bab i,ii,iii,iv,v
DESCRIPTION
dsTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sumbatan hidung adalah salah satu yang paling sering dikeluhkan ke dokter pada
pelayanan primer. Ini adalah gejala bukan diagnosis, banyak faktor dan kondisi anatomi yang
dapat menyebabkan sumbatan hidung. Pasien juga sering mengeluhkan sakit kepala dan
napas yang lebih sulit dan sensasi penuh pada wajah. Penyebab dari sumbatan hidung dapat
struktur maupun sistemik. Yang disebabkan struktur termasuk perubahan jaringan, trauma,
gangguan congenital. Yang disebabkan sistemik terkait dengan perubahan fisiologis dan
patologis. Polip merupakan salah satu dari penyebab rasa hidung tersumbat.
Polip nasi sampai saat ini masih merupakan masalah medis, selain itu juga
memberikan masalah sosial karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya seperti
di sekolah, di tempat kerja, aktifitas harian dsb. Gejala utama yang paling sering dirasakan
adalah sumbatan di hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat keluhannya, hal
ini dapat mengakibatkan hiposmia sampai anosmia. Bila menyumbat ostium sinus paranasalis
mengakibatkan terjadinya sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan hidung berair
Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan di bagian
THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung yang makin lama
semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya gangguan penciuman dan sakit
kepala. Untuk mengetahui massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan selain perlu
dikuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan
kemungkinan diagnosa lain. Di dalam referat ini akan dijelaskan mengenai anatomi, fisiologi
hidung serta patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan dan penatalaksanaan pada polip nasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Anatomi Hidung
Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat
dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja
otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit.(3,4)
Kerangka tulang terdiri dari(4) :
1. Tulang hidung (os nasal)
2. Prosesus frontalis os maksila
3. Prosesus nasalis os frontal
Kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian
bawah hidung, yaitu (4):
1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)
3. Tepi anterior kartilago septum
Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai
apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares,
yang dibatasi oleh(4,5) :
- Superior : os frontal, os nasal, os maksila
- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago
alaris minor
Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi fleksibel(4).
Gambar 1. Gambaran anterolateral tulang hidung(3)
Perdarahan :
1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.
Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris interna,
cabang dari A. Karotis interna)
3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)
Persarafan :
1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)
2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)
Hidung dalam
Struktur ini membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi merupakan struktur tulang dari garis
tengah, secara anatomi membagi organ menjadi dua hidung. Selanjutnya, pada dinding lateral
hidung terdapat pula konka dengan rongga udara yang tak teratur diantaranya meatus
superior,media dan inferior. Sementara kerangka tulang tampaknya menentukan diameter
yang pasti dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung
bervariasi tebalnya, juga mengubah resistensi, dan akibatnya tekanan volume aliran udara
inspirasi dan ekspirasi. Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dekongesti
mukosa, perubahan badan vaskuler yang dapat mengembang pada konka dan septum atas,
dan dari krusta dan deposit atau sekret mukosa.
Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum (kuadrangularis) disebelah anterior,
hamina perpendikularis tulang etmoidalis disebelah atas, vomer dan rostrum sfenoid di
posterior dan suatu krista di sebelah bawah, terdiri dari krista maksimal dan krista palatina.
Krista dan tonjolan yang terkadang perlu diangkat, tidak jarang ditemukan. Pembengkokan
septum yang dapat terjadi karena faktor-faktor pertumbuhan ataupun trauma dapat
sedemikian hebatnya sehingga menggangu aliran udara dan perlu dikoreksi secara bedah.
Konka di dekatnya umumnya dapat mengkompensasi kelainan septum (bila tidak terlalu
berat), dengan memperbesar ukuranya pada sisi yang konkaf dan mengecil pada sisi lainnya,
sedmikian rupa agar dapat mempertahankan lebar rongga udara yang optimum. Jadi,
meskipun septum nasi bengkok, aliran udara masih akan ada dan normal. Daerah jaringan
erektil pada kedua sisi septum berfungsi mengatur ketebalan dalam berbagai kondisi atmosfer
yang berbeda(3,4).
