bab i, ii, iii, iv, v

44
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perubahan paradigma baru pengelolaan barang milik negara / aset negara yang ditandai dengan keluarkannya PP No. 6 /2006 yang merupakan peraturan turunan UU No. 1 /2004 tentang Perbendaharaan Negara, telah memunculkan optimisme baru best practices dalam penataan dan pengelolaan aset negara yang lebih tertib, akuntabel, dan transparan kedepannya. Pengelolaan aset negara yang professional dan modern dengan mengedepankan good governance di satu sisi diharapkan akan mampu meningkatkan kepercayaan pengelolaan keuangan negara dari masyarakat / stake-holder. Pengelolaan aset negara dalam pengertian yang dimaksud dalam Pasal 1 Ayat (1) dan Ayat (2) PP No.6/2006 adalah tidak sekedar administratif semata, tetapi lebih maju berfikir dalam menangani aset negara, dengan bagaimana meningkatkan efisiensi, efektifitas dan menciptakan nilai tambah dalam mengelola aset. Oleh karena itu, lingkup pengelolaan aset negara mencakup perencanaan kebutuhan dan

Upload: ighozt

Post on 30-Jun-2015

4.576 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I, II, III, IV, V

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perubahan paradigma baru pengelolaan barang milik negara / aset negara yang

ditandai dengan keluarkannya PP No. 6 /2006 yang merupakan peraturan turunan UU No.

1 /2004 tentang Perbendaharaan Negara, telah memunculkan optimisme baru best

practices dalam penataan dan pengelolaan aset negara yang lebih tertib, akuntabel, dan

transparan kedepannya. Pengelolaan aset negara yang professional dan modern dengan

mengedepankan good governance di satu sisi diharapkan akan mampu meningkatkan

kepercayaan pengelolaan keuangan negara dari masyarakat / stake-holder.

Pengelolaan aset negara dalam pengertian yang dimaksud dalam Pasal 1 Ayat (1)

dan Ayat (2) PP No.6/2006 adalah tidak sekedar administratif semata, tetapi lebih maju

berfikir dalam menangani aset negara, dengan bagaimana meningkatkan efisiensi,

efektifitas dan menciptakan nilai tambah dalam mengelola aset. Oleh karena itu, lingkup

pengelolaan aset negara mencakup perencanaan kebutuhan dan penganggaran;

pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian;

penghapusan; pemindahtanganan; penatausahaan; pembinaan, pengawasan, dan

pengendalian. Proses tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci yang

didasarkan pada pertimbangan perlunya penyesuaian terhadap siklus perbendaharaan

dalam konteks yang lebih luas (keuangan negara).

Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Page 2: BAB I, II, III, IV, V

Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, pada bidang pengelolaan barang milik daerah

dikeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 Tahun 2004 tentang Pedoman

Pengelolaan Barang Daerah yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik

Daerah

Aset atau barang milik daerah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

pengelolaan keuangan daerah dan merupakan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah.

Potensi ekonomi bermakna adanya manfaat finansial dan ekonomi yang bisa diperoleh

pada masa yang akan datang, yang bisa menunjang peran dan fungsi pemerintah daerah

sebagai pemberi pelayanan publik kepada masyarakat.

Pengelolaan aset daerah diatur dalam PP No.6/2006 tentang Pengelolaan Barang

Milik Daerah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Permendagri No.17/2007 tentang

Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Lingkup pengelolaan aset dimaksud meliputi

(1) perencanaan kebutuhan dan penganggaran, (2) pengadaan, (3) penggunaan, (4)

pemanfaatan, (5) pengamanan dan pemeliharaan, (6) penilaian, (7) penghapusan, (8)

pemindahtanganan, (9) penatausahaan, dan (10) pembinaan, pengawasan, dan

pengendalian.

Sebagaimana diketahui bahwa Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah (LKPD) oleh Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan bahwa masih

terdapat banyak Pemerintah daerah yang masih memiliki manajemen aset yang buruk.

LKPD merupakan rapor pemerintah daerah dalam mempertanggungjawabkan amanat

yang dipercayakan rakyat, utamanya yang terkait dengan penggunaan anggaran/dana

publik, juga kepada stakeholder lainnya (lembaga donor, dunia usaha, dll).

Page 3: BAB I, II, III, IV, V

Hasil kajian yang dilakukan oleh Ridwan Harun, mahasiswa pascasarjana pada

Universitas Negeri Yogyakarta dan M. Chaeruddin Sikki, mahasiswa pascasarjana pada

Universitas Indonesia menunjukkan bahwa kelemahan umum pengelolaan barang milik

daerah adalah tidak berjalannya secara optimal para penanggungjawab atau fungsi-fungsi

organisasi dalam pengelolaan dan penatausahaan barang pada lembaga beserta jajarannya,

ketidaklengkapan dan pelaporan pada setiap bagian-bagian organisasi.

