bab iv hasil dan pembahasan 4.1 hasil fermentasi cuka...

17
33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka Aren (A. pinnata) Cuka aren yang digunakan dalam kegiatan penelitian adalah air nira (A. pinnata) yang difermentasikan secara alami selama 1 bulan tanpa penambahan agen fermentasi sehingga menjadi asam, proses ini disebut dengan fermentasi spontan. Kadar asetat yang diperoleh rata-rata adalah 0,8 % (Lampiran 1). Pembentukan asetat pada fermentasi nira aren diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya keberadaan mikroorganisme fermentasi dan kandungan alkohol. Cuka hasil fermentasi selama 1 bulan diduga masih mengandung banyak alkohol yang menghambat kerja mikroba fermentasi (Acetobacter sp.) yang membentuk asam asetat. Hardoyo dkk (2007) yang menguji kadar asam asetat pada nira dengan penambahan starter melaporkan bahwa alkohol akan menghambat aktivitas mikroba fermentasi untuk membentuk asam asetat. Sholikah (2010) dalam penelitian tentang uji kadar etanol dan asam asetat pada nira siwalan yang difermentasi secara spontan, menyatakan bahwa semakin lama proses pendiaman (fermentasi) nira, maka akan semakin meningkatkan kadar alkohol dalam cuka. Cuka yang difermentasikan dengan tambahan mikroorganisme fermentasi (Acetobacter sp.) menghasilkan kadar asetat yang lebih tinggi dengan waktu fermentasi yang lebih singkat. Dalam penelitian Hardoyo dkk (2007), kadar asam asetat tertinggi yang dihasilkan dengan bantuan bakteri Acetobacter adalah 6% dengan lama fermentasi 11 hari. Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa kadar

Upload: phungque

Post on 14-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Fermentasi Cuka Aren (A. pinnata)

Cuka aren yang digunakan dalam kegiatan penelitian adalah air nira

(A. pinnata) yang difermentasikan secara alami selama 1 bulan tanpa penambahan

agen fermentasi sehingga menjadi asam, proses ini disebut dengan fermentasi

spontan. Kadar asetat yang diperoleh rata-rata adalah 0,8 % (Lampiran 1).

Pembentukan asetat pada fermentasi nira aren diduga dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya keberadaan mikroorganisme fermentasi dan kandungan

alkohol.

Cuka hasil fermentasi selama 1 bulan diduga masih mengandung banyak

alkohol yang menghambat kerja mikroba fermentasi (Acetobacter sp.) yang

membentuk asam asetat. Hardoyo dkk (2007) yang menguji kadar asam asetat

pada nira dengan penambahan starter melaporkan bahwa alkohol akan

menghambat aktivitas mikroba fermentasi untuk membentuk asam asetat.

Sholikah (2010) dalam penelitian tentang uji kadar etanol dan asam asetat pada

nira siwalan yang difermentasi secara spontan, menyatakan bahwa semakin lama

proses pendiaman (fermentasi) nira, maka akan semakin meningkatkan kadar

alkohol dalam cuka.

Cuka yang difermentasikan dengan tambahan mikroorganisme fermentasi

(Acetobacter sp.) menghasilkan kadar asetat yang lebih tinggi dengan waktu

fermentasi yang lebih singkat. Dalam penelitian Hardoyo dkk (2007), kadar asam

asetat tertinggi yang dihasilkan dengan bantuan bakteri Acetobacter adalah 6%

dengan lama fermentasi 11 hari. Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa kadar

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

34

alkohol dalam cuka berpengaruh terhadap kadar asetat. Jika konsentrasi alkohol di

dalam media (cuka) tinggi (sekitar 11%) maka asetat yang terbentuk kurang dari

2% asetat. Pada penelitian Sholikah (2010), kadar alkohol sekitar 8,654%, asam

asetat yang dihasilkan sekitar 0,556%. Pada penelitian Baharudin dkk (2012),

melaporkan kadar etanol yang terbentuk pada proses fermentasi nira 4%

menghasilkan kadar asam asetat 7,2%.

