bab i,ii,iii,iv,v,vi

Upload: indra-kurniawan

Post on 06-Jul-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    1/29

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Apendiks disebut juga umbai cacing. Fungsi organ ini tidak diketahui,

    namun sering menimbulkan masalah kesehatan. Angka kejadian apendisitis

    akut di negara maju lebih tinggi daripada negara berkembang, dimana terjadi

     penurunan insidens secara bermakna seiring dengan meningkatnya konsumsi

    makanan berserat.1

    Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi dari apendiks.

    2

    Apendisitis jarang terjadi pada bayi, insidens tertinggi terjadi pada kelompok 

    usia 20-30 tahun, dimana pada kelompok usia ini insidens pada laki-laki lebih

    tinggi. elebihnya insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya

    sebanding.1,3

    Apendisitis merupakan hasil obstruksi lumen yang diikuti dengan

    infeksi. !0" kasus disebabkan oleh hiperplasia limfatik, 3#" disebabkan

    karena fekalit $massa fekal padat%, &" oleh benda asing dan 1" oleh

     penyempitan dan tumor dinding apendiks. 'iperplasia limfatik merupakan

     penyebab obstruksi paling sering pada anak-anak, sedangkan pada orang

    lanjut usia fekalit merupakan penyebab obstruksi paling sering.3,&

    Apendisitis mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan

    mengalami perforasi. (erforasi adalah komplikasi pada apendisitis akut yang

     paling sering ditemukan. )anyak faktor yang mempengaruhi kompleksitas

    gejala apendisitis akut, yaitu lokasi apendiks, keadaan kesehatan pasien, serta

    keadaan patologi apendiks pada *aktu pemeriksaan. (erforasi juga

    diakibatkan karena pasien terlambat memeriksakan diri dan keterlambatan

    dokter atau ahli bedah untuk mengambil tindakan lebih lanjut.2,#

    +nsidens perforasi terjadi 20" pada 2& jam pertama gejala, namun

    meningkat menjadi 0" setelah 2& jam. /leh karena itu butuh pertimbangan

    segera dalam membuat diagnosis yang tepat dan melakukan tindakan bedah

    dalam 2& jam setelah onset gejala untuk menurunkan insidens perforasi.3,&

    )erangkat dari pemikiran-pemikiran diatas, peneliti tertarik 

    melakukan penelitian untuk melihat secara terperinci hubungan lama *aktu

    Universitas Tarumanagara   1

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    2/29

    tunda operasi terhadap terjadinya insidens perforasi pada pasien apendisitis

    akut.

    1.2 Rumusan Masalah

    1.2.1. (ernyataan masalah

    urangnya data hubungan lama *aktu tunda operasi terhadap insidens

     perforasi pada pasien apendisitis akut.

    1.2.2. (ertanyaan masalah

    a% )erapa proporsi pasien dengan lama *aktu tunda operasi 3! jam

     b% )erapa proporsi pasien dengan lama *aktu tunda operasi 3! jam dan

    mengalami perforasi

    c% )agaimanakah hubungan lama *aktu tunda operasi terhadap terjadinya

    insidens perforasi pada pasien apendisitis akut

    1.3 Hi!tesis Penelitian

    erdapat hubungan yang bermakna antara lama *aktu tunda operasi terhadap

    terjadinya insidens perforasi pada pasien apendisitis akut.

    1." Tu#uan Penelitian

    1.&.1 ujuan umum

    4engetahui dengan rinci hubungan lama *aktu tunda operasi terhadap

    insidens perforasi pada pasien apendisitis akut.

    1.&.2 ujuan khusus

    a% 5iketahui proporsi pasien dengan lama *aktu tunda operasi 3! jam

     b% 5iketahui proporsi pasien dengan lama *aktu tunda operasi 3! jam dan

    mengalami perforasi.

    c% 5iketahui hubungan lama *aktu tunda operasi terhadap terjadinya

    insidens perforasi pada pasien apendisitis akut.

    Universitas Tarumanagara   2

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    3/29

    1.$ Man%aat Penelitian

    a% 4enurunkan lama *aktu tunda operasi.

     b% 4enjadi bahan e6aluasi dan acuan untuk meningkatkan mutu pelayanan

    kesehatan di rumah sakit.

    c% 4enambah pengetahuan dan *a*asan bagi peneliti.

    BAB 2

    T&N'AUAN PU(TA)A

    Universitas Tarumanagara   3

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    4/29

    2.1. Aen*iks

    2.1.1. 5efinisi

    Apendiks adalah di6ertikulum sekum yang menyerupai cacing.!

    Apendiks merupakan suatu e6aginasi dari sekum yang ditandai dengan

    sebuah lumen kecil, sempit dan tidak teratur. truktur tersebut disebabkan

    oleh folikel limfoid yang banyak pada apendiks.

