mekanisme gingivitis, pertahanan gusi 2003
TRANSCRIPT
1. 1 Mekanisme Pertahanan dari Gingiva
1.1.1 Cairan Sulcular
Keberadaan dari cairan sulcular atau gingival crevicular fluid (GCF) sudah
diketahui sejak abad 19 tetapi komposisinya dan mungkin peranannya dalam
mekanisme pertahanan bagian mulut dijelaskan oleh Waerhaug dan Krasse pada
tahun 1950an. Studi selanjutnya, Brill mengkonfirmasi keberadaan dari GCF dari
manusia dan menganggap itu “transudate”. Pada ginggiva normal, sedikit atau
tidak sama sekali cairan yang terkumpul.Saat ini, ketertarikan dalam test untuk
mendeteksi atau memprediksi penyakit periodontal sudah dihasilkan dalam
banyak penelitian mengenai komponen-komponen, asal, dan fungsi dari GCF.
Metode Pengumpulan
Rintangan yang paling susah kebanyakan ketika mengumpulkan GCF
adalah kelangkaan dari material yang dapat dijumpai pada sulcus. Beberapa teknik
pengumpulan sudah dicoba. Beberapa metode termasuk penggunaan strip kertas
yang dapat menyerap, membelit benang di sekitar atau di dalam sulcus,
mikropipet, dan mencuci intracrevicular.
Strip kertas ditempatkan di dalam sulkus (metode intrasulkular) atau jalan
masuknya (metode ekstrasulkular). Teknik Brill memasukkan sampai poket
sampai resistansi terganggu. Metode ini memperlihatkan ukuran dari iritasi epitel
sukular yang dapat menyebabkan aliran dari cairan. Untuk meminimalkan iritasi
ini, Loe dan Holm- Pedersen menempatkan strip kertas pada jalan masuk dari
poket atau melebihi dari jalan masuk poket. Dengan cara ini, cairan akan diserap
keluar dan diangkat oleh strip tersebut, tetapi sulkular epitelium tidak berkontak
dengan strip kertas.
Teknik membelitkan benang digunakan oleh Weinsten. Benang
ditempatkan pada celah ginggival di sekitar gigi, dan jumlah dari cairan terkumpul
dan dihitung dengan menimbang sampel benang.
Penggunaan mikropipet memungkinkan pengumpulan cairan dengan
kapilaritas. Tabung kapiralitas dengan panjang dan diameter yang sudah
distrandardisasi ditempatkan pada poket, isinya akan disentrifugasi dan dianalisis.
Cravicular Washing digunakan untuk studi GCF dengan normal ginggiva.
Satu metode menggunakan alat yang berupa lempeng akrilik yang menutupi
maksila dengan tepi lembut dan memiliki groove pada tepi ginggiva, yang
disambungkan pada empat tabung pengumpul. Pencucian dilakukan dengan
membilas area crevicular dari satu sisi kelainnya, dengan pompa peristaltik.
Jumlah
Jumlah dari GCF yang terkumpul pada strip kertas dapat dihitung dengan
berbagai cara. Bagian yang basah dapat dibuat lebih terlihat dengan memberikan
ninhidrin; kemudian diteliti dengan mikroskop atau kaca pembesar. Metode
elektronik dengan mengukur cairan yang terkumpul pada blotter (periopaper),
menggunakan mesin elektronik (Periotron, Harco Eletronics). Kelembaban dari
strip kertas mengakibatkan aliran dari arus listrik dan memberikan hasil digital.
Perbandingan dari kedua teknik diatas menunjukkan hasil yang sama.
Ukuran dari GCF yang terkumpul sangat sedikit. Penghitungan
diperlihatkan oleh Cimasoni bahwa strip kertas dengan lebar 1.5 mm dan
dimasukkan 1mm ke dalam sulkus ginggiva pada ginggiva yang sedikit inflamasi
menyerap sekitar 0.1 mg dari GCF selama 3 menit.
