izma (bab i, ii, iii, iv, v)
TRANSCRIPT
1
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan World Health Organisation (WHO) memperkirakan di
seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau
bersalin. Artinya, setiap menit ada satu perempuan yang meninggal.
Sebuah kematian yang seharusnya tidak perlu terjadi sesungguhnya dapat
dihindari.
Menurut data WHO, di berbagai negara paling sedikit seperempat
dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya
berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen.
(PP dan KPA, 2010).
Angka kematian maternal merupakan yang tertinggi di antara
negara – negara Association South East Asia Nation (ASEAN). Angka
kematian maternal di Singapura dan Malaysia masing – masing 5 dan 70
orang per 100.000 kelahiran hidup. Di Indonesia menurut Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009 Angka Kematian Ibu
(AKI) masih cukup tinggi, yaitu 226 per 100.000 kelahiran hidup,
sedangkan pada tahun 2010 dan 2011 AKI secara nasional 228 per
100.000 per kelahiran hidup.
1
2
Angka tersebut masih cukup jauh dari tekad pemerintah yang
menginginkan penurunan angka maternal menjadi 125 per 100.000
kelahiran hidup untuk tahun 2010 dan program yang telah dicanangkan
oleh PBB melalui Millenium Development Goals (MDGs).
Salah satu sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun
2010 - 2014 yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat
antara lain dengan meningkatkan umur harapan hidup dari 70,7 tahun
menjadi 72 tahun, menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228
menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup, dan menurunnya angka
kematian bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.
(Kemenkes RI, 2010).
Penyebab kematian ibu terbesar adalah karena perdarahan dan
eklamsi yaitu sebanyak 58,1 %. Kedua penyebab itu sebenarnya dapat
dicegah dengan pemeriksaan kehamilan yang memadai.
Walaupun proporsi perempuan usia 15 – 45 tahun melakukan ANC
minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80 %, tetapi menurut survei
hanya 43,2 % yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan.
Persalinan oleh tenaga kesehatan masih sangat rendah, sebesar 54 %
persalinan masih ditolong oleh dukun.
Perdarahan merupakan penyebab kematian ibu nomor satu di
Indonesia yaitu sebanyak (40 – 60 %). Di Indonesia insidens perdarahan
pasca persalinan akibat retensio plasenta berkisar (16 - 17%).
3
Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus retensio plasenta yaitu
sebanyak (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.
Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam
kehamilan. Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami
perdarahan sampai meninggal. Perdarahan pasca persalinan terutama
perdarahan postpartum primer merupakan perdarahan yang paling banyak
menyebabkan kematian ibu.
Berdasarkan data yang diperoleh dari angka kejadian retensio
plasenta di Puskesmas Kecamatan Palmerah Jakarta Barat jumlah ibu
bersalin pada tahun 2011 berjumlah 15 kasus, pada tahun 2012 berjumlah
19 kasus. Jika dijumlah dari tahun 2011 sampai 2012 ibu bersalin normal
berjumlah 257 pasien, dengan rujukan ke Rumah Sakit 73 pasien.
Berdasarkan data di atas di dapatkan bahwa Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dari tahun 2011 sampai dengan
tahun 2012 mengalami pasang surut bahkan cenderung meningkat dan
didapatkan pada tahun 2012 terdapat 19 kasus persalinan dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk mengkaji kasus Ibu Bersalin dengan Retensio Plasenta di
Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei Tahun 2013.
4
B. Rumusan Masalah
Melihat tingginya angka kematian ibu pada tahun 2009 Angka
Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 226 per 100.000 kelahiran
hidup, sedangkan pada tahun 2010 dan 2011 AKI secara nasional 228 per
100.000 per kelahiran hidup, maka penulis merumuskan masalah dalam
adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin pada Ny. G dengan
Retensio Plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat tahun 2013 ?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pada ibu bersalin dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat dengan menggunakan
metode pendekatan manajemen 7 langkah Varney dan
pendokumentasian SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian dan pengumpulan data dasar ibu
bersalin pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei
Tahun 2013.
b. Mampu melakukan interpretasi data dasar terdiri dari diagnosa
masalah dan kebutuhan ibu bersalin pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39
minggu dengan retensio plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta
Barat Periode 15 – 16 Mei Tahun 2013.
5
c. Mampu mengantisipasi masalah dan mendiagnosa potensial pada
ibu bersalin pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei
Tahun 2013.
d. Mampu melakukan tindakan atau kolaborasi segera pada ibu
bersalin pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei
Tahun 2013.
e. Mampu merencanakan asuhan kebidanan ibu bersalin pada Ny.G,
G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio plasenta di Puskesmas
Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei Tahun 2013.
f. Mampu melaksanakan tindakan asuhan kebidanan ibu bersalin
pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio plasenta di
Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei Tahun
2013.
g. Mampu mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang diberikan ibu
bersalin pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei
Tahun 2013.
h. Mampu melakukan pendokumentasian SOAP ibu bersalin pada
Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio plasenta di
Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei Tahun
2013.
6
D. Ruang Lingkup
1. Sasaran
Asuhan Kebidanan ibu bersalin pada Ny. G usia 24 tahun G2P1A0, hamil 39
minggu dengan retensio plasenta.
2. Tempat
Di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat
3. Waktu
Pemberian asuhan kebidanan dimulai pada tanggal 15 – 16 Mei tahun
2013.
E. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah pengetahuan dan mengaplikasikannya di dalam
praktek kebidanan dalam melakukan asuhan kebidanan pada Ny.G,
dengan retensio plasenta.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat bermanfaat sebagai bahan dokumentasi, informasi dan bahan
perbandingan untuk studi kasus lainnya.
3. Bagi Puskesmas Palmerah Jakarta Barat
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada klien dengan penerapan
manajemen asuhan kebidanan pada kasus retensio plasenta.
F. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
7
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Ruang Lingkup
E. Sistematika Penulisan
BAB II Tinjauan Teori
A. Persalinan
B. Retensio Plasenta
C. Manajemen Kebidanan Menurut Langkah Helen Varney
D. Dokumentasi Asuhan Kebidanan
E. Landasan Kewenangan Bidan
BAB III Tinjauan Kasus
A. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan menggunakan
metode Manajemen Kebidanan Varney.
B. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan menggunakan
metode pendokumentasian SOAP.
BAB IV Pembahasan
A. Pengkajian Pengumpulan Data Dasar
B. Interpretasi Data dan Diagnosa Masalah
C. Mengidentifikasi Masalah Potensial
D. Menetapkan Kebutuhan dan Tindakan Segera
8
E. Perencanaan
F. Pelaksanaan
G. Evaluasi
H. Pendokumentasian SOAP
BAB V Penutup
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
A. Persalinan
1. Pengertian Persalinan
Persalinan normal menurut World Health Organization (WHO)
adalah persalinan yang dimulai secara spontan beresiko rendah pada
awal persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan, bayi
dilahirkan spontan dengan presentasi belakang kepala pada usia
kehamilan antara 37 hingga 42 minggu. Setelah persalinan ibu dan
bayi dalam keadaan baik.
Persalinan normal adalah persalinan yang berjalan dengan
kekuatan sendiri, spontan dengan presentase belakang kepala, aterm
dan hidup.
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dimulai (inpartu) sejak
uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks
(membuka dan menipis) (JNPK-KR DepKes RI, 2008).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, janin
turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan
ketuban terdorong keluar melalui jalan lahir.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 9
10
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
(Saifuddin, 2008).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu ), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung selama 18 jam produk
konsepsi dikeluarkan sebagai akibat kontraksi teratur, progresif, sering
dan kuat yang nampakanya tidak saling berhubungan bekerja dalam
keharmonisan untuk melahirkan bayi.
2. Bentuk – Bentuk Persalinan
Bentuk persalinan menurut Manuaba (2009) adalah :
a. Persalinan spontan
Proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri tanpa
bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam.
b. Persalinan bantuan
Proses persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar
misalnya ekstraksi dengan forsep atau dilakukan operasi seksio
caesaria.
c. Persalinan anjuran
Pada umumnya persalinan terjadi bila sudah besar untuk
hidup di luar, tetapi sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
11
kesulitan dalam persalinan, kadang – kadang persalinan tidak di
mulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah
pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.
3. Tanda – Tanda Persalinan
Menurut (Manuaba dkk, 2010) tanda-tanda persalinan antara lain :
1) Kekuatan his semakin sering terjadi dan teratur dengan jarak
kontraksi yang semakin pendek.
2) Dapat terjadi pengeluaran pembawa (pengeluaran lendir, lendir
bercampur darah).
3) Dapat disertai ketuban pecah.
4) Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks, ada
pembukaan.
Tanda persalinan dikategorikan sebagai tanda kemungkinan, tanda
awal dan tanda positif. Kategori ini membantu memutuskan kapan ibu
benar – benar mengalami persalinan.
Perhatikan bahwa tidak semua tanda ini mungkin dialami dan bahwa
tanda – tanda tersebut tidak harus terjadi berurutan.
a. Tanda kemungkinan persalinan
1) Tanda kemungkinan persalinan adalah bisa atau tidak menjadi
awal dari persalinan, waktu akan menentukan.
12
2) Sakit pinggang, nyeri yang merasa, ringan, mengganggu dapat
hilang timbul dapat disebabkan oleh kontraksi dini.
3) Kram pada perut bagian bawah. Seperti kram menstruasi, dapat
disertai rasa nyaman di paha. Dapat terus – menerus atau
terputus.
4) Tinja yang lunak, buang air beberapa kali dalam beberapa jam,
dapat disertai dengan kram perut atau gangguan pencernaan.
5) Desakan untuk bebenah, lonjakan energi yang mendadak
menyebabkan anda banyak melakukan aktivitas ekstra.
Ini sebagai tanda bahwa mempunyai kekuatan dan stamina
untuk menjalani persalinan, cobalah menghindari aktivitas
yang melelahkan.
b. Tanda awal persalinan
1) Kontraksi yang tidak berkembang
Kontraksi cenderung mempunyai panjang kekuatan dan
frekuensi yang sama. Kontraksi pra persalinan ini dapat
berlangsung singkat atau terus – menerus selama beberapa jam
sebelum berhenti atau mulai berkembang.
Menyebabkan pelunakan dan penipisan dari leher rahim,
meskipun sebagian besar pembukaan belum terjadi sampai
mengalami tanda positif.