Kavum nasi
Kavum nasi atau rongga hidung berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan
oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang
masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares
posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Batas – batas kavum nasi:
Posterior : berhubungan dengan nasofaring
Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dan
sebagian os vomer
Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal, bentuknya
konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian
ini dipisahkan dengan kavum oris oleh palatum durum.
Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra
dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh
kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum
yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars
membranosa = kolumna = kolumela.
Lateral : terdapat 4 buah konka, yaitu konka inferior yang terbesar, konka media,
konka superior dan konka suprema yang merupakan konka terkecil dan
biasanya rudimenter.
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.
Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan
belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis
sfenoid. Kadang – kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian
ini(4).
Gambar 2. Gambaran potongan sagital cavum nasi (3)
Perdarahan :
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang
merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari
A. Oftalmika(4).
Gambar 3. Perdarahan cavum nasi(3)
Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama – sama arteri.
Juga terdapat pleksus kieselbach yang merupakan anastomosis dari A.etmoidalis anterior,
A.palatina mayor, A. sfenopalatina, dan A.labialis superior(3,4).
Persarafan :
1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.
Etmoidalis anterior
2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum
masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi
N. Sfenopalatinus.
II.3.Fisiologi hidung(4,5)
1. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka
media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini
berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan
kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian
depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran
dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.
Perubahan tekanan udara hidung selama siklus pernapasan telah diukur memakai
riinomanometri. Selama respirasi tenang, peruubahan tekanan udara di dalam hidung
adalah minimal dan normalnya tidak lebih dari 10-15 mm H2O, dengan kecepatan aliran
udara bervariasi antara 0 sampai 140 ml/menit.pada inspirasi, terjadi penurunan tekanan;
udara keluar dari sinus.sementara pada ekpirasi tekanan sedikit meningkat; udara
masukkedalam sinus. Secra keseluruhan, pertukaran udara sinus sangat kecil,kecuali
pada saat mendengus, suatu mekanisme di mana hantaran udara ke membran olfaktorius
yang melapisi sinus meningkat.
2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang
akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara:
a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim
panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit,
sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di
bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi
dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui
hidung kurang lebih 37o C.
3. Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan
dilakukan oleh:
1. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
2. Silia
Transpor benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring di sebelah
posterior, di mana kemudian akan ditelan atau diekspektorans, merupakan kerja silia
yang menggerakan lapisan mukus dengan partikel yang terperangkap. Aliran turbulen
dalam hidung memungkinkan paparan yang sangat luas antara udara inspirasi dengan
epitel hidung dan lapisan mukusnya,lapisan mukus berupa selubung sekret kontinyu
yang sangat kental, meluas ke seluruh ruang dan sudut hidung, sinus, tuba eustakius,
faring, dan seluruh cabang bronkus.
Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi partikel yang tertimbun
dari udara inspirasi, juga memindahkan panas, normalnya mukus menghangatkan
udara inspirasi dan mendinginkan ekpirasi, serta melembabkan udara isnpirasi dengan
lebih dari satu liter uap setiap harinya. Namun, bahkan dengan jumlah uap demikian
sering kali tidak memadai untuk melembabkan udara yang sangat kering, sering kali
terdapat di rumah-rumah dengan pemanasan selama musim dingin. Hal ini dapat
berakibat mengeringnya mukosa yang disertai berbagai ganguan hidung. Derajat
kelembaban selimut mukus ditentukan oleh stimulasi saraf pada kelenjar seromukosa
pada submukosa hidung.
Arah gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang. Karena silia lebih aktif
pada meatus media dan inferior yang terkandung, maka cenderung menarik lapisan
mukus dari lapisan meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Arah gerakan septum
adalah kebelakang dan agak ke bawah menuju dasar. Pada dasar hidung, arahnya
kebelakang dengan kecenderungan bergerak di bawah konka inferior ke dalam meatus
inferior. Pada sisi medial konka, arah gerakan kebelakang dan kebawah, lewat
dibawah tepi inferior dari meatus yang bersesuaian. Drainase dari daerah tak bersilia
pada sepertiga anterior hidung sebelumnya praktis lewat meatus. Ini merupakan
daerah yang paling banyak mengumpulkan kontaminan udara.
