bab iv - v

Upload: achriani-anhi-m

Post on 15-Jul-2015

450 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANA. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kelurahan Tamalanrea merupakan daerah perkotaan yang terletak disebelah Timur Kota Makassar dan merupakan daerah perumahan, mempunyai topografi dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 150 meter di atas permukaan laut. Kelurahan Tamalanrea berada pada titik kordinat 119o 31 1190 39 Bujur Timur dan 5o 740 5o 840 Lintang Selatan. Luas Kelurahan Tamalanrea sebagai berikut : sekitar 425,6 Km2 dengan batas-batas wilayah

Sebelah barat Sebelah timu Sebelah utara Sebelah selatan

: Kel. Paccerakkang Kec. Biringkanaya : Kel. Tamalanrea Indah : Kel. Kapasa : Kel. Tamalanrea Jaya

Kelurahan Tamalanrea memiliki 23 RW dan RT sebanyak 139 dengan jumlah penduduk 38.553 jiwa yang terdiri dari laki-laki 19.492 jiwa dan perempuan 19.061 jiwa.

48

Peta administratif Kelurahan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar dengan Skala 1 : 3.500 dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 6. Peta Administrasi Kel. Tamalanrea, Tahun 2010 Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tamalanre Kota Makassar yang merupakan daerah dimana kasus DBD paling banyak terjadi pada tahun 2008 dan 2009, penelitian ini dimulai sejak bulan Maret sampai Mei

2010, pada masyarakat di perumahan Bumi Tamalenrea Permai (BTP) Kelurahan Tamalenrea, serta lingkungan di sekitar perumahan untuk

49

mendapatkan gambaran mengenai jumlah kasus DBD pada masyarakat dan keadaan larva serta kondisi sanitasi lingkungan Perumahan.

B. Hasil Penelitian1. Analis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk memberikan deskripsi data dari hasil penelitian yang diperoleh guna memberikan gambaran secara umum dari tiap-tiap variabel yang menjadi obyek dalam penelitian ini sebagaimana ditujukan pada tabel sebagai berikut :

a. Tempat Penampungan Air.

Dilihat dari jenisnya, kontainer yang terdapat di dalam rumah dan diluar atau dihalaman rumah responden, dimana TPA yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari terdiri dari bak mandi, TPA bahan plastik/fiber,gentong dari bahan plastik, drum dari besi atau metal,. Dari hasil penelitian tentang jenis kontainer atau TPA untuk keperluan sehari hari diketemukan sebanyak 514 kontainer dengan rincian dapat dilihat tabel 3.

1). Jenis TPA Dengan Densitas Larva Distribusi jenis TPA dengan keadaan larva dapat dilihat pada tabel berikut ini :

50

Tabel

3. Distribusi Jenis TPA Dengan Keadaan Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar, Bulan Januari Mei Tahun 2010. Ada larva n 49 16 7 1 2 75 % 22,2 8,1 8,5 16,7 28,6 14,6 Tidak ada larva n 172 182 75 5 5 439 % 77,8 91,9 91,5 83,3 71,4 85,4 Jumlah n 221 198 82 6 7 514 % 100 100 100 100 100 100

Jenis TPA Bak Ember Plastik Gentong Drum Tandon Total

Sumber : Data primer. Dari Tabel 3 tampak bahwa dari jumlah TPA yang diperiksa untuk keperluan sehari-hari yaitu sebanyak 514 (100 %)kontainer, dan ditemukan 75 (14,6 %) kontainer yang positip larva, . Hal ini

disebabkan karena larva Kelurahan Tamalanrea merupakan daerah perumahan yang padat dan sanitasi lingkungannya kurang bersih

sehingga banyak tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti seperti bak mandi, bak WC, ember plastik gentong dan tandon.

2). Kondisi TPA Terbuka/Tertutup Dengan Keadaan Larva Distribusi kondisi TPA terbuka/tertutup dengan keadaan larva dapat dilihat pada tabel berikut :

51

Tabel 4. Distribusi Kondisi TPA Terbuka / Tertutup Dengan Keadaan Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar, Bulan Januari Mei Tahun 2010. Ada larva Kondisi TPA n Terbuka Tertutup Total 54 21 75 % 19,7 8,7 14,6 n 220 219 439 % 80,3 91,3 85,4 n 274 240 514 % 100 100 100 Tidak ada larva Jumlah

Sumber : Data primer. Dari tabel 4 menunjukan bahwa TPA yang kondisinya terbuka sebanyak 274 (100 %), ditemukan larva sebanyak 54 (19,7 %), dan kondisi tertutup 240 (100 %), ditemukan larva sebanyak 21 (8,7 %). 3). Kondisi TPA Bersih / Berlumut Dengan Keadaan Larva Tabel 5. Distribusi Kondisi TPA Bersih / berlumut Dengan Keadaan Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar, Bulan Januari Mei Tahun 2010. Ada larva n Bersih Berlumut Total 2 73 75 % 0,5 61,9 14,6 Tidak ada larva n 394 45 439 % 99,5 38,1 85,4 n 396 118 514 Jumlah % 100 100 100

Kondisi TPA

Sumber : Data primer. Dari tabel 5 juga menunjukan bahwa TPA yang kondisinya bersih sebanyak 396, ditemukan larva sebanyak 2 (0,5 %), dan kondisi berlumut 118, ditemukan larva sebanyak 73 (61,9 %).

52

b. Jenis Wadah Produktif 1). Jenis Wadah Produktif Dengan Keadaan Larva Tabel 6. Distribusi Jenis Wadah Produktif Dengan Keadaan Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar, Januari Mei 2010. Jenis wadah Dispenser Kulkas Pot bunga Tempat minum unggas Total Ada larva n 22 4 3 0 29 % 17,3 7,1 15,8 0 14,1 Tidak ada larva n 105 52 16 3 176 % 82,7 92,9 84,2 100 85,9 n 127 56 19 3 205 Jumlah % 100 100 100 100 100

Sumber : Data primer. Dari Tabel 6 tersebut diatas menunjukkan bahwa dari jenis wadah produktif yang diperiksa, dispenser jenis wadah yang paling banyak yaitu 127 wadah, dan ditemukan larva 22 (17,3 %) wadah, TPA pada kulkas sebanyak 56, dan terdapat larva 4 (7,1 %)

wadah, pot bunga sebanyak 19, dan ditemukan larva 3 (15,8 %), serta tempat minum unggas sebanyak 3, dan tidak ditemukan larva 2). Kondisi Wadah Produktif Bersih/berlumut Dengan Keadaan Larva Dari hasil observasi pada tabel 7 tentang kondisi wadah produktif bersih dan berlumut, terdapat 128 kondisi wadah bersih

