akhlak dan tasawuf makalah.docx
TRANSCRIPT
TUGAS MAKALAHMATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
AKHLAK DAN TASAWUF DALAM ISLAM
Disusun Oleh:
1. GURMEET KAUR (1125151977)
2. UMI SALAMAH (1125153764)
KELAS C 2015
PROGRAM STUDI PSIKOLOGIFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan
rahmat karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Akhlak dan Tasawuf Dalam Islam” . Makalah ini berisikan tentang pengertian
akhlak dan tasawuf dalam Islam dan pembagian-pembagiannya. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karna itu, kritik dan saran dari dosen dan teman-teman
yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi lebih baiknya makalah ini. Penyusunan
makalah ini didasarkan untuk melaksanakan kewajiban kami sebagai mahasiswa dan
memenuhi tuntutan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah pendidikan agama Islam.
Terimahkasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah pendidikan agama Islam yang
telah memberikan tugas ini sehingga mempermudah kami dalam memahami tentang akhlak
dan tasawuf dalam islam.
Akhirkata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah Swt.
senantiasa meridhoi segala usaha kita, Aamiin.
Jakarta, 14 Oktober 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia termasuk salah satu wilayah di belahan dunia yang memiliki beberapa
kepercayaan dan agama yang dianut oleh warga negaranya salah satunya agama yang
diyakini oleh mayoritas masyarakatnya ialah agama Islam. Diantara banyaknya ajaran-ajaran
yang terdapat di dalam agama Islam antara lain membahas mengenai akhlak seperti Akhlak
Tasawuf. Akhlak tasawuf juga termasuk khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya
hingga saat ini semakin dirasakan dan dibutuhkan. Secara historis dan teologis Akhlak
Tasawuf tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan
akherat. Sebagaimana tujuan utama Rasulullah saw. diutus ke bumi adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Itulah yang menjadi faktor keberhasilan Beliau dalam
berdakwah menyebarkan agama Islam. Semua manusia ciptaan Allah hendaklah memiliki
akhlak mulia seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad saw. Adapun pada zaman
modern layaknya sekarang, kita dihadapkan berbagai masalah terutama masalah akhlak dan
moral yang cukup serius, yang apabila dibiarkan dan tak ada yang peduli maka akan
menghancurkan masa depan bangsa. Maraknya kejahatan dan perbuatan yang menyimpang
dari aturan agama telah kita lihat, dengarkan dan juga dirasakan oleh semua orang, membuat
pentingnya mengkaji dan mempelajari Akhlak Tasawuf pada kehidupan saat ini. Bukan
hanya dengan uang, ilmu pengetahuan dan teknologi saja, tetapi harus dibarengi dengan
penanganan di bidang akhlak mulia dan mental spritual.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Akhlak dan Tasawuf?
2. Apa sajakah klasifikasi dan ruang lingkup dalam ajaran ilmu Akhlak dan Tasawuf?
3. Bagaimanakah manfaat mempelajari Akhlak Tasawuf dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu Akhlak dan Tasawuf.
2. Untuk mengetahui klasifikasi-klasifikasi dan ruang lingkup yang termasuk dalam
ajaran ilmu Akhlak dan Tasawuf.
3. Untuk mengetahui manfaat mempelajari Akhlak Tasawuf dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akhlak dalam Islam
1. Pengertian Akhlak
Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, yaitu jama’ dari kata “khuluqun” yang secara
etimologis bermaksa tabi’at, budi pekerti, adat, dan kebiasaan. Sedangkan pendekatan lain
bisa dari kata “kholaqo” sangat erat kaitannya dengan kata “kholiq” yang menciptakan dan
“makhluk” yang diciptakan. Dari sini ada korelasi hubungan yang baik antara kholiq (Tuhan)
dengan makhluk (manusia). Dengan demikian, manusia sebagai makhluk harus mempunyai
akhlak terhadap kholiq (Tuhan), akhlak terhadap sesama manusia dan terhadap alam semesta
supaya tercipta kehidupan yang harmonis.
