bab iv hasil dan pembahasan 4.1 pembuatan tepung ubi...

29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Ubi Jalar Pada tahap ini dilakukan pembuatan tepung ubi jalar yang dilakukan dalam skala rumah tangga. Setiap tahapan pembuatan tepung ini dilakukan penimbangan untuk menentukan hasil rendemen tepung ubi jalar dan hasilnya dianalisis proksimat. 4.1.1 Rendemen tepung ubi jalar Pengukuran rendemen tepung ubi jalar dihitung berdasarkan perbandingan berat tepung yang diperoleh terhadap berat umbi segar tanpa kulit yang dinyatakan dalam persen (%). Hasil pembuatan tepung ubi jalar putih yaitu 635 gr dari 2058 gr ubi jalar segar yang diperoleh dari pasar tradisional Gorontalo. Dalam hal ini terjadi penurunan berat, karena selama pembuatan tepung ubi jalar terjadi proses penguapan akibat adanya pengeringan sinar matahari dengan suhu ±60º C selama 6 jam sehingga rendemen yang didapatkan adalah 30,85%. Hasil penelitian Alivia (2005), terhadap sifat kimia tepung yang diaplikasikan pada pembuatan roti, menunjukan tingkat rendemen rata-rata pada proses produksi tepung ubi jalar mencapai 27,4%, tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Kariada et al. (2007), yaitu tingkat rendemen mencapai 26.50%. Proses pembuatan tepung ubi jalar cukup sederhana dan dapat dilakukan dalam skala rumah tangga maupun industri kecil. Pembuatan tepung ubi jalar meliputi: pembersihan, pengupasan, penghancuran (pengirisan) dan pengeringan sampai kadar air tertentu (Koswara et al., 2003).

Upload: phungdiep

Post on 06-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Tepung Ubi Jalar

Pada tahap ini dilakukan pembuatan tepung ubi jalar yang dilakukan dalam

skala rumah tangga. Setiap tahapan pembuatan tepung ini dilakukan penimbangan

untuk menentukan hasil rendemen tepung ubi jalar dan hasilnya dianalisis proksimat.

4.1.1 Rendemen tepung ubi jalar

Pengukuran rendemen tepung ubi jalar dihitung berdasarkan perbandingan

berat tepung yang diperoleh terhadap berat umbi segar tanpa kulit yang dinyatakan

dalam persen (%). Hasil pembuatan tepung ubi jalar putih yaitu 635 gr dari 2058 gr

ubi jalar segar yang diperoleh dari pasar tradisional Gorontalo. Dalam hal ini terjadi

penurunan berat, karena selama pembuatan tepung ubi jalar terjadi proses penguapan

akibat adanya pengeringan sinar matahari dengan suhu ±60º C selama 6 jam sehingga

rendemen yang didapatkan adalah 30,85%.

Hasil penelitian Alivia (2005), terhadap sifat kimia tepung yang diaplikasikan

pada pembuatan roti, menunjukan tingkat rendemen rata-rata pada proses produksi

tepung ubi jalar mencapai 27,4%, tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Kariada

et al. (2007), yaitu tingkat rendemen mencapai 26.50%.

Proses pembuatan tepung ubi jalar cukup sederhana dan dapat dilakukan

dalam skala rumah tangga maupun industri kecil. Pembuatan tepung ubi jalar

meliputi: pembersihan, pengupasan, penghancuran (pengirisan) dan pengeringan

sampai kadar air tertentu (Koswara et al., 2003).

4.1.2 Karakteristik kimia tepung ubi jalar

Analisis kimia yang diamati pada tepung ubi jalar adalah kadar air, abu,

lemak, protein, dan karbohidrat. Hasil analisis proksimat tepung ubi jalar disajikan

pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis proksimat tepung ubi jalar

kriteria Tepung ubi jalar SNI tepung tapioka*

SNI 01-2997-1996

SNI tepung terigu**

SNI 3751:2009

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Protein

Kadar Lemak

Karbohidrat

10,1 %

2,44%

1,36 %

2,97 %

83, 13 %

12 %

1,5 %

2,14%

0,68%

81,78%

14,5 %

0,70 %

7,0 %

2,16 %

67,77 % Ket: * Sumber: BSN (1996)

**Sumber BSN (2009)

1. Kadar Air

Proses pengeringan pada pembuatan tepung ubi jalar bertujuan untuk

menurunkan jumlah air yang dikandung oleh bahan mentah. Kadar air merupakan

salah satu parameter yang cukup penting pada produk tepung karena berkaitan

dengan mutu.

Kadar air tepung ubi jalar yang diperoleh pada penelitian ini adalah 10,1%bb

(Tabel 5), lebih rendah dibandingkan dengan kadar air tepung tapioka dan tepung

terigu. Hal ini disebabkan jenis bahan pangan serta komponen-komponen yang

terdapat di dalamnya, proses dan kondisi pengolahan. Kondisi ini sudah memenuhi

syarat kadar air yang tepat menurut SNI tepung tapioka dan tepung terigu yaitu

<14%.

Kadar air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena dapat

mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam

bahan pangan juga menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kadar air yaitu jenis bahan dan komponen

yang ada di dalamnya, serta cara dan kondisi pengeringan seperti alat, suhu, ketebalan

bahan dan lama pengeringan (Winarno, 1992),.

2. Kadar Abu

Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah

bahan dibakar sampai bebas karbon. Mineral terdiri dari kalsium, natrium, klor,

fosfor, belerang, magnesium, dan komponen lain dalam jumlah kecil (Ainah, 2004).

Kadar abu juga dapat diartikan sebagai komponen yang tidak mudah menguap, tetap

tertinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik (Soebito, 1988).

