kitosan larut air
Post on 27-Oct-2015
108 views
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kitosan larut airTRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Udang (Peneus monodon)
Wilayah perairan Indonesia yang sangat luas merupakan sumber daya
alam yang tidak ada habisnya. Belum semua potensi kelautan yang ada telah
dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan udang untuk keperluan konsumsi
menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara
komersial. Cangkang hewan invertebrata laut, terutama Crustacea mengandung
kitin dalam kadar tinggi, berkisar antara 20-60% tergantung spesies sedangkan
cangkang kepiting dapat mengandung kitin sampai 70%. Lebih dari 80.000 metrik
ton kitin diperoleh dari limbah laut dunia per tahun, sedangkan di Indonesia
limbah kitin yang belum dimanfaatkan sebesar 56.200 metrik ton per tahun
(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003).
Udang dapat diklasisifikasikan sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub Kelas : Malacrostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Super Ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub Ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaidae
(Departemen Kelautan dan perikanan Republik Indonesia, 2003).
Produksi udang tambak meningkat seiring dengan meningkatnya
permintaan ekspor. Udang yang diekspor diantaranya dalam bentuk beku (block
frozen) yang terdiri dari produk head on (utuh) ,headless (tanpa kepala) dan
5
Universitas Sumatera Utara
peeled (tanpa kepala dan kulit).Usaha tersebut menghasilkan limbah udang dalam
jumlah cukup besar yang terdiri dari bagian kepala, kulit dan ekor. Kepala udang
merupakan salah satu hasil proses pengolahan produk perikanan yang dapat dibuat
menjadi silase. Selain menghasilkan produk berupa filtrat, silase kepala udang
juga menghasilkan limbah berupa ampas silase. yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku kitosan (Zahiruddin, et al., 2008).J).
Sekitar 35% dari cangkang kering udang mengandung kitin. Dari kitin
udang dapat dihasilkan sekitar 80% kitosan. Harga kitosan di pasaran dunia
adalah sekitar US$ 7.5/10g untuk kitosan dengan standar baik. Saat ini, 90%
pasaran kitosan dunia dikuasai oleh Jepang dengan produksi lebih dari 100 juta
ton setiap tahunnya. Indonesia dengan potensi laut lebih luas daripada Jepang
mempunyai peluang untuk mengambil bagian dari pasaran kitosan dunia (No dan
Meyer, 1997).
Struktur tubuh udang dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Struktur tubuh Udang (Murtihapsari, 2003).
6
Universitas Sumatera Utara
Pendayagunaan Limbah Udang
Cangkang kepala udang mengandung 20-30% senyawa kitin, 21% protein
dan 40-50% mineral. Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah
selulosa yang mempunyai rumus kimia poli(2-asetamida-2-dioksi--D-Glukosa)
dengan ikatan -glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya.
Struktur kimia kitin mirip dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang
terikat pada atom C2. Jika pada selulosa gugus yang terikat pada atom C2 adalah
OH, maka pada kitin yang terikat adalah gugus asetamida. (Muzzarelli, 1985).
Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri
udang beku baru sebagian kecil yang dimanfaatkan, yaitu dibuat tepung kepala
udang yang dibuat sebagai pencampur bahan dalam pembuatan pellet untuk pakan
ternak. Limbah udang yang berupa kulit, kepala dan ekor dengan mudah
didapatkan mengandung senyawa kimia berupa khitin dan khitosan. Senyawa ini
dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan penyerap logam-logam berat yang
dihasilkan oleh limbah industri (Mudjiman, 1982).
Kandungan Kimia Limbah Udang
Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan
udang, dan pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30% - 75% dari berat
udang. Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan
udang cukup tinggi. Limbah kulit udang mengandung konstituen utama yang
terdiri dari protein, kalsium karbonat, kitin, pigmen, abu, dan lain-lain
(Anonim, 1994).
7
Universitas Sumatera Utara
Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.
Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata)
yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam, 1969).
