gingivitis bab i,ii,iii,iv,v & vi

107
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hasil penelitian Direktorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan RI dalam program Gigi Pelita VI tahun 1991, prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal masih tinggi yaitu berkisar 70-80%. Hal ini memperlihatkan bahwa kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi. Penyebab utama kedua penyakit tersebut adalah plak. Terabaikannya kebersihan gigi dan mulut menyebabkan terjadinya akumulasi plak. Plak adalah lapisan tipis yang melekat erat dipermukaan gigi serta mengandung kumpulan bakteri. Plak ini tidak berwarna, oleh karena itu tidak dapat terlihat dengan jelas. 1,2

Upload: bisitrikal-dian-tori

Post on 16-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gINGIVITIS

TRANSCRIPT

Page 1: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hasil penelitian Direktorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan RI dalam

program Gigi Pelita VI tahun 1991, prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal

masih tinggi yaitu berkisar 70-80%. Hal ini memperlihatkan bahwa kesehatan gigi dan

mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian

serius tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi. Penyebab utama kedua

penyakit tersebut adalah plak. Terabaikannya kebersihan gigi dan mulut menyebabkan

terjadinya akumulasi plak. Plak adalah lapisan tipis yang melekat erat dipermukaan gigi

serta mengandung kumpulan bakteri. Plak ini tidak berwarna, oleh karena itu tidak dapat

terlihat dengan jelas.1,2

Penyakit periodontal dijumpai lebih banyak pada masyarakat yang kurang

berpendidikan dibandingkan pada masyarakat yang berpendidikan. Faktor

sosioekonomi, terutama tingkat pendidikan dan pendapatan, juga mempunyai hubungan

yang erat terhadap prevalensi dan keparahan. Individu dengan tingkat pendidikan dan

tingkat pendapatan tinggi, umumnya mempunyai kebersihan mulut yang lebih baik

daripada mereka dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih rendah.3,16

Page 2: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Pada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, situasinya jauh dari

memuaskan dan merupakan masalah yang sering terabaikan karena tidak semua orang

memandang gangguan gigi-geligi mereka sebagai suatu penyakit yang perlu

mendapatkan perawatan.3

Bila berbagai kelompok dengan tingkat pendidikan dan sosioekonomi yang sama

dibandingkan, profil penyakit umumnya kelihatan sama. Hasil-hasil penelitian

epidemiologis menunjukkan bahwa seringkali penyakit terbatas hanya berupa inflamasi

atau periodontitis marginalis saja. Pada umumnya perkembangan dari gingivitis menjadi

periodontitis marginalis akhirnya menjadi penyakit yang lebih parah serta tanggalnya

gigi berlangsung secara lambat.16

Salah satu penyakit periodontal adalah gingivitis. Gingivitis adalah inflamasi

gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva sekitar gigi dan merupakan penyakit

periodontal yang paling sering dijumpai baik pada usia muda maupun dewasa. Gingivitis

merupakan tahapan pertama dalam perkembangan penyakit periodontal yang terjadi

sebagai respon terhadap bakteri, plak, dan apabila berlanjut akan menyebabkan

terbentuknya poket periodontal.4,5

Penelitian Suwondo dan Rusminah menunjukkan bahwa penimbunan plak dan

kebersihan mulut yang kurang baik akan mempermudah terjadinya gingivitis. Penelitian

lain menunjukkan bahwa gingivitis dapat terjadi pada usia puberitas yang dihubungkan

dengan perubahan hormonal. Hal ini dapat mempengaruhi keadaan jaringan periodontal

terutama sistem permeabilitas vaskuler. Dari data tersebut diperoleh gambaran bahwa

gingivitis dapat terjadi oleh karena iritasi lokal dan faktor sistemik. Faktor lain mungkin 2

Page 3: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

saja disebabkan oleh kurangnya pembersihan gigi secara teratur. Keadaan ini

dihubungkan dengan faktor sosial ekonomi, dimana keadaan sosial ekonomi dan

ketidaktahuan dari orang tua mungkin dapat menyebabkan anak-anak kurang menyadari

pentingnya kebersihan mulut. 5

Pada keadaan kronis gingivitis memperlihatkan tanda-tanda seperti permukaan yang

halus dapat mengkilap dan berbentuk nodular. Tingkat keparahan gingivitis dibagi

menjadi gingivitis ringan (terjadi oedema ringan dan sedikit kemerahan), gingivitis

sedang (terjadi kemerahan dan pembesaran gingiva) dan gingivitis berat (terjadi

kemerahan dan pembesaran gingiva yang berat).6

Dari hasil penelitian Hadnyanawati yang dilakukan pada siswa sekolah dasar kelas

V di Kabupaten Jember memperlihatkan bahwa kebersihan gigi dan mulut siswa di

semua lokasi paling banyak menunjukkan kategori sedang, sedangkan jumlah siswa

yang menderita gingivitis hampir sama di seluruh lokasi. Untuk kebersihan gigi dan

mulut dengan kategori baik, siswa perkotaan lebih banyak dari siswa pedesaan. Hal ini

sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kondisi kebesihan mulut di Indonesia

termasuk kategori sedang, sementara kondisi kebersihan mulut di daerah perkotaan lebih

baik dari pedesaan.6

Keadaan ini berhubungan dengan tingkat kebersihan gigi dan mulutnya, semakin

buruk tingkat kebersihan gigi dan mulutnya maka semakin mudah terserang gingivitis.

Karena itu penting sekali untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, serta melakukan

kontrol plak secara teratur dan teliti. Jika seseorang dapat mempertahankan kebersihan

gigi dan mulut, maka ini dapat membatasi risiko penyakit periodontal yang lebih parah.6 3

Page 4: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Penelitian mengenai gambaran gingivitis pada anak sekolah dasar ini dilakukan di

Kompleks Maccini. Di dalam Sekolah Dasar Kompleks Maccini ini terdapat 5 sekolah

yaitu: SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Informasi dari pihak sekolah

mengatakan bahwa salah satu puskesmas yang terdapat di wilayah kecamatan tersebut

memprogramkan pemeriksaan kesehatan di sekolah tersebut rutin setiap 3 bulan sekali.

Peran aktif dari pihak tenaga kesehatan dalam peningkatan kualitas kesehatan anak

sangatlah baik. Ini yang menjadi alasan mengapa memilih sekolah di kecamatan tersebut

sebagai tempat penelitian untuk melihat gambaran gingivitis pada anak sekolah dasar di

wilayah tersebut.

Pada penelitian ini diambil sampel yaitu siswa kelas IV dan V yaitu pada usia antara

8-15 tahun. Usia tersebut telah memasuki periode gigi bercampur. Adanya sikap

kooperatif dari anak anak tersebut dapat membantu kelancaran dalam pemeriksaan yang

dilakukan. Anak-anak pada usia tersebut juga adalah paling efektif dalam menerima

pengetahuan dan perawatan kesehatan gigi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut yaitu

“Gambaran gingivitis pada anak-anak sekolah dasar kelas IV dan V di Kompleks

Maccini yang terdiri dari SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I”

4

Page 5: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui gambaran gingivitis pada anak-anak sekolah dasar kelas IV dan

V, Kompleks Maccini yang terdiri dari SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini

I/I.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi ilmiah bagi dunia

ilmu pengetahuan kedokteran gigi dan bagi Dinas Kesehatan Kota setempat dalam

menyusun program-program kesehatan gigi serta menjadi salah satu aspek

pengembangan penelitian-penelitian lebih lanjut.

5

Page 6: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GAMBARAN NORMAL GINGIVA

Gingiva pada anak-anak berwarna pink pucat seperti pada gambar 1, tetapi tidak

pucat seperti pada gingiva dewasa karena pada dewasa lapisan keratinnya lebih tipis.

Gambar 1. Gambaran gingiva normal pada anak usia 5 tahun yang menunjukkan adanya stipping dan interproksimal gingiva yang datarSumber: Newman GM, Takei H. Carranza’s clinical periodontology. 10th ed

Kedalaman sulkus gingiva pada gigi sulung lebih dangkal daripada gigi permanen.

Gigi sulung memiliki kedalaman gingiva 2,1 mm (± 0,2 mm). Sulkus gingival melekat

dengan lebar anteroposterior yang bervariasi, daerah insisivus lebih lebar kemudian

terjadi penyempitan di daerah cusp dan meluas lagi di daerah posterior molar. Secara

anatomis gingiva terdiri dari marginal gingiva, sulkus gingiva, attached gingiva, dan

interdental gingival seperti pada gambar 2.7,15

Page 7: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Gambar 2. Diagram anatomi gingiva oleh LandmarkSumber: Newman GM, Takei H. Carranza’s clinical periodontology. 10th ed

2.1.1 Marginal Gingiva.

Marginal gingiva atau unattched gingiva adalah sambungan tepi atau pinggiran

dari gingiva yang mengelilingi gigi berbentuk seperti lingkaran. Dalam 50% kasus,

marginal gingiva dibatasi dengan attached gingiva oleh depresi linear yang dangkal

disebut free gingiva groove. Biasa lebarnya sekitar 1 mm dari dinding jaringan lunak

sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat dipisahkan dari permukaan gigi dengan probe

periodontal.7

2.1.2 Sulkus Gingiva.

Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang disekitar gigi yang mengelilingi

gigi pada satu lapisan epitelium free gingiva margin gigi dengan gigi yang lainnya.

Sulkus ini berbentuk V dan hanya sedikit saja yang dapat dimasuki oleh probe

periodontal. Determinasi klinik dari kedalaman sulkus gingiva merupakan parameter

7

Page 8: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

diagnostik yang penting. Ukuran normal atau ukuran ideal kedalaman sulkus gingiva

sekitar 0 mm.7

2.1.3 Attached gingiva.

Attached gingiva merupakan suatu lanjutan dari marginal gingiva. Attached

gingiva berbatas tegas, elastik dan melekat erat pada periosteum dari tulang alveolar.

Aspek fasial dari attached gingiva meluas ke mukosa alveolar dibatasi oleh mucogingiva

junction. Lebar dari attached gingiva merupakan parameter klinik penting lainnya. Yang

dapat diukur sesuai jarak antara mucogingiva junction dan proyeksi dari permukaan

dasar luar dari sulkus dengan menggunakan probe periodontal.8

Lebar dari attached gingiva dari aspek fasial berbeda pada tiap daerah dalam

rongga mulut. Attached gingiva pada daerah insisivus rahang atas 3,5-4,5 mm dan pada

insisivus rahang bawah sebesar 3,3-3,9 mm. Tetapi lebih sempit pada daerah posterior

dan tersempit pada daerah premolar sebesar 1,9 mm untuk rahang atas dan 1,8 untuk

rahang bawah.8

Mucogingiva junction tetap tidak bergerak hingga dewasa, perubahan lebar

attached gingiva disebabkan oleh perubahan posisi coronal end. Lebar dari attached

gingiva meningkat sesuai umur dan pada gigi yang supraerupsi. Dari aspek lingual

alveolar, akhir dari attached gingiva dihubungkan oleh mukosa membran dasar mulut.8

2.1.4 Interdental Gingiva.

Interdental gingiva menempati embrasure gingiva yang terletak pada daerah

interproksimal dibawah daerah kontak gigi. Interdental gigi dapat berbertuk pyramidal 8

Page 9: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

atau berbentuk kol. Bentuk ruang interdental gingiva tergantung dari titik kontak antara

gigi dan ada tidaknya resesi gingiva.8

Permukaan fasial dan lingual lonjong ke daerah kontak proksimal dan berbentuk

cembung pada daerah mesial dan distal. Ujung lateral dari interdental gingiva dibentuk

oleh kontibuitas marginal gingiva ke gigi sebelahnya. Jika terjadi diastem, gingiva

berbentuk datar membulat di atas tulang interdental dan halus tanpa papilla interdental.8

2.2 GINGIVITIS

Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva sekitar

gigi. Secara mikroskopis, gingivitis ditandai dengan adanya eksudat inflamasi dan

edema, kerusakan serat kolagen gingiva terjadi ulserasi, proliferasi epitelium dari

permukaan gigi sampai ke attached gingiva. Beberapa studi sebelumnya menyebutkan

bahwa gingivitis marginal merupakan penyakit periodontal yang paling sering

ditemukan pada anak-anak.13

Gambar 3. Gingivitis Marginalis Kronis karena kebersihan mulut yang buruk dan susunan gigi yang tidak beraturan.Sumber: Newman GM, Takei H. Carranza’s clinical periodontology. 10th ed

9

Page 10: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

2.3 ETIOLOGI GINGIVITIS

Penyebab utama gingivitis pada anak-anak sama seperti pada orang dewasa yaitu

plak gigi disebabkan oleh karena kebersihan mulut yang buruk, posisi gigi yang tidak

teratur dapat menjadi faktor pendukung. Umumnya plak berakumulasi dalam jumlah

yang sangat banyak di regio interdental yang sempit, inflamasi gusi cenderung dimulai

pada daerah papila interdental dan menyebar dari daerah tersebut ke sekitar leher gigi.