Komposisi
Komponen GCF dapat dikarakteristikan berdasarkan protein individual,
antibodi dan antigen yang spesifik, dan enzim dengan beberapa spsifikasi. GCF
juga terdiri dari beberapa elemen selular. Beberapa penelitian berusaha
menggunakan GCF untuk mendeteksi penyakit yang sedang aktif atau
memprediksi resiko dari penyakit periodontal. Sejauh ini, lebih dari 40 komponen
ditemukan pada GCF sudah dianalisis, tetapi asal mereka belum diketahui secara
tepat. Bagian- bagian ini mungkin berasal dari organisme atau diproduksi oleh
bakteri pada celah ginggiva, tetapi asal mereka susah dijelaskan, contoh β-
glucuronidase, enzim lisosom, dan asam laktatdehidrogenase, enzim sitoplasmik.
Asal kolagen mungkin dari fibroblas, PMNs, atau kolagen yang disekresikan oleh
bakteri. Mayoritas elemen dari GCF yang dideteksi sejauh ini enzim, tetapi ada
juga yang bukan enzim.
Elemen Selular
Elemen selular ditemukan pada GCF temasuk bakteri, epitelial sel yang
terkelupas, leukosit (PMNs, limfosit,monosit/ makrofag), yang bermigrasi di
seluruh sulcula epitelium.
Elektrolit
Potasium, sodium, dan kalsium sudah dipelajari didalam GCF.
Kebanyakan penelitian menunjukkan korelasi positif kalsium dan sodium
konsentrasi dan sodium/potasium rasio dengan inflamasi.
Bahan-bahan Organik
Karbohidrat dan protein sudah diteliti. Glukosa hexosamin dan asam
hexuronik ditemukan pada GCF. Glukosa darah kedarnya tidak berkorelasi
dengan glukosan dalam GCF; konsentrasi glukosa pada GCF tiga atau empat kali
lebih tinggi daripada glukosa pada serum. Interpretasi ini tidak hanya ditemukan
pada jaringan yang berdekatan, tetapi terdapat pada flora dari mikroba lokal. Total
protein pada GCF lebih sedikit dari serum. Tidak ada korelasi yang signifikan
antara konsantrasi protein di GCF dan keparahan dari ginggivitis, kedalaman
poket, atau luasnya kehilangan tulang.
Produk metabolisme dan bakteri diidentifikasi pada GCF termasuk asam
laktat, urea, hidroksiprolin, endotoksin, subtansi sitotoksik, hidrogen sulfida, dan
faktor antibakterial. Metodologi untuk menganalisa komponen GCF bervariasi
sesuai perbedaan komponen-komponen tersebut. Contoh fluorometri untuk
mendeteksi metaloprotein, enzym-linked immunoabsorbbent assay untuk
mendeteksi kadar enzim dan interleukin-1; radioimmunoassays untuk mendeteksi
unsur turunan xyclooxygenase dan prokolagen III; high-pressure liquid
chromatography (HPLC) untul mendeteksi timidazole; dan test immunodot secara
langsung dan tidak langsung untuk mendeteksi acute-phase ptotein.
Aktifitas Selular dan Humoral dalam Gingival Crevicular Fluid
Mengamati penyakit periodontal merupakan hal yang membingungkan
karena sangat sedikit prosedur noninvasive yang dapat mengikuti awal dan
perkembangan penyakit. Analisis GCF terutama dalam kesehatan dan penyakit
mungkin bisa sangat berguna karena kesederhanaan GCF dan karena GCF bisa
diamati dengan metode noninvasive. Analisis GCF diidentifikasi baik respon sel
dan humoral untuk kesehatan individual dan juga penyakit periodontal. Respon
imunitas selular denga adanya sitokinin, tetapi tidak jelas adanya petunjuk antara
sitokinin dan penyakit. Meskipun begitu, interleukin 1- alfa dan interleukin 1-
beta diketahui meningkatkan PMNs dan monosit/makrofag kepada endotelial sel ,
menstimulasi produksi dari protaglandin E2 (PGE2), dan melepaskan enzim
lisosom, kemudian menstimulasi resorpsi tulang. Bukti juga mengindikasi
keberadaan dari interferon- α di GCF, yang mungkin mempunyai peran protektif
pada penyakit periodontal karena kemampuannya mencegah resorpsi tulang.
