bab iv hasil dan pembahasan 4.1 tepung tulang ikan...

24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin besar rendemennya maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk tersebut (Hadiwiyoto, 1994 yang diacu Maulida, 2005). Berat awal tulang ikan tuna dalam penelitian ini yaitu 1,2 kg. Setelah proses penepungan tepung tulang ikan tuna yang diperoleh sebanyak 675 Gram, sehingga rendemen tepung tulang ikan tuna adalah 56,2 %. Rendemen tepung tulang ikan tuna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan tepung tulang ikan, seperti pada tahap pengecilan ukuran ada potongan-potongan tulang yang terbuang, dan pada tahap pengeringan. Proses pengeringan yang dilakukan membuat tulang ikan mengalami penurunan kadar air yang sangat banyak sehingga berat tulang ikan berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nabil (2005), bahwa rendahnya nilai rendemen yang diperoleh dipengaruhi oleh adanya proses pengeringan yang dilakukan dalam proses pembuatan tepung tulang ikan.

Upload: vandan

Post on 06-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna

4.1.1 Rendemen

Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen

berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses.

Semakin besar rendemennya maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk

tersebut (Hadiwiyoto, 1994 yang diacu Maulida, 2005).

Berat awal tulang ikan tuna dalam penelitian ini yaitu 1,2 kg. Setelah proses

penepungan tepung tulang ikan tuna yang diperoleh sebanyak 675 Gram, sehingga

rendemen tepung tulang ikan tuna adalah 56,2 %. Rendemen tepung tulang ikan tuna

yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan tepung tulang ikan,

seperti pada tahap pengecilan ukuran ada potongan-potongan tulang yang terbuang,

dan pada tahap pengeringan.

Proses pengeringan yang dilakukan membuat tulang ikan mengalami

penurunan kadar air yang sangat banyak sehingga berat tulang ikan berkurang. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Nabil (2005), bahwa rendahnya nilai rendemen yang

diperoleh dipengaruhi oleh adanya proses pengeringan yang dilakukan dalam proses

pembuatan tepung tulang ikan.

4.1.2 Analisis Kimia Tepung Tulang Ikan Tuna

Analisis kimia pada tepung tulang ikan tuna meliputi : kadar air, kadar abu,

kadar protein, kadar lemak, dan kadar kalsium. Hasil analisis kimia tepung tulang

ikan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Kimia Tepung Tulang Ikan Tuna

Parameter Kadar Gizi Tepung Tulang Ikan Tuna

Kadar air 3.49%

Kadar abu 29%

Kadar protein 12.4%

Kadar lemak 1.98%

Kadar kalsium 3.88%

4.1.2.1 Kadar Air

Air merupakan komponen utama dalam bahan makanan yang sangat

mempengaruhi tekstur, rupa maupun cita rasa dalam makanan. Daya tahan bahan

hasil olahan juga sangat berkaitan dengan kandungan air karena hal tersebut sangat

mempengaruhi perkembangbiakan mikroorganisme dalam produk olahan (Winarno,

1997) dalam (Maulida, 2005).

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar air rata-rata tepung tulang ikan tuna

adalah 3.49%. Sedangkan menurut ISA (Internasional Seafood of Alaska) kandungan

air pada tepung tulang ikan yaitu 3.6%. Kadar air pada penelitian ini cukup rendah

bila dibandingkan dengan kadar air tepung tulang ikan ISA, hal ini diduga karena

pada proses pembuatan tepung tulang ikan, mengalami proses pengeringan

menggunakan oven dengan suhu diatas 1000C membuat kandungan air pada tulang

menurun, sehingga pada tepung tulang ikan memiliki kadar air yang rendah.

Selain itu proses perendaman tulang dengan asam sebelum diolah menjadi

tepung juga berpengaruh terhadap kadar air pada tepung tersebut, dimana

penambahan asam mempercepat penguapan kadar air pada tulang saat dikeringkan

sehingga kandungan air pada tepung berkurang. Ahza dan Slamet (1997) menyatakan

bahwa perendam tulang dalam asam diatas 4 jam, membuat terjadinya penguapan

yang lebih cepat karena evaporasi sari jeruk lebih optimal, sehingga kadar air

menurun.