2) Keluar darah
13
Aliran lendir yang bernoda darah dari vagina. Dikaitkan
dengan penipisan dan pembukaan awal dari leher rahim, dapat
berlangsung beberapa hari sebelum tanda lain atau baru muncul
setelah kontraksi persalinan yang berkembang dimulai,
berlanjut sepanjang persalinan.
3) Rembesan cairan ketuban dari vagina disebabkan oleh robekan
kecil pada membran (ROM). Kadang – kadang bila membran
timbul selama berjam – jam atau berhari – hari.
4. Tanda Positif Persalinan
a. Kontraksi yang berkembang
Menjadi lebih lama, lebih kuat, dan atau lebih dekat jaraknya
bersama dengan jalannya waktu, biasa disebut “sakit” atau “sangat
kuat” dan terasa di daerah perut pinggang atau keduanya.
Leher rahim yang melebar ini, tidak berkurang oleh aktifitas,
gunakan catatan persalinan awal untuk menentukan pola kontraksi.
b. Aliran cairan ketuban yang deras dari vagina
Disebabkan oleh robekan membran yang besar (ROM). Sering
disertai atau segera diikuti dengan kontraksi yang berkembang.
Tanda ini tidak dirasa oleh calon ini, tetapi dapat dilihat pada
pemeriksaan vagina.
5. Faktor – Faktor Yang Penting Dalam Persalinan
a. Power ( tenaga / kekuatan )
14
b. HIS ( kontraksi otot rahim ), kontraksi otot dinding perut, kontraksi
diafragma pelvis atau kekuatan mengejan, ketegangan ligamentum
rotundum.
c. Passenger ( janin)
d. Janin dan plasenta
e. Passage ( jalan lahir )
f. Jalan lahir yang lunak (otot – otot, jaringan – jaringan, dan
ligament – ligament) dan jalan lahir tulang.(Manuaba, 2010).
6. Proses Persalinan
Menurut Manuaba, 2010 pembagian tahap persalinan sebagai berikut :
a. Kala I persalinan ( kala pembukaan )
Permulaan persalinan ditandai dengan keluarnya lendir bercampur
darah karena serviks mulai mendatar dan membuka. Kala pembuka
dibagi menjadi dua fase :
a) Fase laten: pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai
pembukaan 3 cm yang berlangsung dalam tujuh sampai
delapan jam.
b) Fase aktif: berlangsung selama enam jam yang dibagi atas tiga
subvase, antara lain :
1) Periode akselerasi, pembukaan menjadi 4 cm yang
berlangsung selama dua jam.
2) Periode dilatasi maksimal, yaitu dalam waktu 2 jam
pembukaan menjadi 9 cm.
15
3) Periode deselerasi, yaitu pembukaan berlangsung lambat
kembali dalam waktu dua jam pembukaan dari 9 cm
mencapai lengkap 10 cm. Lamanya kala I untuk
primigravida berlangsung selama 12 jam sedangkan
multigravida sekitar 8 jam. Bardasarkan kurva Friedman
diperhitungkan pembukaan primigravida adalah 1 cm tiap
jam dan untuk multigravida 2 cm tiap jam.
Dengan perhitungan tersebut, maka waktu pembukaan
lengkap dapat diperkirakan.
b. Kala II persalinan ( kala pengeluaran )
Menurut mochtar (2010), pada kala pengeluaran janin, his
terkoordinir, kuat, interval 2 - 3 menit dengan durasi 50 sampai
100 detik.
Pada akhir kala I ketuban akan pecah disertai pengeluaran cairan
mendadak, kepala janin turun masuk ruang panggul, sehingga
terjadi tekanan pada otot dasar panggul yang akan menimbulkan
keinginan untuk mengejan.
Oleh karena tertekannya fleksus Franken Hauser, ibu merasa
seperti ingin buang air besar karena adanya tekanan pada rektum.
Tanda-tanda kala II antara lain:
a) Pemeriksaan vaginal serviks sudah dilatasi penuh.
b) Selaput amnion biasanya sudah pecah.
16
c) His atau kontraksi uterus yang berlangsung panjang kuat, dan
tidak begitu sering bukan 2 - 3 menit lagi, melainkan sekitar 3 -
5 menit sekali.
d) Mungkin terdapat tetesan darah dari vagina.
e) Ibu mengalami desakan kuat untuk mengejan.
f) Sfingter ani terlihat berdilatasi.
g) Perineum tampak menonjol.
c. Kala III ( kala plasenta )
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai
10 menit. Lepasnya plasenta secara Schultze yang biasanya tidak
ada perdarahan sebelum plasenta lahir dan banyak mengeluarkan
darah setelah plasenta lahir.
Sedangkan pengeluaran plasenta cara Duncan yaitu plasenta lepas
dari pinggir, biasanya darah mengalir keluar antara selaput
ketuban. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memerhatikan tanda-tanda:
a) uterus menjadi bundar
b) fundus uterus mengalami kontraksi kuat
c) uterus terdorong ke atas karena plasenta lepas ke segmen
bawah rahim
d) tali pusat bertambah panjang
e) terjadi perdarahan
17
d. Kala IV ( pemulihan dan hubungan interaksi )
Kala IV dimaksudkan untuk observasi pendarahan
postpartum. Paling sering terjadi pendarahan pada dua jam
pertama, yang perlu diobservasi adalah:
a) Tingkat kesadaran
b) Tanda - tanda vital
c) Kontraksi uterus
d) Terjadinya pendarahan. Pendarahan dikatakan normal jika
jumlahnya tidak lebih dari 500 ml.
e. Asuhan persalinan normal
1) Tujuan Persalinan normal
Tujuan dilakukan asuhan persalinan normal adalah menjaga
kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang
tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya terintegrasi
dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip
keamanan dan kualitas pelayanan dapat tarjaga pada tingkat
yang optimal.
Kemudian tujuan yang lain yaitu memberikan asuhan yang
memadai selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan
persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek
sayang ibu dan sayang bayi. (Wiknjosastro, 2008)
2) 58 Langkah Asuhan Persalinan Normal
a) Melihat tanda dan gejala kala dua
18
(1) Mengamati tanda dan gejala kala dua
(a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
(b) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat
pada rectum dan vaginanya
(c) Perineum menonjol
(d) Vulva vagina dan sfingter anal membuka
b) Menyiapkan pertolongan persalinan
(2) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat – obatan
esensial siap digunakan.
Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan
tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
(3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang
bersih.
(4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah
siku.
Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih
yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan
handuk sekali pakai atau pribadi yang bersih.
(5) Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau
steril untuk semua pemeriksaan dalam.
(6) Menghisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik
(dengan memakai sarung tangan desinfeksi tingkat
tinggi atau steril) dan meletakkannya kembali di partus
19
set atau wadah desinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa
mengkontaminasi tabung suntik.
c) Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
(7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya
dengan hati – hati dari depan ke belakang dengan
menggunakan kapas atau kassa yang sudah dibasahi air
desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum
atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu,
membersihkannya dengan seksama dengan cara
menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas
atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar.
Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi
(meletakkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar
di dalam larutan dekontaminasi, langkah 9 ).
(8) Dengan menggunakan teknik aseptic, melakukan
pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa
pembukaan serviks telah lengkap. Bila selaput ketuban
belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap,
lakukan amniotomi.
(9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara
mencelupkan tangan yang masih memakai sarung
tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5 % dan
kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta
20
merendamnya di dalam larutan klorin 0,5 % selama 10
menit. Mencuci tangan seperti di atas.
(10) Memeriksa denyut jantung janin ( DJJ ) setelah
kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam
batas normal ( 120 – 160 kali/ menit ).
(a) Mengambil tindakan yang sesuai dengan DJJ tidak
normal.
(b) Mendokumentasikan hasil – hasil pemeriksaan
dalam, DJJ dan semua hasil – hasil penilaian serta
asuhan lainnya pada partograf.
d) Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses
pimpinan meneran.
(11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan
keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi
yang nyaman sesuai keinginannya.
(a) Menunggu hingga mempunyai keinginan untuk
meneran. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan
kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman
persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan –
temuan.
(b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana
mereka dapat mendukung dan memberikan
semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.
21
(12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi
ibu untuk meneran ( pada saat ada his, bantu ibu dalam
posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman ).
(13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai
dorongan yang kuat untuk meneran :
(a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu
mempunyai keinginan untuk meneran.
(b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu
untuk meneran.
(c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman
sesuai pilihannya (tidak meminta ibu berbaring
terlentang).
(d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara
kontraksi.
(e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan
memberi semangat pada ibu.
(f) Menganjurkan asupan cairan per oral.
(g) Menilai DJJ setiap lima menit.
(h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum
akan terjadi segera dalam waktu 120 menit ( 2 jam )
meneran untuk primipara atau 60 menit ( 1 jam )
untuk multipara, merujuk segera.
22
(i) Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk
meneran : menganjurkan ibu untuk berjalan,
berjongkok, atau mengambil posisi yang nyaman.
Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit,
menganjurkan ibu untuk memulai meneran pada
puncak kontraksi –kontraksi tersebut dan
beristirahat diantara kontraksi.
Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum
akan terjadi segera setelah 60 menit meneran
merujuk ibu dengan segera.
e) Persiapan pertolongan kelahiran bayi
(14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 5 – 6 cm, meletakkan handuk bersih di atas
perut ibu untuk mengeringkan bayi.
Sediakan tempat untuk antisipasi terjadinya komplikasi
persalinan (asfiksia), sebelah bawah kaki ibu tempat
yang datar alas keras. Beralaskan 2 kain 1 handuk.
Dengan lampu sorot 60 watt ( jarak 60 cm dari tubuh
bayi ).
23
(15) Meletakkan kain yang bersih di lipat 1/3 bagian, di
bawah bokong ibu.
(16) Membuka partus set.
(17) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua
tangan.
f) Menolong kelahiran bayi
(18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5
– 6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang
dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kepala
bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi.
Membiarkan kepala keluar perlahan – lahan.
Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan – lahan atau
bernapas cepat saat kepala lahir.
Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap
mulut dan hidung bayi setelah kepala lahir
menggunakan penghisap lender dee lee desinfeksi
tingkat tinggi atau steril atau bola karet penghisap yang
baru dan bersih.
(19) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi dan kemudian
meneruskan segera proses kelahiran bayi.
24
(a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar,
lepaskan lewat bagian atas bagian atas kepala bayi.
(b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat,
mengklemnya di dua tempat dan memotongnya.
(20) Memeriksa hingga kepala bayi melakukan putaran
paksi luar secara spontan.
g) Lahirnya bahu
(21) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar,
tempatkan kedua tangan di masing – masing sisi muka
bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi
berikutnya.
Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan ke arah
luar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis
dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan
ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.
h) Lahirnya badan dan tungkai
(22) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan
tangan mulai kepala bayi yang berda di bagian bawah
ke arah perineum, tangan membiarkan bahu dan lengan
posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan
kelahiran siku dan dan tangan bayi saat dilahirkan.
Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk
25
mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat
keduanya lahir.
(23) Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan
tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung ke
arah kaki bayi untuk menyangga saat punggung dan
kaki bayi lahir. Memegang kedua mata bayi dengan hati
– hati membantu kelahiran kaki.
i) Penanganan bayi baru lahir
(24) Menilai bayi dengan cepat ( jika dalam penilaian
terdapat jawaban tidak dari 5 pertanyaan, maka lakukan
langkah awal).
Kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu dengan
posisi kepala bayi lebih rendah dari tubuhnya (bila tali
pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang
memungkinkan).
(25) Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala
bayi dan badan bayi kecuali bagian tali pusat.
(26) Memegang tali pusat dengan satu tangan,
melindungi bayi dari gunting dan memotong pusat
diantara dua klem tersebut.
(27) Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti
bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering,
menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka.
26
(28) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan
ibu untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian
ASI jika ibu menghendakinya. (Wiknjosastro, 2008).
j) Penatalaksanaan manajemen aktif kala III
Oksitosin
(29) Meletakkan kain yang bersih dan kering.
Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan
kemungkinan adanya bayi kedua.
(30) Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
(31) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi,
memberikan suntikkan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha
kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya
terlebih dulu.
k) Peregangan tali pusat terkendali
(32) Memindahkan klem pada tali pusat sekitar 5 – 10
cm dari vulva.
(33) Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di
perut ibu, tepat diatas tulang pubis dan menggunakan
tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilkan uterus.
27
Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang
lain.
(34) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian
melakukan peregangan ke arah bawah [pada tali pusat
dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah
pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus
ke arah atas dan belakang ( dorso cranial) dengan hati –
hati untuk mencegah terjadinya inversion uteri.
Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik,
menghentikan peregangan tali pusat dan menunggu
hingga kontraksi berikut mulai.
(35) Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau
seseorang anggota keluarga untuk melakukan
rangsangan puting susu.
l) Mengeluarkan plasenta
(36) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk
meneran sambil menarik tali pusat ke arah bawah
kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jelan lahir
sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada
uterus.
28
(a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem
hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva.
(b) Jika plaenta tidak lepas setelah melakukan
peregangan tali pusat selama 15 menit.
1) Mengulanhi pemberian oksitosin 10 unit IM.
2) Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi
kandung kemih dengan menggunakan teknik
aseptic jika perlu.
3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
4) Mengurangi peregangan tali pusat selama 15
menit berikutnya.
5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam
waktu 30 menit sejak kelahiran bayi.
(c) Jika plasenta terlihat di introitus vagina,
melanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan.
Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan
hati – hati memutar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin. Dengan lembut dan perlahan melahirkan
selaput ketuban terpilin. Dengan lembut dan
perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.
(d) Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan
desinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa
29
vagina dan serviks ibu dengan seksama.
Menggunakan jari – jari tangan atau klem atau
forseps desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
melepaskan bagian selaput yang tertinggal.
m) Rangsangan taktil ( pemijatan ) uterus
(37) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir,
melakukan masase uterus, meletakkan telapak tangan di
fundus dan melakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi
( fundus menjadi keras).
n) Menilai perdarahan
(38) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel
ke ibu maupun janin dan selaput ketuban untuk
memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh.
Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau
tempat khusus.
a. Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan
masase selama 15 detik mengambil tindakan yang
sesuai.
(39) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan
perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami
perdarahan aktif.
o) Melakukan prosedur pasca persalinan
30
(40) Menilai ulang uterus dan memastikan kontraksi
dengan baik.
Mengevaluasi perdarahan pervaginam.
(41) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung
tangan ke dalam larutan klorin 0,5 %, membilas kedua
tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air
desinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan
kain yang bersih dan kering.
(42) Menempatkan klem tali pusat desinfeksi tingkat
tinggi atau steril atau mengikat tali pusat desinfeksi
tingkat tinggi dengan simpul mati disekeliling tali pusat
sekitar 1 cm dari pusat.
(43) Mengikat satu lagi simpul mati di bagian tali pusat
yang berseberangan dengan simpul mati yang pertama.
(44) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya di
dalam larutan klorin 0,5 %.
(45) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian
kepalanya.
Memastikan handuk atau kainnya bersih dan kering.
(46) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
p) Evaluasi
(47) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan
perdarahan pervaginam.
31
(a) 2 – 3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
(b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca
persalinan.
(c) Setiap 20 – 30 menit pada jam kedua pasca
persalinan.
(d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik,
melaksanakan perawatan yang sesuai untuk
menatalaksanakan atonia uterus.
Jika ditemukan laserasi yang memerlukan
penjahitan, lakukan penjahitan dengan anestesi local
dan menggunakan teknik yang sesuai.
(48) Mengajarkan pada ibu / keluarga bagaimana
melakukan masase uterus dan memeriksa kontraksi
uterus.
(49) Mengevaluasi kehilangan darah.
(50) Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan
kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit pada jam
kedua pasca persalinan.
(a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam
selama dua jam pertama pasca persalinan.
(b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang
tidak normal.
32
q) Kebersihan
(51) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan
klorin 0,5 % untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci
dan membilas peralatan setelah dekontaminasi.
(52) Membuang bahan – bahan yang terkontaminasi ke
dalam tempat sampah yang sesuai.
(53) Membersihkan ibu dengan menggunakan air
desinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan lendir dan darah. Membantu ibu
memakai pakaian yang bersih dan kering.
(54) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu
memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk
memberikan ibu minuman dan minuman yang
diinginkannya.
(55) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk
melahirkan dengan larutan klorin 0,5 % dan
membilasnya dengan air bersih.
(56) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan
klorin 0,5 %, mengembalikan bagian dalam ke luar dan
merendamnya dalam larutan klorin 0,5 % selama 10
menit.
(57) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air
mengalir. (Wiknjosastro, 2008).
33
r) Dokumentasi
(58) Melengkapi partograf (halaman depan dan
belakang).
s) Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan
persalinan dan memantau petugas kesehatan dalam
mengambil keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf
dimulai pada pembukaan 4 cm (fase aktif).
Partograf sebaiknya dibuat untuk setiap ibu bersalin, tanpa
menghiraukan persalinan tersebut normal atau dengan
komplikasi. (Wiknjosastro, 2008).
Untuk menggunakan partograf dengan benar, petugas
harus mencatat kondisi ibu dan janin sebagai berikut :
(1) Denyut jantung janin, dicatat setiap setengah jam per 30
menit.
(2) Air ketuban, catat warna air ketuban setiap melakukan
pemeriksaan vagina.
(a) U, selaput utuh
(b) J, selaput pecah, air ketuban jernih
(c) M, air ketuban bercampur mekonium
(d) D, air ketuban bernoda darah
(3) Perubahan bentuk kepala janin (molding atau molase)
(a) O, sutura terpisah
34
(b) 1, sutura (pertemuan dua tengkorak ) yang tepat
atau bersesuaian
(c) 2, sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki
(d) 3, sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki
(4) Pembukaan mulut rahim (serviks) dinilai pada setiap
pemeriksaan pervaginam dan diberi tanda silang (X).
(5) Penurunan, mengacu pada bagian kepala (di bagi 5
bagian) yang teraba (pada pemeriksaan abdomen/luar)
di atas simpisis pubis, catat dengan tanda lingkaran (0)
pada setiap pemeriksaan dalam pada posisi 0/5, sinsiput
(S) atau paruh atas kepala berada di simpisis pubis.
(6) Waktu, menyatakan berapa jam waktu yang telah di
jalani sesudah diterima.
(7) Jam, catat jam sesungguhnya.
(8) Kontraksi, catat setiap setengah jam, lakukan palpasi
untuk menghitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit
dan lamanya masing – masing kontraksi dalam hitungan
detik.
7. Teori Persalinan
Beberapa teori yang memungkinkan terjadinya persalinan
(Sarwono, 2008).
a. Teori Keregangan
35
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu.
Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga
persalinan dapat dimulai. Keadaan uterus yang terus membesar dan
menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot – otot uterus.
b. Teori Penurunan Progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28
minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah
mengalami penyempitan dan buntu.
c. Teori Oksitosin Internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior.
Perubahan keseimbangan estrogen dan posgesteron dapat
mengubah sensivitas otot rahim, sehingga terjadi kontraksi
brakston hiks.
d. Teori Prostaglandin
Konsetrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan
15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian
prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga terjadi persalinan.
e. Teori Hipotalamus – Pituitari dan Gandula Supranalis
Teori ini menunjukkan pada kehamilan anensefalus sering
terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk
hipotalamus.
36
f. Teori Berkurangnya Nutrisi
Berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh
Hippokrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin
berkurang makan hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.
g. Faktor Lain
Tekanan ganglion servikale dari pleksus frankenhauser
yang terletak dibelakang serviks. Bila ganglion ini ditekan, maka
kontraksi uterus dapat dibandingkan.
8. Patofisiologi (Sarwono, 2008)
1) His adekuat ,pengeluaran lendir dan darah
2) Serviks membuka dan mendorong janin ke bawah
3) Kepala turun dan masuk PAP
4) Kepala dalam keadaan sinklitismus/asinklitismus
5) Kepala fleksi
6) Kepala memasuki ruang panggul
7) Putar paksi dalam
8) Kepala defleksi
9) Doran, teknus,perjol, vulka
10) Ada his dan meneran
11) Putar paksi luar
12) Melahirkan Bahu
13) Bayi lahir
37
B. Retensio Plasenta
1. Pengertian Retensio Plasenta
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir ½
jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008).
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta
selamasetengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat
terjadiretensio plasenta berulang (habitual retensio plasenta). Plasenta
harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan,
infeksi karenasebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata,
dapat terjadi polipplasenta, dan terjadi degenerasi ganas
korio karsinoma (Manuaba, 2010).
Retensio plasenta (Placental Retention) merupakan plasenta yang
belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa
plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam
rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini
(Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan postpartum lambat
(Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari
pasca persalinan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio
plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam lahir dalam setengah
jam setelah janin lahir. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang
banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga
memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
38
2. Jenis-jenis Retensio Plasenta
Jenis Retensio Plasenta :
a. Plasenta adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai atau memasuki miometrium.
