bahan materi makalah.docx

251
syarat-syarat iklan adalah sebagai berikut 1. Bahasa Iklan a. Menggunakan pilihan kata yang tepat, menarik, sopan, dan logis b. ungkapkan atau majas yang digunakan untuk memikat dan sugestif c. Disusun secara singkat dan menonjolkan bagian-bagian yang dipentingkan 2. Isi iklan a. objektif dan jujur b. singkat dan jelas c. tidak menyinggung golongan tertentu atau produsen lain d. menarik perhatian banyak orang. dari syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan iklan maka harus diketahui juga pengertiannya. Pengertian Iklan a. iklan dapat diartikan sebagai berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak / orang ramai tentang benda atau jasa yang ditawarkan. b. Iklan dapat pula diartikan sebagai pemberitahuan kepada khalayak / orang ramai mengenai barang atau jasa yang dijual dan

Upload: alfrets

Post on 04-Dec-2015

287 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

:)

TRANSCRIPT

syarat-syarat iklan adalah sebagai berikut

1. Bahasa Iklan

a. Menggunakan pilihan kata yang tepat, menarik, sopan, dan logis

b. ungkapkan atau majas yang digunakan untuk memikat dan sugestif

c. Disusun secara singkat dan menonjolkan bagian-bagian yang dipentingkan

2. Isi iklan

a. objektif dan jujur

b. singkat dan jelas

c. tidak menyinggung golongan tertentu atau produsen lain

d. menarik perhatian banyak orang.

dari syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan iklan maka harus diketahui juga pengertiannya.

Pengertian Iklan

a. iklan dapat diartikan sebagai berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak / orang ramai tentang benda atau jasa yang ditawarkan.

b. Iklan dapat pula diartikan sebagai pemberitahuan kepada khalayak / orang ramai mengenai barang atau jasa yang dijual dan dipasang di dalam media massa, seperti surat kabar / koran, majalah dan media elektronik seperti radio, televisi dan internet. Dari pengertian iklan tersebut dapat disimpulkan bahwa iklan dibuat dengan tujuan untuk menarik perhatian dan mendorong atau membujuk pembaca iklan agar memiliki atau memenuhi permintaan pemasang iklan.

dari pengertian iklan maka, iklan harus memenuhi syarat-syarat iklan yaitu sebagai berikut

Bahasa dalam Pemakaian Kontemporer

Sejumlah pertanyaan disampaikan mahasiswa:

Bahasa yang baik dan benar apakah masih perlu diteruskan sosialisasinya?

Kenapa bahasa baik dan benar tidak dapat mengungguli bahasa amburadul seperti yang sekarang ditemukan?

Apakah perkembangan ke arah bahasa kontemporer atau bahasa amburadul ada upaya-upaya penangkalannya?

Mungkinkah bahasa kontemporer justru nantinya menjadi sumber penambahan kosakata bahasa Indonesia?

Pertama perlu dipahami, bahasa dalam pemakaian kontemporer tidak serta-merta identik dengan bahasa amburadul. Bahasa kontemporer adalah bahasa dalam perkembangan pemakaian kekinian, baik yang berciri formal maupun informal. Bahasa dalam kekinian banyak ditandai kebaruan. Beberapa kata dan kataan yang sudah lama tidak digunakan namun potensial dikembangkan juga banyak dicuatkan dalam pemakaian kontemporer. Kaidah kebahasaan yang diacu sama, karena bahasa kontemporer tetap berkiblat pada ketentuan bahasa yang ada.

Artikel Terkait

Penggunaan Tanda Koma

Disapa "Anda" Malah Tersinggung

Oknum, Markus, dan Petrus

Definisi, Jenis, dan Macam Frasa

Penggunaan Huruf Kapital

Salah Kaprah

Variasi Tinggi-Rendah Bahasa

Kebaruan leksikon, sepertinya banyak menandai kekontemporeran pemakaian bahasa itu. Jadi jelas bahwa bahasa kontemporer sama sekali tidak dapat disamakan dengan bahasa amburadul. Bahasa yang terakhir disebut itu mencerminkan ketidakberaturan dan kesemau-mauan. Dia mengabaikan kaidah kebahasaan dan rambu sosial-budaya yang berlaku.

Ambillah contoh grafiti liar yang terpampang di tembok-tembok pinggir jalan besar berbagai kota. Selain tidak memiliki keberaturan dan menonjolkan kesemauan, bentuk grafiti liar juga tidak menunjukkan kelejasan atau transparansi makna. Alih-alih kejelasan, yang ditonjolkan justru eksistensi kelompok sosial tertentu. Dia tidak memerhatikan makna dan dia memang tidak berurusan dengan makna linguistis itu. Tulisan grafiti "Amoeba", misalnya saja, merepresentasikan kelompok sosial tertentu di wilayah Yogyakarta, yakni "Anak Moeda Badran". Juga tulisan "Bonex" yang merepresentasikan maksud "Bondho nekat", artinya "berbekal nekat" yang sesungguhnya juga menunjuk pada kelompok tertentu. Masih banyak lagi grafiti yang memarkahi eksistensi kelompok daripada berurusan dengan makna bahasa, misalnya tulisan "deblenx", "qizruh", "xebonx", "trepez", dll.

Dalam hemat penulis, pemakaian bentuk semacam itu lebih dari sekadar permainan bahasa, tetapi sudah merupakan upaya mempermainkan bahasa. Bentuk-bentuk tersebut sistemnya tidak jelas, tidak seperti maujud yang lazim dipakai pada kaos-kaos Dagadu, misalnya, yang notabene justru dapat mendayagunakan aspek lingual demi maksud promotif. Bahasa promotif seperti bahasa kaos Dagadu masih jelas maksudnya. Bahasa tersebut dapat dianalisis secara pragmatis. Bahasa amburadul seperti grafiti liar sulit dicermati dengan kerangka linguistik. Aplikasi bahasa amburadul sepertinya, mustahil dijadikan sumber pengembangan kosakata baru. Terlebih-lebih untuk bahasa Indonesia dalam pemakaian baku, baik itu baku lisan maupun baku tulis.

Sebaliknya bahasa kontemporer, sejauh dimungkinkan dan pemakaiannya memang diterima masyarakat bahasa penuturnya, selalu terbuka kemungkinan untuk dijadikan sumber pengembangan leksikon bahasa itu. Dikatakan begitu karena bahasa yang hidup, seperti juga sosok bahasa Indonesia, selalu berusaha berubah dan mengembangkan diri agar lebih berdaya ungkap. Salah satu sumber pengembangan itu, selain dari pemakaian bentuk serapan asing, juga tentu saja pemberdayaan akar-akar kata bahasa sendiri secara internal. Ketika pemakaian kontemporer ditandai hadirnya bentuk-bentuk yang memiliki kebaruan-kebaruan, yang relatif

arkhais tetapi cenderung potensial tetap digunakan, yang memiliki ciri afektif atau bernilai rasa, bentuk-bentuk ikonik yang meniru-niru bunyi asli objek tertentu dalam masyarakat, bentuk-bentuk semacam itu semuanya sangat potensial untuk dijadikan sumber pengembangan leksikon bahasa.

Kendatipun demikian ada satu hal cukup mendasar yang harus dicatat dalam rangka pengembangan dan pemekaran leksikon, yakni bahwa bahasa yang terlampau banyak memiliki leksikon baru akan memiliki kecenderungan tidak efektif digunakan. Pasalnya, fakta kebahasaan itu menambah beban berat bagi pemahaman kosakatanya. Kata-kata yang semula dianggap berhomonim dalam daftar leksikon, perlu ditafsirkan ulang keberkaitan maknanya sehingga dapat dijadikan pasangan berpolisemi. Dengan pemolisemian itu, jumlah lema sebuah daftar leksikon bahasa akan menjadi berkurang, namun satuan-satuan makna dari sebuah lema akan berkembang secara lebar. Dilihat dari segi efektivitas pemakaian bahasa, semakin banyak kata yang berpolisemi akan semakin efektiflah bahasa itu. Sebaliknya, semakin banyak kata berhomonim dengan lema yang melimpah-limpah, akan kian kurang efektif bahasa itu digunakan sebagai aparatus komunikasi. Maka berkaitan dengan pemunculan lema-lema baru dalam pemakaian kontemporer, perlu sekali hal-ihwal kehomoniman dan kepolisemian itu diteliti secara lebih akurat, agar hasilnya tidak justru memberatkan masyarakat penggunanya.

Terakhir, sosialisasi bahasa Indonesia yang baik dan benar tentu saja harus tetap dilakukan. Bahkan, sosialisasi itu harus dilakukan lewat saluran-saluran yang semula belum terlampau optimal diaplikasikan. Pasalnya, pemakaian bahasa baik dan benar yang sungguh-sungguh optimal, akan mampu mereduksi dan meminimalkan pemakaian bahasa amburadul. Dengan memerhatikan kaidah-kaidah kebahasaan yang berlaku, serta memperhitungkan aneka batasan norma sosial-budaya yang ada pada masyarakat bersangkutan, orang tidak akan serampangan memainkan bahasa yang dimilikinya. Dengan mengupayakan bahasa baik dan benar secara lebih optimal, terimplikasi bahwa sebenarnya bahasa dalam pemakaian kontemporer itu tetap saja dimungkinkan pengembangannya. Dan dengan begitu, keamburadulan pemakaian sebuah bahasa lambat laun akan dapat dicegah dan ditangkal.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Bahasa Indonesia Dalam Problematika Kekinian

Penulis: Kunjana Rahardi

Penerbit : Dioma, 2003

Halaman : 159 – 162

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

Dari Wikisource bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

Langsung ke: navigasi, cari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 (2009)

portal terkait: Undang-Undang Republik Indonesia.

Informasi tentang edisi ini

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia karena merupakan dokumen pemerintahan, termasuk di antaranya hasil rapat terbuka lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya. Tidak ada hak cipta atas karya ini. (Pasal 13 UU No. 19 Tahun 2002)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa sebagai alat komunikasi memegang peranan yang sangat

penting dalam kehidupan manusia karena dengan bahasa manusia dapat

berbicara mengenai apa saja, baik yang disengaja maupun yang tidak

disengaja. Dengan bahasa pula manusia dapat mencerminkan perasaannya

sehingga pembicara dapat menimbulkan suasana gembira, marah, merayu,

dan sebagainya (Soenardji, 1989: 5). Bahasa sebagai alat komunikasi dapat

digunakan untuk menyampaikan informasi atau berita, fakta, pendapat, dan

lain-lain dari seorang penutur kepada pendengar.

Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi dari satu pihak untuk

disampaikan kepada pihak lain. Dua pihak tersebut adalah produsen dan

konsumen. Pihak produsen sebagai penghasil barang menawarkan hasil

produksinya kepada konsumen sebagai calon pembeli atau pemakai produk.

Iklan merupakan wujud pemakaian bahasa yang selalu dijumpai setiap hari

oleh masyarakat secara berkesinambungan atau mampu mempengaruhi sikap

dan cara pandang orang serta meneguhkan nilai-nilai tertentu. Iklan yang

banyak dijumpai tersebut mencakup berbagai bidang misalnya politik,

ekonomi, bisnis, dan berbagai aspek kebudayaan lainnya akan menjadi suatu

topik yang menarik untuk dikaji.

1

Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi antara konsumen

dengan produsen. Agar konsumen berjalan dengan lancar, produsen harus

memahami segala kondisi yang terjadi dalam masyarakat. Untuk memahami

kondisi tersebut produsen harus mengadakan survei mengenai karakteristik

konsumennya seperti pengalaman memakai produk, tingkat kebutuhan, latar

belakang sosial ekonomi, kecenderungan hobi, keterkaitan, selera khusus, dan

sebagainya (Kasali, 1992: 183). Iklan merupakan kegiatan berbahasa yang

bersifat informatif. Komunikasi yang terjadi adalah pemberitahuan adanya

produk atau jasa kepada masyarakat. Pemberitahuan ini harus sampai pada

sasarannya, yaitu konsumen agar tujuan yang ingin dicapai produsen dapat

terlaksana. Hal ini diperlukan strategi tertentu dalam bidang periklanan,

misalnya: bahasa yang menarik, bentuk iklan yang lain dari pada yang lain,

suara dan musik yang enak didengar, dan lainnya.

Iklan merupakan kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran

yang membantu menjual barang, memberikan keyakinan serta gagasan-gagasan atau ide-ide melalui saluran-saluran tertentu dalam membentuk

informasi yang persuasif. Dengan kata lain iklan merupakan kegiatan yang

bertujuan untuk mempengaruhi konsumen agar membeli atau memakai

produknya. Oleh karena itu, bahasa iklan harus persuasif sehingga menarik

minat konsumen. Kata-kata yang digunakan dibuat semenarik mungkin dan

bersifat promotif. Untuk itu iklan menggunakan gaya bahasa yang sesuai

2

sehingga iklan tersebut menjadi menarik. Selain itu, pemilihan kata-katanya

dikaitkan dengan faktor-faktor sosial masyarakat, merupakan salah satu ciri

berkomunikasi dalam iklan. Hal itu sesuai dengan tujuan pengiklan sehingga

bahasa yang dirumuskan terkesan ramah dan mudah diingat.

Persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan: pilihan kata

secara individual, frasa, klausa, dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah

wacana keseluruhan. Gaya bahasa (style) dibatasi sebagai cara

mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperhatikan jiwa

dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa (Keraf, 2000: 112-113). Jiwa

dan kepribadian yang dimaksud adalah bagaimana seorang penulis

menggambarkan seorang tokoh dengan bahasa yang khas dan gaya

penulisannya.

Brosur Avon dan Oriflame merupakan brosur yang terbit sebulan

sekali. Brosur ini berisi penawaran iklan kosmetik misalnya: lipstik, parfum,

bedak, handbody, sampo, dan sebagainya. Pada awalnya pasar yang dituju

adalah Jakarta, tetapi dikarenakan banyaknya permintaan dari konsumen

akhirnya peredarannya hampir mencakup keseluruh wilayah di Indonesia.

Brosur Avon dan Oriflame juga menampilkan gambar-gambar yang menarik

untuk mendukung isi dari tulisan.

Dalam penelitian ini penulis tertarik pada fenomena-fenomena

kebahasaan yang terdapat dalam brosur Avon dan Oriflame. Di dalamnya

3

digunakan banyak variasi maupun gaya bahasa. Di samping itu, terdapat

berbagai istilah yang terkadang sulit dimengerti secara umum. Salah satu yang

menarik untuk disimak adalah seringnya digunakan gaya bahasa personifikasi

untuk menggambarkan atau memberikan karakter tersendiri pada bagian-bagian atau hal-hal yang berhubungan dengan parfum, misalnya:

(1a) Wewangian hangat dan maskulin dari harum anise,coriander dan

bergamot. Serta sentuhan powderly tones yang memikat (Avon/ Wild

Country/ 4/ 2/ 001)

(1b) Wewangian hangat dan sensasionalyang serasi dengan aroma tumbuhan

yang kuat guna membangkitkan kesan karakter maskulin. Sangat cocok

untuk penggoda sejati (Oriflame/ De Marco/ 4/ 67/ 005).

(1c) Wewangian dengan nuansa bunga dan buah yang menyenangkan.

Biarkan kekuatan matahari menyinari Anda (Oriflame/ Sun Eau de

Toilette/ 5/ 20/ 019).

Dalam kalimat di atas terdapat gaya bahasa personifikasi yaitu kata powderly

tones yang memikat, aroma tumbuhan yang kuat, dan buah yang

menyenangkan sehingga diperolehnya makna.

Berdasarkan alasan di atas peneliti tertarik untuk meneliti “Gaya

Bahasa Personifikasi Pada Iklan Parfum di Brosur Avon dan Oriflame”.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini hanya dibatasi pada

pemunculan gaya bahasa personifikasi yang digunakan dalam iklan parfum di

brosur Avon dan Oriflame.

4

C. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk gaya bahasa personifikasi dalam iklan parfum di

brosur Avon dan Oriflame?

2. Bagaimanakah makna gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam

iklan parfum di brosur Avon dan Oriflame?

3. Bagaimanakah pola penggayaan gaya bahasa personifikasi yang terdapat

dalam iklan parfum di brosur Avon dan Oriflame?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan bentuk gaya bahasa personifikasi dalam iklan parfum di

brosur Avon dan Oriflame.

2. Mendeskripsikan makna gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam

iklan parfum di brosur Avon dan Oriflame.

3. Mendeskripsikan pola penggayaan gaya bahasa personifikasi yang

terdapat dalam iklan parfum di brosur Avon dan Oriflame.

5

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Sebagai sumber informasi dan tambahan ilmu pengetahuan bidang

linguistik khususnya mengenai Gaya Bahasa Personifikasi Pada Iklan

Parfum di Brosur Avon dan Oriflame.

2. Secara Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan bahan inspirasi bagi pembaca

dan calon peneliti lain untuk melakukan penelitian.

b. Menambah khasanah penelitian tentang bahasa khususnya dalam gaya

Bahasa Personifikasi pada Iklan Parfum di Brosur Avon dan Oriflame.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam penelitian ini adalah:

Bab I Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Pembatasan

Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Masalah Penelitian, dan

Sisematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori. Tinjauan Pustaka

dilakukan para ahli sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Landasan

Teori memuat tentang teori-teori yang berhubungan dengan masalah seperti:

6

pengertian iklan, jenis-jenis iklan, pengertian gaya bahasa, sendi-sendi gaya

bahasa, dan pengertian personifikasi.

Bab III Metode Penelitian. Metode penelitian berisi: objek pelitian,

teknik penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi laporan inti dari

penelitian yang membahas analisis data berupa gaya bahasa.

Bab V Penutup berisi Simpulan dan Saran.

7http://etd.eprints.ums.ac.id/10566/2/1.pdf

Dccds

Cc

STRUKTUR WACANA IKLAN MEDIA CETAK

KAJIAN STUKTUR VAN DJIK

I WAYAN MULYAWAN

Universitas Udayana

Abstrak

Wacana bidang periklanan khususnya iklan komersial media cetak jika

dilihat perkembangannya menunjukkan adanya fenomena kebahasaan

yang luar biasa. Seorang pencipta iklan mampu mengeskploitasi bahasa

sebagai media komunikasi periklanan yang menarik dan persuasif.

Fenomena eksploitasi bahasa, khususnya tanda verbal dan non-verbal

inilah, yang menjadikan wacana periklanan sangat menarik untuk dikaji

dan dianalisis.

Untuk mengetahui pengeksploitasian bahasa dalam sebuah wacana

periklanan, ada tiga struktur pembentuk yang perlu dipahami

sebagaimana dicetuskan oleh Van Dijk, yaitu : superstruktur, struktur

mikro dan struktur makro dari wacana iklan tersebut.

Kajian menunjukkan bahwa pada tatanan superstruktur, iklan lebih

cenderung tampil dengan struktur body copy yang penuh dengan paparan

persuasif; pada struktur mikro, iklan mengesploitasi unsur verbal secara

maksimal dengan mengaplikasikan kaedah gramatikal seperti elipsis,

substitusi dan referensi; sedangkan pada struktur makro, iklan mampu

tampil persuasif melalui khasiat dan janji produk yang secara gamblang

dipapaarkan melalui unsur verbal dan non-verbal.

Abstrak

Discourse of advertisements, especially in printed ads, has shown the

development of an extraordinary language phenomenon. A copywriter is

able to exploit the language to be used as the media of communicative ads,

which is very interesting and persuading. This exploitation of language,

especially the mixture of verbal and non-verbal signs, makes discourse of

ads an interesting subject to explore and analyze.

To study the exploitation of the language in the discourse of ads, there are

three main points to learn as proposed by Van Dijk; They are :

superstructure, micro structure, and macro structure of the ads.

The study shows that, superstructure of an ads should has body copy which

shows persuasiveness; in micro structure, the exploitation of verbal aspect

intensely applied the grammatical roles of ellipsis, substitution and

references; meanwhile in macro structure, an ads could shows remarkable

persuasiveness through verbal and visual aspect.

Kata Kunci : wacana, teks, superstruktur, struktur mikro, struktur

makro.

1. Pendahuluan

Media iklan merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang terkena

imbas kemajuan ilmu dan teknologi. Menurut Susanto (1989: 185-186), pada

awalnya, seorang pedagang keliling yang berteriak-teriak, menyanyi, atau

menggunakan alat yang menghasilkan bunyi-bunyian untuk dapat menarik

perhatian pembeli sudah dapat dikategorikan sebagai sebuah iklan (mengiklankan

barang dagangan secara langsung).

Seorang pedagang sayur keliling menjajakan (mengiklankan) barang

dagangannya dengan berteriak “Sayur Bu. Beli sayurnya Bu. Sayuurrr, sayuurrr.

Sayuurrr-nya Buuu.” Dalam hal ini, iklan ditampilkan hanya dengan bahasa lisan

yang bersifat lugas dan langsung pada target konsumen yang diinginkan.

Tetapi, kini iklan dapat ditampilkan di dalam berbagai media − baik cetak

maupun elektronik − dengan berbagai bentuk dan tampilan yang sangat kreatif,

atraktif dan tentunya persuasif. Leech (1966:59) menyebutkan bahwa secara

umum setiap iklan terdiri atas lima struktur pembentuk yaitu headline,

illustration(s), body copy, signature line (logo), dan standing details. Tampilan

unsur atau struktur pembentuk iklan ini paling dapat terlihat jelas pada iklan

media cetak.

Dalam bidang periklanan, khususnya bahasa iklan, apa yang disebut oleh

para ahli bahasa sebagai ‘langue’ dan ‘parole’, ‘signifier’ dan ‘signified’ serta

‘performance’ dan ‘competance’, tidak berlaku lagi secara penuh. Sebab, bahasa

iklan dewasa ini sebagian besar tidak memiliki hubungan secara linguistik dengan

produk barang atau jasa yang diiklankannya.

Sebut saja sebuah iklan jam tangan Piaget (Bazzar Harper’s, 9/2004).

Dalam iklan ini, jam tangan Piaget diverbalisasi dengan frasa “Piaget, the secret

garden”. Bila dipandang dari segi linguistik, tidak terdapat hubungan sama sekali

antara sebuah taman rahasia (‘secret garden’) dengan sebuah jam tangan (produk

yang diiklankan).

Dalam sebuah iklan di samping eksploitasi bahasa, tampilan unsur non-kebahasaan (non-verbal) juga menunjukkan fenomena yang sama pentingnya.

Antara tanda visual yang digunakan dan produk barang atau jasa yang diiklankan

terkadang tidak memiliki hubungan. Jika demikian, apa sesungguhnya yang ingin

disampaikan oleh pihak produsen melalui penanda verbal dan non-verbal

tersebut?

2. Wacana dan Teks

Fairclough (1992:63) memperlakukan wacana sama halnya dengan

‘language use’, ‘parole’ atau ‘performance’ dalam konsep tradisional. Baginya,

wacana merupakan suatu bentuk praktek sosial, yang pada kenyataannya dapat

berupa ujaran, respon, atau aksi dari masyarakat terhadap lingkungan sosialnya.

Dengan demikian, bentuk nyata atau realisasi dari wacana inilah − ujaran, respon,

atau aksi − lebih lanjut disebutnya sebagai sebuah teks.

Sejalan dengan Fairclough, Syamsuddin (1992:2), berpendapat bahwa

wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara

konteks-konteks yang terdapat di dalam teks. Pembahasan hubungan tersebut

bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antara ujaran yang

membentuk wacana. Syamsuddin juga membedaan antara wacana dan teks.

Baginya teks adalah sebuah untaian kalimat atau ujaran dan wacana merupakan

hubungan kontekstual yang diperlihatkan oleh kalimat dan ujaran dalam teks

tersebut.

Dengan demikian, analisis teks merupakan analisis hubungan antara

struktur pembentuk teks secara tekstual tanpa memperhitungkan aspek

kontekstualnya, sedangkan analisis wacana adalah analisis hubungan antara

struktur pembentuk teks secara tekstual dengan aspek kontekstualnya (lingkungan

sekitarnya / praktek sosial masyarakat).

3. Iklan sebagai Teks dan Wacana

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI:882) mendefinisikan iklan sebagai

(1) berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang

benda dan jasa yang ditawarkan, (2) pemberitahuan kepada khalayak ramai

mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti

surat kabar dan majalah. Dalam The New Encyclopedia Britanica Volume 1

(1984), disebutkan bahwa iklan merupakan sebuah bentuk komunikasi yang

bertujuan untuk mempromosikan penjualan sebuah produk barang atau jasa,

mempengaruhi opini masyarakat, mendapatkan dukungan politik, untuk

menyebarluaskan sesuatu hal, atau untuk mencari informasi sesuai dengan

keinginan si pembuat iklan.

Sejalan dengan dua definisi di atas, Dyer (1982:2), menyebutkan,

“… ‘advertising’ means ‘drawing attention to something’, or notifying or

informing somebody of something” (iklan merupakan alat atau sarana untuk

menarik perhatian seseorang terhadap sesuatu atau menginformasikan sesuatu

kepada seseorang).

Iklan disebut sebagai sebuah teks adalah pada saat iklan dipandang sebagai

sebuah hasil produksi (produk) seorang pencipta iklan. Pada saat ini iklan tidak

lebih dari sebuah bentuk kreasi perpaduan tanda (semiotik) murni terlepas dari

fungsi sosialnya sebagai sebuah media komunikasi dan pemasaran.

Sedangkan iklan disebut sebagai wacana adalah saat iklan dipandang

sebagai sebuah bentuk media komunikasi dan pemasaran produk barang atau jasa.

Pada saat ini iklan tidak lagi dipandang sabagai perpaduan tanda (semiotik)

semata namun juga dipandang sebagai sebuah bentuk komunikasi yang

melibatkan aspek kontekstual di luar unsur tekstual pembentuknya.

4. Struktur Wacana Van Dijk

Melalui berbagai karyanya, Van Dijk (dalam Eriyanto, 2001:227-229;

Sobur, 2001:73-84) mencetuskan kerangka analisis wacana yang terdiri atas tiga

struktur utama yaitu : struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro.

4.1 Struktur Makro

Struktur makro merupakan makna global/umum dari sebuah teks yang

dapat dipahami dengan melihat topik dari sebuah teks. Dengan kata lain, analisis

struktur makro merupakan analisis sebuah teks yang dipadukan dengan kondisi

sosial di sekitarnya untuk memperoleh satu tema sentral. Tema sebuah teks

tidaklah terlihat secara eksplisit di dalam teks, melainkan tercakup di dalam

keseluruhan teks secara satu kesatuan bentuk yang koheren. Jadi, tema sebuah

teks dapat ditemukan dengan cara membaca teks tersebut secara keseluruhan

sebagai sebuah wacana sosial sehingga dapat ditarik satu ide pokok atau topik

atau gagasan yang dikembangkan dalam teks tersebut.

4.2 Superstruktur

Superstruktur merupakan kerangka dasar sebuah teks yang meliputi

susunan atau rangkaian struktur atau elemen sebuah teks dalam membentuk satu

kesatuan bentuk yang koheren. Dengan kata lain, analisis superstruktur

merupakan analisis skema atau alur sebuah teks. Seperti halnya sebuah bangunan,

sebuah teks juga tersusun atas berbagai elemen − seperti pendahuluan, isi dan

penutup − yang harus dirangkai sedemikian rupa, guna membentuk sebuah teks

yang utuh dan menarik.

Dalam sebuah iklan superstruktur merupakan struktur pembentuk iklan

yang meliputi headline, illustration(s), body copy, signature line (logo), dan

standing details.

4.3 Struktur Mikro

Struktur mikro merupakan analisis sebuah teks berdasarkan unsur-unsur

intrinsiknya. Unsur-unsur intrinsik tersebut meliputi :

a. unsur semantik yang dalam hal ini dikategorikan sebagai makna lokal

(local meaning), yakni makna yang muncul dari kata, klausa, kalimat, dan

paragraf, serta hubungan di antara mereka, seperti hubungan antarkata,

hubungan antarklausa, antarkalimat, dan antarparangraf, yang membangun

satu kesatuan makna dalam satu kesatuan teks;

b. unsur sintaksis merupakan salah satu elemen yang membantu pembuat

teks untuk memanipulasi keadaan dengan jalan penekanan secara tematik

pada tatanan kalimat. Manipulasi tersebut dapat berupa pemilihan

penggunaan kata, kata ganti, preposisi, dan konjungsi, serta pemilihan

bentuk-bentuk kalimat seperti kalimat pasif atau aktif;

c. unsur stilistik merupakan unsur style atau ragam tampilan sebuah teks

dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Sebuah teks bisa memilih

berbagai ragam tampilan seperti puisi, drama, atau narasi. Terkait dengan

gaya bahasanya, sebuah teks bisa menampilkan style melalui diksi/pillihan

kata, pilihan kalimat, majas, matra, atau ciri kebahasaan yang lainnya; dan

d. unsur retoris merupakan unsur gaya penekanan sebuah topik dalam sebuah

teks. Gaya penekanan ini berhubungan erat dengan bagaimana pesan

sebuah teks akan disampaikan, yang meliputi gaya hiperbola, repetisi,

aliterasi atau gaya yang lainnya.

5. Analisis Struktur Wacana Iklan Media Cetak

Berikut ini adalah satu contoh aplikasi analisis wacana berdasarkan

struktur pembentuknya sesuai dengan yang dcetuskan oleh Van Dijk. Iklan yang

dipilih adalah iklan media cetak produk shampoo. Produk shampoo yang

diiklankan bernama “Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo”. Pihak pengiklan ingin

mengatakan bahwa produk ini mampu melindungi rambut seluruh keluarga dari

efek buruk sinar matahari. Berikut ini adalah ulasan analisis selengkapnya.

5.1 Analisis Superstruktur

Wacana Iklan Shampoo

Analisis superstruktur sebuah wacana merupakan suatu analisis yang lebih

cenderung berupa indentifikasi struktur pembentuk wacana. Iklan Lifebuoy

shampoo ini terdiri atas empat struktur pembentuk iklan sebagaimana dicetuskan

oleh Leech. Keempat struktur tersebut yaitu headline, illustration, body copy dan

signature line. Pada iklan ini ikon produk shampoo yang diiklankan juga berperan

sebagai latar belakang. Jadi selain sebagai signature line ikon produk shampoo

pada iklan ini juga berperan sebagai latar belakang.

Headline iklan ini adalah ikon dua orang dewasa dan satu orang anak-anak. Ikon orang dewasa tersebut terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang

perempuan. Sedangkan ikon anak-anak adalah satu orang anak perempuan.

Ketiga ikon ini terlihat hanya setengah bagian yaitu dari bagian kepala hingga

dada. Terlihat sinar kuning berkilauan mengeliling rambut mereka.

Pada iklan ini illustration terdiri atas dua bagian. Satu bagian

latarbelakang berupa langit biru yang cerah dengan sedikit awan putih dan satu

bagian lagi berupa ikon produk shampoo yang diiklankan. Latar langit biru berada

paling belakang dan hampir menutupi seluruh halaman iklan kecuali sedikit di

bagian bawah, sedangkan ikon produk shampoo berperan sebagai latar belakang

headline, yang memisahkannya dengan latar belakang langit biru.

Struktur body copy hanya terdiri atas unsur verbal, yang berbunyi :

Perlindungan baru !

Shampoo Hydro –Protein

Lifebuoy tahu, matahari bisa merusak perlindungan

alami rambut. Maka diciptakan shampoo Hydro-Protein

dari Lefebuoy.

Hydro-Proteinnya memberi gizi, menjaga dan

mengembalikan perlindungan alami rambut, membuat

rambut setiap anggota keluarga senantiasa sehat berkilau.

Dengan parfum baru yang tahan lama, rambut jadi

wangi, bebas bau matahari.