Respon setiap individu terhadap plak sebagai faktor penyebab bermacam-macam,

beberapa anak mempunyai respon yang minimal terhadap faktor lokal.9,15

2.3.1 Faktor Etiologi Primer.16

Penyebab primer dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri. Meskipun

demikian, sejumlah kecil plak biasanya tidak mengganggu kesehatan gingiva dan

periodontal, dan beberapa pasien bahkan mempunyai jumlah plak yang cukup besar

yang berlangsung lama tanpa mengalami periodontitis yang merusak walaupun mereka

mengalami gingivitis.

Ada beberapa faktor lain baik lokal maupun sistemik yang merupakan predisposisi

dari akumulasi plak atau perubahan respon gingiva terhadap plak. Faktor ini dapat

dianggap sebagai faktor etiologi sekunder.

2.3.2 Faktor Etiologi Sekunder.16

Faktor-faktor sekunder dapat lokal atau sistemik. Beberapa faktor lokal pada

lingkungan gingiva merupakan predisposisii dari akumulasi deposit plak dan

10

Page 11: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

menghalangi pembersihan plak. Faktor-faktor ini disebut sebagai faktor retensi plak.

Faktor sistemik dan hospes dapat memodifikasi respon gingiva terhadap iritasi lokal.

A. Faktor lokal16

1. Restorasi yang keliru

Restorasi yang keliru mungkin merupakan faktor yang paling menguntungkan

bagi retensi plak. Tepi tumpatan yang berlebihan sangat sering ditemukan dan

berasal dari penggunaan matriks yang ceroboh dan kegagalan memoles bagian tepi.

Restorasi dengan kontur yang buruk, terutama yang konturnya terlalu besar dan

mahkota atau tumpatan yang terlalu cembung, dapat menghalangi aksi penyikatan

gigi yang efektif.

2. Kavitas karies

Kavitas yang keliru, terutama di dekat tepi gingiva, dapat merangsang

terbentuknya daerah timbunan plak.

3. Tumpukan sisa makanan

Sisa makanan adalah baji yang kuat dari makanan terhadap gingiva di antara

gigi-geligi. Bila gigi-geligi bergerak saling menjauhi dapat terbentuk baji makanan,

khususnya bila ada plunger cusp.

4. Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain tidak baik.

Geligi tiruan adalah benda asing yang dapat menimbulkan iritasi jaringan

melalui berbagai cara. Geligi tiruan yang longgar atau tidak terpoles dengan baik

cenderung berfungsi sebagai fokus timbunan plak. Geligi tiruan tisue borne

seringkali terbenam di dalam mukosa dan menekan tepi gingiva, menyebabkan 11

Page 12: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

inflamasi dan kerusakan jaringan. Efek ini makin bertambah buruk bila gigi-geligi

tiruan tidak dibersihkan dengan baik dan tetap dipakai selama pasien tidur.

5. Pesawat ortodonsi

Pesawat ortodonsi yang dipakai siang dan malam, kecuali bila pasien sudah

diajarkan cara membersihkan plak yang bertumpuk pada pesawat. Karena sebagian

besar pasien ortodonsi masih muda, inflamasi yang parah disertai dengan

pembengkakan gingiva dapat terjadi di sini.

6. Susunan gigi-geligi yang tidak teratur.

Susunan gigi yang tidak beraturan yang merupakan predisposisi dari retensi plak

dan mempersulit upaya menghilangkan plak.

7. Kurangnya seal bibir atau kebiasaan bernapas melalui mulut.

Pengaruh postur bibir terhadap kesehatan gingiva masih dipertanyakan namun

suatu fenomena klinis yang sering ditemukan adalah gingivitis hiperplasia pada

segmen anterior, biasanya pada regio insisivus atas, di mana sel bibir kurang

sempurna. Selain itu, pada sebagian besar kasus daerah hiperplasia jelas dibatasi

oleh garis bibir. Walaupun kurangnya seal bibir sering berhubungan dengan

kebiasaan bernafas melalui mulut, seal bibir yang kurang memadai juga dapat

terjadi walaupun pasien bernafas melalui hidung. Bila bibir terbuka gingiva bagian

depan tentunya tidak terlumasi saliva. Keadaan ini kelihatannya mempunyai dua

efek: (i) aksi pembersihan normal dari saliva berkurang sehingga timbunan plak

bertambah; (ii) dehidrasi jaringan yang akan mengganggu resistensinya.

12

Page 13: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

8. Merokok

Efek yang paling jelas dari kebiasaan merokok adalah perubahan warna gigi-

geligi dan bertambahnya keratinisasi epitelium mulut disertai dengan produksi

bercak putih pada perokok berat di daerah pipi dan palatum, yang kadang-kadang

dapat juga ditemukan pada jaringan periodontal. Insiden gingivitis kronis dan

gingivitis ulseratif akut kelihatannya lebih besar pada perokok yang juga

menunjukkan adanya kerusakan periodontal yang lebih parah.

9. Groove perkembangan pada enamel servikal atau permukaan akar.

Groove pada permukaan akar atau daerah servikal mahkota dapat merangsang

akumulasi bakteri dan tidak mungkin dibersihkan. Keadaan ini dapat menimbulkan

daerah-daerah gingivitis lokal dan pembentukan poket, yang paling sering terlihat di

sebelah palatal insisivus atas. Fosa kaninus pada permukaan mesial gigi premolar

atas juga dapat berfungsi sebagai groove perkembangan.

B. Faktor sistemik16

Faktor-faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara

keseluruhan misalnya; faktor genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi.

1.Faktor genetik

Kerentanan individual terhadap periodontitis kronis umumnya bervariasi dan

ada beberapa individu yang mencapai usia tua tanpa menunjukkan tanda-tanda

kerusakan periodontal sedangkan individu lainnya sudah terkena serangan

periodontitis yang progresif pada usia yang lebih mudah.

13

Page 14: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Ada sejumlah penyakit genetik, beberapa diantaranya sangat langkah, yang

meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan periodontal seperti Sindrom Down,

kerentanan di sini berhubungan dengan terganggunya fungsi neutrofil atau

perubahan metabolisme jaringan ikat. Sindroma Chediak-Higashi, merupakan

kondisi autosomal resesif yang langkah, ditandai dengan neutrofil yang terganggu.

2.Faktor nutrisional

Secara teoritis defisiensi dari nutrien dapat mempengaruhi keadaan gingiva

dan daya tahannya terhadap plak, tetapi karena kesalingtergantungan antara

berbagai elemen diet yang berkembang, sangatlah sulit untuk mendifinisikan akibat

defisiensi spesifik pada seorang manusia.

Pada defisiensi nutrisional yang parah, yang umumnya disertai dengan

kebersihan mulut yang sangat buruk, terlihat adanya kerusakan jaringan periodontal

yang berkembang dengan cepat dan tanggalnya gigi yang cukup dini.

3.Faktor hormonal

Hormon seks. Perubahan hormon seksual berlangsung semasa puberitas dan

kehamilan, keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan gingiva yang

merubah respon terhadap produk-produk plak.

Puberitas. Pada masa puberitas insiden gingivitis mencapai puncaknya.

Perubahan ini tetap terjadi walaupun kontrol plak tetap tidak berubah. Oleh karena

itu, sejumlah kecil plak yang pada usia yang lain hanya menyebabkan terjadinya

sedikit inflamasi gingiva, akan dapat menyebabkan inflamasi yang hebat pada masa

puberitas yang diikuti dengan pembengkakan gingiva dan perdarahan. Bila masa 14

Page 15: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

puberitas sudah lewat, inflamasi cenderung reda sendiri tetapi tidak dapat hilang

sama sekali kecuali bila dilakukan pengontrolan plak yang adekuat

4.Faktor hematologi (penyakit darah)

Penyakit darah kelihatannya tidak menyebabkan gingivitis tetapi dapat

menimbulkan perubahan jaringan yang merubah respon jaringan terhadap plak.

Dokter gigi mempunyai tanggung jawab khusus dalam hubungannya dengan

penyakit-penyakit ini karena perdarahan gingiva yang hebat merupakan simtom

umum pada leukimia akut dan dokter gigi mungkin merupakan orang pertama yang

memeriksakan keadaan pasien penyakit-penyakit darah antara lain anemia,

leukimia, dan leukopenia.

2.4 PATOGENESIS TERJADINYA GINGIVITIS

Menurut Carranza dan Newman, Jenkins dan Allan, dikutip oleh Riyanti E,

gingivitis berawal dari daerah margin gusi yang dapat disebabkan oleh invasi bakteri

atau rangsang endotoksin. Endotoksin dan enzim dilepaskan oleh bakteri gram negatif

yang menghancurkan substansi interseluler epitel sehingga menimbulkan ulserasi epitel

sulkus. Selanjutnya enzim dan toksin menembus jaringan pendukung dibawahnya.

Peradangan pada jaringan pendukung sebagai akibat dari dilatasi dan pertambahan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga menyebabkan warna merah pada jaringan,

edema, perdarahan, dan dapat disertai eksudat.9

15

Page 16: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Perkembangan gingivitis dapat dibedakan atas empat tahap yaitu:10

a. Tahap I

Manifestasi awal dari inflamasi gingiva berupa lesi inisial atau awal dengan adanya

perubahan vaskuler berupa dilatasi pembuluh darah kapiler dan peningkatan aliran

darah. Perubahan ini terjadi sebagai respon awal dari inflamasi terhadap aktivasi

mikroba leukosit dan stimulasi berikutnya sel endotel. Secara klinis, respon awal gingiva

untuk plak bakteri tidak terlihat perubahan.

Dapat juga sudah terjadi perubahan perlekatan epitelium junctional dan jaringan ikat

perivaskular pada tahap awal. Limfosit mulai menumpuk, peningkatan migrasi leukosit

dan berakumulasi di dalam sulkus disertai peningkatan aliran darah cairan gingiva ke

dalam sulkus. Jika keadaan berlanjut, makrofag dan sel-sel limfoid juga terinfiltrasi

hanya dalam beberapa hari.

b. Tahap II

Dengan berjalannya waktu, tanda-tanda klinis berupa lesi dini (early lesion) mulai

terlihat dengan adanya tanda klinis eritema. Eritema ini terjadi karena proliferasi kapiler

dan meningkatnya pembentukan loops capiler. Epitel sulkus menipis atau terbentuk

ulserasi. Pada tahap ini mulai terjadi perdarahan pada probing. Ditemukan 70% jaringan

kolagen sudah rusak terutama disekitar sel-sel infiltrate.