Kecepatan gerak mukus yang ditentukan olehh kerja silia berbeda di berbagai bagian
hidung; pada segmen hidung anterior mungkin hanya seperenam darikecepatan
segmen posterior, yaitu sekitar 1 hingga 20 mm/menit. Cacat mukosiliar baik yang
diturunkan atau didapat telah terbukti berkaitan dengan keadaan penyakit yang
bermakna.
Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel lemah, juga
merupakan sawar terhadap alergen, virus dan bakteri. Akan tetapi walaupun
organisme hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit untuk mendapat
suatu biakan postnasal yang positif. Lisozim, yang terdapat pada lapisan mukus,
bersifat destruktif terhadap dindiong sebagian bakteri. Fagositosis aktif dalam
membran hidung merupakan bentuk proteksi di bawah permukaan. Membran sel
pernapasan juga memberikan imunitas induksi seluler.
Sejumlah imunoglobulin dibentuk dalam mukosa hidung, sesuai kebutuhan fisiologik,
telah diamati adanya IgG, IgA dan IgE. Rinitis alergika terjadi bila alergen yang
terhirup berkontak dengan antibodi IgE sehingga antigen tersebut terfiksasi pada
mukosa hidung dan sel mast submukosa. Selanjutnya dihasilkan dan dilepaskan
mediator radang yang menimbulkan perubahan mukosa hidung yang khas.
4 Indra Penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada
atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau
dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik
nafas dengan kuat.
5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan
menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.
6. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga
mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.
7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin
dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan
pankreas
III.1 Definisi
Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai,
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak
bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri
tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan
dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.
Polip yang multipel dapat timbul pada anak-anak dengan sinusitis kronik, rhinitis alergi,
fibrosis kistik atau sinuisitis jamur alergi. Polip sangat bervariasi pada setiap individu, polip
dapat berupa polip antro-koanal, polip jinak yang besar ataupun polip multipel yang dapat
merupakan lesi jinak atau merupakan suatu keganasan seperti: glioma, hemangioma,
papiloma, limfoma, neuroblastoma, sarcoma, karsinoma nasofaring dan papiloma inverted.(2)
Kita harus mewaspadai setiap anak dengan polip jinak yang multipel yang dihubungkan
dengan fibrosis kistik dan asma.
Gambar 5. Nasal Polyp(3)
Tempat asal
Tumbuhnya polip terutama di bagian-bagian sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral
konka media, dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di tempat inilah mukosa
hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat
asal tangkai polip dapat dilihat.(4)
III.2 Epidemiologi
Di Amerika insiden polip nasi pada anak adalah 0,1%, namun insiden ini meningkat pada
anak-anak dengan fibrosis kistik yaitu 6-48%.
Insiden pada orang dewasa adalah 1-4% dengan rentang 0,2-28%. Insiden di seluruh dunia
tidak jauh berbeda dengan insiden di Amerika. Polip nasi terjadi pada semua ras dan kelas
ekonomi. Walaupun ratio pria dan wanita pada dewasa 2-4: 1, ratio pada anak – anak tidak
dilaporkan.
Angka mortalitas polip nasi tidaklah signifikan, namun polip nasi dihubungkan dengan
turunnya kualitas hidup seseorang. Tidak ada perbedaan insiden polip nasi yang nyata
diantara bangsa-bangsa di dunia dan diantara jenis kelamin. Polip multipel yang jinak
biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan lebih sering pada usia diatas 40 tahun. Polip nasi
jarang ditemukan pada anak usia dibawah 10 tahun.(12,13)
Tabel 1. Hubungan jenis kelamin dengan angka kejadian polip nasi(13)
Diseases Male Female Total
Inflammatory Nasal Polyp-
Ethmoidal
Anthrocoanal
Rhinosporidiosis
Benign tumours
Malignant tumours
5
8
17
2
8
0
3
2
1
4
5
11
19
3
12
Total 40 10 50
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa insiden terjadinya massa pada hidung terbanyak
pada pria.