    Apendiks disebut juga umbai cacing, merupakan organ berbentuk 

    tabung dan berpangkal di sekum.1

    2.1.2. Anatomi, histologi dan embriologi apendiks

    aluran pencernaan $traktus digesti6us% pada dasarnya adalah suatu

    saluran $tabung% dengan panjang sekitar 30 kaki $7 m% yang berjalan

    melalui bagian tengah tubuh dari mulut sampai ke anus $sembilan meter 

    adalah panjang saluran pencernaan pada mayat8 panjangnya pada manusia

    hidup sekitar separuhnya karena kontraksi terus menerus dinding otot

    saluran%. aluran pencernaan mencakup organ-organ berikut9 mulut8

    faring8 esofagus8 lambung8 usus halus8 $terdiri dari duodenum, jejunum,dan ileum%8 usus besar $terdiri dari sekum, apendiks, kolon dan rektum%8

    dan anus.:

    Apendiks merupakan organ berbentuk tabung dan berpangkal di

    sekum. ;umennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian

    distal.1 (ada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

    menyempit pada ujungnya.1,# (anjang apendiks pada orang de*asa kira-

    kira 10 cm.1,3,#,7

    (ersarafan parasimpatis berasal dari cabang

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    5/29

    ;umen apendiks dilapisi oleh epitel toraks. erdapat dua lapis otot

    yang melapisi dinding apendiks. ;apisan dalam $sirkularis% merupakan

     penerusan otot sekum yang sama. ;apisan luar $longitudinalis% dari

     penyatuan tiga taenia sekum.#

    Apendiks merupakan perpanjangan dari sekum, muncul dari bagian

    inferiornya.3  Apendiks terlihat pertama kali pada minggu kedelapan

     perkembangan embrio sebagai tonjolan dari ujung sekum. elama

     perkembangan antenatal dan postnatal, perkembangan dari sekum

    melampaui apendiks, sehingga apendiks berpindah ke arah medial pada

    6al6ula ileosekalis.10

    >aringan limfoid pertama kali muncul pada sekitar 2 minggu

    setelah lahir. >umlahnya meningkat selama pubertas dan menetap saat

    de*asa dan kemudian berkurang mengikuti umur. etelah umur !0 tahun,

    tidak ada jaringan limfoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen

    apendiks komplit.10

    2.1.3. Fisiologi apendiks

    Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. ;endir itu secara

    normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.

    'ambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada

     patogenesis apendisitis.1

    +mmunoglobulin sekretorik yang dihasilkan oleh ?A; $Gut 

     Associated Lymphoid Tissue% yang terdapat di sepanjang saluran cerna

    termasuk apendiks adalah +gA. +munoglobulin itu sangat efektif sebagai

     pelindung terhadap infeksi.

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    6/29

    2.2.1. 5efinisi

    Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi dari apendiks.2

    Apendisitis merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering.

    2,7

    Apendisitis akut merupakan pembedahan yang paling sering dilakukan.&

    2.2.2. @tiologi

    /bstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis.2,7-11

    /bstruksi ini kemudian diikuti oleh infeksi bakteri.1,7  (enyebab dari

    obstruksi antara lain oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit atau massa

    fekal padat, benda asing, parasit, striktur pada fibrosis akibat radang

    sebelumnya dan tumor pada dinding apendiks.1-3,7-11

    /bstruksi akibat hiperplasia folikel limfoid lebih sering pada anak-

    anak dan merupakan !0" dari seluruh kasus, sedangkan obstruksi akibat

    fekalit lebih sering pada orang de*asa. Fekalit merupakan 3#" dari

    seluruh kasus, diikuti &" dari benda asing dan 1" karena striktur dan

    tumor pada dinding apendiks.3

    (enelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makanan

    rendah serat dan konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.1 Fekalit sering

    terjadi pada masyarakat dengan konsumsi diet yang rendah serat.7

    onstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat

    timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan

    kuman flora kolon biasa. emuanya akan mempermudah terjadinya

    apendisits akut.1 (enyebab lainnya adalah erosi mukosa apendiks karena

     parasit, seperti E. histolytica,1 serta sayuran dan biji-biji buah.10

    2.2.3. (atofisiologi

    Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

    apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur pada

    fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.2 

    Universitas Tarumanagara   !

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    7/29

    Apendisitis pada dasarnya adalah suatu proses obstruksi

    $hiperplasia kelenjar limfoid, fekalit, benda asing, striktur, tumor% yang

    kemudian disusul dengan proses infeksi.12

    'iperplasia folikel limfoid diduga merupakan respon dari infeksi

    akut saluran pernafasan, campak, mononukleosis atau penyakit lain yang

    menyebabkan reaksi jaringan limfoid. Folikel limfoid apendiks juga

     berespon terhadap infeksi di usus.3

    Fekalit diduga terbentuk bila ada serabut sayuran terperangkap

    masuk kedalam apendiks sehingga keluar mukus berlebihan yang

    mengandung banyak kalsium sehingga mengeras dan menimbulkan

    obstruksi.3,12

    /bstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada

     bagian proksimal. elanjutnya, terjadi peningkatan sekresi normal dari

    mukosa apendiks yang terdistensi secara terus menerus karena multiplikasi

    cepat dari bakteri. /bstruksi ini menyebabkan mukus yang diproduksi

    mukosa terbendung. emakin lama, mukus tersebut semakin banyak,

    namun elastisitas dinding apendiks terbatas sehingga meningkatkan

    tekanan intralumen. apasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1

    ml.10 

    ekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks

    mengalami hipoksia, hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa, dan in6asi

     bakteri. +nfeksi memperberat pembengkakan apendiks $edema%. rombosis

     pada pembuluh darah intramural $dinding apendiks% menyebabkan

    iskemik. (ada saat ini, terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh

    nyeri epigastrium.

    2

    )ila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.

