. Sumbatan hidung (kongesti) menyebabkan anak bernapas melalui mulut dan anak menjadi gelisah. Selama 2-3 hari pertama membrana timpani biasanya mengalami kongesti, dan cairan dapat ditemukan di belakang membran tersebut, yang selanjutnya dapat terjadi otitis media purulenta atau tidak. Pada anak yang lebih besar kadang-kadang didapatkan rasa nyeri pada otot, pusing dan anoreksia. Sumbatan hidung (kongesti) disertai selaput lender tenggorok yang kering menambah rasa nyeri.

H. Komplikasi

1. Sinusitis paranasal

Gejala umum lebih berat, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya di daerah sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis dapat ditegakkan pemeriksaan foto Rontgen dan transiluminasi pada anak besar. Proses sinusitis sering menjadi kronis dengan gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi pada anak besar. Kadang-kadang disertai sumbatan hidung dan nyeri kepala yang hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral maupun bilateral. Komplikasi sinusitis harus dipikirkan apabila didapat pernapasan melalui mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab dengan jelas. Pengobatan dengan antibiotika.

2. OMA (Otitis Media Akut)

Dapat terjadi penutupan tuba Eustachii dengan gejala tuli atau infeksi menembus langsung ke daerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA). Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang mendadak tinggi (hiperpireksia), kadang-kadang menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri. Kadang-kadang hanya ditemukan gejala demam, gelisah dan kadang-kadang disertai gejala muntah dan diare.

Diagnosis :

Dengan pemeriksaan otoskop terlihat membrane timpani suram dan kemerahan. Bila eksudat purulen berkumpul di daerah telinga tengah, membrana timpani terlihat membonjol. Parasentesis dilakukan bila penderita tidak membaik setelah pemberian antibiotika 48-72 jam. Bila tidak dilakukan parasentesis, membran timpani akan pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata (OMP).

Faktor yang menyebabkan OMA sering dijumpai pada bayi dan anak kecil ialah :

a. Tuba Eustachii pendek, relative lebar dan lurus sehingga merintangi penyaluran secret.

b. Posisi anak yang selalu terlentang selain memudahkan perembesan infeksi juga merintangi penyaluran secret.

c. Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi saluran nafas atas atau akibat alergi dapat menutupi tuba Eustachii.

d. Rambut getar tuba sebagai penolak kuman belum berkembang sempurna.

Infeksi telinga tengah, walaupun jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau infeksi susunan saraf pusat.

3. Penyebaran infeksi nasofaring ke bawah dapat menyebabkan radang saluran nafas bagian bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronchitis dan bronkopneumonia.

I. PenatalaksanaanTidak ada terapi spesifik. Antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit atau mengurangi insidens komplikasi bakteri. Tirah baring biasanya dianjurkan, tetapi tidak terdapat bukti bahwa cara ini memperpendek perjalanan penyakit atau mempengaruhi hasilnya. Asetaminofen atau ibuprofen biasanya membantu dalam mengurangi irritabilitas, nyeri dan malaise dalam selama hari pertama dan hari kedua infeksi, tetapi penggunaan yang berlebih-lebihan harus dihindari. Aspirin yang diberikan pada anak yang terinfeksi virus influenza meningkatkan resiko terjadinya sindrom Reye dan tidak dianjurkan untuk anak-anak yang mempunyai gejala saluran pernapasan.

Sebagian besar kegawatan adalah karena obstruksi hidung dan harus dilakukan upaya untuk melegakannya jika keadaan tersebut mengganggu pada saat tidur atau pada saat minum atau makan. Obstruksi hidung sukar diobati pada bayi. Pengisapan dengan sedotan lunak kadang-kadang sangat penting untuk membersihkan saluran hidung secara adekuat untuk memungkinkan bayi muda menyusu. Drainase yang terbaik biasanya dapat dicapai dengan menempatkan bayi pada posisi menelungkup, jika hal ini tidak mengganggu pernapasan lebih lanjut. Lingkungan yang hangat dan sangat lembab yang diberikan oleh alat penguap (vaporizer) yang efisien dapat mencegah pengeringan sekresi tetap telah terlihat tidak mempunyai pengaruh bermanfaat pada gejala salesma orang dewasa.

