bab iv hasil dan pembahasan 4.1 pembuatan tepung ubi...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Tepung Ubi Jalar
Pada tahap ini dilakukan pembuatan tepung ubi jalar yang dilakukan dalam
skala rumah tangga. Setiap tahapan pembuatan tepung ini dilakukan penimbangan
untuk menentukan hasil rendemen tepung ubi jalar dan hasilnya dianalisis proksimat.
4.1.1 Rendemen tepung ubi jalar
Pengukuran rendemen tepung ubi jalar dihitung berdasarkan perbandingan
berat tepung yang diperoleh terhadap berat umbi segar tanpa kulit yang dinyatakan
dalam persen (%). Hasil pembuatan tepung ubi jalar putih yaitu 635 gr dari 2058 gr
ubi jalar segar yang diperoleh dari pasar tradisional Gorontalo. Dalam hal ini terjadi
penurunan berat, karena selama pembuatan tepung ubi jalar terjadi proses penguapan
akibat adanya pengeringan sinar matahari dengan suhu ±60º C selama 6 jam sehingga
rendemen yang didapatkan adalah 30,85%.
Hasil penelitian Alivia (2005), terhadap sifat kimia tepung yang diaplikasikan
pada pembuatan roti, menunjukan tingkat rendemen rata-rata pada proses produksi
tepung ubi jalar mencapai 27,4%, tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Kariada
et al. (2007), yaitu tingkat rendemen mencapai 26.50%.
Proses pembuatan tepung ubi jalar cukup sederhana dan dapat dilakukan
dalam skala rumah tangga maupun industri kecil. Pembuatan tepung ubi jalar
meliputi: pembersihan, pengupasan, penghancuran (pengirisan) dan pengeringan
sampai kadar air tertentu (Koswara et al., 2003).
4.1.2 Karakteristik kimia tepung ubi jalar
Analisis kimia yang diamati pada tepung ubi jalar adalah kadar air, abu,
lemak, protein, dan karbohidrat. Hasil analisis proksimat tepung ubi jalar disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis proksimat tepung ubi jalar
kriteria Tepung ubi jalar SNI tepung tapioka*
SNI 01-2997-1996
SNI tepung terigu**
SNI 3751:2009
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Protein
Kadar Lemak
Karbohidrat
10,1 %
2,44%
1,36 %
2,97 %
83, 13 %
12 %
1,5 %
2,14%
0,68%
81,78%
14,5 %
0,70 %
7,0 %
2,16 %
67,77 % Ket: * Sumber: BSN (1996)
**Sumber BSN (2009)
1. Kadar Air
Proses pengeringan pada pembuatan tepung ubi jalar bertujuan untuk
menurunkan jumlah air yang dikandung oleh bahan mentah. Kadar air merupakan
salah satu parameter yang cukup penting pada produk tepung karena berkaitan
dengan mutu.
Kadar air tepung ubi jalar yang diperoleh pada penelitian ini adalah 10,1%bb
(Tabel 5), lebih rendah dibandingkan dengan kadar air tepung tapioka dan tepung
terigu. Hal ini disebabkan jenis bahan pangan serta komponen-komponen yang
terdapat di dalamnya, proses dan kondisi pengolahan. Kondisi ini sudah memenuhi
syarat kadar air yang tepat menurut SNI tepung tapioka dan tepung terigu yaitu
<14%.
Kadar air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam
bahan pangan juga menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kadar air yaitu jenis bahan dan komponen
yang ada di dalamnya, serta cara dan kondisi pengeringan seperti alat, suhu, ketebalan
bahan dan lama pengeringan (Winarno, 1992),.
2. Kadar Abu
Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah
bahan dibakar sampai bebas karbon. Mineral terdiri dari kalsium, natrium, klor,
fosfor, belerang, magnesium, dan komponen lain dalam jumlah kecil (Ainah, 2004).
Kadar abu juga dapat diartikan sebagai komponen yang tidak mudah menguap, tetap
tertinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik (Soebito, 1988).
Hasil analisis tepung ubi jalar mempunyai kadar abu yang cukup tinggi yaitu
2,44% dibandingkan dengan kadar abu tepung tapioka dan tepung terigu (Tabel 5).
Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya kandungan mineral dalam tepung ubi jalar.
Kadar abu berasal dari unsur mineral dan komposisi kimia yang tidak teruapkan
selama peroses pengabuan.
Menurut Ali dan Ayu (2009), kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang
terkandung dalam bahan pangan yang ditentukan dengan cara pengabuan atau
pembakaran. Indrie et al. (2009), tingginya kadar abu pada bahan menunjukkan
tingginya kandungan mineral namun dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi
enzimatis (browning enzymatic) yang menyebabkan turunnya derajat putih tepung.
Ditambahkan oleh Widodo dan Ginting (2004), bahwa kadar abu yang tinggi pada
bahan tepung kurang disukai karena cenderung memberi warna gelap pada
produknya. Semakin rendah kadar abu pada produk tepung akan semakin baik, karena
kadar abu selain mempengaruhi warna akhir produk juga akan mempengaruhi tingkat
kestabilan adonan (Bogasari, 2006).
3. Protein
Protein merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh manusia,
karena berfungsi sebagai bahan bakar, bahan pembangun, dan pengatur dalam tubuh
(Winarno, 1997).