4.2 Karakteristik Fisik Gelatin Tulang Ikan Tuna

4.2.1 Rendemen gelatin

Rendemen gelatin merupakan jumlah (g) gelatin yang terbentuk

berbanding dengan jumlah bahan segar tulang ikan. Rendemen akan menentukan

tingkat efisien dari perlakuan yang digunakan. Rendemen gelatin hasil penelitian

dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 1. Histogram rendemen gelatin tulang ikan tuna hasil perlakuan

perbandingan volume cuka (ml) dengan berat tulang (g) (Keterangan: G1 yaitu 3 : 1; G2 yaitu 5 : 1; G3 yaitu 7:1 dan huruf-huruf yang sama pada puncak histogram menunjukan pengaruh yang sama)

Gambar 8 menunjukan bahwa terjadi peningkatan nilai rendemen gelatin

hasil perlakuan sejalan dengan bertambahnya volume cuka yang digunakan.

a2.81

a4.75

a6.09

01234567

G1 G2 G3

Ren

dem

en (%

)

Perlakuan

Histogram Rendemen

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

35

Rendemen terendah (2,81%) merupakan hasil perlakuan G1 (3:1) sedangkan

rendemen tertinggi (6,09%) merupakan hasil perlakuan G3 (7:1). Namun

berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) (Lampiran 2g) menunjukan

bahwa perlakuan volume cuka aren tidak memberikan pengaruh yang nyata

(P > 0,05) terhadap nilai rendemen gelatin.

Nilai rendemen dalam penelitian ini tidak berbeda nyata kemungkinan

disebabkan oleh nilai pH dari larutan cuka hasil fermentasi yang digunakan sama

yaitu 3,6 dan perbandingan volume cuka dan tulang yang sama. Peningkatan nilai

rendemen gelatin penelitian ini diduga disebabkan oleh bertambahnya jumlah

asam-asam organik selain asam asetat seperti asam laktat, asam format dan asam

propoinat. Asam-asam organik diduga membantu menyediakan jumlah ion asam

(H+), ion asam berperan dalam memutuskan ikatan hidrogan antara kolagen pada

saat perendaman. Tingginya volume cuka maka cadangan jumlah ion asam

menjadi lebih banyak sehingga ikatan hidrogen dalam tropokolagen untuk saling

lepas menjadi lebih banyak. Menurut Courts (1977) diacu dalam Wiratmaja

(2006), rendemen gelatin dipengaruhi oleh pH, suhu ekstraksi dan konsentrasi

asam. Pada saat perendaman, asam akan memecahkan ikatan heliks kolagen yang

terdapat di dalam matriks tulang melalui ion asam yang ada di dalamnya, semakin

asam suatu pelarut (semakin menurun nilai pH) maka jumlah heliks kolagen yang

terurai akan semakin banyak.

Jika dibandingkan dengan menggunakan asam-asam lainnya, nilai

rendemen gelatin tulang ikan tuna hasil penelitian rata-rata lebih rendah (2,81-

6,09%) jika dibandingkan dengan rendemen gelatin tulang ikan tuna yang

menggunakan asam klorida 5% yaitu 5,33% hasil penelitian Wiratmaja (2006) dan

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

36

hasil penelitian Fatimah (2008) dengan menggunakan asam sitrat 5% dari tulang

ikan bandeng yang menghasilkan 5,14% rendemen. Namun, nilai rendemen

gelatin tulang ikan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitiian

Karlina dan Atmaja (2010) menggunakan asam asetat 5% yang menghasilkan

1,91% rendemen gelatin dari tulang ikan pari.

4.2.2 Titik gel gelatin

Titik gel (gelation point) akan menentukan suhu pengaplikasian gelatin

hasil perlakuan pada produk pangan maupun non pangan. Nilai titik gel dari

gelatin hasil perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 2. Histogram titik gel gelatin hasil perlakuan perbandingan volume cuka

(ml) dengan berat tulang (g) (keterangan: G1 yaitu 3 : 1; G2 yaitu 5 : 1; G3 yaitu 7:1 dan huruf-huruf yang sama pada puncak histogram menunjukan pengaruh yang sama)

Gambar 9 menunjukan bahwa terjadi peningkatan titik gel dari gelatin tuna

seiring dengan bertambahnya volume cuka yang digunakan dalam penelitian.