    'al tersebut menyebabkan obstruksi 6ena, edema bertambah dan bakteri

    akan menembus dinding. (eradangan yang meluas dan mengenai

     peritoneum setempat menimbulkan nyeri didaerah kanan ba*ah. eadaan

    ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.2 

    )ila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding

    apendiks yang diikuti dengan gangren. tadium ini disebut dengan

    Universitas Tarumanagara  

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    8/29

    apendisitis gangrenosa. )ila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan

    terjadi apendisitis perforata.2

    )ila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

     berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa

    lokal yang disebut infiltrat apendikularis. (eradangan apendiks tersebut

    dapat menjadi abses atau menghilang.2

    +nfiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang

    dimulai pada mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks

    dalam *aktu 2&-&: jam pertama. +ni merupakan usaha pertahanan tubuh

    yang membatasi proses radang melalui penutupan apendiks dengan

    omentum, usus halus, atau adneksa. Akibatnya, terbentuk massa

     periapendikular. 5i dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses

    yang dapat mengalami perforasi. >ika tidak terbentuk abses, apendisitis

    akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang dan

    selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1

    (ada anak-anak, perforasi mudah terjadi karena omentum lebih

     pendek, apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis dan daya

    tahan tubuh yang masih kurang. (ada orang tua, perforasi mudah terjadi

    karena telah ada gangguan pembuluh darah.2

    Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,

    tetapi membentuk jaringan parut dan menyebabkan perlengketan dengan

     jaringan sekitar. (erlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di kanan

     ba*ah abdomen. (ada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan

    dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.1

    2.2.&. ?ejala klinis

    eluhan apendisitis akut bermula dari nyeri di daerah epigastrium

    atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah.2,3 

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    9/29

    setempat. asa sakit saat berjalan atau batuk diakibatkan perangsangan

     peritoneum.1-3

    erdapat juga keluhan anoreksia, malaise, demam yang tidak 

    terlalu tinggi, konstipasi, kadang-kadang diare, mual dan muntah.2

     adang

    tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita

    merasa memerlukan obat pencahar. indakan itu mempermudah terjadinya

     perforasi.

    )ila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya

    terlindung sekum, maka tanda nyeri perut kanan ba*ah tidak begitu jelas

    dan tidak ada rangsangan peritoneal. asa nyeri lebih ke arah perut sisi

    kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas

    mayor yang menegang dari dorsal.1

    Apendiks yang terletak di rongga pel6is, bila meradang dapat

    menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga

     peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan

     berulang-ulang. >ika apendiks menempel pada kandung kemih, dapat

    terjadi peningkatan frekuensi berkemih, karena rangsangan dindingnya.1

    2.2.#. 5iagnosis

    5iagnosis berdasarkan gejala klinis, yaitu rasa sakit di daerah

    epigastrium atau periumbilikus yang kemudian beralih ke kuadran kanan

     ba*ah, menetap dan secara progresif bertambah hebat terutama ketika

     pasien bergerak, anoreksia, mual, muntah, disertai demam yang tidak 

    tinggi dan konstipasi. )ayi yang mengalami apendisitis tampak gelisah,

    mengantuk dan anoreksia. 4ereka yang sudah lanjut usia gejalanya tidak 

    senyata mereka yang lebih muda.

    &

    (ada pemeriksaan fisik, tanda-tanda yang paling penting adalah

    nyeri tekan di daerah kuadran kanan ba*ah.

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    10/29

    (ada pemeriksaan laboratorium, hitung leukosit menunjukan

    leukositosis ringan dengan pergeseran ke kiri.1,&-#,7-10 (ada urinalisis tampak 

    sejumlah kecil eritrosit atau leukosit.&

    B scan telah terbukti memiliki akurasi 7" dalam mendiagnosis

    apendisitis. euntungan lainnya adalah kemampuan untuk menge6aluasi

    seluruh perut dan menemukan abses dan flegmon, kurangnya

    ketergantungan pada keterampilan operator, dan keahlian dokter dalam

    membaca B  scan. erugian meliputi paparan radiasi, kebutuhan akan

    kontras oral dan intra6ena dan kerugian yang terkait, serta kebutuhan

     pasien untuk diam, yang sering sulit untuk anak-anak kecil. B  scan

     paling disukai, dengan #1-#:" pasien dengan apendisitis didugamenjalani B scan.

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    11/29

    (erforasi pada apendisitis akut merupakan komplikasi serius yang

    dapat mengakibatkan mortalitas.3 (rognosis baik bila dilakukan diagnosis

    dini sebelum ruptur. Emumnya mortalitas berhubungan dengan sepsis,

    emboli paru, ataupun aspirasi.10

    )anyak faktor yang mempengaruhi kompleksitas gejala apendisitis

    akut, yaitu usia, lokasi apendiks, keadaan kesehatan pasien, serta keadaan

     patologi apendiks pada *aktu pemeriksaan. (erforasi juga diakibatkan

    karena pasien terlambat memeriksakan diri dan keterlambatan dokter atau

    ahli bedah untuk mengambil tindakan lebih lanjut.&-#

    2.3. Per%!rasi

    2.3.1. Faktor resiko komplikasi

    A. Esia

    Esia pasien apendisitis akut dapat mempengaruhi anamnesis. )ayi

    dan anak kecil dihambat oleh ketidakmampuannya mengungkapkan

    keluhannya. (asien senilis dibatasi dalam cara yang sama, tetapi bahkan

     pasien tua yang a*as *aspada secara mental sering tidak mengalamigejala yang khas.#

    (ada anak-anak, perforasi mudah terjadi karena omentum lebih

     pendek, apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih kecil dan daya

    tahan tubuh masih kurang.2,#

    (ada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan

     pembuluh darah.2 ?ejala klasik seperti nyeri, anoreksia dan mual terjadi

     pada orang tua namun lebih tersamar dibandingkan pada remaja de*asa.