Signature line pada iklan ini terdiri atas dua bagian yaitu ikon produk

shampoo yang diiklankan dan slogan produk. Seperti yang telah disampaikan

pada awal analisis di atas, ikon produk shampoo Hydro-Protein ini berperan

sebagai latarbelakang. Ikon produk ini dikategorikan sebagai latarbelakang,

karena tampilannya hanya setengah bagian (dari tutup) dan diperbesar memenuhi

hampir setengah halaman iklan. Sedangkan slogan produk terletak pada bagian

tepi bawah, yaitu “Rasakan Kilau Rambut Sehat”.

5.2 Analisis Struktur Mikro

Analisis struktur mikro adalah analisis struktur wacana secara tekstual.

Analisis tekstual ini meliputi analisis unsur verbal dan unsur non-verbal.

5.2.1 Analisis Unsur Verbal

Pada iklan Lifebuoy shampoo ini, unsur verbal terdapat pada bagian body

copy dan signature line. Signature line iklan ini berupa slogan produk yaitu

“Rasakan Kilau Rambut Sehat”. Sedangkan pada bagian body copy, terdapat

penjelasan tentang produk yang diiklankan.

Secara gramatikal, unsur verbal pada body copy telah mengalami proses

perangkaian dan pelesapan. Kedua proses gramatikal tersebut terdapat pada alenia

pertama, alenia kedua dan alenia ketiga.

Pada alenia pertama, kata “Maka” pada awal kalimat kedua merupakan

perangkaian antara kalimat pertama dan kalimat kedua. Kata ‘maka’ tersebut

memberikan makna sebab akibat diantara kedua kalimat tersebut. Kalimat

pertama “… matahari bisa merusak perlindungan alami rambut.”, merupakan

sebab, dan kalimat kedua “… diciptakan shampoo Hydro-Protein …”, merupakan

akibat.

Unsur verbal pada alenia kedua menunjukkan terjadinya proses pelesapan

dan perangkaian secara bersamaan. Berikut ini adalah proses terjadinya.

1) a. Hydro-Proteinnya memberi gizi pada rambut.

b. Hydro-Proteinnya menjaga perlindungan alami rambut.

c. Hydro-Proteinnya mengembalikan perlindungan alami rambut, …

2) a. Hydro-Proteinnya memberi gizi Ø ,

b. Ø menjaga Ø (dan)

c. Ø mengembalikan perlindungan alami rambut, ...

3) Hydro-Proteinnya memberi gizi, menjaga dan mengembalikan

perlindungan alami rambut, … (terlihat pada iklan)

Kalimat (1.a), (1.b) dan (1.c), merupakan manfaat atau kegunaan Hydro-Protein yang terdapat dalam shampoo. Namun untuk dapat tampil menarik dan

efisien, maka ketiga kalimat tersebut harus dirangkai menjadi satu, seperti pada

kalimat (3). Untuk itu kalimat (1.a), (1.b) dan (1.c) terlebih dahulu mengalami

proses pelesapan, seperti yang ditujukkan pada kalimat (2.a), (2.b) dan (2.c).

Karena memiliki kesetaraan bentuk, maka kata hubung ‘dan’ (pada kalimat (2.b))

dipergunakan untuk merangkai ketiga kalimat tersebut.

Pada tatanan leksikal, iklan Lifebuoy ini menunjukkan adanya proses

pengulangan. Proses ini terjadi pada kata “Lifebuoy”, “Hydro-Protein” dan

“rambut”. Proses pengulangan pada kata ‘Lifebuoy’ dan ‘Hydro-Protein’ terjadi

pada alenia pertama dan kedua. Proses pengulangan pada kedua kata ini dilakukan

sebagai bentuk penegasan akan pentingnya kedua kata tersebut.

Beda halnya dengan kedua kata tersebut (‘Lifebuoy’ dan ‘Hydro-Protein’),

proses pengulangan pada kata ‘rambut’ terjadi pada hampir semua kalimat. Proses

ini terjadi karena produk yang diiklankan (shampoo) memang diperuntukan bagi

‘rambut’.

Sedangkan slogan produk yang berbunyi “Rasakan Kilau Rambut Sehat”

merupakan bentuk abstraksi manfaat yang dapat diperoleh bila menggunakan

produk Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo, seperti yang telah dijelaskan pada

analisis body copy di atas.

5.2.2 Analisis unsur non-verbal

Unsur non-verbal iklan terdapat pada headline dan illustration. Headline

iklan ini adalah ikon dua orang dewasa dan satu orang anak-anak. Ikon orang

dewasa tersebut terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang perempuan.

Sedangkan ikon anak-anak adalah satu orang anak perempuan. Ketiga ikon ini

terlihat hanya setengah bagian yaitu dari bagian kepala hingga dada. Terlihat sinar

kuning berkilauan mengeliling rambut mereka. Berdasarkan penjelasan yang

terdapat pada body copy, “…membuat rambut setiap anggota keluarga senantiasa

sehat berkilau.”, dapat ditarik sebuah simpulan bahwa ketiga ikon gambar tersebut

merupakan simbolisasi sebuah keluarga.

Pada iklan ini illustration terdiri atas dua bagian. Satu bagian

latarbelakang berupa langit biru yang cerah dengan sedikit awan putih dan satu

bagian lagi berupa ikon produk shampoo yang diiklankan. Latar langit biru berada

paling belakang dan hampir menutupi seluruh halaman iklan kecuali sedikit di

bagian bawah., sedangkan ikon produk shampoo berperan sebagai latar belakang

dari ikon keluraga pada headline, yang memisahkannya dengan latar belakang

langit biru.

Penggunaan ikon sebuah keluarga kecil pada headline merupakan sebuah

bentuk representasi dari target konsumen produk Lifebuoy shampoo yaitu baik

untuk semua anggota keluarga. Pemilihan anak perempuan (bukannya laki-laki)

dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada umumnya dalam sebuah keluarga

yang paling mendambakan rambut panjang dan indah adalah ibu dan anak

perempuan. Figur seorang ayah tetap dimunculkan dalam iklan ini karena tanpa

kehadiran seorang ayah belum bisa disebut sebagai sebuah keluarga. Namun bila

hanya hadir seorang anak (perempuan) tetap dapat di sebut sebagai keluarga

dengan seorang putri.

Penempatan ikon produk sebagai latar belakang ikon keluarga (yang

seolah-olah memisahkannya dari latarbelakang langit biru) merupakan sebuah

bentuk representasi perlindungan yang mampu diberikan oleh Lifebuoy shampoo

dalam melindungi keluarga dari pengaruh buruk sinar matahari. Sedangkan

penampilan keluarga yang hanya setengah badan merupakan sebuah penyataan

bahwa Lifebuoy shampoo hanya dipergunakan pada bagian atas tubuh yaitu

rambut.

5.3 Analisis Struktur Makro

Pada tahap analisis struktur makro ini, analisis dibagi menjadi tiga bagian

yaitu analisis makna dan analisis pesan iklan. Analisis dilakukan melalui

pendekatan kontekstual dengan didukung oleh analisis struktur mikro

sebelumnya.

5.3.1 Analisis Makna Iklan

Makna iklan pada wacana iklan Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo ini

difokuskan pada headline dan illustration, yang dipertegas oleh unsur verbal pada

body copy dan signature line merupakan sebuah bentuk penegasan saja. Sesuai

dengan acuan analsis yang ada, analisis dipadukan dengan unsur kontekstual.

Pada headline tampak ikon dua orang dewasa dan satu orang anak-anak.

Di bagian kepala (rambut) mereka tampak sinar berwarna kuning kemilauan.

Berdasarkan penjelasan yang terdapat pada body copy, khususnya kalimat ketiga

“… membuat rambut setiap anggota keluarga …”, dapat disimpulkan bahwa

gambar ikonik tersebut merupakan simbolisasi sebuah keluarga.

Sinar kuning kemilauan yang tampak melindungi rambut mereka,

merupakan sebuah representsai simbolis dari kilauan perlindungan yang diperoleh

oleh rambut karena pemakaian Lifebuoy Hydro-Protein Sahampoo. Hal ini juga

dipertegas pada body copy kalimat ketiga “Hydro-Proteinnya memberi gizi,

menjaga dan mengembalikan perlindungan alami rambut, membuat rambut setiap

anggota keluarga senatiasa sehat berkilau”.

Sedangkan latar belakang yang berupa ikon langit cerah dengan sedikit

awan putih merupakan bentuk simbolisasi dari sebuah kondisi cuaca cerah yang

sekaligus menginsyaratkan bahwa matahari sedang bersinar dengan teriknya,

dimana teriknya sinar matahari dapat merusak kesehatan rambut. Namuin pada

latar tersebut ikon matahari tidak tampak, sebaliknya, yang tampak adalah ikon

produk Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo. Ikon produk ini terletak tepat

dibelakang headline, yang memisahkannya dengan latar langit yang sedang

cerahnya.

Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, produk shampoo

ini mampu melindungi setiap anggota keluarga dari efek buruk sinar matahari.

Simpulan ini dibuat dengan asumsi bahwa matahari yang seharusnya tampak pada

latar belakang telah terhalang oleh ikon produk shampoo tersebut. Dengan kata

lain, ikon matahari dengan sinar yang terik terletak tepat di belakang ikon produk

shampoo yang merupakan simbolisasi perlindungan bagi rambut setiap anggota

keluarga dari pengaruh buruk sinarnya.

5.3.2 Analisis Pesan Iklan

Sebagaimana telah diketahui bersama, analisis pesan wacana sebuah iklan

merupakan analisis iklan seutuhnya atau secara satu kesatuan. Jadi dalam hal ini,

analisis tidak difokuskan berdasarkan strukturnya.

Iklan Lifebuoy shampoo ini ingin menunjukkan bahwa betapa Lifebuoy

sangat menyayangi mahkota (rambut) kita. Sebagai bukti cintanya kepada para

konsumen, Lifebuoy menciptakan Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo yang mampu

melindungi rambut seluruh anggota keluarga dari pengaruh buruk sinar matahari.

Lifebuoy yakin bahwa Hydro-Protein mampu memberi gizi, menjaga dan

mengembalikan perlindungan alami rambut, sehinga rambut pun tetap sehat

berkilau walau terkena sinar matahari.

6. Simpulan

Berdasarkan keseluruhan uraian analisis di atas, dapat ditarik dua poin

sebagai simpulan analisis yaitu : (1) Secara gramatikal setiap iklan

mengoptimalkan pengeploitasian semua kaidah gramatikal yang ada, seperti

referensi, substitusi, ellipsis, dan perangkaian. Kaidah gramatikal tersebut mampu

secara persuasif menarik perhatian para konsumen agar mau membaca isi sebuah

iklan secara menyeluruh. Pada tatanan leksikal, proses pengulangan sangat sering

terjadi, sebab dengan cara ini para produsen dapat melakukan penegasan akan

pentingnya sesuatu dan sekaligus senantiasa mengingatkan konsumen terhadap

entitas yang diulang tersebut (seperti : nama produk dan kegunaan); (2) Makna

dan pesan sebuah iklan menunjukkan niat terselubung dari iklan tersebut, yaitu

dengan munculnya berbagai bentuk-bentuk persuasif agar produk tersebut dibeli

oleh konsumen. Dalam iklan ini, makna dan pesan yang ingin disampaikan adalah

kehebatan Lifebuoy shampoo dalam melindungi rambut keluarga dari efek buruk

sinar matahari.

7. Daftar Pustaka

Dyer. Gillian. 1982. Advertising as Communication. London and New York:

Routledge.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:

Pecetakan LkiS.

Fairclough, Norman. 1989. Language and Power. London and New York:

Longman.

KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). 1988. Jakarta: Balai Pustaka

Leech, Geoffrey N. 1966. English in Advertising: A Linguistic Study of

Advertising in Great Britain. London and New York: Longman.

Samsuri. 1987/1988. Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang.

Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sumarlam. 2003. Teori dan Praktek Analisis Wacana. Karanganyar, Solo: Pustaka

Cakra Surakarta.

Sumarlam, Adhani, dkk. 2004. Analisis Wacana. Bandung: Pakar Raya (Pakarnya

Pustaka).

Syamsuddin, A.R. 1992. Studi Wacana: Teori Analisis Pengajaran. Bandung:

Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni FPBS IKIP Bandung.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/4%20i%20wyn%20mulyawan%20edited-revision.pdf

--------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------

-

STRUKTUR WACANA IKLAN MEDIA CETAK

KAJIAN STUKTUR VAN DJIK

I WAYAN MULYAWAN

Universitas Udayana

Abstrak

Wacana bidang periklanan khususnya iklan komersial media cetak jika

dilihat perkembangannya menunjukkan adanya fenomena kebahasaan

yang luar biasa. Seorang pencipta iklan mampu mengeskploitasi bahasa

sebagai media komunikasi periklanan yang menarik dan persuasif.

Fenomena eksploitasi bahasa, khususnya tanda verbal dan non-verbal

inilah, yang menjadikan wacana periklanan sangat menarik untuk dikaji

dan dianalisis.

Untuk mengetahui pengeksploitasian bahasa dalam sebuah wacana

periklanan, ada tiga struktur pembentuk yang perlu dipahami

sebagaimana dicetuskan oleh Van Dijk, yaitu : superstruktur, struktur

mikro dan struktur makro dari wacana iklan tersebut.

Kajian menunjukkan bahwa pada tatanan superstruktur, iklan lebih

cenderung tampil dengan struktur body copy yang penuh dengan paparan

persuasif; pada struktur mikro, iklan mengesploitasi unsur verbal secara

maksimal dengan mengaplikasikan kaedah gramatikal seperti elipsis,

substitusi dan referensi; sedangkan pada struktur makro, iklan mampu

tampil persuasif melalui khasiat dan janji produk yang secara gamblang

dipapaarkan melalui unsur verbal dan non-verbal.

Abstrak

Discourse of advertisements, especially in printed ads, has shown the

development of an extraordinary language phenomenon. A copywriter is

able to exploit the language to be used as the media of communicative ads,

which is very interesting and persuading. This exploitation of language,

especially the mixture of verbal and non-verbal signs, makes discourse of

ads an interesting subject to explore and analyze.

To study the exploitation of the language in the discourse of ads, there are

three main points to learn as proposed by Van Dijk; They are :

superstructure, micro structure, and macro structure of the ads.

The study shows that, superstructure of an ads should has body copy which

shows persuasiveness; in micro structure, the exploitation of verbal aspect

intensely applied the grammatical roles of ellipsis, substitution and

references; meanwhile in macro structure, an ads could shows remarkable

persuasiveness through verbal and visual aspect.

Kata Kunci : wacana, teks, superstruktur, struktur mikro, struktur

makro.

1. Pendahuluan

Media iklan merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang terkena

imbas kemajuan ilmu dan teknologi. Menurut Susanto (1989: 185-186), pada

awalnya, seorang pedagang keliling yang berteriak-teriak, menyanyi, atau

menggunakan alat yang menghasilkan bunyi-bunyian untuk dapat menarik

perhatian pembeli sudah dapat dikategorikan sebagai sebuah iklan (mengiklankan

barang dagangan secara langsung).

Seorang pedagang sayur keliling menjajakan (mengiklankan) barang

dagangannya dengan berteriak “Sayur Bu. Beli sayurnya Bu. Sayuurrr, sayuurrr.

Sayuurrr-nya Buuu.” Dalam hal ini, iklan ditampilkan hanya dengan bahasa lisan

yang bersifat lugas dan langsung pada target konsumen yang diinginkan.

Tetapi, kini iklan dapat ditampilkan di dalam berbagai media − baik cetak

maupun elektronik − dengan berbagai bentuk dan tampilan yang sangat kreatif,

atraktif dan tentunya persuasif. Leech (1966:59) menyebutkan bahwa secara

umum setiap iklan terdiri atas lima struktur pembentuk yaitu headline,

illustration(s), body copy, signature line (logo), dan standing details. Tampilan

unsur atau struktur pembentuk iklan ini paling dapat terlihat jelas pada iklan

media cetak.

Dalam bidang periklanan, khususnya bahasa iklan, apa yang disebut oleh

para ahli bahasa sebagai ‘langue’ dan ‘parole’, ‘signifier’ dan ‘signified’ serta

‘performance’ dan ‘competance’, tidak berlaku lagi secara penuh. Sebab, bahasa

iklan dewasa ini sebagian besar tidak memiliki hubungan secara linguistik dengan

produk barang atau jasa yang diiklankannya.

Sebut saja sebuah iklan jam tangan Piaget (Bazzar Harper’s, 9/2004).

Dalam iklan ini, jam tangan Piaget diverbalisasi dengan frasa “Piaget, the secret

garden”. Bila dipandang dari segi linguistik, tidak terdapat hubungan sama sekali

antara sebuah taman rahasia (‘secret garden’) dengan sebuah jam tangan (produk

yang diiklankan).

Dalam sebuah iklan di samping eksploitasi bahasa, tampilan unsur non-kebahasaan (non-verbal) juga menunjukkan fenomena yang sama pentingnya.

Antara tanda visual yang digunakan dan produk barang atau jasa yang diiklankan

terkadang tidak memiliki hubungan. Jika demikian, apa sesungguhnya yang ingin

disampaikan oleh pihak produsen melalui penanda verbal dan non-verbal

tersebut?

2. Wacana dan Teks

Fairclough (1992:63) memperlakukan wacana sama halnya dengan

‘language use’, ‘parole’ atau ‘performance’ dalam konsep tradisional. Baginya,

wacana merupakan suatu bentuk praktek sosial, yang pada kenyataannya dapat

berupa ujaran, respon, atau aksi dari masyarakat terhadap lingkungan sosialnya.

Dengan demikian, bentuk nyata atau realisasi dari wacana inilah − ujaran, respon,

atau aksi − lebih lanjut disebutnya sebagai sebuah teks.

Sejalan dengan Fairclough, Syamsuddin (1992:2), berpendapat bahwa

wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara

konteks-konteks yang terdapat di dalam teks. Pembahasan hubungan tersebut

bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antara ujaran yang

membentuk wacana. Syamsuddin juga membedaan antara wacana dan teks.

Baginya teks adalah sebuah untaian kalimat atau ujaran dan wacana merupakan

hubungan kontekstual yang diperlihatkan oleh kalimat dan ujaran dalam teks

tersebut.

Dengan demikian, analisis teks merupakan analisis hubungan antara

struktur pembentuk teks secara tekstual tanpa memperhitungkan aspek

kontekstualnya, sedangkan analisis wacana adalah analisis hubungan antara

struktur pembentuk teks secara tekstual dengan aspek kontekstualnya (lingkungan

sekitarnya / praktek sosial masyarakat).

3. Iklan sebagai Teks dan Wacana

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI:882) mendefinisikan iklan sebagai

(1) berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang

benda dan jasa yang ditawarkan, (2) pemberitahuan kepada khalayak ramai

mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti

surat kabar dan majalah. Dalam The New Encyclopedia Britanica Volume 1

(1984), disebutkan bahwa iklan merupakan sebuah bentuk komunikasi yang

bertujuan untuk mempromosikan penjualan sebuah produk barang atau jasa,

mempengaruhi opini masyarakat, mendapatkan dukungan politik, untuk

menyebarluaskan sesuatu hal, atau untuk mencari informasi sesuai dengan

keinginan si pembuat iklan.

Sejalan dengan dua definisi di atas, Dyer (1982:2), menyebutkan,

“… ‘advertising’ means ‘drawing attention to something’, or notifying or

informing somebody of something” (iklan merupakan alat atau sarana untuk

menarik perhatian seseorang terhadap sesuatu atau menginformasikan sesuatu

kepada seseorang).

Iklan disebut sebagai sebuah teks adalah pada saat iklan dipandang sebagai

sebuah hasil produksi (produk) seorang pencipta iklan. Pada saat ini iklan tidak

lebih dari sebuah bentuk kreasi perpaduan tanda (semiotik) murni terlepas dari

fungsi sosialnya sebagai sebuah media komunikasi dan pemasaran.

Sedangkan iklan disebut sebagai wacana adalah saat iklan dipandang

sebagai sebuah bentuk media komunikasi dan pemasaran produk barang atau jasa.

Pada saat ini iklan tidak lagi dipandang sabagai perpaduan tanda (semiotik)

semata namun juga dipandang sebagai sebuah bentuk komunikasi yang

melibatkan aspek kontekstual di luar unsur tekstual pembentuknya.

4. Struktur Wacana Van Dijk

Melalui berbagai karyanya, Van Dijk (dalam Eriyanto, 2001:227-229;

Sobur, 2001:73-84) mencetuskan kerangka analisis wacana yang terdiri atas tiga

struktur utama yaitu : struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro.

4.1 Struktur Makro

Struktur makro merupakan makna global/umum dari sebuah teks yang

dapat dipahami dengan melihat topik dari sebuah teks. Dengan kata lain, analisis

struktur makro merupakan analisis sebuah teks yang dipadukan dengan kondisi

sosial di sekitarnya untuk memperoleh satu tema sentral. Tema sebuah teks

tidaklah terlihat secara eksplisit di dalam teks, melainkan tercakup di dalam

keseluruhan teks secara satu kesatuan bentuk yang koheren. Jadi, tema sebuah

teks dapat ditemukan dengan cara membaca teks tersebut secara keseluruhan

sebagai sebuah wacana sosial sehingga dapat ditarik satu ide pokok atau topik

atau gagasan yang dikembangkan dalam teks tersebut.

4.2 Superstruktur

Superstruktur merupakan kerangka dasar sebuah teks yang meliputi

susunan atau rangkaian struktur atau elemen sebuah teks dalam membentuk satu

kesatuan bentuk yang koheren. Dengan kata lain, analisis superstruktur

merupakan analisis skema atau alur sebuah teks. Seperti halnya sebuah bangunan,

sebuah teks juga tersusun atas berbagai elemen − seperti pendahuluan, isi dan

penutup − yang harus dirangkai sedemikian rupa, guna membentuk sebuah teks

yang utuh dan menarik.

Dalam sebuah iklan superstruktur merupakan struktur pembentuk iklan

yang meliputi headline, illustration(s), body copy, signature line (logo), dan

standing details.

4.3 Struktur Mikro

Struktur mikro merupakan analisis sebuah teks berdasarkan unsur-unsur

intrinsiknya. Unsur-unsur intrinsik tersebut meliputi :

a. unsur semantik yang dalam hal ini dikategorikan sebagai makna lokal

(local meaning), yakni makna yang muncul dari kata, klausa, kalimat, dan

paragraf, serta hubungan di antara mereka, seperti hubungan antarkata,

hubungan antarklausa, antarkalimat, dan antarparangraf, yang membangun

satu kesatuan makna dalam satu kesatuan teks;

b. unsur sintaksis merupakan salah satu elemen yang membantu pembuat

teks untuk memanipulasi keadaan dengan jalan penekanan secara tematik

pada tatanan kalimat. Manipulasi tersebut dapat berupa pemilihan

penggunaan kata, kata ganti, preposisi, dan konjungsi, serta pemilihan

bentuk-bentuk kalimat seperti kalimat pasif atau aktif;

c. unsur stilistik merupakan unsur style atau ragam tampilan sebuah teks

dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Sebuah teks bisa memilih

berbagai ragam tampilan seperti puisi, drama, atau narasi. Terkait dengan

gaya bahasanya, sebuah teks bisa menampilkan style melalui diksi/pillihan

kata, pilihan kalimat, majas, matra, atau ciri kebahasaan yang lainnya; dan

d. unsur retoris merupakan unsur gaya penekanan sebuah topik dalam sebuah

teks. Gaya penekanan ini berhubungan erat dengan bagaimana pesan

sebuah teks akan disampaikan, yang meliputi gaya hiperbola, repetisi,

aliterasi atau gaya yang lainnya.

5. Analisis Struktur Wacana Iklan Media Cetak

Berikut ini adalah satu contoh aplikasi analisis wacana berdasarkan

struktur pembentuknya sesuai dengan yang dcetuskan oleh Van Dijk. Iklan yang

dipilih adalah iklan media cetak produk shampoo. Produk shampoo yang

diiklankan bernama “Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo”. Pihak pengiklan ingin

mengatakan bahwa produk ini mampu melindungi rambut seluruh keluarga dari

efek buruk sinar matahari. Berikut ini adalah ulasan analisis selengkapnya.

5.1 Analisis Superstruktur

Wacana Iklan Shampoo

Analisis superstruktur sebuah wacana merupakan suatu analisis yang lebih

cenderung berupa indentifikasi struktur pembentuk wacana. Iklan Lifebuoy

shampoo ini terdiri atas empat struktur pembentuk iklan sebagaimana dicetuskan

oleh Leech. Keempat struktur tersebut yaitu headline, illustration, body copy dan

signature line. Pada iklan ini ikon produk shampoo yang diiklankan juga berperan

sebagai latar belakang. Jadi selain sebagai signature line ikon produk shampoo

pada iklan ini juga berperan sebagai latar belakang.

Headline iklan ini adalah ikon dua orang dewasa dan satu orang anak-anak. Ikon orang dewasa tersebut terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang

perempuan. Sedangkan ikon anak-anak adalah satu orang anak perempuan.

Ketiga ikon ini terlihat hanya setengah bagian yaitu dari bagian kepala hingga

dada. Terlihat sinar kuning berkilauan mengeliling rambut mereka.

Pada iklan ini illustration terdiri atas dua bagian. Satu bagian

latarbelakang berupa langit biru yang cerah dengan sedikit awan putih dan satu

bagian lagi berupa ikon produk shampoo yang diiklankan. Latar langit biru berada

paling belakang dan hampir menutupi seluruh halaman iklan kecuali sedikit di

bagian bawah, sedangkan ikon produk shampoo berperan sebagai latar belakang

headline, yang memisahkannya dengan latar belakang langit biru.

Struktur body copy hanya terdiri atas unsur verbal, yang berbunyi :

Perlindungan baru !

Shampoo Hydro –Protein

Lifebuoy tahu, matahari bisa merusak perlindungan

alami rambut. Maka diciptakan shampoo Hydro-Protein

dari Lefebuoy.

Hydro-Proteinnya memberi gizi, menjaga dan

mengembalikan perlindungan alami rambut, membuat

rambut setiap anggota keluarga senantiasa sehat berkilau.

Dengan parfum baru yang tahan lama, rambut jadi

wangi, bebas bau matahari.

Signature line pada iklan ini terdiri atas dua bagian yaitu ikon produk

shampoo yang diiklankan dan slogan produk. Seperti yang telah disampaikan

pada awal analisis di atas, ikon produk shampoo Hydro-Protein ini berperan

sebagai latarbelakang. Ikon produk ini dikategorikan sebagai latarbelakang,

karena tampilannya hanya setengah bagian (dari tutup) dan diperbesar memenuhi

hampir setengah halaman iklan. Sedangkan slogan produk terletak pada bagian

tepi bawah, yaitu “Rasakan Kilau Rambut Sehat”.

5.2 Analisis Struktur Mikro

Analisis struktur mikro adalah analisis struktur wacana secara tekstual.

Analisis tekstual ini meliputi analisis unsur verbal dan unsur non-verbal.

5.2.1 Analisis Unsur Verbal

Pada iklan Lifebuoy shampoo ini, unsur verbal terdapat pada bagian body

copy dan signature line. Signature line iklan ini berupa slogan produk yaitu

“Rasakan Kilau Rambut Sehat”. Sedangkan pada bagian body copy, terdapat

penjelasan tentang produk yang diiklankan.

Secara gramatikal, unsur verbal pada body copy telah mengalami proses

perangkaian dan pelesapan. Kedua proses gramatikal tersebut terdapat pada alenia

pertama, alenia kedua dan alenia ketiga.

Pada alenia pertama, kata “Maka” pada awal kalimat kedua merupakan

perangkaian antara kalimat pertama dan kalimat kedua. Kata ‘maka’ tersebut

memberikan makna sebab akibat diantara kedua kalimat tersebut. Kalimat

pertama “… matahari bisa merusak perlindungan alami rambut.”, merupakan

sebab, dan kalimat kedua “… diciptakan shampoo Hydro-Protein …”, merupakan

akibat.

Unsur verbal pada alenia kedua menunjukkan terjadinya proses pelesapan

dan perangkaian secara bersamaan. Berikut ini adalah proses terjadinya.

1) a. Hydro-Proteinnya memberi gizi pada rambut.

b. Hydro-Proteinnya menjaga perlindungan alami rambut.

c. Hydro-Proteinnya mengembalikan perlindungan alami rambut, …

2) a. Hydro-Proteinnya memberi gizi Ø ,

b. Ø menjaga Ø (dan)

c. Ø mengembalikan perlindungan alami rambut, ...

3) Hydro-Proteinnya memberi gizi, menjaga dan mengembalikan

perlindungan alami rambut, … (terlihat pada iklan)

Kalimat (1.a), (1.b) dan (1.c), merupakan manfaat atau kegunaan Hydro-Protein yang terdapat dalam shampoo. Namun untuk dapat tampil menarik dan

efisien, maka ketiga kalimat tersebut harus dirangkai menjadi satu, seperti pada

kalimat (3). Untuk itu kalimat (1.a), (1.b) dan (1.c) terlebih dahulu mengalami

proses pelesapan, seperti yang ditujukkan pada kalimat (2.a), (2.b) dan (2.c).

Karena memiliki kesetaraan bentuk, maka kata hubung ‘dan’ (pada kalimat (2.b))

dipergunakan untuk merangkai ketiga kalimat tersebut.

Pada tatanan leksikal, iklan Lifebuoy ini menunjukkan adanya proses

pengulangan. Proses ini terjadi pada kata “Lifebuoy”, “Hydro-Protein” dan

“rambut”. Proses pengulangan pada kata ‘Lifebuoy’ dan ‘Hydro-Protein’ terjadi

pada alenia pertama dan kedua. Proses pengulangan pada kedua kata ini dilakukan

sebagai bentuk penegasan akan pentingnya kedua kata tersebut.

Beda halnya dengan kedua kata tersebut (‘Lifebuoy’ dan ‘Hydro-Protein’),

proses pengulangan pada kata ‘rambut’ terjadi pada hampir semua kalimat. Proses

ini terjadi karena produk yang diiklankan (shampoo) memang diperuntukan bagi

‘rambut’.

Sedangkan slogan produk yang berbunyi “Rasakan Kilau Rambut Sehat”

merupakan bentuk abstraksi manfaat yang dapat diperoleh bila menggunakan

produk Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo, seperti yang telah dijelaskan pada

analisis body copy di atas.

5.2.2 Analisis unsur non-verbal

Unsur non-verbal iklan terdapat pada headline dan illustration. Headline

iklan ini adalah ikon dua orang dewasa dan satu orang anak-anak. Ikon orang

dewasa tersebut terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang perempuan.

Sedangkan ikon anak-anak adalah satu orang anak perempuan. Ketiga ikon ini

terlihat hanya setengah bagian yaitu dari bagian kepala hingga dada. Terlihat sinar

kuning berkilauan mengeliling rambut mereka. Berdasarkan penjelasan yang

terdapat pada body copy, “…membuat rambut setiap anggota keluarga senantiasa

sehat berkilau.”, dapat ditarik sebuah simpulan bahwa ketiga ikon gambar tersebut

merupakan simbolisasi sebuah keluarga.

Pada iklan ini illustration terdiri atas dua bagian. Satu bagian

latarbelakang berupa langit biru yang cerah dengan sedikit awan putih dan satu

bagian lagi berupa ikon produk shampoo yang diiklankan. Latar langit biru berada

paling belakang dan hampir menutupi seluruh halaman iklan kecuali sedikit di

bagian bawah., sedangkan ikon produk shampoo berperan sebagai latar belakang

dari ikon keluraga pada headline, yang memisahkannya dengan latar belakang

langit biru.