Titik gel terendah adalah hasil perlakuan G1 (3:1) yaitu 10ºC sedangkan titik gel

tertinggi adalah hasil perlakuan G3 (7:1) yaitu 10,6ºC. Menurut Fahrul (2005),

a10

a10.4

a10.6

9,79,89,910

10,110,210,310,410,510,610,7

G1 G2 G3

Titik

gel

(ºC

)

Perlakuan

Histogram Nilai Titik Gel

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

37

titik gel dari gelatin ikan komersial berkisar 10ºC maka titik gel dari gelatin hasil

perlakuan hampir sama dengan gelatin komersil. Analisis sidik ragam (ANOVA)

(Lampiran 3g) menunjukan bahwa perlakuan volume cuka aren tidak berpengaruh

nyata ( P > 0,05).

Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk gel yang

reversible seiring dengan naik atau turunnya suhu. Nilai titik gel gelatin hasil

perlakuan dianggap tidak berbeda nyata, sebab titik gel dipengaruhi oleh jumlah

gelatin yang dilarutkan dalam air. Jumlah gelatin yang dilarutkan dalam air pada

penelitian ini sama yaitu sebesar 6,67% sehingga menghasilkan titik gel gelatin

yang sama. Hal ini sesuai dengan Stainsby (1997) diacu dalam Wiratmaja (2006)

yang menyatakan bahwa titik gel dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin dalam

larutan, pH dan besarnya molekul gelatin.

Titik gel gelatin hasil penelitian meningkat diduga disebabkan oleh

meningkatnya kadar protein (Gambar 12) seiring dengan bertambahnya volume

cuka sebagai perlakuan. Kadar protein pada gelatin menentukan jumlah

kandungan asam amino hidroksiprolin dalam gelatin. Berdasarkan Amiruldin

(2007) yang melakukan penelitian pada asam amino gelatin tulang ikan tuna

bahwa titik gel dipengaruhi oleh jumlah asam amino hidroksiprolin, titik gel akan

lebih rendah jika jumlah asam amino hidroksiprolin sedikit dan rendahnya

hidroksiprolin membuat ikatan hidrogen dalam gelatin sedikit. Berdasarkan

Fatimah (2008), bahwa konsentrasi protein yang tinggi mengandung

hidroksiprolin yang tinggi. Jumlah hidroksiprolin yang terdapat dalam gelatin

serta berbanding lurus dengan banyaknya ikatan hidrogen yang kemungkinan bisa

terbentuk ketika gelatin terdispersi dalam air.

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

38

Gelatin yang padat (sol) akan mengembang ketika didispersikan ke dalam

air. Pada saat didispersikan dalam air, maka daya tarik menarik antara molekul

gelatin lemah sehingga bentuk sol tersebut menjadi cairan (larutan gelatin) dan

membentuk sistem koloid. Jika suhu diturunkan (didinginkan) molekul-molekul

gelatin hasil hidrolisis akan menggulung satu sama lain dan terjadi ikatan

sambung-silang satu sama lain sehingga akan membentuk struktur yang kompak

(semi-padat) dan merupakan saat dimana gel mulai terbentuk (Wiratmaja, 2006).

4.2.3 Titik leleh gelatin

Titik leleh (melting point) merupakan suhu dimana gelatin mulai mencair,

parameter ini akan menentukan suhu pengaplikasian gelatin baik pada produk

pangan maupun non pangan. Nilai titik leleh dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 3. Histogram titik leleh gelatin hasil perlakuan perbandingan volume

cuka (ml) dengan berat tulang (g) (Keterangan: G1 yaitu 3:1; G2 yaitu 5:1; G3 yaitu 7:1 dan huruf-huruf yang sama pada puncak histogram menunjukan pengaruh yang sama)