Hasil analisis tepung ubi jalar mempunyai kadar abu yang cukup tinggi yaitu

2,44% dibandingkan dengan kadar abu tepung tapioka dan tepung terigu (Tabel 5).

Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya kandungan mineral dalam tepung ubi jalar.

Kadar abu berasal dari unsur mineral dan komposisi kimia yang tidak teruapkan

selama peroses pengabuan.

Menurut Ali dan Ayu (2009), kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang

terkandung dalam bahan pangan yang ditentukan dengan cara pengabuan atau

pembakaran. Indrie et al. (2009), tingginya kadar abu pada bahan menunjukkan

tingginya kandungan mineral namun dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi

enzimatis (browning enzymatic) yang menyebabkan turunnya derajat putih tepung.

Ditambahkan oleh Widodo dan Ginting (2004), bahwa kadar abu yang tinggi pada

bahan tepung kurang disukai karena cenderung memberi warna gelap pada

produknya. Semakin rendah kadar abu pada produk tepung akan semakin baik, karena

kadar abu selain mempengaruhi warna akhir produk juga akan mempengaruhi tingkat

kestabilan adonan (Bogasari, 2006).

3. Protein

Protein merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh manusia,

karena berfungsi sebagai bahan bakar, bahan pembangun, dan pengatur dalam tubuh

(Winarno, 1997).

Hasil analisis kadar protein tepung ubi jalar adalah 1.36%. Kadar protein

tepung ubi jalar lebih rendah dibandingkan kadar protein tepung tapioka dan tepung

terigu (Tabel 5). Hal ini diduga karena jenis protein pada tepung ubi jalar berbeda

dengan jenis protein yang terdapat pada tepung terigu dan tapioka. Selain

jenis/varietas ubi jalar itu sendiri, kandungan protein pada tepung ubi jalar juga

dipengaruhi oleh proses pengupasan pada saat produksi.

Kandungan protein tertinggi pada ubi jalar terletak pada lapisan terluar daging

umbi, yang berdekatan dengan kulit luar. Adanya proses pengupasan yang berlebihan

menyebabkan bagian daging ubi jalar yang kaya protein menjadi ikut terbuang

(Woolfe, 1992).

Menurut penelitian Antarlina (1991), tepung ubi jalar mempunyai kadar

protein yang rendah. Untuk meningkatkan kadar protein tepung ubi jalar dalam

pembuatan nugget, perlu substitusi dengan tepung yang mempunyai kadar protein

yang lebih tinggi.

4. Lemak

Lemak merupakan salah satu komponen utama dalam bahan pangan yang

dapat menghasilkan energi selain karbohidrat dan protein, yaitu sebesar 9 kkal per gr.

Kadar lemak tepung ubi jalar berhubungan erat dengan ketahanan produk yang

dihasilkan terhadap ketengikan karena oksidasi lemak.

Hasil analisis kadar lemak tepung ubi jalar adalah 2,97%. Kadar lemak pada

tepung bervariasi tergantung suhu pengeringan yang digunakan serta lamanya waktu

proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan

semakin tinggi

Kadar lemak yang terlampau tinggi kurang menguntungkan dalam proses

penyimpanan tepung karena dapat menyebabkan ketengikan. Lemak akan berikatan

kompleks dengan amilosa yang membentuk heliks pada saat gelatinisasi pati yang

menyebabkan kekentalan pati (Ilminingtyas dan Kartikawati, 2009).

5. Karbohidrat

Kadar karbohidrat tepung ubi jalar pada penelitian ini dihitung berdasarkan

metode by difference. Kadar karbohidrat tepung ubi jalar adalah 83,13%. Kadar

karbohidrat tepung ubi jalar ini lebih tinggi dibandingkan kadar karbohidrat tepung

tapioka dan tepung terigu (Tabel 5). Kadar karbohidrat yang cukup tinggi pada

tepung ubi jalar menjadikan tepung ubi jalar berpotensi sebagai sumber karbohidrat.

Rasa manis pada tepung ubi jalar terutama disebabkan oleh tingginya kandungan

karbohidrat yang terdapat dalam bentuk gula-gula sederhana.

Kadar karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik

suatu bahan makanan, baik rasa, warna, tekstur, dan lain sebagainya (Winarno, 2002).

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan penurunan daya cerna pati

(karbohidrat) yaitu penggunaan suhu yang terlampau tinggi pada saat proses

pengolahan, interaksi antara pati dengan komponen non pati, dan jumlah resistant

starch yang terdapat dalam pati (Andarwulan, 2008).

4.2 Konsentrasi Tepung Ubi Jalar pada Nugget Ikan

Pembuatan nugget ikan yang sering dilakukan yaitu dengan menggunakan

bahan pengikat tapioka. Penelitian ini penggunaan tepung tapioka sebagian diganti

dengan tepung ubi jalar. Perbandingan konsentrasi jenis bahan pengikat yang

digunakan dalam penelitian ini adalah tepung tapioka : tepung ubi jalar (A ( 2 :1 ),

B( 1: 1 ), C ( 1: 2 )).

Berdasarkan hasil modifikasi dan trial and error dari formula nugget ikan

(Gambar 3). Nugget ikan tersebut dibuat menjadi tiga perlakuan yang disubtitusi

dengan tepung ubi jalar. Bagian masing-masing bahan untuk tiga perlakuan tersebut

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Formulasi nugget ikan layang yang disubtitusi dengan tepung ubi jalar

berdasarkan 100g daging ikan.