Hasil analisis kadar protein tepung ubi jalar adalah 1.36%. Kadar protein
tepung ubi jalar lebih rendah dibandingkan kadar protein tepung tapioka dan tepung
terigu (Tabel 5). Hal ini diduga karena jenis protein pada tepung ubi jalar berbeda
dengan jenis protein yang terdapat pada tepung terigu dan tapioka. Selain
jenis/varietas ubi jalar itu sendiri, kandungan protein pada tepung ubi jalar juga
dipengaruhi oleh proses pengupasan pada saat produksi.
Kandungan protein tertinggi pada ubi jalar terletak pada lapisan terluar daging
umbi, yang berdekatan dengan kulit luar. Adanya proses pengupasan yang berlebihan
menyebabkan bagian daging ubi jalar yang kaya protein menjadi ikut terbuang
(Woolfe, 1992).
Menurut penelitian Antarlina (1991), tepung ubi jalar mempunyai kadar
protein yang rendah. Untuk meningkatkan kadar protein tepung ubi jalar dalam
pembuatan nugget, perlu substitusi dengan tepung yang mempunyai kadar protein
yang lebih tinggi.
4. Lemak
Lemak merupakan salah satu komponen utama dalam bahan pangan yang
dapat menghasilkan energi selain karbohidrat dan protein, yaitu sebesar 9 kkal per gr.
Kadar lemak tepung ubi jalar berhubungan erat dengan ketahanan produk yang
dihasilkan terhadap ketengikan karena oksidasi lemak.
Hasil analisis kadar lemak tepung ubi jalar adalah 2,97%. Kadar lemak pada
tepung bervariasi tergantung suhu pengeringan yang digunakan serta lamanya waktu
proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan
semakin tinggi
Kadar lemak yang terlampau tinggi kurang menguntungkan dalam proses
penyimpanan tepung karena dapat menyebabkan ketengikan. Lemak akan berikatan
kompleks dengan amilosa yang membentuk heliks pada saat gelatinisasi pati yang
menyebabkan kekentalan pati (Ilminingtyas dan Kartikawati, 2009).
5. Karbohidrat
Kadar karbohidrat tepung ubi jalar pada penelitian ini dihitung berdasarkan
metode by difference. Kadar karbohidrat tepung ubi jalar adalah 83,13%. Kadar
karbohidrat tepung ubi jalar ini lebih tinggi dibandingkan kadar karbohidrat tepung
tapioka dan tepung terigu (Tabel 5). Kadar karbohidrat yang cukup tinggi pada
tepung ubi jalar menjadikan tepung ubi jalar berpotensi sebagai sumber karbohidrat.
Rasa manis pada tepung ubi jalar terutama disebabkan oleh tingginya kandungan
karbohidrat yang terdapat dalam bentuk gula-gula sederhana.
Kadar karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik
suatu bahan makanan, baik rasa, warna, tekstur, dan lain sebagainya (Winarno, 2002).
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan penurunan daya cerna pati
(karbohidrat) yaitu penggunaan suhu yang terlampau tinggi pada saat proses
pengolahan, interaksi antara pati dengan komponen non pati, dan jumlah resistant
starch yang terdapat dalam pati (Andarwulan, 2008).
4.2 Konsentrasi Tepung Ubi Jalar pada Nugget Ikan
Pembuatan nugget ikan yang sering dilakukan yaitu dengan menggunakan
bahan pengikat tapioka. Penelitian ini penggunaan tepung tapioka sebagian diganti
dengan tepung ubi jalar. Perbandingan konsentrasi jenis bahan pengikat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tepung tapioka : tepung ubi jalar (A ( 2 :1 ),
B( 1: 1 ), C ( 1: 2 )).
Berdasarkan hasil modifikasi dan trial and error dari formula nugget ikan
(Gambar 3). Nugget ikan tersebut dibuat menjadi tiga perlakuan yang disubtitusi
dengan tepung ubi jalar. Bagian masing-masing bahan untuk tiga perlakuan tersebut
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Formulasi nugget ikan layang yang disubtitusi dengan tepung ubi jalar
berdasarkan 100g daging ikan.
Bahan Jumlah bahan untuk tiap perlakuan (%)
Formula
A(2:1)
Formula
B(1:1)
Formula
C(1:2)
Tepung tapioka
Tepung ubi jalar
Bawang putih
Lada
Telur
Garam
Gula
15
5
2
1
5
1
1
10
10
2
1
5
1
1
5
15
2
1
5
1
1
4.2.1 Organoleptik nugget ikan
Uji organoleptik merupakan penilaian terhadap mutu produk berdasarkan
panca indera manusia melalui sensorik. Penilaian dengan indera banyak digunakan
untuk penilaian mutu suatu produk terutama produk hasil pertanian dan makanan.
Cara penilaian organoleptik suatu produk dapat dilakukan, antara lain yaitu dengan
menggunakan uji hedonik (Abdillah 2006).
Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis
diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang tingkat kesukaan atau
ketidaksukaan. Tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik, misalnya sangat
suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, dan sangat tidak suka
(Rahayu, 1998). Pada uji ini nugget ikan layang yang telah siap akan dinilai oleh
panelis semi terlatih sebanyak 30 orang untuk menunjukkan tingkat kesukaan atau
ketidaksukaan secara keseluruhan dengan instruksi dari penyaji. Uji hedonik
dilakukan terhadap parameter kenampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur pada
ketiga sampel nugget ikan yang telah diberi perlakuan.
1. Penampakan
Hasil uji hedonik penampakan nugget ikan layang diperoleh nilai mutu rata-
rata penerimaan antara 6,01 sampai 6,26 yaitu agak suka terhadap penampakan
nugget ikan. Histogram uji organoleptik skala hedonik penampakan nugget ikan
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil uji hedonik penampakan nugget ikan layang.