Penggunaan ikon sebuah keluarga kecil pada headline merupakan sebuah

bentuk representasi dari target konsumen produk Lifebuoy shampoo yaitu baik

untuk semua anggota keluarga. Pemilihan anak perempuan (bukannya laki-laki)

dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada umumnya dalam sebuah keluarga

yang paling mendambakan rambut panjang dan indah adalah ibu dan anak

perempuan. Figur seorang ayah tetap dimunculkan dalam iklan ini karena tanpa

kehadiran seorang ayah belum bisa disebut sebagai sebuah keluarga. Namun bila

hanya hadir seorang anak (perempuan) tetap dapat di sebut sebagai keluarga

dengan seorang putri.

Penempatan ikon produk sebagai latar belakang ikon keluarga (yang

seolah-olah memisahkannya dari latarbelakang langit biru) merupakan sebuah

bentuk representasi perlindungan yang mampu diberikan oleh Lifebuoy shampoo

dalam melindungi keluarga dari pengaruh buruk sinar matahari. Sedangkan

penampilan keluarga yang hanya setengah badan merupakan sebuah penyataan

bahwa Lifebuoy shampoo hanya dipergunakan pada bagian atas tubuh yaitu

rambut.

5.3 Analisis Struktur Makro

Pada tahap analisis struktur makro ini, analisis dibagi menjadi tiga bagian

yaitu analisis makna dan analisis pesan iklan. Analisis dilakukan melalui

pendekatan kontekstual dengan didukung oleh analisis struktur mikro

sebelumnya.

5.3.1 Analisis Makna Iklan

Makna iklan pada wacana iklan Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo ini

difokuskan pada headline dan illustration, yang dipertegas oleh unsur verbal pada

body copy dan signature line merupakan sebuah bentuk penegasan saja. Sesuai

dengan acuan analsis yang ada, analisis dipadukan dengan unsur kontekstual.

Pada headline tampak ikon dua orang dewasa dan satu orang anak-anak.

Di bagian kepala (rambut) mereka tampak sinar berwarna kuning kemilauan.

Berdasarkan penjelasan yang terdapat pada body copy, khususnya kalimat ketiga

“… membuat rambut setiap anggota keluarga …”, dapat disimpulkan bahwa

gambar ikonik tersebut merupakan simbolisasi sebuah keluarga.

Sinar kuning kemilauan yang tampak melindungi rambut mereka,

merupakan sebuah representsai simbolis dari kilauan perlindungan yang diperoleh

oleh rambut karena pemakaian Lifebuoy Hydro-Protein Sahampoo. Hal ini juga

dipertegas pada body copy kalimat ketiga “Hydro-Proteinnya memberi gizi,

menjaga dan mengembalikan perlindungan alami rambut, membuat rambut setiap

anggota keluarga senatiasa sehat berkilau”.

Sedangkan latar belakang yang berupa ikon langit cerah dengan sedikit

awan putih merupakan bentuk simbolisasi dari sebuah kondisi cuaca cerah yang

sekaligus menginsyaratkan bahwa matahari sedang bersinar dengan teriknya,

dimana teriknya sinar matahari dapat merusak kesehatan rambut. Namuin pada

latar tersebut ikon matahari tidak tampak, sebaliknya, yang tampak adalah ikon

produk Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo. Ikon produk ini terletak tepat

dibelakang headline, yang memisahkannya dengan latar langit yang sedang

cerahnya.

Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, produk shampoo

ini mampu melindungi setiap anggota keluarga dari efek buruk sinar matahari.

Simpulan ini dibuat dengan asumsi bahwa matahari yang seharusnya tampak pada

latar belakang telah terhalang oleh ikon produk shampoo tersebut. Dengan kata

lain, ikon matahari dengan sinar yang terik terletak tepat di belakang ikon produk

shampoo yang merupakan simbolisasi perlindungan bagi rambut setiap anggota

keluarga dari pengaruh buruk sinarnya.

5.3.2 Analisis Pesan Iklan

Sebagaimana telah diketahui bersama, analisis pesan wacana sebuah iklan

merupakan analisis iklan seutuhnya atau secara satu kesatuan. Jadi dalam hal ini,

analisis tidak difokuskan berdasarkan strukturnya.

Iklan Lifebuoy shampoo ini ingin menunjukkan bahwa betapa Lifebuoy

sangat menyayangi mahkota (rambut) kita. Sebagai bukti cintanya kepada para

konsumen, Lifebuoy menciptakan Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo yang mampu

melindungi rambut seluruh anggota keluarga dari pengaruh buruk sinar matahari.

Lifebuoy yakin bahwa Hydro-Protein mampu memberi gizi, menjaga dan

mengembalikan perlindungan alami rambut, sehinga rambut pun tetap sehat

berkilau walau terkena sinar matahari.

6. Simpulan

Berdasarkan keseluruhan uraian analisis di atas, dapat ditarik dua poin

sebagai simpulan analisis yaitu : (1) Secara gramatikal setiap iklan

mengoptimalkan pengeploitasian semua kaidah gramatikal yang ada, seperti

referensi, substitusi, ellipsis, dan perangkaian. Kaidah gramatikal tersebut mampu

secara persuasif menarik perhatian para konsumen agar mau membaca isi sebuah

iklan secara menyeluruh. Pada tatanan leksikal, proses pengulangan sangat sering

terjadi, sebab dengan cara ini para produsen dapat melakukan penegasan akan

pentingnya sesuatu dan sekaligus senantiasa mengingatkan konsumen terhadap

entitas yang diulang tersebut (seperti : nama produk dan kegunaan); (2) Makna

dan pesan sebuah iklan menunjukkan niat terselubung dari iklan tersebut, yaitu

dengan munculnya berbagai bentuk-bentuk persuasif agar produk tersebut dibeli

oleh konsumen. Dalam iklan ini, makna dan pesan yang ingin disampaikan adalah

kehebatan Lifebuoy shampoo dalam melindungi rambut keluarga dari efek buruk

sinar matahari.

7. Daftar Pustaka

Dyer. Gillian. 1982. Advertising as Communication. London and New York:

Routledge.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:

Pecetakan LkiS.

Fairclough, Norman. 1989. Language and Power. London and New York:

Longman.

KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). 1988. Jakarta: Balai Pustaka

Leech, Geoffrey N. 1966. English in Advertising: A Linguistic Study of

Advertising in Great Britain. London and New York: Longman.

Samsuri. 1987/1988. Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang.

Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sumarlam. 2003. Teori dan Praktek Analisis Wacana. Karanganyar, Solo: Pustaka

Cakra Surakarta.

Sumarlam, Adhani, dkk. 2004. Analisis Wacana. Bandung: Pakar Raya (Pakarnya

Pustaka).

Syamsuddin, A.R. 1992. Studi Wacana: Teori Analisis Pengajaran. Bandung:

Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni FPBS IKIP Bandung.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/4%20i%20wyn%20mulyawan%20edited-revision.pdf

Rubrik Bahasa

Kumpulan artikel rubrik bahasa Indonesia dari berbagai media massa

Bahasa Iklan

dengan 3 komentar

Lampung Post, 7 Sep 2011. Fadhilatun Hayatunnufus, Pegawai Kantor Bahasa Provinsi Lampung

Bahasa iklan bersifat persuasif, selalu berusaha menggugah emosi pembaca atau pendengar. Tujuannya agar yang menjadi sasaran iklan (konsumen) melakukan sesuatu atau bertindak sesuai dengan amanat iklan tersebut. Oleh karena itu, dalam bahasa iklan, kata-kata yang digunakan dalam bentuk rayuan, anjuran atau ajakan yang dapat menimbulkan rasa penasaran. Kemasan produknya dibuat menarik dan ditempatkan secara tepat, niscaya iklan itu akan berhasil memengaruhi pembaca atau pendengarnya.

Terkadang bahasa iklan yang digunakan tidak bernalar atau tidak menggunakan bahasa Indonesia yang benar. Cobalah Anda simak bahasa iklan di televisi, media cetak, dan sebagainya. Dalam iklan di televisi saya pernah mendengar kalimat yang dikatakan oleh model iklan sebuah produk obat tetes mata. Model tersebut mengatakan “Mata merah hilang seketika”, dengan kata-kata itu saya berpikir masa sih gara-gara memakai obat tetes mata kemudian mata yang berwarna merah bisa hilang, berarti nanti tidak bisa melihat lagi karena matanya hilang dan pasti tidak ada konsumen yang membeli produk obat tersebut. Akan tetapi, jika yang dimaksudkan iklan tersebut adalah sakit mata sembuh dengan cepat atau sakit mata hilang seketika, kalimat iklan seharusnya diubah menjadi: “Sakit mata hilang seketika”.

Ada juga iklan produk detergen yang menawarkan kemudahan pada saat konsumennya mencuci pakaian. Si model iklan tersebut menyatakan produknya bisa mencuci sendiri. Wah, kalau diterjen tersebut bisa mencuci sendiri, asyik dong, berarti konsumen tidak perlu mencuci lagi karena kegiatan cuci-mencuci dilakukan oleh detergen tersebut. Ada juga iklan produk susu yang menggunakan kalimat “Saya anak x (produk susu yang diiklankan), begitupun dengan anakku”.

Kalimat tersebut tidak bernalar karena tidak mungkin susu mempunyai anak. Seharusnya kalimat iklan itu diubah menjadi “Saya minum susu x, begitupun dengan anakku” sehingga iklan tersebut menjadi lebih jelas dan bernalar.

Dahulu juga pernah ada iklan minyak kayu putih yang menggunakan kalimat “Buat anak kok coba-coba”. Kalimat tersebut menimbulkan tafsiran ganda (ambigu) bagi orang yang membaca atau mendengarnya.Yang pertama orang bisa menafsirkan “buat” dalam arti membuat sesuatu dan yang kedua artinya untuk. Dari kalimat iklan tersebut sudah jelas bahwa “buat” yang dimaksud yaitu untuk, tidak mungkin “buat” yang dimaksud yaitu membuat sesuatu. Perlu diketahui bahwa setiap pemakaian bahasa harus dilihat juga konteksnya, maka tidak akan terjadi kesalahpahaman di antara pemakai bahasa.

Iklan itu beraneka ragam jenisnya. Hampir setiap kebutuhan barang dan jasa masyarakat diiklankan di media cetak ataupun elektronik. Pemakaian bahasa iklan dalam bentuk-bentuk yang terkesan janggal dan tidak bernalar seperti dalam contoh kalimat-kalimat iklan di atas perlu diperbaiki. Akan tetapi, kita mungkin menerimanya sepanjang penggunaan kalimat iklan tersebut bisa dipahami oleh masyarakat. Benar tidak?

http://rubrikbahasa.wordpress.com/2011/09/07/bahasa-iklan/

112

FENOMENA PARODI DALAM IKLAN

TELEVISI INDONESIA

Hariyanto

Abstract: TV commercials show that the advertisers use parody in

their attempt to promote the image of a product. Parody is a post-modern cultural phenomenon making use of references or idioms in

other cultures to make a product more attractive than others. In paro-dical advertising there is a dialog between two cultural idioms which

may either strengthen or weaken the referential object. Parodical ad-vertising now dominates TV commercials. Parody is a phenomenon of

the simulation era in the Baudelairian theory.

Key words: parody, TV advertising, postmodern cultural phenome-non.

Masyarakat Indonesia kini telah memasuki era globalisasi yang ditandai

oleh dominannya teknologi informasi. Dalam masyarakat informasi,

industri yang berbasis informasi berkembang sangat pesat. Televisi

sebagai salah satu bentuk dari produk teknologi informasi berperan besar

dalain menyebarkan informasi dan hiburan. Media televisi merupakan

sarana yang ampuh untuk menyampaikan informasi yang bersifat

komersial. Iklan televisi sebagai bentuk informasi komersial kini tidak hanya

berfungsi menjual barang, tetapi juga dipakai sebagai alat untuk

menampilkan citra produk yang mendorong para pemirsa untuk

bertingkah-laku seperti yang dicitrakan dalam iklan. Zaman sekarang

selain ditandai dengan pesatnya teknologi informasi, juga sarat dengan

pesan-pesan atau

Hariyanto adalah dosen Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri

Malang

Hariyanto, Fenomena Parodi dalam Iklan 113

makna-makna sebagai dampak dari berkembangnya budaya massa

terutama melalui media televisi.

Dalam konteks kebudayaan, zaman sekarang ini sering disebut

sebagai zaman posmodern yang ditandai dengan hilangnya batas antara

seni dan kehidupan sehari-hari, runtuhnya jenjang perbedaan antara

budaya tinggi dan budaya massa dan munculnya gaya eklektisme. Iklan

sebagai salah satu wujud kebudayaan massa menjadi media yang paling

ampuh bagi produsen untuk menawarkan barangnya. Perkembangan iklan

televisi pada sepuluh tahun terakhir mengalami kemajuan yang sangat

pesat. Televisi dapat menghadirkan realitas maupun realitas semu

kehadapan penontonnya dan dapat menjangkau khalayak yang sangat

luas. Gaya estetika posmodern kini banyak diminati oleh para seniman

maupun desainer termasuk desainer iklan televisi. Prinsip utama dalam

estetika posmodern adalah permainan. Dorongan bermain dalam posmo-dern merupakan wujud berkuasanya nilai-nilai hiburan yang berkait de-ngan budaya massa. Salah satu bentuk permainan dalam seni postmodern

adalah parodi dan parodi kosong (pastiche). Parodi merupakan gaya seni

atau budaya yang meminjam gaya seni/budaya dari zaman atau dari

tempat lain. Gaya iklan masa kini ada kecenderungan menggunakan

parodi untuk menarik perhatian para penonton. lklan televisi sering

menggunakan diom-idiom atau ikon-ikon yang diambil dari budaya,

zaman dan tempat lain yang berbeda dari budaya Indonesia atau dari

budaya Timur, serta budaya Barat zaman kini seperti; Rambo, Tarzan,

Elvis Presley, Superman, Ninja, Kungfu, Sumo, Dracula, Suku primitif

dan sebagainya. Fenomena parodi dalam iklan televisi menarik untuk dikaji dan

diteliti, karena dibalik citraan-citraan dalam televisi tersebut akan kita

temukan makna-makna yang tersembunyi. Citra yang ditimbulkan oleh

iklan secara tidak disadari melekat dalam jiwa penonton televisi, sehingga

tidak saja akan mendorong pembelian tetapi bisa mengarah ke totemisme.

Oleh karena itu masalah ini perlu dikaji agar kita dapat memahami secara

lebih mendalam makna yang terkandung dibalik citra iklan televisi.

BUDAYA MASSA DAN POSMODERNISME

Praktek budaya posmodernisme ditandai dengan suatu pergeseran

yaitu dari estetika produksi ke estetika konsumsi di mana nilai-nilai

permainan dalam estetika menunjukkan kenaikan yang penuh daya (Dunn,

BAHASA DAN SENI, Tahun 32, Nomor 1, Februari 2004 114

1993). Menonjolnya unsur permainan ini dapat dilihat dari dikedepan-kannya gaya

dibanding isi dan diunggulkannya estetika dibanding

moralitas, ini jelas merupakan oposisi terhadap selera modernis. Dorongan

bermain dalam posmodern perlu dilihat hubungannya dengan

dominasinya nilai-nilai hiburan yang berkait dengan budaya massa.

Budaya massa yang selama ini dipandang rendah oleh modernisme,

kini menjadi ancaman yang sangat serius. Permainan versi budaya massa

yang ditunjukkan dengan berbagai kesenangan "tanpa pikir' dari media

massa serta tujuan kesantaian dan kegembiraan yang dihubungkan dengan

waktu senggang massa mengancam dan mengotori "seni serius".

Menurut Feathestone (1993) di antara ciri sentral postmodern dalam

seni ialah: penghapusan batas antara seni dan kehidupan sehari-hari,

runtuhnya perbedaan jenjang antara budaya adiluhung dan budaya massa

(populer); pembolehan gaya elektisisme dan pencampuran kode-kode:

parodi, pastiche, ironi, permainan dan pemujaan di kulit permukaan tanpa

kedalaman budaya, merosotnya keaslian/kejeniusan produsen kesenian

dan dianutnya paham bahwa seni hanya bisa mengulang-ulang. Selain itu

budaya postmodern juga dianggap kehilangan rasa terhadap masa lalu

historis, "budaya schizoid", penggantian realitas atas citra , simulasi",

"penanda yang saling tak berhubungan dan lain sebagainya.

Budaya populer atau budaya massa banyak berkaitan dengan

masalah sehari-hari yang dapat dinikmati oleh semua orang atau kalangan

tertentu. Suatu budaya yang memasuki dunia hiburan maka budaya

tersebut umumnya menempatkan unsur populer sebagai unsur utamanya,

dan budaya itu akan memperolch kekuatannya manakala media massa

digunakan sebagai jalan pintas penyebaran pengaruh di masyarakat.

Dalam budaya populer,"perangkat media massa" seperti film, televisi

buku dan jurnalistik akan menuntun perkembangan budaya pada "erosi

nilai budaya" Kebudayaan populer disalahkan sebagai penantang

intelegensia publik yang melemahkan keadaan normal (Agger, 1992).

Budaya massa, kini menjadi ciri yang dominan dalam budaya

posmodern dimana pendukung utama budaya massa adalah media massa.

Media massa yang besar pada umumnya dikuasai oleh para pemodal besar

baik yang skala nasional maupun multi nasional. Oleh karena itu para

pemegang modal mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan

budaya massa. Sementara itu masyarakat sebagai konsumen budaya massa

Hariyanto, Fenomena Parodi dalam Iklan 115

hanya bisa mengkonsumsinya tanpa bisa ikut andil untuk mencipta atau

ber-kreasi sendiri.

Penemuan teknologi televisi telah mengubah medium interaksi ma-nusia dengan benda di

sekitarnya. Televisi telah mampu berinteraksi

dengan manusia tidak sekedar melalui kognisi namun sudah melalui fisik

yaitu dengan menggabungkan teknologi televisi dan telepon serta internet.

Dengan demikian manusia dapat saling berinteraksi dalam proses yang

dirancang secara interaktif tanpa batas waktu dan tempat. Media televisi

tidak sekedar benda mati tetapi sebuah showbiz yang dipenuhi kosmetika,

sehingga televisi mampu menghipnotis publik dan menganggap dirinya

bagaikan ideologi (Bungin, 2001).

Kini televisi telah menjadi artefak simbolis posmodern yang paling

representatif dan paling berpengaruh terhadap kehidupan. Segala karakter

dunia posmodern termuat di televisi seperti misalnya reproduksi,

manipulasi, simulasi, bujuk-rayu dan hiperrealitas dalam penampilan yang

menawan dan menggiurkan di mana berbagai macam tanda, citra, impian

dan kenyataan lebur menjadi satu. Di dalam televisi realitas dikemas dan

dijadikan komoditi, ruang dan waktu dapat dilipat dalam dimensi keki-nian, etika dan

moralitas dibaurkan dengan dengan kecabulan dan

brutalitas. Menurut Baudrillard (1987) penemuan televisi bukanlah

sekedar cerita tentang revolusi demokratisasi informasi dan hiburan,

namun lebih dari itu televisi telah menciptakan pemahaman tentang dunia

secara radikal. Dalam ruang semu televisi dengan tayangan berkedok

informasi dan hiburan penonton tidak lagi sadar bahwa dirinya tengah

,menjadi obyek indoktrinasi. Proses indoktrinasi nilai, tema dan identitas

diri itu dirasakan dan dialami sebagai sebuah kenikmatan.

Televisi adalah media massa yang merakyat dengan kemampuan

publikasi yang maksimal sehingga televisi juga disebut sebagai saluran

budaya massa. Ketika televisi menjadi institusi kapitalis yang menjual jasa

informasi, maka iklan televisi komersial adalah bagian produk dalam

kategori komersial. Televisi menggantungkan hidupnya untuk mengait

sebanyak-banyaknya sumber dari periklanan atau acara yang diiklankan.

Iklan televisi menjadi bagian utama dalam semua acara televisi, dia adalah

urat nadi televisi (Bungin, 2001).

Iklan komersial ditandai dengan adanya syarat imajinasi dalam

proses pencitraan dan pembentukan nilai-nilai estetika untuk memperkuat

BAHASA DAN SENI, Tahun 32, Nomor 1, Februari 2004 116

citra terhadap obyek iklan. Telah terbentuk suatu image, semakin tinggi

estetika dan citra obyek maka semakin komersial obyek tersebut. Iklan

televisi memiliki sasaran atau segmen yang beraneka ragam misalnya

anak-anak, remaja, orang tua, pria dan wanita. Berdasarkan pesan, iklan

televisi dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yaitu yang

menawarkan pesan citra kelas dan yang mengutamakan pesan kualitas,

pesan ilmiah serta pesan manfaat. Sekarang banyak iklan televisi yang

menampilkan pesan simbolik. Iklan jenis ini menggunakan bahasa dan

simbol-simbol tertentu dan menggunakan makna-makna tertentu yang

hanya dapat dipahami oleh kalangan tertentu. Seperti iklan TV yang

menggambarkan seekor monyet tertipu oleh gambar pisang dalam TV

layar datar, si monyet mengira pisang sungguhan, ternyata hanya gambar

belaka.

Gambar 1. Iklan TV seekor monyet tertipu oleh ketajaman gambar di TV

Hariyanto, Fenomena Parodi dalam Iklan 117

Iklan televisi tidak saja mampu menampilkan citra produk yang

artistik dan rasional namun juga mampu mengkonstruksi image produk

yang diiklankan secara obyektif melalui televisi, rekayasa konstruksi iklan

atas realitas sosial melalui pencitraan, rekayasa artistik serta rekayasa

rasional dapat dioptimalkan. Pencitraan merupakan hal yang penting

dalam iklan televisi sehingga para pembuat iklan berusaha agar pencitraan

ditangkap sesuai dengan yang dimaksud. Pencitraan dalam iklan televisi

meliputi: citra perempuan, citra maskulin, citra kemewahan dan eksklusif,

citra kelas sosial, citra kenikmatan, citra manfaat, citra persahabatan dan

citra seksisme. Tugas utama iklan sebenarnya untuk mengubah produk

menjadi sebuah citra. Citra dalam iklan televisi telah menjadi bagian

terpenting dalam strategi penjualan suatu produk.

Iklan kini tidak lagi berfungsi sebagai media aktifitas konsumsi,

penyampai pesan produk, namun telah bertambah peran yaitu menjadi

pencipta dan pembentuk realitas. Iklan televisi merupakan ruang

simulacra dan hiperrealitas telah menjadi acuan dan citra diri, gaya hidup

dan struktur masyarakat, dengan kata lain iklan dan televisilah yang

membentuk realitas bukan sebaliknya (Baudrillard, 1983). Dalam

perspektif posmodernisme, iklan adalah representasi pelbagai karakter

masyarakat simulasi. Iklan bersifat nyata sekaligus juga semu,

menawarkan sekaligus memanipulasi, real sekaligus hiperreal, simbolis

sekaligus superficial. Iklan posmodern tidak lagi peduli dengan peran

pemberi informasi tentang nilai dan kualitas produk yang ditawarkannya.

Iklan masa kini lebih tertarik dengan teknik-teknik manipulasi pelbagai

hasrat dan citarasa konsumer melalui permainan citra dan citra inilah

sebetulnya yang dijual bukan produknya. Menurut Strinati penampakan

dan gaya visual dalam iklan posmodern merepresentasikan konsepsi gaya

hidup konsumennya (Strinati, 1995).

Melalui iklan dikonstruksi keinginan-keinginan yang tak dapat

dipenuhi yakni sebuah dunia mimpi. Gejala semacam ini menurut Milan

Kundera disebut sebagai era kemenangan imagologi, citra-citra. Dalam

era yang seperti ini produsen budaya citra adalah produsen realitas

sekaligus mimpi. Masyarakat kini tidak lagi memerlukan informasi

tentang mutu produk, tetapi lebih menyukai tontonan tentang citra produk

maupun citra pemakai produk. Oleh karena itu iklan lebih sering

BAHASA DAN SENI, Tahun 32, Nomor 1, Februari 2004 118

ditampilkan dalam bentuk citraan-citraan yang tidak berkaitan langsung

dengan produk dan seringkali tidak realistis.

Untuk mencapai pencitraan yang menarik dari suatu produk dalam

iklan televisi, para pengiklan sering menggunakan parodi atau pastiche

dalam mengiklankan produk-produk mereka. Parodi atau sindiran sering

digunakan untuk mencitrakan tentang keunggulan produk yang diiklankan

atau menyudutkan produk pesaingnya, sedangkan parodi yang tidak

berkait dengan sindiran sering disebut sebagai pastiche atau parodi

kosong. Untuk menampilkan parodi atau pastiche dalam iklan diperlukan

obyek rujukan berupa tokoh yang pernah terkenal, gaya/kostum, sikap,

perilaku dari seseorang/tokoh atau masyarakat tertentu yang telah dikenal

masyarakat sejak masa yang lampau hingga zaman kini. Tokoh-tokoh

yang sering ditampilkan meliputi tokoh musik, tokoh kartun/fiksi/film,

tokoh tradisi, masyarakat primitif, cerita tradisi, tokoh olah raga beladiri

dan sebagainya. Tokoh-tokoh maupun ceritera tidak ditampilkan apa

adanya tetapi diolah dan disesuaikan dengan konteks baru sehingga tokoh

maupun ceritera tersebut sudah tidak sesuai dengan konteks rujukannya.

INTERTEKSTUALITAS DALAM IKLAN TELEVISI

Karya seni ataupun desain posmodernisme menonjolkan ciri in-tertekstualitas di mana

kode maupun simbol yang ditampilkan dalam

karya tersebut sering bersumber dari budaya ataupun zaman yang berbeda.

Dalam satu karya dapat muncul dua atau lebih unsur budaya atau seni

yang berbeda sehingga sering aneh dan saling tidak berkaitan. Banyak ik-lan yang menampilkan

realitas masa kini dicampuradukkan dengan reali-tas masa lampau, Tokoh yang hidup atau

populer di era 60-an atau bahkan

sebelumnya bisa dimunculkan dalam visualisasi iklan dengan setting masa

kini. Intertekstualitas merupakan dialog antar dua unsur budaya atau lebih.

Menurut Kristeva (Piliang, 1994) sebuah teks atau karya seni tak le-bih dari semacam

permainan dan mosaik kutipan-kutipan dari berbagai

teks atau karya masa lalu, semacam ruang pasca sejarah , yang di dalam-nya beberapa kutipan

dari berbagai ruang, waktu dan kebudayaan yang

berbeda-beda saling berdialog. Sebuah teks hanya bisa eksis apabila di

dalamnya beberapa ungkapan yang berasal dari teks-teks lain, silang

menyilang dan saling menetralisir satu sama lain. Dengan demikian menu-rut Kristeva

intertekstualitas adalah perlintasan dari satu sistem tanda ke

Hariyanto, Fenomena Parodi dalam Iklan 119

sistem tanda lainnya.

Karya seni ataupun desain tidak ada yang benar-benar baru dan tidak

mengulang-ulang yang sudah ada. Menurut Bakhtin tidak ada satu ungka-pan senipun yang

tidak berkaitan dengan ungkapan yang telah ada sebe-lumnya (Piliang, 1994). Terjadi

hubungan antara unsur seni yang telah ada

dengan unsur seni yang baru yang bersifat dialogis. Hubungan dialogis

tersebut merupakan hubungan semantik khusus yang melibatkan dua ung-kapan, dan dua

makna. Dalam suatu karya seni atau desain bisa terdapat

dua suara yang saling berinteraksi dan merujuk dua konteks pengungka-pan yaitu konteks

pengungkapan kontemporer dan pengungkapan masa

lalu.

Berkaitan dengan penjelajahan seni ke masa lalu, penciptaan gaya

seni tidak dapat dipisahkan dari keterkaitannya dengan semangat dan vi-talitas yang ada pada

seni masa lalu. Substansi penciptaan karya seni dan

desain dari seorang seniman ataupun desainer tidak dibatasi oleh idiom-idiom yang ada

pada jamannya tetapi bisa juga digunakan idiom masa lalu

yang masih punya vitalitas. Untuk mengekspresikan substansi tersebut

para seniman dan desainer biasa menggunakan cara imitasi (pastiche) atau

parodi.

Iklan yang banyak menggunakan gaya intertekstualitas dapat dikate-gorikan sebagai iklan

posmodern. Iklan-iklan posmodern tidak jauh ber-beda dengan seni posmodern yaitu di

dalam proses penciptaannya sikap

seniman/desainer dalam mengungkapkan gaya atau bentuk seninya sangat

ditentukan oleh kesadarannya akan arti penting dari sejarah seni serta ke-cintaannya pada nilai-

nilai sejarah. Kecintaan pada bentuk yang bersifat

historis dapat diartikan sebagai upaya memberikan makna-makna baru

pada bentuk-bentuk yang sudah dikenal.

Di dalam masyarakat konsumer iklan tidak sekedar berfungsi sebagai

media informasi tentang produk atau pelbagai kebutuhan konsumsi, tetapi

dengan kemampuannya membangun citra melalui tanda, idiom, simbol

dan kode produk komoditas yang bersilang sengkarut, iklan berusaha

menggoda para konsumen untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan.

Cara pencitraan produk yang ditawarkan melalui iklan sering tidak

berkait langsung dengan kegunaan ataupun kualitas produk namun dikait-kan dengan citra

pemakai produk. Cara pengiklanan produk melalui media

televisi memicu meningkatnya gaya hidup konsumeristis yang kini telah

BAHASA DAN SENI, Tahun 32, Nomor 1, Februari 2004 120

melanda masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Gaya hidup masyarakat

yang cenderung lebih konsumtif telah mendorong masyarakat bekerja

keras agar selalu dapat mengkonsumsi berbagai produk yang selalu

berubah-ubah dan bertambah jenisnya dengan pengiklanan melalui tele-visi seperti contoh

iklan TV gambar 2.

Gambar 2. Iklan TV dengan strategi intertekstualitas, pemaduan masa

lampau dan masa kini

Parodi dan pastiche merupakan gaya yang paling digemari oleh para

pembuat iklan dalam upaya untuk membuat produk yang diiklankan

menarik bagi para penonton televisi.

Dengan berkembangnya teknologi informasi terutama televisi dan

komputer maka sangat menunjang perkembangan estetika iklan televisi

terutama dalam pencitraan suatu produk. Beberapa iklan di televisi telah

menggunakan parodi dan pastiche dalam membentuk citra dari produk

yang ditawarkannya. Iklan televisi yang menggunakan gaya parodi dan

Hariyanto, Fenomena Parodi dalam Iklan 121

pastiche telah menciptakan ruang dialog antara berbagai budaya sehingga

dapat memberi peluang terjadinya akulturasi ataupun sinkretisme budaya.

Seperti contoh iklan TV dinginnya pasta gigi yang memparodikan ke-hidupan di barak

militer, di mana seorang prajurit terlambat bangun digu-yur air dingin oleh komandannya

(gambar 3).

Gambar 3. Iklan TV "Dinginnya Bikin Bangun"

DIALOG TIMUR DAN BARAT DALAM IKLAN TELEVISI

Iklan televisi yang bergaya posmodern banyak menggunakan parodi

dan pastiche dalam pencitraannya. Dalam iklan-iklan tersebut terjadi dia-log antara unsur

budaya nasional dengan budaya daerah, antar budaya

modern dengan tradisional, antar budaya Timur dengan Barat, antar bu-daya kota dengan

desa dan sebagainya. Beberapa contoh iklan yang

menggunakan parodi dan pastiche dapat dilihat pada iklan-iklan berbagai

BAHASA DAN SENI, Tahun 32, Nomor 1, Februari 2004 122

produk baik yang masih ditayangkan maupun yang sudah tidak ditayang-kan.

