bab iv & v reni

29
1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Jalannya Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan perkembangan bayi umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu. Penelitian ini dilakukan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu. Populasi dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang berumur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu, yang berjumlah 72 orang bayi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada tanggal 21 Juli 2014 sampai dengan 16 Agustus 2014 dengan menggunakan teknik wawancara kepada ibu bayi untuk

Upload: antonius-franklin-delano-rosevelt

Post on 15-Apr-2016

230 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

jegag

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV & V RENI

1

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari hubungan pemberian ASI

Eksklusif dengan perkembangan bayi umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah

kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu. Penelitian ini dilakukan di

Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu. Populasi

dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi

yang berumur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur

Kota Bengkulu, yang berjumlah 72 orang bayi. Pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling. Pengumpulan data

penelitian dilakukan pada tanggal 21 Juli 2014 sampai dengan 16 Agustus

2014 dengan menggunakan teknik wawancara kepada ibu bayi untuk

mendapatkan data tentang pemberian ASI Eksklusif dan perkembangan bayi

menurut kuesioner KPSP.

Pada tahap awal penelitian ini, peneliti memberikan penjelasan penelitian

kepada responden dan meminta responden untuk menandatangani lembar

persetujuan responden jika responden bersedia menjadi responden dalam

penelitian ini. Langkah selanjutnya, peneliti melakukan wawancara kepada ibu

bayi untuk mendapatkan data tentang pemberian ASI Eksklusif dan

perkembangan bayi menurut kuesioner KPSP sesuai dengan umur bayi. Setelah

56

Page 2: BAB IV & V RENI

seluruh lembar kuesioner terisi dengan lengkap, nilai KPSP dihitung dan

dibandingkan dengan kategori yang ditetapkan untuk mengetahui apakah

perkembangan normal, meragukan, ataupun penyimpangan. Selanjutnya data di

cek kelengkapannya dan diberi kode, kemudian data dimasukkan ke dalam

master tabel dan dilakukan analisis, baik secara univariat maupun analisis

bivariat.

2. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang variabel

independent (pemberian ASI Eksklusif) dan variabel dependent

(perkembangan bayi umur 7-12 bulan).

a. Gambaran pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Posyandu wilayah kerja

Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu

Tabel 2Gambaran Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Posyandu

Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu

Pemberian ASI EksklusifFrekuensi

(orang)

Persentase

(%)

Non Eksklusif

ASI Eksklusif

28

25

52,8

47,2

Jumlah 53 100,0

Berdasarkan tabel 2 diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

(52,8%) bayi di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota

Bengkulu tidak asi eksklusif.

Page 3: BAB IV & V RENI

b. Gambaran perkembangan bayi umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja

Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu

Tabel 4 Gambaran Perkembangan Bayi Umur 7-12 Bulan di Posyandu

Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu

Perkembangan BayiFrekuensi

(orang)

Persentase

(%)

Meragukan

Normal

20

33

37,7

62,3

Jumlah 53 100,0%

Berdasarkan tabel 3 diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

(62,3%) bayi usia 7-12 bulan di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas

Lingkar Timur Kota Bengkulu dengan pertumbuhan normal.

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara antara

variabel independent (pemberian ASI Eksklusif) dengan variabel dependent

(perkembangan bayi umur 7-12 bulan) digunakan uji statistik Chi Square.

Untuk mengetahui keeratan hubungan digunakan Contingency Coefficient (C).

Page 4: BAB IV & V RENI

Tabel 5Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Perkembangan Bayi Umur

7-12 Bulan di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu

Pemberian ASI Eksklusif

Perkembangan BayiTotal χ2 p C OR

Meragukan Normal

Non Eksklusif 18 10 28

15,493 0,000 0,501 20,700ASI Eksklusif 2 23 25

Total 20 33 53

Berdasarkan tabulasi silang diatas, tampak bahwa dari 28 orang bayi

umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota

Bengkulu yang diberi non eksklusif, terdapat 18 orang bayi dengan

perkembangan yang masuk kategori meragukan dan 10 orang bayi dengan

perkembangan yang masuk kategori normal. Dari 25 orang bayi yang diberi

ASI eksklusif, terdapat 2 orang bayi dengan perkembangan yang masuk

kategori meragukan dan 23 orang bayi dengan perkembangan yang masuk

kategori normal.