Gambar 10 menunjukan kenaikan nilai titik leleh gelatin ikan tuna hasil

perlakuan. Titik leleh terendah merupakan hasil perlakuan G1 (3:1) yaitu 36,5ºC

a36.5

a37.2

a37.3

36

36,2

36,4

36,6

36,8

37

37,2

37,4

G1 G2 G3

Titik

lele

h (º

C)

Perlakuan

Histogram Nilai Titik Leleh

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

39

dan titik gel tertinggi G3 (7:1) yaitu 37,3ºC. Menurut Poppe (1997) dalam Fahrul

(2005), titik leleh gelatin komersial adalah berkisar 37ºC atau dapat meleleh di

dalam mulut, sedangkan Astawan dan Aviana (2003) menyatakan bahwa titik

leleh gelatin ikan berkisar antara 24 - 33ºC. Titik leleh gelatin hasil perlakuan

dianggap masih memiliki sifat menyerupai gelatin komersial

Analisis sidik ragam (ANOVA) (Lampiran 4g) menunjukan bahwa

perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata (P > 0,05) terhadap titik leleh

gelatin. Hal ini diduga disebabkan karena titik leleh berhubungan dengan naiknya

titik gel dari gelatin hasil perlakuan. Sama halnya dengan titik gel, titik leleh

gelatin dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin dalam larutan, pH dan besarnya

molekul gelatin (Stanbsy, 1977 diacu dalam Wiratmaja 2006).

Kenaikan titik leleh gelatin hasil perlakuan berhubungan dengan titik gel

gelatin. Pembentukan gel dipengaruhi oleh jumlah ikatan hidrogen yang

terbentuk, demikian pula saat gelatin mulai meleleh. Gelatin dengan jumlah ikatan

hidrogen yang sedikit akan membentuk gel pada suhu yang lebih rendah namun

ikatan antar molekul gelatin lemah sehingga ketika mudah terlepas menjadi

gulungan acak dan membuat gelatin cepat meleleh. Sebaliknya, jumlah ikatan

hidrogen yang banyak akan membuat gelatin lebih cepat membentuk gel dengan

ikatan antar molekul gelatin lebih kuat sehingga ketika terjadi kenaikan suhu

lingkungan ikatan sambung-silang akan lepas dengan perlahan dan meleleh pada

suhu lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fatimah (2008), bahwa

naiknya titik leleh disebabkan oleh banyaknya jumlah ikatan Hidrogen yang

terbentuk antar molekul gelatin.

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

40

4.3 Karakteristik Kimia Gelatin Ikan Tuna

4.3.1 Kadar air gelatin

Kadar air dalam bahan pangan sangat penting untuk diketahui sebab air

akan menentukan sifat bahan seperti ketahanan umur simpan suatu produk

pangan. Kadar air pada gelatin hasil perlakuan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 4. Histogram kadar air gelatin hasil perlakuan perbandingan volume cuka

(ml) dengan berat tulang (g) (Keterangan: G1 yaitu 3:1; G2 yaitu 5:1; G3 yaitu 7:1 dan huruf-huruf yang sama pada puncak histogram menunjukan pengaruh yang sama)

Gambar 11 menunjukan bahwa terjadi penurunan kadar air seiring dengan

bertambahnya volume cuka aren yang digunakan. Kadar air terendah adalah hasil

perlakuan G3 (7:1) yaitu 6,22% sedangkan kadar air tertinggi adalah hasil

perlakuan G1 (3:1) yaitu 6,83 %. Kadar air gelatin hasil perlakuan memenuhi

syarat SNI mutu gelatin (01-3735-1995) yaitu maksimum 18%, syarat FAO

(2003) yaitu maksimum 16% dan syarat Global Agri System yaitu maksimum

12%.

