bab i,ii,iii,iv,v

44
BAB I PENDAHULUAN Sumbatan hidung adalah salah satu yang paling sering dikeluhkan ke dokter pada pelayanan primer. Ini adalah gejala bukan diagnosis, banyak faktor dan kondisi anatomi yang dapat menyebabkan sumbatan hidung. Pasien juga sering mengeluhkan sakit kepala dan napas yang lebih sulit dan sensasi penuh pada wajah. Penyebab dari sumbatan hidung dapat struktur maupun sistemik. Yang disebabkan struktur termasuk perubahan jaringan, trauma, gangguan congenital. Yang disebabkan sistemik terkait dengan perubahan fisiologis dan patologis. Polip merupakan salah satu dari penyebab rasa hidung tersumbat. Polip nasi sampai saat ini masih merupakan masalah medis, selain itu juga memberikan masalah sosial karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya seperti di sekolah, di tempat kerja, aktifitas harian dsb. Gejala utama yang paling sering dirasakan adalah sumbatan di hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat keluhannya, hal ini dapat mengakibatkan hiposmia sampai anosmia. Bila menyumbat ostium sinus paranasalis mengakibatkan terjadinya sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan hidung berair Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan di bagian THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung yang makin lama semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya gangguan

Upload: belladinarti

Post on 29-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ds

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I,II,III,IV,V

BAB I

PENDAHULUAN

Sumbatan hidung adalah salah satu yang paling sering dikeluhkan ke dokter pada

pelayanan primer. Ini adalah gejala bukan diagnosis, banyak faktor dan kondisi anatomi yang

dapat menyebabkan sumbatan hidung. Pasien juga sering mengeluhkan sakit kepala dan

napas yang lebih sulit dan sensasi penuh pada wajah. Penyebab dari sumbatan hidung dapat

struktur maupun sistemik. Yang disebabkan struktur termasuk perubahan jaringan, trauma,

gangguan congenital. Yang disebabkan sistemik terkait dengan perubahan fisiologis dan

patologis. Polip merupakan salah satu dari penyebab rasa hidung tersumbat.

Polip nasi sampai saat ini masih merupakan masalah medis, selain itu juga

memberikan masalah sosial karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya seperti

di sekolah, di tempat kerja, aktifitas harian dsb. Gejala utama yang paling sering dirasakan

adalah sumbatan di hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat keluhannya, hal

ini dapat mengakibatkan hiposmia sampai anosmia. Bila menyumbat ostium sinus paranasalis

mengakibatkan terjadinya sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan hidung berair

Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan di bagian

THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung yang makin lama

semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya gangguan penciuman dan sakit

kepala. Untuk mengetahui massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan selain perlu

dikuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan

kemungkinan diagnosa lain. Di dalam referat ini akan dijelaskan mengenai anatomi, fisiologi

hidung serta patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan dan penatalaksanaan pada polip nasi.

Page 2: BAB I,II,III,IV,V

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Anatomi Hidung

Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :

1. Pangkal hidung (bridge)

2. Dorsum nasi

3. Puncak hidung

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat

dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja

otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit.(3,4)

Kerangka tulang terdiri dari(4) :

1. Tulang hidung (os nasal)

2. Prosesus frontalis os maksila

3. Prosesus nasalis os frontal

Kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian

bawah hidung, yaitu (4):

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

3. Tepi anterior kartilago septum

Page 3: BAB I,II,III,IV,V

Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai

apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares,

yang dibatasi oleh(4,5) :

-    Superior : os frontal, os nasal, os maksila

-   Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago

alaris minor

Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi  fleksibel(4).

Gambar 1. Gambaran anterolateral tulang hidung(3)

Perdarahan :

1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.

Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).