Berdasarkan uji Continuity Correction didapatkan nilai χ2 = 15,493

dengan nilai p=0,000<α=0,05 berarti terdapat hubungan yang signifikan, maka

H0 ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan yang signifikan antara

pemberian ASI Eksklusif dengan perkembangan bayi umur 7-12 bulan di

Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu.

Hasil uji contingency coefficient didapat nilai C = 0,501 dengan P=

0,000 <0,05 berarti signifikan. Nilai C tersebut dibandingkan dengan nilai Cmax

Page 5: BAB IV & V RENI

= √ m−1m dimana m adalah nilai terkecil dari baris atau kolom. Nilai Cmax =

√ 2−12 = 0,707. Karena nilai C = 0,501 dekat dengan nilai Cmax = 0,707, maka

kategori hubungan erat.

Hasil uji Risk Estimate didapatkan nilai Odds ratio (OR)=20,700

artinya bayi yang diberi ASI non eksklusif mempunyai resiko 20,700 kali

untuk mengalami perkembangan meragukan dibandingkan dengan bayi yang

diberi ASI eksklusif.

B. Pembahasan

1. Gambaran Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Posyandu Wilayah

Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu

ASI eksklusif adalah menyusui bayi secara murni atau bayi hanya

diberi ASI saja selama 6 bulan tanpa tambahan cairan apapun, seperti susu

formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa pemberian makanan

tambahan lain, seperti pisang, bubur susu, biscuit, bubur atau nasi tim (Rizki

Natia Wiji, 2013).

Menurut Roesli Utami (2008) ASI eksklusif adalah menyusui secara

murni tanpa diberi tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air

teh, air putih dan tanpa makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu,

biskuit, bubur nasi, dan lain-lain sampai usia 4 bulan tetapi akan lebih baik

lagi apabila sampai 6 bulan. Sedangkan Gloria (2008) mengatakan bahwa

6

Page 6: BAB IV & V RENI

ASI eksklusif adalah pemberian ASI beserta kolostrum secara penuh selama

4 bulan atau lebih.

Pada penelitian ini didapatkan dari 53 orang bayi umur 7-12 bulan di

Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu, ada 28

orang bayi (52,8%) diberi non eksklusif dan ada 25 orang bayi (47,2%) diberi

ASI Eksklusif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih banyaknya

bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif atau non Eksklusif.

Jumlah pemberian ASI Ekslusif berdasarkan hasil penelitian ini masih

tergolong rendah jika dibandingkan dengan target pencapaian nasional

sebesar 80 persen. Namun demikian angka pemberian ASI Eksklusif ini

masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian ASI Eksklusif di

Provinsi Bengkulu secara keseluruhan, yaitu sebanyak 11.446 (26,6%) dari

sebanyak 42.959 jumlah bayi yang ada. Angka pemberian ASI Eksklusif ini

juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan data Riskesdas 2010 yang

menyatakan angka pemberian ASI eksklusif hanya sebesar 15,3 persen,

demikian juga dengan data yang disampaikan oleh Asosiasi Ibu Menyusui

Indonesia (AIMI) (2013) bahwa hanya 42 persen dari jumlah ibu di Indonesia

yang memberikan program ASI eksklusif kepada balitanya. Menurut data

Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2010, hanya 33,6% bayi

umur 0-6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif.

Page 7: BAB IV & V RENI

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu yang datang pada posyandu

di Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur yang tidak memberikan ASI

Eksklusif, dijelaskan bahwa para ibu kurang mengetahui tentang manfaat dari

pemberian ASI Eksklusif, selain itu pada saat menyusui, bayi enggan

menyusu.

Hal ini sejalan dengan teori menurut Rizki (2013) yang menjelaskan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif pada bayi

meliputi: kurang informasi, pendidikan, pengetahuan, ibu bekerja, masalah

pada puting susu, produksi ASI kurang, dan ibu dengan penyakit.

Selain faktor pengetahuan, dijelaskan juga ibu tidak memberikan ASI

Eksklusif karena alasan bekerja. Mereka mengatakan bahwa walaupun

memerah ASI sebelum bekerja, tetapi mereka khawatir jika ASI perah

tersebut tidak cukup, sehingga mereka memberikan bayinya susu formula.