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri,disebabkann oleh kontraksi kavum uteri .
3. Penyebab Retensio Plasenta
Penyebab retensio plasenta adalah :
a. Fungsional :
1) His kurang kuat (penyebab terpenting)
2) Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut
tuba), bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis),
39
dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang
sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
b. Patologi – anatomi :
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau
seluruhnya telah lepas dari dinding rahim.
Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian
plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui
periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah
plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka
kita dapat melakukan plasenta manual.
Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar
karena ini menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil
keputusan untuk melakukan manual plasenta, karena retensio bisa
disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
a. Plasenta Adhesiva
Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta Ikreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau
melewati lapisan endometrium.
c. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan
oleh kontriksi ostium uteri.
40
1) Konsistensi uterus keras
2) TFU 2 jari di bawah pusat
3) Bentuk uterus globuler
4) Perdarahan sedang
5) Tali pusat terjulur
6) Ostium uteri terbuka
7) Separasi plasenta sudah lepas
8) Syok jarang
d. Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian
lapisan miometrium, perlengketan plasenta sebagian atau total
pada dinding uterus. Pada plasenta akreta vili chorialis
menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim daripada
biasa adalah sampai ke batas atas lapisan.otot rahim. Plasenta
akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukaannya
melekat dengan erat pada dinding rahim.
Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian
dari permukaannya lebih erat hubungannya dengan dinding
rahim dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta dan
41
percreta jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah
kelainan desidua, misalnya desidua yang terlalu tipis.
1) Konsistensi uterus cukup
2) TFU setinggi pusat
3) Bentuk uterus discoid
4) Perdarahan sedikit atau tidak ada
5) Tali pusat tidak terjulur
e. Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
miometrium hingga mencapai lapisan serosa.
4. Patogenesis (Sarwono, 2008)
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi.
Kontraksi dan retraksi otot - otot uterus menyelesaikan proses ini
pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, selama miometrium
tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih
tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium
menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran
juga mengecil.
Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah
tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta
berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai
42
terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapisan dan desidua spongiosa yang longgar memberi
jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh
darah yang terdapat di uterus berada diantara serat – serat
otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat - serat
otot ini menekan pembuluh darah dan retraksi otot ini mengakibatkan
pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Tanda - tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah
yang mendadak, menjadi globuler dan konsitensinya semakin padat,
uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan
turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka
tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan
plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas
vagina.
5. Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15
sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500
gram.
Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah
(insertiosentralis).Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada
kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi
43
seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya
berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang
berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal
dari desidua basalis. Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal
dari spiral arteries yang berada di desidua basalis.
Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg
seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai
chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut
membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan
tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
(Winkjosastro, 2010).
6. Fungsi
Plasenta berfungsi:
a. Sebagai alat yang memberi makanan pada janin
b. Mengeluarkan sisa metabolisme janin
c. Memberi zat asam dan mengeluarkan CO2
d. Membentuk hormon
e. Penyalur berbagai antibodi ke janin
7. Faktor – faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta :
44
1) Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang
tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2) Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau
plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3) Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari
uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta
menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik.
Pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta
pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
(Rukiyah, 2010)
8. indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada perdarahan
kala III persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat di hentikan
dengan uterotonikadan masase, retensio plasenta selama 30 menit anak
lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forcep tinggi, versi
ekstraksi, perforasi dan dibutuhkan eksplorasi jalan lahir dan tali pusat
putus. (Ida Bagus Gde Manuaba, 2010).
9. Gejala Klinis
45
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta
informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya,
paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta
riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan. Pada
pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam
kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di
dalam uterus.
(Ida Bagus Gde Manuaba, 2010).
10. Pemeriksaan Penunjang (Manuaba, 2010)
a. Hitung darah lengkap
Untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada
keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi
Dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial
Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting
Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk
menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
11. Diagnosa Banding
46
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat
pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis
spons desidua.
12. Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang,
keadaan sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan
penatalaksanaan yang tepat sangat penting. (Soepardan, 2008)
13. Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
a. Drip oksitosin 20 IU dalam 500 ml larutan ringer laktat atau Nacl
0,9%(normal saline) sampai uterus berkontraksi.
b. Plasenta coba dilahirkan dengan brandt Andrews, jika berhasil
lanjutkandengan drip oksitosin untuk mempertahankan uterus.
c. Jika plasenta tidak lepas, dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasimanual plasenta adalah : perdarahan pada kala III
persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit
anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forcep
tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dandibutuhkan untuk eksplorasi
jalan lahir, tali pusat putus.
d. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan
dapatdikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret
47
sisa plasenta.Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan
dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan
hati-hati karena dindingrahim relative tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
e. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan
denganpemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
f. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
Manual plasenta merupakan tindakan untuk melepas plasenta
secaramanual (mengunakan tangan) dari tempat implantasinya dan
kemudianmelahirkannya keluar lewat cavum uteri.
(Winkjosastro, 2008).
Teknik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi.
Keadaanumum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau di infus
Nacl atau ringer laktat.Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring
dengan memberikan suntikandiazepam 10 mg intramuscular.
Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau
duduk di hadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri)
48
meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari
dikuncupkan membentuk kerucut. Pelaksanaan Manual Plasenta :
a. Tindakan Penetrasi ke dalam kavum uteri.
b. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
c. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva,
tegangkandengan satu tangan dan sejajar lantai.
d. Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan
menghadap ke arah bawah) ke dalam vagina dengan menelususri
sisi bawah tali pusat.
e. Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penolong
lainuntuk menegangkan klem talipusat kemudian pindahkan tangan
luar untuk menahan fundus uteri.
f. Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan dalam hingga ke
kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
g. Bentangkan tangan secara obstetrik menjadi datar seperti memberi
salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling
merapat).
h. Melepas plasenta dari dinding uterus
1) Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling
bawah.
a) Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat
tetap disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan
49
diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan
menghadap ke bawah (posterior ibu).
b) Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah
atas tali pusatdan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara
plasenta dan dinding uterusdimana punggung tangan
menghadap ke atas (anterior ibu).
c) Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan
dinding uterusmaka perluas pelepasan plasenta dengan
jalan menggeser tangan kekanan dan kiri sambil di
geserkan keatas (kranial ibu) hingga semuaperlekatan
plasenta terlepas dari dinding uteus.
Catatan:
(1) Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada
dataran yangsama tinggi dengan dinding uterus maka
hentikan upaya plasentamanual karena hal itu
menunjukkan plasenta inkreta.
(2) Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat
dilepaskan danbagian lainnya melekat erat maka
hentikan pula plasenta manual karena hal tersebut
adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu
diberi uterotonika tambahan (misoprostal 600 mcg
50
perrektal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan
rujukan.(Winkjosastro, 2008).
i. Mengeluarkan plasenta
a) Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan
eksplorasiuntuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.
b) Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan
segmen bawah rahim uterus) kemudian intruksikan asisten atau
penolong untuk menarik talipusat sambil tangan dalam
membawa plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah).
c) Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan
suprasimfisis) uterus kearah dorsokranial setelah plasenta
dilahirkan dan tempatkan plasenta didalam wadah yang telah
disediakan.(Winkjosastro, 2008).
j. Pencegahan infeksi pasca tindakan.
a) Dekontaminasikan sarung tangan (sebelum dilepas) dan peralat
-an lain yang digunakan.
b) Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya
didalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
c) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
d) Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
(Winkjosastro, 2008).
k. Pemantauan pasca tindakan.
51
a) Periksa kembali tanda vital ibu.
b) Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan
c) Tulis rencanakan pengobatan, tindakan yang masih diperlukan
dan asuhan lanjutan.
d) Beritahu pada ibu dan keluarga bahwa tindakan sudah selesai
tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.
e) Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum
dipindahkan ke ruang rawat gabung. (Winkjosastro, 2008).
C. Manajemen Kebidanan Menurut Langkah Helen Varney
1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang dilakukan oleh
bidan dalam memberikan asuhan kebidanan dengan menggunakan
pendekatan metode pemecahan masalah. (Varney, 2008).
Manajemen kebidanan adalah bentuk pendekatan yang digunakan
bidan dalam memberikan alur pikir bidan, pengambilan keputusan
klinis.
Asuhan yang dilakukan harus dicatat secara benar, sederhana, jelas,
logis sehingga perlu sesuatu metode pendokumentasian.
(Varney, 2008).
Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah berturut –
turut yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir
52
dengan evaluasi. Langah – langkah tersebut membentuk kerangka
yang lengkap yang diaplikasikan dalam semua situasi.
Akan tetapi semua langkah tersebut dapat dipecah – pecah ke dalam
tugas – tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi
klien.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan,
manajemen kebidanan adalah pendekatan yang dilakukan oleh bidan
dalam memberikan asuhan kebidanan dengan menggunakan
pendekatan metode pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan
teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang
logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien.
2. Proses manajemen Kebidanan
Menurut Varney proses manajemen keidanan terdiri dari langkah –
langkah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien
secara keseluruhan.
b. Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosis atau
masalah.
c. Mengidentifikasikan diagnosis atau masalah potensial dan
mengantisipasi penanganannya.
53
d. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi,
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta rujukan berdasarkan
kondisi klien.
e. Menyusun rencana asuhan secra menyeluruh dengan mengulang
kembali manajemen proses untuk aspek – aspek sosial yang tidak
efektif.
f. Pelaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman.
g. Mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan dengan
mengulang kembali manajemen proses untuk aspek – aspek asuhan
yang tidak efektif. Melihat penjelasan diatas maka proses
manajemen kebidanan merupakan langkah sistematis yang
merupakan pola pikir. Bidan dalam melaksanakan asuhan klien
diharapkan menggunakan pendekatan masalah yang sistematis dan
rasional, sehingga seluruh aktivitas atau tindakan yang diberikan
oleh bidan kepada klien akan efektif. Bidan akan terhindar dari
tindakan yang bersifat coba – coba yang akan berdampak kurang
baik untuk klien.