Penelitian yang membandingkan antibodi pada celah ginggiva dengan antibodi
pada serum menunjukkan spesifik mikroorfanisme tidak memberikan bukti bahwa
ada signifikansi terdapatnya antibodi pada GCF di penyakit periodontal.
Walaupun peranan antibodi di mekanisme pertahanan ginggival susah diketahui,
disepakati bahwa pada penyakit periodontal, (1) reduksi pada respon antibodi
merugikan, dan (2) antibodi respon memiliki peran protektif.
Pengertian Klinis
Dikatakan sebelumnya, GCF adalah eksudat pada inflamasi.
Keberadaannya pada sulkus normal dapat dijelaskan karena ginggiva yang terlihat
normal secara klinis memperlihatkan adanya inflamasi saat pemeriksaan
mikroskopis. Jumlah GCF bertambah banyak saat terjadi inflamasi dan terkadang
proporsinya memperlihatkan tingkat keparahan inflamasi. Produksi GCF tidak
bertambah karena trauma oklusi, tetapi bertambah karena pengunyahan makanan
keras, menggosok gigi dan tekanan pada ginggival, ovulasi, hormonal kontrasepsi,
dan merokok. Faktor lain yang berpengaruh terhadap jumlah GCF adalah
circadian periodicity dan terapi periodontal. Dibawah ini faktor-faktor yang
berpengaruh adalah :
1. Circadian Periodicity. Terjadi peningkatan bertahap dalam jumlah GCF
dari pukul enam pagi sampai pukul sepuluh malam dan menurun setelah
itu.
2. Hormon Seksual. Hormon seksual wanita meningkatkan GCF, mungkin
karena permeabilitas vaskularnya bertambah besar. Kehamilan, ovulasi,
dan kontrasepsi hormonal semuanya meningkatkan produksi cairan
ginggival.
3. Stimulasi Mekanis. Mengunyah dan menggosok gigi dengan sangat kuat
menstimulasi aliran dari GCF. Bahkan stimulasi kecil dengan memberikan
strip kertas dapat memperlihatkan kenaikan produksi cairan.
4. Merokok. Merokok memproduksi secara singkat, tetapi jelas
meningkatkan aliran GCF.
5. Terapi Periodontal. Terdapat peningkatan produksi GCF selama periode
penyembuhan setelah operasi periodontal.
6. Obat-obatan pada Gingival Crevicular Fluid. Seluruh GCF yang
diekskresikan oleh obat-obatan dapat berguna saat terapi periodontal.
Bader dan Goldgaber mendemonstrasikan pada anjing bahwa tetrasiklin
diekskresikan pada GCF; penemuan ini menyebabkan penelitian lebih jauh
yang memperlihatkan konsentrasi tetrasiklin dibandingkan dengan serum.
Metronidazole antibiotik lainnya yang ditemukan dalan GCF manusia.
1.1.2 Leukosit pada Daerah Dentogingival
Leukosit ditemukan secara klinis pada sulkus ginggival yang sehat pada
manusia atau binatang percobaan. Leukosit ditemukan terutama pada PMNs.
Mereka terlihat pada secara ekstravaskular dengan jumlah sedikit pada jaringan
penghubung yang berdekatan dengan bagian bawah sulkus; darisana, mereka
menyeberangi epitelium ke sulkus dimana mereka dikeluarkan. Leukosit terdapat
pada sulkus ketika pada irisan histologis dari jaringan sekitarnya bebas dari
inflamsi. Perbedaan jumlah leukosit secara klinis pada sulkus manusia sehat
terlihat 91.2 %- 91.5% PMNs dan 8.5- 8.8 % sel mononuklear.