III.3 Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada
mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan
pasti. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang
kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak
mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai
ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang
pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi
konka(8)
Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip, yaitu :
1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.
2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.
3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung.
Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit
akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan
terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan
polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari daerah yang sempit
di kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius. Walaupun demikian polip juga dapat
timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral dan
multipel.(9)
III.4 Patofisiologi
Pada awalnya ditemukan edema mukosa yang timbul karena suatu peradangan kronik yang
berulang, kebanyakan terjadi di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh
cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses ini berlanjut,
mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun kedalam rongga hidung sambil
membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.
Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan polip nasi. Kerusakan epitel merupakan
patogenesa dari polip. Sel-sel epitel teraktivasi oleh alergen, polutan dan agen infeksius. Sel
melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam respon inflamasi dan perbaikan. Epitel
polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus yang berperan dalam
obstruksi hidung dan rinorea.
Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan yang
mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi kronis yang disebabkan
oleh infeksi hidung dan sinus.
Dalam teori Bernstein, perubahan inflamasi pertama terjadi pada dinding lateral mukosa
hidung atau sinus sebagai akibat interaksi virus-host bakteri atau sekunder untuk aliran
turbulen. Dalam kebanyakan kasus, polip berasal dari daerah meatus tengah kontak, terutama
celah sempit di kawasan ethmoid anterior yang menciptakan aliran turbulen, dan terutama
bila dipersempit oleh peradangan mukosa. Ulserasi atau prolaps dari submucosa dapat terjadi,
dengan reepithelialization dan pembentukan kelenjar baru. Selama proses ini, polip dapat
dibentuk dari mukosa akibat proses inflamasi tinggi sel epitel, sel endotel pembuluh darah,
dan fibroblas mempengaruhi integritas bioelectric saluran natrium di permukaan luminal sel
epitel pernafasan dalam mukosa hidung. Respon untuk meningkatkan penyerapan natrium,
menyebabkan retensi air dan pembentukan polip.
Teori lain melibatkan ketidakseimbangan vasomotor atau epitel rusak. Teori
ketidakseimbangan vasomotor mendalilkan bahwa peningkatan permeabilitas vaskuler dan
peraturan produk menyebabkan detoksifikasi vaskular mast-sel (misalnya, histamin). dampak
jangka panjang produk dalam stroma polip ditandai edema (terutama dalam polip gagang
bunga) yang diperburuk oleh terhalangnya drainase vena. Teori ini didasarkan pada sel
stroma miskin dari polip, yang buruk dan tidak memiliki saraf vasokonstriktor vascularized.
Teori pecah epitel menunjukkan bahwa pecahnya epitel mukosa hidung yang disebabkan oleh
peningkatan jaringan turgor pada penyakit (misalnya, alergi, infeksi). pecah menyebabkan
mukosa lamina propria prolaps, membentuk polip. Cacat yang mungkin diperbesar oleh efek
gravitasi atau obstruksi drainase vena, menyebabkan polip. Teori ini, meskipun mirip dengan
Bernstein, memberikan penjelasan yang kurang meyakinkan untuk pembesaran polip teori
natrium fluks didukung oleh data Bernstein. Baik teori benar-benar mendefinisikan memicu
peradangan.(9,11)
Makroskopis(11)
Secara makroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin, berbentuk
bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan,agak bening, lobular, dapat tunggal atau
multipel dan tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat
tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke
polip.bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi
kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-
kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostio-meatal di meatus medius dan
sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai
polip dapat dilihat
Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar dinasofaring, disebut polip
koana.polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-
koana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid.
Mikroskopis(11)
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu
epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari
limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet.
Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami
metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau
gepeng berlapis tanpa keratinisasi.
Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe
eosinofilik dan tipe neutrofilik.
Gambar 6. Gambaran endoskopi cavum nasi kiri, menunjukkan polip pada prosesus
uncinatus. Tampak jelas polip berada di tengah, berwarna pucat dan putih berkilau.(3)
Antrochoanal polip adalah polip soliter yang tumbuh dari antrum maxila. Killian 1906 adalah
orng pertama yang menemukan antrochoanal polip. Walaupun etiologinya blm diketahui
secara pasti, namun alergi dapat dijadikan salah satu faktor pencetus. Polip tersebut keluar
dari antrum maxila dan dapat prolaps melalui ostium asesorius kedalam kavum nasi dan
membesar ke arah posterior choana dan nasofaring.(8)
Gambar 7. Polip antrochoanal kiri yang menggantung pada orofaring(3)
III.5 Gejala Klinis
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan
ini tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang
hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus
paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala
dan rinore.
Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.
Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang meningkat,
hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal persisten. Sakit
kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah periorbita dan sinus
maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar
memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik.(11)
Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung yang
dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip yang muncul, pasien
mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat
ostium sinus. Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan muara sinus, sehingga aliran
udara tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus. Dalam hal ini dapat
timbul perasaan penuh di kepala, penurunan penciuman, dan mungkin sakit kepala. Mukus
yang terperangkap tadi cenderung terinfeksi, sehingga menimbulkan nyeri, demam, dan
mungkin perdarahan pada hidung.
Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak
menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Polip yang
terletak posterior biasanya tidak teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin rinoskopi
posterior. Polip yang kecil pada daerah dimana polip biasanya tumbuh dapat menimbulkan
gejala dan menghambat aliran saluran sinus, menyebabkan gejala-gejala sinusitis akut atau
rekuren.
Gejala Subjektif:
v Hidung terasa tersumbat
v Hiposmia atau Anosmia (gangguan penciuman)
v Nyeri kepala
v Rhinore
v Bersin
v Iritasi di hidung (terasa gatal)
v Post nasal drip
v Nyeri muka
v Suara bindeng
v Telinga terasa penuh
v Mendengkur
v Gangguan tidur
v Penurunan kualitas hidup
Gejala Objektif:
v Oedema mukosa hidung
v Submukosa hipertropi dan tampak sembab
v Terlihat masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan
v Bertangkai(11)
III.6 Diagnosis
Anamnesa
Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya ialah hidung tersumbat. Sumbatan ini
menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada
massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lain adalah gangguan penciuman.
Gejala sekunder dapat terjadi bila sudah disertai kelainan organ didekatnya berupa:
adanyapost nasal drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga terasa penuh,
mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Selain itu juga harus di tanyakan
riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat serta makanan.(11)
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Polip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas hidung luar. Dapat dijumpai
pelebaran kavum nasi terutama polip yang berasal dari sel-sel etmoid.(11)
2. Rinoskopi Anterior
Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Deformitas septum membuat
pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus dan polip multipel atau soliter.
Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi inferior, yakni dengan cara memasukan
kapas yang dibasahi dengan larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi
banyak pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip dapat
diobservasi berasal dari daerah sinus etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari
septum.(9)
3. Rinoskopi Posterior
Kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada kalanya berasal
dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya
rinosinusitis.
Pemeriksaan penunjang
Naso endoskopi
Adanya fasilitas nasoendoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus baru. Polip stadium
awal tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan
nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat terlihat tangkai polip yang berasal
dari ostium assesorius sinus maksila.
Gambar 8. Gambaran endoskopi anterior
sinistra cavum nasi, tampak septum di
sebelah kiri dan tampak polip
antralchoanal pada bagian tengah
gambaran endoskopi.(3)
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi waters, lateral, Caldwell dan AP) dapat memperlihatkan
penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang
bermanfaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negative
palsu dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan
variasi anatomis di daerah kompleks osteomeatal. Pemeriksaan tomografi computer sangat
bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada
proses radng, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal. Terutama
pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa,jika ada komplikasi dari
sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama
bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal,sedangkan
polip yang rekuren juga diperlukan potongan aksial.