Adapun definis akhlak yang diutarakan oleh Akhmad Amin yaitu akhlak adalah
kehendak yang dibiasakan. Maksudnya, jika kehendak tersebut membiasakan sesuatu, maka
kebiasaan tersebut disebut akhlak. Ada dua syarat agar sesuatu bisa dikatakan sebagai
kebiasaan, yakni:
a. Adanya kecenderungan hati kepadanya atau ada kehendak/iradah untuk
melakukannya.
b. Adanya pengulangan yang cukup banyak, sehingga mudah mengerjakan tanpa
memerlukan pemikiran lagi.
Adapun yang dimaksud kehendak(iradah) adalah kemenangan dari keinginan
setelah mengalami kebimbangan. Proses terjadinya iradah adalah:
a. Timbulnya keinginan setelah adanya stimulus melalui indera.
b. Timbulnya kebimbangan, antara mana yang harus dipilih atau didahulukan
diantara sekian banyak pilihan.
c. Mengambil keputusan atau menentukan keinginan yang dipilih.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada
jiwa manusia yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melalui
proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian. Jika keadaan tersebut melahirkan perbuatan
yang baik dan terpuji (sesuai syariat Islam) disebut akhlak mahmudah (akhlak terpuji)
sedangkan jika [erbuatan-perbuatan yang timbul itu tidak baik dinamakan akhlak mazmumah
(akhlak tercela).
Adapun model akhlak yang harus kita contoh dan teladani adalah akhlak Rasulullah
Muhammad SAW, sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Qalm, 68:4:
Artinya: “Sesungguhnya, engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti (khuluqin) yang
luhur.”
Karena itu Rasulullah SAW merupakan teladan bagi umat manusia dalam
mewujudkan akhlak mahmudah, akhlak yang islami. Hal ini dipertegas dalam Q.S Al-Ahzab
33:21:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.”
Persamaaan antara etika, moral dan akhlak adalah sama-sama membicarakan tabiat
manusia. Sedangkan perbedaan yang substansial karena konsep akhlak berasal dari
pandangan agama terhadap tingkah laku manusia, sedangkan etika adalah pandangan tentang
tingkah laku manusia dalam perspektif filsafat dan moral lebih cenderung dilihat dalam
perspektif sosial normatif dan ideologis.
2. Pembagian Akhlak
a. Akhlak kepada Allah
Akhlak terhadap Allah dalam bentuk realita, diwujudkan dalam kegiatan yang
dikenal dengan rukun islam yang lima, tetapi intinya berfungsi untuk
pelaksanaannya sendiri. Dibawah ini merupakan Allah kepada Allah yang
paling urgen:
1) Tauhid
Tauhid artinya mengesakan Allah, tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu. Allah berfirman dalam Q.S Al-Ikhlas, 112:1:
Artinya: “Katakanlah (Muhammad) Allah itu esa.”
Menyekutukan Allah dengan lainnya adalah syirik dan orangnya
disebut musyrik. Dosa syirik kepada Allah adalah dosa besar, bahkan
dosa yang tidak terampuni, artinya bila seseorang melakukan perbuatan
syirik dan mati bersama dosa itu tanpa pernah bertaubat sebelumnya
maka dosa itu tidak bisa ditebus atau diampuni di akhirat. Dan yang
bersangkutan akan mendapatkan siksa yang nyata dan pedih.
2) Takwa
Takwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan
mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Diri
harus dipelihara dari yang ditakuti, dan yang paling ditakuti adalah
siksa Allah S.W.T. Oleh sebab itu, orang yang berakhlak kepada Allah
adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Dan orang yang
bertakwalah yang paling mulia di sisi-Nya. Muttaqin adalah orang-
orang yang memelihara diri mereka dari azab dan kemarahan Allah
dengan cara berhenti di garis batas yang telah ditentukan, melakukan
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
3) Tawakkal
Tawakkal adalah membebaskan hari dari segala ketergantungan
kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatu
kepada-Nya. Tawakkal harus diawali dengan kerja keras dan usaha
maksimal (ikhtiar). Allah S.W.T memerintahkan umat Islam untuk
tetap selalu waspada dan tidak lalai. Manfaat sikap tawakkal adalah
untuk mendapatkan ketenangan batin.