Kulit udang mengandung protein sebanyak (25 % - 40%), kalsium
karbonat (CaCO3) (45% - 50%) dan kitin (15% - 20%), tetapi besarnya kandungan
komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. (Focher et al., 1992).
Komposisi Kimia Udang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Udang dan Kulit Udang.
Komposisi Limbah Udang Kulit Udang
Protein kasar (%) 35,8 16,9 Lemak (%) 9,9 0,6 Serat Kasar (%) 13,20 0
Abu (%) 38,1 63,6 Ca (%) 12,3 24,8 Astaxanthin (ppm) 78 108
Sumber: No et al, 1989.
Kitin dan Kitosan Kitin
Kitin sebagai prekusor kitosan pertama sekali ditemukan pada tahun 1811
oleh Henri Braconnot yang diisolasi dari jamur, dan 10 tahun kemudian
ditemukan kitin dari kulit serangga. Kitin merupakan polimer kedua terbesar
dibumi setelah selulosa dan merupakan konstituen utama dari kulit luar binatang
air crustacea (Kaban, 2009).
8
Universitas Sumatera Utara
Struktur kitin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kitin (poli-N-asetil-glukosamin) (Kaban , 2009).
Kitin memiliki rumus molekul (C8H13NO5)n dengan komposisi
perbandingan massa atom C : 47,29%, H : 6,45%, N : 6,89%, O : 39,37%.
Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral dan berbagai
macam pigmen (Hirano, 1986).
Dalam cangkang udang, kitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang
berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3),
protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk memperoleh
kitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan protein
(deproteinasi) danpemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk
mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi
(Wardaniati dan Setyaningsih, 1999).
Kandungan kitin dan protein pada limbah Crustaceae dapat dilihat pada
tabel 2.
9
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Kandungan Kitin dan Protein Berdasarkan Berat Kering Pada Limbah Crustaceae
Sumber Kitin Protein (%) Kitin (%)
Kepiting Collnectes sapidus 21,5 13,5 Chinocetes opillo 29,2 26,6 Udang Pandanus borealis 41,9 17,0 Crangon crangon 40,6 17,8 Penaeus monodon 47,4 40,4 Udang karang Prtocamborus clarkii 29,8 13,2 Krill Euphausia superba 41,0 24,0 Udang biasa 61,6 33,0 Sumber: Synowiecky dan Al-Khateeb (2003)
Sifat kitin adalah berbentuk hablur, berwarna putih, tidak larut dalam air,
asam, basa alkohol dan pelarut organik tetapi larut dalam asam fosfat, asam sulfat
pekat, asam klorida pekat dan asam format anhidrat. Campuran dimetil asetamida
yang mengandung 5 % litium klorida merupakan sistem pelarut yang efektif
melarutkan kitin (Gupta dan Kumar, 2000 ; Suhartono dan Lestari, 2000).
Kitosan
Kitosan ditemukan pertama sekali oleh C. Rouget pada tahun 1859 dengan
cara merefluks kitin dengan kalium hidroksida pekat. Dalam tahun 1934, dua
paten didapatkan oleh Rigby yaitu penemuan mengenai pengubahan kitin menjadi
kitosan dan pembuatan film dari serat kitosan. Perkembangan penggunaan kitin
dan kitosan meningkat pada tahun 1940-an, dan semakin berkembang pada tahun
1970-an seiring dengan diperlukannya bahan alami dalam berbagai bidang
industri (Kaban, 2009).
Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer
alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada
serangga, krustasea, dan fungi. Diperkirakan lebih dari 109-1010 ton kitosan
diproduksi di alam tiap tahun. Sebagai negara maritim, Indonesia sangat
10
Universitas Sumatera Utara
berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya. Limbah cangkang rajungan
di Cirebon saja berkisar 10 ton perhari yang berasal dari sekurangnya 20 industri
kecil. Kitosan tersebut masih menjadi limbah yang dibuang dan menimbulkan
masalah lingkungan. Data statistik menunjukkan negara yang me