Sel mononuklear diidentifikasi sekitar 58% limfosit B, 24 % limfosit T,
dan 18% mononuklear fagositosit. Rasio limfosit T dan limfosit B ditemukan
berkebalikan pada darah 3 : 1 dengan pada serum 1 : 3 pada GCF. Leukosit
distimulasi oleh bakteri plak yang berbeda, tetapi dapat ditemukan di bagian
dentoginggival hewan dewasa yang bebas kuman. Leukosit diketahui berada pada
gingiva sehat yang secara mekanis tidak teriritasi , mengindikasikan ahwa
perpindahan mereka secara independen akibat dari kenaikan permeabilitas
vaskular. Mayoritas sel ini dapat hidup terus, fagosit, dan bisa membunuh. Karena
itu, leukosit membentuk mekanisme protektif melawan pelebaran plak ke dalam
sulkus ginggival. Leukosit juga terapat di saliva. Tempat keluar utama leukosit ke
dalam rongga mulut adalah sulkus ginggiva.
1.1.3 Saliva
Sekresi saliva secara alami bersifat protektif karena mereka mengatur
jaringan oral secara fisiologi. Saliva sangat berpengaruh pada plak dengan
pembersihan permukaan mulut secara mekanis, membuffer asam yang di produksi
oleh bakteri, dan dengan mengontrol aktifitas dari bakteri.
Faktor Antibakterial
Saliva terdiri dari banyak faktor organik dan anorganik yang
mempengaruhi bakteri dan produknya di lingkungan mulut. Faktor anorganik
antara lain ion-ion dan gas, bikarbonat, sodium, potasium, fosafat, kalsium,
fluoride, amonium, dan karbon dioksida. Faktor organik antara lain lisosom,
laktoferin, mieloperoksida, laktoperoksida, dan aglutinin seperti glikoprotein,
mucin, β2-makroglobulin, fibronektin, dan antibodi.
Lisosom adalah enzim hidrolisis yang memotong pertalian antara
komponen struktural asam glikopeptida muramik, yang berisi bagian dinding sel
bakteri in vitro. Lisosom bekerja pada bakteri positif dan juga negatif; targetnya
termasuk spesies Voillenellaa dan Actinobacillus actinomycetemcomitans. Enzim
tersebut secara langsung mengusir kedua spesies tersebut bila menyerang mulut.
Sistem laktoperoksidase tiosinat dalam saliva diperlihatkan sebagai
bakteriasidal terhadap Lactobacillus dan Streptococcus dengan mencegah
akumulasi lisin dan asam glutamik, yang merupakan faktor esensial tumbuhnya
bakteri. Antibakterial lainnya adalah laktoferin yang efektif melawan spesies
Actinobacillus. Mieloperoksidase, hampir sama dengan peroksidase saliva,
diproduksi oleh leukosit dan bakteriasidal untuk Actinobacillus tetapi mempunyai
efek mencegah pengikatan strain Actinomyces oleh hidroksiapatit.
Antibodi pada Saliva
Sama dengan GCF, saliva terdiri dari antibodi yang diaktivasi oleh bakteri
yang berasal dari rongga mulut. Meskipun, immunoglobulins G (IgG) dan M
(IgM) ada, yang paling banyak ditemukan dalam saliva adalah immunoglobulin A
(IgA). Meskipun, IgG lebih banyak dalan GCF. Kelenjar saliva mayor dan minoy
menghasilkan igA dan lebih sedikit igG dan IgM. GCF menghasilkan sebagian
besar IgG, komplemens, dan PMNs yang mengonaktif atau melawan bakteri.
Antibodi saliva terlihat tersintesis secara lokal, karena mereka bereaksi dengan
bakteri yang berasal dari mulut, tetapi tidak dengan bakteri yang berasal dari
saluran pencernaan. Beberapa bakteri terlihat dilapisi oleh IgA, dan deposit
bakteri pada gigi berisi IgA dan IgG secara kuantitas lebih anyak sekitar 1%
daripada berat kering mereka. Itu meperlihatkan bahwa antibodi IgA ada di
kelenjar parotid dapat mencegah pengikatan dari Streptococcus ke epitel.
Disimpulkan bahwa abtibodi dapat merusak kemampuan bakteri untuk menempel
ke permukaan oral atau gigi.