4) Taqarrub
Taqarrub adalah cara mendekatkan diri kepada Allah dengan
jalan melaksanakan ibadah yang wajib dan sunnah. Allah berfirman
dalam Q.S Al-Baqarah 2:185
Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-
Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran."
5) Taubat
Taubat berasal dari kata taaba yang berarti kembali. Orang
yang bertaubat kepada Allah S.W.T adalaj orang yang kembali dari
sesuatu (yang buruk) menuju sesuatu (yang baik). Allah berfirman
dalam Q.S An-Nur, 24:31
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-
putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-
putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
b. Akhlak kepada Makhluk
1. Akhlak pada Diri Sendiri
Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai kewajiban terhadap
dirinya sendiri. Namun bukan berarti kewajiban ini lebih penting daripada
kewajiban kepada Allah. Dikarenakan kewajiban yang pertama dan utama
bagi manusia adalah mempercayai dengan keyakinan yang sesungguhnya
bahwa “Tiada Tuhan melainkan Allah”. Keyakinan pokok ini merupakan
kewajiban terhadap Allah sekaligus merupakan kewajiban manusia bagi
dirinya untuk keselamatannya.
Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya sendiri yang harus
ditunaikan untuk memenuhi haknya. kewajiban ini bukan semata-mata
untuk mementingkan dirinya sendiri atau menzalimi dirinya sendiri. Dalam
diri manusia mempunyai dua unsur, yakni jasmani (jasad) dan rohani
(jiwa). Selain itu manusia juga dikaruniai akal pikiran yang membedakan
manusia dengan makhluk Allah yang lainnya. Tiap-tiap unsur memiliki hak
di mana antara satu dan yang lainnya mempunyai kewajiban yang harus
ditunaikan untuk memenuhi haknya masing-masing.
Berikut merupakan macam-macam akhlak seorang muslim pada diri
sendiri:
a. Berakhlak terhadap jasmani
Senantiasa menjaga kebersihan
Menjaga makan dan minumnya
Menjaga kesehatan
Berbusana yang Islami
b. Berakhlak terhadap Akal
Menuntut ilmu
Memiliki spesialisasi ilmu yang dikuasai
Mengajarkan ilmu pada orang lain
Mengamalkan ilmu dalam kehidupan
2. Akhlak terhadap keluarga atau pada orang lain
Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkan kasih sayang
diantara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi.
Akhlak kepada orang tua adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan
dan perbuatan. Berbuat baik kepada orang tua dibuktikan dalam bentuk-bentuk
perbuatan antara lain:
Menyayangi dan mencintai orang tua sebagai bentuk terima kasih
dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut
Mentaati perintah orang tua
Meringankan beban
Menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha
Sedangkan titik tolak akhlak kepada orang lain adalah kesadara
bahwa manusia hidup di dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai macam
suku bangsa yang berbeda- beda bahasa dan budaya.
Beberapa contoh akhlak mulia terhadap orang lain yaitu:
1. Belas kasihan atau kasih sayang, yaitu sikap yang selalu ingin
berbuat baik dan menyantuni orang lain.
2. Rasa persaudaraan, yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan
atau mengikat tali persaudaraan.
3. Memberi nasehat, yaitu suatu upaya untuk memberika petunjuk
kepada orang lain dengan menggunakan perkataan.