Dekongestan yang diberikan secara oral juga digunakan secara luas untuk mengerutkan mukosa hidung yang menebal dan untuk melegakan obstruksi. Pseudoefedrin mengurangi tahanan hidung pada anak yang lebih tua dan orang dewasa yang menderita infeksi saluran pernapasan atas; penelitian pada bayi dan anak kecil belum dilaporkan. Banyak preparat yang mengkombinasikan antihistamin dengan agonis adrenergik. Yang pertama ternyata efektif pada beberapa penelitian dan tidak efektif pada penelitian lain untuk melegakan kongesti hidung pada anak dengan nasofaringitis akut. Tidak ada bukti bahwa obat-obat ini mencegah otitis media atau efusi telinga tengah.

Kebanyakan anak dengan nasofaringitis akut mengalami penurunan nafsu makan, tetapi tindakan memaksa dia untuk makan hidangan tidak ada gunanya. Cairan yang diinginkan anak harus diberikan dengan interval yang sering. Konstipasi sementara lazim dijumpai tetapi tidak memerlukan pengobatan karena tanda ini hilang dengan cepat bila anak kembali makan secara normal.Pengobatan simtomatik, yaitu diberikan ekpektoran untuk mengatasi batuk; sedativum untuk menenangkan dan antipiretikum untuk menurunkan panas penderita. Obstruksi hidung pada bayi sangat sukar diobati. Pengisapan lendir dari hidung dengan berbagai alat tidak efektif dan biasanya berbahaya. Cara terbaik penyaluran secret adalah dengan mengusahakan posisi bayi dalam prone position. Pada anak besar dapat diberikan tetes hidung larutan efedrin 1%. Bila ada infeksi sekunder hendaknya diberikan antibiotika. Batuk yang produktif (pada bronchitis dan trakeitis) merupakan kontra indikasi pemberian antitusif (missal kodein) karena terjadi depresi pusat batuk dan pusat muntah, mudah terjadi penumpukan secret sehingga dapat terjadi bronkopenumonia.

J. Preventif

Vaksin yang efektif belum ada. Gammaglobulin atau vitamin C tidak mengurangi frekuensi atau keparahan infeksi, penggunaannya tidak dianjurkan.

Karena salesma (common cold) terdapat dimana-mana, maka tidak mungkin mengisolasi anak dari keadaan ini. Namun, karena komplikasi pada bayi amat muda dapat relatif serius, maka harus dilakukan beberapa upaya untuk melindungi bayi dari kontak dengan orang-orang yang berpotensi terinfeksi. Penyebaran infeksi adalah dengan aerosol (bersin, batuk) atau kontak langsung dengan bahan yang terinfeksi (tangan).

Cara terbaik untuk menghindari adalah dengan mencuci tangan dengan bersih dan teratur, dan menghindari menyentuh mata, hidung, mulut, dan wajah. Differential Diagnosis

1. Rhinitis Alergi

Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai IgE.

Anamnesis

Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon terhadap pengobatan dan kondisi lingkungan. Karena rinitis alergi seringkali berhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata dan lakrimasi mendukung diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis pada anak. Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok- gosok oleh punggung tangan (allergic salute).

Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapang pandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test).

Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada dua macam tes kulit yaitu tes kulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores (scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test). Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan pengenceran ganda (Skin Endpoint TitrationSET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung dengan memberikan alergen langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test (IPFT).

Gejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor :

AlergenAlergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala rinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan alergen hirupan utama penyebab rinitis alergika dengan bertambahnya usia, sedang pada bayi dan balita, makanan masih merupakan penyebab yang penting.

PolutanFakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis. Polusi dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang dissel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir ini telah diketahui lebih jelas.

AspirinAspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan rinitis alergika pada penderita tertentu. Manifestasi Klinik

Manifestasi utama adalah rinorea, gatal hidung, bersin-bersin dan sumbatan hidung. Pembagian rinitis alergika sebelum ini menggunakan kriteria waktu pajanan menjadi rinitis musiman (seasonal allergic rhinitis), sepanjang tahun (perenial allergic rhinitis), dan akibat kerja (occupational allergic rhinitis).