A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan tepung
ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2).
Dari Gambar 5 tersebut menunjukkan bahwa formula perbandingan tepung
tapioka dan tepung ubi jalar (2:1) (A) yaitu dengan rata-rata penilaian 6,26, secara
hedonik lebih disukai panelis.
Hasil uji Kruskal-wallis hedonik (Lampiran 5), menunjukkan bahwa subtitusi
tepung ubi jalar pada nugget ikan tidak berbeda nyata terhadap penampakan produk
akhir. Hal ini diduga karena cara pelapisan dan pemotongan yang tidak rata, sehingga
mempengaruhi penampakan produk akhir (Gambar 6).
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A B C
6,26 6,01 6,16
Nila
i org
ano
lep
tik
Perlakuan
Gambar 6. Penampakan nugget ikan layang dari 3 formula tepung ubi jalar
A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan
tepung ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2).
Hasil penelitian Sianipar (2003), terhadap kombinasi bahan pengikat dan
bahan pengisi pada sifat fisik, kimia serta palatabilitas fish nugget dari daging merah
ikan tuna (Thunnus obesus) menunjukan bahwa kenampakan dari hasil produk fish
nugget tidak memberikan pengaruh nyata bila diuji secara organoleptik skala hedonik
karena tidak adanya perbedaan terhadap warna dan bentuk keseluruhan.
Penampakan produk akhir salah satunya dipengaruhi oleh minyak goreng,
yang berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih karena
menyerap minyak selama proses pengeringan, menambah nilai gizi dan citarasa
nugget dengan bentuk warna kuning kecoklatan selama penggorengan, serta
menambah kalori dalam nugget, sehingga dari ketiga perlakuan dihasilkan warna
yang hampir sama yaitu kuning kecoklatan (Winarno, 2008).
2. Warna
Warna merupakan hasil dari indera mata yang bisa menjadi pertimbangan
dalam penilaian suatu produk, secara visual warna tampil terlebih dahulu dan sangat
menentukan sebelum faktor faktor yang lain (Winarno, 2008).
Hasil uji hedonik nugget ikan terhadap warna diperoleh nilai rata-rata 5,86
sampai 6,33 yaitu berada pada penerimaan agak suka. Histogram nilai rata-rata uji
hedonik terhadap warna nugget ikan disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Hasil uji organoleptik warna nugget ikan layang.
A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan
tepung ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2).
Warna nugget yang dibuat pada penelitian secara umum berwarna kuning
kecoklatan. Nilai tertinggi kesukaan panelis terhadap warna nugget ini diperoleh pada
formula A tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1, dengan rata-rata penilaian 6,33,
sedangkan nilai terendah formula B tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1 dengan
rata-rata penilaian 5,86. Konsentrasi tepung ubi jalar yang rendah warna yang
dihasilkan terang, sedangkan dengan konsentrasi tepung ubi jalar yang terlalu banyak
0123456789
A B C
6,335,86 6,09
Nila
i org
ano
lep
tik
perlakuan
warna nugget yang dihasilkan sedikit gelap. Hal ini disebabkan pengaruh dari sifat
warna bahan pengikat yang di gunakan. Tepung tapioka mempunyai warna yang
terang atau putih, sedangkan tepung ubi jalar berwarna sedikit kecoklatan, sehingga
dengan konsentrasi tepung yang berbeda dapat mempengaruhi warna nugget yang
dihasilkan.
Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5), perlakuan konsentrasi bahan pengikat
tepung ubi jalar tidak berpengaruh nyata terhadap warna nugget. Sama halnya dengan
kenampakan, warna nugget dari ketiga perlakuan pada penelitian ini hampir tidak ada
perbedaan, karena pengaruh pada pengolahanya dan bahan tambahan yang digunakan
mempunyai warna yang tidak jauh berbeda.
Hasil penelitian Erawaty (2001), terhadap pengaruh bahan pengikat, waktu
penggorengan, dan daya simpan terhadap sifat fisik dan organoleptik produk nugget
ikan sapu-sapu (hyposascus pardalis) menunjukkan bahwa adanya peningkatan nilai
rata-rata pada warna produk nugget ikan yang dihasilkan hampir sama dari semua
perlakuan karena lamanya proses penggorangan.
Warna merupakan salah satu faktor penentu mutu bahan pangan. Baik
tidaknya cara pencampuran atau pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna
yang seragam dan merata. Ada lima penyebab suatu bahan pangan menjadi berwarna
yaitu, pigmen yang secara alami terdapat dalam bahan pangan hewani atau nabati,
reaksi kimia, seperti reaksi maillard dan reaksi oksidasi serta penambahan zat warna
alami maupun buatan (Winarno, 2008). Produk-produk dari pati memberikan warna
coklat bila dipanaskan, warna coklat ini disebabkan oleh pirodekstrin yakni pati yang
mengandung dekstrin pada saat dipanaskan akan terpolarisasi membentuk suatu
kompleks warna coklat (Fardiaz et al 1992).
3. Tekstur
Hasil uji kesukaan (hedonik) tekstur diperoleh nilai rata-rata adalah 5,51
sampai 7,05 yaitu berada pada kriteria agak suka sampai suka. Histogram kesukaan
(hedonik) panelis terhadap tekstur nugget ikan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hasil uji organoleptik tekstur nugget ikan layang.