Neutrofil keluar dari pembuluh darah sebagai respon terhadap stimulus kemotaktik

dari komponen plak, menembus lamina dasar ke arah epitelium dan masuk ke sulkus.

Sel-sel tersebut tertarik ke arah bakteri dan memfagositkannya. Lisosom dikeluarkan

16

Page 17: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

dalam kaitan memproses bakteri. Dalam tahap ini fibroblas jelas terlihat menunjukkan

perubahan sitotoksik sehingga kapasitas produksi kolagen menurun.

c. Tahap III

Pada tahap III, lesi mantap (establish lesion) disebut sebagai gingivitis kronis karena

pembuluh darah membengkak dan padat, sedangkan pembuluh balik terganggu atau

rusak, sehingga aliran darah menjadi lamban. Terlihat anoksemia lokal sebagai

perubahan warna kebiruan pada gingiva yang merah. Selanjutnya sel darah merah keluar

ke jaringan ikat, sebagian pecah sehingga haemoglobin menyebabkan warna area

perdarahan menjadi lebih gelap.

Lesi ini dapat disebut sebagai peradangan gingiva moderat hingga berat. Aktivitas

kolagen sangat meningkat karena kolagenase banyak terdapat di jaringan gingiva yang

diproduksi oleh sejumlah bakteri oral maupun nerofil.

d. Tahap IV

Perpanjangan lesi ke dalam tulang alveolar ciri tahap yang keempat yang dikenal

sebagai lesi lanjut atau fase kerusakan periodontal.

2.5 KLASIFIKASI GINGIVITIS

Menurut Carranza dan Glickman’s dikutip oleh Eriska E, gingivitis dibedakan

berdasarkan perjalanan dan lamanya serta penyebarannya.

Berdasarkan perjalanan dan lamanya diklasifikasikan atas empat jenis yaitu :9

1. Gingivitis akut (rasa sakit timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu pendek)

2. Gingivitis subakut (tahap yang lebih hebat dari kondisi gingivitis akut)17

Page 18: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

3. Gingivitis rekuren, peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah dibersihkan

dengan perawatan atau hilang secara spontan dan dapat timbul kembali

4. Gingivitis kronis (peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul secara

perlahan-lahan dalam waktu yang lama, dan tidak terasa sakit apabila tidak ada

komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang semakin parah).

Berdasarkan lokasi penyebarannya, pembesaran gusi dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :14

1. Localized gingivitis (membatasi gusi pada satu daerah gigi atau beberapa daerah

gigi)

2. Generalized gingivitis (meliputi gusi di dalam rongga mulut secara menyeluruh)

3. Marginal gingivitis (meliputi margin gusi tetapi juga termasuk bagian batas gusi

cekat)

4. Papillary gingivitis (meliputi papila interdental, sering meluas sampai batas margin

gusi, dan gingivitis lebih sering diawali pada daerah papilla)

5. Diffuse gingivitis (meliputi margin gusi, gusi cekat, dan papilla interdental).

2.6 GINGIVA INDEKS (GI)

Menurut Sillnes dan Loe, Gingiva Indeks digunakan sebagai metode untuk menilai

tingkat keparahan dan kuantitas inflamasi gingiva pada pasien. Analisis dengan GI

hanya dilakukan pada jaringan gingiva. Menurut metode ini, daerah gingiva yang

diperiksa terdiri atas empat bagian gigi (bukal/fasial, mesial, distal, dan lingual), dan 18

Page 19: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

diberikan skor dari 0 sampai 3 sebagai kriteria identifikasi untuk mengukur tingkat

keparahan radang gingiva. Perdarahan dinilai dengan menjalankan sebuah probe

periodontal sepanjang dinding jaringan lunak dari celah gingiva.11

Skor dan Kriteria dari Gingiva Indek.11

0 : normal (tidak ada peradangan)

1 : peradangan ringan, sedikit perubahan dalam warna, sedikit edema, tidak ada

perdarahan sewaktu probing.

2 : peradangan sedang, kemerahan, edema, mengkilat, berdarah sewaktu

probing.

3 : peradangan berat, ditandai dengan warna merah dan edema, ulserasi,

cenderung ada perdarahan spontan

2.7 KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK SEKOLAH DASAR

Kesehatan gigi dan mulut anak-anak usia sekolah dasar merupakan hal yang sangat

memerlukan perhatian yang penting karena pada anak usia sekolah tersebut merupakan

waktu yang rentan terhadap gangguan kesehatan gigi dan mulutnya. Anak-anak usia

sekolah dasar mencakup kelompok masyarakat dengan usia antara 7 tahun sampai

dengan 12 tahun. Kelompok pada usia sekolah tersebut adalah saat paling efektif dalam

menerima pengetahuan dan perawatan kesehatan giginya. Masa anak usia sekolah

merupakan masa untuk melakukan landasan yang kokoh bagi terwujudnya manusia yang

berkualitas.

19

Page 20: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Penelitian yang dilakukan di kabupaten Jember memperlihatkan bahwa dari 115

siswa terdiri dari 51 (44,3%) siswa perempuan dan 64 (55,7%) siswa laki-laki menderita

gingivitis. Dari hasil tersebut terlihat bahwa siswa laki-laki lebih banyak yang menderita

gingivitis dibandingkan siswa perempuan. Keadaan ini berhubungan dengan tingkat

kebersihan gigi dan mulutnya, semakin buruk tingkat kebersihan gigi dan mulut maka

semakin mudah terserang gingivitis.6

2.7.1 Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar.

Masa usia sekolah dasar adalah masa erupsi gigi permanen yang dapat

meningkatkan risiko peradangan pada gingiva akibat dari proses rupturnya jaringan

gingiva. Apabila kebersihan mulut tidak terjaga, maka resiko terjadinya gingivitis dapat

meningkat.

Gingivitis yang sering ditemukan pada anak-anak yaitu simpel gingivitis. Keadaan

tersebut sering terlihat pada saat pertumbuhan gigi dan reda setelah gigi tumbuh dengan

sempurna di dalam rongga mulut. Peningkatan terbesar terjadi pada anak-anak usia 6-7

tahun, yaitu pada saat gigi permanen mulai erupsi. Ini terjadi karena pada saat gigi

erupsi marginal gingiva tidak dilindungi oleh korona, dan disisi lain makanan terus

menerus menekan gingiva sehingga terjadi proses inflamasi.13

Macam-macam gingivitis kronis pada anak antara lain sebagai berikut :9

1. Gingivitis marginalis kronis, merupakan suatu peradangan gusi pada daerah margin

yang banyak dijumpai pada anak, ditandai dengan perubahan warna, ukuran

konsistensi, dan bentuk permukaan gusi. Penyebab peradangan gusi pada anak-anak

20

Page 21: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

sama seperti pada dewasa, yang paling umum yaitu disebabkan oleh penimbunan

bakteri plak. Perubahan warna dan pembengkakan gusi merupakan gambaran umum

terjadinya gingivitis kronis.

2. Gingivitis Erupsi, merupakan gingivitis yang terjadi di sekitar gigi yang sedang

erupsi dan berkurang setelah gigi tumbuh sempurna dalam rongga mulut, sering

terjadi pada anak usia 6-7 tahun ketika gigi permanen mulai erupsi. Gingivitis erupsi

lebih berkaitan dengan akumulasi plak daripada dengan perubahan jaringan.

McDonald dan Avery mengatakan bahwa gingivitis dapat berkembang karena pada

tahap awal erupsi gigi, margin gusi tidak mendapat perlindungan dari mahkota

sehingga terjadi penekanan makanan di daerah tersebut yang menyebabkan proses

peradangan. Selain itu sisa makanan, materia alba, dan bakteri plak sering terdapat

di sekitar dan di bawah jaringan bebas, sebagian meliputi mahkota gigi yang sedang

erupsi hal ini mengakibatkan peradangan.

3. Gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial). Pada pinggiran

margin yang tererosi akan terdapat akumulasi plak, sehingga dapat terjadi edema

sampai dengan abses.

4. Gingivitis pada maloklusi dan malposisi. Gingivitis disertai dengan perubahan

warna gusi menjadi merah kebiruan, pembesaran gusi, ulserasi, dan bentuk poket

dalam yang menyebabkan terjadinya pus, meningkat pada anak-anak yang memiliki

overjet dan overbite yang besar, kebiasaan bernafas melalui mulut, open bite, edge

to edge, dan protrusif.

21

Page 22: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

5. Gingivitis pada mucogingiva problems. Mucogingiva problems merupakan salah

satu kerusakan atau penyimpangan morfologi, keadaan, dan kuantitas dari gusi di

sekitar gigi (antara margin gusi dan mucogingiva junction) yang ditandai oleh

mukosa alveolar yang tampak sangat tipis dan mudah pecah, susunan jaringan

ikatnya yang lepas serta banyaknya serat elastis.

6. Gingivitis karena resesi gusi lokalisata. Terjadi karena trauma sikat gigi, alat

ortodontik, frenulum labialis yang tinggi, dan kebersihan mulut yang buruk.

7. Gingivitis karena alergi. McDonald dan Avery menyebutkan adanya gingivitis yang

bersifat sementara terutama berhubungan dengan perubahan cuaca.

2.7.2 Faktor Risiko Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar.

Gingivitis dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama gingivitis pada anak

adalah plak. Faktor resiko lainnya yang dapat menyebabkan gingivitis pada anak-anak

sekolah dasar yaitu :

1. Sosial ekonomi

Makin tinggi status sosial ekonomi keluarga, makin baik perilaku kesehatan

keluarga tersebut. Sosial ekonomi orang tua rendah berpengaruh terhadap kesehatan

umum dan gigi anak, sebab dengan status ekonomi rendah masalah utamanya

adalah pemenuhan kebutuhan minimal sehingga mempengaruhi kondisi

kesehatannya.

2. Oral Hygiene (kebersihan mulut).

22

Page 23: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

3. Pendidikan kesehatan gigi

Makin tinggi pendidikan, akan mudah menyerap informasi dan inovasi baru,

termasuk kesehatan gigi, bila dibandingkan dengan tingkat pendidikan rendah.

2.7.3 Upaya Pencegahan Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar.16

Pencegahan primer merupakan cara terbaik untuk mencegah penyakit, tetapi bila

hal ini tidak mungkin dilakukan maka mendeteksi tanda dan gejala penyakit dan

pengobatan secara tuntas merupakan pertahanan kedua. Tiga tingkat pencegahan dalam

epidemiologi yang disesuaikan dengan fase-fase yang berbeda-beda dari perkembangan

penyakit dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

a. Pencegahan primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan

orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa:

1. Promosi Kesehatan Masyarakat

2. Pencegahan Khusus

b. Pencegahan sekunder

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah

orang yang telah sembuh dari sakit agar tidak sakit lagi, mencegah orang yang telah

sakit semakin parah, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan

komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder ini dapat

dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan mengadakan

23

Page 24: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

pengobatan yang cepat dan tepat. Deteksi penyakit secara dini dapat dilakukan

dengan cara:

1. Penyaringan

2. Pengamatan Epidemiologis

3. Survei Epidemiologis

4. Memberi pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya pada sarana pelayanan

umum atau praktek dokter swasta.

c. Pencegahan tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan

mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan

dengan cara:

1. Memaksimalkan fungsi organ yang cacat.

2. Membuat protesa ekstremitas akibat amputasi.

3. Mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik.

24

Page 25: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Pemilihan sampel menggunakan

teknik Stratified Random Sampling dimana ditujukan pada semua siswa siswi kelas IV

dan V SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Pola gingivitis dinilai

dengan Gingiva Indeks (GI).