Bahan Jumlah bahan untuk tiap perlakuan (%)

Formula

A(2:1)

Formula

B(1:1)

Formula

C(1:2)

Tepung tapioka

Tepung ubi jalar

Bawang putih

Lada

Telur

Garam

Gula

15

5

2

1

5

1

1

10

10

2

1

5

1

1

5

15

2

1

5

1

1

4.2.1 Organoleptik nugget ikan

Uji organoleptik merupakan penilaian terhadap mutu produk berdasarkan

panca indera manusia melalui sensorik. Penilaian dengan indera banyak digunakan

untuk penilaian mutu suatu produk terutama produk hasil pertanian dan makanan.

Cara penilaian organoleptik suatu produk dapat dilakukan, antara lain yaitu dengan

menggunakan uji hedonik (Abdillah 2006).

Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis

diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang tingkat kesukaan atau

ketidaksukaan. Tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik, misalnya sangat

suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, dan sangat tidak suka

(Rahayu, 1998). Pada uji ini nugget ikan layang yang telah siap akan dinilai oleh

panelis semi terlatih sebanyak 30 orang untuk menunjukkan tingkat kesukaan atau

ketidaksukaan secara keseluruhan dengan instruksi dari penyaji. Uji hedonik

dilakukan terhadap parameter kenampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur pada

ketiga sampel nugget ikan yang telah diberi perlakuan.

1. Penampakan

Hasil uji hedonik penampakan nugget ikan layang diperoleh nilai mutu rata-

rata penerimaan antara 6,01 sampai 6,26 yaitu agak suka terhadap penampakan

nugget ikan. Histogram uji organoleptik skala hedonik penampakan nugget ikan

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hasil uji hedonik penampakan nugget ikan layang.

A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan tepung

ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2).

Dari Gambar 5 tersebut menunjukkan bahwa formula perbandingan tepung

tapioka dan tepung ubi jalar (2:1) (A) yaitu dengan rata-rata penilaian 6,26, secara

hedonik lebih disukai panelis.

Hasil uji Kruskal-wallis hedonik (Lampiran 5), menunjukkan bahwa subtitusi

tepung ubi jalar pada nugget ikan tidak berbeda nyata terhadap penampakan produk

akhir. Hal ini diduga karena cara pelapisan dan pemotongan yang tidak rata, sehingga

mempengaruhi penampakan produk akhir (Gambar 6).

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

A B C

6,26 6,01 6,16

Nila

i org

ano

lep

tik

Perlakuan

Gambar 6. Penampakan nugget ikan layang dari 3 formula tepung ubi jalar

A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan

tepung ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2).

Hasil penelitian Sianipar (2003), terhadap kombinasi bahan pengikat dan

bahan pengisi pada sifat fisik, kimia serta palatabilitas fish nugget dari daging merah

ikan tuna (Thunnus obesus) menunjukan bahwa kenampakan dari hasil produk fish

nugget tidak memberikan pengaruh nyata bila diuji secara organoleptik skala hedonik

karena tidak adanya perbedaan terhadap warna dan bentuk keseluruhan.

Penampakan produk akhir salah satunya dipengaruhi oleh minyak goreng,

yang berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih karena

menyerap minyak selama proses pengeringan, menambah nilai gizi dan citarasa

nugget dengan bentuk warna kuning kecoklatan selama penggorengan, serta

menambah kalori dalam nugget, sehingga dari ketiga perlakuan dihasilkan warna

yang hampir sama yaitu kuning kecoklatan (Winarno, 2008).

2. Warna

Warna merupakan hasil dari indera mata yang bisa menjadi pertimbangan

dalam penilaian suatu produk, secara visual warna tampil terlebih dahulu dan sangat

menentukan sebelum faktor faktor yang lain (Winarno, 2008).

Hasil uji hedonik nugget ikan terhadap warna diperoleh nilai rata-rata 5,86

sampai 6,33 yaitu berada pada penerimaan agak suka. Histogram nilai rata-rata uji

hedonik terhadap warna nugget ikan disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Hasil uji organoleptik warna nugget ikan layang.

A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan

tepung ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2).

Warna nugget yang dibuat pada penelitian secara umum berwarna kuning

kecoklatan. Nilai tertinggi kesukaan panelis terhadap warna nugget ini diperoleh pada

formula A tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1, dengan rata-rata penilaian 6,33,

sedangkan nilai terendah formula B tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1 dengan

rata-rata penilaian 5,86. Konsentrasi tepung ubi jalar yang rendah warna yang

dihasilkan terang, sedangkan dengan konsentrasi tepung ubi jalar yang terlalu banyak

0123456789

A B C

6,335,86 6,09

Nila

i org

ano

lep

tik

perlakuan

warna nugget yang dihasilkan sedikit gelap. Hal ini disebabkan pengaruh dari sifat

warna bahan pengikat yang di gunakan. Tepung tapioka mempunyai warna yang

terang atau putih, sedangkan tepung ubi jalar berwarna sedikit kecoklatan, sehingga

dengan konsentrasi tepung yang berbeda dapat mempengaruhi warna nugget yang

dihasilkan.

Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5), perlakuan konsentrasi bahan pengikat

tepung ubi jalar tidak berpengaruh nyata terhadap warna nugget. Sama halnya dengan

kenampakan, warna nugget dari ketiga perlakuan pada penelitian ini hampir tidak ada

perbedaan, karena pengaruh pada pengolahanya dan bahan tambahan yang digunakan

mempunyai warna yang tidak jauh berbeda.

Hasil penelitian Erawaty (2001), terhadap pengaruh bahan pengikat, waktu

penggorengan, dan daya simpan terhadap sifat fisik dan organoleptik produk nugget

ikan sapu-sapu (hyposascus pardalis) menunjukkan bahwa adanya peningkatan nilai

rata-rata pada warna produk nugget ikan yang dihasilkan hampir sama dari semua

perlakuan karena lamanya proses penggorangan.