Enzim secara normal ditemukan di saliva berasal dari kelenjar saliva,
bakteri, leukosit, jaringan oral, dan substansi yang dicerna; enzim yang terutama
ada yang amilase. Beberapa enzim yang bertambah saat terjadi penyakit
periodontal: hialuronidase dan lipase, β-glukuronidase dan kondroitin sulfat, asam
amino dekarboksilat, katalase, peroksidase, dan kolagenase.
Enzim proteolitik di saliva berasal dari host dan akteri oral. Enzim ini
diakui sebagai kontributor pada saat awal yang perkembangan dari penyakit
periodontal. Untuk melawan enzim ini, saliva mempunyai antiprotease yang
mencegah protease sistein seperti satepsin dan antileukoprotease yang
menghambat elastase. Antiprotease yang lain, diidentifikaso sebagai tissue
inhibitor of matrix metalloproteinase (TIMP), diperlihatkan untuk menghambat
akitifitas dari collagen-degrading enzymez. Glikoprotein dan hliko lipid ada dalam
mamalia terlihat bertugas sebagai reseptor untuk pengikatan beberapa virus dan
bakteri. Kesamaan antara glikoprotein dan komponen dari epitel menunjukkan
bahwa sekresi secara kompotitif menghambat perlekatan antigen dan membatasi
pertumbuhan yang patologis.
Buffer Saliva dan Faktor Koagulasi
Pemeliharaan secara fisiologi konsentrasi ion hidrogen (pH) pada
permukaan mukosa epitalial dan pemukaan gigi merupakan peranan penting dari
buffer saliva. Efe yang terutama mempunyai hubungan setelah diteliti adalah
karies gigi. Buffer yang paling penting dalam saliva adalah asam bikarbonat.
Saliva juga mempunyai faktor koagulasi (faktor VIII, IX, and X; plasma
thromboplastin antecedent [PTA]; Hageman factor) yang mempercepat koagulasi
darah dan mencegah invasi bakteri ke dalam luka. Enzim aktif fibrinolisis juga
ada.
Leukosit
Saliva mempunyai semua bentuk dari leukosit, yang terutama adalah
PMNs. Jumlah PMNs berbeda secara pribadi manusia pada waktu yang berbeda
pula dan bertambah pada saat gingivitis. PMNs menjangkau rongga mulut dengan
bermigrasi keseluruh sulkus gingival. PMNs yang ada pada saliva terkadang
diartikan sebagai orogranulocyetes. Beberapa peneliti migrasi dari PMNs tersebut
berkorelasi dari tingkat keparahan dari inflamasi gingival dan karena itu
merupakan index yang dapat dipercaya untuk memeriksa gingivitis.
Peranan pada Patologis Periodontal
Saliva memiliki perana penting dalam mengatasi permulaan plak, proses
terbentuknya, dan metabolisme. Aliran saliva dan komponennya mempengaruhi
pembentukan sulkus, karies, dan penyakit periodontal. Pengambilan kelenjar
saliva pada binatang secara signifikan meningkatkan timbulnya dental karies dan
penyakit periodontal dan memperlama penyembuhan luka.
Pada manusia, kenaikan inflamasi dari penyakit gingival, karies gigi, dan
destruksi gigi yang sangat cepat ditambah karies pada serviks dan sementm adalah
konsekuensi secara parsial dari berkurangnya sekresi saliva (xerostomia).
Xerostomia dapat terjadi akibat siololithiasis, sarcoidosis, Sjogren’s sindrom,
penyakit ,ikulicz’s, irradiasi, pengambilan kelenjar saliva, dan faktor-faktor
lainnya.