4.1.4.2 Kadar Abu

Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini

terdiri dari mineral-mineral seperti kalium, fosfor, natrium, magnesium, kalsium,

besi, mangan, dan tembaga (Winarno, 1995). Mineral merupakan salah satu zat gizi

esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar abu rata-rata tepung tulang ikan

tuna menunjukkan nilai yang relatif rendah yaitu 29%. Kadar abu tepung tulang pada

penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan standar tepung tulang ISA

(Intenasional Seafood Of Alaska) yaitu sebesar 33.1%, dan penelitian-penelitan yang

telah dilakukan, Elfauziah (2003) sebesar 79,14 %, dan Mulia (2004) sebesar 63,5 %.

Kandungan abu yang relatif rendah pada tepung tulang ikan diduga, karena

kandungan gizi non mineral pada tepung tulang ikan tuna yang cukup tinggi,

sehingga mengakibatkan kandungan kadar abu tepung tulang ikan pada penelitian ini

rendah. Hal ini sesuia dengan pernyataan Nabil (2005), bahwa semakin rendah

komponen non mineral yang terkandung dalam bahan akan semakin meningkatkan

persen abu relatif terhadap bahan.

4.1.4.3 Kadar Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh karena zat ini

disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat

pembangun dan pengatur (Winarno, 1997).

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar protein rata-rata tepung tulang

ikan tuna yaitu 12.4%. Sedangkan menurut ISA standar kadar protein tepung tulang

ikan yaitu 34.2%. Kandungan protein yang reltif rendah dihasilkan pada penelitian ini

bila dibandingkan dengan tepung tulang ikan oleh ISA, diduga karena pada

pembuatan tepung tulang ikan tuna mengalami pengeringan dan perebusan yang

menyebabkan kandungan protein pada tepung tulang berkurang karena adanya proses

denaturasi protein. Damayanti (2004) menyatakan bahwa protein sangat peka

terhadap panas dan akan mengalami perubahan struktur kimia (denaturasi) akibat

adanya pemanasan. Winarno (1995), menambahkan pemanasan yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya degradasi pada molekul-molekul protein. Hasil degradasi

tersebut banyak menghasilkan turunan protein yang larut dalam air.

4.1.4.4 Kadar Lemak

Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh

manusia, selain itu minyak dan lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif

dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Winarno 1997). Namun untuk tepung

tulang ikan, kadar lemak yang lebih rendah lebih diharapkan. Kadar lemak yang

rendah membuat mutu relatif lebih stabil dan tidak mudah rusak. Kadar lemak yang

tinggi dapat menyebabkan tepung mempunyai citarasa ikan dan mudah terjadi

ketengikan sebagai akibat oksidasi lemak (Almatsier 2002).

Kadar lemak rata-rata tepung tulang ikan tuna pada penelitian ini

menunjukkan nilai lebih rendah yaitu 1.98%. Dibandingkan kadar lemak pada ISA

yaitu 5.6%. Kadar lemak yang rendah diperoleh diduga karena adanya pemanasan

pada saat pengeringan, sehingga menyebabkan terjadinya oksidasi lemak dan

akhirnya kandungan lemak pada tulang berkurang. (Zaitsev et al, 1969) dalam Nabil

(2005), menyatakan bahwa salah satu reaksi kimia yang terjadi selama proses

pemanasan saat pengeringan tepung tulang ikan adalah oksidasi lemak yang

menghasilkan senyawa-senyawa seperti aldehida dan keton. Winarno (1986)

menambahkan, pemanasan pada suhu tinggi akan mempercepat gerakan-gerakan

molekul lemak sehingga jarak antara molekul menjadi besar, dengan demikian akan

memudahkan pengeluaran lemak dari bahan.

Selain itu penggunaan asam juga ikut berpengaruh terhadap rendahnya

kandungan lemak pada tepung tulang ikan, karena asam menyebabkan terjadinya

hidrolisis lemak, sehingga mampu mengurangi kandungan lemak pada tepung tulang

ikan. Hal senada yang dinyatakan maulida (2005), perendaman tulang dalam asam

menyebabkan terjadi hidrolisis lemak yang menghasilkan asam lemak dan gliserol.

4.1.4.5 Kalsium

Kalsium terdapat dalam berbagai bentuk diantaranya adalah kalsium fosfat,

kalsium sitrat dan kalsium asetat. Pada ikan kira-kira sebanyak 99 % kalsium terdapat

pada jaringan tubuh, kerangka dan sirip (Thalib, 2009). Nilai kadar kalsium rata-rata

tepung tulang ikan tuna yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 3.88%. Nilai ini

rendah dibandingkan standar kalsium oleh ISA yaitu 11.9%.