Imitasi atau pastiche terhadap tokoh musik Amerika tahun 1960-an

Elvis Presley muncul dalam berbagai iklan yaitu iklan minuman penyegar,

iklan pasta gisi dan iklan serbuk pencuci. Dalam ketiga iklan tersebut sang

tokoh diimitasi dari segi busana, gaya rambut dan tingkah lakunya, se-dangkan lagu

maupun logat bicaranya tidak ditiru. Karena tidak ada sin-diran dalam ketiga iklan

tersebut, maka ketiga iklan tersebut

pengimitasian tokoh Elvis Presley cenderung pada pastiche yaitu hanya

bermain-main saja dengan tokoh rujukan dan tidak ada maksud untuk

merendahkan atau mengolok-olok tokoh atau produk tertentu.

Iklan produk Barat sering menggunakan parodi yang berasal dari to-koh budaya Timur. Salah

satu contoh dari iklan jenis adalah iklan minu-man ringan Pepsi dengan serial sepak bola

dengan pemain sumo. Dalam

iklan itu pemain sepak bolanya adalah para pegulat sumo Jepang yang da-pat melompat salto

sambil menendang bola langsung mencetak gol,

peristiwa itu bisa terjadi karena pesumo tersebut minum minuman ringan

produk Pepsi. Parodi terhadap sumo Jepang juga dilakukan oleh iklan

produk otomotif Eropa yaitu Peugeot. Dalam iklan itu ditampilkan per-tandingan sumo

antara pesumo asli Jepang yang bertubuh gemuk dengan

pesumo Eropa yaitu seorang anak muda yang kurus tidak mengenakan bu-sana sumo tetapi

hanya mengenakan celana panjang, pada akhir pertand-ingan dikesankan pesumo asli

Jepang kalah dengan headline narasi yang

berbunyi: Peugeot Sure . Selain kedua iklan di atas masih ada lagi iklan

yang menggunakan rujukan sumo yaitu iklan produk makanan cepat saji

ala Eropa,pizza. Pada iklan itu ditampilkan pertarungan antara pesumo

bertubuh besar dan pesumo bertubuh kecil. Pesumo bertubuh besar

digunakan untuk menandai rasa pizza yang besar, sementara pesumo kecil

digunakan untuk menandai harga pizza yang kecil atau murah.

Iklan-iklan yang menampilkan parodi dengan rujukan budaya Timur

tidak hanya dilakukan oleh produsen barang dari Barat, tetapi juga dilaku-kan oleh produsen

barang dari negara-negara Asia, baik merujuk budaya

Timur maupun Barat, atau bahkan budaya lokal. Contoh iklan produk

Timur menggunakan parodi dengan rujukan dari Timur adalah iklan se-buah produk motor

Cina. Dalam iklan itu ditampilkan pertarungan antara

dua tokoh beladiri Asia yaitu Kungfu yang identik dengan Cina melawan

Hariyanto, Fenomena Parodi dalam Iklan 123

Ninja yang identik dengan Jepang. Akhir ceritera petarung Kungfu berha-sil mengalahkan

petarung Ninja, dengan demikian iklan itu mencitrakan

bahwa motor Cina lebih berkualitas disbanding dengan motor Jepang.

Para produsen barang elektronik asal Asia sering menggunakan

parodi rujukan budaya Barat dalam iklan-iklannya. Iklan produk televisi

seperti Sony, Sharp, LG dan lain sebagainya sering gunakan rujukan to-koh tokoh seperti

Tarzan, Koboi dan Dinosaurus. Dalam iklan-iklan ter-sebut para tokoh tidak direndahkan

posisinya tetapi justru berkesan hu-mor segar yang memperkuat kesan produk. Karena

ketajaman gambar

produk televisi si Tarzan merasa hidup di alam nyata sehingga ingin ke-luar dari televisi

untuk mengejar si gadis. Di sebuah ruang keluarga

sepasang suami istri sedang asyik berdua, tiba-tiba dari belakang jendela

muncul seekor dinosaurus raksasa yang seolah-olah mau menelan kedua

pasangan tersebut, ternyata dinosaurus tersebut hanyalah film dalam tele-visi. Hal itu

menunjukkan betapa sulit membedakan antara realitas dengan

citra dalam sebuah iklan, sehingga kelebihan itu digunakan oleh produsen

sebuah televisi untuk menunjukkan betapa tajamnya gambar televisi pro-duksinya.

Tokoh-tokoh yang diparodi kebanyakan merupakan tokoh super hero

yang memiliki kelebihan, ataupun super bintang yang sudah banyak dike-nal oleh audien. Salah

satu tokoh super hero dalam film Hollywood yaitu

Rambo juga tidak luput dari permainan para perancang iklan. Sebuah ik-lan obat nyamuk

bakar produk local menampilkan parodi tokoh Rambo

untuk menunjukkan kekuatan/daya tahan produk, maupun warna-warninya produk sehingga

menarik. Kekuatan tokoh Rambo yang tidak

pernah kalah dalam film-filmnya dipakai untuk menandai kekuatan/ keta-hanan obat nyamuk

bakar. Bunyi Rambo diasosiasikan dengan bunyi

Mambo yaitu nama es blok yang warna-warni ubntuk menandai keunikan

warna obat nyamuk bakar yang umumnya berwarna hijau. Selain kedua

penanda tersebut masih ada satu lagi kemiripan bunyi Rambo yang diple-setkan dengan bunyi

dialek bahasa Madura boo aboo. Dengan demikian

dalam iklan obat nyamuk ini terjadi dialog budaya atau intertektualitas

dari berbagai unsur budaya. Yang lucu justru tokoh Rambo ini tidak di-perankan oleh

aktor yang bertubuh kekar tetapi malah diperankan oleh

seorang pelawak yang biasa memerankan tokoh perempuan yaitu Tessy

Srimulat. Parodi dalam iklan itu lebih dekat kepada rasa humor daripada

BAHASA DAN SENI, Tahun 32, Nomor 1, Februari 2004 124

sindirannya.

Tokoh fiksi dan film yang suka menghisap darah manusia, Vampire

atau Dracula tidak luput dari pengamatan para desainer untuk dirujuk se-bagai obyek parodi

untuk iklan televisi. Sebuah iklan televisi produk

lampu pijar dari Eropa yang sudah dikenal lama yaitu Oshram mengguna-kan parodi Dracula

dalam iklannya. Dalam iklan tersebut sang Dracula ti-dak berhasil mendapatkan mangsanya

setelah silau oleh lampu produk

Oshram. Seperti kita ketahui bahwa Dracula selalu takut terhadap cahaya

matahari maupun cahaya lampu pijar, dan ketika ia kepergok cahaya

lampu pijar produk Oshram, ia menjerit sambil lari; Osh!!! Osh-rammmm!!!!!. Lebih unik

lagi bunyi yang diteriakkan oleh Dracula terse-but diimitasi lagi oleh sebuah acara misteri

dari ANTV yang diplesetkan

menjadi; Oh!!! Seramm!!!!!.

Gambar 4. Iklan TV dengan Parodi Drakula

Hariyanto, Fenomena Parodi dalam Iklan 125

Pada kedua contoh di muka kita dapat membedakan bahwa contoh

pertama adalah parodi visual sedangkan yang kedua adalah audio.

Dialog budaya Timur dengan Barat akhir-akhir ini memang sedang ba-nyak diminati oleh

para perancang iklan, salah satu produk perbankan

yaitu kartu kredit Visa juga tidak mau ketinggalan menggunakan parodi

dalam iklan-iklannya. Dalam dua edisi terakhir iklan Visa card meng-gunakan parodi

Timur dan Barat yang merujuk pada film-film laga kungfu

dan detektif James Bond. Pada edisi kungfu adegan terjadi pada sebuah

restoran Barat di mana para kokinya berkebangsaan Eropa, kemudian da-tang seorang

perempuan Asia dengan busana oriental, dan tidak lama ke-mudian terjadi keributan. Dalam

keributan itu sang perempuan menge-luarkan jurus-jurus kungfunya sehingga para koki

bule kalang-kabut dan

makanan serta perabotan berantakan. Untuk mengganti kerusakan perem-puan Asia

melemparkan visa card sebagai pembayaran. Iklan visa card

versi James Bond juga menampilkan adegan yang bersifat dialogis antara

budaya Barat dan Timur. Dalam iklan tersebut James Bond yang meru-pakan tokoh film

detektif Barat sedang melakukan tugas rahasia di

Bangkok hendak menemui seorang perempuan Asia di sebuah hotel.

Untuk segera ketemu dengan perempuan itu, James Bond menumpang

kendaraan khas Bangkok yaitu semacam Bajaj, anehnya kendaraan ini

bisa lari kencang dan bahkan terbang, sehingga segala rintangan bisa

dilalui dan dalam waktu singkat bisa mencapai tempat yang dituju untuk

menemui seorang gadis. Setelah turun dari kendaraan dan bertemu sang

gadis, tiba-tiba kendaraan itu meledak kemudian dengan serta merta

James Bond melemparkan sesuatu kepada sang sopir dengan cepat kilat.

Sang sopir kaget me- ngira James Bond marah dan melemparkan senjata

rahasia, ternyata yang dilemparkan adalah kartu kredit, sambil berkata

Need repair?

SIMPULAN

Dari berbagai contoh iklan televisi tersebut di atas maka kita dapat

simpulkan bahwa kecenderungan gaya iklan televisi sekarang sudah tidak

mengangkat realitas yang ada di dalam masayarakat, tetapi cenderung ke

dalam situasi realitas semu. Topik atau ceritera yang diangkat dari iklan

televisi sudah tidak lagi merujuk pada realitas, tetapi lebih suka mengam-bil referensi yang

berasal dari dunia lain yaitu dunia fiksi. Para pembuat

BAHASA DAN SENI, Tahun 32, Nomor 1, Februari 2004 126

iklan tidak hanya mengambil atau meminjam unsur budaya fiksi saja

tetapi telah menggabungkan dengan unsur budaya lainnya sehingga terjadi

dialog budaya atau sering disebut dengan istilah intertekstualitas. Gejala

semacam itu merupakan ciri-ciri budaya posmodern di mana dalam men-ciptakan produk budaya

seperti iklan televisi dapat dilakukan dengan cara

mengimitasi unsur budaya lain dengan tujuan menyindir (parodi) ataupun

sekedar humor saja (pastiche).

DAFTAR RUJUKAN

Agger, Ben. 1992. Cultural Studies as Critical Theory. London: The Palmer

Press.

Barther, Roland. 1993. An Anthology of Changing Ideas. Massachusetts: Black-wel.

Bungin, Burhan. 2001. Imaji Media Massa Konstruksi dan Makna Realitas Sosial

Iklan Televisi dalam Masyarakat Kapitalistik. Yogyakarta: Jendela.

Baudrillard, Jean. 1983. Simulation. Semiotext (e). New York.

Dunn, Robert. 1993. Pascamodernisme: Populisme, Budaya Massa dan Garda

Depan. Prisma No. 1. Januari 1993.

Featherstone, Mike. 1993. Modern dan Pascamodern: Tafsiran dan Tetapan.

Prisma, No. 1. Januari 1993.

Piliang, Y. Amir. 1994. Tamasya di antara Keping-keping Masa Lalu. Kalam.

Jurnal Kebudayaan. Edisi 2.

Piliang, Y. Amir. 1994. Terkurung di antara Realitas-realitas Semu. Estetika

Hiperrealitas dan Politik Konsumerisme. Ulumul Quran. Jurnal Ilmu dan

Kebudayaan. No. 4 Vol. V.

Piliang, Y. Amir. 1998. Sebuah Dunia yang Dilipat, Realitas Kebudayaan Menje-lang Milenium

Ketiga dan Matinya Posmodernisme. Bandung: Mizan.

Piliang, Y. Amir. 1999. Hiper - Realitas Kebudayaan. Yogyakarta. LKIS.

Strinati, Dominc. 1995. An Introduction to Theories Popular Culture. London:

Routledge.

http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Fenomena-Parodi-dalam-Iklan-Televisi-Indonesia.pdf

STRUKTUR WACANA IKLAN MEDIA CETAK

KAJIAN STUKTUR VAN DJIK

I WAYAN MULYAWAN

Universitas Udayana

Abstrak

Wacana bidang periklanan khususnya iklan komersial media cetak jika

dilihat perkembangannya menunjukkan adanya fenomena kebahasaan

yang luar biasa. Seorang pencipta iklan mampu mengeskploitasi bahasa

sebagai media komunikasi periklanan yang menarik dan persuasif.

Fenomena eksploitasi bahasa, khususnya tanda verbal dan non-verbal

inilah, yang menjadikan wacana periklanan sangat menarik untuk dikaji

dan dianalisis.

Untuk mengetahui pengeksploitasian bahasa dalam sebuah wacana

periklanan, ada tiga struktur pembentuk yang perlu dipahami

sebagaimana dicetuskan oleh Van Dijk, yaitu : superstruktur, struktur

mikro dan struktur makro dari wacana iklan tersebut.

Kajian menunjukkan bahwa pada tatanan superstruktur, iklan lebih

cenderung tampil dengan struktur body copy yang penuh dengan paparan

persuasif; pada struktur mikro, iklan mengesploitasi unsur verbal secara

maksimal dengan mengaplikasikan kaedah gramatikal seperti elipsis,

substitusi dan referensi; sedangkan pada struktur makro, iklan mampu

tampil persuasif melalui khasiat dan janji produk yang secara gamblang

dipapaarkan melalui unsur verbal dan non-verbal.

Abstrak

Discourse of advertisements, especially in printed ads, has shown the

development of an extraordinary language phenomenon. A copywriter is

able to exploit the language to be used as the media of communicative ads,

which is very interesting and persuading. This exploitation of language,

especially the mixture of verbal and non-verbal signs, makes discourse of

ads an interesting subject to explore and analyze.

To study the exploitation of the language in the discourse of ads, there are

three main points to learn as proposed by Van Dijk; They are :

superstructure, micro structure, and macro structure of the ads.

The study shows that, superstructure of an ads should has body copy which

shows persuasiveness; in micro structure, the exploitation of verbal aspect

intensely applied the grammatical roles of ellipsis, substitution and

references; meanwhile in macro structure, an ads could shows remarkable

persuasiveness through verbal and visual aspect.

Kata Kunci : wacana, teks, superstruktur, struktur mikro, struktur

makro.

1. Pendahuluan

Media iklan merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang terkena

imbas kemajuan ilmu dan teknologi. Menurut Susanto (1989: 185-186), pada

awalnya, seorang pedagang keliling yang berteriak-teriak, menyanyi, atau

menggunakan alat yang menghasilkan bunyi-bunyian untuk dapat menarik

perhatian pembeli sudah dapat dikategorikan sebagai sebuah iklan (mengiklankan

barang dagangan secara langsung).

Seorang pedagang sayur keliling menjajakan (mengiklankan) barang

dagangannya dengan berteriak “Sayur Bu. Beli sayurnya Bu. Sayuurrr, sayuurrr.

Sayuurrr-nya Buuu.” Dalam hal ini, iklan ditampilkan hanya dengan bahasa lisan

yang bersifat lugas dan langsung pada target konsumen yang diinginkan.

Tetapi, kini iklan dapat ditampilkan di dalam berbagai media − baik cetak

maupun elektronik − dengan berbagai bentuk dan tampilan yang sangat kreatif,

atraktif dan tentunya persuasif. Leech (1966:59) menyebutkan bahwa secara

umum setiap iklan terdiri atas lima struktur pembentuk yaitu headline,

illustration(s), body copy, signature line (logo), dan standing details. Tampilan

unsur atau struktur pembentuk iklan ini paling dapat terlihat jelas pada iklan

media cetak.

Dalam bidang periklanan, khususnya bahasa iklan, apa yang disebut oleh

para ahli bahasa sebagai ‘langue’ dan ‘parole’, ‘signifier’ dan ‘signified’ serta

‘performance’ dan ‘competance’, tidak berlaku lagi secara penuh. Sebab, bahasa

iklan dewasa ini sebagian besar tidak memiliki hubungan secara linguistik dengan

produk barang atau jasa yang diiklankannya.

Sebut saja sebuah iklan jam tangan Piaget (Bazzar Harper’s, 9/2004).

Dalam iklan ini, jam tangan Piaget diverbalisasi dengan frasa “Piaget, the secret

garden”. Bila dipandang dari segi linguistik, tidak terdapat hubungan sama sekali

antara sebuah taman rahasia (‘secret garden’) dengan sebuah jam tangan (produk

yang diiklankan).

Dalam sebuah iklan di samping eksploitasi bahasa, tampilan unsur non-kebahasaan (non-verbal) juga menunjukkan fenomena yang sama pentingnya.

Antara tanda visual yang digunakan dan produk barang atau jasa yang diiklankan

terkadang tidak memiliki hubungan. Jika demikian, apa sesungguhnya yang ingin

disampaikan oleh pihak produsen melalui penanda verbal dan non-verbal

tersebut?

2. Wacana dan Teks

Fairclough (1992:63) memperlakukan wacana sama halnya dengan

‘language use’, ‘parole’ atau ‘performance’ dalam konsep tradisional. Baginya,

wacana merupakan suatu bentuk praktek sosial, yang pada kenyataannya dapat

berupa ujaran, respon, atau aksi dari masyarakat terhadap lingkungan sosialnya.

Dengan demikian, bentuk nyata atau realisasi dari wacana inilah − ujaran, respon,

atau aksi − lebih lanjut disebutnya sebagai sebuah teks.

Sejalan dengan Fairclough, Syamsuddin (1992:2), berpendapat bahwa

wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara

konteks-konteks yang terdapat di dalam teks. Pembahasan hubungan tersebut

bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antara ujaran yang

membentuk wacana. Syamsuddin juga membedaan antara wacana dan teks.

Baginya teks adalah sebuah untaian kalimat atau ujaran dan wacana merupakan

hubungan kontekstual yang diperlihatkan oleh kalimat dan ujaran dalam teks

tersebut.

Dengan demikian, analisis teks merupakan analisis hubungan antara

struktur pembentuk teks secara tekstual tanpa memperhitungkan aspek

kontekstualnya, sedangkan analisis wacana adalah analisis hubungan antara

struktur pembentuk teks secara tekstual dengan aspek kontekstualnya (lingkungan

sekitarnya / praktek sosial masyarakat).

3. Iklan sebagai Teks dan Wacana

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI:882) mendefinisikan iklan sebagai

(1) berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang

benda dan jasa yang ditawarkan, (2) pemberitahuan kepada khalayak ramai

mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti

surat kabar dan majalah. Dalam The New Encyclopedia Britanica Volume 1

(1984), disebutkan bahwa iklan merupakan sebuah bentuk komunikasi yang

bertujuan untuk mempromosikan penjualan sebuah produk barang atau jasa,

mempengaruhi opini masyarakat, mendapatkan dukungan politik, untuk

menyebarluaskan sesuatu hal, atau untuk mencari informasi sesuai dengan

keinginan si pembuat iklan.

Sejalan dengan dua definisi di atas, Dyer (1982:2), menyebutkan,

“… ‘advertising’ means ‘drawing attention to something’, or notifying or

informing somebody of something” (iklan merupakan alat atau sarana untuk

menarik perhatian seseorang terhadap sesuatu atau menginformasikan sesuatu

kepada seseorang).

Iklan disebut sebagai sebuah teks adalah pada saat iklan dipandang sebagai

sebuah hasil produksi (produk) seorang pencipta iklan. Pada saat ini iklan tidak

lebih dari sebuah bentuk kreasi perpaduan tanda (semiotik) murni terlepas dari

fungsi sosialnya sebagai sebuah media komunikasi dan pemasaran.

Sedangkan iklan disebut sebagai wacana adalah saat iklan dipandang

sebagai sebuah bentuk media komunikasi dan pemasaran produk barang atau jasa.

Pada saat ini iklan tidak lagi dipandang sabagai perpaduan tanda (semiotik)

semata namun juga dipandang sebagai sebuah bentuk komunikasi yang

melibatkan aspek kontekstual di luar unsur tekstual pembentuknya.

4. Struktur Wacana Van Dijk

Melalui berbagai karyanya, Van Dijk (dalam Eriyanto, 2001:227-229;

Sobur, 2001:73-84) mencetuskan kerangka analisis wacana yang terdiri atas tiga

struktur utama yaitu : struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro.

4.1 Struktur Makro

Struktur makro merupakan makna global/umum dari sebuah teks yang

dapat dipahami dengan melihat topik dari sebuah teks. Dengan kata lain, analisis

struktur makro merupakan analisis sebuah teks yang dipadukan dengan kondisi

sosial di sekitarnya untuk memperoleh satu tema sentral. Tema sebuah teks

tidaklah terlihat secara eksplisit di dalam teks, melainkan tercakup di dalam

keseluruhan teks secara satu kesatuan bentuk yang koheren. Jadi, tema sebuah

teks dapat ditemukan dengan cara membaca teks tersebut secara keseluruhan

sebagai sebuah wacana sosial sehingga dapat ditarik satu ide pokok atau topik

atau gagasan yang dikembangkan dalam teks tersebut.

4.2 Superstruktur

Superstruktur merupakan kerangka dasar sebuah teks yang meliputi

susunan atau rangkaian struktur atau elemen sebuah teks dalam membentuk satu

kesatuan bentuk yang koheren. Dengan kata lain, analisis superstruktur

merupakan analisis skema atau alur sebuah teks. Seperti halnya sebuah bangunan,

sebuah teks juga tersusun atas berbagai elemen − seperti pendahuluan, isi dan

penutup − yang harus dirangkai sedemikian rupa, guna membentuk sebuah teks

yang utuh dan menarik.

Dalam sebuah iklan superstruktur merupakan struktur pembentuk iklan

yang meliputi headline, illustration(s), body copy, signature line (logo), dan

standing details.

4.3 Struktur Mikro

Struktur mikro merupakan analisis sebuah teks berdasarkan unsur-unsur

intrinsiknya. Unsur-unsur intrinsik tersebut meliputi :

a. unsur semantik yang dalam hal ini dikategorikan sebagai makna lokal

(local meaning), yakni makna yang muncul dari kata, klausa, kalimat, dan

paragraf, serta hubungan di antara mereka, seperti hubungan antarkata,

hubungan antarklausa, antarkalimat, dan antarparangraf, yang membangun

satu kesatuan makna dalam satu kesatuan teks;

b. unsur sintaksis merupakan salah satu elemen yang membantu pembuat

teks untuk memanipulasi keadaan dengan jalan penekanan secara tematik

pada tatanan kalimat. Manipulasi tersebut dapat berupa pemilihan

penggunaan kata, kata ganti, preposisi, dan konjungsi, serta pemilihan

bentuk-bentuk kalimat seperti kalimat pasif atau aktif;

c. unsur stilistik merupakan unsur style atau ragam tampilan sebuah teks

dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Sebuah teks bisa memilih

berbagai ragam tampilan seperti puisi, drama, atau narasi. Terkait dengan

gaya bahasanya, sebuah teks bisa menampilkan style melalui diksi/pillihan

kata, pilihan kalimat, majas, matra, atau ciri kebahasaan yang lainnya; dan

d. unsur retoris merupakan unsur gaya penekanan sebuah topik dalam sebuah

teks. Gaya penekanan ini berhubungan erat dengan bagaimana pesan

sebuah teks akan disampaikan, yang meliputi gaya hiperbola, repetisi,

aliterasi atau gaya yang lainnya.

5. Analisis Struktur Wacana Iklan Media Cetak

Berikut ini adalah satu contoh aplikasi analisis wacana berdasarkan

struktur pembentuknya sesuai dengan yang dcetuskan oleh Van Dijk. Iklan yang

dipilih adalah iklan media cetak produk shampoo. Produk shampoo yang

diiklankan bernama “Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo”. Pihak pengiklan ingin

mengatakan bahwa produk ini mampu melindungi rambut seluruh keluarga dari

efek buruk sinar matahari. Berikut ini adalah ulasan analisis selengkapnya.

5.1 Analisis Superstruktur

Wacana Iklan Shampoo

Analisis superstruktur sebuah wacana merupakan suatu analisis yang lebih

cenderung berupa indentifikasi struktur pembentuk wacana. Iklan Lifebuoy

shampoo ini terdiri atas empat struktur pembentuk iklan sebagaimana dicetuskan

oleh Leech. Keempat struktur tersebut yaitu headline, illustration, body copy dan

signature line. Pada iklan ini ikon produk shampoo yang diiklankan juga berperan

sebagai latar belakang. Jadi selain sebagai signature line ikon produk shampoo

pada iklan ini juga berperan sebagai latar belakang.

Headline iklan ini adalah ikon dua orang dewasa dan satu orang anak-anak. Ikon orang dewasa tersebut terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang

perempuan. Sedangkan ikon anak-anak adalah satu orang anak perempuan.

Ketiga ikon ini terlihat hanya setengah bagian yaitu dari bagian kepala hingga

dada. Terlihat sinar kuning berkilauan mengeliling rambut mereka.

Pada iklan ini illustration terdiri atas dua bagian. Satu bagian

latarbelakang berupa langit biru yang cerah dengan sedikit awan putih dan satu

bagian lagi berupa ikon produk shampoo yang diiklankan. Latar langit biru berada

paling belakang dan hampir menutupi seluruh halaman iklan kecuali sedikit di

bagian bawah, sedangkan ikon produk shampoo berperan sebagai latar belakang

headline, yang memisahkannya dengan latar belakang langit biru.

Struktur body copy hanya terdiri atas unsur verbal, yang berbunyi :

Perlindungan baru !

Shampoo Hydro –Protein

Lifebuoy tahu, matahari bisa merusak perlindungan

alami rambut. Maka diciptakan shampoo Hydro-Protein

dari Lefebuoy.

Hydro-Proteinnya memberi gizi, menjaga dan

mengembalikan perlindungan alami rambut, membuat

rambut setiap anggota keluarga senantiasa sehat berkilau.

Dengan parfum baru yang tahan lama, rambut jadi

wangi, bebas bau matahari.

Signature line pada iklan ini terdiri atas dua bagian yaitu ikon produk

shampoo yang diiklankan dan slogan produk. Seperti yang telah disampaikan

pada awal analisis di atas, ikon produk shampoo Hydro-Protein ini berperan

sebagai latarbelakang. Ikon produk ini dikategorikan sebagai latarbelakang,

karena tampilannya hanya setengah bagian (dari tutup) dan diperbesar memenuhi

hampir setengah halaman iklan. Sedangkan slogan produk terletak pada bagian

tepi bawah, yaitu “Rasakan Kilau Rambut Sehat”.

5.2 Analisis Struktur Mikro

Analisis struktur mikro adalah analisis struktur wacana secara tekstual.

Analisis tekstual ini meliputi analisis unsur verbal dan unsur non-verbal.

5.2.1 Analisis Unsur Verbal

Pada iklan Lifebuoy shampoo ini, unsur verbal terdapat pada bagian body

copy dan signature line. Signature line iklan ini berupa slogan produk yaitu

“Rasakan Kilau Rambut Sehat”. Sedangkan pada bagian body copy, terdapat

penjelasan tentang produk yang diiklankan.

Secara gramatikal, unsur verbal pada body copy telah mengalami proses

perangkaian dan pelesapan. Kedua proses gramatikal tersebut terdapat pada alenia

pertama, alenia kedua dan alenia ketiga.

Pada alenia pertama, kata “Maka” pada awal kalimat kedua merupakan

perangkaian antara kalimat pertama dan kalimat kedua. Kata ‘maka’ tersebut

memberikan makna sebab akibat diantara kedua kalimat tersebut. Kalimat

pertama “… matahari bisa merusak perlindungan alami rambut.”, merupakan

sebab, dan kalimat kedua “… diciptakan shampoo Hydro-Protein …”, merupakan

akibat.

Unsur verbal pada alenia kedua menunjukkan terjadinya proses pelesapan

dan perangkaian secara bersamaan. Berikut ini adalah proses terjadinya.

1) a. Hydro-Proteinnya memberi gizi pada rambut.

b. Hydro-Proteinnya menjaga perlindungan alami rambut.

c. Hydro-Proteinnya mengembalikan perlindungan alami rambut, …

2) a. Hydro-Proteinnya memberi gizi Ø ,

b. Ø menjaga Ø (dan)

c. Ø mengembalikan perlindungan alami rambut, ...

3) Hydro-Proteinnya memberi gizi, menjaga dan mengembalikan

perlindungan alami rambut, … (terlihat pada iklan)

Kalimat (1.a), (1.b) dan (1.c), merupakan manfaat atau kegunaan Hydro-Protein yang terdapat dalam shampoo. Namun untuk dapat tampil menarik dan

efisien, maka ketiga kalimat tersebut harus dirangkai menjadi satu, seperti pada

kalimat (3). Untuk itu kalimat (1.a), (1.b) dan (1.c) terlebih dahulu mengalami

proses pelesapan, seperti yang ditujukkan pada kalimat (2.a), (2.b) dan (2.c).

Karena memiliki kesetaraan bentuk, maka kata hubung ‘dan’ (pada kalimat (2.b))

dipergunakan untuk merangkai ketiga kalimat tersebut.

Pada tatanan leksikal, iklan Lifebuoy ini menunjukkan adanya proses

pengulangan. Proses ini terjadi pada kata “Lifebuoy”, “Hydro-Protein” dan

“rambut”. Proses pengulangan pada kata ‘Lifebuoy’ dan ‘Hydro-Protein’ terjadi

pada alenia pertama dan kedua. Proses pengulangan pada kedua kata ini dilakukan

sebagai bentuk penegasan akan pentingnya kedua kata tersebut.

Beda halnya dengan kedua kata tersebut (‘Lifebuoy’ dan ‘Hydro-Protein’),

proses pengulangan pada kata ‘rambut’ terjadi pada hampir semua kalimat. Proses

ini terjadi karena produk yang diiklankan (shampoo) memang diperuntukan bagi

‘rambut’.

Sedangkan slogan produk yang berbunyi “Rasakan Kilau Rambut Sehat”

merupakan bentuk abstraksi manfaat yang dapat diperoleh bila menggunakan

produk Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo, seperti yang telah dijelaskan pada

analisis body copy di atas.

5.2.2 Analisis unsur non-verbal

Unsur non-verbal iklan terdapat pada headline dan illustration. Headline

iklan ini adalah ikon dua orang dewasa dan satu orang anak-anak. Ikon orang

dewasa tersebut terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang perempuan.

Sedangkan ikon anak-anak adalah satu orang anak perempuan. Ketiga ikon ini

terlihat hanya setengah bagian yaitu dari bagian kepala hingga dada. Terlihat sinar

kuning berkilauan mengeliling rambut mereka. Berdasarkan penjelasan yang

terdapat pada body copy, “…membuat rambut setiap anggota keluarga senantiasa

sehat berkilau.”, dapat ditarik sebuah simpulan bahwa ketiga ikon gambar tersebut

merupakan simbolisasi sebuah keluarga.

Pada iklan ini illustration terdiri atas dua bagian. Satu bagian

latarbelakang berupa langit biru yang cerah dengan sedikit awan putih dan satu

bagian lagi berupa ikon produk shampoo yang diiklankan. Latar langit biru berada

paling belakang dan hampir menutupi seluruh halaman iklan kecuali sedikit di

bagian bawah., sedangkan ikon produk shampoo berperan sebagai latar belakang

dari ikon keluraga pada headline, yang memisahkannya dengan latar belakang

langit biru.