Selain itu, pemanfaatan barang-barang daerah belum dilakukan secara optimal

karena kurangnya ketrampilan kerja pegawai terutama yang berkaitan dengan

pengggunaan teknologi baru dengan komputerisasi. Perilaku aparatur pengelola barang-

barang daerah masih belum memiliki norma dan etika sebagai pengelola barang daerah

sebagai akibat dari pengusaha swasta sebagai mitra kerja yang selalu menghendaki jalan

pintas dalam memperoleh tender pengadaan barang dan penunjukan langsung pengadaan

barang. Budaya kerja pengelola barang-barang daerah belum mampu meningkatkan

efektivitas pengelolaan barang-barang daerah karena penunjukan tender masih bersifat

nepotisme sehingga mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dalam pengadaan barang-

barang daerah. Hendaknya dalam perencanaan barang daerah melalui tender maupun

penunjukkan langsung dengan pihak ketiga dilakukan secara transparan sehingga bisa

mengurangi penyimpangan dalam pengadaan barang.

Berangkat dari uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih komprehensif

tentang Pengaruh Penerapan Manajemen Pengelolaan Barang Milik Daerah terhadap

Kinerja Pemerintah Daerah Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua. Kajian

ini berguna untuk mengetahui penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17

Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah terhadap

peningkatan kinerja Pemerintah Daerah yang diukur dari hasil pemeriksaan Badan

Pemeriksa Keuangan. Hal ini didasarkan pada hasil pemeriksaan BPK yang selama ini

Page 4: BAB I, II, III, IV, V

menyoroti tentang buruknya manajemen aset pada pemerintah daerah yang mana pada

akhirnya mempengaruhi pemberian opini pada atas Laporan Keuangan Pemerintah

Daearah itu sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua telah melakukan manajemen aset?

2. Apakah manajemen aset telah didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah?

3. Apakah penerapan manajemen aset berpengaruh terhadap kinerja Dinas Pekerjaan

Umum Provinsi Papua?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Penulisan adalah :

1. Untuk mengetahui dasar-dasar penerapan manajemen asset.

2. Untuk mengetahui perlakuan manajemen asset pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi

Papua.

3. Untuk mengetahui pengaruh manajemen asset terhadap kinerja Dinas Pekerjaan

Umum Provinsi Papua.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat Penulisan adalah :

1. Untuk mengembangkan pengetahuan penulis dalam bidang Akuntansi Sektor Publik

terutama di bidang Barang Milik Daerah.

2. Sebagai sumbangan pikiran bagi pihak Pemerintah Daerah dalam rangka sinkronisasi

dan evaluasi.

Page 5: BAB I, II, III, IV, V

3. Referensi bagi pihak-pihak lain yang akan melakukan penulisan serupa.

Page 6: BAB I, II, III, IV, V

BAB II

LANDASAN TEORI

Mengacu pada permasalahan dalam penelitian ini maka akan dikemukakan beberapa

kerangka pemikiran sebagai landasan untuk menelaah masalah dalam rangka mencari solusi

pemecahannya. Hal ini penting karena landasan teori merupakan unsure ilmu yang dapat

memberikan kontribusi bagi peneliti untuk mencoba menerangkan fenomena yang menjadi

pusat perhatiaanya.

A. PENGERTIAN SISTEM

Menurut Mulyadi ( 2001 : 2 ) pengertian system itu sendiri yaitu sekelompok

unsure yang erat hubunganya satu dengan yang lainnya yang berfungsi bersama-sama

untuk mencapai tujuan tertentu.

Sistem adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan

yang disusun sesuai dgn suatu skema yang menyeluruh untuk melaksanakan sesuatu

kegiatan atau fungsi perusahaan. ( Cole dalam Baridwan,1993;3).

Sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsure yang erat berhubungan satu

dengan yang lainnya yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.

(Mulyadi 2001:1).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa system adalah bagian-bagian atau

prosedur-prosedur yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya yang

berfungsi bersama-sama dalam mencapai tujuan tertentu.

B. Pengertian Sistem Akuntansi

Akuntansi didefinisikan sebagai proses penggolongan,peringkasan,pelaporan,dan

penganalisian data keuangan suatu organisasi ( Haryono Jusuf ,2003:5).

Page 7: BAB I, II, III, IV, V

Akuntansi didefinisikan sebagai seni pencatatan / pembukuan , pengklasifikasian ,

peringkasan dan pelaporan dalam suatu pola dan ukuran uang , transaksi-transaksi dan

kejadian paling tidak bercirikan keuangan dan menginterpretasikan. Adapula definisi-

definisi lain mengenai Akuntansi menurut American Institute of Comfied Public

Accountants (ICPA) mendefinisikan :

“ Akuntansi sebagai suatu kegiatan jasa yang fungsinya adalah untuk menyediakan data

kuantitatif terutama yang memiliki sifat keuangan dari keputusan usaha ekonomi yang

dapat digunakan dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi yang memiliki

alternative dari suatu keadaan tertentu.”

Sedangkan system akuntansi adalah rangkaian metode dan prosedur (kertas ,

buku / catatan laporan) yang digunakan untuk membukukan / mencatat ,

mengklasifikasikan dan meringkas informasi keuangan menjadi laporan untuk

didistribusikan kepada para pemakai .