2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris interna,

cabang dari A. Karotis interna)

3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Page 4: BAB I,II,III,IV,V

Persarafan :

1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)

2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

Hidung dalam

Struktur ini membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang

memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi merupakan struktur tulang dari garis

tengah, secara anatomi membagi organ menjadi dua hidung. Selanjutnya, pada dinding lateral

hidung terdapat pula konka dengan rongga udara yang tak teratur diantaranya meatus

superior,media dan inferior. Sementara kerangka tulang tampaknya menentukan diameter

yang pasti dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung

bervariasi tebalnya, juga mengubah resistensi, dan akibatnya tekanan volume aliran udara

inspirasi dan ekspirasi. Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dekongesti

mukosa, perubahan badan vaskuler yang dapat mengembang pada konka dan septum atas,

dan dari krusta dan deposit atau sekret mukosa.

Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum (kuadrangularis) disebelah anterior,

hamina perpendikularis tulang etmoidalis disebelah atas, vomer dan rostrum sfenoid di

posterior dan suatu krista di sebelah bawah, terdiri dari krista maksimal dan krista palatina.

Krista dan tonjolan yang terkadang perlu diangkat, tidak jarang ditemukan. Pembengkokan

septum yang dapat terjadi karena faktor-faktor pertumbuhan ataupun trauma dapat

sedemikian hebatnya sehingga menggangu aliran udara dan perlu dikoreksi secara bedah.

Konka di dekatnya umumnya dapat mengkompensasi kelainan septum (bila tidak terlalu

berat), dengan memperbesar ukuranya pada sisi yang konkaf dan mengecil pada sisi lainnya,

Page 5: BAB I,II,III,IV,V

sedmikian rupa agar dapat mempertahankan lebar rongga udara yang optimum. Jadi,

meskipun septum nasi bengkok, aliran udara masih akan ada dan normal. Daerah jaringan

erektil pada kedua sisi septum berfungsi mengatur ketebalan dalam berbagai kondisi atmosfer

yang berbeda(3,4).

Kavum nasi

Kavum nasi atau rongga hidung berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan

oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang

masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares

posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

Batas – batas kavum nasi:

Posterior          :  berhubungan dengan nasofaring

Atap                 :  os  nasal, os  frontal, lamina  kribriformis  etmoidale, korpus  sfenoidale dan

sebagian os vomer

Lantai              :  merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal, bentuknya

konkaf  dan bagian  dasar  ini  lebih  lebar  daripada  bagian  atap. Bagian

ini dipisahkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

Medial             :  septum  nasi  yang  membagi kavum nasi  menjadi  dua ruangan (dekstra

dan sinistra),  pada  bagian  bawah  apeks  nasi, septum  nasi  dilapisi oleh

kulit, jaringan  subkutan  dan  kartilago  alaris  mayor.  Bagian  dari  septum

yang terdiri   dari   kartilago  ini   disebut   sebagai   septum   pars

membranosa  = kolumna  =  kolumela.

Page 6: BAB I,II,III,IV,V

Lateral             :  terdapat 4 buah konka, yaitu konka inferior yang terbesar, konka media,

konka superior dan konka suprema yang merupakan konka terkecil dan

biasanya rudimenter.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.

Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan

belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis

sfenoid. Kadang – kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian

ini(4).

Gambar 2. Gambaran potongan sagital cavum nasi (3)

Perdarahan :

Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang

merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari

A. Oftalmika(4).

Page 7: BAB I,II,III,IV,V

Gambar 3. Perdarahan cavum nasi(3)

Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama – sama arteri.

Juga terdapat pleksus kieselbach yang merupakan anastomosis dari A.etmoidalis anterior,

A.palatina mayor, A. sfenopalatina, dan A.labialis superior(3,4).

Persarafan :

1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.