Warna merupakan salah satu faktor penentu mutu bahan pangan. Baik

tidaknya cara pencampuran atau pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna

yang seragam dan merata. Ada lima penyebab suatu bahan pangan menjadi berwarna

yaitu, pigmen yang secara alami terdapat dalam bahan pangan hewani atau nabati,

reaksi kimia, seperti reaksi maillard dan reaksi oksidasi serta penambahan zat warna

alami maupun buatan (Winarno, 2008). Produk-produk dari pati memberikan warna

coklat bila dipanaskan, warna coklat ini disebabkan oleh pirodekstrin yakni pati yang

mengandung dekstrin pada saat dipanaskan akan terpolarisasi membentuk suatu

kompleks warna coklat (Fardiaz et al 1992).

3. Tekstur

Hasil uji kesukaan (hedonik) tekstur diperoleh nilai rata-rata adalah 5,51

sampai 7,05 yaitu berada pada kriteria agak suka sampai suka. Histogram kesukaan

(hedonik) panelis terhadap tekstur nugget ikan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hasil uji organoleptik tekstur nugget ikan layang.

A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan

tepung ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2). Nilai-

nilai pada diagram yang diikuti huruf berbeda (a, dan b) menunjukkan

berbeda nyata (p<0,05).

Rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nugget ikan menunjukkan

bahwa formula B perbandingan tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1 dengan

subtitusi tepung ubi jalar merupakan nugget ikan yang paling disukai dengan nilai

rata-rata 7,05. Sedangkan formula A tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1 adalah

produk yang teksturnya kurang disukai dengan rata-rata penilaian 5,51.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

A B C

a

bb

Nila

i org

ano

lep

tik

perlakuan

Pada Gambar 8 menunjukan bahwa semakin rendah penggunaan substitusi

tepung ubi jalar dan semakin tinggi penggunaan tepung tapioka maka nilai yang

diberikan konsumen semakin menurun. Hal ini disebabkan karena nugget ikan

dengan substitusi tepung tapioka yang berlebihan akan menghasilkan tekstur nugget

yang semakin padat sehingga bila ditekan akan terasa lebih keras.

Hasil uji kruskal wallis (Lampiran 5), perlakuan konsentrasi bahan pengikat

tepung ubi jalar berpengaruh nyata terhadap tekstur nugget ikan. Hasil uji lanjut

Multiple Comparison (p< 0,05) (Lampiran 6), menunjukan bahwa, formula A (2:1)

berbeda nyata dengan formulan B (1:1) dan formula C (1:2) tidak berbeda nyata

dengan formula B (1:1), tetapi formula C (1:2) berbeda nyata dengan A (2:1). Hal ini

disebabkan dengan konsentrasi tepung ubi jalar yang sedang maka akan banyak

berpengaruh terhadap pembentukan tekstur nugget, sedangkan penggunaan tepung

tapioka yang berlebihan akan mempengaruhi tekstur nugget yang kurang baik.

Perbandingan tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1, panelis memberikan penilaian

nugget ikan substitusi tepung ubi jalar yang dihasilkan memiliki tekstur yang lebih

empuk (lembut) dan elastis dibanding dengan kombinasi lainnya.

Menurut Nurhidayah (2011), tentang pengaruh penggunaan tepung ubi jalar (

Ipomoea batatas L) terhadap mutu fisikokimia dan organoleptik nugget keong tutut

(bellamnya javanica) bahwa substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan

tepung tapioka tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik

warna, aroma rasa nugget keong tutut, tetapi memberikan pengaruh nyata (p<0,05)

terhadap mutu tekstur nugget keong tutut. Semakin tinggi tingkat substitusi tepung

ubi jalar maka tekstur nugget semakin empuk.

4. Aroma

Aroma suatu produk sangat berpengaruh terhadap selera konsumen yang

berkaitan dengan indera penciuman sehingga menimbulkan keinginan untuk

mengkonsumsinya. Aroma yang enak akan menggugah selera, sedangkan aroma yang

tidak enak akan menurunkan selera konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut.

Gambar 9. Hasil uji organoleptik aroma nugget ikan layang.

A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan

tepung ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2). Nilai-

nilai pada diagram yang diikuti huruf berbeda (a, dan b) menunjukkan

berbeda nyata (p<0,05).

Hasil uji hedonik nugget ikan terhadap aroma diperoleh nilai rata-rata 5,78

sampai 7,11 yaitu berada pada kriteria agak suka sampai suka. Histogram kesukaan

(hedonik) panelis terhadap bau atau aroma nugget ikan dapat dilihat pada Gambar 9.

Penelis memberikan penilaian tertinggi pada aroma nugget ikan yang

menggunakan perbandingan tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1 dengan subtitusi

tepung ubi jalar (B) dengan nilai 7,11 dan penilaian terendah pada perbandingan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

A B C

a

b

a

Nila

i org

an

ole

pti

k

Perlakuan

tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1 dengan subtitusi tepung ubi jalar (A) dengan

nilai 6,37.

Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5), perlakuan konsentrasi bahan pengikat

tepung ubi jalar berpengaruh nyata terhadap aroma nugget. Hasil uji lanjut Multiple

Comparison (p< 0,05) (Lampiran 6), menunjukan bahwa, formula A (2:1) berbeda

nyata dengan formulan B (1:1) dan formula C (1:2) tidak berbeda nyata dengan

formula A (2:1), tetapi formula B (1:1) berbeda nyata dengan C (1:2).