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) (Lampiran 5g) menunjukan bahwa

perlakuan volume cuka aren tidak memberikan pengaruh yang nyata (P > 0,05)

a6.83 a

6.77

a6.20

5,85,9

66,16,26,36,46,56,66,76,86,9

G1 G2 G3

Kad

ar a

ir (%

)

Perlakuan

Histogram Kadar Air

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

41

pada kadar air gelatin. Kadar air gelatin dianggap sama diduga karena suhu

pengeringan larutan gelatin (50-60º) dan lama pengeringan 24 jam. Berdasarkan

Amiruldin (2007) yang melakukan ektraksi gelatin dari tulang ikan tuna dengan

metode basa, bahwa kadar air gelatin yang rendah dipengaruhi oleh suhu

pengeringan larutan gelatin dan lama pengeringan. Lebih lanjut dilaporkan bahwa

larutan gelatin tulang ikan tuna yang dikeringkan dengan menggunakan oven

(suhu 60ºC) menghasilkan gelatin dengan kadar air berkisar 6,08%.

Penurunan kadar air gelatin hasil perlakuan seiring dengan bertambahnya

volume cuka aren diduga karena banyaknya ikatan hidrogen antar kolagen yang

terputus akibat ion asam yang ada pada cuka pada saat perendaman sehingga pada

proses pemanasan (perebusan) ossein, ikatan hidrogen akan terbentuk dengan

molekul air (H2O). Makin banyak ikatan hidrogen yang terputus antar kolagen,

kemungkinan besar akan mengikat jumlah air yang makin besar pula. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Wijaya (2001) bahwa hidrogen bersifat polar (suka air),

sifat tersebut yang akan menyebabkan banyaknya air yang menguap saat

pengeringan dalam oven sehingga kadar air akan semakin menurun.

4.3.2 Kadar abu gelatin

Kadar abu sangat penting dalam analisis bahan pangan sebab kadar abu

menunjukan tingkat kemurnian bahan dan kebersihan dari zat-zat anorganik. Abu

menggambarkan sejumlah komponen mineral kasar yang mengabu jika

dipanaskan pada suhu tinggi (500ºC). Kadar abu gelatin tulang tuna dapat dilihat

pada Gambar 12.

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

42

Gambar 5. Histogram kadar abu gelatin hasil perlakuan perbandingan volume

cuka (ml) dengan berat tulang (g) (Keterangan: G1 yaitu 3:1; G2 yaitu 5:1; G3 yaitu 7:1 dan huruf-huruf yang berbeda pada puncak histogram menunjukan pengaruh yang berbeda)

Gambar 12 menunjukan bahwa kadar abu gelatin yang terendah pada

perlakuan G3 (7:1) yaitu 5,63% dan kadar abu tertinggi pada perlakuan G2 (5:1)

yaitu 8,54%. Kadar abu gelatin hasil perlakuan masih lebih tinggi dari jumlah

kadar abu yang disyaratkan oleh SNI (3735.1995) yaitu 3,25 %.

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) (Lampiran 6g) menunjukan terdapat

perlakuan yang memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar abu

gelatin. Uji lanjut BNT (Lampiran 6h) menunjukan bahwa perlakuan G1 dan G2

berbeda sangat nyata ( P>0,01) dengan G3 sedangkan perlakuan G1 dan G2 tidak

berbeda nyata (P<0.05). Pengaruh banyaknya volume cuka aren yang dipakai

diduga terjadi pada saat perendaman (demineralisasi) dengan tulang ikan tuna.

Cuka aren hasil fermentasi mengandung berbagai macam asam organik (golongan

asam karboksilat) dan salah satunya adalah asam asetat dengan konsentrasi 0,8%.

Sifat senyawa asam organik bereaksi dengan beberapa komponen mineral yang

terdapat dalam tulang ikan tuna dengan reaksi subtitusi (penggantian). Gugus

karboksil yang berperan sebagai anion dan gugus asam (H+) sebagai kation.

a8.54

a8.81

b5.63

0123456789

10

G1 G2 G3

Kad

ar a

bu (%

)