1.2 Inflamasi Gingiva
Perubahan patologis pada gingivitis dihubungkan dengan jumlah
mikrorganisme dalam sulkus gusi. Organisme ini memiliki kemampuan untuk
mensintesis produk (kolagenase, hialuronidase, protease, kondrotin sulfatase, atau
emdotoksin) yang menyebabkan kerusakan pada epithelial dan jaringan ikat, juga
kandungan interselular seperti kolagen, substansi dasar, dan glikokaliks (cell
coat). Hal ini mengakibatkan perluasan ruang antara sel-sel epithelial junction
selama gingivitis awal yang memungkinkan agen infeksi diperoleh dari bakteri
untuk mendapat jalan masuk ke jaringan ikat.
Meskipun penelitian luas, kita masih tidak dapat membedakan secara tepat
antara jaringan gusi normal dengan initial stage dari gingivitis. Kebanyakan
biopsi dari gingival normal manusia secara klinis mengandung sel-sel inflamasi
yang predominan terdiri dari sel-sel T, dengan sangat sedikit sel B atau plasma
sel. Sel-sel ini tidak merusak jaringan, tetapi mereka akan menjadi penting pada
saat merespon bakteri atau substansi lain yang mengganggu gingival. Dibawah
kondisi normal, karena itu, aliran konstan neutrofil bermigrasi dari pembuluh
darah flexus gingival melewati epitel junction, ke margin gingival, dan kedalam
sulkus gingival kavitas oral.
1.2.1 Stage I Gingivitis: Inisial Lesion
Manifestasi pertama dari inflamasi ginggiva adalah perubahan
vaskularisasi yaitu dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan
inflamasi awal ini terjadi, dalam respon terhadap aktivasi mikroba dari resident
leukosit dan stimulasi dari sel endothelial. Secara klinis, respon awal ginggiva
terhadap bakteri plak ini tidak kelihatan.
Secara mikroskopik, beberapa ciri klasik inflamasi akut dapat dilihat pada
jaringan ikat dibawah epithelial junction. Ciri morfologi perubahan pembuluh
darah (pelebaran kapiler dan venula) dan adheren dari neutofil terhadap dinding
pembuluh (marginasi) terjadi dalam 1 minggu dan kadang-kadang lebih cepat 2
hari setelah plak dapat terakumulasi. Leukosit, Polymorphonuclear Neutrophils
(PMN`s) utama, meninggalkan pembuluh darah kapiler dengan bermigrasi
melewati dinding ( diapedesis, emigrasi ). Mereka dapat terlihat dalam jumlah
banyak pada jaringan ikat, epithelial junction, dan sulkus gusi. Eksudat dari cairan
sulkus ginggiva dan protein serum ekstravaskular terdapat disini.
Bagaimanapun, penemuan ini tidak diiringi dengan manifestasi dari
kejelasan kerusakan jaringan pada lampu mikroskop atau level ultrastruktural;
mereka tidak membentuk sebuah rembesan (infiltrate ); dan kehadirannnya tidak
dipertimbangkan dalam perubahan patologi.
Perubahan juga dapat terdeteksi dalam epithelial junction dan jaringan ikat
perivaskuler pada tahap awal ini. Limfosit segera terakumulasi. Peningkatan pada
migrasi leukosit dan akumulasinya sampai sulkus gusi dapat dikorelasikan dengan
peningkatan aliran cairan ginggiva dalam sulkus.
Karakter dan intensitas respon host menentukan apakah lesi inisial dapat
dipecahkan secara cepat, dengan restorasi jaringan kembali ke keadaan normal,
atau perlahan-lahan berkembang menjadi lesi inflamasi kronik. Jika hal ini terjadi,
infiltrasi makrofag dan sel limfoid muncul dalam beberapa hari.
1.2.2 Stage II Gingivitis : The Early Lesion
The early lesion berkembang dari initial lesion dalam 1 minggu setelah
permulaan akumulasi plak. Secara klinis, early lesion mungkin tampak seperti
gingivitis awal, yang berkembang dari inisial lesion. Seiring berjalannya waktu,
tanda-tanda klinis eritema dapat terlihat, terutama proliferasi kapiler dan
peningkatan formasi loop kapiler antara rete pegs atau ridges. Perdarahan pada
pemeriksaan mungkin juga terjadi. Aliran cairan gingiva dan jumlah dari leukosit
yang bertransmigrasi mencapai jumlah maksimum antara 6 sampai 12 hari setelah
onset dari gingivitis klinik.