Hal ini sejalan dengan teori menurut Savage (2009) yang menjelaskan

bahwa seringkali ibu-ibu yang bekerja mengalami dilema dalam memberikan

ASI Ekslusif pada bayinya, sehingga mereka menggantinya dengan susu

formula. Hal ini merupakan suatu alasan klasik bagi ibu-ibu pekerja. Padahal

bekerja bukanlah suatu alasan untuk menghentikan ASI secara ekslusif

selama paling sedikit 0-6 bulan.

Dari hasil wawancara dijelaskan juga produksi ASI yang kurang

menjadi alasan pada ibu sehingga mereka tidak memberikan ASI Eksklusif

pada bayinya sampai umur 6 bulan. mereka mengatakan bahwa bayi tidak

Page 8: BAB IV & V RENI

puas setiap selesai menyusu, sering kali menyusu dengan waktu yang sangat

lama, bayi sering menangis atau bayi menolak menyusu, dan tinja bayi keras,

sehingga ibu beranggapan bahwa produksi ASI nya berkurang, yang pada

akhirnya mereka memberikan susu formula kepada bayi.

Masalah pada puting susu juga menjadi alasan ibu sehingga mereka

tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya. Masalah putting susu yang

terjadi diantaranya putting susu terbenam, putting susu lecet, dan putting susu

nyeri. Hal ini sejlan dengan teori menurut Rizki (2013) yang menjelaskan

bahwa tidak selalu ibu dengan puting susu yang terbenam mengalami

kesulitan besar pada waktu menyusui, karena untuk mendapatkan ASI areola

mammae yang perlu dimasukkan ke dalam mulut bayi agar isapan dan

gerakan lidah dapat memerah ASI keluar. Selain itu putting yang lecet dapat

membuat ibu merasa tersiksa saat menyusui karena rasa sakit.

Dilihat dari pengaruh masih gencarnya promosi susu formula,

didapatkan data bahwa 19 orang ibu memberikan susu formula karena tergiur

dengan promosi susu formula dari berbagai media massa dan elektronik.

Mereka menganggap bahwa susu formula baik diberikan kepada bayinya

karena kandungan zat gizi yang terkandung di dalamnya. Hal ini senada

menurut UNICEF (2009) yang menyebutkan bahwa ketidaktahuan ibu

tentang pentingnya ASI, cara menyusui dengan benar, serta pemasaran yang

dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu formula merupakan faktor

Page 9: BAB IV & V RENI

penghambat terbentuknya kesadaran orang tua dalam memberikan ASI

eksklusif.

Hal ini juga didikung oleh teori menurut Rulina (2004) yang

menjelaskan bahwa dari berbagai studi, iklan susu formula di berbagai media

massa sangat berpotensi dapat merusak pemahaman ibu tentang perlunya ASI

bagi bayi. Iklan besar-besaran (massive) akan mempengaruhi persepsi yang

keliru tentang susu formula dan ASI. Ibu-ibu hanya memahami dan

menangkap informasi yang tidak lengkap dari penyajian iklan yang singkat.

Untuk memperoleh informasi yang lengkap dan benar masih perlu penjelasan

lanjut, misalnya oleh petugas kesehatan.

2. Gambaran Perkembangan Bayi Umur 7-12 Bulan di Posyandu Wilayah

Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini

menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,

organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga

masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan

emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan

lingkungannya (Soetjiningsih, 2009).

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi

tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan

Page 10: BAB IV & V RENI

diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-

organ, dan sistemnya yang terorganisasi. Dengan demikian aspek

perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi

dari masing-masing bagian tubuh (Nursalam, 2010).

Pada penelitian ini didapatkan dari 53 orang bayi umur 7-12 bulan di

Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu, ada 20

orang bayi (37,7%) dengan perkembangan yang masuk kategori meragukan

dan ada 33 orang bayi (62,3%) dengan perkembangan yang masuk kategori

normal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar (62,3%) bayi umur 7-12

bulan dengan perkembangan kategori normal. Namun masih banyak bayi

yang mempunyai perkembangan yang masuk kategori meragukan yaitu 20

orang (37,7%).

Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter di puskesmas lingkar

timur, dijelaskan bahwa perkembangan anak sangat bergantung pada status

gizi anak, karena asupan nutrisi yang baik akan meningkatkan pertumbuhan

dan perkembangan anak. Dan sebaliknya jika status gizi kurang baik maka

pertumbuhan dan perkembangan anak juga akan mengalami keterlambatan.