Namun ada pula definisi lain tentang system akuntansi yang telah diberikan oleh

para ahli akuntansi , misalnya Hadari Yunus . Sistem akuntansi merupakan suatu alat

yang dipakai untuk mengorganisir atau menyusun , mengumpulkan , dan mengikhtisarkan

keterangan-keterangan , seluruh transaksi perusahaan dengan menyatupadukan

pengekuarannya agar dijalankan sebaik-baiknya (Hadari Yunus) .

Mulyadi sendiri menyatakan bahwa system akuntansi adalah organisasi , formulir,

catatan dan laporan yang dikoordinasi sedemikian rupa untuk menyediakan informasi

keuangan yang dibutuhkan oleh manajemen guna memudahkan pengelolaan perusahaan:

unsur pokok sistem akuntansi adalah formulir , catatan teori dari buku besar serta laporan.

C. Pengertian Kinerja Dan Penilaian Kinerja

Page 8: BAB I, II, III, IV, V

Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode

waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional

perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Helfert, 1996).

Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.

Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi

kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kuantitas output, kualitas output,

jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap koperatif (Robert dan John,

2002).

Menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) : kinerja seseorang merupakan

kombinasi atau kemampuan , usaha , dan kjesempatan yang dapat dinilai atau hasil-

hasilnya .

Kinerja adalah suatu keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode tertentu,

merupakan hasil atas prestasi ysng dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan

dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Helfert , 1996).

Penilaian kinerja adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan

pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standard dan kemudian

mengkomunikasikan dengan para karyawan. Penilaian ini cukup sederhana yaitu

memberikan umpan balik kinerja dan mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan.

Adapun metode-metode untuk penilaian kinerja yaitu :

a. Metode Penilaian Kategori

Metode ini adalah metode yang paling sederhana dalam penilaian kinerja, yang

meminta manajer untuk memberi nilai untuk tingkat-tingkat kinerja karyawan dalam

kategori kinerja.

Page 9: BAB I, II, III, IV, V

b. Metode Perbandingan

Metode perbandingan menuntut para manajer untuk secara langsung membandingkan

kinerja karyawan mereka satu sama lain. Teknik perbandingan ini mencakup antara

lain, pemberian peringkat perbandingan berpasangan, atau distribusi yang normal.

c. Metode Naratif

Para manajer dan spesialis Sumber Daya Manusia untuk memberikan informasi

penilaian tertulis. Dokumentasi dan penilaian merupakan inti dari metode kejadian

kritis dan metode tinjauan lapangan. Catatan ini lebih mendeskripsikan tindakan

karyawan daripada mengindikasikan suatu penilaian yang sebenarnya.

d. Metode Tujuan / Perilaku

Dalam usaha untuk mengatasi beberapa kesulitan dari metode-metode yang baru saja

dijelaskan, beberapa pendekatan perilaku juga sudah digunakan. Pendekatan perilaku

ini cukup menjanjikan untuk beberapa situasi dalam usaha mengatasi persoalan

dengan metode lainnya. Pendekatan ini berusaha untuk mengukur perilaku karyawan

dan bukan karakteristik lainnya.

D. Pentingnya Sistem Akuntansi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan

Sistem akuntansi memberikan banyak manfaat dalam memahami dan sebagai

penunjang utama manajemen dalam melaksanakan bisnis perusahaan . Dengan adanya

system akuntansi, perusahaan tidak akan mengalami banyak kesulitan dalam pembuatan

laporan keuangan.

Page 10: BAB I, II, III, IV, V

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan adalah aktivitas /

usaha perusahaan, pencatatan / jurnal, buku besar, buku pembantu dan laporan .

E. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis

Pengelolaan Barang Milik Daerah

a. Latar Belakang

Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 ahun 2006

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Khususnya dibidang pengelolaan

barang milik daerah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Dalam

Negeri Nomor 152 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, perlu

disempurnakan.Barang milik daerah sebagai salah satu unsur penting dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat harus dikelola dengan

baik dan benar, yang pada gilirannya dapat mewujudkan pengelolaan barang milik

daerah dengan memperhatikan azas-azas sebagai berikut:

a. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah

dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa

pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan Kepala Daerah sesuai

fungsi, wewenangdan tanggungjawab masing-masing;

b. Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus

dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;

c. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah harus

Page 11: BAB I, II, III, IV, V

transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;

d. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang

milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang

diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi

pemerintahan secara optimal;

e. Azas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus

dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;

f. Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung oleh

adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi

pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan

neraca Pemerintah Daerah.

b. Landasan Pengelolaan Barang Milik Daerah

a. Pengertian barang milik daerah.

Barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau

diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang

berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak

bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang

dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-

tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya.

b. Landasan pengelolaan barang milik daerah.

Barang milik daerah sebagaimana tersebut di atas, terdiri dari:

1) barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaannya/

pemakaiannya berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD)/Instansi/lembaga Pemerintah Daerah lainnya sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan;

Page 12: BAB I, II, III, IV, V

2) barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah

lainnya yang status barangnya dipisahkan.

Barang milik daerah yang dipisahkan adalah barang daerah yang pengelolaannya

berada pada Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya yang

anggarannya dibebankan pada anggaran Perusahaan Daerah atau Badan Usaha

Milik Daerah lainnya.