    ;ebih dari 30" pasien lanjut usia sudah mengalami ruptur apendiks pada

    saat di operasi.3,#

    ). ;okasi apendiks

    ;okasi peradangan apendiks yang berbeda bertanggung ja*ab bagi

    sejumlah 6ariasi dalam kompleksitas gejala. Apendisitis retrosekal, yang

    khas menyebabkan nyeri di pinggang dengan komponen abdomen

    minimum atau tidak ada. Apendiks panjang yang meradang dan terbentang

    Universitas Tarumanagara   11

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    12/29

    ke dalam pel6is, bisa meniru patologi ginekologi atau traktus urinarius

    karena gejalanya terutama dalam lokasi pel6is.#

    )ila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya

    terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan ba*ah tidak begitu jelas

    dan tidak ada rangsangan peritoneal. asa nyeri lebih ke arah perut sisi

    kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas

    mayor yang menegang dari dorsal.1

    Apendiks yang terletak di rongga pel6is, bila meradang, dapat

    menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga

     peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan

     berulang-ulang. >ika apendiks menempel pada kandung kemih, dapat

    terjadi peningkatan frekuensi berkemih, karena rangsangan dindingnya.1

    B. (atologi apendiks pada *aktu pemeriksaan

    )erdasarkan keadaan se*aktu operasi dan gambaran histologiknya,

    apendisitis akut dibagi menjadi simpel, gangrenosa dan perforasi. (ada

     bentuk simpel ditemukan apendiks yang masih utuh tapi meradang.

    Adanya nekrosis fokal atau luas merupakan ciri khas untuk bentuk 

    gangranosa dimana sering pula ditemukan perforasi mikroskopik.

    Apendisitis perforata ditandai dengan apendiks yang pecah atau bahkan

    hancur.7

    Angka kematian 0-0,3" pada apendisitis sederhana dan 2" atau

    lebih pada pada kasus yang sudah mengalami perforasi.&

    5. eadaan kesehatan pasien

    Apendisitis pada saat kehamilan memberikan tantangan diagnostik,

    khususnya selama trimester terakhir. Eterus yang membesar akan

    menggeser apendiks keluar dari lokasi normalnya, biasanya ke arah

    kuadran kanan atas. Akibatnya nyeri tekan terlokalisir ditemukan di lateral

     pinggang kanan di atas umbilikus. ?ambaran klasik anoreksia demam,

    nyeri dan leukositosis biasanya ada dalam ketiga trimester.#

    (ada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut,

    mual dan muntah. ang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester 

     pertama sering juga terjadi mual dan muntah.1

    Universitas Tarumanagara   12

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    13/29

    eterlambatan dalam operasi memba*a akibat serius bagi ibu dan

    fetus, khususnya selama stadium lanjut kehamilan, dimana perforasi dan

     peritonitis meningkatkan mortalitas ibu dan fetus. 5alam ketiga trimester 

    kehamilan, apendektomi harus dilakukan bila dicurigai adanya

    apendisitis.#

    @. eterlambatan memeriksakan diri

    (ada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit di diagnosis

    sehingga tidak ditangani pada *aktunya dan terjadi komplikasi. ?ejala

    apendisitis akut pada anak tidak spesifik. ?ejala a*alnya sering hanya

    re*el dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa

    nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan

    anak akan menjadi lemah dan letargik. arena gejala yang tidak khas tadi,

    sering apendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. (ada bayi, :0-70"

    apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.1

    ingginya mortalitas dikarenakan karena keterlambatan pasien

    untuk mencari pertolongan medis dan keterlambatan untuk membuang

    apendiks.3

    F. ;ama *aktu tunda operasi $ Delay time%

    (ada beberapa keadaan, apendisitis sulit di diagnosis sehingga

    tidak ditangani pada *aktunya dan terjadi komplikasi. eterlambatan

     penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Apendektomi

    harus dilakukan dalam beberapa jam setelah diagnosis ditegakkan.1 

    Faktor keterlambatan bisa berasal dari penderita, orang tua atau

     pihak dokter. /bser6asi yang berlarut-larut di rumah sakit dan

     pemeriksaan laboratorium lengkap berulang-ulang, tidak akan

    menggantikan peran anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti

    dan segera operasi pada kasus yang diduga apendisitis.7

    (engenalan dini apendisitis akut pada pasien tua kadang-kadang

    sulit dilakukan karena gejalanya sering ringan serta tanda fisik tidak ada

    atau minimal, demam dan leukositosis. ak adanya gambaran ini dalam

    stadium dini akan menyesatkan dan menyebabkan keterlambatan yang

    Universitas Tarumanagara   13

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    14/29

    Perf orasi

    LamaWaktuTundaOperas

    i

    UsiaLokasiApendiks

    Keadaan

    KesehatanPasien

    Patologi

    Apendiks

    Terlambat

    MemeriksakanDiri

    tidak semestinya dalam memberikan terapi yang tepat.# 5engan kata lain,

    hal ini akan menambah *aktu tunda operasi.