A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan
tepung ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2). Nilai-
nilai pada diagram yang diikuti huruf berbeda (a, dan b) menunjukkan
berbeda nyata (p<0,05).
Rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nugget ikan menunjukkan
bahwa formula B perbandingan tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1 dengan
subtitusi tepung ubi jalar merupakan nugget ikan yang paling disukai dengan nilai
rata-rata 7,05. Sedangkan formula A tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1 adalah
produk yang teksturnya kurang disukai dengan rata-rata penilaian 5,51.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A B C
a
bb
Nila
i org
ano
lep
tik
perlakuan
Pada Gambar 8 menunjukan bahwa semakin rendah penggunaan substitusi
tepung ubi jalar dan semakin tinggi penggunaan tepung tapioka maka nilai yang
diberikan konsumen semakin menurun. Hal ini disebabkan karena nugget ikan
dengan substitusi tepung tapioka yang berlebihan akan menghasilkan tekstur nugget
yang semakin padat sehingga bila ditekan akan terasa lebih keras.
Hasil uji kruskal wallis (Lampiran 5), perlakuan konsentrasi bahan pengikat
tepung ubi jalar berpengaruh nyata terhadap tekstur nugget ikan. Hasil uji lanjut
Multiple Comparison (p< 0,05) (Lampiran 6), menunjukan bahwa, formula A (2:1)
berbeda nyata dengan formulan B (1:1) dan formula C (1:2) tidak berbeda nyata
dengan formula B (1:1), tetapi formula C (1:2) berbeda nyata dengan A (2:1). Hal ini
disebabkan dengan konsentrasi tepung ubi jalar yang sedang maka akan banyak
berpengaruh terhadap pembentukan tekstur nugget, sedangkan penggunaan tepung
tapioka yang berlebihan akan mempengaruhi tekstur nugget yang kurang baik.
Perbandingan tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1, panelis memberikan penilaian
nugget ikan substitusi tepung ubi jalar yang dihasilkan memiliki tekstur yang lebih
empuk (lembut) dan elastis dibanding dengan kombinasi lainnya.
Menurut Nurhidayah (2011), tentang pengaruh penggunaan tepung ubi jalar (
Ipomoea batatas L) terhadap mutu fisikokimia dan organoleptik nugget keong tutut
(bellamnya javanica) bahwa substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan
tepung tapioka tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik
warna, aroma rasa nugget keong tutut, tetapi memberikan pengaruh nyata (p<0,05)
terhadap mutu tekstur nugget keong tutut. Semakin tinggi tingkat substitusi tepung
ubi jalar maka tekstur nugget semakin empuk.
4. Aroma
Aroma suatu produk sangat berpengaruh terhadap selera konsumen yang
berkaitan dengan indera penciuman sehingga menimbulkan keinginan untuk
mengkonsumsinya. Aroma yang enak akan menggugah selera, sedangkan aroma yang
tidak enak akan menurunkan selera konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut.
Gambar 9. Hasil uji organoleptik aroma nugget ikan layang.
A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan
tepung ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2). Nilai-
nilai pada diagram yang diikuti huruf berbeda (a, dan b) menunjukkan
berbeda nyata (p<0,05).
Hasil uji hedonik nugget ikan terhadap aroma diperoleh nilai rata-rata 5,78
sampai 7,11 yaitu berada pada kriteria agak suka sampai suka. Histogram kesukaan
(hedonik) panelis terhadap bau atau aroma nugget ikan dapat dilihat pada Gambar 9.
Penelis memberikan penilaian tertinggi pada aroma nugget ikan yang
menggunakan perbandingan tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1 dengan subtitusi
tepung ubi jalar (B) dengan nilai 7,11 dan penilaian terendah pada perbandingan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A B C
a
b
a
Nila
i org
an
ole
pti
k
Perlakuan
tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1 dengan subtitusi tepung ubi jalar (A) dengan
nilai 6,37.
Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5), perlakuan konsentrasi bahan pengikat
tepung ubi jalar berpengaruh nyata terhadap aroma nugget. Hasil uji lanjut Multiple
Comparison (p< 0,05) (Lampiran 6), menunjukan bahwa, formula A (2:1) berbeda
nyata dengan formulan B (1:1) dan formula C (1:2) tidak berbeda nyata dengan
formula A (2:1), tetapi formula B (1:1) berbeda nyata dengan C (1:2).
Konsentrasi tepung tapioka dan tepung ubi jalar yang sama, menghasilkan
aroma yang lebih disukai panelis. Demikian juga dengan konsentrasi tepung ubi jalar
yang lebih rendah, kurang disukai panelis karena bahan tambahan lain dan proses
pemasakan mampu menutupi aroma ubi jalar pada produk nugget yang dihasilkan,
sehingga aroma ubi jalar kurang spesifik, sedangkan penggunaan tepung ubi jalar
banyak terkadang membuat aroma nugget menjadi berbau ubi jalar yang kuat
sehingga panelis kurang menyukai.
Menurut hasil penelitian Ali dan Ayu (2009) tentang subtitusi tepung terigu
dan tepung ubi jalar pada pembuatan mie kering bahwa tingkat kesukaan panelis
terhadap mie goreng hasil subtitusi 20% tepung ubi jalar yang lebih disukai daripada
yang tidak menggunakan tepung ubi jalar.
5. Rasa
Rasa muncul setelah produk digoreng, hal ini diduga karena reaksi maillard
yang terjadi yaitu reaksi antara gula pereduksi dalam bahan pengikat dengan gugus
amino dalam ikan (Sianipar 2003).