Etmoidalis anterior

2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum

masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi

N. Sfenopalatinus.

II.3.Fisiologi hidung(4,5)

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka

media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini

Page 8: BAB I,II,III,IV,V

berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan

kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian

depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran

dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

Perubahan tekanan udara hidung selama siklus pernapasan telah diukur memakai

riinomanometri. Selama respirasi tenang, peruubahan tekanan udara di dalam hidung

adalah minimal dan normalnya tidak lebih dari 10-15 mm H2O, dengan kecepatan aliran

udara bervariasi antara 0 sampai 140 ml/menit.pada inspirasi, terjadi penurunan tekanan;

udara keluar dari sinus.sementara pada ekpirasi tekanan sedikit meningkat; udara

masukkedalam sinus. Secra keseluruhan, pertukaran udara sinus sangat kecil,kecuali

pada saat mendengus, suatu mekanisme di mana hantaran udara ke membran olfaktorius

yang melapisi sinus meningkat.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang

akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara:

a.  Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim

panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit,

sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b.  Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di

bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi

dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui

hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Page 9: BAB I,II,III,IV,V

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan

dilakukan oleh:

1. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

2. Silia

Transpor benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring di sebelah

posterior, di mana kemudian akan ditelan atau diekspektorans, merupakan kerja silia

yang menggerakan lapisan mukus dengan partikel yang terperangkap. Aliran turbulen

dalam hidung memungkinkan paparan yang sangat luas antara udara inspirasi dengan

epitel hidung dan lapisan mukusnya,lapisan mukus berupa selubung sekret kontinyu

yang sangat kental, meluas ke seluruh ruang dan sudut hidung, sinus, tuba eustakius,

faring, dan seluruh cabang bronkus.

Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi partikel yang tertimbun

dari udara inspirasi, juga memindahkan panas, normalnya mukus menghangatkan

udara inspirasi dan mendinginkan ekpirasi, serta melembabkan udara isnpirasi dengan

lebih dari satu liter uap setiap harinya. Namun, bahkan dengan jumlah uap demikian

sering kali tidak memadai untuk melembabkan udara yang sangat kering, sering kali

terdapat di rumah-rumah dengan pemanasan selama musim dingin. Hal ini dapat

berakibat mengeringnya mukosa yang disertai berbagai ganguan hidung. Derajat

kelembaban selimut mukus ditentukan oleh stimulasi saraf pada kelenjar seromukosa

pada submukosa hidung.

Arah gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang. Karena silia lebih aktif

pada meatus media dan inferior yang terkandung, maka cenderung menarik lapisan

mukus dari lapisan meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Arah gerakan septum

adalah kebelakang dan agak ke bawah menuju dasar. Pada dasar hidung, arahnya

Page 10: BAB I,II,III,IV,V

kebelakang dengan kecenderungan bergerak di bawah konka inferior ke dalam meatus

inferior. Pada sisi medial konka, arah gerakan kebelakang dan kebawah, lewat

dibawah tepi inferior dari meatus yang bersesuaian. Drainase dari daerah tak bersilia

pada sepertiga anterior hidung sebelumnya praktis lewat meatus. Ini merupakan

daerah yang paling banyak mengumpulkan kontaminan udara.

Kecepatan gerak mukus yang ditentukan olehh kerja silia berbeda di berbagai bagian

hidung; pada segmen hidung anterior mungkin hanya seperenam darikecepatan

segmen posterior, yaitu sekitar 1 hingga 20 mm/menit. Cacat mukosiliar baik yang

diturunkan atau didapat telah terbukti berkaitan dengan keadaan penyakit yang

bermakna.

Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel lemah, juga

merupakan sawar terhadap alergen, virus dan bakteri. Akan tetapi walaupun

organisme hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit untuk mendapat

suatu biakan postnasal yang positif. Lisozim, yang terdapat pada lapisan mukus,

bersifat destruktif terhadap dindiong sebagian bakteri. Fagositosis aktif dalam

membran hidung merupakan bentuk proteksi di bawah permukaan. Membran sel

pernapasan juga memberikan imunitas induksi seluler.

Sejumlah imunoglobulin dibentuk dalam mukosa hidung, sesuai kebutuhan fisiologik,

telah diamati adanya IgG, IgA dan IgE. Rinitis alergika terjadi bila alergen yang

terhirup berkontak dengan antibodi IgE sehingga antigen tersebut terfiksasi pada

mukosa hidung dan sel mast submukosa. Selanjutnya dihasilkan dan dilepaskan

mediator radang yang menimbulkan perubahan mukosa hidung yang khas.