53

dan terdapat larva 2 (1,6 %), sedangkan kondisi wadah berlumut sebanyak 77 dan ditemukan larva 27 (35,1 %). Tabel 7. Distribusi Kondisi Wadah Produktif Bersih / berlumut Dengan Keadaan Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar, Januari Mei 2010. Ada larva n 2 27 29 % 1,6 35,1 14,1 Tidak ada larva n 126 50 176 % 98,4 64,9 85,9 Jumlah n 128 77 205 % 100 100 100

Kondisi wadah Bersih Berlumut Total

Sumber : Data primer. c. Pengolahan Limbah Padat Distribusi pengolahan limbah padat dengan keadaan larva dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 8. Distribusi Pengolahan Limbah Padat Dengan Keadaan Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar, Bulan Januari Mei Tahun 2010. Ada larva Pengolahan Limbah Padat Terbuka Tertutup Timbun Bakar Jumlah n 19 0 0 0 19 % 10,9 0 0 0 8,5 Tidak ada larva n 156 23 7 18 204 % 89,1 100 100 100 91,5 n 175 23 7 18 223 Jumlah % 100 100 100 100 100

Sumber : Data primer.

54

Dari table 8 dapat diketahui

tentang kondisi pengolahan

limbah padat diperoleh hasil yaitu kondisi limbah padat terbuka 175 (100 %), dan terdapat larva 19 (10,9 %), kondisi tertutup sebanyak 23 (100 %), ditemukan larva 0 (0 %), kondisi pengolahan limbah padat dengan cara ditimbun sebanyak 7 (100 %), ditemukan larva 0 (0 %) dan kondisi pengolahan limbah padat dengan cara dibakar sebanyak 18 (100 %) dan tidak ditemukan adanya larva. d. Kondisi rumah. 3). Keberadaan Larva. Dengan memperhatikan tabel 9 berikut terlihat jumlah rumah yang kondisinya baik sebanyak 74 (100 %) dan terdapat larva 9 (12,2 %), sedangkan rumah yang kondisinya buruk sebanyak 149 (100 %) dan terdapat larva sebanyak 46 (30,9 %).

Tabel 9. Distribusi Kondisi Rumah Dengan Keadaan Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar, Bulan Januari Mei Tahun 2010. Ada larva Kondisi rumah n Baik Buruk Total 9 46 55 % 12,2 30,9 24,7 n 65 103 168 % 87,8 69,1 75,3 n 74 149 223 % 100 100 100 Tdak ada larva Jumlah

Sumber : Data primer.

55

e. Penggunaan Air Bersih Dari Tabel 10. tersebut dibawah ini menunjukkan bahwa

penggunaan air bersih cukup 214 (100 %), terdapat larva sebanyak 49 (22,9 %) dan penggunaan air bersih tidak cukup sebanyak 9 (100 %), terdapat larva sebanyak 6 (66,7 %). Tabel 10. Distribusi Penggunaan Air Bersih Dengan Keadaan Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar, Bulan Januari Mei Tahun 2010. Penggunaan Air Bersih Cukup Tidak cukup Jumlah Ada Larva n 49 6 55 % 22,9 66,7 24,7 Tidak ada larva n 165 3 168 % 77,1 33,3 75,3 n 214 9 223 Jumlah % 100 100 100

Sumber : Data primer. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat ini dilakukan dengan maksud untuk melihat ada tidaknya pengaruh penyuluhan terhadap kondisi TPA, wadah produktif, pengolahan limbah padat terhadap densitas larva dan kejadian DBD serta hubungan kondisi TPA, wadah produktif, pengolahan limbah padat, kondisi rumah, kebutuhan air bersih terhadap densitas larva dan kejadian DBD di Kelurahan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea KotaMakasa,

berdasarkan tujuan khusus penelitian ini. Adapun variabel independen dalam penelitian ini, adalah : Kondisi TPA, wadah produktip, pengolahan

56

limbah padat, kondisi rumah dan kebutuhan air bersih. Sedangkan variabel dependennya adalah densitas larva dan kejadian DBD. 1. Peta Spasial Densitas Larva dan Kejadian DBD di Kel. Tamalanrea a. Peta Distribusi Rumah sebagai titik sampel di Kel. Tamalanrea Peta spasial lokasi pengamatan sebagai tempat pengambilan titik sampel, merupakan hasil/output pengolahan dan analisis data spasial dengan SIG yang memberikan gambaran penyebaran larva Kel. Tamalanrea. Pengambilan titik dilakukan dengan kondisi

pemetaan rumah penduduk. Pengambilan titik dilakukan pada daerah yang menjadi sampel dalam penelitian, di wilayah Kel. Tamalanrea. Peta penyebaran tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 7. Peta Distribusi rumah yang menjadi sampel di Kel. Tamalanrea, Tahun 2010.

57

Lokasi penelitian yang dipilih adalah RW. 14 dan RW. 21 dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut adalah daerah endemik yang memiliki jumlah kasus yang cukup tinggi. Pada tahun 2009 jumlah kasus sebanyak 31 kasus, 7 kasus terjadi di RW. 14,

sedangkan RW. 21 tidak ada kasus (laporan tahunan puskesmas). Pada peta di atas rumah yang diduga sebagai tempat

perindukan dan kejadian DBD sebanyak 223 titik yang tersebar pada dua RW. Kel. Tamalanrea. Titik yang dimaksud diberi simbol warna hijau titik hitam ( ).

Secara rinci distribusi rumah yang dijadikan sebagai titik pengambilan sampel dapat dilihat dalam tabel 11 berikut : Tabel 11. Distribusi Rumah sebagai titik pengambilan sampel di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar Tahun 2010. No. 1 2 Lokasi RW. 14 RW. 21 total Sumber : Data primer. Berdasarkan tabel 11 di atas lokasi rumah yang diambil sebagai sampel di dua RW. Kelurahan Tamalanrea sebanyak 223 rumah/titik terdiri dari RW. 14 sebanyak 118 (52,9 %)titik, dan RW. 21 sebanyak 105 (47,1 %) titik. Jumlah 118 105 223 Presentase 52,9 47,1 100

58

b. Peta lokasi penyebaran densitas larva dan kejadian DBD pada Pengamatan I di Kel. Tamalanrea. Peta distribusi Penyebaran larva dan kejadian DBD pada pengamatan I yang ditemukan pada penelitian di Kel. Tamalanrea dapat dilihat penyebarannya pada gambar berikut :

Gambar 8. Peta Distribusi Penyebaran Larva Dan Kejadian DBD Tamalanrea, Tahun 2010.

di Kel.