    ?angren dan perforasi biasanya terjadi sesudah 2&-3! jam.&

    (erforasi jarang ditemukan pada 12 jam pertama sejak a*al sakit, tetapi

    insidens meningkat tajam sesudah 2& jam sakit.7 

    +nsidens perforasi terjadi 20" pada 2& jam pertama gejala, namun

    meningkat menjadi 0" setelah 2& jam. /leh karena itu butuh

     pertimbangan segera dalam membuat diagnosis yang tepat dan melakukan

    tindakan bedah dalam 2& jam setelah onset gejala untuk menurunkan

    insidens perforasi 3-&

    2.". )erangka Te!ri

    2.$. )erangka )!nse

    Universitas Tarumanagara   1&

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    15/29

    BAB 3

    MET+D+L+,& PENEL&TAN

    3.1 Desain Penelitian

    (enelitian ini menggunakan desain analitik kohort retrospektif.

    3.2 Temat *an -aktu

    (enelitian dilakukan pada bulan >anuari 201& sampai Februari 201# di

    umah akit umber Garas >akarta.

    3.3 P!ulasi *an (amel

    (opulasi target 9 eluruh pasien penderita apendisitis akut.

    (opulasi terjangkau 9 (asien apendisitis akut yang dira*at di umber 

    Garas periode >anuari 201& sampai Februari 201#.

    Universitas Tarumanagara   1#

    Variabel Tergantung

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    16/29

    ampel 9 (asien apendisitis akut yang dira*at di umber 

    Garas periode >anuari 201& sampai Februari 201# dan

    memenuhi kriteria inklusi.

    3." Perkiraan Besar (amel

    eknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan cara

    consecutive non random sampling.

    umus besar sampel yang digunakan adalah 9

    n1=n2=

    (Zα √ 2 PQ+Zβ √ ( P1Q1+ P2Q2 ))

    ( P1− P2)2

    2

    eterangan 9

    (1 H0,# 8 (2 H0,2

    ( H0,3# 8 I H0,!# 8 I1 H0,# 8 I2 H0,:

     Effect Sie 30" H0,3

     !o"er  $1-J% :0"

    KL H1,7! 8 L H#" H0,0#

    KJ H0,:& 8 J H 1 - !o"er  H0,2

    n1=n

    2=(Zα √ 2 PQ+Zβ √ ( P1Q1+ P2Q2 ))

    ( P1− P2)2

    2

    n1=n2=(1,96√ 2·0,35 ·0,65+0,84√ (0,5·0,5+0,2 ·0,8 ) )

    (0,5−0,2 )

    2

    2

    Universitas Tarumanagara   1!

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    17/29

    n1=n2=(1,96√ 0,455+0,84√ 0,41)

    (0,5−0,2 )2

    2

    n1=n

    2=

    (1,96·0,67+0,84 ·0,64 )

    (0,5−0,2)2

    2

    n1=n

    2=

     (1,8508 )

    (0,3 )2

    2

    n1=n2=3,42

    0,09

    n1=n

    2=38

    n=2· n1=2 · n

    2

    n=76

    >adi, besar sampel minimal dengan effect sie 30" adalah ! sampel.

    3.$ )riteria &nklusi *an Eksklusi

    riteria inklusi 9 (asien apendisitis akut yang mendapatkan tindakan

     bedah apendektomi.

    riteria eksklusi 9 (asien apendisitis akut yang dalam kondisi hamil.

    3. /ara )er#a Penelitian

    1% 4enemukan rekam medik pasien apendisitis akut yang memenuhi kriteria

    inklusi sebagai sampel.

    2% 4elihat lama *aktu tunda antara onset gejala dan tindakan apendektomi

     pada sampel melalui rekam medik.

    3% 4elihat apakah terjadi perforasi pada sampel melalui rekam medik.

    &% 4engumpulkan dan mengolah data.

    Universitas Tarumanagara   1

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    18/29

    3.0 ariael Penelitian

    erdapat dua jenis 6ariabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu

    6ariabel bebas dan 6ariabel tergantung. Mariabel bebas dalam penelitian iniadalah lama *aktu tunda operasi serta insidens perforasi sebagai 6ariabel

    tergantung.

    3. &nstrumen Penelitian

    +nstrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik.

    3.4 De%inisi +erasi!nal

    1. ;ama Gaktu tunda

    • 5efinisi 9 +nter6al antara onset gejala sampai dengan melakukan

    tindakan apendektomi.

    • Bara ukur 9 5engan melihat pada rekam medik.

    • Alat ukur 9 5ata sekunder $rekam medik%.

    • 'asil ukur 9 3! jam atau 3! jam.

    • kala ukur 9 5ata numerik yang diubah menjadi data kategorik.

    2. (erforasi• 5efinisi 9 uatu komplikasi apendisitis dimana terbentuk lubang

     pada apendiks.

    • Bara ukur 9 5engan melihat pada rekam medik.

    • Alat ukur 9 5ata sekunder $rekam medik%.

    • 'asil ukur 9 erjadi perforasi atau tidak terjadi perforasi.

    • kala ukur 9 5ata kategorik.

    3.15 Pengumulan Data

    eknik pengumpulan data yang digunakan adalah consecutive non

    random sampling.

    3.11 Analisis Data

    3.11.1 Analisis asosiasi statistik 

    Universitas Tarumanagara   1:

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    19/29

    Analisis asosiasi statistik yang digunakan adalah uji statistik 

     pearson chi s#uare, dengan 6ariabel bebas bersifat kategorik dan 6ariabel

    tergantung bersifat kategorik.