3. Akhlak dalam kehidupan masyarakat dan bernegara
Tujuan dari kehidupan bermasyarakat diantaranya ialah menumbuhkan
rasa cinta, perdamaian, tolong-menolong, yang merupakan fondasi dasar
dalam masyarakat Islam. Dalam suatu hadits digambarkan kondisi seseorang
yang beriman dengan berakhlak mulia dalam kehidupan masyarakat.
Selain kita memperlakukan dengan baik diri kita sendiri, kita juga
harus memperhatikan saudaranya (kaum muslim semuanya) dan juga tetangga
kita yang selalu ada ketika kita membutuhkan bantuan. Bisa disebutkan bahwa
apabila salah satu tetangga kita sedang tertimpa suatu masalah dan sangat
membutuhkan bantuan hendaklah membantu jangan hanya berdiam diri
padahal kita tidak sadar sedang melakukan kesalahan-kesalahan. Pastilah
Allah SWT sangat tidak suka terhadap orang yang seperti itu, maka masuklah
ke neraka (tidak masuk surga).
Kerukunan antar umat beragama juga sangat diperlukan di kehidupan
masyarakat, bukan berarti rukun sehingga menyamakan agama dan
mencampur adukkan agama, tetapi rukun dalam pengertian saling
menghormati dan tidak saling mencurigai pemeluk agama lain. Akhlak yang
demikianlah yang akan menjamin keutuhan hidup bangsa Indonesia. Meskipun
umatnya terdiri dari bermacam-macam penganut agama, namun jika setiap
orang an kelompok tahu kewajiban dan haknya masing-masing, kesatuan
bangsa tetap akan terjamin
4. Akhlak pada alam lingkungan
Lingkungan hidup dalam Islam dibagi menjadi dua tempat kehidupan,
yakni kehidupan di dunia (alam nyata) dan kehidupan di akhirat (alam gaib).
a. Akhlak terhadap alam nyata
Manusia berkewajiban untuk menjaga dan melestarikan
lingkungan. Semula lingkungan hidup hanya mencakup lingkungan yang
sudah ada secara alamiah, tetapi lama kelamaan manusia memiliki
kemampuan mengubah lingkungan. Jika ajaran Islam dihayati, maka
terasa bahwa kewajiban manusia di dunia adalah untuk mengembangkan
diri dan meningkatkan kualitas rohaninya untuk dibaktikan pada jalan
yang diridhai-Nya dalam melaksanakan amanat-Nya. Umat islam
ditekankan agar tidak membuat kerusakan di Bumi tanpa mengadakan
perbaikan (As-Syu’ara’ 151-152)
Artinya: “dan janganlah kamu mentaati, perintah orang-orang yang
melewati batas-(QS.26:151) yang membuat kerusakan di muka bumi, dan
tidak mengadakan perbaikan-(QS.26:152).”
Orang yang merusak Bumi disebut fasik, adapun ciri-ciri orang
yang fasik yakni:
Melanggar perjanjian dengan Allah
Tidak melaksanakan amanah sebagaimana mestinya
Membuat kerusakan di Bumi
Hakikat pokok dalam pengembangan akhlak terhadap lingkungan
hidup adalah terpeliharanya keseimbangan alam dan keseimbangan
lingkungan hidup. Hal ini dapat dicapai jika akal dan nafsu terkendali,
serta mengindahkan keseimbangan dan menghindarkan diri dari sikap
merusak atau destruktif.
b. Akhlak terhadap alam gaib
Lingkungan hidup di akhirat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan
seseorang sewaktu ia berada dalam lingkungan hidup di dunia. Agar ia
mendapat lingkungan hidup yang baik di akhirat seseorang harus menjaga
bukan saja pengaruh kerusakan alam dalam kehidupan nyata, tetapi ia juga
harus menjaga diri dari pengaruh negatif yang muncul dari makhluk gaib
yang dalam istilah agama disebut syetan.