Pemeriksaan mikroskopik gusi memperlihatkan infiltrasi leukosit pada
jaringan ikat dibawah epithelial junction terdiri dari limfosit utama ( 75% dengan
sel T mayor ), tetapi juga membuat beberapa migrasi neutrofil, seperti makrofag,
sel plasma, dan mast sel. Semua perubahan terlihat dalam lesi inisial berlanjut ke
intensitas dengan early lesion. Epithelium junction menjadi infiltrasi padat dengan
neutrofil, seperti sulkus ginggiva, dan epithelium junction mulai menunjukkan
perkembangan rete pegs atau ridges.
Terdapat peningkatan jumlah destruksi kolagen; 70% kolagen dihancurkan
disekitar infiltrasi selular. Kelompok serat utama mengakibatkan kolagen terlihat
berbentuk sirkuler dan kumpulan-kumpulan serat dentoginggiva. Perubahan pada
ciri morfologi pembuluh darah juga dapat dilihat.
PMN`s yang telah meninggalkan pembuluh darah karena respon terhadap
stimuli kemotaktik dari komponen plak yang berjalan ke epithelium, menyebrangi
lamina basalis,dan ditemukan pada epithelium dan muncul di daerah poket..
PMNs menarik bakteri dan terjadi fagositosis. PMN`s mengeluarkan lisosom
berhubungan dengan ingesti bakteri. Fibroblast menunjukkan perubahan
sitotoksik dengan penurunan kapasitas produksi kolagen.
1.2.3 Stage III Gingivitis : The Established Lesion
Established lesion karakteristiknya berupa predominan sel plasma dan
limfosit B dan kemungkinan berhubungan dengan pembentukan batas poket
gingival kecil dengan poket epithelial. Sel B yang ditemukan dalam established
lesion predominan oleh imunoglobin G1 (IgG1) dan G3 (IgG3).
Pada gingivitis kronis (stage III), yang terjadi 2 atau 3 minggu setelah
permulaan akumulasi plak, pembuluh darah menjadi engorged dan padat, vena
kembali dirusak, dan aliran darah menjadi lambat. Hasilnya adalah anoxemia
ginggiva local, yang ditandai dengan adanya corak kebiru-biruan pada gusi yang
merah. Ekstravasasi dari sel darah merah kedalam jaringan ikat dan terganggunya
haemoglobin dalam komponen pigmen dapat juga memperdalam warna
kekronisan inflamasi ginggiva. Established lesion dapat dijelaskan secara klinis
selayaknya inflamasi ginggiva pada umumnya.
Secara histology, reaksi inflamasi kronik dapat diobservasi. Beberapa
penelitian menunjukkan inflamasi gingival kronik. Ciri kunci yang membedakan
established lesion adalah peningkatan jumlah sel plasma. Sel plasma menyerbu
jaringan ikat tidak hanya dibawah epithelial junction, tetapi juga jauh didalam
jaringan ikat, sekitar pembuluh darah, dan antara kelompok-kelompok serat
kolagen. Epithelial junction menyingkap ruangan interselular diisi dengan debris
granular sel, termasuk lisosom diperoleh dari neutrofil, limfosit, dan monosit yang
terganggu. Lisosom mengandung asam hidrolase yang dapat menghancurkan
komponen jaringan. Epithelial junction berkembang menjadi rete pegs atau ridges
yang menonjol dalam jaringan ikat, dan lamina basalis dihancurkan pada beberapa
area. Pada jaringan ikat, serat kolagen dihancurkan disekitar perembesan dari
plasma sel yang intact dan terganggu.
Predomonan dari sel plasma menjadi karakteristik utama dari established
lesion. Bagaimanapun, beberapa penelitian dari eksperimen gingivitis pada
manusia telah gagal mendemonstrasikan predominansi sel plasma dalam
mempengaruhi jaringan ikat, termasuk satu penelitian dalam durasi 6 bulan.