Hasil uji hedonik nugget ikan terhadap rasa diperoleh nilai rata-rata 5,14
sampai 6,68 yaitu berada pada kriteria penerimaan netral sampai suka. Histogram
kesukaan (hedonik) terhadap rasa nugget ikan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Hasil uji organoleptik rasa nugget ikan layang.
A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan
tepung ubi jalar 1:1), C ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2). Nilai-
nilai pada diagram yang diikuti huruf berbeda (a, dan b) menunjukkan
berbeda nyata (p<0,05).
Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5), perlakuan konsentrasi bahan pengikat
tepung ubi jalar berpengaruh nyata terhadap rasa nugget. Hasil uji lanjut Multiple
Comparison (p< 0,05) (Lampiran 6), menunjukan bahwa, formula A (2:1) tidak
berbeda nyata dengan formulan B (1:1) dan formula C (1:2) tidak berbeda nyata
dengan formula B (1:1), tetapi formula C (2:1) berbeda nyata dengan formula A (2:1).
Penambahan tepung ubi jalar memberikan pengaruh terhadap rasa nugget ikan
layang. Subtitusi tepung ubi jalar yang lebih banyak dari tepung tapioka dapat
memberikan rasa yang lebih disukai panelis, karena tepung ubi jalar mempunyai
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A B C
a
abb
Nila
i org
ano
lep
tik
Perlakuan
aroma dan rasa yang khas yang dapat menambah rasa gurih pada nugget, sedangkan
tepung tapioka mempunyai rasa cenderung tawar.
Menurut Yusuf dkk (2011), terhadap penentuan formula tepung pelapis
savory chips terbaik mengemukakan bahwa rasa merupakan salah satu bagian dari
komponen cita rasa selain aroma dan rangsangan mulut. Kombinasi 4 rasa utama
dapat memberikan cita rasa yang berbeda pada suatu produk pangan. Pada
penambahan garam, bumbu-bumbu dan rasa khas yang dimiliki oleh ikan sebagai
bahan utama diduga menciptakan suatu cita rasa khas yang disukai oleh panelis.
4.4.2 Penentuan produk terpilih dengan metode Bayes
Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk
melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif
dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Untuk menghasilkan keputusan
yang optimal yang perlu dipertimbangkan berbagai kriteria (Marimin 2004). Sebelum
dilakukan analisis menggunakan metode Bayes, dilakukan perangkingan terhadap
beberapa parameter yang diamati dengan indeks kepentingan yang diacu berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya tentang produk nugget dan menurut pendapat para
ahli. Berdasarkan sumber-sumber tersebut, maka kriteria kepentingan yang dipilih
disesuaikan dengan jenis penelitian yang dilakukan. Karakteristik dan nilai
kepentingan dari nugget ikan layang dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik dan nilai kepentingan dari nugget ikan layang
No Parameter Dasar pertimbangan kepentingan nilai
1 Rasa Rasa merupakan parameter sangat penting dalam
menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap
produk baru seperti pada nugget yang disubtitusi dengan
tepung ubi jalar.
5
2 Tekstur Parameter tekstur merupakan faktor yang penting pada
produk nugget, karena tekstur khas nugget mempunyai
sifat juiciness dan keempukan yang dapat
mempengaruhi penampakan produk akhir.
5
3 Aroma Aroma khas nugget sangat berpengaruh terhadap selera
konsumen yang berkaitan dengan indera penciuman,
yang berasal dari bahan baku dan bumbu- bumbu yang
digunakan.
4
4 Kenampakan Salah satu parameter organoleptik yang dilihat oleh
konsumen melalui sifat sensoriknya, pada umumnya
konsumen memilih makanan yang memiliki
penampakan menarik.
3
5 Warna Warna juga merupakan salah satu parameter yang
digunakan konsumen dalam memilih produk, karena
warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan
kimia dalam nugget
2
Parameter yang dianggap penting pada produk nugget ikan secara berturut-
turut adalah rasa, tekstur, aroma, penampakan, dan warna. Urutan nilai kepentingan
dilihat berdasarkan spesifik dari produk nugget tersebut. Hasil analisis dengan
metode Bayes dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil uji metode bayes menunjukkan bahwa
formula B (tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1) menunjukkan nilai bobot
tertinggi 2,3, selanjutnya formula A (tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1) dengan
nilai 1,51 dan C (tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:2) yaitu 2,19 (Lampiran 7).
Berdasarkan hasil tersebut maka formula terbaik pada tahap formulasi adalah formula
B (tepung tapioka dan tepung ubi jalar 1:1), oleh sebab itu maka formula tersebut
yang digunakan pada tahap penelitian selanjutnya.
Tabel 8. Hasil analisis dengan metode Bayes
A B C
Tekstur 1 3 2
Rasa 1 2 3
Aroma 1 3 2
Kenampakan 3 1 2
Warna 3 1 2
Total nilai 1,51 2,30 2,19
Rangking 2 1 3
4.3 Karakteristik Mutu Kimia Nugget Ikan Terpilih
Hasil penenentuan produk terpilih berdasarkan uji hedonik dan metode Bayes
dianalisis kimia meliputi, kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat, dan uji
organoleptik mutu hedonik.