3. Tujuh langkah manajemen kebidanan menurut varney
a. Langkah I (Tahap Pengumpulan Data Dasar)
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang
akurat dan lengkap dari sumber yang berkaitan dengan kondisi
klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
1) Anamnesa
54
a) Biodata
b) Riwayat Menstruasi
c) Riwayat Kesehatan
d) Riwayat kehamilan, persalina dan nifas
e) Biopsikososial spiritual
f) Pengetahuan Klien
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan
tanda – tanda vital
3) Pemeriksaan Khusus
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Auskultasi
d) Perkusi
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
b) Catatan terbaru dan sebelumnya
b. Langkah II (Interpretasi Data)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah berdasakan interpretasi yang benar atas data – data yang
telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan
diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosis dan
masalah yang spesifik. Masalah sering berkaitan dengan hal – hal
55
yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai
dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis.
c. Langkah III (Identifikasi Diagnosis Atau Masalah Potensial)
Pada langkah ini bidan mengidantifikasi masalah potensial
atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang
sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat
waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis atau masalah
potensial ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting
sekali dalam melakukan asuhan yang aman.
Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu
mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan
masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan
tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis potensial tidak
terjadi. Sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang
bersifat antisipasi yang rasional atau logis.
Kaji ulang apakah diagnosis atau masalah potensial yang
diidentifikasi sudah tepat.
d. Langkah IV (Penetapan Kebutuhan Tindakan Segera)
Mengindentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter dan atau tenaga konsultasikan atau ditangani bersama
dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi
klien.
56
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari
proses manajemen kebidanan.
Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau
kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama
bidan terus menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam
persalinan.
Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi.
Beberapa data mungkin mengidentifikasi situasi yang gawat
dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan
keselamatan jiwa ibu atau anak. Data baru mungkin saja
dikumpilkan dapat menunjukkan satu situasi yang memerlukan
tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi
dari seorang dokter. Situasi lainnya tidak merupakan kegawatan
tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari
preeclampsia, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes,
atau masalah medic yang serius, bidan memerlukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter. Dalam kondisi tertentu seorang wanita
mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan
dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi atau
seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan
harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan
57
kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam
manajemen asuhan kebidanan.
Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.
e. Langkah V (Penyusunan Rencana Asuhan Menyeluruh)
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini
merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnose
yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini
informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
yang sudah terindentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap
masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman
antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan
akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan.
Konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-
masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi - kultural atau
masalah psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita
tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan setiap
aspek asuhan kesehatan.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua pihak, yaitu
oleh bidan dank klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif
karena klien juga akan melaksanakan rencana asuhan bersama
58
klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum
melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan
menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan
pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi
tentang apa yang akan dilakukan klien.
f. Langkah VI (Pelaksanaan Asuhan)
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh
seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan
secara efisien dan aman. Perencanaan ini bias dilakukan seluruh
oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul
tanggungjawab untuk mengarahkan pelaksanaannya, misalnya
memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana.
Dalam situasi di mana bidan berkolaborasi dengan dokter
untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka
keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah tetap
bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama
yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan
menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan
klien.Kaji ulang apakah semua rencana asuha telah dilaksanakan.
59
g. Langkah VII (Mengevaluasi)
Evaluasi kefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar
telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi
dalam diagnose dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap
efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif
sedangkan sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses
manajemen asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang
berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap
asuhan yang tidak efektif melalui manajemen tidak efektif serta
melakukan penyusaian terhadap rencana asuhan tersebut.
Langkah-langkah proses manajemen umumnya merupakan
pengkajian yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada
proses klinis, karena proses manajemen tersebut berlangsung di
dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien
dan situasi klinik, maka tidak mungkin proses manajemen ini
dievaluasi dalam tulisan saja.
D. Dokumentasi Asuhan Kebidanan
60
1. Pengertian
Dokumentasi dari kata “dokumen” yang artinya barang-barang
tertulis. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki
benda - benda tertulis, seperti nilai ulangan yang diperoleh dari
dokumentasi pendidik.
Dokumentasi menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah
sebagai sesuatu yang tertulis,tercetak atau terekam yang dapat dipakai
sebagai bukti atau keterangan.
Secara umum dokumentasi merupakan suatu catatan otentik atau
dokumen asli yang apat dijadikan bukti dalam persoalan hukum.
Sedangkan dokumentasi kebidanan merupakan bukti pencatatan
dan pelaporan berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap
yang dimiliki oleh bidan dalam melakukan asuhan kebidanan dan
berguna untuk kepentingan klien, tim kesehatan, serta kalangan bidan
sendiri. (A. Aziz Alimul, 2010).
2. Fungsi Dokumentasi Kebidanan
Dokumentasi kebidanan (A. Aziz Alimul, 2010) memiliki
beberapa fungsi, di antaranya sebagai berikut.
1) Aspek administrasi, terdapatnya dokumentasi kebidanan yang berisi
tentang tindakan bidan, berdasarkan wewenang dan tanggung jawab
sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan.
61
2) Aspek meths, dokumentasi yang berisi catatan yang dipergunakan
sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang
harus diberikan kepada pasien.
3) Aspek hukum, melalui dokumentasi maka terdapat jaminan
kepastian hukum atas dasar keadilan, sama halnya dalam rangka
usaha menegakkan hukum dan penyediaan bahan tanda bukti untuk
menegakkan keadilan, karena semua catatan tentang pasien
merupakan dokumentasi resmi dan bernilai hukum.
Hal tersebut sangat bermanfaat apabila dijumpai suatu masalah yang
berhubungan dengan profesi bidan, di mana bidan sebagai pemberi
jasa dan pasien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi
diperlukan sewaktu-waktu, karena dapat digunakan sebagai barang
bukti di pengadilan, maka dalam pencatatan data, data harus
diidentifikasi secara lengkap, jelas, objektif dan ditandatangani oleh
bidan.
4) Aspek keuangan, dengan adanya dokumentasi data atau informasi
baik tentang tindakan serta perawatan pada pasien, dokumentasi
dapat dipergunakan sebagai dasar untuk perincian biaya atau
keuangan.
5) Aspek penelitian, dokumentasi kebidanan berisi data atau informasi
pasien. Hal ini dapat dipergunakan sebagai data dalam penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan melalui studi dokumentasi.
62
6) Aspek pendidikan, dokumentasi kebidanan berisi data informasi
tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik
yang diberikan kepada pasien. Maka informasi tersebut dapat
dipergunakan sebagai bahan atau referensi pendidikan.
7) Aspek dokumentasi, berisi sumber informasi yang harus
didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban
dalam proses dan laporan pelayanan kesehatan.
8) Aspek jaminan mutu, pengorganisasian data pasien yang lengkap
dan akurat melalui dokumentasi kebidanan akan memberikan
kemudahan bagi bidan dalam membantu menyelesaikan masalah
pasien. Pencatatan data pasien yang lengkap dan akurat akan
memberi kemudahan bagi bidan dalam membantu penyelesaian
masalah pasien.
Selain itu, juga untuk mengetahui sejauh mana masalah pasien dapat
teratasi dan seberapa jauh masalah baru dapat diidentifikasi dan
dimonitor melalui catatan yang akurat. Hal ini akan membantu untuk
meningkatkan mutu asuhan kebidanan.
9) Aspek akreditasi, melalui dokumentasi akan tercermin banyaknya
permasalahan pasien yang berhasil diatasi atau tidak.
Dengan demikian, dapat diambil suatu kesimpulan tentang tingkat
keberhasilan pemberian asuhan kebidanan yang diberikan guna
pembinaan lebih lanjut.
63
Selain itu, dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada pasien. Melalui akreditasi pula
kita dapat memantau kualitas layanan kebidanan yang telah
diberikan sehubungan dengan kompetensi dalam melaksanakan
asuhan kebidanan.
10) Aspek statistik, informasi statistik dari dokumentasi dapat
membantu suatu institusi untuk rnengantisipasi kebutuhan tenaga
dan menyusun rencana sesuai dengan kebutuhan.
11) Aspek komunikasi, komunikasi digunakan sebagai koordinasi
asuhan kebidanan yang diberikan oleh beberapa orang untuk
mencegah pemberian informasi yang berulang-ulang kepada pasien
oleh anggota tim kesehatan, mengurangi kesalahan dan
meningkatkan ketelitian dalam asuhan kebidanan, membantu tenaga
bidan untuk menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, serta
mencegah kegiatan yang tumpang tindih. Sebagai alat komunikasi,
dokumentasi dapat mewujudkan pemberian asuhan kebidanan yang
terkoordinasi dengan baik.
3. Dokumentasi Dalam Bentuk SOAP
SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis,
dan tertulis. Metode 4 langkah yang dinamakan SOAP ini disarikan
dari proses pemikiran penatalaksaan kebidanan. Dipakai untuk
mendokumenkan asuhan pasien dalam rekaman medis pasien
64
sebagai catatan kemajuan. Model SOAP sering digunakan dalam
catatan perkembangan pasien. Seorang bidan hendaknya
menggunakan SOAP setiap kali dia bertemu dengan pasiennya.
Selama antepartum, seorang bidan bisa menulis satu catatan SOAP
untuk setiap kunjungan, sementara dalam masa intrapartum,
seorang bidan boleh menulis lebih dari satu catatan untuk satu
pasien dalam satu hari. Bentuk penerapannya adalah sebagai
berikut (Mufdlilah, 2009).
Metode 4 langkah yang dinamakan SOAP ini disarikan dari
proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk
mendokumenkan asuhan pasien dalam rekaman medis pasien
sebagai catatan kemajuan. Bentuk SOAP umumnya digunakan
untuk pengkajian awal pasien, dengan cara penulisannya adalah
sebagai berikut:
S (subjektif) : Data subektif
Berisi data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang
merupakan ungkapan langsung
O (objektif) : Data objektif
Data yang dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik
A (assesment) : Analisis dan interpretasi
Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan
yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah
potensial, serta perlu tidaknya dilakukan tindakan segera.
65
P (plan) : Perencanaan
Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk
asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau labolatorium, serta
konseling untuk tindak lanjut.
1) Pentingnya melakukan pendokumentasikan SOAP
a. Menciptakan catatan permanen tentang asuhan kebidanan
yang diberikan kepada pasien.
b. Kemungkinan berbagai informasi diantara para pemberi
asuhan.
c. Memfasilitasi pemberian asuhan yang berkesinambungan.
d. Memungkinkan pengevaluasian dari asuhan yang diberikan
e. Memberikan data untuk catatan nasional, riset, dan statistic
mortalitas morbiditas.
f. Meningkatakan pemberi asuhan yang lebih aman, bermutu
tinggi pada klien.
2) Alasan SOAP digunakan sebagai pendokumentasian
a. Pembuatan grafik metode SOAP merupakan progesi
informasi yang systematis yang mengorganisir penemuan
dan konklusi bidan menjadi suatu rencana asuhan.
b. Metode ini merupakan penyulingan inti sari dari proses
penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan penyediaan dan
pendokumentasian asuhan.