    +nterpretasi 9

    Asosiasi statistik dikatakan bermakna apabila p$value 0,0# dan dikatakan

    tidak bermakna apabila p$value 0,0#.

    3.11.2 Analisis Asosiasi @pidemiologi

    Analisis asosiasi epidemiologi didapatkan dengan menghitung

     %elative %is& $% dikarenakan desain penelitian yang digunakan adalah

    analitik kohort retrospektif.

    umus untuk menghitung %elative %is&  9

     RR=  Lama waktutunda≥ 36Jam danTerjadi Perforasi

     Lamawaktutundaika H1, berarti resiko kelompok yang terpajan dengan yang tidak 

    terpajan adalah sama besarnya untuk terkena perforasi.

    • >ika 1, berarti resiko kelompok yang terpajan lebih besar unuk 

    terkena perforasi dibanding dengan yang tidak terpajan.

    • >ika 1, berarti resiko kelompok yang terpajan lebih kecil unuk 

    terkena perforasi dibanding dengan yang tidak terpajan.

    Universitas Tarumanagara   17

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    20/29

    (ada hasil penelitian juga dilakukan pengelompokan insidens perforasi

     berdasarkan inter6al ! jam untuk melihat secara terperinci hubungan *aktu tunda

    operasi terhadap insidens perforasi dan mengetahui pada inter6al berapakah paling

     banyak terjadi perforasi.

    3.12 Alur Penelitian

    Universitas Tarumanagara   20

     Tidak Terjadi Perforasi

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    21/29

    BAB "

    HA(&L PENEL&T&AN

    1 )arakteristik (amel

    (enelitian dilakukan di umber Garas dengan total sampel :2

    $sampel minimal !%, terdiri dari pasien apendisitis akut yang dira*at di

    umber Garas selama periode >anuari 201& sampai Februari 201#. ebanyak 

    3! $&3,7"% sampel adalah laki-laki dan &! $#!,1"% sampel adalah

     perempuan. ategori umur terbanyak adalah 21-30 tahun dengan jumlah

    sampel 30 $3!,!"% dan 11-20 tahun dengan jumlah sampel 17 $23,2"%. Esia

    termuda adalah # tahun dan usia tertua adalah 2 tahun dengan nilai median

    usia adalah 2 tahun.

    Tael ".1 Distriusi Umur *an 'enis )elamin

    ariael'umlah 678  Median (Min ;

     Max)n 92

    Umur - 2 $# 8 2%

    )ateg!ri Umur

    0-10 th 3 $3,"% -

    11-20 th 17 $23,2"% -

    21-30 th 30 $3!,!"% -

    31-&0 th 11 $13,&"% -&1-#0 th 13 $1#,7"% -

    #1-!0 th # $!,1"% -

    !1-0 th 0 $0"% -

    1-:0 th 1 $1,2"% -

    'enis )elamin

    ;aki-laki 3! $&3,7"% -

    (erempuan &! $#!,1"% -

    Universitas Tarumanagara   21

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    22/29

    )erdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan bah*a onset gejala

    apendisitis pada :2 sampel adalah9 3: $&!,3"% sampel mengalami onset gejala

    N2& jam sebelum masuk rumah sakit, $:,#"% sampel mengalami onset gejala

    2#-&: jam sebelum masuk rumah sakit, 12 $1&,!"% sampel mengalami onset

    gejala &7-2 jam sebelum masuk rumah sakit dan 2# $30,#"% sampel

    mengalami onset gejala 2 jam sebelum masuk rumah sakit. >ika dihitung

    inter6al antara *aktu masuk dan tindakan bedah apendektomi, didapatkan

    inter6al terpendek adalah 3,# jam dan inter6al terpanjang 12# jam dengan nilai

    median inter6al adalah 22 jam.

    >ika dihitung berdasarkan jarak antara onset gejala dengan tindakan

     bedah apendektomi, *aktu tunda operasi !7 $:&,1"% sampel adalah 3! jam

    dan hanya 13 $1#,7"% sampel yang memiliki *aktu tunda 3! jam. (enudaan

    minimum 2#,# jam dan penundaan maksimum 2#2,# jam dengan nilai median

     penundaan adalah !,2# jam. etelah dilakukan tindakan bedah apendektomi,

    sebanyak 27 $3#,&"% sampel mengalami komplikasi berupa perforasi dan

    sisanya #3 $!&,!"% sampel tidak mengalami perforasi.

    Tael ".2 Distriusi +nset: Penun*aan *an )!mlikasi

    ariael'umlah 678  Median (Min ;

     Max)n 92

    +nset

    N 2& >am 3: $&!,3"% -

    2#-&: >am $:,#"% -

    &7-2 >am 12 $1&,!"% -

    2 >am 2# $30,#"% -

    &nterval Masuk ; Be*ah - 22 $3,# 8 12#%

    Penun*aan - !,2# $2#,# 8 2#2,#%

    )ateg!ri Penun*aan

    3! >am !7 $:&,1"% -

    3! >am 13 $1#,7"% -

    )!mlikasi

    a 27 $3#,&"% -

    idak #3 $!&,!"% -

    )erdasarkan hasil pengelompokan komplikasi perforasi untuk setiap

     penundaan ! jam, didapatkan komplikasi paling banyak terjadi pada

    Universitas Tarumanagara   22

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    23/29

     penundaan *aktu operasi &3-&: jam dengan jumlah kejadian komplikasi &

    kasus. 