4.3.1 Analisis Proksimat Nugget Ikan Layang
Analisis kimia yang diamati pada penelitian ini adalah kadar air, abu, lemak,
protein, dan karbohidrat. Hasil analisis kimia nugget ikan layang subtitusi tepung ubi
jalar kemudian dibandingkan dengan nugget yang terbuat dari tepung tapioka. Hasil
analisis kimia nugget ikan layang pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 . Hasil analisis proksimat nugget ikan layang
kriteria Nugget produk
terpilih Nugget tapioka
SNI nugget ayam*
01-6683-2002
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Protein
Kadar Lemak
Karbohidrat
45,07 %
1,96 %
14,01 %
19,90 %
19,06 %
47,52 %
2,49 %
13,09 %
17, 82 %
18,63%
Maks. 60 %
-
Min. 12 %
Maks. 20 %
Maks. 25 %
Ket: * Sumber: BSN (2002)
1. Kadar air
Kadar air nugget ikan produk terpilih 45,07%. Kadar air tersebut lebih rendah
bila dibandingkan dengan nugget tapioka yaitu 47,52% (Tabel 9). Tinggi dan
rendahnya kadar air dalam nugget diduga berasal dari bahan baku yang digunakan.
Selain dipengaruhi oleh bahan baku, kadar air bahan pangan juga dipengaruhi proses
oleh pengolahan.
Hasil penelitian Nurhidayah (2011), terhadap nugget keong tutut dengan
substitusi tepung ubi jalar yakni hasil analisis air nugget keong adalah 48,14%.
Menurut SNI 01-6683-2002 tentang nugget ayam, kadar air maksimal adalah 60%
(BSN, 2002). Kadar air dalam produk dapat mempengaruhi kekerasan produk,
semakin banyak air yang terkandung maka kekerasannya. Menurun Yuan et al.
(2006), menyatakan bahwa penambahan air dalam emulsi daging akan meningkatkan
kekerasan dan juiciness. Pengurangan lemak dan penambahan air pada jumlah yang
sama akan menyebabkan produk lebih kompak (firm). Leo dan Nollet (2007)
menyatakan, bahwa kadar air menentukan daya tahan pangan. Bahan pangan yang
tinggi kandungan airnya akan cepat busuk daripada bahan pangan yang kadar airnya
rendah.
2. Kadar abu
Tabel 9 menunjukkan hasil analisis kadar abu nugget ikan terpilih adalah
1,96%. Kadar abu ini lebih rendah dibandingkan kadar abu nugget tapioka, yaitu 2,94
%. Tingginya kadar abu dalam nugget diduga berasal dari bahan baku dan bahan
pengikat yang digunakan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan nugget ini
sebagian besar berasal dari pangan hewani yang cukup tinggi kandungan abunya
Hasil penelitian Nurhidayah (2011), terhadap nugget keong tutut dengan
substitusi tepung ubi jalar yakni hasil analisis kadar abu nugget keong 2,59 %. Kadar
abu dalam nugget berasal dari kandungan mineral bahan baku daging ikan seperti
kalsium, besi, dan fosfor. Selain berasal dari bahan baku, kadar abu berasal dari
bahan tambahan seperti bahan pengisi, bahan pengikat dan penyedap rasa.
Abu merupakan bahan anorganik yang tidak terbakar pada proses
pembakaran. Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan (Leo dan Nollet,
2007).
3. Kadar protein
Kadar protein nugget ikan layang produk terpilih adalah 14,01 % (Tabel 9)
lebih tinggi dari nugget tapioka 13,09%. Hal ini diduga bahan baku dan bahan
tambahan yang digunakan juga pada proses pengolahan, tetapi kadar protein ini sudah
memenuhi persyaratan SNI 01-6683-2002 tentang nugget ayam, yaitu minimal 12%
(BSN, 2002).
Kadar protein nugget ikan layang hasil penelitian ini lebih tinggi bila
dibandingkan dengan Hasil penelitian Nurhidayah (2011), terhadap nugget keong
tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 10,16%. Kadar protein produk dipengaruhi
oleh jumlah dan jenis daging yang digunakan sebagai bahan baku serta kandungan
protein dari bahan tambahan yang digunakan.
Protein sangat penting peranannya dalam sistem emulsi. Protein merupakan
pengemulsi alami yang terkandung dalam bahan baku daging. Protein juga digunakan
sebagai bahan pengikat karena mempunyai bagian yang dapat berikatan dengan air
(hidrofilik) dan bagian yang dapat mengikat lemak (lipofilik). Jumlah protein yang
terekstraksi dan kelarutannya sangat mempengaruhi terhadap sifat fisik produk seperti
daya mengikat air dan stabilitas emulsi. Protein juga sangat penting bagi tubuh karena
merupakan zat pembangun dan pengatur selain sebagai sumber tenaga (Kusnandar,
2011).
4. Kadar lemak
Kadar lemak nugget ikan layang produk terpilih pada penelitian ini yaitu
19,90% . Kadar lemak ini relatif sama dengan kadar lemak nugget tapioka yaitu
sebesar 17,82%. Tingginya kadar lemak pada nugget ini diduga karena minyak
goreng yang digunakan dan waktu penggorengan. Menurut SNI 01-6683- 2002
tentang nugget ayam, kadar lemak berdasarkan berat basah maksimal 20% (BSN,
2002).
Kadar lemak pada nugget ikan layang hasil penelitian ini lebih tinggi bila
dibandingkan dengan hasil penelitian Nurhidayah (2011) tentang Nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar yakni hasil analisis kadar lemak nugget keong
adalah 11,56%. Kadar lemak yang tinggi dari nugget hasil penelitian ini selain berasal
dari bahan baku dan bahan tambahan, juga berasal dari minyak goreng yang
digunakan pada proses penggorengan. Selama proses menggoreng berlangsung,
sebagian minyak masuk kebagian luar atau kerak dan mengisi ruang kosong yang
pada mulanya diisi air (Wahyudi, 2003).