Konsentrasi tepung tapioka dan tepung ubi jalar yang sama, menghasilkan

aroma yang lebih disukai panelis. Demikian juga dengan konsentrasi tepung ubi jalar

yang lebih rendah, kurang disukai panelis karena bahan tambahan lain dan proses

pemasakan mampu menutupi aroma ubi jalar pada produk nugget yang dihasilkan,

sehingga aroma ubi jalar kurang spesifik, sedangkan penggunaan tepung ubi jalar

banyak terkadang membuat aroma nugget menjadi berbau ubi jalar yang kuat

sehingga panelis kurang menyukai.

Menurut hasil penelitian Ali dan Ayu (2009) tentang subtitusi tepung terigu

dan tepung ubi jalar pada pembuatan mie kering bahwa tingkat kesukaan panelis

terhadap mie goreng hasil subtitusi 20% tepung ubi jalar yang lebih disukai daripada

yang tidak menggunakan tepung ubi jalar.

5. Rasa

Rasa muncul setelah produk digoreng, hal ini diduga karena reaksi maillard

yang terjadi yaitu reaksi antara gula pereduksi dalam bahan pengikat dengan gugus

amino dalam ikan (Sianipar 2003).

Hasil uji hedonik nugget ikan terhadap rasa diperoleh nilai rata-rata 5,14

sampai 6,68 yaitu berada pada kriteria penerimaan netral sampai suka. Histogram

kesukaan (hedonik) terhadap rasa nugget ikan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hasil uji organoleptik rasa nugget ikan layang.

A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan

tepung ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2). Nilai-

nilai pada diagram yang diikuti huruf berbeda (a, dan b) menunjukkan

berbeda nyata (p<0,05).

Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5), perlakuan konsentrasi bahan pengikat

tepung ubi jalar berpengaruh nyata terhadap rasa nugget. Hasil uji lanjut Multiple

Comparison (p< 0,05) (Lampiran 6), menunjukan bahwa, formula A (2:1) tidak

berbeda nyata dengan formulan B (1:1) dan formula C (1:2) tidak berbeda nyata

dengan formula B (1:1), tetapi formula C (2:1) berbeda nyata dengan formula A (2:1).

Penambahan tepung ubi jalar memberikan pengaruh terhadap rasa nugget ikan

layang. Subtitusi tepung ubi jalar yang lebih banyak dari tepung tapioka dapat

memberikan rasa yang lebih disukai panelis, karena tepung ubi jalar mempunyai

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

A B C

a

abb

Nila

i org

ano

lep

tik

Perlakuan

aroma dan rasa yang khas yang dapat menambah rasa gurih pada nugget, sedangkan

tepung tapioka mempunyai rasa cenderung tawar.

Menurut Yusuf dkk (2011), terhadap penentuan formula tepung pelapis

savory chips terbaik mengemukakan bahwa rasa merupakan salah satu bagian dari

komponen cita rasa selain aroma dan rangsangan mulut. Kombinasi 4 rasa utama

dapat memberikan cita rasa yang berbeda pada suatu produk pangan. Pada

penambahan garam, bumbu-bumbu dan rasa khas yang dimiliki oleh ikan sebagai

bahan utama diduga menciptakan suatu cita rasa khas yang disukai oleh panelis.

4.4.2 Penentuan produk terpilih dengan metode Bayes

Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk

melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif

dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Untuk menghasilkan keputusan

yang optimal yang perlu dipertimbangkan berbagai kriteria (Marimin 2004). Sebelum

dilakukan analisis menggunakan metode Bayes, dilakukan perangkingan terhadap

beberapa parameter yang diamati dengan indeks kepentingan yang diacu berdasarkan

penelitian-penelitian sebelumnya tentang produk nugget dan menurut pendapat para

ahli. Berdasarkan sumber-sumber tersebut, maka kriteria kepentingan yang dipilih

disesuaikan dengan jenis penelitian yang dilakukan. Karakteristik dan nilai

kepentingan dari nugget ikan layang dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik dan nilai kepentingan dari nugget ikan layang

No Parameter Dasar pertimbangan kepentingan nilai

1 Rasa Rasa merupakan parameter sangat penting dalam

menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap

produk baru seperti pada nugget yang disubtitusi dengan

tepung ubi jalar.

5

2 Tekstur Parameter tekstur merupakan faktor yang penting pada

produk nugget, karena tekstur khas nugget mempunyai

sifat juiciness dan keempukan yang dapat

mempengaruhi penampakan produk akhir.

5

3 Aroma Aroma khas nugget sangat berpengaruh terhadap selera

konsumen yang berkaitan dengan indera penciuman,

yang berasal dari bahan baku dan bumbu- bumbu yang

digunakan.

4

4 Kenampakan Salah satu parameter organoleptik yang dilihat oleh

konsumen melalui sifat sensoriknya, pada umumnya

konsumen memilih makanan yang memiliki

penampakan menarik.

3

5 Warna Warna juga merupakan salah satu parameter yang

digunakan konsumen dalam memilih produk, karena

warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan

kimia dalam nugget

2

Parameter yang dianggap penting pada produk nugget ikan secara berturut-

turut adalah rasa, tekstur, aroma, penampakan, dan warna. Urutan nilai kepentingan

dilihat berdasarkan spesifik dari produk nugget tersebut. Hasil analisis dengan

metode Bayes dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil uji metode bayes menunjukkan bahwa

formula B (tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1) menunjukkan nilai bobot

tertinggi 2,3, selanjutnya formula A (tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1) dengan

nilai 1,51 dan C (tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2) yaitu 2,19 (Lampiran 7).

Berdasarkan hasil tersebut maka formula terbaik pada tahap formulasi adalah formula

B (tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1), oleh sebab itu maka formula tersebut

yang digunakan pada tahap penelitian selanjutnya.