Penggunaan ikon sebuah keluarga kecil pada headline merupakan sebuah

bentuk representasi dari target konsumen produk Lifebuoy shampoo yaitu baik

untuk semua anggota keluarga. Pemilihan anak perempuan (bukannya laki-laki)

dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada umumnya dalam sebuah keluarga

yang paling mendambakan rambut panjang dan indah adalah ibu dan anak

perempuan. Figur seorang ayah tetap dimunculkan dalam iklan ini karena tanpa

kehadiran seorang ayah belum bisa disebut sebagai sebuah keluarga. Namun bila

hanya hadir seorang anak (perempuan) tetap dapat di sebut sebagai keluarga

dengan seorang putri.

Penempatan ikon produk sebagai latar belakang ikon keluarga (yang

seolah-olah memisahkannya dari latarbelakang langit biru) merupakan sebuah

bentuk representasi perlindungan yang mampu diberikan oleh Lifebuoy shampoo

dalam melindungi keluarga dari pengaruh buruk sinar matahari. Sedangkan

penampilan keluarga yang hanya setengah badan merupakan sebuah penyataan

bahwa Lifebuoy shampoo hanya dipergunakan pada bagian atas tubuh yaitu

rambut.

5.3 Analisis Struktur Makro

Pada tahap analisis struktur makro ini, analisis dibagi menjadi tiga bagian

yaitu analisis makna dan analisis pesan iklan. Analisis dilakukan melalui

pendekatan kontekstual dengan didukung oleh analisis struktur mikro

sebelumnya.

5.3.1 Analisis Makna Iklan

Makna iklan pada wacana iklan Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo ini

difokuskan pada headline dan illustration, yang dipertegas oleh unsur verbal pada

body copy dan signature line merupakan sebuah bentuk penegasan saja. Sesuai

dengan acuan analsis yang ada, analisis dipadukan dengan unsur kontekstual.

Pada headline tampak ikon dua orang dewasa dan satu orang anak-anak.

Di bagian kepala (rambut) mereka tampak sinar berwarna kuning kemilauan.

Berdasarkan penjelasan yang terdapat pada body copy, khususnya kalimat ketiga

“… membuat rambut setiap anggota keluarga …”, dapat disimpulkan bahwa

gambar ikonik tersebut merupakan simbolisasi sebuah keluarga.

Sinar kuning kemilauan yang tampak melindungi rambut mereka,

merupakan sebuah representsai simbolis dari kilauan perlindungan yang diperoleh

oleh rambut karena pemakaian Lifebuoy Hydro-Protein Sahampoo. Hal ini juga

dipertegas pada body copy kalimat ketiga “Hydro-Proteinnya memberi gizi,

menjaga dan mengembalikan perlindungan alami rambut, membuat rambut setiap

anggota keluarga senatiasa sehat berkilau”.

Sedangkan latar belakang yang berupa ikon langit cerah dengan sedikit

awan putih merupakan bentuk simbolisasi dari sebuah kondisi cuaca cerah yang

sekaligus menginsyaratkan bahwa matahari sedang bersinar dengan teriknya,

dimana teriknya sinar matahari dapat merusak kesehatan rambut. Namuin pada

latar tersebut ikon matahari tidak tampak, sebaliknya, yang tampak adalah ikon

produk Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo. Ikon produk ini terletak tepat

dibelakang headline, yang memisahkannya dengan latar langit yang sedang

cerahnya.

Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, produk shampoo

ini mampu melindungi setiap anggota keluarga dari efek buruk sinar matahari.

Simpulan ini dibuat dengan asumsi bahwa matahari yang seharusnya tampak pada

latar belakang telah terhalang oleh ikon produk shampoo tersebut. Dengan kata

lain, ikon matahari dengan sinar yang terik terletak tepat di belakang ikon produk

shampoo yang merupakan simbolisasi perlindungan bagi rambut setiap anggota

keluarga dari pengaruh buruk sinarnya.

5.3.2 Analisis Pesan Iklan

Sebagaimana telah diketahui bersama, analisis pesan wacana sebuah iklan

merupakan analisis iklan seutuhnya atau secara satu kesatuan. Jadi dalam hal ini,

analisis tidak difokuskan berdasarkan strukturnya.

Iklan Lifebuoy shampoo ini ingin menunjukkan bahwa betapa Lifebuoy

sangat menyayangi mahkota (rambut) kita. Sebagai bukti cintanya kepada para

konsumen, Lifebuoy menciptakan Lifebuoy Hydro-Protein Shampoo yang mampu

melindungi rambut seluruh anggota keluarga dari pengaruh buruk sinar matahari.

Lifebuoy yakin bahwa Hydro-Protein mampu memberi gizi, menjaga dan

mengembalikan perlindungan alami rambut, sehinga rambut pun tetap sehat

berkilau walau terkena sinar matahari.

6. Simpulan

Berdasarkan keseluruhan uraian analisis di atas, dapat ditarik dua poin

sebagai simpulan analisis yaitu : (1) Secara gramatikal setiap iklan

mengoptimalkan pengeploitasian semua kaidah gramatikal yang ada, seperti

referensi, substitusi, ellipsis, dan perangkaian. Kaidah gramatikal tersebut mampu

secara persuasif menarik perhatian para konsumen agar mau membaca isi sebuah

iklan secara menyeluruh. Pada tatanan leksikal, proses pengulangan sangat sering

terjadi, sebab dengan cara ini para produsen dapat melakukan penegasan akan

pentingnya sesuatu dan sekaligus senantiasa mengingatkan konsumen terhadap

entitas yang diulang tersebut (seperti : nama produk dan kegunaan); (2) Makna

dan pesan sebuah iklan menunjukkan niat terselubung dari iklan tersebut, yaitu

dengan munculnya berbagai bentuk-bentuk persuasif agar produk tersebut dibeli

oleh konsumen. Dalam iklan ini, makna dan pesan yang ingin disampaikan adalah

kehebatan Lifebuoy shampoo dalam melindungi rambut keluarga dari efek buruk

sinar matahari.

7. Daftar Pustaka

Dyer. Gillian. 1982. Advertising as Communication. London and New York:

Routledge.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:

Pecetakan LkiS.

Fairclough, Norman. 1989. Language and Power. London and New York:

Longman.

KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). 1988. Jakarta: Balai Pustaka

Leech, Geoffrey N. 1966. English in Advertising: A Linguistic Study of

Advertising in Great Britain. London and New York: Longman.

Samsuri. 1987/1988. Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang.

Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sumarlam. 2003. Teori dan Praktek Analisis Wacana. Karanganyar, Solo: Pustaka

Cakra Surakarta.

Sumarlam, Adhani, dkk. 2004. Analisis Wacana. Bandung: Pakar Raya (Pakarnya

Pustaka).

Syamsuddin, A.R. 1992. Studi Wacana: Teori Analisis Pengajaran. Bandung:

Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni FPBS IKIP Bandung.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/4%20i%20wyn%20mulyawan%20edited-revision.pdf

Abstrak

Bahasa merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia

atau masyarakat. Para sastrawan menemukan jati dirinya lewat bahasa. Para hakim, jaksa,

pengacara, dosen, wartawan, penulis, penyiar radio, televisi, dan perancang iklan memperoleh

nafkahnya dari kemahiran berbahasa. Bahasa dipakai di tempat kerja, di kantor, bengkel, toko,

atau di mal-mal. Berdebat di ruang pengadilan, belajar di bangku kuliah, mengisi teka-teki silang

di kamar penjara, membeli tahu-tempe di pasar, semuanya berjalan dengan perantaraan bahasa.

Itu sebabnya Ariel Heryanto mengibaratkan, kecuali tidur dan mengunyah makanan, hidup ini

tidak pernah lepas dari bahasa (dalam Sobur,2004: 271). Dalam pengertian yang popular bahasa

adalah percakapan. Sementara dalam wacana linguistik bahasa diartikan sebagai sistem simbol

bunyi yang bermakna dan berartikulasi(dihasilkan oleh alat ucap), yang bersifat arbitrer dan

konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk

melahirkan perasaan dan pikiran (Wibowo, 2001: 3). Bahasa dalam arti luas, ditafsirkan sebagai

suatu penukaran komunikasi tanda-tanda dan ini berlaku baik bagi bahasa menurut arti sempit

yaitu bahasa kata, baik disampaikan secara lisan atau tulisan, maupun mengenai semua tanda

lainnya. (Sobur 2002: 275).

Universitas Sumatera Utara

1

MEMBIDIK PASAR IBU DI INDONESIA :

SEBUAH KAJIAN EFEKTIVITAS PEMILIHAN MEDIA BERIKLAN

“Women and men are as different shop-ologically as they are biologically.”

- Faith Popcorn -

(Penulis EVEolution : The Eight Truths of Marketing to Women)

Thomas S. Kaihatu

Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, Surabaya

Leonid Julivan Rumambi

Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, Surabaya

e-mail : [email protected]

S. Pantja Djati

Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, Surabaya

Abstrak

Konsumen wanita merupakan konsumen yang dalam beberapa dekade terakhir ini

mulai diperhitungkan oleh pemasar sebagai pasar sasaran untuk beriklan. Wanita

dianggap sebagai pasar yang memerlukan cara pendekatan tersendiri dan memiliki

tuntutan lebih untuk dapat diyakinkan. Wanita khususnya ibu rumah tangga dan ibu

bekerja selain mengendalikan anggaran belanja keluarga ternyata juga membawa

pengaruh pada lingkungan sekitarnya, khususnya keluarga dari masing-masing suami dan

istri, keluarga dekat, maupun keluarga di sekitarnya. Wanita dalam hal ini memberikan

pengaruh yang sangat besar dalam membentuk keputusan pihak keluarganya maupun di

luar keluarga.

Bagaimana memahami kebiasaan dari wanita khususnya ibu rumah tangga dan

ibu bekerja dalam menggunakan media merupakan satu kajian penting yang dapat

dilakukan untuk dapat mempelajari media yang cukup efektif dalam menjangkau segmen

ini. Perusahaan yang mengerti akan wanita, memahami cara berkomunikasi dengan

wanita dan mengetahui media yang berpengaruh pada wanita adalah perusahaan yang

2

sesungguhnya memilih wanita sebagai pasar sasarannya. Berdasarkan kajian ini dapat

diketahui bahwa televisi merupakan media dengan pengaruh terbesar bagi wanita

dibandingkan media cetak dan radio. Selain itu juga dapat diketahui metode beriklan

yang efektif bagi wanita, serta cara pendekatan melalui eksekusi iklan tertentu yang

disukai oleh wanita, khususnya bagi ibu rumah tangga dan ibu bekerja. Hasil kajian ini

bermanfaat bagi perusahaan yang secara khusus memilih wanita sebagai pasar utama

untuk memaksimalkan upaya pendekatan dan komunikasi melalui media kepada segmen

yang dimaksudkan.

Kata kunci : industri periklanan, strategi media, perencanaan media, efektivitas media

beriklan, iklan untuk wanita

Abstract

Woman represents consumer which in the last decade start to be reckoned by

marketer as suitable target audience for advertising. Woman considered to be a market

that needs a different way of approach and harder to be conviced. Besides controlling

family budget, woman, especially mother and working housewife, also brings influence at

vicinity environment such as family of each wife and husband, close relative and family

living closed to her. In other words, woman gave influence in the decision making in the

family, her relatives and friends.

How to comprehend woman’s habit in using media, especially mother’s and

working housewife’s, represents an important study to be conducted to learn about which

one is effective enough to reach the segment. Company who understands woman,

comprehends the way of communicate to them and knows their media habits is truly a

company who understand woman as its target market. The purpose of this study reveals

that television is giving the biggest influence to woman compared to printed media and

radio. We also found the most suitable advertising methods used to woman and the best

way to approach woman through certain advertisement. The result of this study will give

benefit to company which choose woman as their target market, in order to maximize

their approach & communication effort through the media.

3

Keywords : Advertising industry, media strategy, media planning, media effective-

ness on advertising, advertising to women

PENDAHULUAN

Iklan adalah suatu wacana yang memberikan efek kepercayaan bagi pelanggan

khususnya untuk produk-produk yang masih baru ataupun produk-produk yang

memerlukan kepercayaan serta kredibilitas tinggi untuk diyakini oleh konsumen akan

kualitas dan kinerja produknya. Iklan yang biasanya dianggap sebagai ujung tombak

dianggap sebagai aktivitas yang menghambur-hamburkan uang apabila tidak menuai

hasil yang positif. Biaya iklan yang dikeluarkan perusahaan juga semakin besar namun

seiring dengan itu apabila iklan tersebut efektif dan tepat sasaran, maka angka penjualan

juga akan meningkat bersama dengan biaya beriklan, dalam hal ini keuntungan juga

meningkat.

Namun periklanan kini menghadapi beberapa kendala yang berkaitan langsung

dengan audience, yaitu apabila audience sekaligus konsumen berpersepsi negatif atau

positif terhadap iklan tentunya memiliki suatu efek tertentu bagi masa depan iklan

nantinya. Ada kalanya masyarakat tidak menikmati posisi pada saat mereka menjadi

objek dari ratusan iklan yang ditujukan secara langsung kepada mereka sehingga

merespon negatif, memasang jarak atau bahkan antipati terhadap iklan. Bentuk yang

digambarkan tersebut bisa jadi seperti pada saat menonton televisi atau mendengarkan

radio langsung mengganti acara lain pada saat ada iklan. Salah satu tujuan perusahaan

untuk beriklan adalah untuk mencari pelanggan baru yang potensial serta mengingatkan

pelanggan akan produk yang dimiliki perusahaan. Hal ini akan menghalangi langkah

perusahaan untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan calon konsumen maupun

konsumen yang selama ini mengkonsumsi produk perusahaan.

Ada kalanya konsumen mengganggap bahwa iklan adalah sarana untuk memberi

informasi dan beberapa diantara mereka tidak begitu merasakan negatif atau positif

akibat menerima iklan melalui media-media yang ada, mereka dapat bersikap netral.

Konsumen ini terbuka terhadap informasi dan beberapa diantaranya justru mulai

menikmati keberadaan iklan sebagai pemberi informasi. Wujud dari iklan yang dikemas

4

menarik sebenarnya akan membantu konsumen-konsumen jenis ini untuk tetap bersedia

mengkonsumsi informasi yang didapatkan dari iklan.

Setiap media memiliki karakteristik yang unik. Nilai keseluruhan dari suatu media

periklanan tergantung pada kebutuhan khusus pengiklan di dalam situasi tertentu dan

keseluruhan anggaran yang ada untuk mengiklankan suatu merek. Tidak ada media

periklanan yang selalu menjadi yang terbaik. Nilai suatu media tergantung pada keadaan

yang dihadapi suatu merek pada waktu tertentu serta tujuan periklanannya, termasuk juga

pasar sasaran kepada siapa tujuan ini diarahkan dan anggaran yang ada. Media apa yang

terbaik seluruhnya tergantung pada tujuan pengiklan, kebutuhan kreatif, tantangan

persaingan, dan ketersediaan anggaran. Media terbaik atau kombinasi media ditentukan

bukan dengan menghitung manfaat dan keterbatasan tetapi dengan melakukan

pemeriksaan yang teliti dari kebutuhan-kebutuhan, dan merek yang diiklankan serta

sumber-sumber dayanya. (Shimp, 2004)

Bisnis periklanan merupakan bisnis yang seolah tidak pernah berhenti berputar &

prospektif, pada tahun 2002 tercatat angka belanja iklan Indonesia sebesar Rp. 13,298

triliun, meningkat lagi menjadi 17,659 triliun pada tahun 2003 dan sampai dengan akhir

tahun 2004 diperkirakan akan menembus angka 22 triliun (http://www.swa.co.id/primer/

pemasaran/advertising/details.php?cid=1&id=1706). Dengan angka pertumbuhan rata-rata per tahun 20 – 30 %, bisnis ini selalu mengundang pemain-pemain baru untuk

meramaikan persaingan dalam dunia periklanan Indonesia. Berdasarkan data website

PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) tentang penggunaan belanja iklan

pada media-media di Indonesia tahun 1996 – 2003 dapat dilihat bahwa memang alokasi

terbesar dana beriklan adalah pada media televisi, kedua pada koran, dan ketiga pada

radio. Alokasi belanja iklan untuk media televisi per tahunnya berada di atas 53 % - 61 %

dari total, masih menjadi primadona dibandingkan media-media lain dan selalu diikuti

media koran diantara 25 – 29 % dari total, dan radio antara 3.3 – 6.5 %.

Melalui pembahasan ini akan dikaji lebih lanjut untuk mengetahui sikap

konsumen terhadap iklan dan media beriklan. Secara lebih spesifik pembahasan ini akan

lebih diarahkan pada karakteristik konsumen wanita yaitu ibu rumah tangga dan ibu

bekerja yang merupakan konsumen yang cukup potensial di dunia serta khususnya di

Indonesia. Dalam konteks pemasaran, kenyataan bahwa wanita merupakan pasar yang

5

sangat potensial memang perlu dianggap serius. Begitu banyak produk-produk dari

berbagai merek yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan wanita dari ujung kaki hingga

ujung rambut. Produk-produk yang ditujukan dalam bidang ritel, perawatan tubuh dan

produk kebutuhan rumah tangga sangat memahami bahwa wanita adalah pasar utama

bagi perusahaan. Apalagi peran wanita yang selama ini diibaratkan sebagai Menteri

Keuangan atas sebuah rumah tangga yang punya kendali besar atas keputusan pembelian.

Tom Peters seorang penulis buku The Circle of Innovation bahkan berkata

”Sungguh menggelikan, jarang sekali perusahaan yang mengambil keuntungan dari

kaum wanita. Suatu kesalahan yang amat sangat merugikan”. Peters juga mengatakan

sehubungan dengan pendapatnya tersebut bahwa ”hari esok milik kaum wanita”. Sejak

dekade tahun 1980 an terdapat kesempatan terbuka untuk wanita supaya mendapatkan

pendidikan yang tinggi, berkarier, dan mendapat posisi tinggi pada lapangan pekerjaan

kaum wanita. Seiring dengan perkembangan zaman, kekuatan wanita semakin dominan

sekaligus berpeluang untuk menggeser supremasi kaum pria pada dekade-dekade

mendatang. (Kartajaya, 2005)

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan teori yang dipakai dalam kajian ini adalah konsep perencanaan media, strategi

media dan karakteristik media periklanan.

Konsep Perencanaan Media

Kategori dan sarana media dipilih dengan tujuan membangun ekuitas jangka

panjang suatu merek. Memilih media dan sarana, dalam berbagai kaitan merupakan yang

paling sulit dari semua keputusan komunikasi pemasran karena banyaknya keputusan

yang harus dibuat. Selain menentukan kategori media juga harus memilih sarana khusus

dalam setiap media dan memutuskan bagaimana mengalokasikan anggaran yang ada

diantara berbagai alternatif media dan sarana. Keputusan lainnya meliputi penentuan

kapan akan memasang iklan, memilih lokasi geografis tertentu, dan memutuskan

bagaimana mendistribusikan anggaran secara berkelanjutan. (Shimp, 2004 : 4 – 5)

6

GAMBAR 1.

Proses Perencanaan Media

Sumber : Shimp, 2004

Perencanaan media meliputi proses penyusunan rencana penjadwalan yang

menunjukkan bagaimana waktu dan ruang periklanan akan mencapai tujuan pemasaran.

Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1, perencanaan media meliputi koordinasi dari

tiga tingkat perumusan strategi yaitu strategi pemasaran, strategi periklanan dan strategi

media. Strategi pemasaran menyeluruh (terdiri dari identifikasi pasar sasaran dan seleksi

bauran pemasaran) memberi tekanan dan arah pilihan pemasangan iklan serta strategi

media. Strategi periklanan yang meliputi tujuan periklanan, anggaran dan pesan,

sedangkan strategi media secara alamiah biasanya lebih luas dari keseluruhan strategi

pemasaran. (Shimp, 2004)

Konsep Strategi Media

Strategi media perlu dikembangkan dari strategi yang lebih umum. Keputusan

strategi periklanan secara serempak menentukan kendala-kendala yang dihadapi strategi

media dan mengarahkannya pada pemilihan media. Strategi media sendiri terdiri atas

empat kegiatan yang saling berkaitan (lihat gambar 1). Memiliih audiens sasaran

merupakan syarat pertama yang harus dipenuhi agar strategi media berhasil. Kegagalan

untuk megidentifikasi audiens dengan cepat dapat menyebabkan hilangnya exposure,

yaitu beberapa orang yang bukan calon pembeli dihadapkan pada iklan-iklan, sementara

pembeli potensial tidak.

7

Empat faktor utama yang digunakan untuk mensegmentasi audiens sasaran adalah

geografis, demografis, behavioral dan psikografis / gaya hidup. Informasi tentang

pemakaian produk bila ada umumnya menyediakan dasar yang paling berarti untuk

mensegmentasi audiens sasaran. Pertimbangan geografis, demografis, behavior dan

psikografis secara khusus dapat digabungnkan untuk tujuan mendefinisikan audiens

sasaran. Suatu audiens sasaran didefinisikan dalam batas yang spesifik yang mempunyai

implikasi jelas untuk pesan dan strategi media. Aspek kedua dari strategi media adalah

menentukan tujuan khusus. Lima tujuan yang merupakan dasar perencanaan media

adalah jangkauan, frekuensi, bobot, kontinuitas dan biaya.

Meskipun dalam praktik periklanan sesungguhnya isu-isu ini disampaikan

bersama (bukan secara independen), namun bagian-bagian berikutnya akan

memperlakukan masing-masing tujuan media sebagai masalah yang terpisah. Prosentase

audiens sasaran yang diekspose sekurang-kurangnya satu kali dengan pesan iklan selama

jangka waktu tertentu (biasanya empat minggu) disebut jangkauan (reach). Ada beberapa

faktor yang menentukan jangkauan kampanye pemasangan iklan. Secara umum, jika

suatu jadwal media menggunakan media ganda dan bukan media tunggal, maka lebih

banyak orang akan dijangkau. Pada umumnya, semakin banyak media yang digunakan,

semakin besar kesempatan suatu pesan iklan sampai kepada orang-orang yang perilaku

medianya berbeda. Faktor kedua yang mempengaruhi jangkauan adalah jumlah dan

keragaman sarana media yang digunakan. Ketiga, jangkauan dapat ditingkatkan dengan

membeda-bedakan bagian-bagian hari yang digunakan dapat ditingkatkan dengan

membeda-bedakan bagian-bagian hari yang digunakan untuk mengiklankan suatu merek.

Misalnya, periklanan televisi jaringan selama waktu senggang akan menjangkau pembeli

mobil yang lebih potensial daripada mengiklankan secara eksklusif selama penayangan

prime time / di waktu utama.

Jumlah waktu secara rata-rata dalam periode empat minggu dimana para anggota

audiens sasaran diekspos kepada sarana media (melihat, membaca atau mendengar) yang

termasuk dalam jadwal media tertentu disebut sebagai frekuensi rata-rata (atau biasa

disebut frekuensi). Ketika membahas statistik jangkauan para praktisi periklanan tidak

menggunakan prosentase dan hanya mengacu pada angka. Tujuan ketiga dari perumusan

8

rencana media adalah menentukan berapa bobot periklanan yang dibutuhkan untuk

mencapai tujuan periklanan. (Shimp, 2004)

Konsep Karakteristik Media Periklanan

Pada setiap lingkungan dimana pesan-pesan dapat dicetak, dinyanyikan,

dibunyikan atau diumumkan dengan berbagai cara lain merupakan medium periklanan

potensial. Iklan di dinding restoran, t-shirt, bus & halte bus, pada troli belanjaan, lantai-lantai toko, mobil, perahu balap, perlengkapan pemain golf, pemain tenis dan atlet-atlet

lainnya, bioskop, program televisi, hanya merupakan tempat dimana iklan dipasang.

Media dengan “kegunaan khusus” tersebut, tentu saja tidak terlalu berhubungan dengan

media periklanan tradisional yaitu televisi, radio, surat kabar, majalah dan iklan outdoor

pada papan reklame. Kelima media ini dikenal sebagai media utama dimana sebagian

besar pengeluaran periklanan dibelanjakan untuk kelima media ini.

Setiap media dan sarana memiliki sifat / karakteristik dan kelebihan-kelebihan

yang unik. Para pengiklan berusaha untuk memilih media dan sarana yang

karakteristiknya cocok dengan merek yang diiklankan untuk mencapai khalayak

sasarannya dan menyampaikan pesan yang dimaksud. Televisi merupakan media yang

sangat kuat kaitannya dengan hiburan dan nilai kesenangan serta kemampuannya untuk

mempengaruhi penonton. Majalah lebih berkaitan dengan keindahan, keluwesan, gengsi

dan tradisi. Surat kabar menawarkan kelayakan berita dan harga yang murah. Radio

sangat bersifat personal, membiarkan imajinasi pendengar memainkan perannya,

sementara periklanan di luar rumah (out of home) atau luar ruang (outdoor) sangat cocok

untuk paket identifikasi produk. (Shimp, 2004)

PEMBAHASAN

Dalam artikel berjudul “The Death of Male : The World in 2012”, yang dimuat

majalah mingguan Newsweek, seorang jurnalis bernama Alan Zarembo mengungkap

banyak fakta dan tren yang terjadi antara persaingan gender wanita & pria di lapangan

kerja dan juga dampaknya terhadap ekonomi. Dominasi kaum pria saat ini telah digusur

oleh kaum wanita (Kartajaya et al, 2005 : 4 – 5). Pendapat lain dari Faith Popcorn yang

adalah pakar pemasaran kepada wanita mengatakan bahwa wanita bukan hanya potensial

9

dijadikan pasar sasaran, tapi juga tiga kali lebih baik dibanding laki-laki dalam

merekomendasikan sebuah produk. Perusahaan konsultan Interbrand juga menemukan

fakta bahwa wanita dapat memberikan pengaruh sampai 80 – 85 % dari semua pembelian

konsumen (Majalah CAKRAM edisi Oktober 2005 : 20).

Dalam perspektif kapitalisme, wanita menjadi salah satu kelompok masyarakat di

muka bumi ini yang berpotensi untuk membangkitkan kapitalisme global. Keberadaanya

baik secara kuantitas maupun kualitas juga mengalami kemajuan yang cukup berarti,

meskipun di beberapa sudut dunia keberadaannya masih dijadikan warga kelas dua.

Wanita relatif memiliki karakter kuat dalam pola konsumsi terhadap produk-produk

kapitalisme itu sendiri. Aneka barang yang diperuntukkan bagi kaum wanita pun

diproduksi secara massal. Promosi gencar ditawarkan di berbagai media yang ada, mulai

dengan cara tradisional hingga dengan gaya promosi modern lewat internet. (Majalah

CAKRAM edisi September 2004 : 9). Menurut survei global, 70 % ibu rumah tangga

beranggapan bahwa perusahaan tidak melakukan komunikasi dan interaksi yang baik

dengan kaum ibu. Seorang ibu selain mengendalikan pembelian anak-anak dan suaminya

juga memicu domino effect bagi keluarga lain mulai dari keluarga suami, tante, sepupu,

termasuk keluarga tetangga (Kartajaya et al, 2005 : XIV).

Survei yang dilakukan oleh MarkPlus&Co di 14 kota besar di Indonesia dengan

jumlah responden 2.200 rumah tangga menunjukkan hasil yang sangat menarik. Ibu

ternyata menjadi pengambil keputusan dominan untuk pembelian beragam produk mulai

dari peralatan dapur, pakaian anak, obat bebas, sekolah anak, hingga liburan keluarga.

Bersama-sama dengan suami, ibu juga menjadi pengambil keputusan yang penting untuk

produk-produk, mulai dari rumah, perabot, asuransi, bank untuk menabung, hingga

perlengkapan rumah tangga seperti lemari es dan kompor. Saat melakukan pengeluaran

untuk rumah tangga, para ibu, juga ternyata melakukan pengeluaran untuk beragam

keperluan rumah tangga yang lain. Itu sebabnya tak salah kalau dikatakan bahwa kaum

ibu memang sangat kuat sebagai pengambil keputusan keluarga.

Nielsen Media Research (NMR) antara Juni – September 2003 pernah melakukan

survei tentang wanita, yaitu dengan metode wawancara langsung tatap muka dengan total

responden 13.300 di sepuluh kota besar di Indonesia (Jakarta, Botabek, Bandung,

Surabaya, Gerbangkertasusila, Semarang, Medan, Makassar, Yogyakarta, Palembang &

10

Denpasar. Salah satu hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas wanita adalah ibu

rumah tangga, secara rinci mengatakan bahwa 44.5 % adalah ibu rumah tangga, 20.5 %

karyawati, 11.5 % manajer, 10.9 % pengusaha, lainnya 10.2 % serta mahasiswi 2.4 %.

Berdasarkan hasil riset dari NMR tahun 2003, wanita untuk SES A1 dengan penghasilan

Rp. 2,25 juta ke atas terdapat 84 % wanita menjadi pengambil keputusan pembelian

barang. Berikutnya SES B dengan penghasilan Rp. 1,25 juta – 1,75 juta sebesar 85 %

pembelian barang ditentukan oleh wanita. Demikian pula SES C, D dan E wanita juga

dominan dalam keputusan pembelian barang yaitu 87 %, 85 % dan 81 %. Melihat data

ini, tidaklah mengherankan kalau Rachel Bowlby yang adalah seorang ahli psikoanalis

wanita berkata bahwa shopping dan konsumerisme adalah sejarah kaum wanita.

Konsumen wanita memang memiliki peranan yang sangat strategis. Wanitalah yang

menentukan barang atau jasa mana yang dikonsumsi dengan alasan-alasan yang masuk

akal. Konsekuensinya, berbagai macam produk yang khusus ditujukan untuk wanita, baik

remaja, dewasa maupun orang tua mulai dari kosmetik, pakaian, dll sangat banyak di

pasaran. (Majalah CAKRAM edisi Mei 2004 : 9)

GRAFIK 2.

Konsumsi Media Pada Pria & Wanita Indonesia

Sumber : Nielsen Media Research, 2003 (diolah)

Dalam mengkonsumsi media, berdasarkan hasil riset dari NMR pada grafik 2 juga

menunjukkan kecenderungan yang hampir persis sama dengan hasil riset dari

MarkPlus&Co pada grafik 5 dan 6, yaitu sebagian besar wanita mengkonsumsi media

televisi sebagai media utama (hasil dari NMR adalah 37,02 % dari responden), Radio

43.14%

20.59%

10.78%

9.80%

8.33%

4.90%

2.94%

37.02%

19.57%

16.60%

8.51%

7.66%

5.96%

4.68%

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00% 40.00% 45.00% 50.00%

Nonton TV

Mendengarkan RADIO

M e m b aca SURA T KA BAR

Mem baca MAJALAH

Mem baca TABLOID

Nonton di BIOSKOP

Internet 12 bulan terakhir

PRIA WANITA

11

pada urutan kedua sebesar 19,57 % dan sisanya adalah media cetak (surat kabar, majalah,

tabloid), bioskop dan internet.

Barletta dalam bukunya yang terkenal MARKETING TO WOMEN secara garis

besar melakukan pembahasan tentang fenomena-fenomena ini secara global berdasarkan

riset yang telah dilakukannya tentang pentingnya memandang wanita sebagai potensi

pasar yang sangat menguntungkan. Sebagai pembanding dari data-data penelitian yang

pernah diungkapkan Barletta untuk pemasaran bagi wanita tersebut, MarkPlus&Co juga

mengadakan riset yang hampir sama untuk mengetahui prosentase pembelian produk

yang dipengaruhi oleh wanita / ibu rumah tangga di Indonesia.