3.2 RANCANGAN PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study (Transversal) karena

dalam penelitian ini observasi hanya dilakukan pada waktu tertentu saja. Setiap sampel

atau subjek hanya dilakukan observasi satu kali dan pengukuran variabel subyek

dilakukan pada saat melakukan pemeriksaan tersebut.

3.3 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kompleks Maccini yang terdiri dari SDN Maccini I, II,

III, IV dan SD Inpres Maccini I/I Makassar, JL. Urip Sumoharjo No.230 dan JL.

Maccini Sawah 1.

Page 26: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

3.4 WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011

3.5 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.5.1 Populasi.

Populasi penelitian adalah semua siswa SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres

Maccini I/I Makassar.

3.5.2 Sampel.

Sampel penelitian adalah semua siswa kelas IV dan V SDN Maccini I, II, III, IV

dan SD Inpres Maccini I/I yang mengalami gingivitis dan tidak mengalami gingivitis.

3.5.3 Kriteria sampel

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa-siswi SD kelas IV dan V yang bersekolah di SDN Maccini I, II, III, IV

dan SD Inpres Maccini I/I

2. Siswa-siswi yang bersedia untuk mengikuti seluruh kegiatan penelitian dengan

adanya persetujuan dari Kepala Sekolah.

3. Siswa-siswi SD memiliki minimal gigi yang akan diperiksa jika tidak memiliki

gigi-gigi tersebut maka tidak dilakukan penggantian gigi dan tetap dilakukan

pemeriksaan.

4. Tidak mempunyai riwayat penyakit sistemik dan kelainan darah

26

Page 27: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Kriteria eksklusif dalam penelitian ini adalah:

1. Bukan siswa-siswi kelas IV dan V di sekolah tersebut

2. Tidak memiliki semua gigi yang akan diperiksa

3.6 ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah

a) Wawancara terpimpin

b) Mouth Mirror, Betadine, Air Mineral, dan Gelas

c) Probe Periodontal, masker, handcoen.

d) Nierbekken (tempat alat)

e) Alat tulis

3.7 PROSEDUR KERJA

a) Sampel diambil dari siswa siswi kelas IV dan V, di SDN Maccini I, II, III, IV

dan SD Inpres Maccini I/I

b) Mencatat nama, umur, dan jenis kelamin.

c) Setiap sampel diukur tingkat keparahan radang gingiva. Perdarahan dinilai

dengan menjalankan sebuah probe periodontal sepanjang dinding jaringan

lunak dari celah gingiva. Setiap keadaan dicatat sesuai dengan indeks yang

digunakan.

27

Page 28: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

d) Setelah pemeriksaan, dilakukan wawancara untuk mengetahui berapa kali siswa

siswi tersebut menyikat gigi dalam sehari, waktu menyikat gigi dan beberapa

pertanyaan lain yang tersurat dalam lembar wawancara terpimpin.

e) Hasil wawancara dicatat pada lembar penelitian

f) Data yang diperoleh diolah.

3.8 DEFENISI OPERASIONAL VARIABEL

Gingivitis adalah adanya pembengkakan dan perubahan warna pada daerah

gingiva dan diukur tingkat keparahannya dengan menggunakan probe periodontal.

3.9 VARIABEL PENELITIAN

Identifikasi Variabel :

a) Variabel dependen : -

b) Variabel independen : Gingivitis

c) Variabel kendali : usia, gigi yang diperiksa

3.10 DATA PENELITIAN

a) Jenis data : data primer yang diperoleh secara langsung dari obyek

sampel yang diteliti

b) Penyajian data : data disajikan dalam bentuk tabel distribusi

c) Pengolahan data : dengan manual

28

Page 29: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

3.11 KRITERIA PENILAIAN

a) Untuk gingivitis : mengukur tingkat keparahan radang gingiva. Perdarahan

dinilai dengan menjalankan sebuah probe periodontal sepanjang dinding

jaringan lunak dari celah gingiva.

Gigi yang diperiksa:12

6 1 6

6 1 6

Permukaan gigi yang diperiksa adalah jaringan yang mengelilingi gigi yaitu

permukaan mesial, distal, bukal/labial, lingual/palatal.

Skor gingival indeks untuk tiap gigi:11

jumla hskor 4 permukaan gingiva4

Skor gingival indeks untuk tiap individu:

jumlah skor tiap gigijumla hgigi yangdiperiksa

29

Page 30: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Skor dan Kriteria dari Gingiva Indeks:11

0 : normal (tidak ada peradangan)

1 : peradangan ringan, sedikit perubahan dalam warna, sedikit edema,

tidak ada perdarahan sewaktu probing.

2 : peradangan sedang, kemerahan, edema, mengkilat, berdarah sewaktu

probing.

3 : peradangan berat, ditandai dengan warna merah dan edema, ulserasi,

cenderung ada perdarahan spontan

Kriteria gingivitis:

0 : tidak ada inflamasi

1 : ada inflamasi

Kriteria indeks gingivitis:11

0,1 – 1,0 = Gingivitis Ringan

1,1 – 2,0 = Gingivitis Sedang

2,1 – 3,0 = Gingivitis Berat

30

Page 31: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

3.12 ALUR PENELITIAN

31

Pengambilan Sampel

Pemeriksaan Klinis

Tidak GingivitisGingivitis

Wawancara

Pengolaan Data

Analisis

Hasil

Page 32: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 GAMBARAN UMUM

Anak Sekolah Dasar (SD) menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu SDN Maccini

I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Terletak di wilayah Kecamatan Makassar dan di

wilayah kerja Puskesmas Maccini. Setiap 3 bulan sekali Puskesmas mengadakan

pemeriksaan gigi pada anak sekolah dasar di sekolah tersebut. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui seberapa besar peningkatan kasus kesehatan gigi dan mulut anak sekolah

dasar.

Nama-nama sekolah dasar yang menjadi tempat penelitian dan jumlah sampel

dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

TABEL 1. Daftar Nama Nama Sekolah Dasar

No Nama Sekolah Kelas IV Kelas VJumlah Siswa

SD1 SDN Maccini I 42 46 88

2 SDN Maccini II 41 35 76

3 SDN Maccini III 23 35 58

4 SDN Maccini IV 28 32 60

5 SD Inpres Maccini I/I 26 26 52

Total 160 174 334

Page 33: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Data primer diperoleh dari pemeriksaan klinis dan wawancara langsung dengan

siswa yang didampingi oleh guru kelas. Pengambilan data penelitian dilakukan pada

bulan Mei 2011.

4.2 GAMBARAN GINGIVITIS PADA ANAK SEKOLAH DASAR

Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IV dan V yang keseluruhannya berjumlah

334 siswa dari 5 sekolah yaitu SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Dari

data ini dapat dilihat gambaran keparahan gingivitis pada anak yang dinilai berdasarkan

gingiva indeks. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

TABEL 2. Deskripsi Hasil Pengukuran Gingivitis Berdasarkan Gingiva Indeks

Nama Sekolah KelasGingiva Indeks

TotalNormal % Ringan % Sedang % Berat %

SDN Maccini IIV 4 9,5 29 69,

19 21,4 - - 42

V 10 21,7 33 71,7

3 6,5 - - 46

SDN Maccini IIIV 2 4,9 36 87,

83 7,3 - - 41

V 6 17,1 24 68,6

5 14,3 - - 35

SDN Maccini IIIIV - - 21 91,

32 8,7 - - 23

V 6 17,1 28 80 1 2,9 - - 35

SDN Maccini IVIV 7 25 16 57,

15 17,9 - - 28

V 10 31,3 18 56,2

4 12,5 - - 32

SD Inpres Maccini I/I

IV 6 23,1 18 69,2

2 7,7 - - 26

V 7 26,9 18 69,2

1 3,9 - - 26

33

Page 34: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Total 58 17,4 24172,2

35 10,4 - - 334

Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011

Berdasarkan pengelompokan indeks gingivitis pada tabel diatas, didapatkan

gambaran dari ke 5 sekolah dasar diatas yaitu dari 334 orang siswa di sekolah tersebut,

58 orang (17,4%) tidak mengalami gingivitis, 241 orang (72,2%) mengalami gingivitis

ringan, 35 orang (10,4%) gingivitis sedang dan tidak ada siswa mengalami gingivitis

yang berat.

4.3 KARAKTERISTIK RESPONDEN

4.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur.

Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV dan V yang berusia 8-15

tahun yang keseluruhan berjumlah 334 siswa dari 5 sekolah dasar yaitu SDN Maccini I,

II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

TABEL 3. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Umur Pada Anak kelas IV dan V

Nama SekolahUmur (tahun) Siswa Kelas IV dan V

8 % 9 % 10 % 11 %

SDN Maccini I - - 13 17,6 35 47,3 23 31,1

SDN Maccini II - - 6 8,8 37 54,4 23 33,8

SDN Maccini III - - 3 5,8 20 38,5 22 42,3

SDN Maccini IV 1 2,3 5 11,6 22 51,2 12 27,9

SD Inpres Maccini I/I 1 2,6 7 16,3 20 51,3 10 25,6

Total 2 0,7 34 12,3 134 48,5 90 32,6

Nama Sekolah Umur (tahun) Siswa Kelas IV dan V Total

34

Page 35: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

12 % 13 % 15 %

SDN Maccini I 3 4,0 - - - - 74

SDN Maccini II 1 1,5 - - 1 1,5 68

SDN Maccini III 7 13,4 - - - - 52

SDN Maccini IV 1 2,3 2 4,7 - - 43

SD Inpres Maccini I/I 1 2,6 - - - - 39

Total 13 4,7 2 0,7 1 0,4 276Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat distribusi gingivitis berdasarkan umur pada

anak kelas IV dan V di 5 sekolah. Siswa yang mengalami gingivitis yang berusia 8 tahun

sebanyak 2 orang (0,7%), 9 tahun sebanyak 34 orang (12,3%), siswa yang berumur 10

tahun sebanyak 134 orang (48,5%), siswa yang berumur 11 tahun sebanyak 90 orang

(32,6%), siswa yang berumur 12 tahun sebanyak 13 orang (4,7%), siswa yang berusia 13

tahun sebanyak 2 orang (0,7%) dan siswa yang berusia 15 tahun sebanyak 1 orang

(0,4%).

4.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.

Berdasarkan penelitian diperoleh data tentang jenis kelamin responden. Data

penelitian menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki. Lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

TABEL 4. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Anak Kelas IV dan V

Nama SekolahJenis kelamin Siswa Kelas IV dan V

TotalL % P %

SDN Maccini I 36 48,6 38 51,4 74SDN Maccini II 37 54,4 31 45,6 68SDN Maccini III 26 50 26 50 52SDN Maccini IV 24 55,1 19 44,9 43

SD Inpres Maccini I/I 19 48,7 20 51,3 39

Total 142 51,5 134 48,5 276Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011

Dari hasil penelitian pada 276 orang anak yang mengalami gingivitis, anak laki-

laki lebih banyak yang mengalami gingivitis yaitu sebanyak 142 orang (51,5%) dan 134

orang (48,5%) anak perempuan mengalami gingivitis.

35

Page 36: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

4.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Menyikat Gigi.

Pada penelitian ini, dilakukan wawancara terpimpin dengan menanyakan kepada

setiap siswa mengenai frekuensi mereka menyikat gigi dalam sehari di rumah dan

didapatkan hasil yang lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini :

TABEL 5. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Frekuensi Menyikat Gigi

Nama Sekolah KelasFrekuensi Menyikat Gigi

Total1x % 2x % ≥3x % ≠ %

SDN Maccini IIV - - 14 33,3 27 64,3 1 2,4 42V 2 4,3 20 43,5 24 52,2 - - 46

SDN Maccini IIIV 4 9,8 26 63,4 11 26,8 - - 41V 1 2,9 13 37,1 20 57,1 1 2,9 35

SDN Maccini IIIIV - - 13 56,5 10 43,5 - - 23V 1 2,9 21 60 13 37,1 - - 35

SDN Maccini IVIV - - 11 39,3 17 60,7 - - 28V 2 6,2 15 46,9 15 46,9 - - 32

SD Inpres Maccini I/IIV 2 7,7 14 53,8 10 38,5 - - 26V - - 19 73,1 7 26,9 - - 26

Total 12 3,6 166 49,7 154 46,1 2 0,6 334Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011

Hasil wawancara terpimpin yang dilakukan pada anak sekolah dasar kelas IV dan

V dari ke 5 sekolah, frekuensi menyikat gigi 1x sebanyak 3,6%; 2x sebanyak 49,7%; 3x

sebanyak 154 orang siswa (46,1%) dan yang tidak menyikat gigi sebanyak 2 orang siswa

(0,6%).

36

Page 37: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

4.3.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Waktu Menyikat Gigi.

Selain menanyakan frekuensi siswa menyikat gigi, ditanyakan juga dalam

wawancara terpimpin tersebut kapan waktu menyikat gigi mereka. Hasil jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut :

TABEL 6. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Waktu Menyikat Gigi

Nama SekolahWaktu Menyikat Gigi Siswa

Kelas IV dan VFrekuensi Persentasi (%)

SDN Maccini I

1x, Pagi/Siang/Sore/Malam 2 2,32x, Setelah sarapan & sebelum tidur 22 25,32x, Mandi pagi & sore 12 13,83x, Pagi,Siang/Sore & Malam 48 55,2≥ 3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam 3 3,4

Total 87 1≠ skt gg

SDN Maccini II

1x, Pagi/Siang/Sore/Malam 5 6,72x, Setelah sarapan & sebelum tidur 31 41,32x, Mandi pagi & sore 8 10,73x, Pagi,Siang/Sore & Malam 30 40≥ 3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam 1 1,3

Total 75 1≠ skt gg

SDN Maccini III

1x, Pagi/Siang/Sore/Malam 1 1,72x, Setelah sarapan & sebelum tidur 24 41,42x, Mandi pagi & sore 10 17,23x, Pagi,Siang/Sore & Malam 21 36,2≥ 3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam 2 3,5

Total 58

SDN Maccini IV

1x, Pagi/Siang/Sore/Malam 2 3,32x, Setelah sarapan & sebelum tidur 15 252x, Mandi pagi & sore 11 18,33x, Pagi,Siang/Sore & Malam 31 51,7≥ 3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam 1 1,7

Total 60

SD Inpres Maccini I/I

1x, Pagi/Siang/Sore/Malam 2 3,92x, Setelah sarapan & sebelum tidur 28 53,82x, Mandi pagi & sore 5 9,63x, Pagi,Siang/Sore & Malam 17 32,7≥ 3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam - -

Total 52Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011

37

Page 38: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

4.3.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua.

Informasi mengenai pekerjaan orang tua dari siswa didapatkan saat dilakukan

tanya jawab mengenai nama dan umur siswa. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut :

TABEL 7. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua

Nama SekolahPekerjaan Orang Tua Siswa

Kelas IV dan VFrekuensi Persentasi (%)

SDN Maccini I

PNS/Pegawai Swasta 22 25Wiraswasta/Penjual/Buruh,dll. 56 63,6Ibu Rumah tangga 1 1,1Tidak Tahu 9 10,3Total 88

SDN Maccini II

PNS/Pegawai Swasta 7 9,2Wiraswasta/Penjual/Buruh,dll. 64 84,2Ibu Rumah tangga - -Tidak Tahu 5 6,6Total 76

SDN Maccini III

PNS/Pegawai Swasta 6 10,4Wiraswasta/Penjual/Buruh,dll. 39 67,3Ibu Rumah tangga 2 3,4Tidak Tahu 11 18,9Total 58

SDN Maccini IV

PNS/Pegawai Swasta 5 8,3Wiraswasta/Penjual/Buruh,dll. 33 55Ibu Rumah tangga - -Tidak Tahu 22 36,7Total 60

SD Inpres Maccini I/I

PNS/Pegawai Swasta 6 11,5Wiraswasta/Penjual/Buruh,dll. 44 84,6Ibu Rumah tangga - -Tidak Tahu 2 3,9Total 52

Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011

Pada penelitian ini, persentasi pekerjaan orang tua siswa di kelas IV dan V yaitu

lebih banyak yang berprofesi dibidang wiraswasta, penjual, buruh dll, yaitu 56 orang

38

Page 39: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

(63,3) di SDN Maccini I, 64 orang (84,2%) di SDN maccini II, 39 orang (67,3%) di

SDN Maccini III, 33 orang (55%) di SDN Maccini IV dan 44 orang (84,6%) di SN

Maccini I/I.

4.3.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Kunjungan ke Dokter Gigi.

Pada wawancara dalam penelitian ini juga ditanyakan apakah anak tersebut sudah

pernah ke dokter gigi, jika iya maka ditanyakan lagi berapa kali mereka ke dokter gigi

dalam 1 tahun. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

TABEL 8. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Kunjungan ke Dokter Gigi Dalam Setahun

Nama Sekolah KelasKunjungan ke Dokter Gigi dalam 1 tahun

Total1x % 2x % ≥3x % ≠ %

SDN Maccini IIV 14 33,3 3 7,2 4 9,5 21 50 42V 21 45,7 4 8,7 2 4,3 19 41,3 46

SDN Maccini IIIV 14 34,1 5 12,2 3 7,3 19 46,4 41V 18 51,4 1 2,9 - - 16 45,7 35

SDN Maccini IIIIV 5 21,7 2 8,7 1 4,4 15 65,2 23V 13 37,1 1 2,9 1 2,9 20 57,1 35

SDN Maccini IVIV 4 14,3 3 10,7 1 3,6 20 71,4 28V 12 37,6 2 6,2 2 6,2 16 50 32

SD Inpres Maccini I/IIV 11 42,3 - - - - 15 57,7 26V 8 30,8 3 11,5 1 3,9 14 53,8 26

Total 120 35,9 24 7,2 15 4,5 175 52,4 334Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa siswa dari ke 5 sekolah tersebut 175

(52,4%) belum pernah ke dokter gigi; 1x ke dokter gigi sebanyak120 orang (35,9%); 2x

sebanyak 24 orang (7,2%) dan ≥ 3x ke dokter gigi sebanyak 15 orang (4,5%).

39

Page 40: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

4.3.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Kesadaran Anak Untuk Menyikat

Gigi.

Pada wawancara terpimpin yang dilakukan pada siswa, ditanyakan juga apakah

anak tersebut menyikat gigi karena keinginannya sendiri atau karena disuruh oleh orang

tua mereka. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

TABEL 9. Distribusi Berdasarkan Kesadaran Anak Untuk Menyikat Gigi

Nama Sekolah KelasKesadaran Menyikat Gigi

TotalIngat Sendiri % Diingatkan %

SDN Maccini IIV 33 78,6 9 21,4 42V 33 71,7 13 28,3 46

SDN Maccini IIIV 34 82,9 7 17,1 41V 31 88,6 4 11,4 35

SDN Maccini IIIIV 19 82,6 4 17,4 23V 25 71,4 10 28,6 35

SDN Maccini IVIV 17 60,7 11 39,3 28V 26 81,3 6 18,7 32

SD Inpres Maccini I/I

IV 18 69,3 8 30,7 26V 19 73,1 7 26,9 26

Total 255 76,3 79 23,7 334Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011

Dari hasil wawancara terpimpin pada 334 orang siswa kelas IV dan V, 255

(76,3%) orang anak menyikat gigi atas keinginan dan kesadarannya sendiri dan 79

(23,7%) orang anak menyikat gigi karena diingatkan atau disuruh oleh orang tua

mereka.

40

Page 41: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

BAB V

PEMBAHASAN

Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva sekitar

gigi. Gejala-gejala terjadinya suatu peradangan adalah rubor (kemerahan), kalor (panas),

dolor (nyeri), tumor (pembengkakan), dan fusiolesa (kehilangan fungsi). Kondisi klinis

yang dapat dilihat pada gingivitis adalah adanya perubahan warna mulai dari merah

terang menjadi merah kebiruan. Ukuran gingiva menjadi lebih besar dari ukuran normal,

gingiva menjadi lebih mudah berdarah misalnya pada saat menyikat gigi. Kedalaman

sulkus lebih dari 2 mm karena pembesaran tepi gingiva akibat pembengkakan pada

jaringan gingiva.

Penelitian ini dilakukan di 5 sekolah yaitu SDN Maccini I, SDN Maccini II, SDN

Maccini III, SDN Maccini IV dan SD Inpres Maccini I/I dengan jumlah siswa secara

keseluruhan yaitu 334 orang siswa. Dari 334 orang siswa tersebut, 58 orang tidak

mengalami gingivitis dan 276 orang mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan

yang sudah ditentukan.

Page 42: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

5.1 GAMBARAN GINGIVITIS PADA ANAK SEKOLAH DASAR

5.1.1 Gambaran Gingivitis di SDN Maccini I

SDN Maccini I, kelas IV dan V terdiri atas 88 orang siswa. Kelas IV terdiri atas 42

orang siswa dan kelas V terdiri atas 46 oang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V

yaitu 8-15 tahun. Dari 88 orang siswa, 14 orang tidak mengalami gingivitis dan 74 orang

mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.

Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak

kelas IV yaitu dari 42 orang siswa, 4 orang siswa (9,5%) gingivanya dalam keadaan

normal, 29 orang siswa (69,1%) mengalami gingivitis ringan, 9 orang siswa (21,4%)

mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria

yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 46 orang siswa, 10 orang

siswa (21,7%) gingivanya dalam keadaan normal, 33 orang siswa (71,7%) mengalami

gingivitis ringan, 3 orang siswa (6,5%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada siswa

yang mengalami gingivitis berat.

Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami

gingivitis, anak yang berumur 9 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 13 orang

siswa (17,6%), umur 10 tahun 35 orang siswa (47,3%), umur 11 tahun 23 orang siswa

(31,1%), dan umur 12 tahun sebanyak 3 orang siswa (4,0%).

Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 74 orang siswa

yang mengalami gingivitis, 36 orang (48,6%) adalah siswa laki-laki dan 38 orang

(51,4%) adalah siswa perempuan.

42

Page 43: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

5.1.2 Gambaran Gingivitis di SDN Maccini II.

SDN Maccini II, kelas IV dan V terdiri atas 76 orang siswa. Kelas IV terdiri atas

41 orang siswa dan kelas V terdiri atas 35 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V

yaitu 8-15 tahun. Dari 76 orang siswa, 10 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 66

orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.

Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak

kelas IV yaitu dari 41 orang siswa, 2 orang siswa (4,9%) gingivanya dalam keadaan

normal, 36 orang siswa (87,8%) mengalami gingivitis ringan, 3 orang siswa (7,3%)

mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria

yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 35 orang siswa, 6 orang siswa

(17,1%) gingivanya dalam keadaan normal, 24 orang siswa (68,6%) mengalami

gingivitis ringan, 5 orang siswa (14,3%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada

siswa yang mengalami gingivitis berat.

Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami

gingivitis, anak yang berumur 9 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 6 orang

siswa (8,8%), umur 10 tahun 37 orang siswa (54,4%), umur 11 tahun 23 orang siswa

(33,8%), umur 12 tahun sebanyak 2 orang siswa (1,5%) dan umur 15 tahun sebanyak 1

orang siswa (1,5%)

Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 68 orang siswa

yang mengalami gingivitis, 37 orang (54,4%) adalah siswa laki-laki dan 31 orang

(45,6%) adalah siswa perempuan.