Tabel 8. Hasil analisis dengan metode Bayes

A B C

Tekstur 1 3 2

Rasa 1 2 3

Aroma 1 3 2

Kenampakan 3 1 2

Warna 3 1 2

Total nilai 1,51 2,30 2,19

Rangking 2 1 3

4.3 Karakteristik Mutu Kimia Nugget Ikan Terpilih

Hasil penenentuan produk terpilih berdasarkan uji hedonik dan metode Bayes

dianalisis kimia meliputi, kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat, dan uji

organoleptik mutu hedonik.

4.3.1 Analisis Proksimat Nugget Ikan Layang

Analisis kimia yang diamati pada penelitian ini adalah kadar air, abu, lemak,

protein, dan karbohidrat. Hasil analisis kimia nugget ikan layang subtitusi tepung ubi

jalar kemudian dibandingkan dengan nugget yang terbuat dari tepung tapioka. Hasil

analisis kimia nugget ikan layang pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 . Hasil analisis proksimat nugget ikan layang

kriteria Nugget produk

terpilih Nugget tapioka

SNI nugget ayam*

01-6683-2002

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Protein

Kadar Lemak

Karbohidrat

45,07 %

1,96 %

14,01 %

19,90 %

19,06 %

47,52 %

2,49 %

13,09 %

17, 82 %

18,63%

Maks. 60 %

-

Min. 12 %

Maks. 20 %

Maks. 25 %

Ket: * Sumber: BSN (2002)

1. Kadar air

Kadar air nugget ikan produk terpilih 45,07%. Kadar air tersebut lebih rendah

bila dibandingkan dengan nugget tapioka yaitu 47,52% (Tabel 9). Tinggi dan

rendahnya kadar air dalam nugget diduga berasal dari bahan baku yang digunakan.

Selain dipengaruhi oleh bahan baku, kadar air bahan pangan juga dipengaruhi proses

oleh pengolahan.

Hasil penelitian Nurhidayah (2011), terhadap nugget keong tutut dengan

substitusi tepung ubi jalar yakni hasil analisis air nugget keong adalah 48,14%.

Menurut SNI 01-6683-2002 tentang nugget ayam, kadar air maksimal adalah 60%

(BSN, 2002). Kadar air dalam produk dapat mempengaruhi kekerasan produk,

semakin banyak air yang terkandung maka kekerasannya. Menurun Yuan et al.

(2006), menyatakan bahwa penambahan air dalam emulsi daging akan meningkatkan

kekerasan dan juiciness. Pengurangan lemak dan penambahan air pada jumlah yang

sama akan menyebabkan produk lebih kompak (firm). Leo dan Nollet (2007)

menyatakan, bahwa kadar air menentukan daya tahan pangan. Bahan pangan yang

tinggi kandungan airnya akan cepat busuk daripada bahan pangan yang kadar airnya

rendah.

2. Kadar abu

Tabel 9 menunjukkan hasil analisis kadar abu nugget ikan terpilih adalah

1,96%. Kadar abu ini lebih rendah dibandingkan kadar abu nugget tapioka, yaitu 2,94

%. Tingginya kadar abu dalam nugget diduga berasal dari bahan baku dan bahan

pengikat yang digunakan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan nugget ini

sebagian besar berasal dari pangan hewani yang cukup tinggi kandungan abunya

Hasil penelitian Nurhidayah (2011), terhadap nugget keong tutut dengan

substitusi tepung ubi jalar yakni hasil analisis kadar abu nugget keong 2,59 %. Kadar

abu dalam nugget berasal dari kandungan mineral bahan baku daging ikan seperti

kalsium, besi, dan fosfor. Selain berasal dari bahan baku, kadar abu berasal dari

bahan tambahan seperti bahan pengisi, bahan pengikat dan penyedap rasa.

Abu merupakan bahan anorganik yang tidak terbakar pada proses

pembakaran. Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan (Leo dan Nollet,

2007).

3. Kadar protein

Kadar protein nugget ikan layang produk terpilih adalah 14,01 % (Tabel 9)

lebih tinggi dari nugget tapioka 13,09%. Hal ini diduga bahan baku dan bahan

tambahan yang digunakan juga pada proses pengolahan, tetapi kadar protein ini sudah

memenuhi persyaratan SNI 01-6683-2002 tentang nugget ayam, yaitu minimal 12%

(BSN, 2002).

Kadar protein nugget ikan layang hasil penelitian ini lebih tinggi bila

dibandingkan dengan Hasil penelitian Nurhidayah (2011), terhadap nugget keong

tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 10,16%. Kadar protein produk dipengaruhi

oleh jumlah dan jenis daging yang digunakan sebagai bahan baku serta kandungan

protein dari bahan tambahan yang digunakan.

Protein sangat penting peranannya dalam sistem emulsi. Protein merupakan

pengemulsi alami yang terkandung dalam bahan baku daging. Protein juga digunakan

sebagai bahan pengikat karena mempunyai bagian yang dapat berikatan dengan air

(hidrofilik) dan bagian yang dapat mengikat lemak (lipofilik). Jumlah protein yang

terekstraksi dan kelarutannya sangat mempengaruhi terhadap sifat fisik produk seperti

daya mengikat air dan stabilitas emulsi. Protein juga sangat penting bagi tubuh karena

merupakan zat pembangun dan pengatur selain sebagai sumber tenaga (Kusnandar,

2011).

4. Kadar lemak

Kadar lemak nugget ikan layang produk terpilih pada penelitian ini yaitu

19,90% . Kadar lemak ini relatif sama dengan kadar lemak nugget tapioka yaitu

sebesar 17,82%. Tingginya kadar lemak pada nugget ini diduga karena minyak

goreng yang digunakan dan waktu penggorengan. Menurut SNI 01-6683- 2002

tentang nugget ayam, kadar lemak berdasarkan berat basah maksimal 20% (BSN,

2002).