Pada peta 8 di atas jumlah titik yang menjadi sampel yaitu 223 titik, yang ditemukan ada larva sebanyak 55 titik dan ditemukan

59

penderita DBD sebanyak 4 titik. Lokasi titik sampel diberi simbol lingkaran warna hijau ( lingkaran warna merah ), titik yang ditemukan larva diberi simbol ( ) dan titik ditemukan penderita DBD ). Secara rinci distribusi penyebaran

simbol lingkaran warna biru (

larva dan kejadian DBD dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 12. Distribusi Sampel, Keberadaan Larva Dan Kejadian DBD Pada Pengamatan I di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar Tahun 2010. Diperiksa Kondisi rumah n Baik Buruk Jumlah 96 127 223 % 43,1 56,9 100 n 9 46 55 % 16,4 83,6 100 n 2 2 4 % 50 50 100 Ada larva Penderita

Sumber : Data primer. Berdasarkan hasil pengamatan I pada tabel 12 di atas terlihat jumlah rumah yang kondisinya baik sebanyak 96 (43,1 %) rumah dan terdapat larva 9 (16,4 %), dan rumah yang kondisinya buruk sebanyak 127 (56,9 %) dan terdapat larva sebanyak 46 (83,6 %). Sedangkan rumah yang kondisinya baik dan terdapat penderita DBD sebanyak 2 (50 %), dan rumah yang kondisinya buruk ditemukan penderita DBD sebanyak 2 (50 %).

60

c. Peta lokasi penyebaran densitas larva dan kejadian DBD pada Pengamatan II di Kel. Tamalanrea. Peta distribusi Penyebaran Larva Dan Kejadian DBD pada pengamatan II di Kel. Tamalanrea dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 9. Peta Distribusi Penyebaran Larva Dan Kejadian DBD di Kel. Tamalanrea, Tahun 2010. Pada peta 9 di atas jumlah titik yang menjadi sampel yaitu 223 titik, yang ditemukan ada larva sebanyak 19 dan ditemukan penderita

61

DBD sebanyak 5. Lokasi titik sampel diberi simbol lingkaran warna hijau ( merah ( lingkaran ), titik yang ditemukan larva diberi simbol lingkaran warna ) dan titik ditemukan penderita DBD diberi simbol dengan warna biru ( ). Secara rinci distribusi penyebaran

larva dan kejadian DBD dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 13. Distribusi Sampel, Keberadaan Larva Dan Kejadian DBD Pada Pengamatan II di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar Tahun 2010. Kondisi rumah Baik Buruk Jumlah Diperiksa n 119 104 223 % 53,4 46,6 100 Ada larva n 3 16 19 % 15,8 84,2 100 Penderita n 2 3 5 % 40 60 100

Sumber : Data primer. d. Peta lokasi penyebaran densitas larva dan kejadian DBD pada Pengamatan III di Kel. Tamalanrea. Pada peta 5 di atas jumlah titik yang menjadi sampel yaitu 223 titik, yang ditemukan ada larva sebanyak 9 dan ditemukan penderita DBD sebanyak 5. Lokasi titik sampel diberi simbol lingkaran warna hijau ( merah ( ), titik yang ditemukan larva diberi simbol lingkaran warna ) dan titik ditemukan penderita DBD diberi simbol dengan

62

lingkaran warna biru (

) Peta distribusi Kondisi

Rumah,

Keberadaan Larva Dan Kejadian DBD pada pengamatan III di Kel. Tamalanrea dapat dilihat penyebarannya pada gambar berikut :

Gambar 10. Peta Distribusi Penyebaran Larva Dan Kejadian DBD Tamalanrea, Tahun 2010.

di Kel.

Secara

rinci distribusi penyebaran larva dan kejadian DBD

dapat dilihat dalam tabel 14 berikut :

63

Tabel 14. Distribusi Kondisi Rumah, Keberadaan Larva Dan Kejadian DBD Pada Pengamatan III di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar Tahun 2010. Kondisi rumah Baik Buruk Jumlah Diperiksa n 149 74 223 % 66,8 33,2 100 Ada larva n 2 7 9 % 22,2 77,8 100 Penderita n 2 3 5 % 40 60 100

Sumber : Data primer. 2. Pengamatan terhadap kondisi TPA, wadah produktif, pengolahan limbah padat , densitas larva dan kejadian DBD. 1) Pengamatan Terhadap Kondisi TPA a). Terbuka dan Tertutup. Tabel.15 Pengamatan Terhadap Kondisi TPA Terbuka/tertutup di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010. Pengamatan No. 1. 2. Kondisi TPA n Terbuka Tertutup Jumlah Sumber : Data Primer. Dari hasil penelitian tentang kondisi terbuka dan tertutup Tempat penampungan air, dari tiga kali pengamatan 274 240 514 I % 53,3 46,7 100 n 246 261 507 II % 48,5 51,5 100 n 243 264 507 III % 47,9 52,1 100

64

( pengamatan I, II dan III ) diperoleh kondisi TPA untuk pengamatan I, yaitu : terbuka sebanyak 274 (53,3 %), tertutup 240 (46,7 %), pengamatan II terbuka sebanyak 246 (48,5 %), tertutup 261 (51,5 %), dan untuk pengamatan III, terbuka

sebanyak 243 (47,9 %), dan yang tertutup 264 (38,6 %). Untuk lebih jelasnya lihat tabel 15 diatas. b). Bersih dan Berlumut. Pengamatan terhadap kondisi TPA bersih/berlumut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel. 16. Pengamatan Terhadap Kondisi TPA Bersih/berlumut di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010 Pengamatan No. 1. 2. Kondisi TPA n Bersih Berlumut Jumlah 396 118 514 I % 77,4 22,6 100 n 461 46 507 II % 90,9 9,1 100 n 472 35 507 III % 93,1 6,9 100

Sumber : Data Primer. Tabel 16 menunjukan kondisi bersih dan berlumut Tempat penampungan air selama tiga kali pengamatan (Pengamatan I, II dan III ) diperoleh hasil yaitu : untuk pengamatan I untuk kondisi Tempat penampungan air bersih sebanyak 396 ( 77,4 % ),