Lemak mempunyai peranan sebagai penghasil energi yang dibutuhkan tubuh
(Chen dan Chang, 2001). Selain itu, lemak memberikan rasa gurih, sebagai pelarut
vitamin, memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Chen dan Chen, 2003).
5. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Karbohidrat dalam
nugget sebagian besar berasal dari bahan pengisi. Karbohidrat memberikan peran
yang penting antara lain berpengaruh terhadap warna, cita rasa, daya kembang dan
sumber energi (Putra, 2004). Peranan yang tidak kalah penting dengan penambahan
karbohidrat atau bahan pengisi adalah untuk mereduksi biaya yang berasal dari bahan
utama yaitu daging.
Kadar karbohidrat nugget ikan layang adalah 19,06% sedangkan nugget
tapioka sedikit lebih rendah yaitu sebesar 18.63%. Penambahan tepung ubi jalar akan
menambah jumlah karbohidrat dalam nugget, tetapi hal tersebut tidak terlihat pada
hasil penelitian ini. Hal ini disebabkan penghitungan kadar karbohidrat pada
penelitian ini dilakukan dengan metode carbohydrate by difference sehingga sangat
bergantung pada kadar air, abu, lemak dan protein nugget.
hasil penelitian Nurhidayah (2011), terhadap nugget keong tutut dengan
substitusi tepung ubi jalar yakni hasil analisis karbohidrat nugget keong adalah
27,56%. Berdasarkan berat basah, kadar karbohidrat nugget ikan layang subtitusi
tepung ubi jalar esuai dengan persyaratan SNI 01- 6683-2002 tentang nugget ayam
yaitu maksimal 25% (BSN, 2002).
4.3 Karakteristik Mutu Hedonik Nugget Terpilih
Uji mutu hedonik terhadap produk nugget terpilih dengan parameter
penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur. Histogram dari hasil uji mutu hedonik
dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Hasil uji mutu hedonik nugget ikan layang.
A ( tepung tapioka dan tepung ubi jalar 2:1), B ( tepung tapioka dan
tepung ubi jalar 1:1 nugget terpilih ), C ( tepung tapioka dan tepung ubi
jalar 1:2).
1. Penampakan
Parameter penampakan merupakan salah satu faktor pertama yang dilihat
konsumen dalam memilih makanan yang disajikan. Hasil penilaian panelis terhadap
mutu kenampakan produk nugget terpilih formula B (1:1) berkisar 6,75 dengan
0123456789
Nil
ai org
an
ole
pti
k
Parameter
Mutu Hedonik
A (2:1)
B (1:1)
C (1:2)
kriteria utuh, rapi, kurang bersih, homogen, kuning kemerahan tetapi dari hasil
penerimaan kosentrasi tepung ubi jalar yang memiliki nilai rata-rata tertinggi 7,14
adalah formula C (1:2) dan yang terendah adalah nugget ikan dengan kosentrasi
tapioka terbanyak yaitu 2:1 dengan tepung ubi jalar (Lampiran 4).
Konsentrasi tepung ubi jalar dan tepung tapioka yang sama (1:1) akan
menghasilkan penampakan produk akhir yang homogen, utuh dan rapi, sedangkan
penggunaan tepung tapioka yang berlebihan akan mempengaruhi penampakan nugget
yang kurang baik dibanding dengan kombinasi lainnya.
Hasil penelitian Erawaty (2001), bahan pengikat, waktu penggorengan, dan
daya simpan terhadap sifat fisik dan organoleptik prodak nugget ikan sapu-sapu
(hyposascus pardalis) menunjukkan bahwa produk hasil percobaan yang nilai
kenampakannya mendekati produk komersial adalah produk kosentrasi bahan
pengikat 20% yang digoreng selama 3 menit.
2. Warna
Kriteria warna mutu hedonik yang digunakan dalam uji mutu hedonik pada
nugget ikan layang yaitu kuning terang/ keemasan (9), kuning kemerahan (8), kuning
kecoklatan (7), kecoklatan (6), netral (5), pucat (3), dan sangat pucat (1)(Lampiran 2).
Hasil uji mutu terhadap warna nugget terpilih diperoleh nilai rata-rata
penerimaan berkisar 6,80 dengan kriteria kuning kecoklatan. Perbandingan nugget
terpilih formula B (1:1) dengan A (2:1) dan C (2:1) tidak jauh berbeda, karena warna
yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan tambahan yang digunakan dan waktu
penggorengan yang sama. Sehingga tidak adanya perbedaan warna terhadap nugget
terpilih dan nugget lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian Sianipar (2003) terhadap kombinasi bahan
pengikat dan bahan pengisi terhadap sifat fisik, kimia serta palatabilitas fish nugget
dari daging merah ikan tuna (Thunnus obesus) menunjukan bahwa tidak adanya
perbedaan antara tiap perlakuan yang disebabkan oleh setiap perlakuan mempunyai
warna yang rata-rata sama yaitu berkisar warna merah kekuningan.
Selama penggorengan akan terbentuk berbagai komponen volatil akibat
degradasi komponen bahan pangan oleh panas, menghasilkan produk gorengan yang
khas. Warnanya juga mengalami perubahan yaitu kuning kecoklatan yang terbentuk
selama proses penggorengan akibat reaksi pencoklatan non enzimatis (Muchtadi dan
Ayustaningwarno 2010).