Berdasarkan data pada tabel 2 yang menunjukkan hasil riset MarkPlus&Co

terlihat bahwa mayoritas ibu rumah tangga secara total paling menyukai “iklan yang

lucu” dengan prosentase total 33 %, kemudian diikuti dengan kategori “pesan yang

mudah dimengerti” dengan prosentase sebesar 8,9 % sebagai urutan kategori kedua yang

disukai, urutan ketiga adalah “ada anak-anak lucu yang terlibat” dengan prosentase

total 8,7% dan pada urutan keempat adalah “bintang iklannya terkenal” dengan

prosentase total 8,5 %. Dibandingkan dengan 9 unsur lain dari total 13 unsur, keempat

unsur ini mendapatkan perolehan poin prosentase tertinggi dan mewakili 59,1 % dari

total prosentase 13 unsur iklan yang menarik bagi ibu rumah tangga. Bagi pengiklan,

apabila ingin membuat iklan yang kemungkinan besar disukai oleh kaum ibu, maka akan

lebih mudah bila menerapkan keempat unsur yang menjadi favorit tersebut.

Preferensi pembelian / konsumsi ibu rumah tangga di Indonesia berdasarkan hasil

riset dari MarkPlus&Co telah memberikan insight yang berharga. Salah satu temuan yang

menarik adalah mengenai waktu dan frekuensi kaum ibu dalam membeli kebutuhan

rumah tangga, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang ternyata dibeli kaum ibu

secara harian. Untuk produk-produk seperti minyak goreng, pasta gigi, sabun cuci dan

sabun mandi umumnya dibeli kaum ibu secara mingguan. Sementara itu, beras dan

kosmetik umumnya dibeli secara bulanan. (Kartajaya et al, 2005 : 31)

TABEL 2.

12

Iklan yang Menarik Menurut Ibu Rumah Tangga ( % )

Bekerja Tidak Bekerja Total

1 Iklan yang lucu 24.5 35 33

2 Pesan iklan mudah dimengerti 6.3 9.5 8.9

3 Ada anak-anak lucu yang terlibat 9.2 8.6 8.7

4 Bintang iklannya terkenal 8.7 8.5 8.5

5 Iklannya bersifat mendidik 5 4.8 4.9

6 Memperlihatkan keluarga harmonis 6.1 3.7 4.2

7 Tidak berlebihan & tidak dibuat-buat 3.4 4 3.9

8 Mengandung alur cerita 2.9 2.8 2.8

9 Tidak vulgar & sopan 2.6 2.7 2.7

10 Memperlihatkan keindahan alam 3.2 2.6 2.7

11 Iklannya relevan dengan produknya 1.8 2.5 2.4

12 Tentang masalah kesehatan 2.1 2.2 2.2

13 Memperlihatkan kecantikan 1.3 2.3 2.2

Sumber : Kartajaya et al, 2005

Selain itu, dengan mengadakan pembandingan antara ibu rumah tangga dan ibu

bekerja maka dapat terlihat bagaimana upaya masing-masing dalam menghabiskan

waktunya seperti dapat dilihat pada tabel 3. Perbedaan yang besar tentunya terlihat bahwa

ibu rumah tangga cenderung menghabiskan waktunya paling banyak di rumah (40 % dari

waktu total atau ekuivalen dengan 83 jam per minggu), sedangkan ibu bekerja memiliki

waktu terbesar saat berada di tempat kerja (24 % dari waktu total atau ekuivalen 49 jam

56 menit minggu) dan di rumah (22 % dari waktu total atau ekuivalen dengan 43 jam 52

menit per minggu). Waktu kaum ibu saat berada di rumah adalah saat-saat dimana media

berupaya untuk melakukan pendekatan melalui pola konsumsi media masing-masing.

Apabila kaum ibu tersebut sangat menikmati waktu senggang untuk di rumah sambil

menonton televisi, membaca koran / media cetak maupun mendengarkan radio, maka

saat-saat kaum ibu berada di rumah adalah waktu konsumsi media terbesar yang ada dan

dapat dimanfaatkan untuk beriklan.

Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah waktu berkumpul dan

sosialisasi kaum ibu tersebut, dimana pada waktu yang dimiliki kurang lebih 10 – 11 jam

per minggu (5 % dari waktu total) dapat menjadi waktu yang cukup penting dalam kaum

ibu memberi pengaruh kepada lingkungannya / keluarga sekitarnya. Bagaimanapun yang

berperan disini adalah “word of mom” dan itu dijamin lebih kuat pengaruhnya dari

13

sekedar “word of mouth”, khususnya bagi sesama wanita. Konsep ”women talks”

memastikan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan keseharian masing-masing

kaum ibu, termasuk tips-tips rumah tangga dan hal-hal yang berkaitan dengan berbelanja,

rekomendasi produk-produk tertentu adalah satu topik yang cukup hangat untuk

dibicarakan bersama selain isu-isu hangat seputar gosip selebritis dan maupun teman-teman di lingkungan sendiri.

Waktu sosialisasi ini adalah waktu penting kedua yang merupakan waktu yang

penting dalam ”meneruskan” konsumsi media. Maksudnya adalah apabila kaum ibu

mengkonsumsi suatu produk dan merasakan hasil / manfaat sesudah pemakaiannya, maka

berdasarkan kinerja yang telah dicoba dan dilengkapi iklan yang diterima melalui media

akan diceritakan / diperbandingkan dengan produk-produk yang digunakan rekan-rekannya. Saat pembandingan itulah pentingnya kualitas produk yang menjadi superior

value dari produk akan mengambil peran yang penting selain harga, komposisi,

kepraktisan dan kemudahan penggunaan, nilai hemat maupun perbandingan dari hal-hal

lain sebagai manfaat produk yang digunakan sehari-hari oleh kaum ibu. Wanita biar

bagaimana adalah figur yang lebih mengutamakan detail dibandingkan pria.

Iklan adalah pembawa pesan dan informasi dari perusahaan tentang produk

berupa barang atau jasa untuk ditawarkan kepada konsumen. Kekuatan iklan akan

menjadi semakin dominan apabila kualitas produk dan atribut yang dimiliki oleh produk

seperti harga, kemasan yang meyakinkan, kepraktisan pemakaian, jaminan produsen

maupun atribut yang lainnya memiliki kemampuan di atas rata-rata dan bahkan superior.

Iklan hanya berfungsi untuk mengenalkan produk pada awalnya dan pada saat konsumen

puas akan kinerja dari produk, secara otomotis konsumen akan menyarankan /

merekomendasikan produk tersebut kepada rekan maupun keluarganya. Inilah pentingnya

sosialisasi dijamin oleh kinerja dari produk yang diinformasikan melalui iklan. Hal

terpenting disini adalah wanita khususnya ibu rumah tangga dan ibu bekerja adalah

seolah mesin informasi yang cukup efektif. Dalam buku Barletta juga disebutkan bahwa

wanita sangat mempercayai rekan dan komunitasnya yaitu sesama wanita, karenanya

mendapatkan kepuasan dan kepercayaan dari wanita adalah mutlak dibutuhkan bagi

pemasar.

TABEL 3.

14

Bagaimana Ibu Rumah Tangga & Ibu yang Bekerja

Menghabiskan Waktunya (per minggu)

Sumber : Kartajaya et al, 2005 (diolah)

GRAFIK 3. GRAFIK 4.

Prosentase Bagaimana Ibu Rumah Tangga Prosentase Bagaimana Ibu Bekerja

Menghabiskan Waktunya (per minggu) Menghabiskan Waktunya (per minggu)

Sumber : Kartajaya et al, 2005 (diolah) Sumber : Kartajaya et al, 2005 (diolah)

Kebanyakan ibu rumah tangga maupun ibu bekerja tetap menyempatkan diri

untuk berbelanja kebutuhan keluarga maupun kebutuhan lainnya walaupun waktu yang

diluangkan untuk berbelanja tersebut sebenarnya hanya 4 % (7 jam, 24 menit per

minggu) untuk ibu bekerja dan 5 % (9 jam, 24 menit per minggu) untuk ibu rumah

tangga. Dalam waktu yang satu minggunya hanya disediakan sekitar 7 – 9 jam tersebut,

kaum ibu akan memutuskan produk apa saja yang akan dibeli sesuai dengan kebutuhan

baik di retail modern maupun pasar tradisional. Seorang pemasar dengan mengetahui

waktu yang sangat terbatas demikian, harus dapat memikirkan bagaimana untuk

membuat kaum ibu ingat akan produk yang berusaha ditawarkan oleh perusahaan.

Upaya-upaya yang pemasar lakukan dengan memberikan label / iklan penawaran khusus

Aktivitas Bekerja Tidak Bekerja

Berkumpul / Sosialisasi 10 jam, 6 menit 11 jam, 24 menit

Belanja 7 jam, 24 menit 9 jam, 24 menit

Rekreasi / Bersantai 17 jam, 54 menit 20 jam, 12 menit

Di rumah 43 jam, 52 menit 83 jam

Di luar rumah 17 jam, 30 menit 21 jam, 48 menit

Di tempat kerja 49 jam, 56 menit -

Tidur 56 jam, 42 menit 63 jam

TOTAL 203 jam, 24 menit 208 jam, 48 menit

5% 5%

10%

40%10%

0%

30%

Berkumpul / Sosialisasi Belanja Rekreasi / Bersantai

Di rumah Di luar rumah Di tempat kerja

Tidur

5% 4% 9%

22%

9%24%

27%

Berkumpul / Sosialisasi Belanja Rekreasi / Bersantai

Di rumah Di luar rumah Di tempat kerja

Ti dur

15

di supermarket adalah upaya-upaya ”terakhir” untuk membuat kaum ibu lebih memilih

produk perusahaan dibandingkan kompetitor, yaitu dengan memberikan penawaran

tertentu seperti diskon, beli lima bonus satu, beli dua berhadiah gelas / piring, dan

sejenisnya.

Waktu rekreasi yang menghabiskan 9 – 10 % waktu (17 jam dan 54 menit untuk

ibu bekerja serta 20 jam dan 12 menit untuk ibu rumah tangga) dari kaum ibu juga perlu

mendapatkan perhatian khusus. Karena kaum ibu kebanyakan pada masa-masa / waktu

rekreasinya melakukan hal-hal yang menyenangkan dan diantaranya adalah menghibur

diri dengan hal yang menyenangkan bagi dirinya seperti meluangkan waktu untuk

menonton acara favoritnya di televisi, mendengarkan radio atau membaca koran,

majalah, tabloid kesayangannya. Rekreasi akan menjadi penting bagi pengiklan karena di

media yang disukai oleh ibu rumah tangga dan ibu bekerja telah diselingi iklan. Televisi,

radio, koran, majalah, tabloid maupun media-media lainnya adalah sarana beriklan.

Saat-saat dimana media akan cukup kesulitan menjangkau kaum ibu hanya pada

saat istirahat (27 – 30 % dari total waktu per minggu), belanja (4 – 5 % dari total waktu

per minggu), di luar rumah (9 – 10 % dari total waktu per minggu) dan di tempat kerja

(24 % per minggu bagi ibu bekerja). Kalau dijumlahkan secara total, media kehilangan

waktu interaksi bersama ibu rumah tangga sebesar 40 % dari total waktu per minggu, dan

64 % dari total waktu per minggu untuk ibu bekerja. Sebaliknya, saat yang masih

dianggap efektif bagi media beriklan untuk menjangkau kaum ibu adalah pada saat kaum

ibu ada di rumah (22 – 40 % dari total waktu per minggu), pada saat rekreasi / bersantai

(9 – 10 % dari total waktu per minggu), serta sedikit celah pada saat kaum ibu berkumpul

/ bersosialisasi (5 % dari total waktu per minggu).

Hermawan Kertajaya yang adalah founder dari MarkPlus&Co mengatakan bahwa

promosi itu harus disesuaikan dengan psikologi dan perilaku dari audience – nya,

sehingga promosi itu akan lebih efektif dan efisien. Kafi Kurnia yang terkenal dengan

slogan anti marketing – nya punya pandangan lain, dikatakan bahwa yang terpenting dari

promosi itu adlah harus melihat siapa dan targetnya apa, serta bagaimana mencapai target

itu dengan semurah-murahnya. Perusahaan besar tidak akan pernah bermasalah untuk

memilih beriklan dengan budget besar, namun bagaimana dengan perusahaan kecil ?

GRAFIK 5.

16

Prosentase Kebiasaan Ibu Rumah Tangga Terhadap Media

99.00%

1.00%

50.70%

49.30%

85.30%

14.70%

99.00%

1.00%

54.10%

45.90%

72.90%

27.10%

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00%

Rutin menonton TV

Tidak rutin menonton TV

Rutin mendengarkan radio

Tidak rutin mendengar radio

Rutin m em baca m edia cetak

Tidak rutin membaca media cetak

Bekerja Tidak bekerja

Sumber : Kartajaya et al, 2005 (diolah)

Media televisi tetap dianggap sebagai media favorit dibandingkan dengan media

cetak karena prosentase yang diperoleh adalah sebesar 99 % baik untuk ibu rumah tangga

maupun ibu bekerja dari 2.200 responden MarkPlus&Co di 14 kota besar Indonesia pada

tahun 2003 secara rutin menonton televisi. Urutan kedua dari tiga media tersebut adalah

media cetak yang secara rutin dibaca oleh 72.9 % ibu rumah tangga dan 85.3 % ibu

bekerja, media yang dimaksudkan dalam kategori ini adalah koran, majalah wanita,

majalah umum, buku rohani, tabloid wanita, tabloid umum dan buku akademis (lihat

grafik 5 dan grafik 6). Media yang secara rutin mendapatkan perhatian paling kecil

diantara ketiga media yang ada adalah radio, yaitu hanya sebesar 54.1 % ibu rumah

tangga yang secara rutin mendengarkan radio dan 50.7 % untuk ibu bekerja.

Bagaimanapun juga tetap media televisi merupakan media yang paling banyak

dilihat oleh kaum ibu. Umumnya yang dimaksudkan dengan televisi disini adalah tiga

siaran televisi yang terbesar dari sisi perolehan pendapatan iklan yaitu RCTI, TRANS TV

& INDOSIAR untuk tahun 2005 sedangkan tahun-tahun sebelumnya umumnya urutan

pertama dan kedua diperebutkan oleh RCTI dan INDOSIAR. Untuk media cetak berupa

koran umumnya bersifat lokal, yaitu koran yang merupakan koran pilihan di kota atau

daerahnya, misal KOMPAS & POS KOTA di Jakarta, JAWAPOS & MEMORANDUM

di Surabaya, PIKIRAN RAKYAT di Bandung, SUARA MERDEKA di Semarang, dll.

Diantara koran-koran tersebut yang dianggap sebagai koran nasional dengan tiras besar

hanyalah KOMPAS dan JAWAPOS (Majalah CAKRAM edisi khusus kabar Mei – Juni

17

2004. Untuk kategori media cetak berupa tabloid yang cukup populer bagi wanita adalah

NOVA, BINTANG INDONESIA, CEK & RICEK, NYATA & CITRA, sedangkan untuk

media cetak berupa tabloid adalah HIDAYAH, KARTINI dan FEMINA (Majalah

CAKRAM Edisi Mei 2004). Untuk media radio sangat bersifat lokal, di Jakarta pada

tahun 2003 tercatat tiga radio dengan pendengar terbanyak adalah BEN’S, MUARA, dan

KAYUMANIS sedangkan di Surabaya adalah GIRI FM, WIJAYA FM dan MTB FM. Di

Bandung, ANTASSALAM, ARDAN dan COSMO FM, sedangkan di Semarang adalah

GAJAHMADA FM, POP FM dan KIS FM (Majalah CAKRAM edisi khusus radio, April

– Mei 2004).

Perlu dipahami juga bahwa media-media tertentu seperti tabloid, majalah dan

radio dan beberapa media lain termasuk media yang memiliki segmentasi khusus,

karenanya masih harus dibedakan lagi apabila ingin diketahui lebih dalam untuk memilih

suatu media berdasarkan profil audience-nya. Media-media tertentu memiliki

karakteristik audience yang disesuaikan antara produk yang dijual dengan konsumen

yang dituju. Apabila konsumen yang dituju tidak memiliki suatu ekspektasi tentang

produk yang dijual, dengan diasumsikan bahwa siapa saja dapat mengkonsumsi produk

seolah produk ekonomis untuk golongan ekonomi menengah ke bawah (seperti sabun

cuci, pasta gigi keluarga, shampoo, dan sejenisnya), maka pemilihan media berdasarkan

profil audience media tidak begitu perlu untuk dilakukan. Apabila konsumen yang dituju

lebih spesifik, contohnya ibu rumah tangga golongan ekonomi menengah atas dengan

SES A, B+ dan B dimana produk yang dijual adalah deterjen khusus untuk mesin cuci,

maka pemasar perlu lebih hati-hati dalam memilih profil audience media yang sesuai

dengan pasar yang dituju.

Dari dua riset tentang kebiasaan wanita mengkonsumsi media dari MarkPlus&Co

yang ditampilkan pada grafik 5 dan Nielsen Media Research (NMR) pada grafik 2

diperoleh kebiasaan yang hampir sama dalam pola konsumsi media, yaitu televisi urutan

pertama, media cetak kedua dan radio urutan ketiga. Data penting lainnya yang diperoleh

MarkPlus&Co adalah tentang “seberapa kaum ibu setuju bahwa iklan mempengaruhi

dalam (minat) pembelian suatu produk” dapat dilihat pada tabel 4 untuk ibu rumah

tangga dan tabel 5 untuk ibu bekerja.

GRAFIK 6.

18

Prosentase Kebiasaan Ibu Membaca Media Cetak

40.80%

30.10%

17.30%

4.20%

4.50%

1.50%

1.20%

46.00%

24.90%

12.30%

7.30%

6.90%

1.10%

0.70%

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00% 40.00% 45.00% 50.00%

Ko r an

Majalah w anita

Majalah um um

Bu k u r o h an i

Tabloid w anita

Tabloid umum

Buku akademis

Be kerja Tidak bekerja

Sumber : Kartajaya et al, 2005 (diolah)

TABEL 4.

Seberapa Setuju Bahwa Iklan Mempengaruhi Pembelian Suatu Produk

(bagi ibu rumah tangga)

Agreement Level

(agreement score 1-7) TV Radio Koran Tabloid Majalah

Sangat tidak setuju sekali 0.4 0.4 0.3 0.7 0.4

Sangat tidak setuju 0.5 2.4 3.2 3.4 2.7

Tidak setuju 6.3 23.8 26.1 29.2 27.0

Cukup setuju 14.4 30.8 30.4 32.6 34.1

Setuju 39.4 32.7 30.8 27.6 27.5

Sangat setuju 22.9 7.7 7.3 5.3 6.9

Sangat setuju sekali 16.1 2.0 1.9 1.2 1.5

MEAN SCORE 5.25 4.24 4.20 4.04 4.12

Sumber : Kartajaya, 2005

Melihat tanggapan kaum ibu tentang pertimbangan media manakah yang

dianggap paling mempengaruhi pembelian satu produk ternyata bagi ibu rumah tangga

(tabel 4) dengan mean score tertinggi adalah media televisi sebesar 5,25 point, diikuti

media radio sebesar 4,24 point pada urutan kedua, serta koran sebesar 4,20 point pada

urutan ketiga. Hasil ini menunjukkan bahwa sebaiknya pemasar yang hendak secara

langsung menyampaikan pesan iklannya lebih efektif menggunakan ketiga media ini

dibandingkan media lainnya. Hal yang perlu mendapat perhatian serius disini adalah

bahwa media televisi jauh meninggalkan media-media lainnya yang memiliki perbedaan

19

point sekitar 0,20 (performance terendah pada tabloid sebesar 4,04 sedangkan kedua

tertinggi adalah radio dengan performance 4,24), maksud adalah gap tersebut diperoleh

1,01 point antara media televisi dan media radio (lihat tabel 4), sedangkan antara radio

dan koran gap yang diperoleh adalah 0,04 point (sangat dekat). Tingkat persetujuan ibu

rumah tangga untuk melihat produk melalui iklan di televisi menduduki peringkat favorit

dibandingkan media lain.

Pendapat ibu rumah tangga yang menyatakan seberapa setuju bahwa iklan

(melalui media) mempengaruhi pembelian suatu produk cukup besar. Dengan

mengkalkulasi tingkat persetujuan / agreement level tiga media pilihan terbanyak pada

tabel 4 yaitu pada tingkatan cukup setuju, setuju, sangat setuju dan sangat setuju sekali

didapatkan bahwa pada media televisi sebanyak 92.8 % responden menyatakan setuju

bahwa iklan melalui media televisi mempengaruhi pembelian produk, pada media radio

73.2 % menyatakan setuju bahwa iklan melalui media radio mempengaruhi pembelian

suatu produk, serta pada media koran 70.4 % menyatakan setuju bahwa iklan pada media

koran mempengaruhi pembelian suatu produk.

Tanggapan ibu bekerja tentang pertimbangan media yang paling mempengaruhi

pembelian suatu produk ternyata sedikit berbeda dibandingkan ibu rumah tangga (tabel

5). Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5, ternyata peringkat tertinggi dipegang

oleh media televisi (5,16 point), diikuti media koran (4,34 point) dan media majalah

(4,28 point). Ketiga media ini adalah media pilihan utama bagi ibu bekerja

berdasarkan hasil riset dari MarkPlus&Co pada tahun 2003. Gap yang terlihat pun

masih sama, yaitu antara televisi sebagai media favorit utama dibandingkan dengan koran

sebagai media favorit kedua ternyata memiliki perbedaan point 0,82. Padahal perbedaan

point antara media favorit kedua (koran) dan ketiga (majalah) sangat dekat sekali, yaitu

hanya 0,06. Media televisi masih jauh meninggalkan media-media lainnya dalam tingkat

persetujuan ibu bekerja dalam mempengaruhi pembelian suatu produk sama seperti bagi

ibu rumah tangga.

TABEL 5.

20

Seberapa Setuju Bahwa Iklan Mempengaruhi Pembelian Suatu Produk

(bagi ibu bekerja)

Agreement Level

(agreement score 1-7) TV Radio Koran Tabloid Majalah

Sangat tidak setuju sekali 1.2 2.1 0.9 1.2 0.9

Sangat tidak setuju 1.6 1.9 3.1 2.6 2.6

Tidak setuju 7.2 23.9 18.4 20.8 18.4

Cukup setuju 15.7 32.5 29.9 33.5 34.0

Setuju 33.6 29.4 36.7 34.4 34.0

Sangat setuju 25.2 7.8 8.9 7.3 9.7

Sangat setuju sekali 15.4 2.4 2.1 0.2 0.5

MEAN SCORE 5.16 4.18 4.34 4.20 4.28

Sumber : Kartajaya, 2005

Informasi terakhir yang diperoleh dari hasil penelitian MarkPlus&Co dan juga

penting bagi penelitian ini adalah tentang “informasi yang penting dari sebuah iklan

berdasarkan tipe ibu rumah tangga”, hasil tersebut dapat dilihat pada grafik 7.

Gambaran hasil survei MarkPlus&Co pada tahun 2003 pada ibu rumah tangga diperoleh

hasil bahwa tiga informasi terpenting pada iklan yang diharapkan ada oleh kaum ibu

adalah “harga”, “model” dan “spesifikasi produk” harus ada. Baik bagi ibu rumah

tangga yang bekerja maupun yang tidak bekerja juga diperoleh kecenderungan prosentase

yang sama seperti yang dapat dilihat pada grafik 7.

GRAFIK 7.

Informasi yang Penting Dari Sebuah Iklan Berdasarkan

Tipe Ibu Rumah Tangga ( % )

Sumber : Kartajaya, 2005 (diolah)

3.5

5.2

9

16.3

20.3

22

42.1

66.7

70.2

2

5.5

7.6

15.2

21.5

23.1

34.9

63.4

74.5

Benefit produk

Kualitas

Layanan se rvice gratis

Lokasi pembelian

Kesan & gengsi produk

Petunjuk penggunaan

Spesifikasi produk

Model produk

Harga produk

Be kerja Tidak bekerja

21

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam

pemilihan media beriklan secara efektif dapat mempertimbangkan beberapa kondisi.

Dalam upaya sebuah perusahaan pengiklan maupun perusahaan agensi periklanan

memilih lebih lanjut untuk menerapkan efektivitas strategi beriklan, keduanya harus

selektif dan tanggap melihat karakteristik media habit / kebiasaan dari konsumen dalam

mengkonsumsi media dan metode / cara beriklan yang lebih disukai oleh segmen yang

dituju. Kaum ibu merupakan pasar potensial yang cukup besar namun belum cukup

tergarap efektif, hal ini dikarenakan baik perusahaan pengiklan maupun agensi periklanan

menganggap bahwa cara pendekatan untuk semua segmen adalah kurang lebih sama,

dalam hal ini juga termasuk untuk kaum pria dan wanita.

Seorang ibu rumah tangga maupun ibu bekerja rata-rata memanfaatkan waktu

luangnya untuk di rumah selama 40 % sedangkan ibu bekerja selama 22 %, maka

peluang dari ketiga media tersebut adalah menjangkau pemirsa wanita pada waktu luang,

karena pada waktu-waktu yang lain pemirsa wanita (ibu rumah tangga & ibu bekerja)

lebih sedikit kemungkinannya untuk dapat diekspose melalui media beriklan yang ada.

Media yang dikenal sebagai media favorit bagi ibu rumah tangga maupun ibu bekerja

adalah televisi (rata-rata konsumsi 99 %), diikuti media cetak (rata-rata konsumsi 79,1

%) pada urutan kedua serta radio (rata-rata konsumsi 52,4 %) pada urutan ketiga. Saat

perusahaan pengiklan atau agensi periklanan mempertanyakan seberapa kaum ibu

merespon dan mengkonsumsi secara rutin ketiga media tersebut didapatkan data

yang dapat mendukung seperti yang terlihat pada grafik 5. Walaupun televisi

merupakan media yang paling mahal secara karakteristik dibandingkan kedua media

konvensional yang lain, namun melihat tanggapan dari kaum ibu terhadap media ini

ternyata masih cukup kuat dianggap sebagai media favorit. Bagaimanapun televisi lebih

dipandang sebagai media nasional dengan coverage yang lebih luas dan memberikan efek

yang cepat dibandingkan media-media lainnya. Koran dan radio lebih dipandang sebagai

media lokal yang umumnya penguasaannya adalah kota atau daerah, sedangkan tabloid

dan majalah merupakan media cetak dengan karakteristik khusus.

Pada saat mengiklankan produknya, sebaiknya perusahaan menggunakan empat

pendekatan utama / metode eksekusi iklan yang paling disukai oleh ibu rumah tangga dan

22

ibu bekerja yaitu pendekatan melalui “iklan yang lucu” (33 %), “pesan mudah

dipahami” (8,7%), “ada anak-anak yang lucu” (8,5 %) dan ”bintang iklannya

terkenal” (8,3 %). Keempat pendekatan tersebut adalah pendekatan yang paling disukai

berdasarkan hasil riset kepada ibu rumah tangga bekerja dan tidak bekerja seperti yang

tercantum pada tabel 2. Informasi terpenting tentang produk yang perlu ditampilkan pada

sebuah iklan berdasarkan riset kepada ibu rumah tangga bekerja dan tidak bekerja dengan

mempertimbangkan informasi dari grafik 7 adalah perusahaan harus menampilkan

”harga produk” (72.35 %), ”model produk” ( 65.05 %) dan ”spesifikasi produk” (38.50

%) diharapkan ada untuk ditampilkan saat perusahaan menampilkan produk yang

diiklankan melalui media.

Tentunya ini akan bergantung juga dengan tingkat kompleksitas produk yang

ditawarkan, namun jenis produk yang ditampilkan dalam beriklan memang umumnya

adalah barang-barang yang merupakan kebutuhan sehari-hari seperti makanan &

minuman, perawatan kebersihan & kesehatan tubuh, maupun lain-lain dalam kategori

FMCG (Fast Moving Consumer Goods). Untuk produk seperti asuransi, produk

perbankan, kulkas, AC, kendaraan, maupun produk-produk yang lebih kompleks untuk

ditawarkan akan memerlukan pendekatan lebih khusus. Efektivitas pemilihan media bagi

konsumen wanita (ibu rumah tangga dan ibu bekerja) dapat menjadi semakin kompleks

apabila faktor-faktor yang dipertimbangkan juga semakin banyak.

Dengan melihat bahwa dalam beriklan dan menerapkan strategi pemasaran ada

empat hal yang utama yaitu tujuan iklan, anggaran, strategi iklan dan strategi media,

maka perusahaan perlu mengkaji lebih dalam lagi untuk dapat menentukan pilihan

terbaik. Berdasarkan data memang diperoleh bahwa televisi adalah media yang paling

efektif menjangkau konsumen wanita, namun secara anggaran apakah perusahaan dapat

memenuhi kapasitasnya ? Padahal rate card untuk iklan televisi per 30 detik tidaklah

murah, dapat berkisar + Rp. 6 - 7,5 juta pada tahun 2004 - 2005 ini pada jam-jam tayang

biasa, dan akan jadi lebih mahal sampai dengan Rp. 10 - 15 juta pada jam tayang utama /

prime time. Dengan mempertimbangkan strategi iklan setelah perusahaan sudah

memastikan bahwa tujuan beriklan adalah untuk menjangkau area jangkauan yang luas

dengan anggaran beriklan cukup fleksibel dan besar, maka perusahaan dapat langsung

menetapkan televisi sebagai media yang tepat. Pertimbangan lain adalah iklan yang telah

23

dirancang ternyata juga diharapkan dapat memberikan efek yang cepat untuk

mengenalkan sebuah produk baru dengan value yang superior, maka televisi juga tetap

merupakan pilihan tercepat dan terbaik untuk kategorinya. Ini umumnya disebut sebagai

strategi beriklan. Untuk media dengan jangkauan terluas, penyampaian pesan paling

cepat, tampil menarik (karena menampilkan gambar bergerak), maka televisi adalah

media dengan karakteristik spesifik seperti itu, namun konsekuensinya adalah televisi

tetap merupakan media termahal untuk beriklan.

Namun berbeda pendekatannya untuk sebuah produk yang sifatnya lokal (untuk

satu kota atau propinsi), dalam hal ini kita tidak bisa melewatkan kekuatan dari radio,

billboard / media luar ruang dan media cetak khususnya koran. Walaupun tidak semahal

televisi namun jelas mempertimbangkan harga dan tujuannya sudah cukup efektif dan

tepat sasaran untuk pasar yang bersifat lokal, konsekuensinya adalah coverage yang

terbatas dan terfokus pada satu daerah propinsi atau kota tertentu. Sebaliknya, apabila

perusahaan menentukan bahwa sasaran perusahaan adalah segmen tertentu seperti kaum

ibu, anak-anak, profesional muda, dll maka tabloid dan majalah akan sangat tepat sasaran

walaupun kita juga masih mempertimbangkan tiras atau jumlah audience - nya. Ini juga

yang lebih sering disebutkan sebagai bagian dari strategi media dalam menentukan tepat

tidaknya suatu perusahaan yang beriklan memilih sebuah media.

Perusahaan dan pemasar harus memahami bahwa terdapat perbedaan cara berpikir

yang spesifik antara pria dan wanita antara lain, pria cenderung membaca informasi

secara spesifik (spotlight), key point dan report. Dalam konteks ini pria percaya bahwa

cara pandang yang paling baik menyerap informasi dan membuat keputusan adalah

dengan mengabaikan detail yang memusingkan dan fokus pada elemen intinya saja.

Sebaliknya, wanita cenderung melihat informasi dalam kaitannya dengan konteksnya

(atau disebut full context), berhubungan dengan sekitarnya, serta bersifat rapport talk

(menceritakan seluruh proses, bukan sekedar intinya). Wanita dalam hal ini merasa

konteks sangat esensial demi pemahaman. (Majalah Cakram edisi Oktober 2005 : 23)

Wanita adalah konsumen yang berasal dari Venus, dalam mendekati konsumen

jenis ini semua bahasa yang bisa digunakan di Bumi tidak akan relevan. Selama ini

pendekatan yang dilakukan lebih ditujukan kepada pria sebagai konsumen dan kepala

rumah tangga atau pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yang sama untuk pria

24

dan wanita, peran seorang pria belum dapat praktis disebut sebagai sebagai pengambil

keputusan akhir atau berperan besar dalam pengambilan keputusan tersebut.