Dasar hukum pengelolaan barang milik daerah, antara lain adalah:

1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Agraria;

2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

3) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

4) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

6) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1971 tentang Penjualan Kendaraan

Perorangan Dinas;

7) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 jo Peraturan Pemerintah Nomor

31 Tahun 2005 tentang Penjualan Rumah Negara;

8) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah;

9) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan;

10) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah;

Page 13: BAB I, II, III, IV, V

11) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah;

12) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi

Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah;

13) Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pelaksanaan Pembangunan Kepentingan Umum sebagaimana telah dirubah

dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005;

14) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 Tahun 2001 tentang Sistem

Informasi Manajemen Barang Daerah;

15) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2002 tentang Nomor Kode

Lokasi dan Nomor Kode Barang Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota;

16) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pedoman

Penilaian Barang Daerah;

17) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 153 Tahun 2004 tentang Pedoman

Pengelolaan Barang Daerah Yang Dipisahkan; dan

18) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pegelolaan Keuangan Daerah.

c. Siklus Pengelolaan Barang Milik Daerah

Siklus pengelolaan barang milik daerah merupakan rangkaian kegiatan dan/atau

tindakan yang meliputi:

1) perencanaan kebutuhan dan penganggaran;

2) pengadaan;

3) penerimaan, penyimpanan dan penyaluran;

4) penggunaan;

5) penatausahaan;

Page 14: BAB I, II, III, IV, V

6) pemanfaatan;

7) pengamanan dan pemeliharaan;

8) penilaian;

9) penghapusan;

10) pemindahtanganan;

11) pembinaan, pengawasan dan pengendalian;

12) pembiayaan;

13) tuntutan ganti rugi.

Page 15: BAB I, II, III, IV, V

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut

Maman (2002; 3) penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial.

Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah

berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang mutakhir

sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat

diterapkan pada berbagai masalah (Husein Umar, 1999:81). Sedangkan penelitian ini

lebih memfokuskan pada studi kasus yang merupakan penelitian yang rinci mengenai

suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan

menyeluruh. Menurut Vredenbregt (1987: 38) Studi kasus ialah suatu pendekatan yang

bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek, artinya data yang

dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang

terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk memperkembangkan pengetahuan yang

mendalam mengenai obyek yang bersangkutan yang berarti bahwa studi kasus harus

disifatkan sebagai penelitian yang eksploratif dan deskriptif.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data primer dapat dikumpulkan melalui observasi, eksperimen, maupun

kuesioner (daftar pertanyaan). Namun dalam penelitian ini, data primer

dikumpulkan melalui kuesioner. Kuesioner merupakan suatu daftar yang berisi

Page 16: BAB I, II, III, IV, V

serangkaian pertanyaan tentang sesuatu hal atau suatu bidang berdasarkan

variabel penelitian. Dengan demikian dalam penelitian ini, kuesioner

dimaksudkan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban responden yang

berguna untuk mengetahui apakah manajemen barang milik daerah telah dilaksanakan

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Data Sekunder

Data sekunder dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yakni data

sekunder internal dan data sekunder eksternal. Data sekunder internal dapat

dikumpulkan melalui dokumen atau catatan perusahaan sendiri, sedangkan data

sekunder eksternal dapat dikumpulkan melalui publikasi pemerintah (misalnya

laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan), buku, majalah, jurnal,

buletin, CD-ROM, Internet, data komersial (data yang dijual oleh agen atau

lembaga penelitian swasta), dll.

Dalam penelitian ini, digunakan data sekunder internal catatan-catatan atau

dokumen yang digunakan oleh instansi terkait terutama yang berhubungan dengan

pengelolaan barang milik daerah. Selain data sekunder internal, digunakan juga data

sekunder eksternal yaitu laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan

C. Teknik Perolehan Data

Data yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian ini diperoleh dengan

menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan suatu daftar yang berisi serangkaian

pertanyaan tentang sesuatu hal atau suatu bidang berdasarkan variabel penelitian.

Dengan demikian dalam penelitian ini, kuesioner dimaksudkan untuk memperoleh

data berupa jawaban-jawaban responden yang berguna untuk mengetahui apakah

manajemen barang milik daerah telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Page 17: BAB I, II, III, IV, V

D. Definisi Operasional Variabel

Variabel yang diteliti dibedakan kedalam dua kategori, yaitu (1) variabel bebas

atau independent variable (variabel berpengaruh) adalah Penerapan Manajemen Barang

Milik Negara (X) dan (2) variabel tak bebas, yaitu Kinerja Pemerintah Daerah (Y).

Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut :

1. Penerapan Manajemen Barang Milik Negara (X) dikonsepsikan sebagai upaya-upaya

pemerintah daerah untuk meningkatkan manajemen barang milik negara sesuai

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman

Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Variabel ini diukur dengan menentukan tingkat kesesuaian manajemen barang milik

negara yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan peraturang yang telah

ditetapkan.