65

berlumut 118

(22,6 %), pengamatan II

kondisi

Tempat

penampungan air bersih sebanyak 461 (90,9 %), berlumut 46 (9,1 %), dan untuk pengamatan III jumlah Tempat penampungan air yang mempunyai kondisi bersih sebanyak 472 berlumut 35 (6,9 %). c). Keberadaan Larva Pada TPA Pengamatan terhadap kondisi TPA bersih/berlumut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel. 17. Pengamatan Terhadap Kaberadaan Larva pada TPA di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010 Pengamatan No. 1. 2. Kadaan Larva n Ada Tidak ada Jumlah Sumber : Data Primer. Tabel 17 menunjukan kondisi Tempat penampungan air (TPA) selama tiga kali pengamatan (Pengamatan I, II dan III ) diperoleh hasil yaitu : untuk pengamatan I untuk kondisi Tempat penampungan air terdapat larva sebanyak 75 ( 14,6 % ), tidak ada larva 439 (85,4 %), pada pengamatan II kondisi TPA Yang 75 439 514 I % 14,6 85,4 100 n 23 484 507 II % 4,5 95,5 100 n 9 498 507 III % 1,8 98,2 100 (93,1 %) dan

66

terdapat larva sebanyak 23 (4,5 %), tidak ada larva 484 (95,5 %), dan untuk pengamatan III sebanyak 9 jumlah TPA yang terdapat larva

(1,8 %) dan tidak ada larva 498 (98,2 %).

2) Pengamatan Terhadap Kondisi Wadah Produktif. a). Kondisi Wadah Produktif Distribusi kondisi wadah produktif yang diperiksa kondisi bersih/berlumut dapat dilihat pada tabel berikut ini :Tabel. 18.Distribusi Kondisi Wadah Produktif Yang Diperiksa

Menurut Kondisi Bersih / berlumut di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010 Pengamatan No. 1. 2. Wadah Produktif n Bersih Berlumut Jumlah Sumber : Data Primer. Dari table 18 diketahui bahwa kondisi bersih dan berlumut wadah produktif selama tiga kali pengamatan (pengamatan I, II, dan III), diperoleh hasil yaitu untuk pengamatan I kondisi wadah produktif bersih sebanyak 128 ( 62,4 % ), berlumut 77 (37,6 %), pengamatan II kondisi wadah produktif bersih sebanyak 146 (71,2 %), berlumut 59 (28,8 %), dan untuk pengamatan III jumlah 128 77 205 I % 62,4 37,6 100 n 146 59 205 II % 71,2 28,8 100 n 159 46 205 III % 77,5 22,5 100

67

kondisi (77,5 %),

wadah

produktif yang mempunyai kondisi bersih 159

dan berlumut 46 (22,5 %).

b). Keberadaan Larva Pada Wada Produktif Tabel. 19. Pengamatan Terhadap Kaberadaan Larva pada Wadah Produktif di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010 Pengamatan No. Kadaan Larva n 1. 2. Ada Tidak ada Jumlah Sumber : Data Primer. Tabel 19 menunjukan bahwa keberadaan larva pada wadah produktif selama tiga kali pengamatan (Pengamatan I, II dan III ) diperoleh hasil yaitu : untuk pengamatan I, wadah produktif yang terdapat larva sebanyak 29 ( 13,0 % ), tidak ada larva 176 (87,0 %), pengamatan II wadah produktif 29 176 205 I % 13,0 87,0 100 n 13 192 205 II % 5,8 94,2 100 n 7 198 205 III % 3,4 96,6 100

yang terdapat larva sebanyak 13 (5,9 %), tidak ada larva 192 (94,2 %) dan untuk pengamatan III jumlah wadah produktif

yang mempunyai larva sebanyak 7 (3,4 %) dan tidak ada larva 198 (96,6 %).

68

3) Pengamatan terhadap kondisi rumah. a). Nilai Suhu ruangan, Kelembaban Dan Pencahayaan Tabel 20. Distribusi Kondisi Rumah terhadap suhu, Kelembaban dan Pencahayaan di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar, Januari Mei 2010. Kondisi RumahPengamatan n

Suhu o ( C)Rata-rata SD

Kelembaban (%)Rata-rata SD

Pencahayaan ( Lux )Rata-rata SD

I II III

223 223 223

30,10 30,32 30,13

1,07 1,09 1,06

77,6 76,5 77,8

8,49 8,09 8,53

34,4 36,9 35,7

21,47 21,14 21,31

Sumber : Data primer. Dari tabel 20 di atas terlihat bahwa suhu ruangan baik pada pengamatan I, II dan III di Kel. Tamalanrea rata-rata 300

C, dengan nilai standar deviasi 1,07, 109 dan 106 dari master 270

tabel diperoleh suhu ruangan berada pada kisaran 320

C

C. Untuk kelembaban pada pengamatan I yaitu rata-rata

77,6, pengamatan II yaitu 76,5 dan untuk pengamatan III yaitu rata-rata 77,8 dengan nilai standar deviasi 8,49, 8,09 dan

8,53 dari master tabel diperoleh kelembaban berada pada kisaran 54 99. Sedangkan untuk pencahayaan nilai rata-rata pada pengamatan I yaitu 34,4 pengamatan II yaitu 36,9 dan untuk pengamatan III yaitu 35,7 dengan nilai standar deviasi

69

21,47,

21,19

dan

21,31

dari

master

tabel

diperoleh

pencahayaan berada pada kisaran 13 106 Lux. b). Penggunaan Kawat Kasa Distribusi penggunaan kawat kasa dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 21. Distribusi penggunaan Kawat Kasa di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar, Januari Mei 2010. pengamatan Penggunaan nMenggunakan Kasa Tidak Menggunakan Kasa

I % 33,2 66,8 100 n 81 142 223

II % 36,3 n 84

III % 37,7 62,3 100

74 149 223

63,7 139 100 223

Jumlah Sumber : Data primer.

Darit tabel 21 menunjukkan bahwa penggunaan kawat kasa untuk menghalau nyamuk masuk kedalam rumah pada pengamatan I sebanyak 74 (33,2 %), tidak menggunakan 149 (66,8 %) rumah, pengamatan II menggunakan kasa sebanyak 81 (36,3 %) dan tidak menggunakan 142 (63,7 %). Sedangkan pada pengamatan III yang menggunakan kawat kasa sebanyak 84 (37,7 %) dan tidak menggunakan sebanyak 139 (62,3 %).

70

4) Pengamatan Terkadap Kondisi Pengolahan Limbah Padat. Dari table 22 dapat diketahui tentang kondisi limbah padat, untuk tiga kali pengamatan ( pengamatan I, II dan III ) diperoleh hasil kondisi limbah padat untuk pengamatan I, yaitu tertutup sebanyak 23 (10,3 %), ditimbun 7 (3,1 %), dibakar 18 (8,1 %) dan

Tabel 22

Pengamatan Terhadap Kondisi Limbah Padat di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010. Pengamatan

No. 1. 2. 3. 4.