Kalsium yang dihasilkan pada penelitian ini relatif rendah, diduga dipengaruhi

oleh cara pembuatan tepung tulang yang berbeda. Pada penelitian ini pembuatan

tepung tulang ikan tuna menggunakan asam untuk mengekstrak tulang ikan, sehingga

kandungan kalsium relatif rendah. Sedangkan menurut Nabil (2005) pembuatan

tepung tulang dilakukan dengan menggunakan larutan basah yaitu NaOH.

Penggunaan NaOH pada pembuatan tepung tulang dapat mengurangi kandungan

lemak dan protein yang terdapat pada tulang ikan, sehingga membuat kandungan

mineral pada tulang meningkat, salah satunya kalsium.

4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi tahap pembuatan kue bagea dengan penambahan

tepung tulang ikan tuna dan tahap pengujian secara organoleptik untuk memperoleh

produk terpilih dan melakukan pengujian kimia pada kue bagea formula terpilih.

4.2.1 Uji Hedonik Kue Bagea Tepung Tulang Ikan Tuna

Uji hedonik yang dilakukan untuk melihat tingkat kesuakaan panelis terhadap

formula kue bagea. Parameter pada uji hedonik adalah rasa, aroma, tekstur,

kenampakan, dan warna.

4.2.1.1 Kenampakan

Kenampakan merupakan parameter yang dapat dilihat pada kue bagea secara

visual yang menyebabkan panelis tertarik dan suka pada produk tersebut.

Kenampakan suatu produk makan merupakan faktor penarik utama sebelum panelis

menyukai sifat mutu sensorik lainnya seperti rasa, aroma, dan tekstur. Pada umumnya

konsumen memilih makanan yang memiliki kenampakan menarik (Thalib, 2005).

Hasil dari kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna dengan kosentrasi

yang berbeda dapat dilihata pada Gambar 6.

A B C

Gambar 5. Kue Bagea Dengan Penamabahan Tepung Tulang Ikan Tuna

A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung

tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%).

Gambar 6 menunjukan bahwa konsentrasi tepung tulang ikan yang berbeda

tidak mempengaruhi sifat fisik dari kue bagea yang dihasilkan. Hasil uji kesukaan

terhadap kenampakan menunjukkan bahwa nilai mutu rata-rata kesukaan panelis

terhadap kenampakan kue bagea dengan tepung tulang ikan tuna adalah pada skala

penerimaan agak suka. Histogram nilai mutu rata-rata tingkat kesukaan terhadap

kenampakan kue bagea dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Histogram Nilai Mutu rata-rata Tingkat Kesukaan Terhadap Kenampakan

Kue Bagea Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna Atau Tuna.A

(penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung

tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%). Angka yang disertai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata.

Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) penambahan tepung tulang

ikan tidak berpengaruh nyata terhadap kenampakan pada kue bagea. Tingkat

kesukaan panelis terhadap kenampakan hanya pada skala penerimaan agak suka, hal

ini diduga karena pada proses pencampuran adonan masih menggunakan cara yang

masih sangat sederhana, membuat penampakan kue bagea yang dihasilkan tidak

homogen. Selain itu proses pemanggangan tidak menggunakan suhu yang stabil

sehingga warna yang dihasilkan tidak seragam. Thalib (2009), menyatakan bahwa

pemanggangan sebaiknya pada suhu 1600C selama 5 menit, atau suhu 135

0C selama

20 menit, sehingga produk yang dihasilkan tidak hangus.

4.2.1.2 Warna

Warna merupakan sifat sensori pertama yang dilihat langsung oleh panelis.

Warna dalam bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam penilaian

6a

6a

6a

5.72

5.74

5.76

5.78

5.8

5.82

5.84

5.86

5.88

5.9

5.92

A B C

Nila

i mu

tu R

ata-

rata

He

do

nik

K

en

amp

akan

Formula

makanan. Selain itu warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia

dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan (De Man 1997) dalam

Thalib (2009).

Hasil uji kesukaan terhadap warna menunjukkan bahwa nilai mutu rata-rata

warna kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna adalah 6 yaitu agak

suka. Histogram nilai mutu rata-rata tingkat kesukaan terhadap warna kue bagea

dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Histogram Nilai Mutu rata-rata Tingkat Kesukaan Terhadap Warna Kue

Bagea Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna Atau Tuna.A

(penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung

tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%).

Angka yang disertai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata.

Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan

tepung tulang ikan tuna tidak memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan

terhadap warna kue bagea.