Bagaimanapun sebagian besar kebutuhan keluarga khususnya untuk kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan keluarga lebih banyak dipercayakan kepada ibu rumah tangga dalam

keputusan untuk pembelian. Melihat fenomena ini, perusahaan harus dapat masuk lebih

dalam pada dunia wanita dan memahami apa yang menjadi kebutuhannya, berkomunikasi

yang baik dan memilih media yang tepat untuk segmen ini. Dengan mempertimbangkan

pemahaman yang tepat untuk segmen ini, niscaya upaya perusahaan untuk dapat

memenuhi tujuan beriklan akan dapat tercapai dengan perencanaan, cara, media dan

anggaran yang tepat.

Ada yang beranggapan bahwa pemasaran untuk pria dan wanita adalah sama. Ada

juga yang mengakui bahwa perbedaan gender itu ada namun tidak penting dalam

pengambilan keputusan pemasaran khususnya dalam beriklan. Dengan sudut pandang

demikian, diyakini bahwa program pemasaran yang ada saat ini adalah sama efektifnya

baik untuk wanita maupun pria. Padahal tidaklah demikian. Masing-masing kelompok

gender ini memiliki sikap dan gaya komunikasi yang berbeda, dan hal ini menyebabkan

respon yang berbeda dalam menentukan prioritas, pengambilan keputusan dan

pembelian. Apabila bisa memanfaatkan perbedaan tersebut, perusahaan bisa

mendapatkan keuntungan besar. Namun apabila hal tersebut diabaikan, maka diam-diam

pesaing akan merebut bagian pasar perusahaan. (Barletta, 2004 : XXI)

Persepsi bahwa wanita bukanlah pengambil keputusan utama dalam keluarga

sudah jelas salah, setidaknya dalam hal menentukan pembelanjaan dan memberikan

pertimbangan-pertimbangan, wanita yang memegang andil besar dalam mengambil

keputusan akhir. Bagaimana cara perusahaan untuk dapat menjangkau pasar masa depan

ini sangat bergantung pada bagaimana perusahaan berusaha untuk memahami dan lebih

mengerti akan potensi pasar yang ditentukan oleh wanita khususnya ibu rumah tangga

dan ibu bekerja di Indonesia. Seorang pemasar harus dapat memahami bahwa dunia

sebagai satu pasar tunggal tidaklah ada, pasar yang ada terbagi-bagi dalam segmen dan

setiap segmen memiliki suatu karakteristik dan relevansi untuk dapat dimengerti dan

dipahami cara pendekatannya. Pemahaman dan insight yang tepat dapat menghasilkan

suatu program pemasaran khususnya periklanan dengan lebih terencana dalam

25

persiapannya, efisien dalam aplikasinya serta efektif melihat hasil akhir yang dicapainya.

Tentunya dalam hal ini dibutuhkan suatu kerjasama dan pemahaman yang saling

memperjelas pemahaman akan pasar yang dituju, yaitu dalam artikel ini adalah ibu rumah

tangga bekerja dan tidak bekerja, pada perusahaan pengiklan maupun agensi periklanan

yang dipercayakan merancang iklan dan melakukan pembelian media. ”One size doesn’t

fit all”, itulah yang harus menjadi pegangan bahwa karakteristik pasar itu adalah unik,

demikian juga karakteristik konsumsi media iklan bagi ibu rumah tangga bekerja dan

tidak bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Barletta, Martha. 2004. “Marketing to Women : Mendongkrak Laba Dari Konsumen

Paling Kaya Dalam Segmen Pasar Terbesar”. Penerbit PPM : Jakarta.

Kartajaya, Hermawan. 2005. “Winning The Mom Market in Indonesia (Strategi

Membidik Pasar Ibu)”. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Kotler, Philip. 2005. “Manajemen Pemasaran, Edisi Kesebelas”. Jakarta : Indeks.

Kotler, Philip; Swee Hoong Ang; Siew Meng Leong; Chin Tiong Tan. 2005.

“Manajemen Pemasaran – Sudut Pandang Asia”, Jakarta : Indeks.

Majalah CAKRAM Komunikasi edisi Oktober 2005 halaman 20 & 23. “Pemasaran ke

Perempuan – Laporan Khusus”

Majalah CAKRAM Komunikasi edisi September 2004 halaman 9. ”Iklan-Iklan Pun

Memburu Media Wanita”

Majalah CAKRAM Komunikasi edisi khusus surat kabar, Mei – Juni 2004. “Koran-Koran Pilihan Pengiklan”

Majalah CAKRAM Komunikasi edisi Mei 2004. “Women Survei 2003”

26

Majalah CAKRAM Komunikasi edisi khusus radio, April – Mei 2004. “Anatomi Jejaring

Radio”

Shimp, Terrence A. 2004. “Periklanan & Promosi – Aspek Tambahan Komunikasi

Pemasaran Terpadu”. Penerbit Erlangga : Jakarta

Website PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia). http://www.pppi.

or.id/id/pariwara/statistik/statistik_pariwara.html

Website Majalah SWAsembada. htttp://www.swa.co.id/primer/ pemasaran/advertising/

details.php?cid=1&id=1706

http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/91-023/JURNAL%20-%20Membidik%20Pasar%20Ibu%20di%20Indonesia.pdf

Iklan tidak sekedar menyampaikan informasi tentang suatu produk (ide,jasa dan barang) tetapi iklan sekaligus memiliki sifat “mendorong” dan “membujuk” agar orang menyukai, memilih

kemudian membeli (Hoed 1992). Bentuk primitif iklan adalah antara lain teriakan penjual yang berkeliling menjajakan dagangannya dari rumah ke rumah.

Dalam perkembangan terakhir iklan sudah sampai pada pemanfaatan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi melalui media interaktif dan cyber yaitu melalui internet dalam berbagai bentuknya.

Orang menawarkan dagangannya dengan cara menyebutkan nama barang dagangannya seperti teriakan abang penjual sate ayam yang secara jelas meneriakkan macam dagangannya yang berupa sate ayam. Sering juga didapati “tanda-tanda” lain yang dapat dimengerti sebagai menjual sesuatu yang sudah dipahami, contohnya bunyi bel mobil para penjual gas Elpiji (LPG). Atau menawarkan dagangannya tidak melalui

oral namun melalui tanda yang lain seperti memukul-mukul alat khusus dari kayu (penjual bakso), memukul alat-alat masak (misalnya wajan pada penjual bakmi) bahkan lagu atau jingle-jingle tertentu (Bakpao, Ice Cream). Demikian pula perkembangan luarbiasa pada kemajuan iklan di media cetak, apalagi di media elektronik seperti misalnya televisi.

Oleh karena itu, aspek iklan coca cola yang berjudul the real coke factory merupakan salah satu bentuk dari cipta dan kreasi para pembuat iklan untuk menunjukkan ide kreatif mereka terhadap produk coca cola. Setiap tanda-tanda yang dibentuk dalam iklan ini menggambarkan tentang adanya muatan pesan yang terkandung dalam konsep iklan tersebut sehingga masyarakat turut serta menilai produk ini. Dan selain itu, pesan yang terdapat dalam iklan ini adalah adanya keselarasan yang terbentuk dari penjabaran gambar yang dinilai sesuai dengan produk coca cola itu sendiri.

Konteks budaya menjadi satu acuan yang tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam kaitannya atas keberhasilan komunikasi suatu iklan. Pria berkuda yang memiliki konotasi kejantanan, kegagahan belum tentu sesuai dengan konteks budaya suatu kelompok masyarakat tertentu. Pria berkuda bisa memiliki makna berbeda, seperti keberadaan kaum bawah yang selalu identik dengan berkuda. Penanda (signifier) pria berkuda bisa memiliki petanda (signified) “orang rendahan”. Tanda memang tidak dapat dilepaskan dengan konteksnya, sebagai contoh tanda lalu-lintas (lampu lalu-lintas) berguna pada saat dia dipasang di jalan raya. Tanda itu tidak akan ada gunanya apabila dipasang di ladang tebu di pedalaman suku terasing.

Oleh karena itu, menganalisa iklan the real coke factory ini sangat mengundang saya untuk memberi komentar dan juga saya pada khususnya dapat mengetahui aspek-aspek iklan itu sendiri. Dengan adanya hal tersebut saya sebagai konsumen dapat memilih serta meneliti minuman apa yang baik untuk diminum. Dengan demikian sebuah iklan yang baik dapat menjadikan image yang baik pula bagi produsen produk tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya dalam membuat iklan diperlukan penelitian dan beberapa tahap dalam konsep pembuatannya sehingga tidak memberikan nilai negatif bagi produk tersebut.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah salah satu bentuk perwujutan peradaban dan kebudayaan

manusia. Dalam kamus linguistik, bahasa adalah satuan lambang bunyi yang

arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama,

berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 2001 : 21). Manusia

di samping sebagai makhluk individu, juga berperan sebagai makhluk sosial

yang senantiasa melakukan kegiatan dengan manusia yang lain di sepanjang

hidupnya sehingga manusia membutuhkan alat untuk saling berinteraksi yang

akan menghubungkan manusia satu sama lain, yaitu bahasa.

Dardjowidjojo (2003: 282) berpendapat bahwa pemakaian bahasa

berkaitan dengan praktek pengetahuan bahasa.Semakin luas pemakaian bahasa

yang digunakan dalam berkomunikasi semakin meningkat ketrampilan dalam

memberikan makna suatu kata atau kalimat. Berbahasa merupakan aktivitas

sosial,seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain. Manusia sebagai

makhluk individu dan sosial selalu memenuhi keinginannya dengan

menggunakan bahasa,karena bahasa sebagai media yang sangat ampuh dan

mudah untuk berkomunikasi dan bekerja sama dalam memenuhi

keinginannya.

2

Chaer (2004: 3) mengatakan bahwa bahasa dalam fungsinya sehingga

alat komunikasi mengenal tiga komponen dalam proses komunikasi, yaitu

pihak yang berkomunikasi 01 dan 02, informasi yang diberikan, dan alat yang

digunakan dalam berkomunikasi.

Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa pemakaian bahasa tidak lepas

dari faktor linguistik maupun nonliguistik. Artinya, bahwa pemakaian bahasa

selalu terkait dengan konteks dan situasi yang melingkupinya. Demikian

halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia dalam slogan-slogan iklan yang

ditayangkan di televisi, tidak terlepas dari fungsi dan tujuan bahasa itu

digunakan dalam proses komunikasi. Jadi, setiap ujaran yang dilontarkan pasti

mengandung kekuatan ujar, yaitu untuk apa ujaran itu harus diujarkan.

Bahasa dan kalimat yang diciptakan pada iklan sangat erat kaitannya

dengan kajian pragmatik yang menekankan pada aspek konteks kalimat

dengan suasana atau kondisi pembicaraan. Leech (dalam Wijana, 2009: 7),

menyatakan pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji

penggunaan bahasa yang berinteraksi dengan tata bahasa yang terdiri dari

fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.

Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa Yunani, yang artinya adalah

‘menggiring orang pada gagasan’. Adapun pengertian iklan secara

komprehensif adalah “semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan

mempromosikan ide, barang, atau jasa secara nonpersonal yang dibayar oleh

sponsor tertentu (www.scribt.com/10agustus 2010). Periklanan merupakan

warna tersendiri dalam media massa dalam proses komunikasi, sebagai wujud

3

komunikasi yang melibatkan pemasang iklan, konsumen, dan media itu

sendiri. Dalam hubungannya dengan manusia dikenal dua media komunikasi,

yaitu:

1. Media komunikasi auditif, yaitu komunikasi yang mempergunakan indera

pendengar.

2. Media komunikasi visual, yaitu komunikasi yang mempergunakan indera

penglihatan.

Pariwara atau iklan sebagai salah satu bentuk penawaran barang atau

jasa, disadari atau tidak turut menentukan keberhasilan penjualan suatu barang

atau produk sehingga pemilihan bahasanya perlu diperhatikan. Bahasa iklan

harus memiliki kekhasan dan harus mampu meninggalkan kesan pada

penyimaknya. Hal itu sangat erat hubungannya dengan tujuan iklan, yaitu

sebagai sarana upaya menawarkan barang atau jasa kepada khalayak. Salah

satu bentuk pariwara atau iklan adalah iklan-iklan televisi, yaitu iklan yang

disampaikan melalui media elektronik televisi. Televisi banyak menyiarkan

bermacam-macam iklan untuk menawarkan barang atau jasa kepada penyimak

atau khalayak dengan disertai pemilihan bahasa yang menarik serta atraktif

sehingga menimbulkan ketertarikan para penyimak untuk mendapatkan

barang atau jasa yang ditawarkan tersebut.

Salah satu acara yang sering ditayangkan televisi adalah iklan.

Penyajian iklan-iklan televisi tidak lepas dari pemakaian bahasa untuk

menyampaikan pesan-pesan tertentu. Bahasa yang digunakan dalam iklan-iklan tersebut adalah bahasa yang menarik dan informativ sehingga dapat

4

menimbulkan efek kepada penyimaknya. Pengiklan (O1) menggunakan

kebahasaan untuk berkomunikasi dengan pendengar atau penerima, yaitu

dengan menggunakan sarana bahasa tulis karena komunikasi antara pengiklan

dan penerima adalah komunikasi tertulis (tidak bersemuka) yang

menggunakan media elektronik, yakni televisi. Selain itu, pengiklan juga

harus menyadari akan keterbatasan ruang dan waktu media yang digunakan,

yaitu media televisi sehingga mau tidak mau harus mengikuti aturan

jurnalistik. Aturan ragam bahasa jurnalistik, yaitu menggunakan ragam bahasa

yang singkat, padat, jelas, sederhana, dan menarik

Di dalam suatu iklan terdapat istilah slogan. Slogan menurut Paul

coplay (www.scribt.com/10agustus 2010) bahwa slogan adalah kelompok kata

yang menjanjikan suatu hadiah atau imbalan dengan cara yang dramatis, yaitu

mudah dibaca, mudah diucapkan, dan mudah diingat.

Slogan yaitu rangkaian kata yang biasanya singkat, padat ,penuh arti,

mudah diingat, mengandung arti yang dalam ,serta mampu mengetengahkan

khasiat/kegunaan unik dari produk (www.scribt.com/1oktober 2010). Salah

satu yang menarik dari iklan. slogan merupakan bagian dari penulisan iklan

dan dianggap atau dimasukkan dalam bagian penulisan. Slogan harus

dipahami bahwa mereka memiliki nilai (fungsi) sebagai identitas produk. Hal

ini adalah benar bahwa slogan yang telah dipakai oleh perusahaan-perusahaan

selama bertahun-tahun dan dianggap memiliki bobot iklan (maksud) di

dalamnya. Slogan sangat efektif sebagai sarana iklan, sedangkan konsumen

adalah prospek atau sasaran yang paling baik. Penggunaan kalimat dalam

5

slogan iklan yang ditulis oleh pengiklan haruslah menarik serta atraktif.

Penggunaan slogan berperan sangat penting dalam menentukan berhasil

tidaknya suatu produk yang diiklankan.. Dengan menggunakan kalimat yang

menarik dan atraktif tersebut, maka iklan yang disampaikan pengiklan dapat

mempengaruhi atau menarik minat para penyimak untuk melakukan suatu

kehendak sesuai dengan yang diinginkan oleh pengiklan.

Salah satu yang menarik dari iklan adalah ujaran-ujaran slogan bahasa

yang dipakai dalam iklan tersebut yang mencerminkan pikiran dan gagasan

dari pengiklan dalam menawarkan suatu barang atau jasa kepada khalayak. Di

dalam iklan tersebut terdapat istilah slogan. Di dalam iklan ini, peneliti sangat

tertarik untuk meneliti slogan-slogan yang terdapat pada iklan di televisi

karena bahasanya yang beraneka ragam dan mempengaruhi untuk membeli

suatu produk tersebut. Peneliti meneliti slogan-slogan iklan di televisi dengan

tinjauan pragmatik untuk mengetahui bagaimanakah pengungkapan atau

pemakaian bahasa Indonesia dalam slogan-slogan iklan, tindak tutur yang

digunakan penutur untuk menyampaikan maksud serta mengetahui

bagaimanakah tujuan yang terkandung tindak tutur di balik ujaran slogan-slogan iklan di televisi.

Iklan media elektronik berupa iklan televisi yang menjadi objek

penelitian ini adalah sebagian dari sekian banyak iklan yang memanfaatkan

bahasa sebagai sarana komunikasinya. Dalam suatu iklan elektronik ini

dimunculkan suatu bentuk spesifikasi yang harus menampilkan gambar,

bahasa, warna, bentuk tulisan, dan sebagainya.

6

Di dalam periklanan, bahasa iklan merupakan hal yang sangat menarik

untuk disimak dan diteliti karena mempengaruhi kehidupan ekonomi yang

dilakukan oleh masyarakat. Analisis terhadap bahasa iklan tidak dapat

dipisahkan dari konteksnya karena bahasa iklan merupakan bahasa dalam

pemakaian yang dipengaruhi oleh hal-hal di luar bahasa. Di dalam penelitian

ini, bahasa dianalisis dengan tinjauan pragmatik dengan tujuan mengetahui

makna tuturan tanpa meninggalkan konteks.

B. Pembatasan Masalah

Penelitian terhadap pemakaian bahasa Indonesia pada iklan yang

ditayangkan di televisi ini dibatasi pada iklan dalam bentuk slogan karena

bahasanya yang mudah dimengerti dan mudah diingat. Hal ini diselaraskan

dengan komponen verbal dan nonverbal yang mendukung kehadiran sebuah

iklan. Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa masalah-masalah yang muncul dalam penelitian ini cukup dan bervariasi

C. Rumusan Masalah

Beberapa permasalahan yang terkait dalam penelitian ini.

1. Bagaimanakah pemakaian bahasa Indonesia dalam slogan-slogan iklan di

Trans TV pada bulan Januari-Februari 2010?

2. Jenis tindak tutur apa saja yang digunakan penutur untuk menyampaikan

maksud dalam slogan-slogan iklan di televisi Trans TV?

7

3. Apa tujuan yang terkandung dalam tindak tutur pada ujaran slogan-slogan

iklan di televisi Trans TV ?

D. Tujuan Penelitian

Terdapat tiga tujuan pada penelitian ini.

1. Mendeskripsikan pemakaian bahasa Indonesia dalam slogan-slogan iklan

di Trans TV pada bulan Januari-Februari 2010.

2. Mendeskripsikan jenis tindak tutur yang digunakan penutur untuk

menyampaikan maksud dalam slogan-slogan iklan di televisi Trans TV.

3. Mendeskripsikan implikasi tujuan yang terkandung dalam tindak tutur

pada ujaran slogan-slogan iklan di televisi Trans TV.

E. Manfaat Penelitian

Penulis mengharapkan agar penelitian mengenai pemakaian bahasa

Indonesia dalam slogan-slogan iklan pada televisi ada manfaatnya. Manfaat

yang diharapkan ada dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis

1. Manfaat Teoretis

a. Dapat memberikan tambahan pengetahuan terhadap penulis

khususnya, dan pembaca umumnya mengenai pemakaian bahasa

Indonesia dalam slogan-slogan iklan di televisi

b. Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan

terutama mengenai penelitian pemakaian bahasa Indonesia dalam

slogan-slogan iklan ditelevisi

8

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi

para pembaca mengenai karakteristik bahasa iklan komersial,

maksud tindak tutur iklan komersial.

b. Memberikan informasi fenomena pragmatik yang terdapat

dalam slogan-slogan iklan komersial yang ditayangkan di

televisi

------------

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Periklanan saat ini sedang mendapat sorotan tajam semenjak aspek

informasi menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama dalam proses

membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang

mampu mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat.

Periklanan yang efektif juga akan mengubah pengetahuan publik mengenai

ketersediaan dan karakteristik sebuah produk (product knowledge). Periklanan

dipandang sebagai media yang paling lazim digunakan suatu perusahaan

(khususnya produk konsumsi / consumer goods) untuk mengarahkan komunikasi

yang persuasif pada konsumen. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan,

pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, dan citra konsumen yang berkaitan

dengan suatu produk atau merek. Tujuan ini bermuara pada upaya mempengaruhi

perilaku konsumen dalam membeli. Meskipun tidak secara langsung berdampak

pada pembelian, iklan menjadi sarana untuk membantu pemasaran yang efektif

dalam menjalin komunikasi antara perusahaan dan konsumen, dan sebagai upaya

perusahaan dalam menghadapi pesaing. Kemampuan ini muncul karena adanya

suatu produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Bagaimanapun bagusnya suatu

produk, jika dirahasiakan dari konsumen maka tidak ada gunanya. Konsumen

yang tidak mengetahui keberadaan suatu produk tidak akan menghargai produk

tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Iklan adalah salah satu komponen marketing mix yang umum dilakukan

oleh perusahaan. Bahkan kegiatan iklan dianggap sangat penting jika ingin

produknya sukses di pasaran. Tak heran setiap tahun, bahkan setiap launching

produk baru, perusahaan menghabiskan ratusan juta bahkan miliaran rupiah untuk

pengeluaran biaya iklan. Kondisi persaingan yang semakin ketat membuat biaya

ini bertambah setiap tahunnya. Perusahaan berlomba-lomba membuat iklan untuk

membangun posisi yang menguntungkan di pasar.

Saat ini banyak perusahaan yang mengandalkan usaha brand awareness

produknya melalui usaha-usaha periklanan. Baik itu di media cetak, media luar

ruang, media audio maupun di media audiovisual. Tidak dipungkiri lagi bahwa

iklan merupakan salah satu cara yang cukup ampuh untuk mempengaruhi

konsumen mengubah persepsi mereka terhadap suatu produk maupun merek

tertentu.

Tiada hari tanpa iklan. Itulah gambaran saking banyaknya iklan yang

muncul di televisi. Setiap jam, setiap acara selalu dipenuhi tayangan iklan. Iklan

di televisi sekarang sudah memasyarakat, bahkan cenderung membius. Jika

melihat pengaruhnya, dampak iklan itu sendiri bisa positif maupun negatif

tergantung siapa audiensnya. Iklan memang dapat mempengaruhi perilaku

konsumen terhadap merek yang diiklankan. Pengaruh iklan pada perilaku

konsumen ini sangat variatif, mulai dari mendorong konsumen untuk mencari

produk yang dimaksud sampai dengan mendorong orang yang sebelumnya tidak

loyal menjadi loyal.

Universitas Sumatera Utara

Sebagai salah satu alat dalam bauran promosi, iklan didefinisikan sebagai

pesan yang didanai oleh suatu sponsor yang teridentifikasi dan pesan tersebut

dikirimkan melalui media komunikasi massa (Russel dan Lane, 1996). Kotler

(2003 : 590) mendefinisikan iklan sebagai suatu suatu bentuk presentasi

nonpersonal dan promosi suatu gagasan, barang atau jasa yang dibiayai oleh

sponsor yang teridentifikasi. Presentasi nonpersonal di sini terjadi karena iklan

melibatkan media massa yang dapat menyampaikan pesan kepada segmen pasar

yang dituju. Iklan bukanlah suatu alat promosi yang memungkinkan munculnya

komunikasi dua arah yaitu dari pemasar ke pasar yang dituju maupun sebaliknya.

Hal inilah yang menjelaskan pernyataan nonpersonal dalam definisi iklan.

Konsekuensi dari komunikasi satu arah ini adalah pemasar tidak mungkin

mendapatkan atau bahkan mengetahui respon pasar sasaran secara langsung.

Menurut Guiltinan (1997), iklan akan dapat digunakan untuk mencapai

paling tidak salah satu dari efek berikut, yaitu : tahap kognitif, yang

mengindikasikan bahwa pesan telah diterima; tahap afektif, yang

mengindikasikan perkembangan sikap (suka atau tidak suka) terhadap produk atau

perusahaan; dan tahap perilaku, yaitu respon aktual yang dilakukan oleh audience

sasaran. Setiap program komunikasi mempunyai karakteristik yang unik sehingga

pemasar harus mempertimbangkannya agar sesuai dengan harapan yang ingin

diraih dari program komunikasi tersebut.

Bendixen (1993) mengemukakan beberapa tujuan iklan yang biasanya

diterapkan oleh para pemasar, yaitu menciptakan kesadaran akan produk atau

merek baru, menginformasikan kepada konsumen tentang fitur dan manfaat dari

suatu produk atau merek, menciptakan suatu persepsi akan suatu produk maupun

Universitas Sumatera Utara

merek, menciptakan preferensi akan suatu produk atau merek, dan membujuk

konsumen untuk membeli suatu produk atau merek tertentu. Sedangkan menurut

Guiltinan (1994), tujuan iklan adalah menciptakan kesadaran, mengingatkan

konsumen untuk menggunakan produk, mengubah perilaku tentang penggunaan

suatu bentuk produk, mengubah persepsi tentang pentingnya suatu atribut produk,

mengubah keyakinan tentang merek, penguatan perilaku, penciptaan citra

perusahaan dan lini produk dan usaha untuk mendapat respon secara langsung.

Secara umum, bila dikompilasikan maka tujuan-tujuan iklan bisa disarikan

menjadi tiga hal dasar yaitu menginformasikan, mengingatkan dan membujuk

seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2004).

Periklanan merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk

memenuhi fungsi pemasaran. Untuk dapat menjalankan fungsi pemasaran, yang

harus dilakukan dalam kegiatan periklanan tentu saja harus lebih dari sekedar

memberikan informasi kepada khalayak. Periklanan harus mampu membujuk

khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan strategi

pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Periklanan

harus mampu mengarahkan konsumen membeli produk-produk yang oleh

departemen pemasaran telah dirancang sedemikian rupa, sehingga diyakini dapat

memenuhi kebutuhan atau keinginan pembeli. Singkatnya, periklanan harus dapat

mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli.

Iklan bisa digunakan untuk membentuk citra jangka panjang sebuah

produk dan juga untuk menggerakkan penjualan cepat. Iklan merupakan cara

efisien untuk mencapai banyak pembeli yang secara geografis tersebar. Iklan

haruslah dilaksanakan dalam skala cukup besar untuk membuat kesan yang efektif

Universitas Sumatera Utara

terhadap pasarnya. Masalah dana iklan tergantung pada media yang dipilihnya

tentunya iklan melalui televisi membutuhkan anggaran yang besar, dibandingkan

iklan surat kabar, radio, brosur, pamflet, baliho dan lain-lain, bisa dilaksanakan

dengan anggaran kecil.

Hasil survey Nielsen menyebutkan nilai belanja iklan sepanjang tahun

2009 mencapai Rp 48,5 triliun, naik 16% dibanding tahun 2008 sebesar Rp 41,7

triliun. Belanja iklan di media televisi mencapai Rp 29 triliun.

"Lebih dari Rp 29 triliun beriklan di televisi, sekitar Rp 16 triliun di koran dan

lebih dari 1 triliun di majalah," ungkap Senior Manager Media Nielsen Maika

Randini di kantornya, Mayapada Tower, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa

(19/1/2010). Menurutnya, nilai belanja iklan yang tayang baik di media televisi,

koran dan majalah meningkat 8% di 2009. Ia mengatakan, hasil survey tersebut

dihitung berdasarkan published rate card tanpa iklan baris, diskon dan lain-lain.

"Iklan juga menghabiskan waktu lebih lama di layar televisi, naik 5% dari tahun

sebelumnya. Ada lebih dari 21.000 jam total iklan yang tayang di 2009, atau

setara dengan 57 jam per hari," ujarnya. Sementara total durasi program adalah

202.901 jam selama tahun 2009. Itu berarti rata-rata durasi program iklan di 2009

sekitar 555 jam per hari. Artinya, ada 10% iklan dari total program di 2009.

Sementara, jumlah spot iklan di majalah dan tabloid mengalami penurunan

masing-masing 3% pada volume iklan yang masuk. Tren peningkatan iklan

hampir di semua sektor produksi. Namun belanja iklan didominasi oleh 4 sektor

yaitu layanan korporasi, telekomunikasi, toiletries dan minuman. "Keempat sektor

tersebut mampu meraih share dobel digit. Namun kenaikan terbesar adalah

section baby and maternity product," ujarnya. Kategori teratas di 2009 ditempati

Universitas Sumatera Utara

oleh telekomunikasi sebanyak Rp 3,8 triliun meski angka tersebut turun 11%

dibandingkan tahun 2008 sebanyak Rp 4,3 triliun. Disusul oleh pemerintahan dan

po litik dengan belanja iklan sebanyak Rp 3,6 triliun, atau naik setara signifikan

64% dari tahun 2009 sebesar Rp 2,2 triliun. "Hal ini terkait dengan kampanye

pemilu di awal tahun 2009," katanya. Tren belanja iklan tiap triwulan selama 4

tahun terakhir selalu menunjukkan penurunan dari triwulan III ke triwulan IV.

Meskipun biasa terjadi penurunan di triwulan I, pada tahun 2009 terjadi kenaikan

karena adanya pemilu (http://vibizdaily.com/detail/bisnis/2010/01/19/nielsen_

elanja_iklan_indonesia_capai_rp_485_triliun_di_2009).

Televisi dapat dikatakan sebagai media yang ampuh untuk melaksanakan

perang kilat terhadap bisnis periklanan. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari

karakter media yang mampu menghadirkan sebuah realitas visual yang begitu

natural, sehingga iklan-iklan yang disampaikan lewat televisi, seakan-akan

menjadi sebuah realita yang memperesentasikan sebuah citra akan ‘dinamika

masyarakat’ (http://puslit.petra.ac.id/journals/design/).

Kemampuan televisi dalam menjangkau audiens dan dalam menciptakan

citra yang positif ataupun negatif telah menjadikannya sebagai media yang paling

efektif dalam menyampaikan iklan. Televisi sebagai media hiburan yang paling

digemari oleh masyarakat Indonesia dan bahkan dunia merupakan salah satu

media yang efektif untuk beriklan. Hal ini dikarenakan iklan televisi mempunya i

karakteristik khusus yaitu kombinasi gambar, suara, dan gerak. Oleh karena itu

pesan yang disampaikan sangat menarik perhatian penonton. Model iklan yang

disajikan oleh televisi juga sangat bervariasi. Ketika baru muncul televisi swasta,

iklan hanya dalam bentuk klip, baik live action, stop action maupun animasi dan

Universitas Sumatera Utara

still. Perkembangan iklan yang makin kreatif tersebut menjadikan makin

bervariasinya tayangan iklan dan bisa menjadi hiburan tersendiri. (Rendra, 2005 :

91 - 102).

Produk atau merek dapat menonjol dalam periklanan salah satunya

menggunakan daya tarik para figur masyarakat. Figur masyarakat tersebut dapat

seorang tokoh, bintang TV, aktor, aktris, atlet, ilmuwan dan sebagainya.

Selebritis adalah pribadi (tokoh, aktor, aktris, intertainer, atlet) yang dikenal

masyarakat untuk mendukung suatu produk. Selebritis merupakan juru bicara

produk. Oleh karenanya, tidaklah mengherankan jika biaya yang dikeluarkan

untuk beriklan di televisi jauh melampaui biaya yang digunakan untuk beriklan di

media lain. Sejalan dengan semakin menguatnya minat dan intensitas masyarakat

untuk menonton televisi telah memberikan pengaruh secara tidak langsung kepada

audiensnya.

BlackBerry adalah perangkat selular yang memiliki kemampuan layanan

push e-mail, telepon, sms, menjelajah internet, dan berbagai kemampuan nirkabel

lainnya. Penggunaan gadget canggih ini begitu fenomenal belakangan ini, sampai

menjadi suatu kebutuhan untuk fashion. BlackBerry pertama kali diperkenalkan

pada tahun 1997 oleh perusahaan Kanada, Research In Motion (RIM).