43

Page 44: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

5.1.3 Gambaran Gingivitis di SDN Maccini III.

SDN Maccini III, kelas IV dan V terdiri atas 58 orang siswa. Kelas IV terdiri atas

23 orang siswa dan kelas V terdiri atas 35 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V

yaitu 8-15 tahun. Dari 58 orang siswa, 6 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 29

orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.

Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak

kelas IV yaitu dari 23 orang siswa, tidak ada seorang pun siswa yang gingivanya dalam

keadaan normal, 21 orang siswa (91,3%) mengalami gingivitis ringan, 2 orang siswa

(8,7%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan

kriteria yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 35 orang siswa, 6

orang siswa (17,1%) gingivanya dalam keadaan normal, 28 orang siswa (80%)

mengalami gingivitis ringan, 1 orang siswa (2,9%) mengalami gingivitis sedang dan

tidak ada siswa yang mengalami gingivitis berat.

Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami

gingivitis, anak yang berumur 9 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 3 orang

siswa (5,8%), umur 10 tahun 20 orang siswa (38,5%), umur 11 tahun 22 orang siswa

(42,3%), dan umur 12 tahun sebanyak 7 orang siswa (13,4%).

Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 52 orang siswa

yang mengalami gingivitis, 26 orang (50%) adalah siswa laki-laki dan 26 orang (50%)

adalah siswa perempuan.

44

Page 45: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

5.1.4 Gambaran Gingivitis di SDN Maccini IV.

SDN Maccini IV, kelas IV dan V terdiri atas 60 orang siswa. Kelas IV terdiri atas

28 orang siswa dan kelas V terdiri atas 32 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V

yaitu 8-15 tahun. Dari 60 orang siswa, 17 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 43

orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.

Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak

kelas IV yaitu dari 28 orang siswa, 7 orang siswa (25%) gingivanya dalam keadaan

normal, 16 orang siswa (57,1%) mengalami gingivitis ringan, 5 orang siswa (17,9%)

mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria

yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 32 orang siswa, 10 orang

siswa (31,3%) gingivanya dalam keadaan normal, 18 orang siswa (56,2%) mengalami

gingivitis ringan, 4 orang siswa (12,5%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada

siswa yang mengalami gingivitis berat.

Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami

gingivitis, anak yang berumur 8 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 1 orang

siswa (2,3%), umur 9 tahun 5 orang siswa (11,6%), umur 10 tahun 22 orang siswa

(51,2%), umur 11 tahun 12 orang siswa (27,9%), dan umur 12 tahun sebanyak 1 orang

siswa (2,3%) dan umur 13 tahun sebanyak 2 orang siswa (4,7%).

Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 43 orang siswa

yang mengalami gingivitis, 24 orang (55,1%) adalah siswa laki-laki dan 19 orang

(44,9%) adalah siswa perempuan.

45

Page 46: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

5.1.5 Gambaran Gingivitis di SD Inpres Maccini I/I.

SD Inpres Maccini I/I, kelas IV dan V terdiri atas 52 orang siswa. Kelas IV terdiri

atas 26 orang siswa dan kelas V terdiri atas 26 orang siswa. Umur pada anak kelas IV

dan V yaitu 8-15 tahun. Dari 52 orang siswa, 13 orang siswa tidak mengalami gingivitis

dan 39 orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah

ditentukan.

Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak

kelas IV yaitu dari 26 orang siswa, 6 orang siswa (23,1%) gingivanya dalam keadaan

normal, 18 orang siswa (69,2%) mengalami gingivitis ringan, 2 orang siswa (7,7%)

mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria

yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 26 orang siswa, 7 orang siswa

(26,9%) gingivanya dalam keadaan normal, 18 orang siswa (69,2%) mengalami

gingivitis ringan, 1 orang siswa (3,9%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada siswa

yang mengalami gingivitis berat.

Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami

gingivitis, anak yang berumur 8 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 1 orang

siswa (2,6%), umur 9 tahun 7 orang siswa (16,3%), umur 10 tahun 20 orang siswa

(51,3%), umur 11 tahun 10 orang siswa (25,6%), dan umur 12 tahun sebanyak 1 orang

siswa (2,6%).

Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 39 orang siswa

yang mengalami gingivitis, 19 orang (48,7%) adalah siswa laki-laki dan 20 orang

(51,3%) adalah siswa perempuan.46

Page 47: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Tingginya prevalensi gingivitis disebabkan karena berbagai faktor. Faktor primer

dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri dan ada beberapa faktor lain baik lokal

maupun sistemik yang merupakan predisposisi dari akumulasi plak atau perubahan

respon gingiva terhadap plak. Faktor-faktor ini dapat dianggap sebagai faktor etiologi

sekunder.16

Pembesaran gingiva terjadi pada bagian marginal dan pada tempat yang terdapat

iritan lokal dikarakteristikkan oleh papillae interproximal bulbous yang menonjol lebih

besar daripada pembesaran gingiva dengan faktor lokal. Survei Sutcliffe pada

sekelompok anak berusia 11 dan 17 tahun menunjukkan sebuah prevalensi gingivitis

yang secara inisial tinggi, cenderung untuk mengalami penurunan beriringan dengan

pertambahan usia. Pada kedua jenis kelamin, prevalensi gingivitis cenderung untuk

mengalami penurunan seiring usia bertambah. Secara inisial, sebesar 89% anak berusia

11 tahun dan 92% anak berusia 12 tahun terkena. Namun demikian, masalah ini harus

ditekankan kembali bahwa dengan pertambahan usia terdapat sebuah peningkatan bukti

penyikatan yang lebih adekuat. Anak perempuan cenderung mengalami gingivitis lebih

awal daripada anak laki-laki.5

Berdasarkan distribusi jenis kelamin, hasil penelitian ini hampir sama dengan

penelitian yang dilakukan di Jember terhadap siswa SD kelas V yang menunjukkan

bahwa siswa laki-laki (62,7%) lebih banyak yang mengalami gingivitis sedangkan siswa

perempuan (51,6%).5

47

Page 48: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Berbeda halnya dengan distribusi gingivitis berdasarkan Gingiva Indeks,

penelitian yang dilakukan di Jember tersebut menunjukkan gingivitis yang diderita anak-

anak SD kelas V tersebut lebih banyak menunjukkan kategori sedang (94,7%).5

Pada penelitian Pourhashemi di Iran menunjukkan bahwa prevalensi dan intensitas

gingivitis pada anak sekolah dasar usia 6-10 tahun sebanyak 95,7%. Penelitian lain

menunjukkan hasil yang berbeda dari gingivitis. Hal ini karena hasil tersebut didapatkan

dari komunitas dan usia sampel yang berbeda-beda. Sirafi dan Moghaddas melaporkan

bahwa prevalensi gingivitis adalah sekitar 100% pada anak usia sekolah dasar.

Khordimood melaporkan bahwa 86,5% anak-anak sekolah dasar usia 6-13 mengalami

gingivitis di kota Masyhad. Dalam penelitian lain, Makarem menunjukkan bahwa

prevalensi gingivitis pada anak sekolah usia 12 tahun di Masyhad adalah 76,7%. Mofid

dan Sadr telah mempelajari prevalensi penyakit periodontal pada anak-anak usia 6-9

tahun dan 15 tahun dengan menggunakan indeks CPI. Mereka menyatakan tingginya

prevalensi gingivitis pada anak. Studi epidemiologi juga telah menunjukkan bahwa

prevalensi gingivitis di negara lain tinggi. Moore menyatakan bahwa prevalensi

gingivitis pada 1123 anak-anak usia 7-13 tahun sebanyak 93% di India kuno.

Ghandehari Motlagh dkk, melaporkan bahwa 98,5% anak-anak sekolah dasar di

Andimeshk memiliki gusi sehat. Tidak ada perdarahan yang diamati dalam gusi.

Penelitian lain juga disebut memiliki prevalensi tinggi dari gingivitis pada anak-anak

sekolah yaitu Valentaviciene dkk, menemukan tingkat prevalensi gingivitis di Lithuania

sekitar 40-47,3% dari kasus. Mereka juga menemukan peridontitis sekitar 45,1-54,3%

kasus. Sebuah studi kesehatan gigi anak sekolah dasar di Kota Zaria, Nigeria Utara, pada 48

Page 49: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

pertengahan 1979, menunjukkan bahwa sekitar, 87,5% dari anak-anak gingivitis.

Berkenaan dengan fakta bahwa kebersihan mulut yang buruk adalah faktor penting

untuk prevalensi penyakit gingivitis dan periodontal.20

Prevalensi gingivitis di barat dan selatan kota Teheran berbeda dengan lainnya. Ini

mungkin berkaitan dengan faktor sosial ekonomi. Dengan kata lain, kelas ekonomi

rendah dapat meningkatkan radang gusi. Faktor ini disebutkan dalam penelitian

epidemiologi dalam penampilan dan prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal.

Dummer dkk, mempresentasikan pengaruh kelas sosial pada status penyakit gigi dari

sekelompok anak sekolah 11-12 tahun di South Wales. Mereka melaporkan bahwa plak

dan skor perdarahan gingiva memiliki tren secara keseluruhan meningkat dari kelas

sosial I sampai dengan kelas sosial V. Perempuan, khususnya, menunjukkan semakin

meningkat dan berbeda secara signifikan rata-rata dan skor plak radang gusi.20

Usia juga salah satu faktor sosiodemografi beberapa yang menganggap terkait

dengan status kesehatan mulut. Perilaku kesehatan mulut mempengaruhi kejadian dari

gingivitis. Sayegh dkk, menyelidiki hubungan antara kesehatan mulut, dalam hal karies

gigi dan gingivitis faktor demografi dan sosial, plak gigi, perilaku kebersihan mulut,

pemberian makanan bayi dan praktek diet pada anak-anak usia 4-5 di Yordania. Mereka

menunjukkan bahwa sekitar 66% dari anak-anak mengalami gingivitis. Plak gigi dan

menyusui berkepanjangan merupakan efek berkepanjangan pada tingkat keparahan

karies dan gingivitis. Hubungan terkuat dengan radang gusi adalah plak gigi. Penelitian

Asikainen dan Chen, Saarela dan von Troil-Linden, menunjukkan bahwa penyakit gusi

dapat diturunkan dari orang tua kepada anak-anak dan bahkan antara pasangan. 49

Page 50: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Berdasarkan temuan ini, American Academy of Periodontology (AAP)

merekomendasikan bahwa pengobatan penyakit gusi dapat melibatkan seluruh keluarga

dan bila ada satu anggota keluarga memiliki penyakit periodontal, semua anggota

keluarga harus melihat gigi profesional untuk screening penyakit periodontal. Jika

radang gusi tidak diobati, dapat berkembang menjadi penyakit gusi yang lebih serius

seperti periodontitis. Periodontitis adalah infeksi oleh bakteri mulut kronis yang

mempengaruhi struktur pendukung gigi dan akhirnya ke penghancuran tulang dan gigi.