Kadar lemak pada nugget ikan layang hasil penelitian ini lebih tinggi bila

dibandingkan dengan hasil penelitian Nurhidayah (2011) tentang Nugget keong tutut

dengan substitusi tepung ubi jalar yakni hasil analisis kadar lemak nugget keong

adalah 11,56%. Kadar lemak yang tinggi dari nugget hasil penelitian ini selain berasal

dari bahan baku dan bahan tambahan, juga berasal dari minyak goreng yang

digunakan pada proses penggorengan. Selama proses menggoreng berlangsung,

sebagian minyak masuk kebagian luar atau kerak dan mengisi ruang kosong yang

pada mulanya diisi air (Wahyudi, 2003).

Lemak mempunyai peranan sebagai penghasil energi yang dibutuhkan tubuh

(Chen dan Chang, 2001). Selain itu, lemak memberikan rasa gurih, sebagai pelarut

vitamin, memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Chen dan Chen, 2003).

5. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Karbohidrat dalam

nugget sebagian besar berasal dari bahan pengisi. Karbohidrat memberikan peran

yang penting antara lain berpengaruh terhadap warna, cita rasa, daya kembang dan

sumber energi (Putra, 2004). Peranan yang tidak kalah penting dengan penambahan

karbohidrat atau bahan pengisi adalah untuk mereduksi biaya yang berasal dari bahan

utama yaitu daging.

Kadar karbohidrat nugget ikan layang adalah 19,06% sedangkan nugget

tapioka sedikit lebih rendah yaitu sebesar 18.63%. Penambahan tepung ubi jalar akan

menambah jumlah karbohidrat dalam nugget, tetapi hal tersebut tidak terlihat pada

hasil penelitian ini. Hal ini disebabkan penghitungan kadar karbohidrat pada

penelitian ini dilakukan dengan metode carbohydrate by difference sehingga sangat

bergantung pada kadar air, abu, lemak dan protein nugget.

hasil penelitian Nurhidayah (2011), terhadap nugget keong tutut dengan

substitusi tepung ubi jalar yakni hasil analisis karbohidrat nugget keong adalah

27,56%. Berdasarkan berat basah, kadar karbohidrat nugget ikan layang subtitusi

tepung ubi jalar esuai dengan persyaratan SNI 01- 6683-2002 tentang nugget ayam

yaitu maksimal 25% (BSN, 2002).

4.3 Karakteristik Mutu Hedonik Nugget Terpilih

Uji mutu hedonik terhadap produk nugget terpilih dengan parameter

penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur. Histogram dari hasil uji mutu hedonik

dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hasil uji mutu hedonik nugget ikan layang.

A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan

tepung ubi jalar 1:1 nugget terpilih ), C ( tepung tapioka dan tepung ubi

jalar 1:2).

1. Penampakan

Parameter penampakan merupakan salah satu faktor pertama yang dilihat

konsumen dalam memilih makanan yang disajikan. Hasil penilaian panelis terhadap

mutu kenampakan produk nugget terpilih formula B (1:1) berkisar 6,75 dengan

0123456789

Nil

ai org

an

ole

pti

k

Parameter

Mutu Hedonik

A (2:1)

B (1:1)

C (1:2)

kriteria utuh, rapi, kurang bersih, homogen, kuning kemerahan tetapi dari hasil

penerimaan kosentrasi tepung ubi jalar yang memiliki nilai rata-rata tertinggi 7,14

adalah formula C (1:2) dan yang terendah adalah nugget ikan dengan kosentrasi

tapioka terbanyak yaitu 2:1 dengan tepung ubi jalar (Lampiran 4).

Konsentrasi tepung ubi jalar dan tepung tapioka yang sama (1:1) akan

menghasilkan penampakan produk akhir yang homogen, utuh dan rapi, sedangkan

penggunaan tepung tapioka yang berlebihan akan mempengaruhi penampakan nugget

yang kurang baik dibanding dengan kombinasi lainnya.

Hasil penelitian Erawaty (2001), bahan pengikat, waktu penggorengan, dan

daya simpan terhadap sifat fisik dan organoleptik prodak nugget ikan sapu-sapu

(hyposascus pardalis) menunjukkan bahwa produk hasil percobaan yang nilai

kenampakannya mendekati produk komersial adalah produk kosentrasi bahan

pengikat 20% yang digoreng selama 3 menit.

2. Warna

Kriteria warna mutu hedonik yang digunakan dalam uji mutu hedonik pada

nugget ikan layang yaitu kuning terang/ keemasan (9), kuning kemerahan (8), kuning

kecoklatan (7), kecoklatan (6), netral (5), pucat (3), dan sangat pucat (1)(Lampiran 2).

Hasil uji mutu terhadap warna nugget terpilih diperoleh nilai rata-rata

penerimaan berkisar 6,80 dengan kriteria kuning kecoklatan. Perbandingan nugget

terpilih formula B (1:1) dengan A (2:1) dan C (2:1) tidak jauh berbeda, karena warna

yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan tambahan yang digunakan dan waktu

penggorengan yang sama. Sehingga tidak adanya perbedaan warna terhadap nugget

terpilih dan nugget lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian Sianipar (2003) terhadap kombinasi bahan

pengikat dan bahan pengisi terhadap sifat fisik, kimia serta palatabilitas fish nugget

dari daging merah ikan tuna (Thunnus obesus) menunjukan bahwa tidak adanya

perbedaan antara tiap perlakuan yang disebabkan oleh setiap perlakuan mempunyai

warna yang rata-rata sama yaitu berkisar warna merah kekuningan.