Kemampuannya menyampaikan informasi melalui jaringan data nirkabel dari

layanan perusahaan telepon genggam hingga mengejutkan dunia. BlackBerry

pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada pertengahan Desember 2004 oleh

operator Indosat dan perusahaan Starhub. Perusahaan Starhub merupakan

pengejewantahan dari RIM yang merupakan rekan utama BlackBerry. Di

Indonesia, Starhub menjadi bagian dari layanan dalam segala hal teknis mengenai

Universitas Sumatera Utara

instalasi BlackBerry melalui operator Indosat. Indosat menyediakan layanan

BlackBerry Internet Service dan BlackBerry Enterprise Server. Pasar BlackBerry

kemudian diramaikan oleh dua operator besar lainnya di tanah air yakni Excelkom

dan Telkomsel. Excelkom menyediakan dua pilihan layanan yaitu BlackBerry

Internet Service dan BlackBerry Enterprise Server+ (BES+). Sementara, operator

Telkomsel hanya menyediakan BlackBerry sebagai bagian dari layanan korporasi

dengan BlackBerry Enterprise Server. Umumnya BlackBerry dijual sepaket

dengan nomor operator GSM seperti XL, Indosat, Axis, dan Telkomsel. Dengan

demikian unit BlackBerry dikunci dengan tiga operator. Namun ada juga unit

BlackBerry sebagai unit yang terpisah, alias sudah di unlock sehingga bisa dipakai

oleh seluruh operator. BlackBerry seperti ini berasal dari luar negeri. Produk yang

menjadi andalan utama dan membuat Blackberry digemari di pasar adalah surat-e

gegas (push e-mail). Produk ini mendapat sebutan surat-e gegas karena seluruh

surat baru, daftar kontak, dan informasi jadwal (calendar) “didorong” masuk ke

dalam Blackberry secara otomatis (http://id.wikipedia.org/wiki/BlackBerry).

Setelah 4 tahun dikenalkan di Indonesia, BalckBerry menjadi gadget yang

permintaannya naik tajam. Pengguna BlackBerry sampai saat ini dari golongan

menengah ke atas karena harganya yang masih mahal atau setara dengan

handphone high-end. Pada tataran itu hanya terjangkau kalangan tertentu. Para

eksekutif khususnya yang muda menjadikan BlackBerry sebagai kelengkapan

penampilan atau aksesoris fashion. Di mall, cafe dan, tempat nongkrong kaum

borju, para pengunjungnya banyak yang menggunakan BlackBerry

(http://elfarid.multiply.com/journal/item/958/Blackberry_Candu_atau_Gaya_Hidu

p).

Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan pasar BlackBerry memang mengejutkan, khususnya setelah

perangkat komunikasi ini tidak hanya dipasarkan ke kalangan korporat, tetapi juga

ke konsumen umum (ritel / individual). Dalam tempo empat bulan setelah layanan

BlackBerry On Demand diluncurkan Indosat, jumlah pelanggan bertambah 15

ribu. Total yang pernah pakai BlackBerry On Demand sekitar 30.000 ribu orang.

Kurun waktu tahun 2004 - 2005, pertumbuhannya 25%. Tahun 2006 naik 50%.

Tahun 2006 – 2007 tumbuh 100% karena Blackbeery masuk ke pasar ritel, post

paid. Tahun 2007 – 2008 berkembang 250%. Pelanggan layanan BlackBerry

Indosat sudah berjumlah 35.500 (Wahyu Wijayadi, Direktur Corporate Services

Indosat, Kompas).

Kalau dilihat kebelakang, awal popularitas BlackBerry adalah ketika

Preside n Barack Obama dilantik. Dia menolak protokoler kepresidenan Amerika

yang akan memisahkannya dengan gadget kesayangannya, BlackBerry. Masalah

Presiden baru Amerika Barack Obama itu menjadi berita di berbagai media

sehingga mendorong orang di seluruh dunia untuk mengetahui apa sebenarnya

BlackBerry itu, apakah beda dengan phone, smartphone,PDA dan sejenisnya.

Bukan hanya artis yang menggunakan BlackBerry, ibu rumah tangga maupun

mahasiswa juga menggunakannya hanya sekedar mengikuti trend. Padahal

menggunakan BlackBerry hanya untuk chatting, mengakses facebook, dan

layanan standar seperti e-mail yang sebenarnya sudah bisa diakses dengan

handphone low end asalkan sudah dilengkapi GPRS.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu strategi yang digunakan oleh perusahaan Blackberry untuk

menawarkan produknya agar menarik minat konsumen terhadap produk tersebut

adalah melalui iklan. Seiring pertumbuhan ekonomi, iklan menjadi sangat penting

karena konsumen potensial akan memperhatikan iklan dari produk yang ia akan

beli. Fungsi iklan selain sebagai promosi juga berfungsi (Kotler : 2000)

menginformasikan suatu produk atau jasa ataupun profit perusahaan dan sebagai

media untuk mengingatkan konsumen terhadap suatu produk atau jasa.

Dari berbagai macam media yang ada, banyak pengiklan yang memandang

televisi sebagai media yang paling efektif untuk menyampaikan informasi. Iklan

yang ditayangkan dengan menggunakan jasa televisi sangat beragam, diantaranya

adalah iklan Blackberry. Dengan iklan yang ditayangkan, apakah sudah mengena

pada masyarakat agar dapat menerima pesan tersebut melalui iklan yang

ditayangkan dalam memasarkan produk Blackberry yang ada, maka Blackberry

menayangkan iklannya di berbagai stasiun televisi.

Penayangan iklan Blackberry di televisi diharapkan mengena pada sasaran

konsumen, baik tentang pesan iklan, audio, bintang iklan, dialog, penampilan

visual dan pengaturan. Rasa tertarik terhdap iklan Blackberry mungkin dapat

dimunculkan dengan pewarnaan, gambar, atau pesan iklan yang menarik, dan hal

ini pada gilirannya akan semakin diperkuat oleh keorisinilan penampilan dan

penyusunan kalimat dalam pesan iklan. Iklan Blackberry yang ditayangkan di

televisi maupun iklan Blackberry yang ditayangkan oleh berbagai provider yang

ada telah mampu menarik perhatian khayalak. Desain Blackberry yang elegan dan

fashionable yang dituangkan dalam iklan itu sendiri seolah-olah mampu menarik

minat beli khayalak untuk memilikinya.

Universitas Sumatera Utara

Maka dalam penelitian ini dapat digambarkan bahwa iklan Blackberry

adalah sebagai komunikator yang menyampaikan pesan-pesannya kepada

komunikannya (khayalak sasaran) dengan tujuan untuk menarik perhatian agar

pesan yang disampaikan dapat diterima. Khayalak harus dibuat lebih dari sekedar

merasa tertarik dan terpikat, mereka harus didorong untuk menginginkan produk

atau jasa yang diiklankan.

Iklan Blackberry mempengaruhi minat beli konsumen dalam tindakannya

dan keyakinannya akan merek produk yang ditawarkan perusahaan. Peran iklan

dalam mempengaruhi penjualan seperti yang terlihat dari berbagai teknik

periklanan televisi dengan tingkat eksposur iklan memberikan image tersendiri

bagi konsumen (Lutz : 1995). Perusahaan berharap konsumen potensial akan

berperilaku seperti yang diharapkan melalui iklan komersialnya.

Iklan Blackberry yang di tayangkan media televisi membentuk pernyataan

sikap konsumen yang mempengaruhi minat beli konsumen. Pembentukan sikap

terhadap iklan Blackberry dipengaruhi oleh persepssi konsumen terhadap iklan itu

sendiri. Sikap terhadap iklan ini diawali cara konsumen berfikir mengenai sebuah

iklan. Sikap terhadap iklan (afektif) merupakan cara konsumen merasakan hal

tersebut.

Berdasarkan observasi penelitian lapangan yang dilakuka n oleh peneliti,

Blackberry cukup mendapat perhatian di masyarakat. Peneliti melihat produk ini

telah menjadi fenomena tersendiri di masyarakat. Peneliti memilih mahasiswa

FISIP USU sebagai subjek penelitian karena berdasarkan pengamatan yang

dilakukan peneliti, cukup banyak mahasiswa FISIP USU yang menggunakan

Blackberry, dikarenakan kebutuhan akan penggunaan telepon, kecanggihan fitur

Universitas Sumatera Utara

yang tersedia atau sekedar untuk menjadi gaya hidup diantara sesama teman.

Selanjutnya peneliti melihat hubungan iklan Blackberry tersebut terhadap minat

beli mahasiswa FISIP USU yang cukup besar .

Berdasarkan alasan yang telah diuraikan di atas, penulis merasa tertarik

untuk meneliti dan mengetahui lebih dalam mengenai Hubungan Tayangan Iklan

BlackBerry di Televisi terhadap Minat Beli Mahasiswa FISIP USU.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana hubungan

tayangan iklan BlackBerry di televisi terhadap minat beli mahasiswa FISIP

USU?”

I.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup psenelitian yang terlalu luas dan

menempatkan penelitian lebih fokus, maka penulis perlu membuat pembatasan

masalah yang akan diteliti.

Adapun pembatasan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu mencari hubungan dan menguji

hipotesis.

2. Penelitian dilakukan di berbagai stasiun televisi swasta yang menayangkan

iklan BlackBerry.

Universitas Sumatera Utara

3. Objek penelitian adalah mahasiswa FISIP USU program S-1 tahun

angkatan 2007 – 2009 yang masih aktif dan yang pernah melihat tayangan

iklan BlackBerry di televisi.

4. Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 – Juni 2010.

I.4. Tujuan dan manfaat peneltian

I.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan tayangan iklan BlackBerry di televisi

terhadap minat beli mahasiswa FISIP USU.

2. Untuk mengetahui sejauhmana tayangan iklan Blackberry di televisi dapat

mempengaruhi minat beli mahasiswa FISIP USU.

3. Untuk mengetahui seberapa besar minat beli mahasiswa FISIP USU

terhadap produk-produk BlackBerry.

I.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan

penelitian dan sumber bacaan bagi mahasiswa FISIP USU.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan

penulis dan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU mengenai Ilmu

Komunikasi dan Periklanan.

Universitas Sumatera Utara

3. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi

mahasiswa untuk lebih selektif dalam mengadopsi tayangan iklan di

televisi sehingga tidak mudah terpengaruh terhadap iklan produk tertentu.

I.5. Kerangka Teori

Suatu penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir

dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka

teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana

masalah penelitian yang dipilih itu akan disorot (Nawawi, 1991 : 40 - 41).

Kerangka teori adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu

teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah

tertentu. Kerlinger menyebutkan teori merupakan suatu kumpulan construct atau

konsep, definisi, dan proposisi yang menggambarkan fenomena secara sistematis

melalui penentuan hubungan antara variabel dengan tujuan menjelaskan atau

memprediksi fenomena alam. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

beberapa teori, diantaranya : 1. Komunikasi dan Komunikasi Massa, 2. Media

Massa dan Televisi, 3. Iklan dan Iklan di Media Televisi, 4. Minat Beli, 5.

AIDDA.

I.5.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

Komunikasi pada umumnya diartikan sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan, ada pula yang

mengartikan saling tukar pendapat atau pikiran.

Universitas Sumatera Utara

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggrisnya communication berasal

dari bahasa Latin communicatio dan bersumber dari kata communis, yang berarti

sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 1992 : 9). Jika kita

mengadakan komunikasi dengan orang lain, berarti kita sedang mengadakan

kesamaan makna dengan orang tersebut. Makna berbagai hal bagi orang-orang

timbul dari tindakan bersama yang dilakukan oleh orang-orang itu. Selanjutnya,

tindakan itu berupa pengamatan berbagai hal dan penempatan arah perbuatan

berdasarkan interpretasi personal. Dengan mengamati, tanda, isyarat, dan

petunjuk, mereka menciptakan makna berbagai objek.

Komunikasi dapat dipahami sebagai proses penyampaian pesan, ide, atau

informasi kepada orang lain dengan menggunaka sarana tertentu guna

mempengaruhi atau mengubah perilaku penerima pesan. Komunikasi adalah

penyampain pikiran, pendapat informasi, atau sikap demgam nernicara menulis

atau memberi isyarat (Moekijat, 1993 : 5).

Ada lima unsur yang utama demi kelangsungan suatu proses komunikasi,

yaitu :

a. Komunikator (communicator)

b. Pesan (message)

c. Media (media)

d. Komunikan (communican)

e. Efek (effect)

Jadi dikatakan sebagai komunikasi yaitu dengan terdapat berbagai unsur

tersebut, jika salah satu dari unsur tersebut tidak terdapat, maka komunikasi tidak

berjalan sebagaimana mestinya.

Universitas Sumatera Utara

Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi kemudian dilakukan

dengan menggunakan media, baik itu media catak maupun elektronik. Hal

tersebut menyebabkan proses pengiriman pesan dalam komunikasi dapat

dilakukan secara serempak dan dapat diteriam khalayak dalam jumlah yang besar

dalam satu waktu tertentu. Kegiatan komunikasi semacam ini kemudian disebut

sebgai komunikasi massa.

Komunikasi massa adalah komunnikasi dengan menggunakan media

massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas,

radio, dan televisi yang siarannya ditujukan kepada umum, dan film yang

dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop (Effendy, 1992 : 13).

Komunikasi massa merupakan suatu tipe komuniasi manusia (human

communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat

mekanik yang mampu mlipatgandakan produksi pesan-pesan komunikasi.

Komunikasi massa adalah ringkasan dari komunikasi melalui media massa

(communicating with media), atau komunikasi kepada banyak orang (massa)

dengan menggunakan sarana media. Media massa sendiri ringkasan dari media

atau sarana komunikasi massa. Komunikasi massa dapat diartikan dalam dua cara,

yaitu : komunikasi oleh media dan komunikasi untuk massa. Namun, komunikasi

massa tidak berarti komunikasi untuk setiap orang. Pasalnya, media cenderung

memilih khalayak, demikian pula, khalayak pun memilih-milih media.

Universitas Sumatera Utara

Menurut McQuail (1994 : 33), komunikasi massa dapat juga dikenali dari

karakter yang dimiliki, yaitu :

1. Sumber komunikasi massa bukanlah satu orang melainkan organisasi formal

dan pengiriman seringkali merupakan komunikator atau orang yang

profesional.

2. Pesannya tidak unik dan beraneka ragam serta dapat diperkirakan. Pesan

tersebut seringkali diproses, distandarisasi, dan selalu diperbanyak sehingga

merupakan suatu produk yang mengandung nilai kegunaan.

3. Hubungan antara pengirim dan peneriam pesan biasnya bersifaat satu arah

dan jarang bersifat interaktif, impersonal, dan pengirim biasanya tidak

bertanggung jawab atas konssekuensi yang terjadi pada apra individu dan

pesan yang diperjualbelikan dengan uang atau ditukar dengan perhatian

tertentu.

I.5.2. Media Massa dan Televisi

Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada

sejumlah khalayak yang tersebar heterogen dan anonim melewati media cetak

atau media elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara

serentak dan sesaat. Hal ini menunjukkan bahwa ada dua jenis media massa,

yaitu: cetak (surat kabar dan majalah) dan media elektronik (televisi dan radio).

Jadi, televisi termasuk dalam jenis media yang bersifat elektronik. Media massa

adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada

khayalak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti

Universitas Sumatera Utara

surat kabar, film, radio, dan televisi. Media massa digunakan dalam proses

komunikasi apabila komunikan berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh.

Pengertian media massa sendiri adalah media komunikasi yang mampu

menimbulkan keserempakan, dalam arti khayalak dalam jumlah yang relatif yang

sangat banyak secara bersam-sama pada saat yang sama memperhatikan pesan

yang dikomunikasikan melalui media tersebut, misalnya surat kabar, radio,

televisi siaran, dan film teatrikal yang ditayangkan di gedung bioskop (Effendy,

1992).

Komunikasi media massa televisi adalah proses antar komunikator dengan

komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi komunikasi massa

televisi bersifat periodek. Dalam komunikasi massa media tersebut, lembaga

penyelenggara komunikasi bukan secara perorangan melainkan melibatkan

banyak orang dengan organisasi kompleks serta pembiayaan yang cukup besar.

Pesan-pesan di televisi bukan hanya didengar, tetapi juga dapat dilihat dalam

gambar yang bergerak (Kuswandi, 1996 : 16).

Hubungan media massa dengan khayalak tidak dapat dilihat secara

terpisah melainkan sebagai satu kesatuan. Sudah banyak penelitian komunikasi

yang telah dilakukan untuk melihat hubungan khayalak dengan medianya.

Awalnya pendekatan yang digungakan oleh peneliti hanya melihat bagaimana

efek komunikasi yang terjadi akibat isi pesan yang disampaikan oleh media

massa.

Universitas Sumatera Utara

I.5.3. Iklan dan Iklan di Media Televisi

Kleppner menyatakan bahwa iklan atau advertising berasal dari bahasa

Latin, advere berarti mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain

(Liliweri, 1992 : 17). Institut Praktisi Periklanan Inggris mendefenisikan istilah

periklanan sebagai berikut : periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang

paling persuasif, yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial

atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya semurah-murahnya (Jefkins,

1996 : 5). Masyarakat Periklanan Indonesia mendefenisikan iklan sebagai segala

bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media, ditujukan

kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Khasali, 1992 : 11).

Media iklan terbagi atas dua, yaitu:

1. Media lini atas (above the line media), merupakan bentuk media primer

yang terdiri dari : radio, surat kabar, majalah, papan luar (billboard), dan

televisi.

2. Media lini bawah (below the line media), merupakan bentuk emdia

sekunder yang terdiri adari : pameran, leafleat, brosur, poster, dan stiker

(Rhenald, 1992 : 23).

Media televisi merupakan salah satu media iklan yang efektif untuk

menyampaikan pesan iklan kepada konsumen potensial. Media televisi

merupakan media yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan iklan produk,

positioning iklan tersebut dalam sela-sela program siaran televisi. Maka semakin

banyak waktu yang dihabiskan pemirsa untuk melihat iklan dalam media tersebut.

Bentuk siaran dalam media televisi sangat tergantung dari berbagai bentuk

siarannya, apakah merupakan bagian dari suatu sindikat, jaringan lokal, kabel atau

Universitas Sumatera Utara

bentuk lainnya. Bentuk iklan ditelevisi yaitu: Pensponsoran, partisipasi,

pengumuman maupun announ cement.

Media televisi menimbulkan danpak yang kuat terhadap konsumen dalam

hal menciptakan kelenturan dengan mengkombinasikan audio visual sehingga

iklan dapat dikemas dalam bentuk yang menarik. Iklan media televisi dapat

mempengaruhi sikap dan persepsi konsumen sasaran dimana banyak konsumen

potensial meluangkan waktu didepan televisi sebagai sumber berita dan informasi.

Sebagai media penyiaran, keunikan televisi adalah sangat personal dan

demonstratif, tetapi juga sangat mahal dan dianggap penyebab ketidakteraturan

(clutter) dalam persaingan. Seperti media lainnya, periklanan di televisi

mempunyai sejumlah kekuatan, antara lain (Shimp, 2003 : 535 - 536) :

1. Televisi memiliki kemampuan yang unik untuk mendemonstrasikan

penggunaan produk.

2. Televisi juga mempunyai kemampuan untuk muncul tanpa diharapkan

(intusion value).

3. Kemampuan televisi untuk memberikan hiburan dan menghasilkan

kesenangan.

4. Kemampuan televisi untuk menjangkau para konsuumen satu-persatu.

5. Televisi dapat menayangkan humor sebagai strategi periklanan yang

efekt if.

6. Periklanan dengan menggunakan televisi sangat efektif dengan tenaga

penjualan perusahaan dan perdagangan.

7. Manfaat terbesar periklanan bagi televisi adalah kemampuannya untuk

mencapai dampak yang diinginkan.

Universitas Sumatera Utara

I.5.4. Minat Beli

Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu

merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang

diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael,

2001).

Mehta (1994 : 66) mendefinisikan minat beli sebagai kecenderungan

konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang

berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan

konsumen melakukan pembelian.

Pengertian minat beli menurut Howard (1994) (Durianto dan Liana, 2004 :

44) adalah sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli

produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode

tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan pernyataan mental dari diri

konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek

tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemasar untuk mengetahui minat beli

konsumen terhadap suatu produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi

menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen di masa yang

akan datang.

Sedangkan definisi minat beli menurut Kinnear dan Taylor (1995)

(Thamrin, 2003 : 142) adalah merupakan bagian dari komponen perilaku

konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk bertindak

sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Rossiter dan Percy (1998 :

126) mengemukakan bahwa minat beli merupakan instruksi diri konsumen untuk

melakukan pembelian atas suatu produk, melakukan perencanaan, mengambil

Universitas Sumatera Utara

tindakan-tindakan yang relevan seperti mengusulkan (pemrakarsa)

merekomendasikan (influencer), memilih, dan akhirnya mengambil keputusan

untuk melakukan pembelian.

I.5.5. Teori AIDDA

Mengingat iklan merupakan suatu proses atau kegiatan komunikasi yang

melibatkan pihak perusahaan dan masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa

AIDDA adalah teori yang sesuai untuk melihat tahapan iklan tersebut.

Menurut Effendy (2002 : 25), AIDDA adalah singkatan dari Attention,

Interest, Desire, Decision, dan Action. Proses pentahapan komunikasi ini

mengandung maksud bahwa komunikasi hendaknya dimulai dengan

membangkitkan perhatian atau attention. Dalam hubungan ini komunikator harus

menimbulkan daya tarik.

Dimulainya komunikasi dengan membangkitkan perhatian akan menjadi

suatu awal suksesnya proses komunikasi. Apabila perhatian komunikan telah

terbangkitkan, hendaknya disusun dengan upaya menumbuhkan minat atau

interest, yang merupakan derajat yang lebih tinggi dari perhatian. Minat

merupakan kelanjutan dari perhatan yang merupakan titik tolak bagi timbulnya

suatu hasrat atau desire untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan oleh

komunikator. Jika hanya ada hasrat saja pada diri komunikan, maka bagi

komunikator ini belum berarti apa-apa sebab harus dilanjutkan dengan datangnya

keputusan atau decision, yaitu keputusan untuk melakukan kegiatan atau action

sebagaimana yang diharapkan oleh komunikator (Khasali, 1992 : 83-86).

Universitas Sumatera Utara

Sebuah iklan akan memberikan efek bagi responden yang mendengarkan,

dan atau menyaksikan sebuah iklan. Adapun efek sebuah iklan menurut Jefkins

(1996 : 234 - 235) :

a. Perhatian

Kecuali sutau iklan berhasil memenangkan perhatian, memecahkan

perhatian pembaca dari berita editorial atau iklan lain, iklan yang dihasilkan tidak

akan diperhatikan sedikitpun oleh pembaca. Beberapa stimulus mampu menarik

perhatian karena orang diajari atau dikondisikan untuk bereaksi terhadap suatu

iklan, sebagai contoh : musik / sound seperti telepon atau bel pintu dan sirine yang

meraung-raung kadang dimasukkan sebagai latar belakang iklan radio dan

televisi. Jalan cerita yang menggambarkan pesan iklan itu sendiri juga dianggap

mampu menarik perhatian.

b. Ketertarikan

Tidak ada patokan tertentu yang membuat orang tertarik pada iklan kecuali

iklan itu juga berhasil meraih rasa ketertarikan mereka, di mana daya tarik iklan di

sini menggunakan sederetan selebritis yang dianggap paling cantik dan elegan

yang sesuai dengan image produk.

c. Keinginan

Pembaca harus dibuat lebih dari sekedar merasa tertarik dan terpikat, maka

harus didorong untuk menginginkan produk atau jasa yang diiklankan.

Pengetuahuan juga meningkatkan kemauan konsumen untuk memahami suatu

pesan. Efek menguntungkan pemahamann ini akan disertai berkurangnya

kesalahpahaman. Jadi harapan yang diciptakan label merk cukup kuat uintuk

mengubah persepsi konsumen atas suatu produk. Sifat kebutuhan konsumen pada

Universitas Sumatera Utara

waktu disodori suatu iklan akan mempengaruhi penekanan yang diberikan pada

sifat pemikat perhatian suatu iklan karena konsumen sudah dimotivasi

kebutuhannya sendri untuk memproses iklan itu.

d. Keputusan

Keputusan sangat bagus bila mampu menciptakan keinginan untuk

membeli, memiliki atau menikmati produk atau jasa yang diiklankan, namun juga

perlu menciptakan iklan yang mampu memunculkan keyakinan bahwa memang

layak untuk melakukan pembelian dan hal itu akan memberikan kepuasan

sebagaiman yang mereka inginkan, tentu saja keputusan di sini mungkin dapat

diraih dengan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang

diiklankan.

e. Tindakan

Yaitu bagaimana iklan mampu menimbulkan respon. Iklan di media massa

mampu membuat khayalak melakukan tindakan sesuai yang diinginkan, yang

mengarah pada tindakan pembelian nyata dan atau pembelian ulang bagi

konsumen yang mempunyai loyalitas.

I.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis

dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai (Nawawi, 2001

: 40). Konsep adalah gambaran mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas

dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kselompok, dan

individu tertentu (Singarimbun, 1995 : 34).

Universitas Sumatera Utara

Kerangka konsep juga merupakan bahan yang akan menuntun dalam

merumuskan hipotesa penelitian. Konsep yang akan dikemukakan dalam

penelitian ini dijabarkan atas kelompok-kelompok variabel sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang

menentukan munculnya gejala atau faktor unsur lain (Nawawi, 1991 : 56).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Iklan BlackBerry di Televisi.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada

atau tidak ada munculnya dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas

(Nawawi 1991 : 57). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Minat Beli

Mahasiswa FISIP USU.

3. Variabel Antara (Intervening Variable)

Varabel antara adalah sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol, akan

tetapi dapat diperhitungkan pengaruhnya terhadap variabel bebas (Nawawi, 1991 :

58). Variabel antara dalam penelitian ini adalah Karakteristik Responden.

I.7. Model Teoritis

Berdasarkan kerangka konsep yang ada, maka akan dibentuk menjadi

suatu model teoritis sebagai berikut :

Variabel Bebas (X)

Iklan BlackBerry di Televisi

Variabel Terikat (Y)

Minat Beli Mahasiswa FISIP USU

Variabel Antara (Z)

Karakteristik Responden

Universitas Sumatera Utara

I.8. Variabel Operasional

Operasional variabel digunakan untuk lebih memudahkan kesamaan dan

kesesuain penelitian berdasarkan kerangka konsep di atas, yakni :

No. Variabel Teoritis Variabel Operasional

1. Variabel Bebas (X)

Iklan BlackBerry di

Televisi

1. Faktor Bentuk

a. Bahasa

b. Gambar

c. Warna

2. Faktor Isi

a. Daya tarik pesan

b. Kejelasan pesan

c. Suggestive information

3. Penggunaan Media

a. Frekuensi melihat iklan

BlackBerry

b. Intensitas melihat iklan

BlackBerry

2. Variabel Terikat (Y)

Minat Beli Mahasiswa

FISIP USU

1. Kognitif (kesadaran dan

pengetahuan)

- Attention (perhatian)

2. Afektif (sikap atau perasaan /

emosi)

- Interest (minat)

Universitas Sumatera Utara

- Desire (keinginan)

3. Konatif (perilaku / tindakan)

- Decision (keputusan)

- Action (tindakan)

3. Variabel Antara (Z)

Karakteristik Responden

1. Departemen

2. Tahun Angkatan

3. Jenis Kelamin

4. Usia

5. Uang Saku Perbulan

6. Status Tempat Tinggal

I.9. Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut mengenai konsep

yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Oleh karena itu, variabel

defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Iklan BlackBerry di Televisi

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan iklan BlackBerry di televisi

adalah iklan BlackBerry yang hadir di berbagai stasiun televisi swasta yang ada di

televisi.

1. Bahasa / kata-kata, yaitu sejauh mana bahasa / kata-kata yang disajikan

pada iklan tersebut mampu menarik dan dimengerti oleh responden.

2. Gambar, apakah gambar yang ditayangkan dalam iklan dapat menarik dan

diterima oleh responden dengan jelas.

Universitas Sumatera Utara

3. Kejelasan pesan, apakah pesan yang disampaikan dalam iklan mampu

dicerna atau dimengerti dengan jelas oleh responden.

4. Gaya bahasa, yaitu bagaimana gaya bahasa yang ditampilkan dalam iklan

mampu menarik responden untuk membeli produk.

5. Suggestive information, yaitu mencoba untuk memberitahukan kegunaan

dan kelebihan dari produk yg diikalnkan.

6. Frekuensi melihat iklan Blackberry, yaitu tingkat keseringan responden

melihat iklan BlackBerry yang ditayangkan di televisi.

2. Minat Beli Mahasiswa FISIP USU

Dalam hal ini, yang diamati adalah aspek :

1. Kognitif (kesadaran dan pengetahuan)

- Attention (perhatian), yaitu khayalak melihat tayangan iklan di televisi.

Perhatian ini muncul karena iklan tersebut dikemas sedemikian rupa

dengan gaya bahasa yang tepat sehingga kelihatan menarik.

2. Afektif (sikap atau perasaan / emosi)

- Interest (minat), yaitu setelah perhatian khayalak terfokus pada iklan

yang dimuat, maka perhatian tersebut dapat menjadi minat yang dapat

menimbulkan rasa ingin tahu lebih jauh mengenai produk

tersebut.

- Desire (keinginan), yaitu kebutuhan atau keinginan khayalak untuk

membeli atau memiliki, memakai sesuatu harus dibangkitkan, yaitu

dari proses adanya rasa ketertarikan terhadap iklan kemudian timbul

keinginan untuk membeli atau memiliki.

Universitas Sumatera Utara

- Decision (keputusan), yaitu tahap di mana kebutuhan khayalak telah

berhasil diciptakan. Khayalak harus diyakinkan agar mengambil

keputusan untuk melakukan pembelian dan khayalak harus benar-benar yakin dengan keputusan yang dilakukan untuk membeli produk

tersebut.

3. Konatif (perilaku / tindakan)

- Action (tindakan), yaitu tahap terakhir setelah melalui tahap perhatian,

minat, keinginan, dan keputusan. Pada tahap ini khayalak yang melihat

iklan tersebut sudah melakukan suatu tindakan pembelian terhadap

produk atau jasa yang diiklankan.

3. Karakteristik Responden

1. Departemen, yaitu departemen yang diambil responden.

2. Tahun Angkatan / stambuk, yaitu tahun masuk responden

3. Jenis Kelamin, yaitu jenis kelamin pria atau wanita dari responden.

4. Usia, yaitu usia / umur responden.

5. Uang Saku Perbulan, yaitu pengeluaran mahasiswa tiap bulannya.

6. Status Tempat Tinggal, yaitu keberadaan tempat tinggal mahasiswa.

I.10. Hipotesis

Hipotesis adalah generalisasi atau rumusan kesimpulan yang bersifat

tentaif (sementara) yang hanya akan berlaku apabila setelah terbukti kebenarannya

(Nawawi, 2001 : 161).

Universitas Sumatera Utara

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Ho : Tidak terdapat hubungan antara Tayangan Iklan BlackBerry di Televisi

dengan Minat Beli Mahasiswa FISIP USU

Ha : Terdapat hubungan antara Tayangan Iklan Blackberry di Televisi dengan

Minat Beli Mahasiswa FISIP USU

Universitas Sumatera Utara

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18226/5/Chapter%20I.pdf