Hasil uji hedonik pada warna kue bagea hanya berkisar agak suka, hal ini

diduga karena pada pembuatan kue bagea menggunakan bahan berupa sagu dan gula

6 a

6 a

6a

5.4

5.5

5.6

5.7

5.8

5.9

6

6.1

6.2

A B C

Nila

i Mu

tu R

ata

-rat

a H

ed

on

ik

War

na

Formula

merah, serta tambahan tepung tulang ikan tuna yang membuat warna kue begae yang

dihasilkan menjadi kurang cerah. Menurut Maulida (2005), tingkat kesukaan panelis

pada warna kue bagea dipengaruhi oleh penambahan tepung tulang ikan tuna, dimana

partikel Ca akan menurunkan tingkat kecerahan warna dari produk yang dihasilkan.

Selain itu warna coklat pada hasil kue bagea diduga karena adanya reaksi Maillard,

sehingga ketika terjadi proses pemanasan akan terjadi reaksi antara karbohidrat

khususnya gula pereduksi dengan gugus asam amina primer yang terdapat pada

bahan sehingga akan menghasilkan bahan berwarna coklat yang disebut melanoidin

(Winarno 1997).

4.2.1.3 Aroma

Kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam banyak

hal aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk

makanan itu sendiri (Soekarto, 1985). Aroma lebih banyak berhubungan dengan

panca indera pembau. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih

banyak merupakan campuran empat bau utama yaitu aroma, asam, tengik, dan hangus

(Winarno, 1997).

Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa nilai mutu rata-rata kesukaan panelis

terhadap aroma kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna adalah antara

6 sampai 7. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma kue bagea berkisar antara

agak suka sampai suka.

Tingkat kesukaan tertinggi terhadap aroma terdapat pada kue bagea dengan

penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1 % dengan nilai 7 dan kesukaan terendah

terdapat pada kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4 % dengan

nilai 6. Histogram nilai mutu rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma kue bagea

dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Histogram Nilai Mutu rata-rata Tingkat Kesukaan Terhadap Aroma Kue Bagea

Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna Atau Tuna

A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung

tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%).

Angka yang disertai dengan huruf yang berbeda menunjukan adanya

perbedaan nyata setiap perlakuan.

Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan

tepung tulang ikan tuna memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan aroma

kue bagea. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 6b), menunjukkan bahwa aroma kue

bagea dengan penambahan tepung tulang ikan 1.1% berbeda nyata dengan

konsentrasi 2.3% dan 3.4%. Namun kue bagea dengan penambahan tepung tulang

2.3% tidak berbeda dengan penambahan tepung tulang 3.4%.

Hal ini diduga karena semakin banyak penambahan tepung tulang ikan pada

kue bagea, semakin tercium aroma khas ikan kering pada kue bagea tersebut. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Ismanadji et al (2000) dalam (Maulida, 2005), bahwa

aroma yang dihasilkan dari suatu produk dengan penambahan tepung tulang ikan

7a

6 b

6 b

5.2

5.4

5.6

5.8

6

6.2

6.4

6.6

6.8

A B C

Nila

i Mu

tu R

at-r

ata

He

do

nik

A

rom

a

Formula

tuna, tergantung dari banyaknya tepung tulang ikan tuna. Semakin tinggi tingkat

konsentrasi penambahan tepung tulang ikan tuna maka semakin menurun tingkat

kesukaan panelis atas aroma kue bagea karena bau ikan kering

4.2.1.4 Tekstur

Tekstur suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh

bahan pangan tersebut. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa

perubahan tekstur bahan pangan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena

dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel olfaktori dan

kelenjar air (Winarno, 1997) Dalam (Maulida, 2005).

Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa nilai mutu rata-rata kesukaan panelis

terhadap tekstur kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna adalah 6

yaitu agak suka. Histogram nilai mutu rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur

kue bagea dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram Nilai Mutu rata-rata Tingkat Kesukaan Terhadap Tekstur Kue

Bagea Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna Atau Tuna.

A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung

tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%).

Angka yang disertai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata.

6 a

6 a6 a

5.7

5.8

5.9

6

6.1

6.2

6.3

6.4

A B C

Nila

i Mu

tu R

ata

-rat

a H

ed

on

ik

Teks

tur

Formula

Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan

tepung tulang ikan tuna tidak memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat

kesukaan terhadap tekstur kue bagea.