Di sisi lain,diperkenalkan juga makhluk gaib yang membimbing
manusia untuk memelihara lingkungan hidupnya, menjaga keseimbangan
tatanan hidup, dan menata kembali alam yang rusak. Makhluk gaib yang
bertugas membimbing dan mendorong manusia untuk kebaikan yang
sesuai dengan ajaran Islam disebut malaikat. Jika pengaruh syetan
dominan maka nanti di akhirat kehidupannya akan penuh kesengsaraan,
sedangkan jika pengaruh malaikat lebih dominan maka di akhirat
kehidupannya akan bahagia. Untuk itu diperlukan pendekatan keagamaan
guna memunculkan rasa solidaritas sosial, demi kelestarian lingkungan
hidup di dunia dan kebahagiaan lingkungan hidup di akhirat.
B. Tasawuf Dalam Islam
1. Pengertian Tasawuf
Tasawuf adalah salah satu bidang kajian studi Islam yang memusatkan
perhatiannya pada upaya pembersihan aspek batiniah yang dapat menghidupkan
kegairahan akhlak yang mulia. Tasawuf juga merupakan penyucian “hati” dan
menjaganya tidak cedera, untuk selanjutnya menuju hubungan yang harmonis antara
manusia dengan Tuhannya. Istilah tasawuf berasal dari kata “sufi” yang artinya suci.
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menjelaskan tata cara pengembangan rohani manusia
dalam rangka usaha dan mendekatkan diri kepada Allah.
2. Latar Belakang Munculnya Tasawuf dalam Islam
Tasawuf berkembang melalui dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal.
Berikut merupakan teori-teori mengenai munculnya aliran tasawuf:
Faktor external:
Falsafat mistik Pythagoras yang berpendapat bahwa ruh manusia bersifat kekal
dan berada di dunia sebagai orang asing. Ajaran Pythagoras yaitu
meninggalkan dunia dan pegi berkomtemplasi, inilah menurut sebagian orang
yang mempengaruhi timbulnya “zuhd” dalam Islam.
Falsafat emanasi Plotinus yang mengatakan bahwa wujud ini memancar dari
zat Tuhan Yang Maha Esa. Ruh berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada
Tuhan. Tetapi dengan masuknya ke alam materi, ruh menjadi kotor, dan untuk
dapat kembali ke tempat asalnya harus terlebih dahulu dibersihkan. Pensucian
ruh ialah dengan meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan. Dikatakan bahwa
flasafat ini mempunyai pengaruh terhadap munculnya kaum zahid dan sufi
dalam Islam.
Ajaran Budha dengan faham nirwananya. Untuk mencapai nirwana, orang
harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi.
Ajaran Hindu juga mendorong manusia meninggalkan dunia dan mendekati
Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahmana.
Ajaran Nasrani tentang rahib-rahib yang mengasingkan diri (khalwat) dari
kehidupan dunia.
Faktor internal:
Berkembangnya tasawuf dalam dunia Islam karena ajaran Islam memberi
tempat bagi pengembangan sifat-sifat yang baik seperti seseorang yang bertaubat atas
segala dosa, berperilaku wara’, hidup zuhud, fakir, shabar, tawakkal, dan ridha atas
segala apa yang diberikan Allah kepada kita dalam kehidupan ini. Hakikat tasawuf
adalah mendekatkan diri dengan Tuhan. Tentang kedekatan Tuhan digambarkan pada
Q.S. Al-Baqarah, 2:115:
L
Artinya: “Dan kepunyaan Allahlah Timur dan Barat; maka ke mana jugapun kamu
menghadap, disanapun ada wajah Allah; sesungguhnya Allah adalah Maha Luas lagi
Maha Mengetahui.”
3. Landasan Teologis Tasawuf dalam Islam
Landasan utama tasawuf adlah Al-Qur’an dan hadis karena didalam Al-
Qur’anlah terkandung kedamaian, ketenangan, petunjuk-petunjuk, dan hukum-hukum
Allah yang benar. dalam kaidah fikih ada bunyi “Al-‘adatu muhakkamah” yang
artinya tradisi itu bisa menjadi legitimasi hukum, sepanjang tidak bertentangan
dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Demikian tasawuf diperbolehkan asal tidak menyalahi
Al-Qur’an dan hadis. Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Allah melalui
penyucian diri dan amaliyah-amaliyah Islam seperti terkandung dalam Q.S. Asy-syam
91:9:
Artinya: “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang
lagi di ridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKu dan masuklah
kedalam surgaKu.”