2. Kinerja Pemerintah Daerah sebagai variabel tak bebas (Y) dimaksudkan adalah

pengukuran terhadap tingkat keberhasilan pemerintah dalam satu tahun. Variabel ini

diukur dari pemberian opini atas laporan keuangan pemerintah daerah dan besarnya

temuan atas manajemen barang milik daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan

E. Teknik/Tahapan Analisis Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data dan kegiatan penelitian,

selanjutnya dilakukan kegiatan menganalisis data. Kegiatan menganalisis data ini terdiri

dari 3 (tiga) tahap, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini kami mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk

kegiatan penelitian. Persiapan yang dilakukan antara lain peralatan dan perlengkapan

Page 18: BAB I, II, III, IV, V

yang diperlukan, objek yang akan dikaji, serta jadwal dan jangka waktu untuk melakukan

penelitian.

2. Tahap Telaah Data

Tahap ini dilakukan dengan menelah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber,

yaitu wawancara dan dokumentasi yang sudah ditulis dalam catatan lapangan,

dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar foto, dan sebagainya.

3. Penemuan hasil

Pada tahap ini dilakukan pengambilan kesimpulan atas data yang telah diperoleh

setelah melalui proses penelaahan data. Setiap variabel yang ada diuji untuk membuat

suatu kesimpulan akhir yang menjawab tujuan daria diadakannya penelitian ini.

Page 19: BAB I, II, III, IV, V

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Dinas Pekerjaan Umum

Istilah "Pekerjaan Umum" adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda "

Openbare Werken" yang pada zaman Hindia Belanda disebut "Waterstaat swerken". Di

lingkungan Pusat Pemerintahan dibina oleh Dep.Van Verkeer & Waterstaat

(Dep.V&W), yang sebelumnya terdiri dari 2 Dept.Van Guovernements Bedri jven dan

Dept.Van Burgewrlijke Openbare Werken.

Dep. V dan W dikepalai oleh seorang Direktur,yang membawahi beberapa

Afdelingen dan Diensten sesuai dengan tugas/wewenang Depertemen ini. Yang meliputi

bidang PU (openbare werken) termasuk afdeling Waterstaat,dengan onder afdelingen. :

1. Lands gebouwen, 2. Wegen, 3. Irrigatie & Assainering, 4. Water Kracht, 5.

Constructie burreau (untuk jembatan).

Disamping yang tersebut di atas, yang meliputi bidang PU (Openbare Werken)

juga afd. Havenwezen (Pelabuhan),afd. Electriciteitswezen (Kelistrikan)dan afd.

Luchtvaart (Penerbangan Sipil). Organisasi P.U (Open-bare werken) di daerah-daerah

adalah sebagai berikut :

1. Di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur urusan Waterstaat/openbare

werken diserahkan pada Pemerintahan Propinsi yang disebut :Provinciale

Waterstaatdienst" dan dikepalai oleh seorang Hoofd Provinciale Waterstaatsdients

(H.P.W)

2. Diwilayah Gouv,Yogyakarta dan Gouv. Surakarta urusan-urusan Pekerjaan

Umum/Waterstaat dijalankan oleh "Sultanas Werken" (yogya) "Rijkswerken"

(Surakarta), Mangkunegaranwerken". Disamping itu diwilayah Vorstenlander

Page 20: BAB I, II, III, IV, V

terdapat 3 organisasi "Waterschap", "s" Lands gebouwendienst",Regentschap

Werken" dan "Gremeente werken".

3. Untuk daerah luar jawa Gouv.Sumatera, Borneo (Kalimantan) dan Grote Oost

(Indonesia Timur) terdapat organisasi "Gewestelijke Inspectie v/d Waterstaat"

dikepalai oleh seorang Inspektur.Diwilayah Residentie terdapat "Residentie Water

Staatsdienst" yang dahulu dikenal dengan nama "Dienst der B.O.W". dan kepala

dinas ini biasa disebut "E.A.Q" (Eerst Aanwzend Waterstaatsambtenar). Ketentuan

yang dikeluarkan pada jaman Hindia Belanda untuk pedoman dalam pelaksanaan

tugas dalam lingkungan Pekerjaan Umum dapat dibaca dalam "A.W.R". 1936

B.W.R 1934 dan "W.V.O/W.V.V.".

Setelah Belanda menyerahkan dalam perang pasifik pada tahun 1942, kepada

Jepang, maka daerah Indonesia ini dibagi oleh Jepang dalam 3 wilayah pemerintahan,

yaitu Jawa/Madura, Sumatera dan Indonesia Timur dan tidak ada Pusat Pemerintahan

tertinggi di Indonesia yang menguasai ke 3 wilayah pemerintahan tersebut.

Dibidang Pekerjaan Umum pada tiap-tiap wilayah organisasi Pemerintahan

Militer Jepang tersebut diatas, diperlukan organisasi Jaman Hindia Belanda dan

disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dari fihak jepang,kantor pusat "V & W". di

Bandung, dinamakan "Kotubu Bunsitsu", sejak saat itu istilah "Pekerjaan Oemoem"

(P.O), Oeroesan Pekerdjaan Oemoem (O.P.O), "Pekerjaan Umum" (PU), disampinmg

"Doboku" lazim dipergunakan.

