bab iv & v reni
DESCRIPTION
jegagTRANSCRIPT
1
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Jalannya Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari hubungan pemberian ASI
Eksklusif dengan perkembangan bayi umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah
kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu. Penelitian ini dilakukan di
Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu. Populasi
dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi
yang berumur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur
Kota Bengkulu, yang berjumlah 72 orang bayi. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling. Pengumpulan data
penelitian dilakukan pada tanggal 21 Juli 2014 sampai dengan 16 Agustus
2014 dengan menggunakan teknik wawancara kepada ibu bayi untuk
mendapatkan data tentang pemberian ASI Eksklusif dan perkembangan bayi
menurut kuesioner KPSP.
Pada tahap awal penelitian ini, peneliti memberikan penjelasan penelitian
kepada responden dan meminta responden untuk menandatangani lembar
persetujuan responden jika responden bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini. Langkah selanjutnya, peneliti melakukan wawancara kepada ibu
bayi untuk mendapatkan data tentang pemberian ASI Eksklusif dan
perkembangan bayi menurut kuesioner KPSP sesuai dengan umur bayi. Setelah
56
seluruh lembar kuesioner terisi dengan lengkap, nilai KPSP dihitung dan
dibandingkan dengan kategori yang ditetapkan untuk mengetahui apakah
perkembangan normal, meragukan, ataupun penyimpangan. Selanjutnya data di
cek kelengkapannya dan diberi kode, kemudian data dimasukkan ke dalam
master tabel dan dilakukan analisis, baik secara univariat maupun analisis
bivariat.
2. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang variabel
independent (pemberian ASI Eksklusif) dan variabel dependent
(perkembangan bayi umur 7-12 bulan).
a. Gambaran pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Posyandu wilayah kerja
Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu
Tabel 2Gambaran Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Posyandu
Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu
Pemberian ASI EksklusifFrekuensi
(orang)
Persentase
(%)
Non Eksklusif
ASI Eksklusif
28
25
52,8
47,2
Jumlah 53 100,0
Berdasarkan tabel 2 diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
(52,8%) bayi di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota
Bengkulu tidak asi eksklusif.
b. Gambaran perkembangan bayi umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja
Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu
Tabel 4 Gambaran Perkembangan Bayi Umur 7-12 Bulan di Posyandu
Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu
Perkembangan BayiFrekuensi
(orang)
Persentase
(%)
Meragukan
Normal
20
33
37,7
62,3
Jumlah 53 100,0%
Berdasarkan tabel 3 diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
(62,3%) bayi usia 7-12 bulan di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas
Lingkar Timur Kota Bengkulu dengan pertumbuhan normal.
3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara antara
variabel independent (pemberian ASI Eksklusif) dengan variabel dependent
(perkembangan bayi umur 7-12 bulan) digunakan uji statistik Chi Square.
Untuk mengetahui keeratan hubungan digunakan Contingency Coefficient (C).
Tabel 5Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Perkembangan Bayi Umur
7-12 Bulan di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu
Pemberian ASI Eksklusif
Perkembangan BayiTotal χ2 p C OR
Meragukan Normal
Non Eksklusif 18 10 28
15,493 0,000 0,501 20,700ASI Eksklusif 2 23 25
Total 20 33 53
Berdasarkan tabulasi silang diatas, tampak bahwa dari 28 orang bayi
umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota
Bengkulu yang diberi non eksklusif, terdapat 18 orang bayi dengan
perkembangan yang masuk kategori meragukan dan 10 orang bayi dengan
perkembangan yang masuk kategori normal. Dari 25 orang bayi yang diberi
ASI eksklusif, terdapat 2 orang bayi dengan perkembangan yang masuk
kategori meragukan dan 23 orang bayi dengan perkembangan yang masuk
kategori normal.
Berdasarkan uji Continuity Correction didapatkan nilai χ2 = 15,493
dengan nilai p=0,000<α=0,05 berarti terdapat hubungan yang signifikan, maka
H0 ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan yang signifikan antara
pemberian ASI Eksklusif dengan perkembangan bayi umur 7-12 bulan di
Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu.