Jadi, fungsi tasawuf dalam hidup adalah menjadikan manusia berkepribadian
shalih, berperilaku baik dan mulia serta ibadahnya yang berkualitas. Mereka yang
masuk dalam sebuah tharekat atau aliran tasawuf dalam mengisi kesehariannya
diharuskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqomah, dan tawadhu, serta sifat-sifat
keshalehan lainnya.
4. Maqamat wa al-Ahwal
Maqamat
Maqamat adalah bentuk jama’ dari kata maqam yang artinya disiplin
keruhanian yang ditujukan oleh seseorang berupa pengalaman-pengalaman yang
dirasakan dan diperoleh melalui usaha-usaha tertentu. Di dalam Ensiklopedi Islam
disebutkan bahwa, maqam adalah tingkatan suasana kerohanian yang ditunjukan oleh
seorang sufi (tasawuf) berupa pengalaman-pengalaman yang dirasakan dan diperoleh
melalui usaha-usaha tertentu, jalan yang panjang berisi tingkatan yang harus ditempuh
oleh seorang sufi agar berada sedekat mungkin dengan Allah SWT dan bukan hasil
usaha manusia. Datangnya kondisi mental itu seperti tidak menentu.
Mengenai jumlah maqamat yang harus ditempuh oleh para sufi ternyata
berbeda-beda sesuai dengan pengalaman-pengalaman pribadi orang yang
melakukannya. Dengan demikian, sufi akan berbeda jumlah maqamatnya dengan sufi
yang lain. Maka tidaklah heran kalau dalam buku-buku tasawuf kita menemukan
aneka raga, jumlah maqamat tersebut. Berikut ini merupakan maqam menurut
pembagian dan susunan Abu Nasr Al-Tusi dalam bukunya Kitab al-lum’fi’t
Tashawwuf:
1) Maqam Taubat
Taubat yang dimaksudkan sufi adalah tobat yang sebenar-
benarnya, tobat yang tidak akan membawa dosa lagi atau disebut
taubat nasuha, yaitu taubat yang membuat orangnya menyesal atas
dosa-dosanya dan betul-betul tidak berbuat dosa lagi walau sekecil
apapun. Karena langkah pertama yang harus dilakukan seorang sufi
adalah bertaubat.
2) Maqam Wara’
Dalam tasawuf, wara’ merupakan langkah kedua setelah taubat,
dan disamping itu merupakan pembinaan mentalitas (akhlak) yang juga
merupakan tangga awal untuk membersihkan hati dari ikatan
keduniaan. Kata wara’ mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak
baik, yaitu meninggalkan segala yang dalamnya terdapat syubhat
(keragu-raguan) tentang halalnya sesuatu. Meninggalkan syubhat
berarti menjauhi segala hal yang belum jelas haram dan halalnya.
3) Maqam Zuhud
Zuhud yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup
kematerian. Sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu
menjadi zahid, barulah setelah itu ia bisa meningkat menjadi sufi. Pada
dasarnya zuhud dalam tasawuf merupakansalah maqam dan mendapat
isi serta bentuknya yang khusus sufi.
4) Maqam Fakir
Fakir ialah tidak meminta lebih dari apa yang ada pada diri kita.
5) Maqam Sabar
Sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, dalam
menjauhi segala larangannya dan dalam menerima segala percobaan-
percobaanyang ditimpakanNya pada diri kita. Jadi dengan maqam
sabar, para sufi memang telah mempersipakan diri bergelimang dengan
seribu satu kesulitan dan derita dalam hidupnya, tanpa ada keluhan
sedikitpun.