Kotubu Bonsitsu di Bandung hanya mempunyai hubungan dengan wilayah

Pemerintahan di Jawa/Madura, hubungan dengan luar Jawa tidak ada. Organisasi

Pekerjaan Umum di daerah-daerah, di Karesidenan-Karesidenan pada umumnya berdiri

sendiri-sendiri.

Page 21: BAB I, II, III, IV, V

Sistem pelaksanaan pekerjaan ada yang mempergunakan sistem dan nama jaman Ned.

Indie, disamping menurut sistem Jepang.

Setelah Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan pada tanggal 17-8-1945,

maka semenjak itu Pemuda-pemuda Indonesia mulai berangsur-angsur merebut

kekuasaan Pemerintahan dari tangan Jepang baik di pusat pemerintahan

(Jakarta/Bandung) maupun Pemerintahan Daerah-daerah.

Sesudah Pemerintahan Indonesia membentuk Kabinet yang pertama, maka pada Menteri

mulai menyusun organisasi serta sifatnya. Pekerjaan Umum pada waktu itu (1945)

berpusat di Bandung, dengan mengambil tempat bekas gedung V.&W. (dikenal dengan

nama "Gedung Sate").

Ketika Belanda ingin mengembalikan kekuasaaan pemerintahan di Hindia

Belanda sebelum perang, datang mengikuti Tentara Sekutu masuk ke Indonesia. Akibat

dari keinginan Pemerintahan Belanda ini, terjadilah pertentangan fisik dengan Pemuda

Indonesia yang ingin mempertahankan tanah air berikut gedung-gedung yang telah

didudukinya, antara lain "Gedung Sate" yang telah menjadi Gedung Departemen

Pekerjaan Umum pada waktu itu (peristiwa bersejarah itu dikenal dengan peristiwa "3

Desember 1945").

Pada waktu revolusi fisik dari tahun 1945 s/d 1949, Pemerintah Pusat RI di

Jakarta terpaksa mengungsi ke Purworejo untuk selanjutnya ke Yogyakarta, begitu juga

Kementerian PU.

Sesudah Pemerintahan Belanda tahun 1949 mengakui kemerdekaan Republik

Indonesia maka pusat pemerintahan RI di Yogyakarta, berpindah lagi ke Jakarta.

Page 22: BAB I, II, III, IV, V

Sejak tahun 1945 itu, Pekerjaan Umum (PU) telah sering mengalami perobahan

pimpinan dan organisasi,sesuai situasi politik pada waktu itu. Sebagai gambaran garis

besar organisasi PUT diuraikan sebagai berikut:  

Sebelum tentara Belanda masuk ke Yogyakarta Susunan Kemerdekaan PU.

Perhubungan dapat dibagi menjadi 8 Jawatan dan 4 Balai.

Khusus pada masa Republik India Serikat Kementerian Perhubungan dan POU

RIS dibagi dalam beberapa Departemen dan beberapa Jawatan dan beberapa

instansi yang hubungan erat dengan tugas dari dep.PU. RIS.

Kementerian Perhubungan PU.RIS tersebut terdiri atas penggabungan 3 Departemen

prae federal yaitu:

Departemen Verkeer, Energie dan Mynbouw dulu (kecuali Mynbouw yang

masuk dalam kementerian Kemakmuran).

Departemen Van Waterstaat di Wederopbouw

Departemen Van Scheepvaart

Penggabungan dari 3 Departemen dari pemerintahan prae federal dalam satu

Kementerian yaitu Kementerian Perhubungan Tenaga dan PU.RIS dianggap perlu,

supaya hubungan 3 Departemen tersebut satu dengan lain menjadi sangat erat, terlebih-

lebih jika diingat, bahwa untuk pembangunan Negara akan diadakan koordinasi dan

rasionalisasi yang baik dan adanya tenaga ahli dan pula untuk melancarkan semua tugas

yang dibebankan pada Kementerian Perhubungan Tenaga dan PU.RIS.

Khusus pada permulaan terbentuknya Negara Kesatuan RI, maka susunan

Kementerian berbeda sebagai berikut:

Dalam masa proloog G 30 S. PKI terjadilah dalam sejarah Pemerintahan RI suatu

Kabinet yang besar disebut dengan nama Kabinet DwiKora atau Kabinet 100 Menteri,

Page 23: BAB I, II, III, IV, V

dimana pada masa ini dibentuk Koordinator Kementerian. Tidak luput Departemen PUT.

yang pada masa itu ikut mengalami perubahan organisasi menjadi 5 Dept. dibawah

Kompartemen PUT Kabinet Dwikora, dipimpin Jenderal Suprajogi. Adapun

Kompartemen PUT ketika membawahi, antara lain:

Departemen Listrik dan Ketenagaan

Departemen Bina Marga

Departemen Cipta Karya Konstruksi

Departemen Pengairan Dasar

Departemen Jalan Raya Sumatera

Setelah peristiwa G.30S PKI Pemerintah segera menyempurnakan Kabinet

Dwikora dengan menunjuk Ir.Soetami, sebagai menteri PUT untuk memimpin

Kompartemen PUT. Kabinet yang disempurnakan itu tidak dapat lama dipertahankan.

Kabinet Ampera, sebagai Kabinet pertama dalam masa Orde Baru. Kembali

organisasi PUT dibentuk dengan Ir.Soetami, sebagai Menteri. Dengan Surat Keputusan

Menteri PUT tertanggal 17 Juni 1968 N0.3/PRT/1968 dan dirobah dengan Peraturan

Menteri PUT tertanggal 1 Juni 1970 Nomor 4/PRT/1970. Departemen PUT telah

memiliki suatu susunan struktur Organisasi.

Sebagai gambaran lebih jauh pembagian tugas-tugas dalam lingkungan Dep.

PUT, maka pada waktu itu azas tugas-tugas PU telah diserahkan pada kewenangan

daerah itu sendiri.

Page 24: BAB I, II, III, IV, V

B. Visi dan Misi Dinas Pekerjaan Umum

1. Visi :

Tersedianya Infrastruktu Pekerjaan Umum dan Permukiman yang Andal untuk

Mendukung Indonesia Sejahtera 2025.

2. Misi :

a. Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan mitra spasial dari pembangunan

nasional dan daerah serta keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan

umum dan permukiman berbasis penataan ruang dalam rangka pembangunan

berkelanjutan.

b. Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air secara efektif dan optiml untuk

meningkatkan kelestarian fungsi dan kebelanjutan pemanfaatan sumber daya air

serta menguangi resiko daya rusak air.

c. Meningkatkan aksesibilaitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung

pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan.

d. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang layak huni dan produktif

melalui pembinan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman uag

terpadu, andal dan berkelanjutan.

e. Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya

keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstuksi

yang baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang.

f. Menyelenggarakan penelitian dan pengambangan serta penerapn : IPTEK,

norma, standar, pedoman, manual dan/atau kriteria pendukung infrastruktur

pekerjaan umum dan permukiman.

Page 25: BAB I, II, III, IV, V

KEPALA DINAS

KEPALA BAGIANTATA USAHA

KASUBAGKEUANGAN

KASUBAGKEPEGAWAIAN

& UMUM

KASUBAGADMIN

& TEKNIK

KABID PERENCANAAN

& PENGAWASAN TEKNIS

KABID PELAKSANAAN

KASEK PERENCANAAN

TEKNIS

KASEK PENGAWASAN

TEKNIS

KASEK PEMBANGUNAN

KASEK PEMELIHARAAN

KABID PENGUJIAN &PERALATAN

KASEKPENGUJIAN

KASEKPERALATAN

JABATAN FUNGSIONAL

g. Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang

akuntabel dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsi-

prinsip good governance.

h. Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan

Kementerian Pekerjaan Umum dengan meningkatkan kualitas pemeriksaan dan

pengawasan profesional.

C. Struktur Organisasi

Page 26: BAB I, II, III, IV, V

D. Struktur Organisasi

1. Manajemen Aset pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua

Pengelolaan barang milik daerah merupakan komponen penting dalam

penyelenggaraan kegiatan pengelolaan keuangan daerah maka pengelola barang milik

daerah perlu melakukan pengorganisasian dengan baik. Salah satu peraturan yang

menjadi dasar terhadap pengelolaan barang milik daerah adalah PP No. 6/2006 dan

Permendagri 17/2007.

Pada peraturan tersebut dapat diklasifikasikan ada 4 aturan kegiatan utama,

yaitu: 1) Perencanaan yang mencakup : perencanaan kebutuhan dan penganggaran,

pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penggunaan, 2) Penatausahaan yang

mencakup : inventarisasi, penilaian, pembukuan dan pelaporan, 3) Peningkatan

produktivitas yang mencakup : pengamanan dan pemeliharaan, pemanfaatan,

pemindahtanganan dan penghapusan, 4) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Dinas Pekerjaan Umum sebagai salah satu satuan kerja pada Provinsi Papua

berkewajiban untuk melakukan keempat kegiatan utama tersebut guna mewujudkan

pengelolaan aset yang baik.

Dari sisi perencanaan, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua telah

merencanakan dan menyusun kebutuhan barang dan pemeliharaan yang telah

dituangkan dalam Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah. Dalam

proses pengadaan barang dan jasa juga telah dilaksanakan sesuai dengan Keputusan

Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah. Pemeliharaan atas aset yang memerlukan pemeliharaan rutin

agar dapat dimanfaatkan secara optimal telah dianggarkan pula dalam Rencana Kerja

Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Page 27: BAB I, II, III, IV, V

Dari sisi penatausahaan, Dinas Pekerjaan Umum melakukan inventarisasi aset

secara periodik guna mengetahui keberadaan aset yang dimiliki. Inventarisasi juga

berguna untuk menyusun anggaran pemeliharaan atas aset karena kondisi aset dapat

diketahui secara pasti. Hasil inventarisasi barang dituangkan dalam Kartu Inventaris

Barang (KIB), Kartu Inventaris Ruangan (KIR), dan Buku dan Inventaris Barang.

Salinan atas catatan aset tersebut didistribusikan kepada Dinas Pengelola Keuangan

dan Aset Daerah guna menyusun laporan aset akhir tahun yang tertera dalam Neraca

Pemerintah Daerah.

Dari sisi peningkatan produktivitas, Dinas Pekerjaan Umum memberikan kode

barang dan tanda status kepemilikan atas aset tersebut. Hal ini berguna untuk

mengetahui keberadaan aset dan mengetahui status kepemilikan aset terrsebut. Bukti

kepemilikan atas aset disimpan dalam lemari penyimpanan oleh pihak yang

berwenang dan biasanya dilakukan oleh Kepala Dinas. Atas aset yang tidak dapat

digunakan lagi atau tidak termanfaatkan, Dinas Pekerjaan Umum mengajukan

penghapusan atas aset tersebut. Penghapusan barang milik daerah dengan tindak

lanjut pemusnahan dilakukan apabila barang milik daerah dimaksud tidak dapat

digunakan, tidak dapat dimanfaatkan dan tidak dapat dipindahtangankan; atau alasan

lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Penghapusan Barang milik

daerah dilaksanakan oleh pengguna dengan keputusan dari pengelola setelah

mendapat persetujuan Gubernur. Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud

dalam Berita Acara Pemusnahan dan dilaporkan kepada Gubernur.

Selain barang milik daerah yang sudah rusak dan tidak dapat dipergunakan,

dihapus dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah. Penghapusan dilaksanakan

sesuai ketentuan perundang-undangan. Barang milik daerah yang dihapus dan masih

mempunyai nilai ekonomis, dapat dilakukan melalui:

Page 28: BAB I, II, III, IV, V

a. pelelangan umum/pelelangan terbatas dan hasilnya disetorkan ke Kas Daerah

b. disumbangkan atau dihibahkan kepada pihak lain.

2. Pengaruh Manajemen Aset Terhadap Kinerja Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua

Kinerja sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan Pemerintah Daerah dalam

mewujudnya kemakmuran kian di tuntut oleh masyarakat. Transparansi dan

akuntabilitas penngelolaan keuangan dan aset daerah menjadi salah satu tolak

ukurnya. Setiap tahun laporan keuangan pemerintah daerah yang meliputi Neraca,

Laporan Realisasi Anggaran, Catatan atas Laporan Keuangan diperiksa oleh Badan

Pemeriksa Keuangan setiap tahunnya.

Dilihat dari laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, kinerja

Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua mengalami peningkatan selama 2 tahun

terakhir. Turunnya nilai temuan aset pada tahun 2008 sebesar Rp4.737.777.900,00

turun menjadi Rp4.087.085.700,00 pada tahun 2009. Hal ini menjadi salah satu

terindikator naiknya kinerja Dinas Pekerjaan Umum.

Selain itu masih ada yang menjadi catatan Badan Pemeriksa Keuangan yaitu

kurangnya personil yang cakap dalam menangani masalah aset ini. Selain itu nilai aset

yang dicantumkan dalam Neraca belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya

karena belum ada penilaian kembali aset pemerintah daerah sehingga selama 2 tahun

terakhir Badan Pemeriksa Keuangan menjadikan aset sebagai salah satu pengecualian

dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Papua

karena diyakini mengandung salah saji yang material

Page 29: BAB I, II, III, IV, V

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua telah melakukan manajemen aset. Ini terbukti

dengan adanya prosedur dalam pengelolaan aset itu sendiri.

2. Manajemen aset yang dilakukan telah sesuia dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah

dimana secara umum proses pengelalaan aset dibagi menjadi empat bagian besar yaitu

1) Perencanaan yang mencakup : perencanaan kebutuhan dan penganggaran,

pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penggunaan, 2) Penatausahaan yang

mencakup : inventarisasi, penilaian, pembukuan dan pelaporan, 3) Peningkatan

produktivitas yang mencakup : pengamanan dan pemeliharaan, pemanfaatan,

pemindahtanganan dan penghapusan, 4) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

3. Manajemen aset memiliki pengaruh terhadap kinerja Dinas Pekerjaan Umum Provinsi

Papua. Peningkatan kinerja ini ditunjukkan dengan adanya penurunan nilai temuan

oleh BPK atas aset yang dikelola oleh instansi tersebut. Namun demikian harus terus

dilakukan perbaikan dalam manajemen aset karena dari tahun-ketahun hal ini-lah

yang dijadikan dasar oleh BPK untuk tidak memberikan opini wajar tanpa

pengecualian atas laporan keuangan pemerintah daerah karena dipandang masih

buruknya kualitas manajemen aset dan angka yang tercantum dalam laporan keuangan

khususnya neraca tidak dapat diyakini kebenarannya.

Page 30: BAB I, II, III, IV, V

B. Saran

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, maka ada beberapa saran yang bisa

disampaikan, antara lain :

1. Dinas Pekerjaan Umum perlu lebih meningkatkan pengawasan terhadap pengadaan

aset karena masih tingginya nilai temuan atas kegiatan ini.

2. Agar Dinas Pekerjaan Umum meningkatkan kapasitas personilnya dengan

menggelar seminar dan pelatihan khususnya dalam bidang pengelolaan aset.