Penambahan tepung tulang ikan dengan konsentrasi 1.1,%, 2.3%, dan 3.4%

tidak berpengaruh pada tekstur, karena konsentrasi tepung tulang ikan tuna yang

ditambahkan ke dalam produk kue bagea tidak melampaui batas normal dari

penggunaan tepung tulang ikan (10%). Seperti pada penelitian Maulida (2005),

penambahan tepung tulang ikan tuna 20% memiliki nilai hedonik yang sangat rendah

terhadap parameter tekstur dari pada konsentrasi10%, karena semakin banyak

penambahan tepung tulang ikan maka produk yang dihasilkan semakin keras hal ini

berhubungan dengan kandungan kalsium dan fosfor yang besar dalam tepung tulang

ikan tuna sehingga tekstur dari produk yang dihasilkan juga akan berubah sesuai

banyaknya penambahan konsentrasi tepung tulang ikan.

4.2.1.5 Rasa

Rasa merupakan faktor penentuan daya terima konsumen terhadap produk

pangan. Rasa lebih banyak dinilai menggunakan indera pengecap atau lidah. Faktor

rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen, karena

walaupun kandungan gizinya baik tetapi rasanya tidak dapat diterima oleh konsumen

maka target meningkatkan gizi masyarakat tidak dapat tercapai dan produk tidak laku

(Mulia, 2004).

Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa nilai mutu rata-rata kesukaan panelis

terhadap rasa kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna adalah antara

5– 6 . Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa kue bagea berkisar antara netral sampai

agak suka. Histogram nilai mutu rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa kue bagea

dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Histogram Nilai Mutu rata-rata Tingkat Kesukaan Terhadap Rasa

Kue Bagea Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna Atau

Tuna. A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B

(penambahan tepung tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan

tepung tulang ikan tuna 3.4%). Angka yang disertai dengan huruf

yang berbeda merupakan adanya perbedaan nyata setiap perlakuan.

Gambar 11 menunjukan bahwa semakin banyak/tinggi konsetrasi penambahan

tepung tulang ikan pada kue bagea, semakin rendah tingkat kesukaan pada kue

tersebut. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan

tepung tulang ikan tuna memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kesukaan

terhadap rasa kue bagea yang dihasilkan. Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan

yang cenderung berbeda terhadap parameter rasa untuk perlakuan 1.1% dan 3.4%.

Hasil uji lanjut duncan (Lampiran 6a) menunjukkan bahwa rasa kue bagea dengan

penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1% tidak berbeda nyata dengan penambahan

tepung tulang ikan tuna 2.3%, tetapi berbeda nyata dengan penambahan tepung tulang

ikan tuna 3.4%.

6 a6 a

5 b

0

1

2

3

4

5

6

7

A B C

Nila

i Mu

tu R

ata

-rat

a H

ed

on

ik

rasa

Formula

Hal ini menunjukan bahwa kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan

tuna 1.1% dan 2.3% memiliki tingkat kesukaan yang tertinggi terhadap rasa kue

bagea dan dapat diterima oleh panelis karena rasa ikannya tidak terlalu mendominasi

dibandingkan dengan konsentrasi 3.4 %. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh

penambahan tepung tulang ikan tuna terhadap rasa kue bagea yang dihasilkan,

dimana semakin banyak konsentrasi tepung tulang ikan yang ditambahkan, rasa khas

tepung tulang ikan makin terasa, sehingga tingkat kesukaan panelis pun menurun.

Sebagaimana pernyataan (Maulida, 2005), Semakin tinggi tingkat konsentrasi

penambahan tepung tulang ikan tuna maka semakin menurun tingkat kesukaan

panelis atas rasa dari produk makanan yang dinilai karena rasa ikan yang

mendominasi.

4.2.2 Penentuan Formula Terbaik

Untuk menentukan formula terbaik pada penelitian ini digunakan metode

bayes. Metode ini merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk melakukan

analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan

menghasilkan nilai yang optimal (Marimin dan Maghfiroh 2010). Kriteria yang

menjadi penilaian penting dalam penentuan formula terpilih adalah parameter sensori

yaitu rasa dan aroma, karena rasa memegang peranan penting dalam pemilihan

produk oleh konsumen, dan aroma mempunyai daya tarik tersendiri untuk konsumen

sebelum mengkonsumsi suatu bahan makanan. Karakteristik dan nilai kepentingan

dari kue bagea disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik dan nilai kepentingan parameter kue bagea dengan

pertimbangan parameter sensori.