Hal ini sejalan dengan teori menurut Soetjiningsih (2009) yang

menyatakan bahwa makanan memegang peranan penting dalam tumbuh

kembang anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa,

karena makanan bagi anak dibutuhkan juga untuk pertumbuhan. Proses

tumbuh kembang anak berlangsung pada berbagai tingkatan sel, organ dan

Page 11: BAB IV & V RENI

tumbuh dengan penambahan jumlah sel, kematangan sel, dan pembesaran

ukuran sel. Selanjutnya setiap organ dan bagian tubuh lainnya mengikuti

pola tumbuh kembang masing-masing. Dengan adanya tingkatan tumbuh

kembang tadi akan terdapat rawan gizi. Dengan kata lain untuk mencapai

tumbuh kembang yang optimal dibutuhkan gizi yang baik

Selain status gizi, faktor penyakit kronis juga dapat mempengaruhi

perkembangan anak, karena penyakit yang diderita anak akan menghambat

perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan teori Soetjiningsih (2009) yang

menyatakan bahwa anak yang menderita penyakit menahun akan terganggu

tumbuh kembangnya dan pendidikannya, disamping itu anak juga mengalami

stress yang berkepanjangan akibat dari penyakitnya.

Selain itu faktor lingkungan pranatal juga sangat berpengaruh pada

perkembangan anak. Ada banyak faktor lingkungan pranatal yang

mempengaruhi perkembangan anak, diantaranya yang sangat berpengaruh

adalah gizi ibu pada waktu hamil, infeksi saat kehamilan, mekanisme saat

proses kelahiran dan hormon.

Hal ini senada dengan teori menurut Soetjiningsih (2009) yang

menyebutkan bahwa Faktor lingkungan pranatal berpengaruh terhadap

tumbuh kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir, diantaranya adalah

Gizi ibu pada waktu hamil. Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan

maupun pada waktu sedang hamil lebih sering menghasilkan bayi BBLR atau

lahir mati. Anak yang lahir dari ibu yang gizinya kurang dan hidup di

Page 12: BAB IV & V RENI

lingkungan miskin maka akan mengalami kurang gizi juga dan mudah

terkena infeksi.

Selain itu mekanisme saat kelahiran juga berpengaruh terhadap

perkembangan bayi. Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat

menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan. Pengaruh hormon

yang kurang juga tidak terlpas dari perkembangan bayi setalah lahir.

Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin adalah

somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin, dan peptida-peptida

lain dengan aktivitas mirip insulin (Soetjiningsih, 2009)

Infeksi saat kehamilan juga sangat berpengaruh pada perkembangan

bayi. Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah

TORCH (Toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks),

coxsackie, echovirus, malaria, polio, campak, HIV, dan lain-lain

(Soetjiningsih, 2009)

3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Perkembangan Bayi

Umur 7-12 Bulan di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur

Kota Bengkulu

Berdasarkan tabulasi silang antara asi eksklusif dengan perkembangan

bayi, tampak bahwa dari 28 orang bayi umur 7-12 bulan diberi ASI non

eksklusif. Terdapat 18 orang bayi dengan perkembangan yang masuk kategori

meragukan. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar bayi yang diberi

non eksklusif mengalami perkembangan yang masuk kategori meragukan.

Hal ini dikarenakan pada usia 7-12 bulan sistem pencernaan bayi belum

sepenuhnya bisa mencerna dengan baik nutrisi selain dari ASI. Hal ini senada

Page 13: BAB IV & V RENI

dengan teori menurut arisman (2009) yang menjelaskan bahwa bayi tidak

memiliki kemampuan mencerna semua zat gizi selain dari ASI. Pada bayi,

produksi enzim belum sempurna untuk dapat mencerna lemak, sedangkan

dalam ASI sudah disiapkan enzim lipase yang membantu mencerna lemak

dan enzim ini tidak terdapat pada susu formula atau susu hewan. Lemak yang

ada pada ASI dapat dicerna maksimal oleh tubuh bayi dibandingkan lemak

yang ada pada susu formula, sehingga tinja bayi susu formula lebih banyak

mengandung makanan yang tidak dapat dicerna oleh tubuhnya. Tetapi jika

dilihat dari sisi kemanfaatannya, makanan pertama dan utama bayi tentu saja

air susu ibu (ASI).