4 Indra Penghidu

Page 11: BAB I,II,III,IV,V

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada

atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau

dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik

nafas dengan kuat.

5.     Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan

menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.

6.    Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga

mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin

dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan

pankreas

III.1 Definisi

Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai,

berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak

bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri

tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan

dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.

Page 12: BAB I,II,III,IV,V

Polip yang multipel dapat timbul pada anak-anak dengan sinusitis kronik, rhinitis alergi,

fibrosis kistik atau sinuisitis jamur alergi. Polip sangat bervariasi pada setiap individu, polip

dapat berupa polip antro-koanal, polip jinak yang besar ataupun polip multipel yang dapat

merupakan lesi jinak atau merupakan suatu keganasan seperti: glioma, hemangioma,

papiloma, limfoma, neuroblastoma, sarcoma, karsinoma nasofaring dan papiloma inverted.(2)

Kita harus mewaspadai setiap anak dengan polip jinak yang multipel yang dihubungkan

dengan fibrosis kistik dan asma.

Gambar 5. Nasal Polyp(3)

Tempat asal

Tumbuhnya polip terutama di bagian-bagian sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral

konka media, dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di tempat inilah mukosa

hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat

asal tangkai polip dapat dilihat.(4)

III.2 Epidemiologi

Di Amerika insiden polip nasi pada anak adalah 0,1%, namun insiden ini meningkat pada

anak-anak dengan fibrosis kistik yaitu 6-48%.

Page 13: BAB I,II,III,IV,V

Insiden pada orang dewasa adalah 1-4% dengan rentang 0,2-28%. Insiden di seluruh dunia

tidak jauh berbeda dengan insiden di Amerika. Polip nasi terjadi pada semua ras dan kelas

ekonomi. Walaupun ratio pria dan wanita pada dewasa 2-4: 1, ratio pada anak – anak tidak

dilaporkan.

Angka mortalitas polip nasi tidaklah signifikan, namun polip nasi dihubungkan dengan

turunnya kualitas hidup seseorang. Tidak ada perbedaan insiden polip nasi yang nyata

diantara bangsa-bangsa di dunia dan diantara jenis kelamin. Polip multipel yang jinak

biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan lebih sering pada usia diatas 40 tahun. Polip nasi

jarang ditemukan pada anak usia dibawah 10 tahun.(12,13)

Tabel 1. Hubungan jenis kelamin dengan angka kejadian polip nasi(13)

Diseases Male Female Total

Inflammatory Nasal Polyp-

Ethmoidal

Anthrocoanal

Rhinosporidiosis

Benign tumours

Malignant tumours

5

8

17

2

8

0

3

2

1

4

5

11

19

3

12

Total 40 10 50

Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa insiden terjadinya massa pada hidung terbanyak

pada pria.

III.3 Etiologi

Page 14: BAB I,II,III,IV,V

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada

mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan

pasti. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang

kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak

mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai

ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang

pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.

Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :

1. Alergi terutama rinitis alergi.

2. Sinusitis kronik.

3. Iritasi.

4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi

konka(8)

Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip, yaitu :

1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.

2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.

3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung.

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit

akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan

terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan

polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari daerah yang sempit

di kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius. Walaupun demikian polip juga dapat

Page 15: BAB I,II,III,IV,V

timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral dan

multipel.(9)

III.4 Patofisiologi

Pada awalnya ditemukan edema mukosa yang timbul karena suatu peradangan kronik yang

berulang, kebanyakan terjadi di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh

cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses ini berlanjut,

mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun kedalam rongga hidung sambil

membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.

Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan polip nasi. Kerusakan epitel merupakan

patogenesa dari polip. Sel-sel epitel teraktivasi oleh alergen, polutan dan agen infeksius. Sel

melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam respon inflamasi dan perbaikan. Epitel

polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus yang berperan dalam

obstruksi hidung dan rinorea.

Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan yang

mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi kronis yang disebabkan

oleh infeksi hidung dan sinus.

Dalam teori Bernstein, perubahan inflamasi pertama terjadi pada dinding lateral mukosa

hidung atau sinus sebagai akibat interaksi virus-host bakteri atau sekunder untuk aliran

turbulen. Dalam kebanyakan kasus, polip berasal dari daerah meatus tengah kontak, terutama

celah sempit di kawasan ethmoid anterior yang menciptakan aliran turbulen, dan terutama

bila dipersempit oleh peradangan mukosa. Ulserasi atau prolaps dari submucosa dapat terjadi,

dengan reepithelialization dan pembentukan kelenjar baru. Selama proses ini, polip dapat

dibentuk dari mukosa akibat proses inflamasi tinggi sel epitel, sel endotel pembuluh darah,

Page 16: BAB I,II,III,IV,V

dan fibroblas mempengaruhi integritas bioelectric saluran natrium di permukaan luminal sel

epitel pernafasan dalam mukosa hidung. Respon untuk meningkatkan penyerapan natrium,

menyebabkan retensi air dan pembentukan polip.

Teori lain melibatkan ketidakseimbangan vasomotor atau epitel rusak. Teori

ketidakseimbangan vasomotor mendalilkan bahwa peningkatan permeabilitas vaskuler dan

peraturan produk menyebabkan detoksifikasi vaskular mast-sel (misalnya, histamin). dampak

jangka panjang produk dalam stroma polip ditandai edema (terutama dalam polip gagang

bunga) yang diperburuk oleh terhalangnya drainase vena. Teori ini didasarkan pada sel

stroma miskin dari polip, yang buruk dan tidak memiliki saraf vasokonstriktor vascularized.

Teori pecah epitel menunjukkan bahwa pecahnya epitel mukosa hidung yang disebabkan oleh

peningkatan jaringan turgor pada penyakit (misalnya, alergi, infeksi). pecah menyebabkan

mukosa lamina propria prolaps, membentuk polip. Cacat yang mungkin diperbesar oleh efek

gravitasi atau obstruksi drainase vena, menyebabkan polip. Teori ini, meskipun mirip dengan

Bernstein, memberikan penjelasan yang kurang meyakinkan untuk pembesaran polip teori

natrium fluks didukung oleh data Bernstein. Baik teori benar-benar mendefinisikan memicu

peradangan.(9,11)

Makroskopis(11)

Secara makroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin, berbentuk

bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan,agak bening, lobular, dapat tunggal atau

multipel dan tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat

tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke

polip.bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi

Page 17: BAB I,II,III,IV,V

kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-

kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostio-meatal di meatus medius dan

sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai

polip dapat dilihat

Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar dinasofaring, disebut polip

koana.polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-

koana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid.

Mikroskopis(11)

Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu

epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari

limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet.

Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami

metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau

gepeng berlapis tanpa keratinisasi.

Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe

eosinofilik dan tipe neutrofilik.

Page 18: BAB I,II,III,IV,V

Gambar 6. Gambaran endoskopi cavum nasi kiri, menunjukkan polip pada prosesus

uncinatus. Tampak jelas polip berada di tengah, berwarna pucat dan putih berkilau.(3)

Antrochoanal polip adalah polip soliter yang tumbuh dari antrum maxila. Killian 1906 adalah

orng pertama yang menemukan antrochoanal polip. Walaupun etiologinya blm diketahui

secara pasti, namun alergi dapat dijadikan salah satu faktor pencetus. Polip tersebut keluar

dari antrum maxila dan dapat prolaps melalui ostium asesorius kedalam kavum nasi dan

membesar ke arah posterior choana dan nasofaring.(8)

Gambar 7. Polip antrochoanal kiri yang menggantung pada orofaring(3)

III.5 Gejala Klinis

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan

ini tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang

Page 19: BAB I,II,III,IV,V

hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus

paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala

dan rinore.

Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.

Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang meningkat,

hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal persisten. Sakit

kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah periorbita dan sinus

maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar

memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik.(11)

Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung yang

dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip yang muncul, pasien

mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat

ostium sinus. Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan muara sinus, sehingga aliran

udara tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus. Dalam hal ini dapat

timbul perasaan penuh di kepala, penurunan penciuman, dan mungkin sakit kepala. Mukus

yang terperangkap tadi cenderung terinfeksi, sehingga menimbulkan nyeri, demam, dan

mungkin perdarahan pada hidung.

Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak

menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Polip yang

terletak posterior biasanya tidak teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin rinoskopi

posterior. Polip yang kecil pada daerah dimana polip biasanya tumbuh dapat menimbulkan

gejala dan menghambat aliran saluran sinus, menyebabkan gejala-gejala sinusitis akut atau

rekuren.

Page 20: BAB I,II,III,IV,V

Gejala Subjektif:

v   Hidung terasa tersumbat

v   Hiposmia atau Anosmia (gangguan penciuman)

v   Nyeri kepala

v   Rhinore

v   Bersin

v   Iritasi di hidung (terasa gatal)

v  Post nasal drip

v   Nyeri muka

v   Suara bindeng

v   Telinga terasa penuh

v   Mendengkur

v   Gangguan tidur

v   Penurunan kualitas hidup

Gejala  Objektif:

v  Oedema mukosa hidung

v   Submukosa hipertropi dan tampak sembab

Page 21: BAB I,II,III,IV,V

v   Terlihat masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan

v   Bertangkai(11)

III.6   Diagnosis

Anamnesa

Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya ialah hidung tersumbat. Sumbatan ini

menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada

massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lain adalah gangguan penciuman.

Gejala sekunder dapat terjadi bila sudah disertai kelainan organ didekatnya berupa:

adanyapost nasal drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga terasa penuh,

mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Selain itu juga harus di tanyakan

riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat serta makanan.(11)

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Polip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas hidung luar. Dapat dijumpai

pelebaran kavum nasi terutama polip yang berasal dari sel-sel etmoid.(11)

2.   Rinoskopi Anterior

Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Deformitas septum membuat

pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus dan polip multipel atau soliter.

Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi inferior, yakni dengan cara memasukan

kapas yang dibasahi dengan larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi

Page 22: BAB I,II,III,IV,V

banyak pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip dapat

diobservasi berasal dari daerah sinus etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari

septum.(9)

3.   Rinoskopi Posterior

Kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada kalanya berasal

dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya

rinosinusitis.

Page 23: BAB I,II,III,IV,V

Pemeriksaan penunjang

Naso endoskopi

Adanya fasilitas nasoendoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus baru. Polip stadium

awal tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan

nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat terlihat tangkai polip yang berasal

dari ostium assesorius sinus maksila.

Gambar 8. Gambaran endoskopi anterior

sinistra cavum nasi, tampak septum di

sebelah kiri dan tampak polip

antralchoanal pada bagian tengah

gambaran endoskopi.(3)

Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi waters, lateral, Caldwell dan AP) dapat memperlihatkan

penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang

bermanfaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negative

palsu dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan

variasi anatomis di daerah kompleks osteomeatal. Pemeriksaan tomografi computer sangat

bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada

proses radng, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal. Terutama

pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa,jika ada komplikasi dari

sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama

Page 24: BAB I,II,III,IV,V

bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal,sedangkan

polip yang rekuren juga diperlukan potongan aksial.

Tes alergi

Evaluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat alergi lingkungan

atau riwayat alergi pada keluarganya.

Laboratorium

Untuk membedakan sinusitis alergi atau non alergi. Pada sinusitis alergi ditemukan eosinofil

pada swab hidung, sedang pada non alergi ditemukannya neutrofil yang menandakan adanya

sinusitis kronis.