No Parameter Dasar Kepentingan Nilai

1

Rasa

Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk

oleh konsumen, karena walaupun kandungan gizinya baik tetapi

rasanya tidak dapat diterima oleh konsumen maka target

meningkatkan gizi masyarakat tidak dapat tercapai.

5

2

Aroma

Sama halnya dengan rasa aroma merupakan faktor penting

dalam produk makanan oleh keonsumen, di mana Kelezatan

suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam

banyak hal aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam

menentukan rasa enak dari produk makanan itu sendiri

5

3

Tekstur

tekstur merupakan faktor pendukung dalam pemilihan produk

makanana oleh konsumen, karena produk yang dinilai

mempunyai tingkat kerenyahan tertentu sehingga tekstur ikut

menentukan dalam penerimaan kue tersebut.

4

4

Kenampakan

Kenampakan tidak terlalu jadi prioritas, karena jika produk

makanan tersebut terasa enak, aromanya menggugah selera, dan

teksturnya baik. Maka produk tersebut sudah bisa dipilih.

3

5

Warna

Sama halnya dengan kenampakan, warna tidak terlalu jadi

prioritas, karena warna hanya dilihat dari luar, apabila warnanya

bagus tapi rasanya tidak enak, maka produk tersebut tidak dapat

diterima

2

Pemberian nilai kepentingan pada parameter ditentukan oleh ahli, nilai

kepentingan dari masing-masing parameter juga ditentukan sesuai dengan tujuan

penelitian (Marimin dan Maghfiroh 2010) dalam (Yusuf, 2011). Hasil pembobotan

berdasarkan kriteria kepentingan kue bagea disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Histogram Nilai Bobot Formula Kue Bagea Berdasarkan Uji Bayes.

A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan

tepung tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan

tuna 3.4%).

Hasil analisis Bayes menunjukkan bahwa formula A (penambahan tepung

tulang ikan tuna dengan konsentrasi 1.1%) memiliki nilai bobot tertinggi yaitu 2.47,

selanjutnya formula B (penambahan tepung tulang ikan tuna dengan konsentrasi

2.3%) dengan nilai 1.95 dan C (penambahan tepung tulang ikan tuna dengan

konsentrasi 3.4%) yaitu 1.21. Berdasarkan hasil tersebut maka formula terbaik pada

tahap formulasi adalah formula A yaitu penambahan tepung tulang ikan tuna dengan

konsentrasi 1.1%, oleh sebab itu maka formula tersebut yang digunakan pada tahap

penelitian selanjutnya.

4.2.3 Analisis Kandungan Zat Gizi Kue Bagea Formula Terbaik

Analisis kandungan gizi kue bagea dengan konsentrasi tepung tulang ikan 1%

dengan pengujian kadar air, lemak, abu, protein dan kalsium disajikan pada tabel 5.

2.47

1.95

1.21

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

A B C

Nila

i Bo

bo

t

Formula

Tabel 5. Hasil analisis kandungan gizi kue bagea dengan konsentrasi tepung

tulang ikan 1.1%.

Parameter Kue bagea (konsentrasi tepung tulang

ikan 1.1%)

Kadar air 2.22%

Kadar abu 1.25%

Kadar protein 6.6 %

Kadar lemak 10.41%

Kalsium 0.16%

4.2.3.1 Kadar Air

Kadar air rata-rata pada kue bagea terpilih yaitu dengan penambahan tepung

tulang sebanyak 1.1% yaitu 2.22%. Sedangkan menurut SNI No 01-2973 (1992)

kadar air maksimal untuk biskuit adalah 5%. Dengan demikian kadar air kue bagea

yang dihasilkan dengan penambahan tepung tulang ikan tuna memenuhi standar SNI

biskuit.

Kadar air kue bagea dengan konsentrasi penambahan tepung tulang ikan tuna

1.1% yang dihasilkan berkurang dengan meningkatnya penambahan tepung tulang

ikan tuna. Hal ini diduga karena adanya penambahan tepung tulang ikan tuna,

sehingga air yang terdapat pada kue bagea akan terikat oleh partikel Ca++

yang

terdapat pada tepung tulang ikan, sehingga kadar air menjadi berkurang. Linder

(1992) dalam Maulida (2005) menyatakan bahwa dengan adanya penambahan tepung

tulang ikan tuna berarti terjadi penambahan partikel Ca++

yang akan mengikat partikel

OH- yang merupakan bagian dari unsur-unsur air atau H2O sehingga kadar air

berkurang seiring dengan penambahan tepung tulang ikan tuna.