Perlakuan

Histogram Kadar Abu Gelatin

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

43

Dalam proses pengikatan dengan mineral, gugus karboksil (COO-) dimungkinkan

berikatan dengan komponen mineral tulang seperti kalsium (Ca2+) dengan cara

pergantian (subtitusi). Hal ini sangat mungkin terjadi sebab tulang ikan

mengandung sejumlah besar kalsium. Kemungkinan yang terjadi jika volume

cuka semakin besar maka ion karboksil yang berasal komponen asam organik

lebih banyak untuk berikatan dengan mineral kalsium sehingga jumlah mineral

yang terikat semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada kadar abu perlakuan G3

menjadi lebih rendah dibandingkan dengan G1 dan G2. Namun konsentrasi asam

organik yang rendah belum dapat mengoptimalkan proses pengikatan mineral. Hal

ini didasari atas pernyataan Ismangil dan Hanudin (2005), bahwa sifat asam-asam

organik ditentukan oleh gugus karboksil (COO-) yang akan membentuk ikatan

kompleks dengan logam dan mineral seperti Fe, Al, Ca dan Mg serta kereaktifan

asam organik dengan mineral dipengaruhi oleh konsentrasi asam organik.

Tingginya kadar abu pada perlakuan diduga disebabkan oleh masih

terdapatnya sisa-sisa daging dan tulang yang ikut terbawa sampai proses ekstraksi

gelatin. Menurut Astawan dan Aviana (2003) bahwa tingginya kadar abu

disebabkan oleh masih terikutnya komponen non-kolagen pada saat ekstraksi

gelatin.

4.3.3 Kadar protein gelatin

Gelatin merupakan hasil hidrolisis kolagen, salah satu jenis protein yang

menyusun tulang ikan tuna yang digunakan sebagai bahan baku. Kadar protein

gelatin hasil perlakuan dapat dilihat pada Gambar 13.

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

44

Gambar 6. Histogram kadar protein gelatin hasil perlakuan perbandingan volume

cuka (ml) dengan berat tulang (g) (Keterangan: G1 yaitu 3:1; G2 yaitu 5:1; G3 yaitu 7:1 dan huruf-huruf yang berbeda pada puncak histogram menunjukan pengaruh yang berbeda)

Gambar 13 menunjukan bahwa semakin tinggi volume cuka aren maka

semakin tinggi kadar protein gelatin. Kadar protein terendah berasal dari

perlakuan G1 (3:1) yaitu 69,50% (kadar N=11,12%) sedangkan kadar protein

tertinggi berasal dari perlakuan G3 (7:1) yaitu 75,20% (kadar N=12,03%).

Kenaikan kadar protein akan mempengaruhi parameter titik gel dari gelatin hasil

perlakuan. Berdasarkan Global Agri System (2009), gelatin standar disyaratkan

mengandung N minimal 15% (jika dikonversi ke kadar protein menjadi 98%).

Jika dilihat dari standar tersebut maka gelatin hasil perlakuan belum memenuhi

syarat kandungan protein gelatin komersial.

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) (Lampiran 7g) menunjukan bahwa

perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata tehadap kadar protein gelatin. Uji

BNT (Lampiran 7h) menunjukan perlakuan G1 berbeda sangat nyata ( P > 0,01)

dengan G2 dan G3, sedangkan perlakuan G2 dan G3 tidak berbeda nyata. Kadar

protein gelatin hasil dipengaruhi oleh semakin meningkatnya volume cuka pada

a69.50

b74.46

b75.20

66,0067,0068,0069,0070,0071,0072,0073,0074,0075,0076,00

G1 G2 G3

Kad

ar p

rote

in (%

)