Hasil uji contingency coefficient didapat nilai C = 0,501 dengan P=
0,000 <0,05 berarti signifikan. Nilai C tersebut dibandingkan dengan nilai Cmax
= √ m−1m dimana m adalah nilai terkecil dari baris atau kolom. Nilai Cmax =
√ 2−12 = 0,707. Karena nilai C = 0,501 dekat dengan nilai Cmax = 0,707, maka
kategori hubungan erat.
Hasil uji Risk Estimate didapatkan nilai Odds ratio (OR)=20,700
artinya bayi yang diberi ASI non eksklusif mempunyai resiko 20,700 kali
untuk mengalami perkembangan meragukan dibandingkan dengan bayi yang
diberi ASI eksklusif.
B. Pembahasan
1. Gambaran Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Posyandu Wilayah
Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu
ASI eksklusif adalah menyusui bayi secara murni atau bayi hanya
diberi ASI saja selama 6 bulan tanpa tambahan cairan apapun, seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa pemberian makanan
tambahan lain, seperti pisang, bubur susu, biscuit, bubur atau nasi tim (Rizki
Natia Wiji, 2013).
Menurut Roesli Utami (2008) ASI eksklusif adalah menyusui secara
murni tanpa diberi tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air
teh, air putih dan tanpa makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu,
biskuit, bubur nasi, dan lain-lain sampai usia 4 bulan tetapi akan lebih baik
lagi apabila sampai 6 bulan. Sedangkan Gloria (2008) mengatakan bahwa
6
ASI eksklusif adalah pemberian ASI beserta kolostrum secara penuh selama
4 bulan atau lebih.
Pada penelitian ini didapatkan dari 53 orang bayi umur 7-12 bulan di
Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu, ada 28
orang bayi (52,8%) diberi non eksklusif dan ada 25 orang bayi (47,2%) diberi
ASI Eksklusif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih banyaknya
bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif atau non Eksklusif.
Jumlah pemberian ASI Ekslusif berdasarkan hasil penelitian ini masih
tergolong rendah jika dibandingkan dengan target pencapaian nasional
sebesar 80 persen. Namun demikian angka pemberian ASI Eksklusif ini
masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian ASI Eksklusif di
Provinsi Bengkulu secara keseluruhan, yaitu sebanyak 11.446 (26,6%) dari
sebanyak 42.959 jumlah bayi yang ada. Angka pemberian ASI Eksklusif ini
juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan data Riskesdas 2010 yang
menyatakan angka pemberian ASI eksklusif hanya sebesar 15,3 persen,
demikian juga dengan data yang disampaikan oleh Asosiasi Ibu Menyusui
Indonesia (AIMI) (2013) bahwa hanya 42 persen dari jumlah ibu di Indonesia
yang memberikan program ASI eksklusif kepada balitanya. Menurut data
Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2010, hanya 33,6% bayi
umur 0-6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu yang datang pada posyandu
di Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur yang tidak memberikan ASI
Eksklusif, dijelaskan bahwa para ibu kurang mengetahui tentang manfaat dari
pemberian ASI Eksklusif, selain itu pada saat menyusui, bayi enggan
menyusu.
Hal ini sejalan dengan teori menurut Rizki (2013) yang menjelaskan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif pada bayi
meliputi: kurang informasi, pendidikan, pengetahuan, ibu bekerja, masalah
pada puting susu, produksi ASI kurang, dan ibu dengan penyakit.
Selain faktor pengetahuan, dijelaskan juga ibu tidak memberikan ASI
Eksklusif karena alasan bekerja. Mereka mengatakan bahwa walaupun
memerah ASI sebelum bekerja, tetapi mereka khawatir jika ASI perah
tersebut tidak cukup, sehingga mereka memberikan bayinya susu formula.
Hal ini sejalan dengan teori menurut Savage (2009) yang menjelaskan
bahwa seringkali ibu-ibu yang bekerja mengalami dilema dalam memberikan
ASI Ekslusif pada bayinya, sehingga mereka menggantinya dengan susu
formula. Hal ini merupakan suatu alasan klasik bagi ibu-ibu pekerja. Padahal
bekerja bukanlah suatu alasan untuk menghentikan ASI secara ekslusif
selama paling sedikit 0-6 bulan.