6) Maqam Tawakkal
Tawakkal merupakanbentuk dari kata al-wakalah yang
mengandung arti menyerahkan, menyandarkan, dan memercayakan.
Hal ini sebagai sikap berserah diri sepenuhnya kepada ketetapan dan
takdir Allah SWT.
7) Maqam Ridha
Tidak berusaha. Tidak menentang qada dan qadar Allah.
Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal didalam
perasaan senang dan gembira.
Setelah melewati tahap ridha, atau setelah melewati tahap maqamat yang ketujuh
maka seorang sufi sudah sampai pada tingkat yang pertama, seorang sufi akan
melewati tingkat kedua yang lebih tinggi derajatnya, yaitu mahabbah, ma’rifah, fana’
dan baqa’, al-ittihad, dan ahwal.
C. Hubungan Tasawuf dengan Akhlak
Jika kata “tasawuf” dengan “akhlak” disatukan, akan terbentuk sebuah frase, yaitu
tasawuf akhlaki. Secara etimologis, Tasawuf Akhlaki bermakna membersihkan tingkah laku
atau saling membersihkan tingkah laku.
Tasawuf adalah proses pendekatan diri pada Tuhan dengan cara mensucikan diri
sesuci-sucinya. Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat didekati kecuali oleh orang yang suci
hatinya. Cara tentang bagaimana mensucikan hati dijelaskan daam ilmu tasawuf akhlaki,
sistem pembinaan akhlak menganut tiga cara, yaitu takhalli, tahalli, dan tajlli.
Adapun pandangan lain mengenai kaitan tasawuf dengan akhlak, yaitu bahwa orang
yang suci hatinya (sufi) akan tercermin dalam air muka dan perilakunya yang baik (akhlak
mahmudah). Agar seorang muslim memiliki akhlak yang baik caranya adalah dengan
mengamalkan tasawuf secara sistematis, yaituada al-wajibaat (melaksanakan semua
kewajiban), al-naafilaat (melaksanakan yang sunat-sunat), dan al-riyaadlooh (latihan
spiritual/dzikir).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa Akhlak Tasawuf berasal dari dua kata pembagian yakni Akhlak dan Tasawuf. Adapun
pengertian akhlak secara umum yakni suatu hal yang telah tertanam di hati entah itu bernilai
baik maupun buruk sekalipun karena akhlak timbul tanpa perlu dipikirkan dan dipaksa
terlebih dahulu. Sedangkan yang disebut Tasawuf ialah suatu cara dalam proses untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Jadi, dapat
ditarik kesimpulan yakni pengertian Akhlak Tasawuf ialah salah satu disiplin ilmu yang
terdapat dalam ajaran agama Islam yang mempelajari tata cara berprilaku yang baik dan
mulia serta tentunya sesuai aturan Islam sehingga kita bisa mendekatkan diri kita kepada
Allah dengan sepenuhnya dan memiliki rasa tenang saat berada di dekat-Nya. Akhlak
Tasawuf memiliki kaitan yang sangat erat dalam kehidupan sehari-hari yakni untuk mencapai
akhlak yang mulia diperlukan proses-proses yang biasanya dilakukan oleh pengamal tasawuf.
Begitupun sebaliknya, belum dikatakan bertasawuf dengan benar apabila pencapaian akhlak
yang mulia belum terpenuhi.
Sumber:
Lubis, Syamsuddin, dkk. 2012. Islam Universal Menebar Islam sebagai Agama Rahmatan Lil’
Alamiin. Jakarta: Hartomo Media Pustaka.
http://yogiprames.blogspot.co.id/2013/02/akhlak-seorang-muslim-kepada-dirinya.html
https://hafidhdiya.wordpress.com/2013/01/18/menghafal-surat-al-ahzab-21-dan-artinya/
https://rizkifisthein.wordpress.com/2011/06/23/akhlak-terhadap-diri-sendiri/
http://www.theonlyquran.com/