Perlakuan

Histogram Kadar Protein

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

45

saat perendaman diduga disebabkan oleh ketersediaan ion asam dari komponen

asam-asam organik yang terdapat dalam cuka. Pada saat perendaman dengan

asam, molekul tropokolagen akan terpecah menjadi 3 untaian sebab putusnya

ikatan hidrogen antara heliksnya oleh ion H+. Ion asam lebih efesien dalam

memutuskan ikatan Hidrogen antar kolagen jika dibandingkan dengan ion

hidroksil dalam senyawa basa. Semakin bertambahnya volume asam cuka yang

digunakan pada saat perendaman, diduga akan menyediakan jumlah ion H+ yang

lebih besar untuk membantu memutuskan ikatan hidrogen antara komponen

kolagen sehingga jumlah kolagen yang terekstrak lebih banyak. Namun rendahnya

kandungan protein dari gelatin tuna hasil perlakuan disebabkan karena golongan

asam yang digunakan merupakan golongan asam organik yang tergolong sebagai

asam lemah sehingga dalam proses pemutusan ikatan antar molekul kolagen

dianggap belum optimal. Berdasarkan Mulyani dkk (2012) yang melakukan

ekstraksi gelatin dari tulang ikan kakap dengan menggunakan berbagai jenis

asam,bahwa kadar protein dipengaruhi oleh konsentrasi asam dan kemampuan

jenis asam itu sendiri.

4.3.4 Kadar lemak gelatin

Kadar lemak merupakan salah satu karakteristik pada zat penambah

makanan (food additive) seperti gelatin sebab menentukan tingkat kemurnian

gelatin yang dihasilkan dan juga menentukan ketahanan produk selama

penyimpanan. Kadar lemak gelatin dapat dilihat pada Gambar 14.

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

46

Gambar 7. Histogram kadar lemak gelatin hasil perlakuan perbandingan volume

cuka (ml) dengan berat tulang (g) (keterangan: G1 yaitu 3:1; G2 yaitu 5:1; G3 yaitu 7:1 dan huruf-huruf yang berbeda pada puncak Histogram menunjukan pengaruh yang berbeda)

Gambar 14 menunjukan kadar lemak gelatin tulang ikan tuna pada ketiga

perlakuan. Kadar lemak tertinggi adalah hasil perlakuan G1 (3:1) yaitu 13,33 %

dan kadar lemak terendah hasil perlakuan G2 (5:1) yaitu 9,23%. Hasil analisis

sidik ragam (ANOVA) (Lampiran 8g) menunjukan bahwa perlakuan volume cuka

memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar lemak gelatin. Uji lanjut

BNT (Lampiran 8h) menunjukan pula bahwa perlakuan G1 dan G3 berbeda

sangat nyata (P > 0.01) dengan perlakuan G2 dan perlakuan G1 berbeda nyata

(P > 0.05) dengan perlakuan G3. Kadar lemak gelatin yang diperoleh masih di

luar standar gelatin komersial. Menurut Global Agri System (2009), standar kadar

lemak gelatin komersial diharapkan mendekati 0%.

Besarnya volume cuka yang digunakan berpengaruh pada kadar lemak.

Hal ini diduga karena cuka aren yang mengandung asam asetat bersifat mengikat

lemak. Besarnya volume cuka akan menentukan ketersediaan jumlah asam asetat

sehingga menentukan jumlah lemak yang dapat diikat. Namun dengan konsentrasi

a13.33

b9.23

c11.75

0,002,004,006,008,00

10,0012,0014,00

G1 G2 G3

Kad

ar L

emak

(%)

Perlakuan

Histogram Kadar Lemak

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

47

asam asetat 0,8% diduga belum dapat mengoptimalkan proses pengikatan asam

dengan lemak sehingga masih terdapat lemak yang ikut terbawa pada proses

pemanasan. Pengikatan oleh senyawa asam organik umumnya masih bersifat

lemah. Hal ini dapat dilihat dari penurunan kadar lemak hasil perlakuan G2 dan

G3 yang tidak sama. Hal ini diduga disebabkan oleh komponen-komponen asam-

asam organik lainnya seperti asam laktat, asam format dan asam propoinat yang

ikut mempengaruhi ketidakstabilan proses pengikatan lemak. Menurut teori

Kusnandar (2011), lemak dapat diikat oleh kelompok asam lemah atau asam encer

yang salah satunya adalah asam asetat dan proses ini disebut dengan proses

degumming.

Tingginya kadar lemak gelatin hasil penelitian kemungkinan juga

disebabkan oleh kondisi bahan baku ikan yang digunakan. Bahan baku tulang

yang dipakai diduga berasal dari jenis tuna yang memiliki kadar lemak tinggi

sehingga kadar lemak gelatin masih tinggi. Berdasarkan penelitian Amiruldin

(2007) yang melaporkan bahwa terdapat salah satu jenis tuna yaitu

Thunnus albacores yang mengandung lemak tinggi. Hasil analisis lemak yang

telah dilakukannya pada tulang tuna yang telah bersih yaitu berkisar antara 15,38

– 15,66 %.

Penyebab lain yang membuat tingginya kadar lemak gelatin hasil

penelitian adalah tidak dilakukannya proses pemisahan antara larutan dengan

lemak pada saat setelah perebusan sehingga lemak gelatin masih tinggi. Lemak

dipisahkan dengan menggunakan alat rotary evaporator vacuum. Lemak yang

tinggi dapat menyebabkan warna dari gelatin menjadi lebih gelap, hal ini dapat

dilihat pada gelatin hasil perlakuan. Larutan gelatin yang dipekatkan dengan alat

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

48

rotary evaporator vacuum membuat gelatin yang dihasilkan menjadi lebih cerah.

Perbedaan warna gelatin ini dapat dilihat pada Gambar 15.

4.3.5 Nilai pH gelatin

Nilai pH gelatin merupakan parameter yang akan menentukan aplikasi

gelatin. Nilai pH gelatin yang diharapkan mendekati pH netral (7) agar dapat

diaplikasikan secara luas. Nilai pH gelatin tulang ikan tuna hasil perlakuan dapat

dilihat pada Gambar 16.

Gambar 9. Histogram nilai pH gelatin hasil perlakuan perbandingan volume cuka (ml) dengan berat tulang (g) (Keterangan: G1 yaitu 3:1; G2 yaitu 5:1; G3 yaitu 7:1 dan huruf-huruf yang sama pada puncak Histogram menunjukan pengaruh yang sama)

a6.60

a6.1 a

6.0

5,60

5,80

6,00

6,20

6,40

6,60

6,80

G1 G2 G3

Nila

i pH

Perlakuan

Histogram Nilai pH

Gambar 8. Perbandingan antara warna gelatin tulang tuna (a) hasil penelitiandengan gelatin tulang ikan bandeng (b) (keterangan: a.tanpa menggunakan alat rotary evaporator vacuum; b. menggunakan alat rotary evaporator vacuum, *Fatimah, 2008)

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fermentasi Cuka …eprints.ung.ac.id/654/10/2013-2-54244-632409003-bab4... · Gelatin memilki ciri khas dapat larut dalam air dan membentuk

49

Gambar 16 menunjukan bahwa nilai pH gelatin menurun seiring dengan

bertambahnya volume cuka aren yang digunakan sebagai perlakuan. Analisis sidik

ragam (ANOVA) (Lampiran 9g) menunjukan bahwa perlakuan tidak memberikan

pengaruh yang nyata (P > 0.05) terhadap nilai pH gelatin. Nilai pH terendah

merupakan hasil dari perlakuan G3 (7:1) yaitu 6.0 dan tertinggi merupakan hasil

dari perlakuan G1 (3:1) yaitu 6.6. Hal ini diduga karena cuka yang digunakan

memiliki pH yang sama.

Nilai pH yang diperoleh dari hasil perlakuan umumnya telah mendekati

netral, hal ini disebabkan oleh asam cuka aren yang dipakai yang merupakan asam

organik (asam lemah) sehingga pengaruh asam akan menurun jika mengalami

pencucian. Gelatin hasil perlakuan G1 memiliki nilai pH 6.6 (mendekati netral)

sebab jumlah volume cuka yang digunakan hanya sedikit sehingga ketika dicuci

asam akan ikut terbawa dengan air mengalir sedangkan gelatin hasil perlakuan G3

memiliki pH yang rendah sebab jumlah cuka yang digunakan lebih banyak

sehingga pada saat pencucian masih terdapat sedikit sisa cuka. Sesuai dengan

pendapat Astawan dan Aviana (2003), nilai pH gelatin dipengaruhi oleh jenis

asam yang digunakan pada saat perendaman. Jika asam yang digunakan adalah

jenis asam kuat maka nilai pH dari gelatin yang dihasilkan rendah begitu pula

sebaliknya.