Tes alergi
Evaluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat alergi lingkungan
atau riwayat alergi pada keluarganya.
Laboratorium
Untuk membedakan sinusitis alergi atau non alergi. Pada sinusitis alergi ditemukan eosinofil
pada swab hidung, sedang pada non alergi ditemukannya neutrofil yang menandakan adanya
sinusitis kronis.
Temuan histologis
Pseudostratified ciliated columnar epithelium
Epithelial basement membrane yang menebal
Oedematous stroma
III.7 Diagnosis Banding
Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri – cirinya sebagai berikut:
- Tidak bertangkai
- Sukar digerakkan
- nyeri bila ditekan dengan pinset
- mudah berdarah
- dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin)
Polip Polipoid Mukosa
Bertangkai, dapat digerakkan Tidak bertangkai, sukar digerakkan
Konsistensi lunak Konsistensi keras
Tidak nyeri bila ditekan Nyeri pada penekanan
Tidak mudah berdarah Mudah berdarah
Berwarna putih kebiruan Berwarna merah muda
Tidak mengecil pada pemberian
vasokonstriktor (adrenalin)
Mengecil pada pemberian vasokonstriktor
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan konka
polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati – hati
pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa menyebabkan
vasokonstriksi sistemik, maningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan
hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya.(7,9)
III.8 Penatalaksanaan
Karena etiologi yang mendasari pada polip nasi adalah reaksi inflamasi, maka
penatalaksanaan medis ditujukan untuk pengobatan yang tidak spesifik. Pada terapi
medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat diberikan secara
sistemik ataupun intranasal.
Pemberian kortikosteroid sistemik diberikan dengan dosis tinggi dalam waktu yang singkat,
dan pemberiannya perlu memperhatikan efek samping dan kontraindikasi.
Kortikosteroid oral adalah pengobatan paling efektif untuk pengobatan jangka pendek dari
polip nasi, dan kortikosteroid oral memiliki efektivitas paling baik dalam mengurangi
inflamasi polip.(10,11)
Kortikosteroid juga dapat diberikan secara intranasal dalam bentuk spray steroid, yang dapat
mengurangi atau menurunkan pertumbuhan polip nasi yang kecil, tetapi secara relatif tidak
efektif untuk polip yang masif. Steroid intranasal paling efektif pada periode post operatif
untuk mencegah atau mengurangi relaps.
Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi pada polip yang
dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat diberikan antihistamin oral untuk
mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi. Bila telah terjadi infeksi yang ditandai dengan
adanya sekret yang mukopurulen maka dapat diberikan antibiotik.
Pengobatan Medikamentosa
Steroid oral dan topikal di berikan pada pengobatan pertama pada nasal polip.
Antihistamin, dekongestan dan sodium cromolyn memberikan sedikit keuntungan.
Imunoterapi mungkin dapat berguna untuk pengobatan rhinitis alergi, tapi bila di gunakan
sendirian, tak dapat berguna pada polip yang telah ada, pemberian antibiotik bila terjadi
superimposed infeksi bakteri.(10,11)
Kortikosteroid adalah pengobatan pilihan, baik secara topikal maupun sistemik. Injeksi
langsung pada polip tidak dibenarkan oleh Food and Drug Administrationkarena
dilaporkan terdapat 3 pasien dengan kehilangan penglihatan unilateral setelah injeksi
intranasal langsung dengan kenalog. Keamanan mungkin tergantung pada ukuran spesifik
partikel. Berat molekuler yang besar seperti Aristocort lebih aman dan sepertinya sedikit
yang di pindahkan ke area intrakranial. Hindari injeksi langsung ke dalam pembuluh
darah.(16)
Steroid oral paling efektif pada pengobatan medis untuk nasal polipoid. Pada dewasa
penulis banyak menggunakan prednison (30-60mg) selama 4-7 hari dan diturunkan
selama 1-3 minggu. Variasi dosis pada anak-anak, tetapi maksimum biasanya
1mg/kb/hari selama 5-7 hari dan diturunkan selama 1-3 minggu.