    Tael ".3 Distriusi )!mlikasi Untuk (etia Penamahan -aktu

    Tun*a 'am

    Penun*aan Angka )!mlikasi

    3-&2 >am 0

    &3-&: >am &

    &7-#& >am 3

    ##-!0 >am 1

    !-2 >am 0

    3-: >am 3

    3#-70 >am 2

    71-7! >am 1

    7-102 >am 2

    103-10: >am 1

    107-11& >am 1

    11#-120 >am 0121-12! >am 0

    12-132 >am 1

    1-1#0 >am 0

    1#1-1#! >am 1

    1!3-1!: >am 0

    1#-1:0 >am 0

    1:1-1:! >am 1

    1:-172 >am 0

    173-17: >am 0177-20& >am 0

    20#-210 >am 0

    211-21! >am 1

    21-222 >am 1

    227-23& >am 1

    2#3-2#: >am 1

    otal 27

    Universitas Tarumanagara   23

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    24/29

    ".2 Analisa Data

    )erdasarkan uji pearson chi s#uare, tidak didapatkan hubungan yang

     bermakna secara statistik $ p$value 0,0#% antara lama *aktu tunda operasi

    terhadap komplikasi perforasi pada pasien apendisitis akut di umber 

    Garas periode >anuari 201& sampai dengan Februari 201#, dan juga tidak 

    didapatkan kemaknaan secara epidemiologi.

    Tael "." Huungan -aktu Tun*a +erasi Terha*a &nsi*ens

    Per%!rasi Aen*isitis Akut

    Parameter)!mlikasi

    Ti*ak 

    )!mlikasi  RR&) 4$7  P 

    N 7 N 7 Min Ma<

    Penun*aan

    3! >am 2# 3!,2" && !3,#" 1,2

    :

    0,&7

    2

    2,:2

    00,0!

    3! >am & 30,:" 7 !7,2"

    (eneliti juga melakukan uji statistik untuk faktor-faktor lain yang

     berperan terhadap insidens komplikasi. Faktor-faktor tersebut diantaranya

     jenis kelamin dan umur. Eji statistik pearson chi s#uare mendapatkan p$

    value H0,00& untuk faktor jenis kelamin terhadap insidens komplikasi dan p$

    value H0,70! untuk faktor umur terhadap insidens komplikasi.

    Universitas Tarumanagara   2&

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    25/29

    Tael ".$ Huungan =akt!r>=akt!r Lain Terha*a &nsi*ens Per%!rasi

    Aen*isitis Akut

    Parameter)!mlikasi Ti*ak 

    )!mlikasi RR &) 4$7 P

    N 7 N 7 Min Ma<

    'enis

    )elamin

    ;aki-laki 17 #2,:" 1 &,2" &,02

    &1,27& &,##! 0,00&

    (erempuan 10 21," 3! :,3"

    Umur

    0-10 th 2 !!," 1 33,3"

    - - - 0,70!

    11-20 th ! 31,!" 13 !:,&"

    21-30 th 11 3!," 17 !3,3"31-&0 th & 3!,&" !3,!"

    &1-#0 th & 30,:" 7 !7,2"

    #1-!0 th 2 &0" 3 !0"

    !1-0 th 0 0" 0 0"

    1-:0 th 0 0" 1 100"

    Universitas Tarumanagara   2#

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    26/29

    BAB $

    PEMBAHA(AN

    2.1 Temuan Penelitian

    Alasan peneliti untuk menggunakan cut$off point   3! jam adalah

    karena pada saat pengumpulan data, tidak ada sampel yang memiliki lama

    *aktu tunda operasi 2& jam, sehingga data tidak dapat di uji secara statistik.

    'al ini dikarenakan sebagian besar pasien datang ke umber Garas

    dengan inter6al onset-masuk 2& jam dan dalam prosedur operasi, pasien

     juga melakukan puasa O2& jam terlebih dahulu sebelum melakukan

    apendektomi.

    )erdasarkan hasil analisis untuk mencari hubungan *aktu tunda

    operasi terhadap insidens perforasi pada pasien apendisitis akut di umber 

    Garas periode >anuari 201& P Februari 201#, tidak didapatkan kemaknaan

    secara statistik $ p$value  0,0#% antara lama *aktu tunda operasi terhadap

    komplikasi perforasi. 'al ini disebabkan oleh kurang meratanya sampel untuk 

    tiap kategori penundaan, dimana peneliti hanya mendapatkan 13 $1#,7"%

    sampel yang memenuhi kriteria penundaan 3! jam dan !7 $:&,1"% sampel

    adalah pasien dengan penundaan 3! jam.

    etelah dilakukan uji asosiasi epidemiologi didapatkan H1,2:,

    namun setelah menghitung inter6al kepercayaan, didapatkan selisih 1 pada

    inter6al kepercayaan 7#". 'al ini membuktikan bah*a penelitian ini tidak 

     bermakna secara epidemiologi.

    emaknaan secara statistik juga tidak didapatkan $ p$value  H0,##2%

    untuk setiap penambahan *aktu tunda sebanyak ! jam terhadap komplikasi

     perforasi. (eneliti menemukan bah*a komplikasi meningkat pada penundaan

    2#-30 jam dan &3-&: jam, tetapi angka kejadian komplikasi tidak meningkat

    secara signifikan pada jam-jam selanjutnya dan hanya berupa peningkatan

    angka komplikasi secara sporadik. 'al ini dikarenakan kurang meratanya

    sampel untuk tiap kategori penundaan, dimana angka komplikasi terbanyak 

    didapatkan pada kategori penundaan 2#-30 jam sebanyak & sampel $13,:"%

    Universitas Tarumanagara   2!

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    27/29

    dan pada kategori penundaan &3-&: jam sebanyak & sampel $13,:"%.

    (eningkatan angka komplikasi secara sporadik ditemukan pada penundaan

    &7-#& jam, 3-: jam, :#-70 jam dan 7-102 jam, selebihnya tidak 

    didapatkan peningkatan kejadian secara signifikan.

    (enelitian serupa yang dilakukan oleh 5itillo 4F dkk, menunjukan

    hasil yang bertentangan, dimana pasien dengan inter6al onset-gejala diatas 2

     jam memiliki resiko 13 kali lebih besar untuk mengalami komplikasi lebih

    lanjut.1# 

    (eneliti juga melakukan uji  pearson chi s#uare  untuk faktor 

     predisposisi yang meliputi jenis kelamin dan umur terhadap resiko

    komplikasi perforasi dan didapatkan hubungan yang bermakna $ p$value

    0,0#% secara statistik antara jenis kelamin dengan komplikasi perforasi. Eji

    statistik tidak menemukan hubungan antara umur terhadap komplikasi

     perforasi $ p$value  0,0#%. )erdasarkan hasil analisis peneliti menyimpulkan

     bah*a jenis kelamin berpengaruh secara signifikan terhadap insidens

     perforasi, sedangkan umur tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap

    insidens perforasi.

    (ada saat proses pengumpulan data retrospektif, peneliti juga

    menemukan bah*a beberapa pasien mengkonsumsi obat tertentu, seperti

    antasida dan analgesik. indakan tersebut dilakukan berkenaan dengan gejala

    a*al apendisitis akut, yaitu nyeri epigastrium yang menyerupai dispepsia.

    emuan lainnya adalah beberapa pasien memiliki lama *aktu tunda onset-

     bedah melebihi 1!: jam atau setara dengan hari, namun pada saat dilakukan

    tindakan apendektomi tidak didapatkan adanya perforasi apendiks.

    )erdasarkan hasil temuan diatas, peneliti menyimpulkan bah*aterdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi.

    Faktor-faktor tersebut meliputi, gejala klinis yang tidak khas pada pasien

    tertentu, keadaan kesehatan pasien, komsumsi obat tertentu yang

    menyamarkan sakit dan 6ariasi indi6idual yang mempengaruhi perjalanan

    klinis penyakit. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi faktor perancu yang

    mempengaruhi hasil penelitian.

    Universitas Tarumanagara   2

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    28/29

    Arnbjornsson @, dalam penelitiannya menemukan beberapa faktor 

    yang mempengaruhi perforasi pada apendisitis akut. Faktor-faktor tersebut

    meliputi faktor pasien, lama inter6al onset-masuk, usia, jenis kelamin,

    ri*ayat nyeri abdomen kanan ba*ah yang tidak di operasi dan ri*ayat

     penyakit kronik. Faktor-faktor ini tidak bermakna secara statistik, namun

    dapat dijadikan acuan pendekatan secara indi6idu pada pasien-pasien

    apendisitis akut. 1!

    $.2 )eteratasan Penelitian

    a% )ias eleksi

    )ias seleksi dapat dihindari karena pengambilan data dilakukan dengan

    teknik consecutive non random sampling .

     b% )ias +nformasi

    5alam penelitian ini, kemungkinan bias recall   dapat dihindari karena

    sumber data sampel diambil dari rekam medik, sehingga peneliti tidak 

     bertemu langsung dengan sampel. emungkinan bias intervie"er   dapat

    dihindari karena peneliti mengambil data dari rekam medik.

    c% )ias (erancu

    5alam penelitian ini, bias perancu tidak dapat dihindari. Faktor-faktor 

    yang dapat menjadi bias perancu adalah gejala klinis yang tidak khas

     pada pasien tertentu, keadaan kesehatan pasien, komsumsi obat tertentu

    yang menyamarkan sakit dan 6ariasi indi6idual yang mempengaruhi

     perjalanan klinis penyakit.

    Universitas Tarumanagara   2:

  • 8/17/2019 Bab i,II,III,IV,V,Vi

    29/29

    BAB

    )E(&MPULAN DAN (ARAN

    3.1 )esimulan

    )erdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bah*a 9

    1. >umlah pasien apendisitis akut di umber Garas (eriode >anuari 201&

     P Februari 201# yang memiliki *aktu tunda antara onset gejala dengan

    tindakan bedah apendektomi 3! jam adalah !7 $:&,1"% orang.

    2. >umlah sampel yang memiliki *aktu tunda antara onset gejala dengan

    tindakan bedah apendektomi 3! jam dan mengalami komplikasi perforasi

    adalah 2# $3!,2"% orang.

    3. idak terdapat hubungan yang bermakna $ p$value 0,0#% secara statistik 

    antara lama *aktu tunda operasi terhadap insidens perforasi pada pasien

    apendisitis akut di umber Garas periode >anuari 201& P Februari 201#

    dan tidak didapatkan kemaknaan secara epidemiologi.

    .2 (aran

    epada (eneliti elanjutnya

    (eneliti selanjutnya diharapkan untuk mencari hubungan lebih lanjut

    tentang lama *aktu tunda operasi terhadap insidens perforasi, dengan sampel

    yang lebih banyak dan beragam.