Peningkatan dari proporsi sel plasma diperjelas dengan gingivitis yang tahan
lama, tetapi waktu untuk perkembangan established lesion mungkin melebihi 6
bulan.
Stage ini terlihat adanya hubungan terbalik antara jumlah kelompok
kolagen intact dan jumlah sel-sel inflamasi. Aktivitas kolagenolitik ditingkatkan
dalam jaringan gusi yang mengalami inflamasi melalui enzim kolagenase.
Kolagenase secara normal berada pada jaringan gusi dan dihasilkan melalui
beberapa bakteri oral dan PMN`s.
Penelitian menunjukkan bahwa inflamasi ginggiva kronik mengalami
peningkatan level asam dan alkaline fosfat, β-glukuronidase, β -glukosidase, β -
galaktosidase, esterase, aminopeptida, sitokrom oksidase, elastase, laktat
dehidrogenase, dan aril sulfatase, semuanya dihasilkan dari bakteri dan
penghancuran jaringan. Tingkat mukopolisakarida netral diturunkan, agaknya
merupakan hasil dari degradasi substansi dasar.
Established lesion terdapat 2 tipe: beberapa tetap stabil dan tidak
mengalami progress untuk beberapa bulan atau tahun dan yang lain menjadi lebih
aktif dan berubah untuk penghancuran lesi secara progresif. Established lesion
juga tampak reversible. Flora kembali dari karakteristik yang mendukung
kerusakan lesi menjadi asosiasi dengan kesehatan periodontal. Persentase sel
plasma menurun drastic, dan jumlah limfosit meningkat secara proporsional.
1.2.4 Stage IV Gingivitis : The Advanced Lesion
Perluasan lesi kedalam tulang alveolar merupakan karakter dari stage ke
empat yang disebut advanced lesion. Untuk lebih jelasnya, akan dibahas pada
chapter 27 dan 28.
Secara mikroskopik, terdapat fibrosis pada gingival dan manifestasi
inflamasi yang menyebar dan kerusakan jaringan imunopatologi. Pada
dasarnya,dalam advanced lesion, sel plasma berlanjut mendominasi jaringan ikat,
dan neutrofil berlanjut mendominasi epithelial junction dan celah gingival.
Gingivitis akan mengalami progress menjadi periodontitis hanya
pada individu yang rentan. Bagaimanapun, apakah periodontitis dapat terjadi
tanpa didahului gingivitis atau tidak, belum diketahui saat ini¸ yang menghasilkan
pembesaran tersebut.
Tabel Stage of Gingivitis
STAGE TIME
(DAY
S
BLOOD
VESSEL
S
JUNCTIONA
L AND
SULCULAR
EPITELIUM
PREDOMI
NANT
IMUNE
CELL
COLLAGE
N
CLINICA
L
FINDING
S
I. Initial
Lesion
2-4 Dilatasi
vascular
Infiltrasi oleh
PMN`s
PMN`s Kehilangan
perivaskula
r
Aliran
cairan
gingiva
II. Early lesion 4-7 Prolifera
si
vascular
Sama seperti
stage I; rete
peg
formation;
area atropik
limfosit Kehilangan
meningkat
sekitar
infiltrasi
Erytema;
perdaraha
n dalam
pemeriksa
an
III. Established
Lesion
14-21 Sama
seperti
stage
II,ditamb
ah stasis
darah
Sama seperti
stage II,tapi
tingkatnya
lebih tinggi
Plasma sel Terus
kehilangan
Perubahan
warna,
ukuran,
tekstur, dll
1.3 Gambaran Klinis Gingivitis
Penelitian gingivitis eksperimental memberikan fakta empiris bahwa
akumulasi biofilm bakteri pada permukaan gigi bersih menghasilkan
perkembangan proses inflamasi di sekitar jaringan gingival. Penelitian juga
menunjukkan bahwa inflamasi local akan berlangsung selama biofilm mikroba
berada berdekatan dengan jaringan gingiva, dan inflamasi mungkin dapat diatasi
dengan pembersihan biofilm secara tepat.