Dari hasil wawancara dijelaskan juga produksi ASI yang kurang
menjadi alasan pada ibu sehingga mereka tidak memberikan ASI Eksklusif
pada bayinya sampai umur 6 bulan. mereka mengatakan bahwa bayi tidak
puas setiap selesai menyusu, sering kali menyusu dengan waktu yang sangat
lama, bayi sering menangis atau bayi menolak menyusu, dan tinja bayi keras,
sehingga ibu beranggapan bahwa produksi ASI nya berkurang, yang pada
akhirnya mereka memberikan susu formula kepada bayi.
Masalah pada puting susu juga menjadi alasan ibu sehingga mereka
tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya. Masalah putting susu yang
terjadi diantaranya putting susu terbenam, putting susu lecet, dan putting susu
nyeri. Hal ini sejlan dengan teori menurut Rizki (2013) yang menjelaskan
bahwa tidak selalu ibu dengan puting susu yang terbenam mengalami
kesulitan besar pada waktu menyusui, karena untuk mendapatkan ASI areola
mammae yang perlu dimasukkan ke dalam mulut bayi agar isapan dan
gerakan lidah dapat memerah ASI keluar. Selain itu putting yang lecet dapat
membuat ibu merasa tersiksa saat menyusui karena rasa sakit.
Dilihat dari pengaruh masih gencarnya promosi susu formula,
didapatkan data bahwa 19 orang ibu memberikan susu formula karena tergiur
dengan promosi susu formula dari berbagai media massa dan elektronik.
Mereka menganggap bahwa susu formula baik diberikan kepada bayinya
karena kandungan zat gizi yang terkandung di dalamnya. Hal ini senada
menurut UNICEF (2009) yang menyebutkan bahwa ketidaktahuan ibu
tentang pentingnya ASI, cara menyusui dengan benar, serta pemasaran yang
dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu formula merupakan faktor
penghambat terbentuknya kesadaran orang tua dalam memberikan ASI
eksklusif.
Hal ini juga didikung oleh teori menurut Rulina (2004) yang
menjelaskan bahwa dari berbagai studi, iklan susu formula di berbagai media
massa sangat berpotensi dapat merusak pemahaman ibu tentang perlunya ASI
bagi bayi. Iklan besar-besaran (massive) akan mempengaruhi persepsi yang
keliru tentang susu formula dan ASI. Ibu-ibu hanya memahami dan
menangkap informasi yang tidak lengkap dari penyajian iklan yang singkat.
Untuk memperoleh informasi yang lengkap dan benar masih perlu penjelasan
lanjut, misalnya oleh petugas kesehatan.
2. Gambaran Perkembangan Bayi Umur 7-12 Bulan di Posyandu Wilayah
Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini
menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan
emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya (Soetjiningsih, 2009).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan
diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-
organ, dan sistemnya yang terorganisasi. Dengan demikian aspek
perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi
dari masing-masing bagian tubuh (Nursalam, 2010).
Pada penelitian ini didapatkan dari 53 orang bayi umur 7-12 bulan di
Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu, ada 20
orang bayi (37,7%) dengan perkembangan yang masuk kategori meragukan
dan ada 33 orang bayi (62,3%) dengan perkembangan yang masuk kategori
normal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar (62,3%) bayi umur 7-12
bulan dengan perkembangan kategori normal. Namun masih banyak bayi
yang mempunyai perkembangan yang masuk kategori meragukan yaitu 20
orang (37,7%).
Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter di puskesmas lingkar
timur, dijelaskan bahwa perkembangan anak sangat bergantung pada status
gizi anak, karena asupan nutrisi yang baik akan meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan anak. Dan sebaliknya jika status gizi kurang baik maka
pertumbuhan dan perkembangan anak juga akan mengalami keterlambatan.