Temuan histologis

Pseudostratified ciliated columnar epithelium

Epithelial basement membrane yang menebal

Oedematous stroma

III.7 Diagnosis Banding

Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri – cirinya sebagai berikut:

-           Tidak bertangkai

Page 25: BAB I,II,III,IV,V

-           Sukar digerakkan

- nyeri bila ditekan dengan pinset

- mudah berdarah

- dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin)

Polip Polipoid Mukosa

Bertangkai, dapat digerakkan Tidak bertangkai, sukar digerakkan

Konsistensi lunak Konsistensi keras

Tidak nyeri bila ditekan Nyeri pada penekanan

Tidak mudah berdarah Mudah berdarah

Berwarna putih kebiruan Berwarna merah muda

Tidak mengecil pada pemberian

vasokonstriktor (adrenalin)

Mengecil pada pemberian vasokonstriktor

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan konka

polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati – hati

pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa menyebabkan

vasokonstriksi sistemik, maningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan

hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya.(7,9)

Page 26: BAB I,II,III,IV,V

III.8 Penatalaksanaan

Karena etiologi yang mendasari pada polip nasi adalah reaksi inflamasi, maka

penatalaksanaan medis ditujukan untuk pengobatan yang tidak spesifik. Pada terapi

medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat diberikan secara

sistemik ataupun intranasal.

Pemberian kortikosteroid sistemik diberikan dengan dosis tinggi dalam waktu yang singkat,

dan pemberiannya perlu memperhatikan efek samping dan kontraindikasi.

Kortikosteroid oral adalah pengobatan paling efektif untuk pengobatan jangka pendek dari

polip nasi, dan kortikosteroid oral memiliki efektivitas paling baik dalam mengurangi

inflamasi polip.(10,11)

Kortikosteroid juga dapat diberikan secara intranasal dalam bentuk spray steroid, yang dapat

mengurangi atau menurunkan pertumbuhan polip nasi yang kecil, tetapi secara relatif tidak

efektif untuk polip yang masif. Steroid intranasal paling efektif pada periode post operatif

untuk mencegah atau mengurangi relaps.

Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi pada polip yang

dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat diberikan antihistamin oral untuk

mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi. Bila telah terjadi infeksi yang ditandai dengan

adanya sekret yang mukopurulen maka dapat diberikan antibiotik.

Pengobatan Medikamentosa

Steroid oral dan topikal di berikan pada pengobatan pertama pada nasal polip.

Page 27: BAB I,II,III,IV,V

Antihistamin, dekongestan dan sodium cromolyn memberikan sedikit keuntungan.

Imunoterapi mungkin dapat berguna untuk pengobatan rhinitis alergi, tapi bila di gunakan

sendirian, tak dapat berguna pada polip yang telah ada, pemberian antibiotik bila terjadi

superimposed infeksi bakteri.(10,11)

Kortikosteroid adalah pengobatan pilihan, baik secara topikal maupun sistemik. Injeksi

langsung pada polip tidak dibenarkan oleh Food and Drug Administrationkarena

dilaporkan terdapat 3 pasien dengan kehilangan penglihatan unilateral setelah injeksi

intranasal langsung dengan kenalog. Keamanan mungkin tergantung pada ukuran spesifik

partikel. Berat molekuler yang besar seperti Aristocort lebih aman dan sepertinya sedikit

yang di pindahkan ke area intrakranial. Hindari injeksi langsung ke dalam pembuluh

darah.(16)

Steroid oral paling efektif pada pengobatan medis untuk nasal polipoid. Pada dewasa

penulis banyak menggunakan prednison (30-60mg) selama 4-7 hari dan diturunkan

selama 1-3 minggu. Variasi dosis pada anak-anak, tetapi maksimum biasanya

1mg/kb/hari selama 5-7 hari dan diturunkan selama 1-3 minggu.