Hasil diatas juga sejalan dengan teori menurut Arisman (2009) yang

menjelaskan bahwa air susu ibu sangat diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan bayi dalam segala hal: karbohidrat dalam ASI berupa laktosa,

lemaknya banyak mengandung polyunsaturated fatty acid (asam lemak tak

jenuh ganda); protein utamanya lactalbumin yang mudah dicerna; kandungan

vitamin dan mineralnya banyak. Rasio kalsium-fosfat sebesar 2:1 yang

merupakan kondisi yang ideal bagi penyerapan kalsium. Selain itu, ASI juga

mengandung zat anti infeksi.

Tetapi pada bayi yang tidak ASI eksklusif terdapat 10 orang bayi

dengan perkembangan yang masuk kategori normal. Hal ini karena didalam

susu formula juga terkandung zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh bayi.

Susu formula dibuat sedemikian rupa sehingga mendekati kandungan zat gizi

yang terdapat dalam ASI, walaupun susu formula tidak dapat menyamai

Page 14: BAB IV & V RENI

kandungan zat gizi yang terdapat dalam ASI. Seperti yang dijelaskan oleh

Roesli Utami (2008) yang menjelaskan bahwa susu formula memiliki

peranan yang penting dalam makanan bayi karena seringkali bertindak

sebagai satu-satunya sumber gizi bagi bayi. Karenanya, komposisi susu

formula yang diperdagangkan dikontrol dengan hati-hati dan FDA (Food and

Drugs Association/Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika)

mensaratkan produk ini harus memenuhi standard ketat tertentu.

Dari 25 orang bayi yang diberi ASI eksklusif, terdapat 2 orang bayi

dengan perkembangan yang masuk kategori meragukan. Hal ini disebabkan

karena bayi tersebut walaupun diberi ASI Eksklusif, namun bayi tersebut

termasuk kurang dalam menyusu, sehingga berat badannya pun susah untuk

naik dan mengalami gizi kurang. Sehingga faktor inilah yang dapat

menyebabkan terlambatnya perkembangan pada bayi tersebut. Seperti yang

dijelaskan oleh Nursalam (2010) bahwa meskipun pertumbuhan dan

perkembangan mempunyai arti yang berbeda, namun keduanya saling

mempengaruhi dan berjalan secara simultan (bersamaan). Pertambahan

ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan kemampuan (perkembangan)

anak. Sehingga anak yang mengalami gangguan pada pertumbuhannya

cenderung akan mengalami gangguan pula pada perkembangannya.

Hasil analisis Chi Square (Continuity Correction) didapatkan ada

hubungan yang signifikan antara pemberian ASI Eksklusif dengan

perkembangan bayi umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas

Lingkar Timur Kota Bengkulu. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang

Page 15: BAB IV & V RENI

dikemukakan oleh Roesli Utami (2008), yang menyatakan bahwa

perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang

diperoleh, termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam

ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan

tumbuh kembang sampai usia sekitar 6 (enam) bulan, dengan menyusui

secara eksklusif. ASI dan menyusui secara eksklusif akan menciptakan faktor

lingkungan yang optimal untuk meningkatkan kecerdasan bayi melalui

pemenuhan semua kebutuhan awal dari faktor-faktor lingkungan.

Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Moedjiono

(1999) telah membuktikan kalau bayi umur 0–6 bulan diberikan ASI saja

pertumbuhan dan perkembangannya jauh lebih baik dibandingkan bayi tidak

mendapat ASI (Azrul Azwar, 2003). Hasil penelitian UNICEF terhadap 1000

bayi prematur membuktikan bahwa bayi-bayi prematur yang diberikan ASI

eksklusif mempunyai intelegent Question yang secara bermakna lebih tinggi

yaitu 8,3 point. hasil penelitian oleh pakar menunjukkan bahwa penyebab

gangguan pertumbuhan yang terjadi pada awal kehidupan balita, salah satu

penyebabnya yaitu pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) terlalu

dini dan tidak kalah penting adalah ibu tidak berhasil memberi ASI eksklusif

kepada bayinya (Roesli Utami, 2008).