Hal ini sejalan dengan teori menurut Soetjiningsih (2009) yang
menyatakan bahwa makanan memegang peranan penting dalam tumbuh
kembang anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa,
karena makanan bagi anak dibutuhkan juga untuk pertumbuhan. Proses
tumbuh kembang anak berlangsung pada berbagai tingkatan sel, organ dan
tumbuh dengan penambahan jumlah sel, kematangan sel, dan pembesaran
ukuran sel. Selanjutnya setiap organ dan bagian tubuh lainnya mengikuti
pola tumbuh kembang masing-masing. Dengan adanya tingkatan tumbuh
kembang tadi akan terdapat rawan gizi. Dengan kata lain untuk mencapai
tumbuh kembang yang optimal dibutuhkan gizi yang baik
Selain status gizi, faktor penyakit kronis juga dapat mempengaruhi
perkembangan anak, karena penyakit yang diderita anak akan menghambat
perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan teori Soetjiningsih (2009) yang
menyatakan bahwa anak yang menderita penyakit menahun akan terganggu
tumbuh kembangnya dan pendidikannya, disamping itu anak juga mengalami
stress yang berkepanjangan akibat dari penyakitnya.
Selain itu faktor lingkungan pranatal juga sangat berpengaruh pada
perkembangan anak. Ada banyak faktor lingkungan pranatal yang
mempengaruhi perkembangan anak, diantaranya yang sangat berpengaruh
adalah gizi ibu pada waktu hamil, infeksi saat kehamilan, mekanisme saat
proses kelahiran dan hormon.
Hal ini senada dengan teori menurut Soetjiningsih (2009) yang
menyebutkan bahwa Faktor lingkungan pranatal berpengaruh terhadap
tumbuh kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir, diantaranya adalah
Gizi ibu pada waktu hamil. Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan
maupun pada waktu sedang hamil lebih sering menghasilkan bayi BBLR atau
lahir mati. Anak yang lahir dari ibu yang gizinya kurang dan hidup di
lingkungan miskin maka akan mengalami kurang gizi juga dan mudah
terkena infeksi.
Selain itu mekanisme saat kelahiran juga berpengaruh terhadap
perkembangan bayi. Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat
menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan. Pengaruh hormon
yang kurang juga tidak terlpas dari perkembangan bayi setalah lahir.
Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin adalah
somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin, dan peptida-peptida
lain dengan aktivitas mirip insulin (Soetjiningsih, 2009)
Infeksi saat kehamilan juga sangat berpengaruh pada perkembangan
bayi. Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah
TORCH (Toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks),
coxsackie, echovirus, malaria, polio, campak, HIV, dan lain-lain
(Soetjiningsih, 2009)
3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Perkembangan Bayi
Umur 7-12 Bulan di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur
Kota Bengkulu
Berdasarkan tabulasi silang antara asi eksklusif dengan perkembangan
bayi, tampak bahwa dari 28 orang bayi umur 7-12 bulan diberi ASI non
eksklusif. Terdapat 18 orang bayi dengan perkembangan yang masuk kategori
meragukan. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar bayi yang diberi
non eksklusif mengalami perkembangan yang masuk kategori meragukan.
Hal ini dikarenakan pada usia 7-12 bulan sistem pencernaan bayi belum
sepenuhnya bisa mencerna dengan baik nutrisi selain dari ASI. Hal ini senada
dengan teori menurut arisman (2009) yang menjelaskan bahwa bayi tidak
memiliki kemampuan mencerna semua zat gizi selain dari ASI. Pada bayi,
produksi enzim belum sempurna untuk dapat mencerna lemak, sedangkan
dalam ASI sudah disiapkan enzim lipase yang membantu mencerna lemak
dan enzim ini tidak terdapat pada susu formula atau susu hewan. Lemak yang
ada pada ASI dapat dicerna maksimal oleh tubuh bayi dibandingkan lemak
yang ada pada susu formula, sehingga tinja bayi susu formula lebih banyak
mengandung makanan yang tidak dapat dicerna oleh tubuhnya. Tetapi jika
dilihat dari sisi kemanfaatannya, makanan pertama dan utama bayi tentu saja
air susu ibu (ASI).