Respon dengan kortikosteroid tergambar dari ada atau tidaknya eosinofilia, jadi pasien

dengan polip dan rhinitis alergi atau asma seharusnya respon dengan pengobatan ini.

Pasien dengan polip yang sedikir eosinofil mungkin tidak respon terhadap steroids.

Penggunaan steroid oral jangka panjang tidak direkomendasikan karena efek sampingnya

yang merugikan ( seperti gangguan pertumbuhan, Diabetes Melitus, hipertensi, gangguan

psikis, gangguan pencernaan, katarak, glukoma, osteoporosis). Pemberian topikal

kortikosteroid di berikan secara umum karena lebih sedikit efek yang merugikan

dibandingkan pemberian sistemik karena bioavaibilitasnya yang terbatas. Pemberian jangka

Page 28: BAB I,II,III,IV,V

panjang khususnya dosis tinggi dan kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, terdapat resiko

penekanan hipotalamus-pituari-adrenal aksis, pembentukan katarak, gangguan pertumbuhan,

perdarahan hidung, dan pada jarang kasus terjadi perforasi septum.

Kortikosteroid merupakan antiinflamasi yang biasa diberikan padapasien polip hidung.

Namun, memberikan efek samping yang serius seperti perdarahan usus bila diberikan dalam

dosis yang besar dan dalam waktu yang lama. Inhibitor COX-2 juga mempunyai efek anti

inflamasi dan dikenal tidak memberikan efek samping pada gastrointestinal.(14)

Pembedahan dilakukan jika:

1.  Polip menghalangi saluran nafas

2.  Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus

3.  Polip berhubungan dengan tumor

4.  Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang gagal pengobatan

maksimum dengan obat- obatan.

Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan menggunakan senar

polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar tetapi belum memadati rongga hidung.

Polipektomi sederhana cukup efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada

kasus polip yang tersembunyi atau polip yang sedikit. Bedah sinus endoskopik (Endoscopic

Sinus Surgery) merupakan teknik yang lebih baik yang tidak hanya

membuang polip tapi juga membuka celah di meatus media, yang merupakan tempat

asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan. Surgical

micro debridement merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan jaringan

lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan visualisasi yang lebih baik.(2,15)

Page 29: BAB I,II,III,IV,V

Keputusan atas pembedahan ditentukan dari penemuan CT-Scan sinus paranasal sebelum

operasi. Anterior ethmoidectomy, posterior ethmoidectomy, antrostomy meatus medius dan

pembersihann resesus frontalis dapat dilakukan pada semua pasien.

III.9 Prognosis

Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap berlanjut. Rekurensi dari

polip umumnya terjadi bila adanya polip yang multipel.  Polip tunggal yang besar seperti

polip antral-koanal jarang terjadi relaps.

Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu ditujukan

kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah

menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi.

Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang

berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi

inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi

dengan cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara

lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Page 30: BAB I,II,III,IV,V

BAB  III

KESIMPULAN

Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan sumbatan pada

hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat dirasakan. Etiologi polip di literatur

terbanyak merupakan akibat reaksi hipersensitivitas yaitu pada proses alergi, sehingga

banyak didapatkan bersamaan dengan adanya rinitis alergi. Pada anamnesis pasien,

didapatkan keluhan obstruksi hidung, anosmia, adanya riwayat rinitis alergi, keluhan sakit

kepala daerah frontal atau sekitar mata, adanya sekret hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi

anterior ditemukan massa yang lunak, bertangkai, mudah digerakkan, tidak ada nyeri tekan

dan tidak mengecil pada pemberian vasokonstriktor lokal. Penatalaksanaan untuk polip nasi

ini bisa secara konservatif maupun operatif, yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran

polip itu sendiri dan keluhan dari pasien sendiri. Pada pasien dengan riwayat rinitis alergi,

polip nasi mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk rekuren. Sehingga kemungkinan

pasien harus menjalani polipektomi beberapa kali dalam hidupnya.

Page 31: BAB I,II,III,IV,V

DAFTAR PUSTAKA