Tanda-tanda fisik yang sering ditemui juga meliputi:

perkembangan wajah yang abnormal, maloklusi gigi,

allergic gape (mulut selalu terbuka agar bisa bernafas)

allergic shiners (kulit berwarna kehitaman dibawah kelopak mata bawah)

lipatan tranversal pada hidung (transverse nasal crease),

edema konjungtiva, mata gatal dan kemerahan.

Pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum sering didapatkan sekret hidung jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish).Sesuai dengan patogenesisnya, gejala rinitis alergik dapat berupa rasa gatal di hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung tersumbat, dan bernapas melalui mulut. Sekret hidung dapat keluar melalui lubang hidung atau berupa post nasal drip yang ditelan. Hidung tersumbat dapat terjadi bilateral, unilateral atau bergantian. Gejala bernapas melalui mulut sering terjadi pada malam hari yang dapat menimbulkan gejala tenggorokan kering, mengorok, gangguan tidur, serta gejala kelelahan pada siang hari. Gejala lain dapat berupa suara sengau, gangguan penciuman dan pengecapan, dan gejala sinusitis. Gejala kombinasi bersin, ingusan, serta hidung tersumbat adalah gejala yang paling dirasakan mengganggu dan menjengkelkan.2. Influenza

Influenza, sering disebut sebagai flu, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA dari keluarga Orthomyxoviridae (virus influenza), yang mempengaruhi burung dan mamalia.Gejala yang paling umum dari penyakit ini menggigil, demam, sakit tenggorokan, nyeri otot, sakit kepala parah, batuk, kelemahan / kelelahan dan ketidaknyamanan. Meskipun sering bingung dengan penyakit influenza lainnya, terutama flu biasa,influenza merupakan penyakit yang lebih parah dari flu biasa yang disebabkan oleh berbagai jenis virus. Influenza dapat menyebabkan mual dan muntah, terutama pada anak-anak.

Penemuan Laboratorium

Kelainan laboratorium klinik yang dikaitkan dengan influenza adalah nonspesifik. Leukopenia realtif sering ditemukan. Radiografi data menunjukkan bukti adanya atelektasis atau infiltrat pada sekitar 10% anak.

Manifestasi Klinik

Influenza tipe A dan B terutama menyebabkan penyakit pernapasan. Mulanya sakit mendadak dan ditandai oleh koryza, konjungtivitis, faringitis dan batuk kering. Gejala-gejala dominan mungkin berlokalisasi dimana-mana dalam saluran pernapasan, menghasilkan penyakit saluran pernapasan atas,croup, bronkiolitis, atau pneumonia. Lebih daripada virus pernapasan lain apapun, influenza disertai tanda-tanda sistemik demam tinggi, mialgia, malaise, dan nyeri kepala. Banyak dari gejala-gejala ini mungkin diperantai oleh produksi sitokin epitel saluran pernapasan bukannya menggambarkan penyebaran sistemik virus. Lamanya khas penyakit demam adalah 2-4 hari. Batuk dapat menetap untuk masa waktu lebih lama, dan bukti adanya disfungsi saluran pernapasan kecil sering ditemukan beberapa minggu kemudian. Anggota keluarga yang lain atau kontak erat sering mempunyai sakit yang sama. Influenza adalah penyakit yang kurang khas pada anak yang lebih muda dan bayi, dengan manifestasi yang dapat terlokalisasi pada setiap daerah saluran pernapasan. Anak mungkin tampak sangat demam dan toksik, sehingga perlu segera penyusunan diagnostik penuh. Walaupun tanda-tanda influenza khas, penyakit ini sering tidak dapat dibedakan dari penyakit yang disebabkan oleh virus pernapasan lain seperti virus sinsitial respiratori, virus para influenza dan adenovirus.