Hasil diatas juga sejalan dengan teori menurut Arisman (2009) yang
menjelaskan bahwa air susu ibu sangat diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan bayi dalam segala hal: karbohidrat dalam ASI berupa laktosa,
lemaknya banyak mengandung polyunsaturated fatty acid (asam lemak tak
jenuh ganda); protein utamanya lactalbumin yang mudah dicerna; kandungan
vitamin dan mineralnya banyak. Rasio kalsium-fosfat sebesar 2:1 yang
merupakan kondisi yang ideal bagi penyerapan kalsium. Selain itu, ASI juga
mengandung zat anti infeksi.
Tetapi pada bayi yang tidak ASI eksklusif terdapat 10 orang bayi
dengan perkembangan yang masuk kategori normal. Hal ini karena didalam
susu formula juga terkandung zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh bayi.
Susu formula dibuat sedemikian rupa sehingga mendekati kandungan zat gizi
yang terdapat dalam ASI, walaupun susu formula tidak dapat menyamai
kandungan zat gizi yang terdapat dalam ASI. Seperti yang dijelaskan oleh
Roesli Utami (2008) yang menjelaskan bahwa susu formula memiliki
peranan yang penting dalam makanan bayi karena seringkali bertindak
sebagai satu-satunya sumber gizi bagi bayi. Karenanya, komposisi susu
formula yang diperdagangkan dikontrol dengan hati-hati dan FDA (Food and
Drugs Association/Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika)
mensaratkan produk ini harus memenuhi standard ketat tertentu.
Dari 25 orang bayi yang diberi ASI eksklusif, terdapat 2 orang bayi
dengan perkembangan yang masuk kategori meragukan. Hal ini disebabkan
karena bayi tersebut walaupun diberi ASI Eksklusif, namun bayi tersebut
termasuk kurang dalam menyusu, sehingga berat badannya pun susah untuk
naik dan mengalami gizi kurang. Sehingga faktor inilah yang dapat
menyebabkan terlambatnya perkembangan pada bayi tersebut. Seperti yang
dijelaskan oleh Nursalam (2010) bahwa meskipun pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai arti yang berbeda, namun keduanya saling
mempengaruhi dan berjalan secara simultan (bersamaan). Pertambahan
ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan kemampuan (perkembangan)
anak. Sehingga anak yang mengalami gangguan pada pertumbuhannya
cenderung akan mengalami gangguan pula pada perkembangannya.
Hasil analisis Chi Square (Continuity Correction) didapatkan ada
hubungan yang signifikan antara pemberian ASI Eksklusif dengan
perkembangan bayi umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas
Lingkar Timur Kota Bengkulu. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Roesli Utami (2008), yang menyatakan bahwa
perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang
diperoleh, termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam
ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan
tumbuh kembang sampai usia sekitar 6 (enam) bulan, dengan menyusui
secara eksklusif. ASI dan menyusui secara eksklusif akan menciptakan faktor
lingkungan yang optimal untuk meningkatkan kecerdasan bayi melalui
pemenuhan semua kebutuhan awal dari faktor-faktor lingkungan.
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Moedjiono
(1999) telah membuktikan kalau bayi umur 0–6 bulan diberikan ASI saja
pertumbuhan dan perkembangannya jauh lebih baik dibandingkan bayi tidak
mendapat ASI (Azrul Azwar, 2003). Hasil penelitian UNICEF terhadap 1000
bayi prematur membuktikan bahwa bayi-bayi prematur yang diberikan ASI
eksklusif mempunyai intelegent Question yang secara bermakna lebih tinggi
yaitu 8,3 point. hasil penelitian oleh pakar menunjukkan bahwa penyebab
gangguan pertumbuhan yang terjadi pada awal kehidupan balita, salah satu
penyebabnya yaitu pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) terlalu
dini dan tidak kalah penting adalah ibu tidak berhasil memberi ASI eksklusif
kepada bayinya (Roesli Utami, 2008).