Selama penggorengan akan terbentuk berbagai komponen volatil akibat

degradasi komponen bahan pangan oleh panas, menghasilkan produk gorengan yang

khas. Warnanya juga mengalami perubahan yaitu kuning kecoklatan yang terbentuk

selama proses penggorengan akibat reaksi pencoklatan non enzimatis (Muchtadi dan

Ayustaningwarno 2010).

3. Tekstur

Tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan. Ciri yang sering menjadi

acuan adalah kerenyahan dan kandungan air (De Man, 1997). Pada proses

penggorengan terjadi pembentukkan kulit pada produk sehingga menghasilkan

tekstur yang kering. Kerenyahan dari produk gorengan yang dibalut (battered) terjadi

karena selain terjadi perpindahan panas dari media ke bahan, juga disebabkan adanya

reaksi pengembangan pati pada proses gelatinisasi selama pemasakan. (Aswar, 1995).

Hasil pengujian organoleptik mutu hedonik terhadap tekstur nugget terpilih

diperoleh nilai rata-rata 6,59 dengan kriteria kenyal, kompak, tidak padat.

Dibandingkan dengan nugget ikan formula C (1:2) menunjukkan nilai penerimaan

tertinggi yaitu 7,33 sedangkan nugget formula A (2:1) mempunyai nilai terendah 5,92

dengan kriteria mutu, kenyal, kurang kompak, dan kurang padat.

Untuk memperbaiki tekstur nugget ikan digunakan tepung roti sebagai bahan

pelapis. Pelapisan (coating) merupakan proses yang dilakukan sebelum proses

penggorengan. Bahan yang digunakan untuk pelapisan adalah putih telur dan tepung

roti yang berfungsi untuk memberikan tekstur yang agak kasar pada produk akhir.

Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan nugget ikan, diantaranya tepung

tapioka, garam, merica, bawang putih, tepung roti serta putih telur dapat

mempengaruhi tekstur, warna, aroma dan rasa pada nugget (Joko, 2008).

4. Aroma

Berdasarkan nilai rata-rata pengujian organoleptik mutu hedonik terhadap

nugget tepilih berkisar 6,69 yaitu kriteria segar, spesifik ikan dan ubi jalar kurang

kuat. Dibandingkan dengan formula C (1:2) mempunyai nilai tertinggi yaitu 7,42

sedangkan formula A (2:1) memiliki nilai terendah.

Hal ini disebabkan bahwa panelis lebih menyukai aroma yang tajam, dimana

aroma yang tajam diperoleh dari spesifik ikan, bumbu-bumbu dan konsentrasi tepung

ubi jalar yang cukup (tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak). Demikian juga

dengan konsentrasi tepung ubi jalar yang lebih rendah akan memberikan aroma yang

kurang tajam, sehingga panelis kurang menyukainya. Tetapi dengan penambahan

substitusi tepung ubi jalar yang terlalu banyak akan menghasilkan aroma yang terlalu

tajam sehingga panelis kurang menyukai.

Bumbu pada produk coating memberikan nilai tambah karena mampu

meningkatkan cita rasa dan aroma. Reaksi Maillard yang terjadi saat proses

penggorengan selain menyebabkan perubahan warna produk juga menghasilkan

perubahan aroma dari produk. Hal ini terjadi karena adanya kondensasi gula dengan

gugus amino sehingga menghasilkan glikosilaminN-tersubstitusi, amina disusun

kembali menjadi amadori tidak stabil (prekursor aldosa) atau produk heyns (prekursor

ketosa), selanjutnya kehilangan asam amino membentuk 1 dan 3 deoxyosone,

kemudian akan mengalami berbagai rangkaian perubahan reaksi hingga membentuk

senyawa aroma heterosiklik (Hidayati, 2002).

5. Rasa

Rasa merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan tingkat

penerimaan konsumen terhadap suatu produk makanan. Rasa yang enak dapat

menunjang produk sehingga diterima oleh konsumen (Erawaty 2001).

Nilai rata-rata hasil uji mutu hdonik terhadap rasa nugget ikan layang berada

pada kisaran 7,23 yaitu kriteria enak, spesifik ikan, dan ubi jalar kurang kuad, gurih.

Produk nugget terpilih memiliki nilai tertinggi bila dibandingkan dengan formula A

(2:1) yang memperoleh nilai 6,04, sedangkan fomempunyai nilai rataan

terendah.rmula C (1:2).

Menurut Erawaty (2001), Rasa gurih yang dihasilkan setelah produk

mengalami proses pemasakan dapat disebabkan oleh minyak goreng yang digunakan

dalam proses penggorengan tersebut. Minyak goreng yang diserap oleh nugget ikan

memberikan rasa gurih lemak dan menyamarkan rasa amis ikan sebagai bahan utama

nugget.

Selama proses penggorengan berlangsung sebagian minyak masuk ke bagian

kerak dan luar sehingga outer zone/lapisan luar mengisi ruang kosong yang pada

mulanya diisi oleh air, yang berfungsi untuk mengempukkan kerak dan membasahi

bahan pangan goreng sehingga menambah rasa lezat dan gurih (Kateran, 2005).

Berdasarkan karaktersistik organoleptik mutu hedonik untuk produk terpilih

nugget ikan layang diperoleh karakteristik sesuai dengan standar nugget sesuai SNI

yang disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik mutu nugget produk terpilih

Kriteria Nugget produk terpilih

SNI nugget

ayam*

01-6683-2002

Penampakan

Warna

Tekstur

Aroma

Rasa

Utuh, rapi, kurang bersih,

homogen, kuning kemerahan

Kuning kecoklatan.

Kenyal, kompak, tidak padat

Segar, spesifik ikan dan ubi jalar

kurang kuat.

Enak, spesifik ikan dan ubi jalar

kurang kuad, gurih

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Ket: * Sumber: BSN (2002)