3. Difteri hidung

Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan yang diserang terutama traktus respiratorius bagian atas. Pemeriksaan Penunjang

Dengan menemukan Cornynebacterium diphteriae pada preparat langsung atau biakan. Preparat langsung biasanya dibuat dari basis eksudat yang kemudian diberi pewarnaan biru metilen atau biru toluidin atau pewarnaan dengan cara Ljubinski.

Manifestasi Klinik

Gejala permulaan dari nasal diphtheria sukar dibedakan dari common cold. Tanda karakteristik adalah dijumpai pengeluaran sekresi hidung tanpa diikuti gejala lain. Demam bila ada biasanya rendah. Pengeluaran sekresi hidung ini mula-mula serous, kemudian serosanguinous dengan pembentukan membran, pada beberapa kasus terjadi epistaksis. Pengeluaran sekresi ini biasanya berasal dari salah satu lubang hidung ataupun dari keduanya. Lama kelamaan sekresi hidung ini bias menjadi mucopurulent dan dijumpai exkoriasi pada lubang hidung sebelah luar dan bibir bagian atas, terlihat seperti impetigo.

Pengeluaran sekresi kadang mengaburkan tentang adanya membran yang putih pada sekat hidung. Karena absorpsi toxin yang jelek pada tempat lokasi, menyebabkan gejalahanya ringan tanpa adanya gejala yang menonjol. Pada penderita yang tidak diobati, pengeluaran sekresi akan berlangsung untuk beberapa hari sampai beberapa minggu, dan ini merupakan sumber penularan. Infeksi dapat diatasi secara cepat dengan pemberian antibiotika

Penutup

I. Kesimpulan :Pasien dan keluarganya sudah memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya kesehatan, namun mereka masih memiliki kendala yaitu keadaan ekonomi yang kurang.

Common cold pada anak seperti yang diderita oleh Happy sebenarnya tidak terlalu berbahaya, tetapi hal ini juga tidak boleh dibiarkan terus menerus karena nantinya akan menghasilkan komplikasi-komplikasi yang lebih parah seperti sinusitis, dll. Belum ada pengobatan yang spesifik untuk Common Cold, karena Common Cold pada umumnya akan membaik dengan sendirinya dengan istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pada anak-anak, diharapkan orang tua agar sangat menjaga kebersihan lingkungan dan menjauhkan anak dari orang/ anggota keluarga yang sakit karena anak-anak sangat rentan terhadap berbagai penularan penyakit.

II. Saran :Beberapa hal yang dapat disarankan pada pasien dan keluarga:

Menyarankan apabila salah satu anggota keluarga terserang penyakit yang menular, hendaknya menggunakan masker agar tidak menularkan penyakit pada anggota keluarga yang lainnya terutama anak-anak. Melengkapi imunisasi yang belum lengkap. Serta bagi warga sekitar juga dilakukan imunisasi lengkap.

Mengusahakan untuk memberikan ventilasi dan penerangan rumah yang lebih baik.

meningkatkan gizi perorangan demi tercapai daya tahan tubuh yang baik.

Bp Sarori dan Ibu Ummu diberikan pengetahuan lebih mengenai tugas PMO. Sehingga kepatuhan meminum obat pasien dapat terjaga sampai pada akhirnya pasien sembuh total.

Untuk puskesmas setempat, sebaiknya melakukan kunjungan ke rumah pasien pada waktu waktu tertentu.Daftar Pustaka

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI; 2007.h.550-4, 603-6

2. Nelson. Textbook of Pediatrics 17th Edition. Common cold. Philladelphia : Saunders; 2004.p.1389-91

3. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2. Jakarta : EGC; 2000.h.1108-10, 1456-8

4. Jawetz, Melnick & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Rinovirus. Jakarta : EGC; 1996.h.484-5

5. Middleton E, Reed C, Ellis E.Allergic and non-allergic rhinitis.In: Allergy: Principles and Practice.Vol 2.5th ed.Mosby-Year Book;1998:Chapter 70.6. Ledford DK, Lockey RF.Allergic rhinitis: understanding the process.J Respir Dis.1998;19(7):576-847. Influenza. Edisi Juli 2011. Diunduh dari http://juarsa.wordpress.com/2011/02/06/influenza-flu/, 22 Juli 2011