Suatu mekanisme telah diusulkan dimana beban bakteri patogen, antigen, endotoksin

dan sitokin inflamasi periodontitis memberikan kontribusi terhadap proses aterosklerosis

dan kejadian tromboemboli. Dalam respon terhadap infeksi dan peradangan, individu

rentan mungkin menunjukkan ekspresi besar mediator lokal dan sistemik dan dengan

demikian dapat meningkatkan resiko infark miokard atau stroke. Sebuah studi Geerts

dan Legrand, menemukan bahwa 91% dari pasien dengan penyakit kardiovaskular juga

menderita penyakit periodontal sedang sampai berat dan orang-orang dengan penyakit

gusi memiliki risiko 25% lebih besar terkena penyakit jantung dibandingkan mereka

yang gusinya sehat. Menurut penelitian ini lebih dari 90% dari anak-anak gingivitis

dengan intensitas ringan hingga sedang. Hal ini dapat menjadi risiko untuk menderita

penyakit jantung. Juga, dalam studi ini lebih dari 30% anak-anak menyikat gigi mereka

satu waktu dan juga 90% dari mereka tidak menggunakan benang gigi setiap hari. Oleh

karena itu perlu untuk menekankan instruksi kebersihan mulut terutama di sekolah dan

mempromosikan pengetahuan siswa tentang pentingnya gigi dan kesehatan mulut. Hal

ini menyimpulkan bahwa survei ini telah menunjukkan kebutuhan yang jelas untuk gigi 50

Page 51: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

pelayanan kesehatan masyarakat antara anak-anak sekolah dasar di Teheran dan harus

diberikan prioritas tinggi untuk layanan pencegahan. Penyediaan pelayanan yang

memadai kesehatan gigi yang akan mencakup pendidikan kesehatan gigi, fasilitas dan

personil untuk diagnosis dini dan pengobatan dini untuk ini dan lainnya anak-anak

sekolah tersebut akan memberikan kontribusi yang sangat berharga untuk suara

kesehatan gigi di Iran. Meskipun faktor-faktor seperti obat-obatan dan menurunkan

kekebalan membuat mereka lebih rentan terhadap radang gusi, penyebab paling umum

adalah kebersihan mulut yang buruk. Menyikat dan pembersihan profesional rutin secara

signifikan dapat mengurangi risiko gingivitis.20

Dalam penelitian Odai dkk, sebagian besar kelompok usia, perempuan

menunjukkan frekuensi yang lebih rendah menderita radang gusi daripada laki-laki

meskipun mereka memiliki periode rentan. Hal ini mungkin karena kebersihan mulut

yang lebih baik pada wanita lebih daripada perbedaan fisiologis. Dalam penelitian ini

perbedaan jenis kelamin dapat terlihat perbedaanya. Hal ini konsisten dengan variasi

gender dalam GI skor yang didokumentasikan dalam studi di mana laki-laki dilaporkan

telah secara signifikan lebih tinggi gingiva skor daripada perempuan Anak laki-laki

memiliki lebih banyak gingivitis dibandingkan anak perempuan.21

5.2 KEBIASAAN MENYIKAT GIGI

Kesehatan mulut tidak dapat lepas dari etiologi dengan plak sebagai faktor

bersama terjadinya gingivitis. Penting disadari bahwa plak pada dasarnya dibentuk terus-

menerus. Plak dapat terlihat pada permukaan gigi saat menyikat gigi dihentikan dalam 51

Page 52: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

12-24 jam. Hal ini dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan disclosing. Jika

menyikat gigi diabaikan selama beberapa hari plak tumbuh menebal dan sekitar 100-300

sel menebal, mencapai tingkat maksimum pada sekitar satu minggu dengan

pemanjangan oklusal dan insisal.17,19

Kebersihan mulut dapat dipelihara dengan menyikat gigi dan melakukan

pembersihan gigi dengan benang pembersih gigi. Pentingya upaya ini adalah untuk

menghilangkan plak yang menempel pada gigi.17

Penelitian Sumarti di Semarang menunjukkan bahwa jika semua plak dibersihkan

dengan cermat tiap 48 jam, penyakit gusi pada kebanyakan orang dapat dikendalikan.

Tetapi untuk kerusakan gigi harus lebih sering lagi. Para ahli banyak yang berpendapat

bahwa menyikat gigi 2 kali sehari sudah cukup.17

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari wawancara terpimpin dengan

siswa sekolah dasar kelas IV dan V di 5 sekolah, menunjukkan bahwa pada umumnya

sebagian besar siswa telah membersihkan gigi sesuai dengan anjuran yaitu 2 kali sehari.

Frekuensi menyikat gigi yang telah dianjurkan adalah 2 kali sehari, yaitu pagi setelah

sarapan dan malam sebelum tidur. Idealnya adalah menyikat gigi setelah makan, namun

yang paling penting adalah malam hari sebelum tidur.17

Di SDN Maccini I, dari 88 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut

yaitu 1x sehari sebanyak 2 orang siswa (2,3%), 2x sehari sebanyak 34 orang siswa

(38,6%), 3x sehari sebanyak 51 orang siswa (57,9%) dan ada 1 orang siswa (1,2%) yang

tidak pernah menyikat giginya dalam sehari. Sedangkan waktu mereka menyikat gigi

yaitu 2 orang siswa (2,3%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x sehari yaitu 52

Page 53: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 22 orang siswa

(25,3%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 12 orang (13,8%), 3x

sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 48 orang siswa (55,2%), dan ≥ 3x sehari

sebanyak 3 orang siswa (3,4%).

Di SDN Maccini II, dari 76 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut

yaitu 1x sehari sebanyak 5 orang siswa (6,6%), 2x sehari sebanyak 39 orang siswa

(51,3%), 3x sehari sebanyak 31 orang siswa (40,8%) dan ada 1 orang siswa (1,3%) yang

tidak pernah menyikat giginya dalam sehari. Sedangkan waktu mereka menyikat gigi

yaitu 5 orang siswa (6,7%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x sehari yaitu

pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 31 orang siswa

(41,3%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 8 orang (10,7%), 3x

sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 30 orang siswa (40%), dan ≥ 3x sehari

sebanyak 1 orang siswa (1,3%).

Di SDN Maccini III, dari 58 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut

yaitu 1x sehari sebanyak 1 orang siswa (1,7%), 2x sehari sebanyak 34 orang siswa

(58,6%), dan 3x sehari sebanyak 23 orang siswa (39,7%). Sedangkan waktu mereka

menyikat gigi yaitu 1 orang siswa (1,7%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x

sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 24

orang siswa (41,4%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 10 orang

(17,2%), 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 21 orang siswa (36,2%), dan

≥ 3x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,5%).

53

Page 54: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Di SDN Maccini IV, dari 60 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut

yaitu 1x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,3%), 2x sehari sebanyak 26 orang siswa

(43,3%), dan 3x sehari sebanyak 32 orang siswa (53,4%). Sedangkan waktu mereka

menyikat gigi yaitu 2 orang siswa (3,3%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x

sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 15

orang siswa (25%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 11 orang

(18,3%), 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 31 orang siswa (51,7%), dan

≥ 3x sehari sebanyak 1 orang siswa (1,7%).

Di SD Inpres Maccini I/I, dari 52 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa

tersebut yaitu 1x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,8%), 2x sehari sebanyak 33 orang

siswa (63,5 %), dan 3x sehari sebanyak 17 orang siswa (32,7%). Sedangkan waktu

mereka menyikat gigi yaitu 2 orang siswa (3,9%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari

saja, 2x sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur

sebanyak 28 orang siswa (53,8%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari

sebanyak 5 orang (9,6%), dan 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 17 orang

siswa (32,7%).

Gingivitis terkait dengan kebersihan mulut yang buruk. Kondisi gingiva pada

anak-anak sangat berkaitan dengan tingkat kebersihan giginya. Hasil penelitian yang

dilakukan Horowitz pada anak kelas 5 dan kelas 2 SMP ditemukan bahwa gingivitis

tersebut dapat berubah secara signifikan ke arah yang lebih baik setelah dilakukan

kontrol plak. Gingivitis berkurang 40% diantara anak perempuan dan 17 % diantara

anak laki-laki setelah dilakukan kontrol plak.5

54

Page 55: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Kebersihan mulut yang baik dan cara membersihkan gigi yang benar dapat

menghilangkan bakteri plak yang melekat pada gigi. Oklusi gigi yang baik dapat

menguntungkan dalam mengunyah makanan yang bertekstur kasar yang dapat

bermanfaat untuk kebersihan mulut.5

Usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat

Indonesia sangat membutuhkan peranserta masyarakat sendiri terutama perubahan

perilaku, melalui program penyuluhan dan pelatihan. Program penyuluhan kesehatan

gigi dan mulut dan pelatihan sikat gigi massal merupakan suatu program yang dilakukan

oleh pemerintah melalui puskesmas setiap tahun.1

Berdasarkan penelitian Hawkins, pendidikan kesehatan yang diberikan beserta

dengan pelatihan akan memberikan hasil yang optimal. Hal ini terbukti pada penelitian

terhadap siswa SDN di Kecamatan Palaran, di mana penyuluhan dan sikat gigi massal

yang dilaksanakan setiap tahun, mempengaruhi perilaku mereka dalam menyikat gigi.

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kolawole, hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak sekolah di Nigeria menyikat gigi mereka

sekali sehari dan setelah diberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut sebagian besar

peserta anak-anak sekolah dalam penelitiannya masih melakukan sikat gigi sekali

sehari.1,19

Untuk semua pasien, dan untuk pasien anak-anak pada khususnya, adalah penting

untuk merekomendasikan teknik menyikat gigi yang efektif, mudah dipelajari, dan

mudah untuk berlatih. Berbagai macam teknik menyikat gigi telah disarankan, dan dapat

dikelompokkan dalam berbagai kategori berdasarkan pola gerak. Selama bertahun-tahun 55

Page 56: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

tehnik vertikal menyikat gigi, dilakukan menurut teknik roll, direkomendasikan sebagai

metode yang paling cocok untuk menyikat gigi anak-anak.22

Kebersihan mulut yang baik untuk anak dimulai dengan kepentingan dan

kerjasama dari orang tua. Oleh karena itu, motivasi dan instruksi harus diarahkan

terutama terhadap orang tua anak prasekolah. Namun demikian, penting bagi anak untuk

berada di tim. Instruksi dan pengenalan pembersihan yang berbeda harus diberikan

bertahap, sehingga memungkinkan anak-anak atau orang tua untuk menguasai satu hal

pada suatu waktu. Motivasi, pengajaran dan dorongan konstan juga merupakan bagian

penting dari proses. Jika standar kebersihan oral yang optimal dapat dicapai, hal ini

harus dicapai dalam kunjungan rutin ke dokter gigi atau kebersihan. 22

5.3 PEKERJAAN ORANG TUA, KUNJUNGAN KE DOKTER GIGI DAN

KESADARAN UNTUK MENYIKAT GIGI

Berdasarkan distribusi pekerjaan orang tua siswa didapatkan gambaran bahwa

pekerjaan dari orang tua siswa kelas IV dan V di 5 sekolah tersebut sebagian besar

adalah wiraswasta/penjual/buruh, dll. Di SDN Maccini I, 22 orang siswa (25%) yang

pekerjaan orangtuanya PNS, 56 orang siswa (63,6%) bekerja di wiraswasta, 1 orang

siswa (1,1%) ibu rumah tangga dan 9 orang siswa (10,3%) yang tidak tahu pekerjaan

orangtuanya.

Di SDN Maccini II, 7 orang siswa (9,2%) yang pekerjaan orangtuanya PNS, 64

orang siswa (84,2%) bekerja di wiraswasta dan 5 orang siswa (6,6%) yang tidak tahu

pekerjaan orangtuanya. Di SDN Maccini III, 6 orang siswa (10,4%) yang pekerjaan

56

Page 57: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

orangtuanya PNS, 39 orang siswa (67,3%) bekerja di wiraswasta, 2 orang siswa (3,4%)

ibu rumah tangga dan 11 orang siswa (18,9%) yang tidak tahu pekerjaan orangtuanya.