Limbah Padat n Tertutup Ditimbun Dibakar Terbuka Jumlah 23 7 18 175 223

I % 10,3 3,1 8,1 78,5 100 n 42 6 22 153 223

II % 18,8 2,7 9,9 68,6 100 n 59 6 22 136 223

III % 26,5 2,7 9,9 60,9 100

Sumber : Data Primer. terbuka 175 (78,4 %), pengamatan II, tertutup sebanyak 42 (18,8 %), ditimbun 6 (2,7 %), dibakar 22 (9,9 %) dan terbuka 153 (68,6 %), dan untuk pengamatan III, tertutup sebanyak 59 (26,5 %), ditimbun 6 (2,7 %), dibakar 22 (9,9 %) dan terbuka 136 (60,9 %),. Untuk lebih jelasnya lihat tabel. 22 di atas.

71

5) Pengamatan Terhadap Kebutuhan Air Bersih. Pengamatan terhadap kebutuhan air bersih dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel. 23. Pengamatan Terhadap Kebutuhan Air Bersih di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010. Pengamatan No. 1. 2. Kebutuhan AB n Cukup Tidak Cukup Jumlah Sumber : Data primer. Tabel 23. menunjukkan bahwa sebahagian besar masyarakat di kelurahan Tamalanrea dalam kebutuhan air bersih selama tiga kali pengamatan (Pengamatan I, II, dan III) diperoleh hasil, untuk pengamatan I yaitu cukup 214 (95,9 %), tidak cukup 9 (4,1 %), pengamatan II kebutuhan air cukup sebanyak 211 (94,6 %), tidak cukup 12 (5,4 %), dan untuk pengamatan III jumlah kebutuhan air yang merasa cukup 210 (94,2 %) dan tidak cukup 13 (5,8 %). 6) Pengamatan Terhadap Densitas Larva Pemeriksaan larva nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar yang 214 9 223 I % 95,9 4,1 100 n 211 12 223 II % 94,6 5,4 100 n 210 13 223 III % 94,2 5,8 100

dilakukan sejak bulan Maret sampai dengan Mei tahun 2010, dan

72

dilakukan secara visual pada kontainer yang berada di dalam dan luar rumah dapat dilihat pada tabel 24. Tabel 24. Pengamatan Terhadap Densitas Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010.. Pengamatan No. 1. 2. 3. Densitas Larva I HI CI BI 24,7 % 14,6 % 33,6 % II 8,5 % 4,5 % 10,3 % III 4,0 % 2,2 % 4,9 %

Sumber : Data Primer. Dari Tabel 24. diketahui bahwa densitas larva dari 223 rumah yang diperiksa, tiga kali pengamatan (pengamatan I, II dan III) diperoleh hasi untuk pengamatan I, rumah positip larva sebanyak 55 (24,7%) dan rumah yang tidak ditemukan jentik sebanyak 168 (75,3%), sehingga diperoleh House Index (HI). 24,7 %. Untuk pemeriksaan kontainer diperoleh bahwa dari 514 kontainer yang diperiksa yang terdapat larva sebanyak 75 kontainer (14,6 %), sehingga diperoleh Container Index

(CI) 14,6 %, dan Breteau Index

(BI) 33,6 %. Pengamatan

II, dari 223 rumah yang diperiksa yang terdapat larva sebanyak 19 (8,5 %) dan rumah yang tidak terdapat larva sebanyak 204 (91,5%), sehingga diperoleh House Index (HI). 8,5 %. Untuk

73

pemeriksaan kontainer ditemukan larva sebanyak 23 kontainer (4,5 %) dan kontainer yang tidak ditemukan larva sebanyak 484 kontainer (95,5 %) dari 507 kontainer yang diperiksa, sehingga diperoleh Container Index (CI) 4,5 %, dan Breteau Index (BI)

10,3 %. Dan untuk pengamatan III rumah positip larva sebanyak 9 (4,0 %) dan rumah yang tidak ditemukan larva sebanyak 214 (96,0 %), sehingga diperoleh House Index (HI). 4,0 %. Untuk

pemeriksaan kontainer diperoleh bahwa dari 507 kontainer yang diperiksa yang terdapat larva sebanyak 11 kontainer (3,7 %), dan kontainer yang tidak terdapat larva sebanyak 496 kontainer (97,8 %), sehingga diperoleh Container Index (CI) 2,2 %,

dan Breteau Index

dan Breteau Index (BI) 4,9 %.

7) Pengamatan Terhadap Kejadian DBD. Pengamatan terhadap Kejadian DBD dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 25. Pengamatan Terhadap kejadian DBD di Kel.Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makassar Tahun 2010 Pengamatan Kejadian DBD Ada Tiadak ada Jumla n 4 219 223 I % 1,8 98,2 100 n 5 218 223 II % 2,2 97,8 100 n 5 218 223 III % 2,2 97,8 100

Sumber : Data Primer Mei - 2010.

74

Dari penelitian dan wawancara terhadap 223 responden diperoleh hasil kejadian DBD yang dirawat di rumah sakit awal bulan januari sapai akhir Mei tahun 2010, (1,8 %) terjadi sampai akhir sebanyak 5 kasus, 4 kasus

Maret (pengamatan I). Pengamatan II

bertambah 1 kasus, sehingga menjadi 5 kasus (2,2 % ), dan pada pengamatan III tidak ada kasus, sehingga tetap menjadi 5 kasus (2,2 %) sampai pada akhir Mei tahun 2010, hal ini dapat dilihat pada tabel. 25 diatas.

Uji t test dependen 1. Densitas Larva Hasil pengamatan yang dilakukan selama tiga kali terhadap variabel independen, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 26. Uji perbedaan antara Sebelum dan Sesudah intervensi terhadap Densitas larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Bulan Maret Mei Tahun 2010 Densitas Larva Sebelum Sesudah n 223 223 Mean 24,682 4,032 SD 3,3466 0,000 2,7244 p

Sumber : Data primer. Dari tabel 26, setelah dilakukan uji perbedaan dengan menggunakan Mc. Nemar Test terhadap densitas larva sebelum dan sesudah intervensi dengan rata-rata peningkatan 20,6498 dan

75

nilai P = 0,000 1 kali dalam seminggu pada saat observasi yaitu 1 (0,3 %).