66
c. SOAP merupakan urutan-urutan yang dapat membantu
bidan dalam mengorganisir pikiran bidan dan memberikan
asuhan yang menyeluruh.
4. Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Bidan adalah seorang yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan
lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang telah berlaku, dicatat
(registrasi), diberi izin secara sah untuk menjalankan
praktek. (Nazriah,2009)
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang
mempunyai posisi penting dan strategis terutama dalam
menurunkan AKI dan AKB, berdasarkan keputusan Menteri
Kesehatan RI NOMOR 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar
profesi bidan tanggal 27 Maret 2007 ditetapkan bahwa bidan
mempunyai standar kompetensi dalam menangani situasi
kegawatdaruratan kebidanan yang salah satunya penanganan
terhadap retensio plasenta yaitu dengan melakukan pengeluaran
secara manual plasenta. (Alhamsyah, 2009).
Profesi bidan mampu mengenali tanda – tanda retensio
plasenta dan memberikan pertolongan pertama termasuk manual
plasenta dan penanganan perdarahan sesuai indikasi. Sehingga
telah didapati hasilnya berupa penurunan kejadian perdarahan
67
hebat akibat retensio plasenta. Ibu dengan retensio plasenta
mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat dan penyelamatan
ibu dengan kasus retensio plasenta pun meningkat. (Ikatan Bidan
Indonesia, 2009).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN
I. Pengumpulan Data Dasar
1. Identitas (biodata)
Nama Pasien : Ny. G Nama Suami : Tn. K
68
Umur : 24 tahun Umur : 29 tahun
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat Rumah : Jl. Setia Raya Simpruk 1 RT 011/ RW 010 Grogol
Selatan, Jakarta Selatan
1) Anamnesa (Data Subyektif) Tanggal : 15 Mei 2013 , pukul : 17.00 WIB
a. Keluhan Utama Pada Waktu Masuk :
Ibu datang dengan keluhan mules – mules pukul 07.00 WIB dan belum
keluar air – air, keluar lendir bercampur darah sejak pukul 07.30 WIB.
b. Riwayat Menstruasi
a) Haid Pertama : umur 13 tahun
b) Siklus : 28 hari
c) Banyaknya : 3 kali ganti pembalut dalam sehari
d) Teratur / tidak : teratur
e) Lamanya : 7 hari
f) Sifat darah : encer
g) Dismenorhoe : tidak
2) Riwayat Perkawinan
a. Status Perkawinan: syah, kawin 1 kali
68
69
b. Kawin 1 : umur 21 tahun, dengan suami umur 26 tahun
Lamanya : 3 tahun, anak : 1 (satu)
3) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas Yang Lalu
Tabel 3.1 Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu
No Tgl/Th
Partus
Tempat
Partus
Umur
Hamil
Jenis
Persalinan
Penolong Penyulit Anak Nifas Keadaan
Anak
Sekarang
Jenis BB PB
1. 09-08-
2009
Bidan 39
minggu
Spontan Bidan Tidak
ada
perempuan 2900
gram
48
cm
baik baik
2. Hamil
ini
70
4) Riwayat Laktasi : belum ada riwayat laktasi
5) Riwayat Hamil Ini : -
a. HPHT : 11 – 08 - 2012
b. Tafsiran Persalinan : 18 – 05 - 2013
c. Hamil Muda
a) Keluhan : merasakan mual tetapi tidak berlebihan
b) ANC : ± 4 kali, teratur
Imunisasi (TT1) : 1 kali, Usia Kehamilan 16 minggu
d. Hamil Tua
a) Keluhan : tidak ada keluhan yang dirasakan
b) ANC : ± 4 kali, teratur
Imunisasi (TT2) : 1 kali, Usia Kehamilan 28 minggu
6) Riwayat Keluarga Berencana : Ibu pernah menggunakan alat kontrasepsi
7) Riwayat Penyakit Sistemik : Ibu mengatakan tidak pernah mempunyai
riwayat penyakit seperti jantung, hipertensi, asma, ginjal diabetes millitus
dan lain – lain.
8) Riwayat Penyakit Yang Lalu / Riwayat Operasi : Ibu mengatakan
tidak mempunyai penyakit yang lalu dan tidak pernah operasi
9) Riwayat Penyakit Keluarga / Keturunan Kembar : Ibu mengatakan
tidak mempunyai penyakit keturunan dari keluarga dan tidak ada
keturunan kembar
10) Psikososial : Ibu senang dengan kehamilannya dan status ekonomi yang
cukup.
71
2. Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)
1) Pemeriksaan Fisik :
a) Keadaan umum : baik
b) Kesadaran : composmentis
c) Tekanan darah : 110/70 mmHg
d) Suhu : 36,50C
e) Nadi : 80 x/menit
f) Respirasi : 20 x/menit
g) Tinggi badan : 155 cm
h) Berat badan hamil : 45 kg
i) Berat badan sebelum hamil : 55 kg
j) Lingkar lengan atas : 24,5 cm
2) Pemeriksaan sistematis :
a. Kepala :
a) Rambut : bersih, tidak rontok
b) Muka :tidak ada oedema
c) Mata
Conjungtiva : tidak pucat
Sklera : tidak kuning
d) Hidung : simetris, bersih, tidak ada polip
e) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
f) Mulut / gigi : bersih, tidak ada stomatitis, tidak ada caries
72
g) Leher :
Kelenjar gondok (thyroid) : tidak ada pembengkakan
Tumor : tidak ada pembesaran
Pembengkakan : tidak ada pembengkakan
b. Dada & axilla (ketiak)
a) Mamae:
Membesar : ya, kanan kiri
Tumor : tidak ada, kanan kiri
Simetris : ya, kanan kiri
Aerola : normal kanan kiri
Puting susu : menonjol, kanan kiri
Kolostrum : ya, sudah ada pengeluaran kanan kiri
b) Axilla :
Tumor : tidak ada, kanan kiri
Nyeri : tidak ada, kanan kiri
Perut : membesar sesuai usia kehamilan dan tidak
ada luka
c. Ekstremitas :
a) Tungkai : normal, kanan kiri
b) Varises : tidak ada, kanan kiri
c) Oedema : tidak ada
d) Refleks patella : + kanan kiri
73
3) Pemeriksaan khusus obstetri :
a. Abdomen
a) Inspeksi :
Membesar : ya, dengan arah memanjang
Pelebaran vena : ada, linea nigra
Striae albican : ya
b) Palpasi :
TFU : 31 cm
Leopold l : fundus : teraba lunak, bulat, tidak melenting
(bokong)
Leopold ll : kanan : teraba keras, memanjang seperti
papan (punggung)
kiri : teraba bagian – bagian kecil janin
(ekstremitas)
Leopold lll : teraba bulat, keras, tidak melenting
(kepala)
Leopold IV : 4/5 sudah masuk PAP
Taksiran berat janin : (31 – 11) x 155 = 3100 gram
c) Auskultasi :
DJJ : Punctum maksimum : satu tempat, setinggi pusat kanan
perut ibu
74
Frekuensi : 140 x/menit, teratur
b. Ano genitalia
a) Kelainan : tidak ada
b) Pengeluaran : lendir dan darah
c) Inspekulo : vagina : tidak ada kelainan
warna : kemerahan
Porsio : tebal, lunak
d) Vagina toucher (periksa dalam) :
Vagina : tidak ada kelainan
Porsio : tebal, lunak
Pembukaan : 5 cm
Ketuban : positif
Presentasi : kepala
Posisi : UUK kanan depan
Penurunan : hodge III
Kesan panggul : luas (normal)
4) Pemeriksaan laboratorium
Darah : hemoglobin : 11 gr%
golongan darah : A
Urine : protein : negatif
reduksi : negatif
75
II. Interpretasi Data
1. Diagnosa
a. Ibu : Ny.G, usia 24 tahun, G2P1A0, hamil 39
minggu.
Inpartu kala 1 fase aktif.
Dasar : Ibu mengatakan perutnya mules semakin
sering, dan belum keluar air – air.
b. Janin : janin tunggal hidup intra uterine presentasi
kepala.
Dasar : DJJ (+) 140 X/menit, pergerakan janin (+).
III. Masalah Potensial
Masalah : Ibu merasakan mules semakin sering dan
gelisah.
Kebutuhan : berikan dukungan emosional.
IV. Tindakan segera
Tidak ada
V. PERENCANAAN
1) Lakukan informed consent
2) Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
3) Penuhi kebutuhan nutrisi ibu seperti makan dan minum
4) Anjurkan ibu untuk tidak menahan apabila ingin BAB atau BAK
5) Jelaskan posisi dalam bersalin seperti jongkok, berdiri, setengah duduk
76
6) Hadirkan pendamping pada saat proses persalinan
7) Jelaskan cara meneran yang baik seperti tarik napas panjang
8) Lakukan observasi his, DJJ
9) Pantau kemajuan persalinan setiap empat jam
10) Siapkan alat – alat partus set, heacting set, resusitasi set
11) Siapkan perlengkapan ibu dan bayi
12) Lakukan pendokumentasian asuhan yang telah diberikan ke dalam SOAP
dan patograf
VI. PELAKSANAAN
1) Melakukan informed consent
2) Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
3) Memenuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi pada ibu seperti makan dan
minum pada saat tidak ada his
4) Menganjurkan ibu untuk tidak menahan apabila ingin BAB atau BAK
5) Menjelaskan posisi dalam bersalin seperti jongkok, berdiri, setengah
duduk
6) Menghadirkan pendamping pada saat proses persalinan
7) Menjelaskan cara meneran yang baik seperti tarik napas panjang
8) Melakukan observasi His dan DJJ
9) Memantau kemajuan persalinan setiap 4 jam
10) Menyiapkan alat – alat partus set, heacting set, resusitasi set
11) Menyiapkan perlengkapan ibu dan bayi
77
12) Melakukan pendokumentasian asuhan yang telah diberikan ke dalan SOAP
dan Patograf
VII. EVALUASI
1) Informed consent sudah disetujui
2) Hasil pemeriksaan telah dijelaskan kepada ibu dan keluarga
3) Kebutuhan nutrisi dan hidrasi telah terpenuhi
4) Ibu mengerti dan tidak menahan pada saat ingin BAB atau BAK
5) Ibu memilih posisi setengah duduk
6) Ibu memilih suaminya untuk mendampingi pada saat proses persalinan
7) Ibu bisa meneran dengan baik yaitu tarik napas panjang pada saat ada his
8) Observasi his, DJJ, serta pemantauan kemajuan persalinan telah dilakukan
9) Kemajuan persalinan setiap 4 jam telah dilakukan
10) Alat – alat partus set, heating set, resusitasi set telah disiapkan
11) Perlengkapan ibu dan bayi sudah disiapkan
12) Asuhan yang telah diberikan didokumentasikan ke dalam SOAP dan
patograf
78
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN
KALA II
Pukul : 20.40 WIB
Hari / Tanggal : Rabu / 15 Mei 2013
S : Ibu mengatakan mules semakin sering dan merasa ingin buang air besar,
keluar cairan di kemaluan semakin banyak, nyeri di kemaluan semakin
hebat.