4.2.3.2 Kadar Abu

Kadar abu rata-rata pada kue bagea formula terpilih yaitu 1.25%, lebih tinggi

jika dibandingkan dengan kadar abu biskuit menurut SNI No 01-2973 (1992) yaitu

yaitu hanya 1,5 %. Tingginya kadar abu kue bagea produk terpilih diduga, karena

adanya penambahan konsentrasi tepung tulang ikan tuna pada kue bagea, kadar abu

tepung tulang ikan tuna yang pada penelitian ini yaitu 29% (Tabel 4), sehingga

membuat kadar abu pada produk terpilih meningkat.

Hal ini senada dengan pernyataan maulida (2005), Tingginya kadar abu pada

bahan (biskuit crackers) karena penambahan konsentrasi tepung tulang ikan tuna

yang berbeda, semakin tinggi penambahan tepung tulang ikan, maka semakin tinggi

kadar abu pada bahan (biskuit crackers).

4.2.3.3 Kadar Protein

Kadar protein rata-rata yang dihasilkan pada produk terpilih yaitu 6.6 %.

Sedangkan menurut SNI No 01-2973 (1992), kadar protein minimal untuk biskuit

adalah 9 %. Dengan demikian kadar protein kue bagea yang dihasilkan masih kurang

dari syarat minimum SNI.

Rendahnya kadar protein yang dihasilkan pada kue bagea dibandingkan SNI

biskuit diduga disebabkan oleh pada proses pembuatan kue bagea melakukan proses

sangarai, sehingga protein yang terkadung pada tepung terigu maupun sagu menjadi

berkurang. Zaitsev et al (1969), menyatkan bahwa Pada suhu 100oC, protein akan

terkoagulasi, menyebabkan kandungan protein pada bahan pangan berkurang.

4.2.3.4 Kadar Lemak

Kadar lemak rata-rata produk terpilih kue bagea yaitu 10.41%. Jika

dibandingkan dengan SNI kadar lemak biskuit minimal 9,5%, hal ini berarti kue

bagea untuk produk terpilih melebihi standar SNI untuk biskuit.

Bila dilihat dari hasil yang di peroleh kadar lemak untuk kue bagea cenderung

tinggi. Hal ini diduga bahwa pada pembuatan kue bagea ini menggunakan margarin

yang mengandung kadar lemak cukup tinggi, serta dan adanya penambahan

konsentrasi tepung tulang ikan tuna, karena pada tepung tulang ikan tuna terdapat

kandungan lemak. Selain itu adanya penambahan minyak kelapa membuat

kandungan lemak pada kue bagea menjadi labih tinggi. Kandungan kadar lemak

produk kue bagea penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan biskuit (crackers)

yang beredar di pasaran yaitu sekitar 20 % (Maulida, 2005).

4.2.3.4 Kadar Kalsium

Unsur anorganik yang paling penting di dalam tubuh dan dalam jumlah

terbanyak adalah kalsium. Unsur ini terdapat pada pakan hewan dan makanan

manusia seperti pada tulang, susu dan sayuran. Sekitar 99% kalsium di dalam tubuh

terdapat di dalam tulang dan gigi. Unsur ini mempunyai fungsi penting di dalam

tubuh selain fungsi lainnya (Piliang dan Djojosoebagio, 1991).

Hasil analsis kadar kalsium rata-rata pada kue bagea dengan penambahan

tepung tulang ikan tuna adalah 0.16%. Hasil ini menunjukan bahwa produk terpilih

kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan memiliki kadar kalsium lebih

tinggi dibandingkan dengan kue bagea yang tidak ditambahkan tepung tulang ikan

tuna hanya berkisar 0.03% (Lampiran 8).

Pada penelitian ini, tepung tulang ikan tuna yang digunakan ternyata

meningkatkan kadar kalsium kue bagea yang dihasilkan. Maulida (2005), menyatakan

bahwa kadar kalsium biskuit (crackers) meningkat dengan semakin meningkatnya

penambahan tepung tulang ikan tuna.

4.2.5 Karakteristik Mutu Hedonik Kue Bagea

Berbeda dengan uji hedonik (kesukaan), uji mutu hedonik tidak menyatakan

suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan yang lebih spesifik. Kesan tersebut

merupakan kesan mutu hedonik. Karena itu beberapa ahli memasukkan uji mutu

hedonik kedalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekedar

kesan suka atau tidak suka (Rahayu, 2001). Hasil nilai mutu rata-rata pada penilain

mutu hedonik dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Histogram Nilai Mutu Rata-rata dari setiap parameter dalam

penilaian mutu hedonik pada kue bagea dengan tepung tulang ikan

konsentrasi 1.1%.