78

Sedangkan yang tidak ada larva lebih banyak terdapat pada responden yang mempunyai kondisi TPA baik yaitu 357 dibanding kondisi TPA buruk yaitu 140 (93,3 %). Hasil uji statistik memberikan informasi, nilai p = 0,000 (p < ), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kondisi TPA dengan densitas larva. (99,7 %),

2). Hubungan Kondisi Wadah Produktif Dengan Densitas Larva. Dari hasil observasi seperti pada tabel 26 di bawah terlihat bahwa larva lebih banyak terdapat pada kondisi wadah produktif

yang buruk yaitu wadah produktif yang ditemukan adanya larva, kotor dan berlumut serta pengurasannya < 1 kali dalam seminggu pada saat observasi terdapat 4 (10,5 %) responden responden yang mempunyai Tabel 30. Hubungan Kondisi Wadah Produktif Dengan Densitas Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010. Kondisi Wadah Produktif Buruk Baik Total n 4 3 7 Densitas Larva Ada % 10,5 1,8 3,4 Tidak ada n % 34 164 198 89,5 98,2 96,9 Jumlah n 38 167 205 % 100 100 100 0,180 p dibanding dengan

Sumber : Data Primer.

79

kondisi wadah produktif baik adalah wadah produktif

yang tidak

ditemukan larva, bersih, tidak berlumut dan pengurasannya > 1 kali dalam seminggu pada saat observasi yaitu 3 (1,8 %). Sedangkan yang tidak ada larva lebih banyak terdapat pada responden yang mempunyai kondisi wadah produktif baik yaitu 164 (98,2 %), dibanding kondisi wadah produktif buruk yaitu 34 (89,5 %). Hasil uji statistik memberikan informasi, nilai p = 0,180 (p < ), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antara kondisi wadah produktif dengan densitas larva.

3). Hubungan Kondisi Pengolahan Limbah Padat Dengan Densitas Larva. Tabel 31. Hubungan Kondisi Pengolahan Limbah Padat Dengan Densitas Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010. Densitas Larva Kondisi Limbah Padat n Buruk Baik Total 6 0 6 Ada % 21,4 0 2,7 Tidak ada n % 22 195 217 78,6 100 97,3 Jumlah n 28 195 223 % 100 100 100 0,000 p

Sumber : Data Primer. Berdasarkan tabel 31 terlihat bahwa densitas larva lebih banyak terdapat pada kondisi wadah limbah padat yang buruk yaitu

80

pengolahan limbah padat yang ditemukan adanya larva, dan kondisi wadah limbah padat terbuka, terdapat 6 (21,4 %), kondisi wadah limbah padat baik adalah 0 (0 %). Kondisi wadah limbah padat buruk yang tidak ditemukan larva 22 (78,6 %), dan kondisi wadah limbah padat baik yang tidak ditemukan larva 195 (100 %). Hasil uji statistik memberikan informasi, nilai p = 0,000 (p < ), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

kondisi wadah limbah padat dengan densitas larva. 4 ). Hubungan Kondisi Rumah Dengan Densitas Larva. Hubungan kondisi rumah dengan densitas larva dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 32. Hubungan Kondisi Rumah Dengan Densitas Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010. Densitas Larva Kondisi rumah n Buruk Baik Total 7 2 9 Jumlah Ada % 9,5 1,3 4,0 Tidak ada n % 67 147 214 90,5 98,7 96,0 n 74 149 223 % 100 100 100 0,007 p

Sumber : Data Primer Pada tabel 32 di atas menunjukkan bahwa densitas larva lebih banyak terdapat pada kondisi rumah yang buruk yaitu tidak

81

mempunyai kasa dan pencahayaan kurang,

terdapat 7 (9,5 %)

kondisi rumah baik yaitu kondisi rumah yang mempunyai kasa dan pencahayaan cukup yaitu 2 (1,3 %). Sedangkan yang tidak ada larva pada kondisi rumah yang buruk terdapat 67 (90,5 %), dan kondisi rumah yang baik yaitu 147 (98,7 %). Hasil uji statistik memberikan informasi, nilai p = 0,007 (p < ), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

kondisi rumah dengan densitas larva. 5 ). Hubungan Penggunaan Sarana Air Bersih Dengan Densitas Larva Hubungan penggunaan air bersih dengan densitas larva dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 33. Hubungan Penggunaan Air Bersih Dengan Densitas Larva di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010. Densitas Larva Penggunaan Air Bersih n Tidak cukup Cukup Total 7 2 9 Ada % 53,8 1.0 4,0 Tidak ada n % 6 208 214 46,2 99,0 96,0 Jumlah n 13 210 223 % 100 100 100 0,000 p

Sumber : Data Primer. Berdasarkan tabel 33 terlihat bahwa densitas larva lebih banyak terdapat pada penggunaan air bersih yang tidak cukup

82

yaitu 7 (53,8 %) dan tidak ada larva sebanyak 6 (46,2 %). Sedangkan penggunaan air bersih yang cukup terdapat larva 2 tidak ada larva 208 (99,0 %). Hasil uji statistik memberikan informasi, P = 0,000, bila dibandingkan dengan nilai sehingga dapat (0,05), maka nilai p (0,000) < bahwa ada hubungan (0,005), antara (1,0 %), dan

disimpulkan

penggunaan air bersih dengan densitas larva.

6 ). Hubungan Densitas Larva Dengan Kejadian DBD Tabel 34. Hubungan Densitas Larva Dengan Kejadian DBD di Kel. Tamalanrea Kec. Tamalanrea Kota Makasar Tahun 2010. Kejadian DBD Densitas Larva n Tinggi Rendah Total 3 2 5 Jumlah Ada % 33,3 0,9 2,2 Tidak ada n % 6 212 218 66,7 99,1 97,8 n 9 214 223 % 100 100 100 0,000 p

Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 34 terlihat bahwa jumlah penderita DBD lebih banyak terdapat pada densitas larva dengan kategori tinggi yaitu 3 (33,3 %) penderita, dan tidak terdapat penderita 6 (66,7 %). Sedangkan densitas rendah terdapat penderita 2 (0,9 %), dan tidak ada penderita 212 (99,1 %).

83

Hasil uji statistik memberikan informasi, P = 0,000, bila dibandingkan dengan nilai (0,05), maka nilai P (0,000) 1 kali dalam seminggu pada saat observasi ditemukan larva yaitu 3 (1,8 %). Hasil uji statistik memberikan informasi, nilai p = 0,180 (p > ),

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi

92

wadah produktif dengan densitas larva, hal ini disebabkan kerana kondisi wadah produktif kurang mendapat perhatian pada sipemilik sehingga diperlukan suatu kesadaran untuk memelihara dan membersikan. dalam rangka memperbaiki lingkungan untuk menghindari penyakit DBD. 4. Hubungan Kondisi Pengolahan Limbah Padat Dengan Densitas Larva. Untuk mengetahui seberapa besar peranan pengelolaan sampah terhadap Densitas larva Demam Berdarah Dengue, maka dilakukan

pengamatan keberadaan sampah baik itu tertutup , terbuka, ditimbun dan dibakar. Hasil pengamatan terhadap kondisi pengolahan limbah padat terhadap 223 rumah, kondisi buruk yaitu pengolahan limbah padat yang terbuka dan tidak di kelola dengan baik sebanyak 28 dan terdapat larva sebanyak 6 rumah dan kondisi baik tidak ditemukan adanya larva sebanyak 195 rumah, sehingga dapat dideskripsikan bahwa jumlah karena maupun

rumah dengan kondisi sampah tertutup tidak ditemukan larva sampah dapat dikelola dengan baik, baik ditimbun, dibakar diangkut oleh kendaraan pengangkut sampah.