O : keadaan umum : baik, kesadaran : composmentis, keadaan emosiol :stabil
Tanda – tanda vital :
TD : 120/80 mmHg, Nadi : 84 x/menit, suhu : 36,50C, Rr : 20 x/menit
Periksa dalam : vulva vagina tidak ada kelainan, anus membuka,
perineum menonjol, vulva membuka, pembukaan lengkap, portio tidak
teraba, ketuban (-), warna : jernih, presentasi kepala, penurunan H.III,
UUK, kanan depan.
His : 4x dalam 10 menit lamanya 42 detik, kekuatan : kuat
DJJ (+) 145 X/menit, teratur.
79
A : Ny. G umur 24 tahun G2P1A0 hamil 39 minggu 4 hari partus kala ll
Janin tunggal hidup intra uterine, presentasi kepala.
P :
1) Memberitahukan hasil pemeriksaan bahwa kepala janin sudah masuk ke
dasar panggul dan pembukaan lengkap, ibu akan segera melahirkan.
Ibu dan suami telah mengetahui hasil pemeriksaan.
2) Mendekatkan alat – alat partus, heacting set dan resusitasi set.
Alat partus, heacting set dan resusitasi set sudah disiapkan.
3) Mencuci tangan dengan 7 langkah.
Mencuci tangan sudah dilakukan dengan 7 langkah.
4) Mengatur posisi ibu, ibu dalam posisi setengah duduk.
5) Mengajarkan ibu teknik meneran senyaman mungkin, ibu bisa tarik
napas panjang lewat hidung dan keluarkan lewat mulut.
6) Memberikan ibu nutrisi di sela – sela his.
Ibu minum segelas teh manis hangat dan makan sepotong roti.
7) Istirahatkan ibu diantara his dan memantau BJJ.
Ibu bisa istirahat diantara his, DJJ (+) 142 X/menit.
80
8) Jam 20.45 melahirkan bayi spontan.
Bayi lahir spontan, langsung menangis, gerakan aktif, kulit kemerahan,
warna air ketuban jernih, bayi cukup bulan, jenis kelamin : laki – laki,
BB = 3200 gram, PB = 48 cm, anus (+), cacat (-), meco (-), A/S = 9/10.
9) Meletakkan bayi diatas perut ibu, dikeringkan dan dihangatkan dari
kepala sampai seluruh tubuh, bayi dalam keadaan hangat.
10) Menjepit tali pusat dengan 2 klem, klem pertama 3 cm dari pusat, klem
kedua 3 cm dari klem pertama, potong tali pusat, ikat, dan bungkus
dengan kasa.
Tali pusat sudah terbungkus dengan kasa.
11) Melakukan IMD.
IMD dilakukan selama setengah jam.
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN
KALA III
Pukul : 20.50 WIB
Hari / Tanggal : Rabu / 15 Mei 2013
81
S : Ibu mengeluh perutnya terasa mules dan merasa senang dengan kelahiran
bayinya.
O : Keadaan umum : baik, kesadaran :composmentis, keadaan emosional :
stabil
Kontraksi uterus : baik, TFU sepusat, perdarahan 350 cc, kandung kemih
Kosong, tidak ada janin kedua.
A : Ny. G umur 24 tahun P2A0 partus kala III
P :
1. Memberitahu kepada ibu bahwa plasenta akan segera dilahirkan.
Ibu menyetujui untuk tindakan melahirkan plasenta.
2. Melakukan manajemen aktif kala III :
- menyuntikkan oxitocyin 10 IU 1/3 atas bagian luar
- melakukan peregangan tali pusat terkendali.
Oxitocyin 10 IU sudah disuntikkan dan peregangan tali pusat
terkendali sudah dilakukan.
Tanda – tanda pelepasan plasenta belum ada.
3. Pukul 21.15 WIB plasenta belum lahir
Plasenta masih belum bisa dilahirkan.
82
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN
KALA III
Pukul : 21.15 WIB
Hari / Tanggal : Rabu / 15 Mei 2013
S : Ibu mengeluh perutnya terasa mules dan merasa senang dengan kelahiran
bayinya.
O : Keadaan umum : baik, kesadaran :composmentis, keadaan emosional :
stabil
Kontraksi uterus : baik, TFU sepusat, perdarahan 350 cc, kandung kemih
Kosong, tidak ada janin kedua, plasenta belum lahir.
A : Ny. G umur 24 tahun P2A0 partus kala III dengan retensio plasenta
P : 1. Memasang infus RL sebanyak 20 tetes/ menit + synto 10 IU
Infus RL + Synto 10 IU sudah menetes secara drip.
4. Menyiapkan alat untuk melakukan manual plasenta
Alat – alat manual plasenta sudah disiapkan.
83
5. Melakukan manual plasenta :
- Mengatur pasien dalam posisi litotomi.
- Memasukkan salah satu tangan, tangan kiri meregangkan tali pusat,
tangan kanan dengan jari – jari dikuncupkan membentuk kerucut.
- Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar
dengan lantai.
- secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) ke
dalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
- setelah tangan mencapai pembukaan serviks, tangan lain menahan
fundus dengan punggung tangan menghadap ke dinding dalam uterus.
- Bila plasenta di depan, dinding tangan pada dinding kavum uteri, tetapi
tali pusat berada dibawah telapak tangan kanan.
- Menggerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial
sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Pukul 21.30 WIB plasenta lahir secara manual.
6. Melakukan masase fundus uterus selama 15 detik.
Kontraksi uterus baik, kandung kemih kosong.
84
7. Memeriksa kelengkapan plasenta.
Kotiledon lengkap dan selaput ketuban korion dan amnion utuh yang
mengarah ke ibu dan janin berdiameter 18 cm, insersia tali pusat sentralis,
panjang tali pusat 50 cm, berat 500 gram.
8. Memeriksa robekan jalan lahir.
Heacting grade 1 dilakukan.
9. Mendokumentasikan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan
menggunakan SOAP.
Hasil tindakan sudah didokumentasikan ke dalam SOAP.
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN
KALA IV
Pukul : 22.00 WIB
Hari / Tanggal : Rabu / 15 Mei 2013
S : Ibu mengatakan lelah setelah melahirkan dan ibu merasa senang atas
kelahiran bayinya.
O : Keadaan umum : baik, kesadaran : composmentis, keadaan emosional :
stabil. TTV : TD : 110/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, suhu : 360C axilla,
Respirasi : 21 x/menit, kontraksi uterus : baik, TFU : 3 jari di bawah
85
pusat, kandung kemih kosong, terdapat laserasi grade I pada mucosa
vagina, kulit perineum, lochea rubra, perdarahan ± 250 cc.
A : Ny.G, umur 24 tahun, P2A0, partus kala IV
P :
1. Mengobservasi TFU, kontraksi uterus, kandung kemih, jumlah
perdarahan, robekan jalan lahir.
TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus baik, kandung kemih
kosong, jumlah perdarahan ± 250 cc, robekan heacting grade I
dilakukan.
2. Membersihkan badan ibu dengan air DTT, mengganti pakaian ibu dan
memakaikan pembalut, celana dan kain sarung agar ibu nyaman.
Ibu dalam keadaan bersih dan nyaman.
3. Membersihkan alat – alat bekas pakai dengan merendam ke dalam
larutan klorin 0,5 % selama 10 menit setelah itu di cuci dan di bilas di
bawah air mengalir dengan menggunakan sarung tangan rumah tangga
serta membersihkannya.
Alat – alat bekas pakai sudah di cuci bersih dan siap disterilkan.
10. Mengajarkan ibu cara massase uterus untuk mempertahankan kontraksi
uterus, jika rahim ibu teraba bulat dan keras, maka rahim ibu
86
berkontraksi dengan baik, tetapi jika rahim ibu terasa lembek maka
rahim ibu tidak berkontraksi sehingga akan menimbulkan perdarahan
dan segera beritahu Bidan jika tidak ada kontraksi dan terjadi
perdarahan yang keluar melebihi darah menstruasi.
Ibu mengerti dan melakukan semua yang dijelaskan oleh Bidan.
11. Menganjurkan ibu makan dan minum untuk mengganti tenaga yang
sudah dikeluarkan saat persalinan.
Ibu makan seporsi nasi dan segelas teh manis hangat.
12. Memberikan obat : 10 tablet Amoksilin 3 x 500 mg/hari, 40 tablet fe 1 x
250 mg/hari, 10 tablet Asam mefenamat 3 x 500 mg/hari.
Ibu sudah meminum obat yang diberikan sehabis makan.
13. Mengobservasi kala IV selama 2 jam pertama yaitu tanda – tanda vital,
tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan
setiap 15 menit sekali jam pertama dan jam kedua setiap 30 menit
sekali.Hasilnya baik dan normal.
14. Memindahkan ibu dan bayi ke ruang nifas setelah 2 jam postpartum.
Hasil : ibu dan bayi dipindahkan ke ruang nifas pukul : 23.30 WIB.
15. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan.
Seluruh hasil pemeriksaan telah didokumentasikan.
87
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan melihat apakah asuhan yang akan diberikan
pada Ny.G, umur 24 tahun dengan retensio plasenta di Puskesmas Palmerah
Jakarta Barat yang dilakukan pada tanggal 15 Mei tahun 2013 sesuai dengan
teori, pembahasan ini dibuat berdasarkan teori dan asuhan yang nyata dengan
pendekatan proses manajemen kebidanan yang terdiri dari 7 langkah varney.
A. Pengumpulan data dasar
Data dasar merupakan proses manajemen asuhan kebidanan yang
ditujukan untuk pengumpulan informasi mengenai kesehatan, baik berupa
kesehatan fisik, psikososial maupun spiritual. Pengumpulan data dilakukan
melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium.
( Soepardan : 2008 ).