Menurut Nursalam (2010), salah satu kebutuhan asuh bagi bayi yang
berperan penting dalam perkembangan bayi yang optimal adalah nutrisi yang
mencukupi dan seimbang pada bayi. Pemberian nutrisi secara mencukupi
pada anak harus sudah dimulai sejak dalam kandungan, yaitu dengan
pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil. Setelah lahir, harus
diupayakan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja
sampai anak berumur 6 bulan.
Gangguan gizi pada masa bayi dapat menghambat perkembangan bayi
tersebut di kemudian hari. Penelitian ilmiah membuktikan bahwa bayi akan
tumbuh lebih sehat dan lebih cerdas dengan diberi ASI eksklusif selama
empat sampai enarn bulan pertama kehidupannya. ASI merupakan sumber
nutrisi dan imunitas yang paling baik untuk bayi yang sedang tumbuh
kembang (Savage, 2009).
Hasil uji contingency coefficient didapat kategori hubungan erat antara
pemberian ASI Eksklusif dengan perkembangan bayi umur 7-12 bulan di
Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian ASI Eksklusif merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perkembangan bayi umur 7-12 bulan. Hasil analisis resiko
didapatkan nilai OR=20,700, artinya bayi yang diberi ASI non eksklusif
mempunyai resiko 20,700 kali untuk mengalami perkembangan meragukan
dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif. Hasil ini sesuai dengan
apa yang dikemukakan Rizki Natia Wiji (2013), bahwa pada usia bayi 0-1
tahun, ASI merupakan makanan yang terpenting bagi pertumbuhan otak.
Semakin banyak bayi mendapat ASI eksklusif, maka dalam
perkembangannya nanti, bayi lebih sehat, lebih cerdas, lebih stabil emosinya,
lebih peka sikap sosial dan lebih kuat sifat spiritualnya. Omega 3 yang
terdapat dalam ASI berfungsi untuk pematangan sel-sel otak sehingga
jaringan otak bayi yang mendapat ASI eksklusif akan tumbuh optimal dan
terbebas dari rangsangan kejang, sehingga menjadikan anak lebih cerdas dan
terhindar dari kerusakan sel saraf. Menyusui juga membantu perkembangan
otak. Bayi yang diberi ASi rata-rata memiliki IQ 6 poin lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula.
18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara pemberian ASI
Eksklusif dengan perkembangan bayi umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja
Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu terhadap 53 orang sampel dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. sebagian besar (52,8%) bayi di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas
Lingkar Timur Kota Bengkulu tidak asi eksklusif.
2. sebagian besar (62,3%) bayi usia 7-12 bulan di Posyandu Wilayah Kerja
Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu dengan pertumbuhan normal.
1. Ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI Eksklusif dengan
perkembangan bayi umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas
Lingkar Timur Kota Bengkulu, dengan kategori hubungan erat.
2. Bayi yang diberi non eksklusif mempunyai resiko 20,700 kali untuk
mengalami perkembangan meragukan dibandingkan dengan bayi yang diberi
ASI eksklusif.
B. Saran
1. Bagi Tempat Penelitian
Disarankan kepada petugas kesehatan yang ada di Puskesmas untuk
senantiasa meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif melalui upaya
penyuluhan berkesinambungan yang dimulai pada saat ibu hamil, melahirkan, 70
19
maupun pada saat kegiatan posyandu dilakukan, sehingga kesadaran ibu
tentang pentingnya ASI Eksklusif semakin meningkat.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Disarankan kepada mahasiswa agar ketika berada di lahan praktik nantinya
dapat mendukung program pemerintah dalam peningkatan cakupan
pemberian ASI Eksklusif dengan cara memberikan penyuluhan kepada ibu-
ibu tentang pentingnya ASI Eksklusif.
3. Bagi Peneliti
Peneliti diharapkan dapat menerapkan hasil penelitian ini pada area pelayanan
kesehatan nantinya, khususnya dalam menyusun strategi atau intervensi
dalam peningkatan cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti lain agar dapat mengembangkan penelitian ini dengan
menggunakan variabel dan desain penelitian yang berbeda, seperti pengaruh
pemberian ASI eksklusif terhadap kecerdasan anak, terhadap daya tahan
tubuh, terhadap perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, dan lain-
lain.