Hubungan kondisi pengelolaan sampah dengan densitas larva Probabiliti (p) = 0,000 < 0,05 menunjukkan adanya hubungan antara

pengelolaan sampah dengan densitas larva di Kel. Tamalanrea.

93

Sistem pengumpulan sampah dapat dikenal dengan beberapa pola seperti pola individual dan komunal. Sisitem individual yaitu dengan cara pengumpulan sampah dari rumah ke rumah dengan alat angkut gerobak untuk diangkut ke TPS dapat pula dilakukan dari reumah ke rumah dengan truk sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan akhir. sedang sistem komunal dari beberapa rumah dilakukan pada satu titik pengumpulan untuk diangkut ke tempat pembuangan akhir. (Pengelolaan sampah ITB 1993). Permasalahan sampah di wilayah Kel. Tamalanrea tidak dapat

dikelola dengan baik karena pihak kebersihan kota tidak dapat melayani penganggkutan sampah secara teratur ke tempat pembuangan akhir. 5. Hubungan Kondisi Rumah Dengan Densitas Larva Perkembangbiakan vektor Aedes aegypti sangat dipengaruhi oleh kondisi rumah. Kondisi rumah yang memenuhi syarat rumah sehat

(Daud, 1999) yaitu rumah harus menghindari dari berjangkitnya penyakit, maka kita harus selalu memperhatikan kondisi rumah kita agar tetap berada dalam kondisi yang memenuhi syarat, karena bila rumah dalam kondisi yang tidak memenuhi syarat kesehatan, maka kemungkinan untuk timbulnya penyakit sangat besar. Salah satu penyakit yang dapat timbul bila rumah berada dalam kondisi tidak memenuhi syarat yaitu Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

94

Berdasarkan analisis data secara deskriptif dan mencermati data dalam tabel 28 menunjukkan bahwa dari 223 rumah yang diperiksa, 74 (33,2 %) rumah diantaranya dalam kondisi baik dan selebihnya 149

(66,8 %) rumah dalam kategori buruk. Hasil uji statistik seperti dalam tabel 28 menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara kondisi rumah dengan densitas larva. Hal ini disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan kondisi perumahan yaitu system ventilasi. Ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan antara lain ventilasi yang berkasa karena selain tetap berfungsi sebagai tempat keluar masuknya udara dan tetap

mendapatkan udara yang segar juga berfungsi untuk mengurangi jalan masuknya nyamuk Aedes aegypti ke dalam rumah untuk berkembang biak di tempat yang disukainya terutama TPA yang ada di dalam rumah. Selain sistem ventilasi, salah faktor yang berkaitan dengan densitas jentik Aedes aegypti adalah keadaan jendela. Jendela yang jarang dibuka pada pagi hari dan sore hari mengakibatkan kurangnya pencahayaan yang masuk ke dalam rumah. Keadaan ini akan menciptakan habitat yang disenangi nyamuk Aedes aegypti karena sesuai dengan bionomiknya yang menyenangi tempat-tempat yang tidak secara langsung terkena cahaya matahari atau gelap sebagai tempat untuk beristirahat. Disamping itu suhu dan kelembaban ikut

mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

95

Hasil penelitian yang dilakukan di Kel. Tamalanrea terkait kondisi rumah yang diperhatikan adalah suhu, kelembaban dan pencahayaan. Suhu yang didapatkan berada pada range 27oC 33oC. Untuk 99 %, sedangkan untuk

kelembaban yang didapatkan adalah 54

pencahayaan didapatkan kisaran 13 - 106 Lux. Kondisi cuaca pada saat dilakukannya penelitian juga tidak menentu, dimana hujan terkadang

turun tiba-tiba dan selanjutnya kondisi panas hingga beberapa hari. Dalam Widagdo (2008), kota Semarang dengan ketinggian 0,75 348 meter diatas permukaan laut, suhu udara berkisar antara 25 30oC dan kelembaban udara berada diantara 62 84%, memiliki tingkat risiko penyakit DBD. Hal ini diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung sebagai tempat perkembangbiakan vektor DBD. Menurut Ross (1965), bahwa distribusi dan kepadatan serangga sangat ditentukan oleh faktor alami setempat, seperti cuaca, kondisi fisik dan kimiawi dari medium, makanan, kompetisi dan musuh-musuh alami. Kejadian DBD di Kota Semarang dipengaruhi oleh perubahan iklim terutama suhu, kelembaban dan curah hujan. Suhu, kelembaban dan curah hujan akan membantu perkembangbiakan vektor Aedes aegypti, dengan demikian akan mempercepat penularan penyakit demam berdarah (Budiyono dkk, 2008).

96

6. Hubungan Penggunaan Air Bersih Dengan Densitas Larva Air merupakan kebutuhan esensial bagi mahluk hidup termasuk manusia. Sumber air yang terdapat di muka bumi pada hakekatnya adalah terjadi dan terbentuk karena adanya proses sirkulasi hidrologi yang terjadi dalam alam, air hujan ataupun salju yang jatuh

dipermukaan bumi dapat dinggap sebagai sumber air Terdapatnya cukup banyak penyakit yang disebarkan oleh

insekta (serangga) yang memperoleh makanan atau berkembang biak disekitar air dekatnya sehingga insiden penyakit dapat dihubungkan dengan sumber air yang cocok, misalnya nyamuk yang

mentransmisikan

virus dengue lebih suka pada genangan air yang

dangkal dan bersih. Hasil pengamatan penggunaan air bersih terhadap densitas larva pada kontainer, terlihat bahwa, larva lebih banyak

terdapat pada penggunaan air bersih yang tidak cukup yaitu 7 (53,8 %) sedangkan penggunaan air bersih yang cukup terdapat larva sebanyak 2 (1,0 %), Hasil uji statistik memberikan informasi, p = 0,000, bila dibandingkan dengan nilai (0,05), maka nilai p (0,000) < (0,005),

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penggunaan air bersih dengan densitas larva. Hal ini dapat diakibatkan karena kurangnya air untuk membersihkan wadah atau tempat-tempat

penanpungan air, sehingga wadah penampungan air jarang dibersihkan dan berlumut.