Dari data subjektif pada kasus Ny.G, pada tanggal 15 Mei tahun
2013 pukul : 17.00 WIB, mempunyai keluhan pertama pada waktu masuk
yaitu ibu datang dengan keluhan mules – mules sejak pukul 07.00 WIB
dan belum keluar air – air, sudah keluar lendir bercampur darah pukul
07.30 WIB.
88
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Ny.G, G2P1A0
dengan HPHT : 11 Agustus 2012, tafsiran persalinan : 18 Mei 2013,
dengan keluhan selama hamil pada trimester l merasa mual, muntah dan
ANC ± 10 kali teratur.
Dari data pemeriksaan objektif didapatkan hasil pemeriksaan yaitu
keadaan umum : baik, kesadaran : composmentis, keadaan emosional :
stabil, TFU : 31 cm, Leopold I : di fundus teraba satu bagian besar bundar,
lunak, tidak melenting (bokong), Leopold II : bagian kanan perut ibu
teraba keras, memanjang seperti papan (punggung), bagian kiri perut ibu
teraba bagian – bagian terkecil dari janin (ekstremitas).
Leopold III : bagian terendah teraba bulat, keras, melenting (kepala),
Leopold IV : 4/5 sudah masuk PAP, TBJ : (31 – 11) x 155 = 3100 gram.
Auskultasi denyut jantung janin (+) 140 x/menit (teratur), punctum
maximum terdengar di satu tempat setinggi pusat kanan perut ibu. His 3 x
10’ x 35”. Pemeriksaan dalam : vagina tidak ada kelainan, porsio teraba
tebal lunak, pembukaan 5 cm, ketuban utuh (+), presentasi kepala, posisi
ubun – ubun kecil kanan depan, penurunan kepala Hodge III, molase tidak
ada.
Berdasarkan data diatas gejala dari retensio plasenta pada Ny.G,
adalah konsistensi uterus kenyal, tinggi fundus uteri 1 jari di atas pusat,
bentuk uterus diskoid, perdarahan sedang, tali pusat terjulur sebagian,
ostium uteri terbuka, sehingga hal tersebut sesuai dengan teori.
89
Bahwa konsistensi uterus kenyal, tinggi fundus uteri 1 jari di atas pusat,
bentuk uterus diskoid, perdarahan sedang, tali pusat terjulur sebagian,
ostium uteri terbuka, sehingga ada persamaan gejala antara teori dan kasus
di lahan praktek.
Penulis tidak menemukan hambatan yang berarti karena pada saat
pengumpulan data baik keluarga, klien, bidan dan dokter di lahan praktek
bersedia untuk memberikan informasi atau data yang diperlukan yang ada
hubungannya dengan kasus dan perawatan ibu sehingga memudahkan
dalam pengumpulan data.
B. Interprestasi Data Untuk Mengidentifikasi Diagnosa Atau Masalah
Dalam menegakkan suatu diagnosa atau masalah klien harus
berdasarkan : pada pendekatan asuhan kebidanan yang didukung dan
ditunjang oleh beberapa data, baik data subjektif dan data objektif dari
hasil pengkajian.
Dalam kasus yang ditemukan pada Ny.G, proses persalinan kala III
mengalami hambatan yaitu plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah
dilakukan manajemen aktif kala III yaitu penyuntikkan 10 IU oksitosin 1/3
paha atas bagian luar pukul : 20.50 WIB, melakukan peregangan tali pusat
terkendali dan melakukan masase uterus. Plasenta belum juga lahir
lakukan pennyuntikkan 10 IU oksitosin kedua pukul 21.20 WIB,
melakukan PTT kembali dan melakukan manual plasenta.
90
Berdasarkan kasus di atas, sehingga dapat ditegakkan diagnosa
Ny.G, umur 24 tahun, P2A0, partus kala III dengan retensio plasenta. Hal
ini sesuai dengan teori bahwa diagnosa retensio plasenta dapat ditegakkan
apabila plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata,
2008 : 174). Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.
C. Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi
penanganannya
Berdasarkan hasil diagnosa yang sudah ditegakkan, maka masalah
potensial dari kasus retensio plasenta adalah dapat terjadi perdarahan
postpartum primer dan sekunder, infeksi endometrium, dan syok.
Hal ini sesuai dengan teori yang didapatkan masalah potensial dari
kasus retensio plasenta adalah perdarahan postpartum primer dan
sekunder, infeksi endometrium dan syok. (Mochtar : 2010).
D. Melakukan tindakan segera untuk memenuhi kebutuhan
Melakukan suatu tindakan harus disesuaikan dengan prioritas
masalah atau kondisi keseluruhan yang dihadapi klien. Setelah Bidan
merumuskan hal – hal yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi
diagnosis atau masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga
merumuskan tindakan emergensi atau darurat yang harus dilakukan untuk
menyelamatkan ibu dan bayi. (Soepardan : 2008)
91
Adapun tindakan segera yang harus dilakukan pada Ny.G, yaitu
memasang infus RL 500 ml sebanyak 20 tetes permenit, melakukan
manual plasenta. Hal ini sesuai dengan teori bahwa bila kontraksi
terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati – hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan
perdarahan. (Rukiyah, 2010).
Sehingga penulis menyimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan
dalam melakukan tindakan segera pada Ny.G.
E. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh pada manajemen
asuhan kebidanan
Suatu rencana tindakan yang komprehensif ditunjukkan pada
indikasi apa yang timbul berdasarkan kondisi klien serta hubungannya
dengan masalah yang dialami klien dan juga meliputi antisipasi dengan
bimbingan terhadap klien serta konseling rencana tindakan harus disetujui
klien dan semua tindakan yang diambil harus berdasarkan rasional yang
relevan dan diakui kebenarannya.
Berdasarkan kasus retensio plasenta dapat direncanakan asuhan
kebidanan yaitu dilakukan informed consent untuk persetujuan keluarga
dan memberikan dukungan psikologis pada pasien, melakukan
pemeriksaan tanda – tanda vital mulai dari tekanan darah 110/70 mmHg,
suhu badan 36,50 C, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, dan
mencegah perdarahan dengan cara pemberian infus 500 ml cairan Ringer
92
Laktat (RL) dengan kecepatan 20 tetes permenit + synto 10 IU secara drip,
dan melakukan tindakan manual plasenta. Hal ini sesuai teori yang
dijelaskan dalam referensi Asuhan Kebidanan IV Patologi 2010. Sehingga
penulis menyimpulkan tidak ada kesenjangan dalam teori dan praktek
Dalam menyusun rencana asuhan.
F. Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisiensi dan aman
Berdasarkan perencanaan yang telah disusun, maka tahap
selanjutnya adalah melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny.G, yaitu
dengan memasang infus RL 500 ml sebanyak 20 tetes permenit + synto 10
IU secara drip, dan melakukan manual plasenta yaitu dengan cara labia
dibuka dan tangan kanan masuk secara obstetrik ke dalam vagina.
Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam sekarang menyusuri tali
pusat, yang sedapat – dapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah tangan
dalam sampai ke plasenta, tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat –
dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi
tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan antara bagian plasenta yang
sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dinding
rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan
perlahan – lahan ditarik keluar.
Berdasarkan kasus retensio plasenta ini pelaksanaan asuhan
kebidanan secara keseluruhan tidak ditemukan kesenjangan antara teori
dan praktek. (Rukiyah, 2010).
93
G. Evaluasi Asuhan Kebidanan
Sebagai langkah terakhir dalam proses ini adalah melakukan
evaluasi terhadap hasil dan proses manajemen kebidanan yang diterapkan.
Hasil evaluasi pada Ny.G sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan
yaitu telah dilakukan tindakan manual plasenta, dan plasenta dapat
dikeluarkan seluruhnya. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan setelah 2
jam post partum didapatkan tanda – tanda vital dalam batas normal yaitu :
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu badan 36,50 C,
pernapasan 20 x/menit, TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik,
perdarahan ± 250 cc, kandung kemih kosong.
Berdasarkan kasus retensio plasenta ini evaluasi asuhan kebidanan
secara keseluruhan tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan praktek.
(Rukiyah, 2010).
94
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan dan
saran untuk memberikan gambaran dan informasi studi kasus tentang retensio
plasenta.
A. Simpulan
1. Pengumpulan Data Dasar
Ny.G, usia 24 tahun, G2P1A0, hamil 39 minggu inpartu kala 1 aktif,
janin tunggal hidup intrauterin presentasi kepala.
2. Pada studi kasus di atas Ny.G, mengalami retensio plasenta dimana
plasenta belum lahir selama setengah jam setelah bayi lahir.
3. Berdasarkan masalah potensial retensio plasenta apabila tidak
ditangani dengan cepat dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan,
infeksi endometrium dan syok.
4. Tindakan segera dari retensio plasenta yaitu memberikan oksitosin
pertama 10 IU di 1/3 paha atas bagian luar, dan oksitosin kedua
sebanyak 10 IU secara drip. Pasang infus 500 ml cairan ringer laktat
(RL) dengan kecepatan 20 tetes permenit dan melakukan manual
plasenta dengan memperbaiki keadaan umum klien.
94
95
5. Perencanaan, lakukan informed consent untuk persetujuan keluarga
dan berikan dukungan psikologis pada pasien, lakukan pemeriksaan
tanda – tanda vital, pasang infus, manual plasenta.
6. Pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny.G, dengan retensio plasenta
yaitu melakukan manual plasenta dengan cara labia dibuka dan tangan
kanan masuk secara obstetrik ke dalam vagina, tangan kanan menahan
fundus uteri. Tangan dalam menyusuri tali pusat, yang sedapat –
dapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke
plasenta, tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat – dapatnya
mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan
sebelah kelingking, plasenta dilepaskan antara bagian plasenta yang
sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dinding
rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan
dengan perlahan – lahan ditarik ke luar.
7. Hasil yang didapatkan yaitu : keadaan umum : baik, kesadaran :
composmentis, TD : 110/70 mmHg, Nadi : 80 x/menit, suhu : 36,50 C,
TFU 2 jari dibawah pusat, perdarahan ± 250 cc, kontraksi uterus baik,
kandung kemih kosong.
96
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
dalam asuhan kebidanan pada ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru
lahir.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat lebih meningkatkan mutu dan kualitas
pendidikan bagi para mahasiswa dengan memberikan bimbingan
selama proses pengambilan studi kasus.
3. Bagi Puskesmas Palmerah Jakarta Barat
Sebagai tempat pelayanan tenaga kesehatan diharapkan untuk
lebih meningkatkan status derajat kesehatan pada umumnya dan
khususnya dalam pelayanan kebidanan sesuai dengan ketentuan yang
ada di Puskesmas Palmerah.