3. Tekstur
Tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan. Ciri yang sering menjadi
acuan adalah kerenyahan dan kandungan air (De Man, 1997). Pada proses
penggorengan terjadi pembentukkan kulit pada produk sehingga menghasilkan
tekstur yang kering. Kerenyahan dari produk gorengan yang dibalut (battered) terjadi
karena selain terjadi perpindahan panas dari media ke bahan, juga disebabkan adanya
reaksi pengembangan pati pada proses gelatinisasi selama pemasakan. (Aswar, 1995).
Hasil pengujian organoleptik mutu hedonik terhadap tekstur nugget terpilih
diperoleh nilai rata-rata 6,59 dengan kriteria kenyal, kompak, tidak padat.
Dibandingkan dengan nugget ikan formula C (1:2) menunjukkan nilai penerimaan
tertinggi yaitu 7,33 sedangkan nugget formula A (2:1) mempunyai nilai terendah 5,92
dengan kriteria mutu, kenyal, kurang kompak, dan kurang padat.
Untuk memperbaiki tekstur nugget ikan digunakan tepung roti sebagai bahan
pelapis. Pelapisan (coating) merupakan proses yang dilakukan sebelum proses
penggorengan. Bahan yang digunakan untuk pelapisan adalah putih telur dan tepung
roti yang berfungsi untuk memberikan tekstur yang agak kasar pada produk akhir.
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan nugget ikan, diantaranya tepung
tapioka, garam, merica, bawang putih, tepung roti serta putih telur dapat
mempengaruhi tekstur, warna, aroma dan rasa pada nugget (Joko, 2008).
4. Aroma
Berdasarkan nilai rata-rata pengujian organoleptik mutu hedonik terhadap
nugget tepilih berkisar 6,69 yaitu kriteria segar, spesifik ikan dan ubi jalar kurang
kuat. Dibandingkan dengan formula C (1:2) mempunyai nilai tertinggi yaitu 7,42
sedangkan formula A (2:1) memiliki nilai terendah.
Hal ini disebabkan bahwa panelis lebih menyukai aroma yang tajam, dimana
aroma yang tajam diperoleh dari spesifik ikan, bumbu-bumbu dan konsentrasi tepung
ubi jalar yang cukup (tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak). Demikian juga
dengan konsentrasi tepung ubi jalar yang lebih rendah akan memberikan aroma yang
kurang tajam, sehingga panelis kurang menyukainya. Tetapi dengan penambahan
substitusi tepung ubi jalar yang terlalu banyak akan menghasilkan aroma yang terlalu
tajam sehingga panelis kurang menyukai.
Bumbu pada produk coating memberikan nilai tambah karena mampu
meningkatkan cita rasa dan aroma. Reaksi Maillard yang terjadi saat proses
penggorengan selain menyebabkan perubahan warna produk juga menghasilkan
perubahan aroma dari produk. Hal ini terjadi karena adanya kondensasi gula dengan
gugus amino sehingga menghasilkan glikosilaminN-tersubstitusi, amina disusun
kembali menjadi amadori tidak stabil (prekursor aldosa) atau produk heyns (prekursor
ketosa), selanjutnya kehilangan asam amino membentuk 1 dan 3 deoxyosone,
kemudian akan mengalami berbagai rangkaian perubahan reaksi hingga membentuk
senyawa aroma heterosiklik (Hidayati, 2002).
5. Rasa
Rasa merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan tingkat
penerimaan konsumen terhadap suatu produk makanan. Rasa yang enak dapat
menunjang produk sehingga diterima oleh konsumen (Erawaty 2001).
Nilai rata-rata hasil uji mutu hdonik terhadap rasa nugget ikan layang berada
pada kisaran 7,23 yaitu kriteria enak, spesifik ikan, dan ubi jalar kurang kuad, gurih.
Produk nugget terpilih memiliki nilai tertinggi bila dibandingkan dengan formula A
(2:1) yang memperoleh nilai 6,04, sedangkan fomempunyai nilai rataan
terendah.rmula C (1:2).
Menurut Erawaty (2001), Rasa gurih yang dihasilkan setelah produk
mengalami proses pemasakan dapat disebabkan oleh minyak goreng yang digunakan
dalam proses penggorengan tersebut. Minyak goreng yang diserap oleh nugget ikan
memberikan rasa gurih lemak dan menyamarkan rasa amis ikan sebagai bahan utama
nugget.
Selama proses penggorengan berlangsung sebagian minyak masuk ke bagian
kerak dan luar sehingga outer zone/lapisan luar mengisi ruang kosong yang pada
mulanya diisi oleh air, yang berfungsi untuk mengempukkan kerak dan membasahi
bahan pangan goreng sehingga menambah rasa lezat dan gurih (Kateran, 2005).
Berdasarkan karaktersistik organoleptik mutu hedonik untuk produk terpilih
nugget ikan layang diperoleh karakteristik sesuai dengan standar nugget sesuai SNI
yang disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik mutu nugget produk terpilih
Kriteria Nugget produk terpilih
SNI nugget
ayam*
01-6683-2002
Penampakan
Warna
Tekstur
Aroma
Rasa
Utuh, rapi, kurang bersih,
homogen, kuning kemerahan
Kuning kecoklatan.
Kenyal, kompak, tidak padat
Segar, spesifik ikan dan ubi jalar
kurang kuat.
Enak, spesifik ikan dan ubi jalar
kurang kuad, gurih
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Ket: * Sumber: BSN (2002)