Menurut Nursalam (2010), salah satu kebutuhan asuh bagi bayi yang

berperan penting dalam perkembangan bayi yang optimal adalah nutrisi yang

mencukupi dan seimbang pada bayi. Pemberian nutrisi secara mencukupi

pada anak harus sudah dimulai sejak dalam kandungan, yaitu dengan

Page 16: BAB IV & V RENI

pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil. Setelah lahir, harus

diupayakan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja

sampai anak berumur 6 bulan.

Gangguan gizi pada masa bayi dapat menghambat perkembangan bayi

tersebut di kemudian hari. Penelitian ilmiah membuktikan bahwa bayi akan

tumbuh lebih sehat dan lebih cerdas dengan diberi ASI eksklusif selama

empat sampai enarn bulan pertama kehidupannya. ASI merupakan sumber

nutrisi dan imunitas yang paling baik untuk bayi yang sedang tumbuh

kembang (Savage, 2009).

Hasil uji contingency coefficient didapat kategori hubungan erat antara

pemberian ASI Eksklusif dengan perkembangan bayi umur 7-12 bulan di

Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian ASI Eksklusif merupakan faktor utama yang

mempengaruhi perkembangan bayi umur 7-12 bulan. Hasil analisis resiko

didapatkan nilai OR=20,700, artinya bayi yang diberi ASI non eksklusif

mempunyai resiko 20,700 kali untuk mengalami perkembangan meragukan

dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif. Hasil ini sesuai dengan

apa yang dikemukakan Rizki Natia Wiji (2013), bahwa pada usia bayi 0-1

tahun, ASI merupakan makanan yang terpenting bagi pertumbuhan otak.

Semakin banyak bayi mendapat ASI eksklusif, maka dalam

perkembangannya nanti, bayi lebih sehat, lebih cerdas, lebih stabil emosinya,

lebih peka sikap sosial dan lebih kuat sifat spiritualnya. Omega 3 yang

terdapat dalam ASI berfungsi untuk pematangan sel-sel otak sehingga

Page 17: BAB IV & V RENI

jaringan otak bayi yang mendapat ASI eksklusif akan tumbuh optimal dan

terbebas dari rangsangan kejang, sehingga menjadikan anak lebih cerdas dan

terhindar dari kerusakan sel saraf. Menyusui juga membantu perkembangan

otak. Bayi yang diberi ASi rata-rata memiliki IQ 6 poin lebih tinggi

dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula.

Page 18: BAB IV & V RENI

18

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara pemberian ASI

Eksklusif dengan perkembangan bayi umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja

Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu terhadap 53 orang sampel dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. sebagian besar (52,8%) bayi di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas

Lingkar Timur Kota Bengkulu tidak asi eksklusif.

2. sebagian besar (62,3%) bayi usia 7-12 bulan di Posyandu Wilayah Kerja

Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu dengan pertumbuhan normal.

1. Ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI Eksklusif dengan

perkembangan bayi umur 7-12 bulan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas

Lingkar Timur Kota Bengkulu, dengan kategori hubungan erat.

2. Bayi yang diberi non eksklusif mempunyai resiko 20,700 kali untuk

mengalami perkembangan meragukan dibandingkan dengan bayi yang diberi

ASI eksklusif.

B. Saran

1. Bagi Tempat Penelitian

Disarankan kepada petugas kesehatan yang ada di Puskesmas untuk

senantiasa meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif melalui upaya

penyuluhan berkesinambungan yang dimulai pada saat ibu hamil, melahirkan, 70

Page 19: BAB IV & V RENI

19

maupun pada saat kegiatan posyandu dilakukan, sehingga kesadaran ibu

tentang pentingnya ASI Eksklusif semakin meningkat.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Disarankan kepada mahasiswa agar ketika berada di lahan praktik nantinya

dapat mendukung program pemerintah dalam peningkatan cakupan

pemberian ASI Eksklusif dengan cara memberikan penyuluhan kepada ibu-

ibu tentang pentingnya ASI Eksklusif.

3. Bagi Peneliti

Peneliti diharapkan dapat menerapkan hasil penelitian ini pada area pelayanan

kesehatan nantinya, khususnya dalam menyusun strategi atau intervensi

dalam peningkatan cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti lain agar dapat mengembangkan penelitian ini dengan

menggunakan variabel dan desain penelitian yang berbeda, seperti pengaruh

pemberian ASI eksklusif terhadap kecerdasan anak, terhadap daya tahan

tubuh, terhadap perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, dan lain-

lain.