Sedangkan di SDN Maccini IV, 5 orang siswa (8,3%) yang pekerjaan orangtuanya

PNS, 33 orang siswa (55%) bekerja di wiraswasta dan 22 orang siswa (36,7%) yang

tidak tahu pekerjaan orangtuanya. Dan di SD Inpres Maccini I/I, 6 orang siswa (11,5%)

yang pekerjaan orangtuanya PNS, 44 orang siswa (84,6%) bekerja di wiraswasta dan 2

orang siswa (3,9%) yang tidak tahu pekerjaan orangtuanya.

Status sosial ekonomi kemungkinan berhubungan dengan satu atau lebih faktor-

faktor penghalang yang harus diperhatikan yang mempunyai pengaruh secara langsung

pada kesehatan gigi. Faktor penghalang pasien terhadap perawatan kesehatan gigi sudah

lama dikenal termasuk faktor ekonomi, geografi, pendidikan, budaya, sosial, dan faktor

psikologi.18

Menurut penelitian yang dilakukan oleh M. H. Hobdel dkk dari Inggris, telah lama

dilakukan penelitian terhadap status sosial ekonomi yang rendah memliliki tingkat

kesehatan yang lebih rendah dibandingkan dengan status sosial ekonomi yang tergolong

tinggi. Beberapa studi telah mencari bukti nyata didalam kondisi kehidupan dengan

menjadikan kemiskinan sebagai objeknya dan berbagai penjelasan yang tidak adekuat

untuk menjelaskan perbedaan kesehatan diantara sosial ekonomi rendah dengan sosial

ekonomi tinggi. Penyakit jantung, stroke dan penyakit gigi adalah beberapa contoh

penyakit terbanyak yang terdapat ditingkatan sosial ekonomi rendah dan sedikit sekali

dijumpai ditingkatan sosial ekonomi tinggi. Itu hanya beberapa hal yang dapat dilihat

dari perbedaan sosial ekonomi rendah dengan sosial ekonomi tinggi.18

57

Page 58: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

Faktor sosioekonomi, terutama tingkat pendidikan dan pendapatan, juga

mempunyai hubungan yang erat terhadap prevalensi dan keparahan. Individu dengan

tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan tinggi umumnya mempunyai kebersihan

mulut yang lebih baik dari prevalensi periodontal yang lebih rendah dari mereka dengan

tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih rendah. Keadaan ini dapat menjelaskan

adanya variasi etnik. Bila kelompok usia yang sama dipopulasi Asia dan Eropa

dibandingkan perubahan gingivitis menjadi periodontitis kelihatannya berlangsung pada

usia lebih muda dan keparahan kerusakan lebih besar pada kelompok populasi Asia

dibandingkan kelompok Eropa. Bila kebersihan mulut maupun status nutrisional lebih

baik pada populasi Eropa dan keadaan ini mungkin lebih mencerminkan dari tingkat

pendidikan dan sosio-ekonomi yang lebih tinggi daripada cerminan dari faktor genetik.

Bila berbagai kelompok dengan tingkat pendidikan dan sosioekonomi yang sama

dibandingkan, profil penyakit umumnya kelihatan sama. Hasil-hasil penelitian

epidemiologis menunjukkan bahwa seringkali penyakit terbatas hanya berupa inflamasi

atau periodontitis marginalis saja dan umumnya perkembangan dari gingivitis menjadi

periodontitis marginalis dan akhirnya menjadi penyakit yang lebih parah serta

tanggalnya gigi berlangsung secara lambat.16

Berdasarkan pengelompokan siswa yang pernah dan belum pernah ke dokter gigi

dengan frekuensi yang ditentukan didapatkan gambaran bahwa sebagian besar siswa

kelas IV dan V di 5 sekolah tersebut belum pernah ke dokter gigi. Dari 334 orang siswa

120 orang siswa (35,9%) pernah ke dokter gigi sebanyak 1x dalam 1 tahun, 24 orang

58

Page 59: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

siswa (7,2%) ke dokter gigi sebanyak 2x dalam setahun, 15 orang siswa (4,5%) ke

dokter gigi 3x setahun dan 175 orang siswa (52,4%) belum pernah ke dokter gigi.

Berdasarkan hasil penelitian ini juga terlihat bahwa dari 334 orang siswa kelas IV

dan V di sekolah tersebut, 255 orang siswa (76,3%) menyikat gigi atas keinginannya

sendiri dan 79 orang siswa (23,7%) menyikat gigi karena disuruh oleh orangtuanya dan

bukan karena keinginan sendiri.

Setelah melihat gambaran gingivitis pada anak kelas IV dan V di 5 sekolah

tersebut dan didukung oleh pernyataan siswa melalui wawancara terpimpin, dapat

dikatakan bahwa anak-anak di sekolah tersebut kurang mendapatkan penyuluhan

mengenai pentingnya kesehatan gigi dan pentingnya memeriksakan gigi ke dokter gigi

setiap 6 bulan sekali.

Dalam hal ini, tenaga kesehatan (dokter gigi dan perawat gigi) beserta orang tua

dan guru-guru berperan dalam peningkatan kesehatan gigi, juga untuk merubah perilaku

anak-anak dari perilaku yang tidak sehat ke arah perilaku sehat. Dalam menjalankan

perannya, tenaga kesehatan harus mampu menyadarkan masyarakat termasuk anak-anak

tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi, menjelaskan permasalahan yang sering

terjadi pada gigi mengenai sebab-sebab timbulnya masalah dan bagaimana mencegah

serta mengatasi masalah pada gigi.

59

Page 60: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

BAB VI

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan di SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres

Maccini I/I Makassar pada bulan Mei tahun 2011, dapat disimpulkan bahwa:

1. Secara umum gambaran gingivitis dari 334 siswa kelas IV dan V di sekolah tersebut

adalah 58 orang (17,4%) gingivanya dalam keadaan normal, 241 orang (72,2%)

mengalami gingivitis ringan, 35 orang (10,4%) mengalami gingivitis sedang dan

tidak ada yang mengalami gingivitis berat.

2. Siswa kelas IV dan V berumur 8-15 tahun, dari 276 orang siswa yang mengalami

gingivitis, 2 orang (0,7%) berumur 8 tahun, 34 orang (12,3%) berumur 9 tahun, 134

orang (48,5%) berumur 10 tahun, 90 orang (32,6%) berumur 11 tahun, 13 orang

(4,7%) berumur 12 tahun, 2 orang (0,7) berumur 13 tahun dan 1 orang (0,4%)

berumur 15 tahun.

3. Prevalensi gingivitis pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada anak

perempuan yaitu dari 276 orang anak, 142 orang (51,5%) anak laki-laki dan 134

orang (48,5%) anak perempuan.

Page 61: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

6.2 SARAN

1. Untuk puskesmas setempat, meningkatkan kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan

mulut pada anak sekolah dasar dan orang tua siswa agar mereka dapat ikut

berpartisipasi dalam meningkatkan kesehatan anak secara umum terutama kesehatan

gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan periodontal secara

dini.

2. Untuk sekolah, meningkatkan peranan dari UKGS agar membantu mengurangi

timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut utamanya kesehatan jaringan

periodontal.

3. Untuk pemerintah, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memelihara

kesehatan gigi dan mulut dengan menggunakan sebaik-baiknya sarana kesehatan

yang telah disediakan oleh pemerintah setempat.

4. Untuk mahasiswa, dilakukan penelitian lebih lanjut pada daerah ini untuk melihat

hubungan antara variabel pada anak sekolah dasar kelas IV dan V.

61

Page 62: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

DAFTAR PUSTAKA

1. Anitasari S. Hubungan frekuensi menyikatan gigi terhadap tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa-siswi sekolah dasar negeri di Kecamatan Palara Kotamadya Samarindah Propinsi Kalimantan Timur. Dentika Dental Journal ;2005:10: 22-7.

2. Natamiharja L, Dewi O. Efektivitas penyingkiran plak antara sikat gigi berserabut posisi lurus dan silang (exceed) pada murid kelas v sekolah dasar. Dentika Dental Journal ;2002:7: 6-10.

3. Wangsaraharja K. Kebutuhan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masyrakat berpenghasilan rendah. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi ; 2007:22: 90-5.

4. Adiningrat A, dkk. Perbedaan antara penggunaan pasta gigi yang mengandung propolis dan tanpa propolis terhadap status kesehatan gingiva. Majalah Ilmu Kedokteran Gigi ;2008:10(1): 17-9.

5. McDonald RE, Avery DR, Weddell JA. Gingivitis and periodontal desease. In: Sokolowski, editor. Dentistry for the child and adolescent. 5th Ed. The C.V Mosby Company. Toronto; 1987. p.466-84.

6. Hadnyanawati H. Hubungan kebersihan gigi dan mulut dengan gingivitis pada siswasekolah dasar kelas v di Kabupaten Jember. Jurnal Kedokteran Gigi UI ;2002:9(2): 10-12.

7. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunder Co; 2002. p.46.

8. Itoiz ME, Carranza FA. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunder Co; 2002. p. 17-8.

9. 9. Rianti E. Penatalaksaan terkini gingivitis kronis pada anak [internet]. Available from URL:

Page 64: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

content/uploads/2010/06/penatalaksanaan_terkini_gingivitis_kronis_pada_anak.pdf. Accessed 23 November 2010.

11. Carranza AF, Rapley W. J, Haake KS. Gingival inflammation. In: Carranza’s clinical periodontology 9th ed. Newman, Takei, Carranza. WB Saunder Co; 2002. p.263-7

12. Newman GM, Takei H. Carranza’s clinical periodontology. 10 th ed. Newman, Takei, Klokkevold. WB Saunder Co; 2002. p.115-6

13. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta : EGC, 2002; p.108-15

14. McDonald RE, Avery DR, Weddell JA. Gingivitis and periodontal desease. In: Sokolowski, editor. Dentistry for the child and adolescent. 9th ed. Mosby Elsevier. St. Louis Missouri; 2004. p. 415

15. Hogan LE, Carranza FA. Gingival enlargement. In: Carranza’s clinical periodontology 9th ed. Newman, Takei, Carranza. WB Saunder Co;2002. p. 279-80.

16. Duperon D, Takei HH. Gingival desease in childhood. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunder Co; 2002. p. 404-5.

17. Manson J D, Eley BM. Buku ajar periodonti (outline of periodontics). 2nd Ed. Ahli bahasa: Anastasia S. Editor ; Kentjana S. Hipokrates; Jakarta. 1993. p 44-7; 66-71; 101-2

18. Sumarti. Hubungan Hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dan kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya penyakit Karies gigi sulung pada anak pra sekolah usia 4-6 tahun di desa sekaran kecamatan gunung pati semarang tahun 2007.

19. Nn. Hubungan tingkat sosial ekonomi dengan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat kelurahan barombong kecamatan tamalate Makassar [internet]. Available from : URL:http://chawdnextholmes.blogspot.com/2010/04/bab-i-pendahuluan-1.html Accessed 15 januari 2011.

63

Page 65: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi

20. Kolawole KA, Oziegbe EO, Bamise CT. Oral hyangiene measures and the periodontal status of school children. Int J Dent Hyangiene. 2011; 9: 143-147.

21. Pourhashemi SJ, Motlagh MG, Khaniki GRJ. Prevalence and intensity of gingivitis among 6-10 years old elementary school children in teheran, iran. Journal of medical sciences. 2007; 7: 830-834.

22. Odai CD, Azodo CC, Braimoh OM, Obuekwe ON. Children at a health facility in uselu, Benin-city. Benin journal of prostgraduate medicine. 2009; 11(1): 34-39.

23. Goldman MH, Gilmore HW, Irby WB, McDonald RE. Current therapy in dentistry 6th. Mosby company. 1977. p. 546; 549.

64

Page 66: Gingivitis Bab i,II,III,IV,V & Vi