97

7. Hubungan Densitas Larva dengan Kejadian DBD Untuk mengetahui tingkat densitas larva terhadap kejadian DBD, maka dilakukan pengamatan keberadaan larva dalam kontainer (TPA) baik yang ada dalam rumah maupun di luar rumah , selain dari pada itu dapat dilakukan pengukuran Angka Bebas Jentik (ABJ) melalui pengamatan House indeks, Container Indeks, dan Breteau Indeks. Hasil perhitungan densitas jentik pada daerah penelitian : House Indeks = 55 x 100 % 223 75 x 100 % 508 75 223 / 100 dari ke = 24,66 %

Container Indeks =

= 14,76 %

Breteau Indeks

=

= 33,63

Hasil

perhitungan

3

indikator

tersebut

diatas

menunjukkan bahwa tingkat kepadatan/populasi larva di daerah tersebut masih dibawah ambang batas yaitu HI sebanyak 24,66 %, CI sebanyak 14,76 % dan BI 33,63 per 100 rumah dan bahwa densitas larva angka Density Figure = 4 masih dibawah indeks ambang batas kritis lebih dari 5. Hasil pengamatan pertama terhadap keberadaan larva pada kontainer (TPA), baik yang ada di dalam rumah maupun di luar rumah terhadap 223 rumah dapat dideskripsikan bahwa, pada wilayah

98

penelitian ditemukan larva yaitu 75 TPA (14,6 %) dibanding TPA yang tidak ada larva 439 (85,4 %) TPA. Hal tersebut menunjukkan bahwa besarnya kontribusi tempat perindukan dalam perkembangan larva. Tempat perindukan Aedes Aegypti yang terdapat air bersih dan jernih seperti bak mandi, drum, tangki air, tempayan, vas bunga, perangkap semut dan tempat minum burung. Aedes Aegypti menyukai tempat tempat perindukan yang tidak terkena sinar matahari. Dari berbagai tempat perindukan, bak mandi merupakan TPA yang paling banyak mengandung larva karena volumenya lebih besar, kemudian drum dan gentong. Keberadaan larva Aedes Aegypti berhubungan dengan

kebutuhan manusia untuk menampung air. (Sungkar, S, 2005, Bionomik Aedes Aegypti, Vektor Demam Berdarah Dengue), Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh adanya hubungan antara densitas larva dengan kejadian DBD. Dengan

memperhitungkan nilai probabilitas p = 0,000 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,05. menunjukkan bahwa hubungan antara densitas larva dengan kejadian Demam Berdarah Dengue adalah bermakna. Hasil penelitian tersebut diperkuat dengan persentase keberadaan larva pada tempat perindukan nyamuk (TPA)..

99

Tingkat kejadian DBD sangat dipengaruhi oleh populasi larva nyamuk Aedes sp. yang ada di daerah tersebut. Untuk mengetahui indeks densitas larva, maka dilakukan pengamatan keberadaan larva pada habitat-habitat seperti TPA dan Wadah produktif yang berada di dalam rumah maupun diluar rumah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kontainer dan wadah produktif yang terdapat ditempat ini dan tidak begitu diperhatikan kebersihannya. Selain itu, kondisi

lingkungan juga sangat mendukung dengan nilai suhu air dan udara yang kondusif untuk pertumbuhan jentik Aedes hingga dewasa yaitu 27oC 32oC (Sunaryo, 1985). Kondisi lingkungan yang mempengaruhi keberadaan vektor yang akan mempengaruhi kejadian DBD dapat dilihat dari hasil penelitian Arsunan A. dan Wahiduddin (2003), yang mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara keadaan lingkungan dengan kejadian demam berdarah dengue, begitu pula hasil penelitian Hefeni, (2005) yang memperoleh adanya hubungan erat antara keadaan lingkungan dengan kejadian demam berdarah dengue. Faktor lingkungan berperan besar dalam penyebaran DBD, dimana

penyebaran habitat nyamuk, disebabkan meningkatnya mobilitas penduduk dan transportasi dari suatu daerah serta adanya perubahan lingkungan misalnya banyaknya tanaman yang ditebang sehingga

100

suhu udara menjadi tinggi, dan penduduk makin padat, sehingga keadaan tersebut sesuai dengan habitat nyamuk Aedes dalam hal ini Aedes aegypti (Hasyimi dkk., 1997), sedangkan lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan penyakit DBD ialah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah dan halamannya. Banyaknya tanaman hias dan pekarangan berarti akan menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap, istirahat dan juga menambah umur nyamuk (Chahaya, 2003).

101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengamatan dan analisis faktor sanitasi lingkungan dengan kejadian DBD di Kelurahan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea Kota

Makassar dengan aplikasi sistem informasi geografis (SIG), dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tempat Penampungan Air (TPA) positif larva ditemukan di

seluruh lokasi penelitian dari 223 rumah sebanyak 75 dan terdapat 5 kasus penderita DBD. 2. Adanya perbedaan sebelum dan sesudah intervensi terhadap densitas larva dari 24,68 % menjadi 4,03 %, kondisi TPA dari 75 (14,6 %) positif larva menjadi 11 ( 2,2 %) dan kondisi wadah produktif dari 29 (14,1 %) positif larva menjadi 7 (3,4 %). 3. Kondisi TPA, wadah produktif, pengolahan limbah padat, kondisi rumah, dan penggunaan air bersih merupakan faktor yang berhubungan terhadap keberadaan larva, serta densitas larva berhubungan dengan kejadian DBD. 4. Foktor yang paling berpengaruh terhadap keberadaan larva adalah penggunaan air bersih nilai p = 0,000.

102

B. Saran. 1. Peran aktif masarakat sangat diharapkan dalam mengurangi kasus DBD melalui upaya pemberantasan tempat-tempat 3 M dan

perindukan nyamuk Aedes aegypti dengan melakukan

menaburkan abate kedalam kontainer yang tidak dapat dikuras atau ditutup. 2. Peningkatan kebersihan lingkungan dari sampah dan bendabenda yang berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes di lingkungan rumah masing-masing. 3. Perlu penyuluhan yang intensif tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) termasuk di dalamnya menggunakan ventilasi rumah yang baik dan memenuhi syarat kesehatan. 4. Perlu dilakukan pemeriksaan larva secara rutin di wilayah Kel. Tamalanrea khususnya oleh pihak Puskesmas sehingga bisa menekan dan mengurangi kepadatan larva nyamuk Aedes.