7 7

6

7

6

0

1

2

3

4

5

6

7

8

kenampakan warna aroma tekstur rasa

Nila

i Mu

tu R

ata

-rat

a M

utu

He

do

nik

1. Kenampakan

Kue begae terpilih dengan penambahan tepung tulang ikan tuna 1%

karakteristik mutu kenampakannya yaitu: utuh, rapi, bersih, kurang homogen, coklat

tua (lampiran 4b). Kenampakan yang kurang homogen pada konsentrasi tepung

tulang ikan tuna 1.1% diduga karena pada saat pencampuran bahan masih

menggunakan cara yang manual yaitu dengan menggunakan alat yang sederhana

sehingga adonan tidak tercampur rata membuat kue bagea terkesan kurang homogen.

Selain itu penggunaan suhu yang tidak stabil membuat warna kue bagea tidak

seragam. Pada penelitiannya Thalib (2009), menyatakan bahwa sebaiknya

penggunaan suhu pada saat pemanggangan tidak lebih dari 1650C selama 5 menit

sehingga tidak menghasilkan produk yang berwarna coklat.

2. Warna

Warna merupakan sifat sensori yang pertama dilihat oleh panelis. Kue bagea

formula terpilih dengan konsentrasi penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%

memiliki warna coklat gelap (lampiran 4b). Warna coklat yang dihasilkan diduga

merupakan adanya reaksi Maillard. De Man (1997) dalam Thalib (2009), menyatakan

bahwa adanya proses pemanasan atau pemanggangan menyebabkan terjadinya reaksi

antara gugus amino pada asam amino, peptida, dengan gugus hidroksil pada gula

yang diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau

melanoidin. Pada pembuatan kue bagea menggunakan bahan telur dan margarin yang

mengandung protein, selain itu bahan lain yang digunakan dalam pembuatan kue

bagea, yaitu gula, tepung terigu dan sagu yang kaya akan karbohidrat dan gugus

hidroksil, sehingga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard.

3. Tekstur

Produk terpilih berdasarkan Bayes dengan konsentrasi penambahan tepung

tulang ikan 1.1% memiliki tekstur agak renyah agak lama hancur (lampiran 4b).

Penambahan tepung tulang ikan tuna diduga mempengaruhi tekstur kue yang

dihasilkan, karena semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna maka kue

bagea yang dihasilkan semakin keras. Menurut Maulida (2005), penambahan tepung

tulang ikan tuna mengakibatkan terjadi reaksi anti elastisitas yang menurunkan sifat

elastis pada gluten menurun. Sehingga hal tersebut membuat tekstur menjadi agak

keras dan akhirnya kurang disukai oleh para panelis.

4. Aroma

Kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Produk terpilih

berdasarkan Bayes (Lampiran 7) dengan penambahan tepung tulang 1.1%

karakteristik mutu aroma yaitu agak tercium aroma khas sagu dan tepung tulang ikan

(lampiran 4b). Penambahan tepung tulang ikan tuna dengan konsentrasi 1% diduga

membuat kue bagea yang dihasilkan agak tercium bau ikan kering yang merupakan

bau khas dari produk tepung tulang ikan tuna. Ismandji et al (2000), menyatakan

bahwa walaupun sudah melalui proses perebusan dan menggunakan asam tetapi bau

khasnya masih tetap muncul. Semakin tinggi konsentrasi penambahan tepung tulang

ikan tuna maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis atas aroma karena bau

ikan kering (Maulida, 2005).

5. Rasa

Berdasarkan pemilihan formula terbaik dengan menggunakan metode bayes

(Lampiran 7), maka didapatkan kue bagea dengan formula terbaik pada penambahan

tepung tulang ikan tuna dengan konsentrasi 1%. Kue bagea terpilih dengan tepung

tulang ikan 1.1% rasa yang gurih, agak manis, agak terasa tepung tulang ikan

(lampiran 4b).

Rasa gurih pada kue bagea diduga karena menggunakan mentega, gula merah,

dan telur sebagai bahan tambahan. Menurut Thalib (2009), penambahan tepung

tulang ikan tuna sangat berpengaruh terhadap rasa yang dihasilkan yaitu

menghasilkan rasa khas, sedangkan rasa manis dan gurih yang terasa karena adanya

bahan tambahan yang ditambahkan ke dalam adonan.