Respon dengan kortikosteroid tergambar dari ada atau tidaknya eosinofilia, jadi pasien
dengan polip dan rhinitis alergi atau asma seharusnya respon dengan pengobatan ini.
Pasien dengan polip yang sedikir eosinofil mungkin tidak respon terhadap steroids.
Penggunaan steroid oral jangka panjang tidak direkomendasikan karena efek sampingnya
yang merugikan ( seperti gangguan pertumbuhan, Diabetes Melitus, hipertensi, gangguan
psikis, gangguan pencernaan, katarak, glukoma, osteoporosis). Pemberian topikal
kortikosteroid di berikan secara umum karena lebih sedikit efek yang merugikan
dibandingkan pemberian sistemik karena bioavaibilitasnya yang terbatas. Pemberian jangka
panjang khususnya dosis tinggi dan kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, terdapat resiko
penekanan hipotalamus-pituari-adrenal aksis, pembentukan katarak, gangguan pertumbuhan,
perdarahan hidung, dan pada jarang kasus terjadi perforasi septum.
Kortikosteroid merupakan antiinflamasi yang biasa diberikan padapasien polip hidung.
Namun, memberikan efek samping yang serius seperti perdarahan usus bila diberikan dalam
dosis yang besar dan dalam waktu yang lama. Inhibitor COX-2 juga mempunyai efek anti
inflamasi dan dikenal tidak memberikan efek samping pada gastrointestinal.(14)
Pembedahan dilakukan jika:
1. Polip menghalangi saluran nafas
2. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus
3. Polip berhubungan dengan tumor
4. Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang gagal pengobatan
maksimum dengan obat- obatan.
Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan menggunakan senar
polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar tetapi belum memadati rongga hidung.
Polipektomi sederhana cukup efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada
kasus polip yang tersembunyi atau polip yang sedikit. Bedah sinus endoskopik (Endoscopic
Sinus Surgery) merupakan teknik yang lebih baik yang tidak hanya
membuang polip tapi juga membuka celah di meatus media, yang merupakan tempat
asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan. Surgical
micro debridement merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan jaringan
lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan visualisasi yang lebih baik.(2,15)
Keputusan atas pembedahan ditentukan dari penemuan CT-Scan sinus paranasal sebelum
operasi. Anterior ethmoidectomy, posterior ethmoidectomy, antrostomy meatus medius dan
pembersihann resesus frontalis dapat dilakukan pada semua pasien.
III.9 Prognosis
Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap berlanjut. Rekurensi dari
polip umumnya terjadi bila adanya polip yang multipel. Polip tunggal yang besar seperti
polip antral-koanal jarang terjadi relaps.
Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu ditujukan
kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah
menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi.
Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang
berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi
inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi
dengan cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara
lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.
BAB III
KESIMPULAN
Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan sumbatan pada
hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat dirasakan. Etiologi polip di literatur
terbanyak merupakan akibat reaksi hipersensitivitas yaitu pada proses alergi, sehingga
banyak didapatkan bersamaan dengan adanya rinitis alergi. Pada anamnesis pasien,
didapatkan keluhan obstruksi hidung, anosmia, adanya riwayat rinitis alergi, keluhan sakit
kepala daerah frontal atau sekitar mata, adanya sekret hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior ditemukan massa yang lunak, bertangkai, mudah digerakkan, tidak ada nyeri tekan
dan tidak mengecil pada pemberian vasokonstriktor lokal. Penatalaksanaan untuk polip nasi
ini bisa secara konservatif maupun operatif, yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran
polip itu sendiri dan keluhan dari pasien sendiri. Pada pasien dengan riwayat rinitis alergi,
polip nasi mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk rekuren. Sehingga kemungkinan
pasien harus menjalani polipektomi beberapa kali dalam hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA