bab i,ii,iii,iv,v revisi

Upload: dhimas-adji-saputro

Post on 29-Oct-2015

146 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PAGE 58

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Salah satu prioritas dalam pembangunan Indonesia adalah upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), sehingga kelak diharapkan manusia Indonesia akan lebih sehat, cerdas, kreatif, mandiri dan produktif, serta dapat mewujudkan keluarga kecil sejahtera mandiri. Pada hakekatnya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia harus dimulai sedini mungkin, sejak masa bayi dan anak, diselenggarakan secara berencana, berkelanjutan serta melibatkan semua pihak yang terkait. Untuk mencapai tujuan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia anak merupakan sasaran yang sangat penting karena pembangunan di masa depan adalah pembangunan bagi anak sekarang. Seorang anak dikatakan sehat apabila anak tersebut mengalami tumbuh kembang secara optimal. Proses tumbuh kembang anak setiap individu dimulai sejak sel telur dibuahi oleh sel sperma (konsepsi) alam kandungan sampai dewasa. Oleh karena itu upaya pembinaan tumbuh kembang perlu dilakukan sejak dalam kandungan. Demikian sebaliknya, bilamana terjadi gangguan pada masa tumbuh kembang di dalam kandungan seringkali menimbulkan gangguan pada bayi yang akan dilahirkan seperti abortus, lahir mati, cacat bawaan, prematur, berat badan lahir rendah dan lain-lain.

Untuk mampu berfungsi sebagai generasi penerus di masa depan anak harus dipersiapkan sebaik baiknya, baik gizi maupun pertumbuhan serta perkembangannya. Oleh karena itu upaya pembangunan untuk memelihara dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian khusus, sehingga perlu segera ditangani demi masa depan Sumber Daya Manusia di Indonesia. Salah satu gangguan pada bayi adalah Erbs paralyse, hal ini terjadi karena adanya kerusakan syaraf yang mengontrol gerakan lengan yang disebabkan adanya injuri. Salah satu penyebabnya yaitu pada proses kelahiran.

Upaya kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan sosial, budaya, ekonomi, fisik, dan biologi yang sifatnya dinamis dan komplek sehingga terciptanya kesehatan yang menyeluruh dan terpadu. Agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal maka upaya kesehatan lebih ditekankan pada upaya meningkatkan (promotif) dan pencegahan (preventif) tanpa mengabaikan upaya penyembuhan (kuratif) dan pemeliharaan (rehabilitatif), upaya-upaya kesehatan ini harus dilakukan oleh seluruh komponen disiplin ilmu di bidang kesehatan diantaranya fisioterapi.

Fisioterapi adalah bentuk kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapis, dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi (KEP.MENKES No. 1363 / MENKES SK XII 2001).

Cedera pada saraf tepi dapat terjadi akut atau akibat tekanan kronis. Akibat patologis dapat berupa terputus fungsinya untuk sementara sampai diskontinuitas total saraf yang terkena. Pada abad 18, para dokter mendiskripsikan plexus brakhialis seperti paralyse pada lengan (www.scielo.com) Trauma plexus brachialis pada waktu melahirkan telah digambarkan pertama kali pada tahun 1874 oleh Dr Wilhelmk Heinrich Erb (1840 1921) (www.plexobraqual.com). Lokasi kerusakan umumnya berasal dari plexus brachialis C5 dan C6 (www.erbpalsynetwork.com).

Kerusakan saraf yang menyebabkan Erbs Paralyse dapat terjadi 1 dari 400 kelahiran. Lebih banyak terjadi pada bayi yang lahir sungsang karena bahu mudah teregang dan saraf terluka. (Werner 2002). Kejadian Erbs Paralyse 0,2 2,5 / 1000 kelahiran dan yang menyebabkan kelemahan pada lengan sebesar 0,4-5 / 10000 kelahiran (www.pediatricneuro.com).Skema Klasifikasi Lokasi Kerusakan Saraf

(www.erbpalsynetwork.com).

Modalitas fisioterapi yang digunakan adalah arus faradik terhadap otot-otot yang mengalami lesi yaitu untuk melatih otot otot yang paralyse dan mendidik kerja otot, massage pada Erbs Paralyse dengan pemberian teknik massage berupa stroking, effleurage dan friction bermanfaat untuk mencerai beraikan perlengketan jaringan, dan bermanfaat untuk stimulus saraf sensoris yang akan menimbulkan reflek efek, dan terapi latihan pada Erbs Paralyse untuk meningkatkan tonus otot.

Mengingat peran fisioterapi sangat penting dalam penanganan kondisi Erbs Paralyse, maka penulis terdorong untuk mengetahui sejauh mana manfaat fisioterapi Erbs Paralyse secara mendalam khususnya pada anak sehingga penulis mengambil judul Penatalaksanaan Arus Faradik, Massage, Terapi Latihan Pada Erbs Paralyse Dextra.B. RUMUSAN MASALAH

Dalam penulisan ini pasien mengalami kelemahan otot-otot di lengan kanan yang di sebabkan oleh luka saraf di bahu waktu lahir. Maka rumusan masalah tersebut :

1. Apakah ada pengaruh Arus Faradik dalam melatih otot otot yang paralyse dan mendidik kerja otot pada penderita ERBS PARALYSE ?

2. Apakah pengaruh Massage dapat mengurangi perlengketan jaringan pada kasus ERBS PARALYSE ?

3. Apakah pengaruh Terapi Latihan dapat meningkatkan tonus otot pada kasus ERBS PARALYSE ?C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

a. Untuk memenuhi persyaratan akademik pendidikan Diploma III fisioterapi.

b. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan fisioterapi dengan menggunakan modalitas Arus Faradik, Massage, Terapi Latihan pada kasus ERBS PARALYSE.

2. Tujuan Khususa. Untuk mengetahui manfaat pemberian modalitas Arus Faradik dalam melatih otot otot yang paralyse dan mendidik kerja otot pada kasus ERBS PARALYSE.

b. Untuk mengetahui manfaat pemberian modalitas Massage dalam mengurangi perlengketan jaringan pada kasus ERBS PARALYSE.

c. Untuk mengetahui manfaat pemberian modalitas Terapi Latihan dalam meningkatkan tonus otot pada kasus ERBS PARALYSE.

c. Untuk mengetahui problematik yang timbul karena ERBS PARALYSE.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi

Erbs Paralyse adalah paralyse pada otot otot lengan pada bayi yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf tepi shoulder dari C5 dan C6 atau berada pada plexus brakhialis bagian superior dengan derajat yang berubah-ubah akibat dari strecth dan distrecth selama proses melahirkan.Erbs paralyse adalah suatu kelumpuhan yang terjadi karena adanya penekanan yang berlebihan pada akar saraf dari plexus brachialis pada saat lahir. Penekanan ini dikarenakan ada permasalahan pada bayi sehingga pada saat lahir, bayi dibantu forcept.

Plexus brachialis adalah anyaman (Latin : plexus) saraf saraf yang berjalan dari tulang belakang C5-T1, kemudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya ke seluruh lengan (atas dan bawah). Serabut saraf yang ada akan didistribusikan ke beberapa bagian lengan (www.historiadelamedicina.org/duchenne.htm)

Gambar 1

Typical Intrapartum Injuries (www.historiadelamedicina.org/duchenne.htm)2. Anatomi Fungsional

Extremitas superior dapat dianggap sebagai pengungkit bersendi banyak yang dapat bergerak bebas pada tubuh pada art. humeri. Pada ujung distal extremitas superior terdapat alat tubuh penting yang dapat memegang yaitu tangan. Banyak fungsi penting tangan tergantung pada fungsi ibu jari yang seperti penjepit, yang memungkinkan seseorang mencengkeram objek antara ibu jari dan jari telunjuk.

Extremitas superior dapat dibagi dalam bahu (perbatasan tubuh dan lengan atas), lengan atas, siku, lengan bawah dan tangan. (Snell, R. 1998).

Adapun bagian anatomi dari lengan terdiri dari :

a. Tulang Tulang Lengan (Haryati, N. 2005)

1) Tulang Tulang Lengan Atas :

a) Os Clavicula

b) Os Scapula

c) Os Humerus

2) Tulang Tulang Lengan Bawah :

a). Os Radius

b). Os Ulna

3) Tulang Tulang Tangan :

a). Ossa Carpi

b). Ossa Metacarpi

c). Ossa Phalanges Digestalis

Gambar 2

Sceleton Extremitas Superior (Putz, R. 2005)

Keterangan :

1. Clavicula

2. Scapula

3. Humerus

4. Radius

5. Ulna

6. Ossa Carpi

7. Ossa Metacarpi

8. Phalanges Digestalis

b. Persendian Daerah Extremitas Superior

Terdiri dari :

1) Articulatio sterno clavicularis

2) Articulatio acromio clavicularis

3) Articulatio humeri

4) Articulatio cubiti

5) Articulatio radio ulnaris

6) Articulatio manus

7) Articulatio inter carpea

8) Articulatio carpo metacarpea

9) Articulationes metacarpo phalangeal

10) Articulationes inter phalanges

c. Ligamen ligamen 1) Ligamentum glenohumerale adalah tiga pita jaringan fibrosa yang memperkuat bagian depan kapsula sendi

2) Ligamentum humerale transversum memperkuat kapsul dan menjembatani celah antara dua tuberculum

3) Ligamentum Coracohumerale memperkuat bagian atas kapsula dan terentang dari pangkal processus coracoideus sampai tuberculum mojus humeri Ligamentum tambahan

4) Ligamentun coracohumerale terbentang antara processus coracoideus dan acromion. Fungsinya adalah melindungi permukaan atas sendi.

d. Otot Otot Lengan

Lengan atas dibagi dalam ruang fasial anterior dan posterior

1) Ruang Anterior

a) m. biceps brachii caput longum (1) Origo

Tuberositas supraglenoidalis scapula

(2) Insersio

Tuberositas radhii

(3) Persarafan

N. musculocutaneus

(4) Kerja

Supinator lengan bawah dan fleksor sendi siku ; fleksor lemah sendi bahu

Caput breve

Origo = Proc. Coracoideus scapula

b) m. coracobrachialis

(1) Origo

Proc. Coracoideus scapula

(2) Insersio Permukaan medial corpus humeri (3) Persarafan N. musculocutaneus

(4) Kerja

Fleksi lengan atas dan juga aduktor lemah

c) m. brachialis

(1) Origo Permukaan depan paruh bawah humerus (2) Insersio Proc. Coronoideus ulnae (3) Persarafan N. musculocutaneus (4) Kerja Fleksor sendi siku i. 2) Ruang Posterior

M. triceps

a) Caput longum

Origo = Tuberositas infraglenoidalis scapula

b) Caput lateral

(1) Origo = paruh atas permukaan posterior corpus humeri

(2) Insersio = olecranon ulnae

(3) Persarafan = N. radialis

(4) Kerja = Ekstensor sendi siku

c) Caput medial

Origo = paruh bawah permukaan posterior corpus humeri

Musculus Brachialis

Gambar 3

Lengan atas dilihat dari anterior. Bagian tengah m. biceps brachii dibuang untuk memperlihatkan n. Musculocutaneus yang terletak di depan m. brachialis (Snell, R. 1998)

Gambar 4

Lengan atas dilihat dari posterior, menunjukkan insersio m. deltoideus

dan origo serta insersio m. brachialis (Snell, R. 1998)

Adapun otot otot yang mengalami lesi, yaitu sebagai berikut :

1. M. rhomboideus minor

a. Origo

Bagian bawah ligamentum nuchae dan processus vertebra cervical 7 dan vertebra thoracal 1.

b. Insersio

Pinggir medial scapula, di depan pangkal spina scapula.

c. Persarafan

N. dorsalis scapula (C5).

d. Fungsi

Bersama m. rhomboideus mayor dan m. levator scapula mengangkat pinggir medial scapula dan menariknya ke medial.

2. M. rhomboideus mayor

a. Origo

Processus spinosus vertebra thoracal 2 5 dan ligamentum supraspinatus yang sesuai.

b. Insersio

Pinggir medial scapula di depan fossa infraspinatus

c. Persarafan

N. dorsalis scapula (C5)

d. Fungsi

Bersama m. rhomboideus minor dan m. levator scapula mengangkat pinggir medial scapula dan menariknya ke medial.

3. M. deltoideus

M. deltoideus adalah otot yang tebal dan berbentuk triangular dan menutupi sendi bahu. Otot ini membuat bahu bentuknya membulat.

a. Origo

Serabut anterior berasal dari sepertiga lateral pinggir anterior clavicula. Serabut tengah berasal dari pinggir lateral acromion, serabut posterior berasal dari pinggir bawah spina scapula.

b. Insersio

Serabut-serabutnya berjalan konvergen untuk berinsersio pada tuberositas deltoideus, pada pertengahan permukaan lateral corpus humeri.

c. Persarafan

N. axillaris (C5 dan C6)

d. Fungsi

Dengan bantuan m. supraspinatus, m. deltoideus mengabduksi extremitas superior pada sendi bahu. 4. M. supraspinatus

a. Origo

Fossa supraspinatus scapula

b. Insersio

Bagian atas tuberculum majus humeri dan kapsula sendi bahu

c. Persarafan

N. suprascapularis

d. Fungsi

Membantu m. deltoideus melakukan abduksi lengan atas pada sendi bahu dengan mengfiksasi humerus pada cavitas glenoidalis.

5. M. infraspinatus

a. Origo

Fossa infraspinata scapula

b. Insersio

Bagian tengah tuberculum moyor humeri dan kapsul sendi bahu.

c. Persarafan

N. suprascapularis

d. Fungsi

Eksorotasi lengan atas dan menstabilkan sendi bahu.

6. M. teres minor

a. Origo

Dua pertiga atas permukaan posterior pinggir lateral scapula

b. Insersio

Bagian bawah tuberculum mayor humeri dan kapsula sendi bahu.

c. Persarafan

Cabang N. axillaris

d. Fungsi

Eksorotasi lengan atas dan menstabilkan sendi bahu.

7. M. biceps brachii

a. Origo

Caput longum dari tuberositas supraglenoidalis scapula; caput breve dari puncak processus coracoideus scapula.

Tendo caput longum melewati caput humeri dalam kapsula sendi bahu dan keluar dari sendi pada sulcus bicipitalis humeri. Pada pertengahan lengan atas, caput longum bersatu dengan caput brevis.

b. Insersio

Pada bagian posterior tuberositas radhii, dan melalui pita aponeurotik yang dinamakan aponeurosis bicipitalis, pada fascia profunda di sisi medial lengan bawah. Aponeurosis melindungi struktur dalam fossa cubiti yang terletak di bawahnya.

c. Persarafan

N. musculocutaneus

d. Fungsi

M. biceps merupakan supinator kuat lengan bawah.

8. M. brachialis

a. Origo

Sisi dengan paruh bawah corpus humeri.

b. Insersio

Permukaan anterior processus coronoideus ulna.

c. Persarafan

Nervus musculocutaneus. Sebagian kecil otot dari belakang tuberositas deltoideus; oleh karena itu terletak pada ruang posterior, dan dipersarafi oleh nervus radialis.

d. Fungsi

Fleksor kuat untuk sendi siku

9. M. supinator

a. Origo

Epycondylus lateralis humeri. Ligamentum lateral sendi siku, ligamentum anulare art. radioulnaris superior, dan crista supinator dan fossa ulna.

b. Insersio

Serabutnya tersusun dalam dua bidang, di antaranya terdapat n. radialis. Kedua bidang serabut otot membelok di sekitar facies posterior dan lateralis colum radhii dan berinsersio pada bagian posterior, lateral dan anterior collum dan caput radhii, sampai sejauh linea obliqua.

c. Persarafan

R. profundus n. radialis

d. Gerakan

Membantu supinasi lengan bawah pada art. Radioulnaris superior dan inferior. (M. biceps brachii adalah supinator utama)Pleksus Brakhialis

Gambar 5

Pangkal, truncus, plexus dan cabang cabang terminal plexus brachialis (Snell, R. 1998)

Keterangan :

1. n. scapularis dorsalis

11. n. ulnaris2. n. subclavius

12. n. cutaneus brachii medialis3. n. suprascapularis

13. n. pectoralis medialis4. n. pectoralis lateralis

14. n. subscapularis superior dan inferior5. n. thoracodorsalis

15. n. thoracalis longus6. n. Musculocutaneus

16. T17. n. Axilaris

17. C88. n. Radialis

18. C79. n. Medianus

19. C610. n. cutaneus antebrachii medialis20. C5

Gambar 6.

Plexus brachialis (www.historiadelamedicina.org/duchenne.htm)Saraf saraf yang menuju ke extremitas superior mempunyai peranan penting sebagai berikut :

1) Persarafan sensoris ke kulit dan struktur dalam seperti sendi

2) Persarafan motoris ke otot otot 3) Mempengaruhi garis tengah pembuluh darah melalui saraf vasomotor simpatis

4) Sekretomotor parasimpatis yang mempersafi kelenjar keringat.

3. Etiologi

Erbs paralyse atau yang biasa juga disebut dengan lesi plexus brachialis terjadi karena adanya kerusakan syaraf yang mengontrol gerakan lengan dikarenakan adanya injuri pada proses kelahiran pada bayi (www.erbspalsynetwork.com)

dapat juga oleh karena trauma dan mekanis : iritasi non traumata. Trauma pada plexus brachialis dapat disebabkan oleh karena luka tembus dislokasi akibat fraktur, atau akibat roda paksa tarikan. Kompresi plexus brachialis yang mekanik non traumata dapat disebabkan oleh karena keadaan klinik yang disebabkan oleh karena sindroma rongga servikal dorsalis (cervical dorsal autlet syndroma) yang meliputi sindroma pektoralis minor, sindroma kosto klavikula dan sindroma iga servical (kuntoro, 2008)

4. Patofisiologi

Adanya traksi pada proses persalinan kemungkinan bisa menyebabkan injury atau traumatic plexus brachialis pada nerve C5 dan C6. Akibat dari injury menyebabkan lesi pada paralyse, atrofi, anastesia pada otot rhomboideus, deltoid, supraspinatus, infraspinatus, teres minor, biceps, brachialis dan supinator dan pada reseptor motoris terjadi penurunan kekuatan otot dari abduktor, eksternal rotasi dari shoulder, fleksi elbow dan supinasi lengan bawah. Sehingga jika berlangsung lama akan menyebabkan deformitas pada lengan atas (www.neurocirugia.com). Fungsi sel saraf motor sendiri adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otak atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf motor berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang (Iqbal, 2008)

5. Tanda dan Gejala klinis a. Paralysis dan Atrofi

Terdapat paralyse dan atrofi pada m. rhomboideus minor, m. rhomboideus mayor, m. deltoideus, m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, m. biceps brachii, m. brachialis, m. supinator. Kelemahan diatas menyebabakan kehilangan kemampuan untuk abduksi dan eksorotasi bahu, fleksi elbow dan supinasi.

b. Posisi Lengan

Lengan atas dan bawah lumpuh. Sikapnya lurus terputar ke dalam seolah melekat pada badan. Tidak tampak gerakan sedikitpun pada sendi siku, tatapi gerakan pada sendi pergelangan tangan dan gerakan jari jari masih ada. Reflek tendon biceps tidak dapat ditimbulkan. Kontraktur akan muncul bila tidak di cegah dan tangan akan tetap dalam posisi seperti ini.

Gejala yang ditimbulkan disebabkan oleh karena gangguan pada pleksus brakhialis atau arteri subclavia, atau keduanya, oleh karena tulang, ligament atau otot-otot diantara vertebral servical dan batas bawah. Daerah tersering yang terkena adalah regio supra klavikula di daerah yang padat yang terisi dengan iga I, klavikula, dan vertebral cervical yang terbawah dengan jaringan didalamnya (Kuntoro, 2008)

6. Komplikasi/faktor penyulit

Kondisi Erbs paralyse yang terjadi akibat penekanan pada plexus brachialis apabila tidak mendapatkan pelayanan fisioterapi secara benar dapat mengakibatkan komplikasi antara lain :

Kompresi akar saraf C6 menyebabkan :

a. Nyeri dan kaku pada leher

b. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan

c. Dijumpai kelemahan pada biceps

d. Berkurangnya reflek biceps

e. Dijumpai rasa nyeri alih (referred pain) di bahu yang samar, dimana nyeri bahu hanya dirasa betah di daerah deltoideus bagian lateral dan daerah infra scapula atas

Kompresi akar saraf C7 menyebabkan :

a. Rasa tebal dan nyeri yang dialihkan ke jari tengah dan jari telunjuk dan punggung tangan dan pada tingkat lebih lanjut terjadi hiperanastesi di dermatom C7

b. Terjadi kelemahan dan atrofi pada m. triceps

c. Penurunan reflek tendon triceps (kuntoro, 2008)

7. Prognosis gerak dan fungsi

Tujuh puluh lima persen sampai sembilan puluh persen bayi dengan kondisi Erbs paralyse dapat sembuh sempurna setelah beberapa bulan. Penanganan oleh ahli bedah, fisioterapi dan okupasi terapi sangat penting diberikan pada anak jika pada usia 4 bulan menunjukkan adanya kelainan pada fungsi anggota gerak tetapi pemberian terapi secara dini dapat memperbaiki prognosis. Adanya komplikasi kerusakan pada fungsi syaraf baik permanen, sebagian, maupun kehilangan fungsi secara total, hal ini dapat menyebabkan kelemahan pada lengan atau paralyse (www.ecureme.com).

B. Deskripsi Problematika Fisioterapi

1. Impairment

Merupakan gangguan pada tingkat jaringan. Adapun Impairment pada kasus Erbs paralyse ini dapat berupa :

a. Kelemahan otot, shoulder, elbow dan wrist

b. Gangguan hand function pada tangan c. Gangguan sensorik (hiposensitif) 2. Functional Limitation

Merupakan suatu problem yang berupa penurunan atau keterbatasan saat melakukan aktivitas sebagai akibat dari adanya impairment. Adapun Functional Limitation pada kasus Erbs paralyse ini yaitu : tidak tampak gerakan sedikitpun pada sendi siku.

3. Disability

Disability merupakan problem yang berupa terhambatnya atau ketidak mampuan penderita untuk kembali melakukan aktifitas yang berhubungan dengan pekerjaannya semula dan aktifitas sosialisasi dengan masyarakat sebagai akibat dari adanya impairment dan functional limitation. pasien tidak mampu beraktifitas dengan lengan kanannya sesuai usia dan kebutuhannya sehingga menghambat dalam pertumbuhan lengan pada khususnya. Karena pasien masih berumur 1 bulan 5 hari maka Activity Daily Living (ADL) dibantu penuh.C. Teknologi Intervensi Fisioterapi

Modalitas yang digunakan dalam penatalaksanaan fisioterapi pada kasus anak dengan Erbs Paralyse umur 1 bulan 5 hari yang telah diuraikan adalah dengan stimulasi arus faradik, massage dan terapi latihan.

1. Konsep Dasar Arus Faradik

a. Definisi

Arus faradik adalah arus listrik bolak-balik yang tidak simetris yang mempunyai durasi 0,01 1 ms dengan frekuensi 50-100 Cy/detik (Sujatno, dkk. 1993).

Tujuan utama pemberian stimulasi elektris pada Erbs paralyse dengan menggunakan arus faradik adalah untuk melatih otot otot yang paralyse dan mendidik kerja otot, hal ini dikarenakan adanya impuls pada motor neuron yang menyebabkan terjadinya aksi potensial yang menimbulkan kontraksi otot dan innervasi, namun juga dipengaruhi oleh motor unit masing-masing otot.

Dengan adanya kontraksi otot yang berulang-ulang maka kekuatan otot lengan diharapkan akan meningkat dan sifat fisiologis otot tetap terpelihara terutama elastisitasnya sehingga dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.

b. Efek fisiologis dari Arus Faradik

Efek fisiologis terhadap sensorik akan menimbulkan rasa tertusuk halus dan efek vasodilatasi dangkal, sedangkan efeknya terhadap motorik dengan kontraksi terus menerus akan lebih mudah menimbulkan kontraksi karena durasinya pendek sehingga arus faradik lebih enak digunakan.

c. Efek Terapeutik

Efek terapeutik dari arus faradik meliputi :

1) Fasilitas kontraksi otot

Apabila pasien tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk mengadakan kontraksi otot, stimulasi elektris dapat membantu terutama kontraksi otot, yang terhambat, di mana stimulasi dapat memberikan fasilitas lewat mekanisme muscle spindle.

2) Melatih otot otot paralysis

Pada kerusakan syaraf perifer, impuls dari otak tidak sampai pada otot yang di syarafi. Akibatnya kontraksi voluntary hilang apabila syaraf belum mengalami degenerasi, stimulasi dengan arus faradik di sebelah distal kerusakan akan menimbulkan kontraksi. Dengan demikian stimulasi dengan arus faradik dapat digunakan untuk melatih otot otot yang paralyse. Katherin A. Johnson pada tahun 1988 juga mengatakan bahwa stimulasi faradik dapat mengurangi kelemahan ketidakfungsian saraf perifer terutama dalam pembelajaran otot dan peningkatan kekuatan mendapatkan hasil suatu fungsi regenerasi otot.

3) Mendidik kembali kerja otot

Stimulasi dengan arus faradik dapat diberikan untuk mendapatkan kontraksi dan membantu dalam memperbaiki perasaan gerak. Otak hanya mengenal gerak, bukan kerja otot, sehingga stimulasi untuk menimbulkan gerak yang normal. Stimulasi ini merupakan permulaan latihan-latihan aktif.

4) Meningkatkan kekuatan otot

Untuk meningkatkan kekuatan otot, otot perlu dirangsang dan berkontraksi dalam jumlah yang cukup.

5) Memperbaiki aliran darah

Aliran darah dapat diperlancar oleh adanya pemompaan dari otot yang berkontraksi dan relaksasi, efek yang ditimbulkan akan diperoleh secara maksimal dengan menggunakan stimulasi dengan arus faradik.2. Massage

a. Definisi

Massage adalah manipulasi atau ilmu terapi dengan menggunakan tangan secara sistemik yang ditujukan untuk jaringan lunak dari tubuh manusia atau makhluk hidup (Alimah, S. 2000).

b. Teknik massage

Teknik massage yang digunakan pada kondisi ini adalah stroking, effleurage dan friction secara berurutan.

Stroking (gosokan ringan) adalah manipulasi yang ringan dan halus dengan mempergunakan seluruh permukaan satu atau kedua belah tangan. Arah gerakannya tidak tertentu, kecuali pada pengobatan kondisi tertentu maka gosokan ringan tersebut dikerjakan menurut arah yang tertentu pula. Karena gosokan ringan ini dikerjakan dengan arah yang tidak tertentu, maka tidak mempengaruhi peredaran darah.

Effleurage (gosokan kuat) adalah manipulasi gosokan yang halus dengan relatif tekanan sampai kuat. Gosokan ini mempergunakan seluruh permukaan satu atau ke dua belah telapak tangan dengan sentuhan tangan yang sempurna. Arah gosokan selalu menuju ke jantung atau searah dengan jalannya aliran darah balik, sehingga mempunyai pengaruh terhadap peredaran darah dan membantu mengalirnya darah pada pembuluh darah balik kembali ke jantung karena adanya daya tekan dan dorongan gosokan tersebut. Karena effleurage yang di berikan berupa gosokan yang kuat dan cepat, maka kegunaannya memberi pengaruh untuk merangsang, membuang sisa-sisa pembakaran, membantu penyerapan exudat dan mengembangkan pemberian nutrisi pada semua jaringan.

Friction (gerusan) adalah suatu gerakan melingkar atau melintang kecil kecil, yang dilakukan dengan ujung ujung jari atau buku buku jari. Friction diberikan pada jaringan yang lunak dan jaringan yang letaknya dalam. Kadang kadang gerakan ini di landaskan pada tulang sekeliling sendi apabila itu ditujukan untuk mempengaruhi pembungkus sendi dan ikat sendi. Tujuannya adalah menghancurkan pengerasan dan perlengketan jaringan. Pada stadium sesudah akut dan kondisi kronis, membantu penyerapan dari radang dan mengembangkan nutrisi secara menyeluruh.

Pada kasus Erbs paralyse ini diberikan friction, yaitu suatu gerakan dalam, kecil dan mendasar yang dilakukan dengan gerakan melintang pada serabut otot. Manfaatnya adalah untuk mencerai beraikan perlengketan jaringan dan untuk stimulus saraf sensoris yang akan menimbulkan reflek efek.

c. Efek-efek pemberian massage

1) Efek mekanis

a) Membantu meningkatkan aliran darah secara langsung dengan arah massage mengikuti aliran vena.

b) Mencegah terbentuknya perlengketan jaringan yang secara fisiologis dibentuk oleh tubuh pada regenerasi jaringan akibat trauma.

c) Memberikan efek penguluran pada jaringan superficial yang dalam hal ini adalah kulit. 2) Efek fisiologis

a) Membantu meningkatkan proses metabolisme tubuh dengan memperlancar pembuangan sisa-sisa metabolisme dalam tubuh.

b) Mencegah venostasis akibat posisi atau sikap tubuh yang menetap.

d. Indikasi pemberian massage

Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian massage, antara lain

1) Kasus kasus yang memerlukan relaksasi otot.

2) Kasus kasus oedem pada kondisi paska operasi.

3) Kasus kasus perlengketan jaringan terutama pada kondisi pasca cedera.

4) Kasus kasus yang memerlukan perbaikan sirkulasi.

e. Kontra indikasi pemberian massage

Kontra indikasi pemberian massage, antara lain :

1) Penyakit yang penyebarannya melalui kulit, limfe, dan pembuluh darah.

2) Daerah perdarahan.

3) Daerah peradangan akut.

4) Daerah dengan gangguan sensibilitas.

5) Penyakit dengan gangguan sistem kekebalan tubuh.

6) Penyakit penyakit dengan gangguan sirkulasi, seperti arytmia cordis, tromboplebitis, artherosclerosis berat dan vena varicose berat.

3. Terapi Latihan

Terapi latihan merupakan salah satu usaha pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaannya menggunakan latihan latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau dapat pula didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat penyembuhan dari suatu injury atau penyakit tertentu yang telah merubah cara hidupnya yang normal (Priatna, H. 1997).

Tujuan Terapi Latihan :

a. Memajukan aktifitas penderita di mana dan bilamana perlu.

b. Memperbaiki otot otot yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang normal tanpa memperlambat usaha mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien.

c. memajukan kemampuan penderita yang telah ada untuk dapat melakukan gerakan gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat beraktifitas normal.

Jenis dari terapi latihan di sini adalah latihan gerak pasif. Latihan gerak pasif adalah suatu latihan yang menggunakan tenaga atau kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot. (gerak yang termasuk dalam latihan ini adalah flexi extensi shoulder, abduksi adduksi shoulder, flexi extensi elbow dan flexi extensi wrist).

BAB IIIPENATALAKSANAAN STUDI KASUS

A. Pengkajian Fisioterapi

Sebelum melakukan suatu tindakan terapi sebaiknya seorang fisioterapi selalu memulai dengan melakukan assesment yang terdiri dari pengumpulan data, pemeriksaan khusus, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dasar, perencanaan, penatalaksanaan fisioterapi dan evaluasi. 1. Anamnesis

Anamnesis adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara tanya jawab dengan pasien untuk memperoleh keterangan sebanyak-banyaknya mengenai perjalanan penyakit pasien. Anamnesis berisi identitas penderita, keluhan utama, riwayat penyakit dahulu, riwayat pribadi, riwayat keluarga serta anamnesis sistem. Anamnesis sendiri dibagi dua, yaitu: auto anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab dengan penderita sendiri atau secara langsung, kemudian hetero anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab dengan orang yang dekat dengan pasien yaitu kepada orang tua/keluarga bayi/anak yang diperiksa. Pada kondisi ini penulis menggunakan metode hetero anamnesis.

Dari anamesis yang dilakukan pada tanggal 08 maret 2008 diperoleh data data sebagai berikut:

a. Identitas Pasien:

Nama

: An. Fairus Ristin Iskarini

Umur

: 1 bulan 5 hari

Jenis Kelamin: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: -

Alamat

: Nogosari

Diagnosis Medis : Erbs Paralyse Dextra

b. Keluhan utama

Merupakan suatu keluhan yang mendorong penderita untuk mencari pertolongan medis. Keluhan utama pada pasien ini adalah Lengan kanan tidak dapat digerakkan.

c. Riwayat penyakit sekarang

Menggambarkan riwayat penyakit secara kronologis dengan jelas dan lengkap. Pada pasien ini didapatkan hasil Bayi lahir normal cukup bulan di bantu vacum dengan berat badan 2,9 kg dan panjang 48 cm. Posisi janin dalam kandungan presentasi bokong, sehingga lengan kanan keluar terakhir dengan posisi lurus tertarik. Ibu bayi merasakan ada kecacatan pada lengan kanan pasien karena tidak terlihat gerakan sadikitpun. 2 minggu kemuian di periksakan ke dokter saraf dan di rujuk ke fisioterapi.

d. Riwayat penyakit dahulu

Merupakan riwayat penyakit baik fisik maupun psikis yang pernah diderita sebelumnya. Pada pasien ini di dapatkan trauma positif (pada saat persalinan)

e. Riwayat pribadi

Berisi tentang riwayat penderita yang berhubungan dengan hobi atau kebiasaan yang dapat menjadi pemicu munculnya penyakit. Pada pasien ini di dapatkan pasien adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara.

f. Riwayat keluarga

Merupakan riwayat penyakit yang mempunyai kecenderungan herediter atau familiar, seperti diabettes mellitus, hipertensi, dan asthma bronchiale. Dalam anamesis ini tidak ditemukan adanya faktor keturunan. Pada pasien ini di dapatkan hasil tidak ada anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang sama.

2. Anamnesis sistem:

Anamesis sistem dilakukan agar memperoleh data mengenai sistem tubuh untuk melengkapi anamnesis. Dengan melakukan anamnesis gejala yang lazim pada masing-masing tubuh yang utama dari satu sistem kesistem yang lainya, mencoba mengidentifikasi masalah yang penderita sebelumnya tidak mengungkapkannya, maka keluhan-keluhan yang terlewatkan dapat ditambahkan. Anamnesis sistem yang dilakukan antara lain: kepala dan leher, sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem gastrointestinalis, sistem urogenetalis, sistem mukuloskeletal, sistem nevorum.

Dari pemeriksaan didapatkan data sebagai berikut:

a. Kepala dan leher

Ditanyakan apakah ada keluhan yang menyangkut kepala dan leher, seperti apakah ada nyeri kepala, apakah leher terasa sakit atau kaku, dan apakah ada gangguan pada telinga dan mata, dan sebagainya. Dari pemeriksaan diperoleh hasil tidak ada keluhan b. Sistem kardiovaskuler

Ditanyakan apakah pasien merasa berdebar debar atau ada nyeri dada. Dari pemeriksaan diperoleh hasil tidak ada keluhan

c. Sistem respirasi

Dari anamnesis ini dapat diketahui apakah pasien sesak nafas, batuk darah, dan batuk dahak. Dari pemeriksaan diperoleh hasil tidak ada keluhan

d. Sistem gastrointestinal

Dari anamnesis ini dapat diketahui apakah pasien merasa mual atau muntah, ada nafsu makan atau tidak, ada rasa kembung tidak, dan apakah buang air besar pasien lancar. Dari pemeriksaan diperoleh hasil tidak ada keluhan

e. Sistem urogenitalis

Dari sini dapat diketahui apakah buang air kecil pasien lancar, apakah pasien mampu menahan kencing, dan disertai sakit tidak. Dari pemeriksaan diperoleh hasil tidak ada keluhan

f. Sistem musculoskeletal

Ditanyakan apakah penderita merasa nyeri pada sendi dan ototnya serta apakah ada keterbatasan gerak. Dari pemeriksaan diperoleh hasil adanya kelemahan otot otot lengan kanan.g. Sistem nervorum

Dari sini iketahui apakah pasien merasa kesemutan pada daerah yang mengalami gangguan, apakah ada hypersensitif, dan apakah ada gangguan sensibilitas. Dari pemeriksaan diperoleh hasil tidak ada keluhan.

3. Pemeriksaan Fisika. Tanda tanda vital

Tanda tanda vital merupakan parameter tubuh yang meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu. Tanda tanda vital ini bagi fisioterapi sebagai dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya. Pemeriksaan vital sign ini dilakukan pertama kali saat pasien ke klinik fisioterapi dan setiap kali akan melakukan tindakan terapi.

Vital sign atau tanda-tanda vital terdiri dari :

1) Tekanan darah

Diukur dangan tensimeter. Tekanan darah dapat diukur di 2 tempat, yaitu di lengan atas (arteria brachialis) dan di paha (arteria poplitea), tapi lazimnya diukur di lengan atas. Tekanan darah yang normal antara 110/70 sampai 120/80 mmHg.

2) Denyut nadi

Pemeriksaan nadi pada umumnya dilakukan pada arteria radialis dengan menggunakan 3 jari secara palpasi. Tapi atas kepentingan tertentu, pemeriksaan nadi dapat dilakukan pada arteria femoralis, arteria dorsalis pedis, arteria temporalis dan lain lain.

3) Frekuensi pernapasan

Frekuensi pernapasan normal pada laki laki dewasa antara 12-16 kali per manit. Sedangkan pada wanita relative lebih cepat. Untuk anak-anak dapat sampai 40 kali per menit.

Macam-macam kelainan pernapasan :

a) Tachypnoea : pernapasan menjadi lebih cepat.

b) Bradypnoe : pernapasan melambat.

c) Dyspnoea : terjadi sesak napas.

4) Temperatur

Diukur dengan thermometer. Pengukuran dapat dilakukan secara axillair selama 15 menit, oral selama 5 10 menit, dan rectal selama 5 menit. Suhu badan normal adalah 360 C 370 C. Suhu badan lebih tinggi dari 370 C disebut DEMAM / FIBRIS / FEVER.

Menurut tinggi rendahnya suhu badan, demam dapat dibagi :

a) SUB FEBRILE : bila suhu badan di antara 370 C 380 C.

b) MODERATE FEBRILE : bila di antara 380 C 390 C.

c) HIGH FEBRILE : bila di atas 390 C.

Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil sebagai berikut :

1) Tekanan darah: Tidak dilakukan 2) Denyut nadi: 84x/menit

3) Frek. Pernapasan: 40 x/menit

4) Temperatur: 36,50CData-data lain

1) Berat Badan: 4 kg

2) Tinggi Badan: 56 cm

b. Inspeksi

Inspeksi ada 2, yaitu inspeksi statis (posisi pasien diam) dan inspeksi dinamis (posisi pasien beraktivitas). Dari inspeksi statis dapat dilihat alat apa saja yang terpasang pada tubuh pasien, apakah ada kelainan postur tubuh ataukah ada deformitas dan apakah ada bengkak. Sedangkan untuk inspeksi dinamis dapat diketahui apakah ada kelainan dalam berjalan, dan apakah ada keterbatasan gerak.

Statis

: Atrofi negatif, warna kulit lengan kanan normal atau sama dengan lengan kiri, tidak tampak gerakan sedikitpun pada sendi siku.

Dinamis : Gerakan pada sendi pergelangan tangan dan jari-jari masih ada.

c. Palpasi

Dari palpasi dapat ditemukan apakah ada nyeri tekan, ada pitting oedema, ada spasme atau tidak dan apakah ada perbedaan suhu lokal. Suhu lokal dalam batas normal, oedema negatif .

d. Perkusi

Dari pemeriksaan ini dapat diketahui apakah ada pembesaran atau pengecilan organ-organ dalam. Ada beberapa macam suara pada pemeriksaan perkusi :

1) Timpani : suara pada organ yang berongga, seperti lambung dan usus.

2) Pekak : suara di jaringan padat, yaitu pada otot.

3) Sonor : suara pada pulmo.

4) Redup : suara pada hepar.

Pemeriksaan ini tidak dilakukan karena dalam kasus ini tidak perlu dilakukan perkusie. Auskultasi

Dari auskultasi dapat diketahui apakah ada dahak pada pernapasannya, dimana letak dahaknya, dan apakah ada suara whiezzing atau tidak pada pola pernapasannya. Pemeriksaan ini tidak dilakukan karena dalam kasus ini tidak perlu dilakukan Auskultasi.

f. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Pemeriksaan gerak dasar sendi meliputi tiga pemeriksaan yaitu pemeriksaan gerak aktif, pemeriksaan gerak pasif dan gerak aktif melawan tahanan.

1) Gerak aktif

Pada pemeriksaan gerak aktif akan diperoleh informasi tentang Lingkup Gerak Sendi (LGS), ada tidaknya nyeri dan koordinasi gerak. Dalam pemeriksaan ini pasien melakukan gerak aktif berdasarkan petunjuk atau aba-aba dari terapis. Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil, saat terapis menggerakkan lengan kanan pasien, didapatkan hasil Full ROM untuk gerakan flexi extensi shoulder, flexi extensi elbow, flexi extensi wrist.2) Gerak pasif

Pada pemeriksaan gerak pasif diperoleh informasi tentang adanya nyeri lingkup gerak sendi dan bagaimana endfeelnya lunak atau keras. Dalam melakukan pemeriksaan ini pasien rileks dan yang menggerakkan adanya terapis. Pada pemeriksaan ini tidak dilakukan karena pasien belum mampu memahami instruksi dari terapis.3) Gerak aktif melawan tahanan

Pada pemeriksaan ini pasien bergerak aktif kemudian terapis memberikan tahanan dari gerakan yang dilakukan oleh pasien. Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah kekuatan otot penderita. Pada pemeriksaan ini tidak dilakukan karena pasien belum mampu memahami instruksi dari terapis.4. Pemeriksaan Spesifik

Pemeriksaan spesifik yaitu pemeriksaan yang lebih mengarah pada permasalahan pasien. Pada kasus ini pemeriksaan yang dilakukan dengan cara:

a. Pemeriksaan kekuatan otot diukur dengan penilaian menurut childrens Memorial Hospital (Mardiman, S. dkk. 1994).

X (kekuatan normal) bila ada kontraksi dan gerakan yang terjadi cukup kuat.

O (Nol) bila tidak ada kontraksi.

T (Trace) bila ada kontraksi namun tidak terjadi gerakan.

R (Reflek) bila gerakan yang terjadi merupakan reaksi reflek.

Pada pemeriksaan ini hasil yang didapatkan adalah :

1) MMT Shoulder dextra :

4) MMT Shoulder sinistra :a) Fleksor : O a) Fleksor : X b) Ekstensor : O

b) Ekstensor : Xc) Adduktor : O

c) Adduktor : Xd) Abduktor : O

d) Abduktor : X2) MMT Elbow dextra :

5) MMT Elbow sinistra :a) Fleksor : O a) Fleksor : Xb) Ekstensor : O b) Ekstensor : Xc) Supinator : O

c) Supinator : X d) Pronator : O

d) Pronator : X 3) MMT Wrist dextra :

6) MMT Wrist sinistra :a) Dorsi fleksor : R

a) Dorsi fleksor : Xb) Plantar fleksor : R

b) Plantar fleksor : X b. A T N R (Asymetric Tonic Neck Reflex)

Posisi

: Terlentang, kepala mid position

Lengan/tungkai lurus.

Stimulasi : Putar kepala kesamping

Reaksi : Ekstensi lengan dan tungkai homo lateral

Fleksi lengan dan tungkai heterolateral

Normar : Hingga umur 4 6 bulan. (Mardiman, S. dkk. 1994).Saat dilakukan stimulasi A T N R hasilnya adalah :

1) Ketika kepala ditolehkan ke kiri reaksi yang terjadi adalah fleksi tungkai kanan namun posisi lengan kanan tetap ekstensi. Sedangkan tungkai dan lengan kiri ekstensi.2) Ketika kepala ditolehkan ke kanan reaksi yang terjadi adalah fleksi tungkai kiri dan fleksi lengan kiri. Sedangkan tungkai dan lengan kanan ekstensi.c. S T N R (Symetric Tonic Neck Reflex) Posisi

: Terlentang, kepala mid position

Lengan/tungkai lurus.

Stimulasi : Fleksikan kepala

Reaksi : Lengan fleksi

Tungkai ekstensi

Normar : Hingga umur 4 6 bulan. (Mardiman, S. dkk. 1994).Saat dilakukan stimulasi S T N R hasilnya adalah tidak terjadi gerakan fleksi pada lengan kanannya.

d. Reflek tendon biceps brachii C5 dan C6

Fleksi sendi siku dengan mengetuk tendo m. Biceps (Snell, R. 1998). Pada pasien ini hasilnya negatif karena tidak ada gerakan fleksi elbow. B. Diagnosa Fisioterapi

Setelah melakukan beberapa pemeriksaan diatas, kita dapat menyusun masalah masalah yang dapat timbul dalam kondisi Erbs paralyse, antara lain:

1. ImpairmentKelemahan otot shoulder, elbow dan wrist, gangguan hand function pada tangan, gangguan sensorik (hiposensitif).2. Functional limitation Tidak tampak gerakan sedikitpun pada sendi siku 3. Disability Pasien tidak mampu beraktifitas dengan lengan kanannya sesuai usia dan kebutuhannya sehingga menghambat dalam pertumbuhan lengan pada khususnya, pasien masih berumur 1 bulan 5 hari hari maka Activity Daily Living (ADL) masih dibantu penuh.

C. Intervensi Fisioterapi

Setelah melakukan dan penetapan diagnosa penyakit maka tindakan fisioterapi selanjutnya adalah merencanakan terapi dan menetapkan jenis terapi apa yang akan dilakukan. Terapi yang akan dilakukan dapat ditujukan untuk mengatasi gejala dan tanda yang ditimbulkan oleh Erbs paralyse, tujuan dari terapi symptomatik pada kasus yang dikaji antara lain : 1. Meningkatkan kekuatan otot otot lengan yang mengalami paralyse, 2. Mengurangi spasme, 3. Mencegah atrofi, 4. Mencegah stiffnes, 5. Memaksimalkan gerak lengan kanan.

Dalam kondisi anak dengan Erbs paralyse umur 1 bulan 5 hari modalitas fisioterapi yang digunakan bisa dengan arus faradik, massage dan terapi latihan.D. Tujuan Fisioterapi1. Tujuan jangka pendek :

a. Mengurangi spasme

b. Mencegah atrofi

c. Mencegah stiffnes d. Meningkatkan kekuatan otot e. Memaksimalkan gerak lengan kanan 2. Tujuan jangka panjang :

a. Memaksimalkan tujuan jangka pendek

b. Mencegah komplikasi yang mungkin timbul.

E. Penatalaksanaan Fisioterapi

Pelaksanaan fisioterapi dilakukan sebanyak enam kali dimulai sejak tanggal 08 17 Maret 2008. Dalam kondisi anak dengan Erbs paralyse umur 2 minggu 5 hari modalitas fisioterapi yang digunakan bisa dengan arus faradik, massage dan terapi latihan.

1. Modalitas Arus Faradik

Metode yang digunakan adalah stimulasi secara motor point yaitu bahwa masing-masing otot berkontraksi sendiri sendiri dan kontraksinya optimal.

a. Persiapan tempat :

Sebelum pasien masuk, tempat terapi harus sudah siap dan dalam kondisi cukup cahaya, rapi, dan bersih serta sudah tersedia alatnya.

b. Persiapan alat :

Alat harus sudah ada saat pasien sudah masuk ruangan. Sebelum digunakan, terapis mengecek kabel, steker, kabel penghubung, tombol intensitas dalam posisi nol dan electrode harus cukup basah.

c. Persiapan pasien :

Posisi pasien rileks dan nyaman. Pada kasus ini posisi pasien tidur terlentang di bed dengan kepala diganjal bantal tipis hingga bawah bahu. Periksa area yang akan diterapi bersih dan kering serta periksa sensibilitas kulit. Bebaskan dari pakaian dan benda logam pada area yang di terapi.

d. Pelaksanaan terapi :

Setelah semua siap, alat dihidupkan, kemudian atur waktu 10-15 menit atau menurut kebutuhan pasien. Terangkan prosedur kepada pasien/orang tua pasien dan yakinkan bahwa terapi aman. Kemudian indifferent elektroda diletakkan di nerve trunk (cervical 7) aktif elektroda diletakkan di motor point otot otot lengan. Tingkatkan intensitas arus sedikit demi sedikit. Otot otot yang distimulasi adalah otot lengan sebelah kanan yang mengalami kelemahan, otot otot tersebut adalah grup fleksor shoulder, grup flexor extensor elbow, grup flexor extensor wrist, grup supinator, dosis masing masing otot yang berkontraksi 10 kali atau tergantung pasien. Bila terapi sudah selesai semua tombol dimatikan dan lepaskan elektroda dari pasien.

2. Massage

a. Tujuan dari massage

1) untuk mencerai beraikan perlengketan jaringan

2) stimulasi saraf sensoris yang akan menimbulkan reflek efek.

b. Pelaksanaan Massage

Massage yang dilakukan disini berupa stroking, effleurage dan friction. 1) Persiapan tempat

Sebelum pasien masuk, tempat terapi harus sudah siap dan dalam kondisi cukup cahaya, rapi, dan bersih serta sudah tersedia alatnya.

2) Persiapan alat

Terapis menyiapkan medium / pelicin berupa bedak atau baby oil dan handuk / tissue pembersih. Tangan terapis dibersihkan terlebih dahulu dengan air sabun dan dikeringkan dengan handuk atau tissue. Terapis juga harus bebas dari aksesoris-aksesoris yang dapat mengganggu dalam pelaksanaan terapi dan kuku terapis juga harus dipotong pendek untuk menghindari terjadinya goresan pada kulit pasien selama melakukan massage. 3) Persiapan Pasien

Posisi pasien rileks dan nyaman. Disini posisi pasien tidur terlentang dengan kepala diganjal bantal kecil hingga bawah bahu, daerah yang diterapi (lengan kanan) dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol atau air sabun dan dikeringkan dengan handuk, serta bebas dari pakaian atau hal hal yang mengganggu.

4) Pelaksanaan terapi

Posisi pasien tidur terlentang dan posisi terapis di sebelah sisi yang mengalami paralyse yaitu lengan sebelah kanan pasien. Sebelum massage di mulai, pelicin dituangkan ke telapak tangan kanan terapis terlebih dahulu. Terapis mulai melakukan massage dimulai dengan meratakan media pelicin dengan stroking yang diawali dari bahu sampai ujung jari dengan sentuhan yang halus dan irama yang pelan. Dilanjutkan dengan effleurage pada daerah bahu menuju pergelangan tangan, kemudian diteruskan kembali pada posisi permulaan dengan menggosok secara kuat. Selanjutnya dengan friction pada daerah pergelangan tangan menuju bahu dengan arah transversal dan otot-otot yang diterapi harus dalam keadaan terulur. Waktu pemberian massage sekitar 15 20 menit. Setelah selesai massage, daerah yang diterapi dibersihkan dari medium dengan menggunakan handuk atau tissue. 3. Terapi Latihan

a. Tujuan dari terapi latihan :

1) untuk meningkatkan tonus otot

2) menguatkan head control

b. Pelaksanaan Terapi Latihan

Terapi Latihan yang dilaksanakan disini adalah latihan gerak pasif. Latihan gerak pasif adalah suatu latihan yang menggunakan tenaga atau kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot.

Macam latihan gerak pasif yang dilakukan adalah : 1) Flexi Extensi Shouler Dextra

Posisi pasien tidur terlentang, tangan terapis memegang bahu dan pergelangan tangan kemudian gerakkan keatas dan kebawah.

Gambar 7. Flexi Extensi Shoulder (Jaeger, 1994)

2) Abduksi dan Adduksi Shoulder Dextra

Posisi pasien tidur terlentang dan rileks, tangan terapis memegang bahu dan pergelangan tangan, kemudian gerakkan lengan menjauhi dan mendekati tubuh.

Gambar 8. Abduksi dan Adduksi Shoulder (Jaeger, 1994)3) Flexi Extensi Elbow

Posisi pasien masih tidir terlentang, tangan terapis memegang bahu dan siku kemudian gerakkan tekuk dan lurus.

Gambar 9. Flexi Extensi Elbow (Jaeger, 1994)4) Flexi extensi Wrist

Posisi pasien tidur terlentang, tangan terapis memegang pergelangan tangan dan telapak tangan, kemudian gerakkan tekuk dan lurus pergelangan tangan.

Gambar 10. Flexi Extensi Wrist (Jaeger, 1994)F. Edukasi

Untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal maka diberikan edukasi kepada keluarga pasien. Edukasi yang diberikan berupa informasi singkat dan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh keluarga pasien. Hal ini dilakukan agar keluarga pasien termotifasi untuk melaksanakannya agar dapat membantu meningkatkan kekuatan otot. Edukasi yang dapat diberikan yaitu ibu bayi diajarkan untuk :

1) saat bayi tidur terlentang posisi lengan yang sakit ditekuk keatas, dan agar posisi tetap terpelihara, dapat menggunakan cara : pergelangan tangan bayi diikat dengan sehelai kain yang dikaitkan dengan peniti pada sprei.

2) Sedangkan pada posisi bayi saat tidur tengkurap kedua tangan ditekuk pada sisi samping tubuh bayi.

Adapun kedua posisi diatas berguna untuk menghilangkan peregangan saraf spinalG. Evaluasi Hasil Terapi

Evaluasi ini membandingkan keadaan sebelum dan setelah dilakukan terapi. Evaluasi ini merupakan upaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tujuan yang diterapkan dan sekaligus untuk menerapkan modalitas yang digunakan. Hal yang dievaluasi yaitu pemeriksaan kekuatan otot diukur dengan penilaian menurut childrens Memorial Hospital (Mardiman, S. dkk. 1994). Hasil akhir terapi (Tanggal 14 Maret 2008). Kekuatan otot diukur dengan penilaian menurut childrens memorial hospital dengan hasil pada tabel terlampir.BAB IV

PEMBAHASAN

Pengkajian perkembangan hasil terapi dilakukan untuk mengevaluasi pemberian terapi setelah enam (6) kali pelaksanaan. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan perubahan sebelum dan sesudah terapi.

Keluhan utama pasien ini adalah Lengan kanan tidak dapat digerakkan. Sesuai dengan pemeriksaan yang telah dilakukan pada pasien dengan kondisi Erbs paralyse, maka problematika fisioterapi yang ditemukan adalah 1. kelemahan otot shoulder, elbow dan wrist, gangguan hand function pada tangan, gangguan sensorik (hiposensitif) 2. pasien tidak mampu beraktifitas dengan lengan kanannya sesuai usia dan kebutuhannya sehingga menghambat dalam pertumbuhan lengan pada khususnya.Terapi dilakukan sebanyak 6 kali yang akan lebih efektif jika dilakukan setiap hari kecuali hari minggu. Pelaksanaan terapi terhitung sejak tanggal 8 Maret 2008 (T1) sampai dengan 14 Maret 2008 (T6) yang dilakukan dengan menggunakan modalitas arus faradik, massage dan terapi latihan sehingga diperoleh peningkatan dalam proses penyembuhan pasien tersebut. Arus faradik diberikan karena dapat merangsang kontraksi otot. Dengan adanya kontraksi otot maka sifat fisiologis otot terpelihara dan juga dapat melancarkan aliran darah. Pemberian arus faradik selain menimbulkan efek fisiologis juga menimbulkan efek terapeutik. Efek terapeutik dari pemberian stimulasi dengan arus faradik yaitu memfasilitasi kontraksi otot, melatih otot otot paralysis, mendidik kembali kerja otot, meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki aliran darah.

Massage yang diberikan adalah stroking, effleurage dan friction. Stroking bertujuan untuk meratakan media dan sebagai awal pembuka massage sebelum diberikan effleurage. Saat diberikan effleurage, aliran darah dalam pembuluh darah vena supervisial akan menjadi lebih cepat menuju jantung. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh gerakan mekanik yang dapat memeras pembuluh darah balik dan lymphe, adanya daya tekan dan dorongan dari gosokan tersebut serta adanya klep klep pada pembuluh darah balik yang menjaga agar cairan tersebut tidak dapat kembali. Dengan peningkatan kecepatan aliran pembuluh darah balik tersebut, secara tidak langsung aliran darah arteri juga akan menjadi cepat. Karena effleurage yang diberikan berupa gosokan yang kuat dan cepat, maka akan menimbulkan vasodilatasi yang mengakibatkan sirkulasi darah menjadi lancar, sehingga pemberian nutrisi dan oksigen ke jaringan menjadi lebih baik, begitu juga dengan pengeluaran sampah-sampah pembakaran dan membantu penyerapan exudat (cairan sampah inflamasi atau peradangan dan cairan sisa metabolisme), dan mengembangkan pemberian nutrisi pada semua jaringan. Sehingga dengan demikian dapat merelaksasikan otot yang membantu mempercepat proses penyembuhan. Friction bertujuan melepaskan perlengketan jaringan dan menguraikan struktur jaringan yang saling melekat.

Terapi latihan yang diberikan yaitu gerak pasif, gerak pasif disini dapat menambah gerak sendi. Pada saat akan terjadi kontraksi, darah akan bergerak melalui jaringan sehingga pada sendi akan terjadi penambahan nutrisi yang akan mengakibatkan elastisitas otot terjaga serta mencegah kontraktur dan kekakuan sendi. Hasil dari efek efek yang ditimbulkan oleh pemberian modalitas tersebut dapat dilihat melalui grafik berikut : Hasil Evaluasi kekuatan otot dengan penilaian menurut childrens Memorial Hospital, dengan hasil pada tabel terlampir.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Erbs paralyse dextra adalah sebuah kondisi dimana pasien tidak dapat menggerakkan lengan kanannya. Faktor penyebab Erbs paralyse atau yang biasa juga disebut dengan lesi plexus brachialis terjadi karena adanya kerusakan syaraf yang mengontrol gerakan lengan dikarenakan adanya injuri pada proses kelahiran pada bayi (www.historiadelamedicina.org/duchenne.htm) dapat juga oleh karena trauma dan mekanis : iritasi non traumata. Trauma pada plexus brachialis dapat disebabkan oleh karena luka tembus dislokasi akibat fraktur, atau akibat roda paksa tarikan. Kompresi pleksus brakhialis yang mekanik non traumata dapat disebabkan oleh karena keadaan klinik yang disebabkan oleh karena sindroma rongga servikal dorsalis (cervical dorsal autlet syndroma) yang meliputi sindroma pektoralis minor, sindroma kosto klavikula dan sindroma iga servical (kuntoro, H. 2008). Pada Erbs paralyse, problematika fisioterapi yang muncul adalah problem impairment yang berupa kelemahan otot otot lengan, gangguan hand function pada tangan, gangguan sensorik ( hiposensitif). Problem lain yang muncul adalah functional limitation yang pada kasus ini adalah tidak tampak gerakan sedikitpun pada sendi siku. Akan tetapi pada Erbs paralyse ini ditemukan adanya disability yang berupa pasien tidak mampu beraktifitas dengan lengan kanannya sesuai usia dan kebutuhannya sehingga menghambat dalam pertumbuhan lengan pada khususnya, disini pasien masih berumur 1 bulan 5 hari maka Activity Daily Living (ADL) masih dibantu penuh.

Treatment yang diberikan pada pasien dengan kondisi Erbs paralyse akan sangat membantu dalam penyembuhan pasien. Pemberian terapi dengan modalitas arus faradik, massage dan terapi latihan membantu meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan kemampuan fungsional pasien dengan lebih cepat. Untuk menunjang efektifitas terapi, fisioterapis memberikan home excercise program pada orang tua pasien. Edukasi yang diberikan berupa informasi singkat dan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh keluarga pasien. Hal ini dilakukan agar keluarga pasien termotifasi untuk melaksanakannya agar dapat membantu meningkatkan kekuatan otot. Edukasi yang dapat diberikan seperti : ibu bayi diajarkan untuk meletakkan lengan bayi yang terkena dalam sikap abduksi elevasi di atas bahu dengan tangan bersikap eksorotasi pada bayi yang tidur terlentang, sebaiknya lengan yang terkena diletakkan tegak lurus ke atas terhadap badan di sendi bahu, lengan bawah bersikap tegak lurus terhadap lengan atas sendi siku dan tangan diletakkan dalam posisi eksorotasi. Posisi itu dapat terpelihara dengan cara sebagai berikut : sehelai kain yang mempunyai kantong terisi pasir pada kedua sisinya diletakkan pada lengan bawah bayi. Posisi eksorotasi yang diperlukan untuk menghilangkan peregangan saraf spinal tersebut di atas dapat diatur dengan mengganjal sisi ulnar tangan dengan bantal kecil. Dengan demikian, pasien akan dapat kembali beraktivitas terutama yang berhubungan dengan lengan kanannya dengan lebih cepat dan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut yang diakibatkan oleh keterlambatan dalam penanganan.

Berdasarkan penatalaksanaan fisioterapi di atas, setelah dilakukan 6 kali terapi diperoleh hasil sebagai berikut : meningkatnya kekuatan otot 1. Shoulder dekstra pada group otot fleksor dari 0 (nol) menjadi R (Reflek), ekstensor dari 0 (nol) menjadi R (Reflek), adduktor dari 0 (nol) menjadi R (Reflek), abduktor dari 0 (nol) menjadi T (Trace). 2. Elbow dekstra pada group otot fleksor dari 0 (nol) menjadi R (Reflek), ekstensor dari 0 (nol) menjadi R (Reflek), supinator dari 0 (nol) menjadi T (Trace), pronator dari 0 (nol) menjadi T (Trace). 3. Wrist dekstra pada group otot dorsi fleksor dari T (Trace) menjadi R (Reflek), plantar fleksor dari T (Trace) menjadi R (Reflek).B. Saran Pada pasien dengan kondisi Erbs paralyse, hendaknya sesegera mungkin diberikan penanganan fisioterapi untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut dan mempercepat proses penyembuhan sehingga pasien secepat mungkin dapat melakukan aktivitas fungsionalnya terutama yang berhubungan dengan lengan kanannya sesuai usia dan kebutuhannya. Hendaknya keluarga pasien mau melakukan latihan di rumah seperti yang diberikan dalam home excercise program yaitu Ibu bayi diajarkan untuk :

1. saat bayi tidur terlentang posisi lengan yang sakit ditekuk keatas, dan agar posisi tetap terpelihara, dapat menggunakan cara : pergelangan tangan bayi diikat dengan sehelai kain yang dikaitkan dengan peniti pada sprei.

2. Sedangkan pada posisi bayi saat tidur tengkurap kedua tangan ditekuk pada sisi samping tubuh bayi.

Adapun kedua posisi diatas berguna untuk menghilangkan peregangan saraf spinal. Hal ini perlu diperhatikan karena akan membantu mempercepat proses penyembuhan sehingga diperlukan adanya kerjasama antara keluarga pasien dan fisioterapis. DAFTAR PUSTAKA

Alimah, S.; Pengantar Massage, Yogyakarta, 2000.Haryati, N.; Modul Praktikum Anatomi untuk Akademi Fisioterapi, Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, 2005, hal 5-6.Hudaya, P.; Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional Fisioterapi Satu (DP3FT 1), Akademi Fisioterapi Surakarta, 1996.Iqbal, M. (2007). Sistem Syaraf. Dikutip 22 Juni 2008, dari www.BiologiUMsistemsyaraf.comJaeger, L.; Home Program Intruction Sheets for Infants and Young Chilren, Therapy Skill Builders A division of Communication Skill Builders, 3830 E. Bellevue, Tucson-Anzona, 1994.

Kuntoro, H. P. (2003-2007). Aspek Fisioterapi Syndroma Nyeri Bahu. Dikutip 22 Juni 2008, dari www.fisiosby.comMardiman, S. dkk; Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional Fisioterapi Satu (DP3FT 1), Akademi Fisioterapi Surakarta Depkes RI, 1994.Priatna, H.; Pengantar Kuliah Exercise Therapy, Akademi Fisioterapi Surakarta, 1997. hal 3. R. Putz dan R. Pabzt; Atlas Anatomi Sobotta; Edisi 21, EGC, Jakarta, 2005.Sidharta, P.; Neurologi Klinis Dasar Dalam Praktek Umum, PT. Diana Rakyat, Jakarta. 1979.Sujatno, dkk; Sumber Fisis. Akademi Fisioterapi Surakarta Depkes RI, 1993.Snell, R. S.; Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. alih bahasa, Jan Tambajong, EGC, Jakarta. 1997.

Wale, J. O.; TidysMassage and Remedial Exercise In Medial and Surgical Condition, Tenth Edition. Bristol. JohnWright and Son LTD. 1961.

KLASIFIKASI LOKASI KERUSAKAN

Tipe Lengan Atas

Kerusakan

Pada C5 C6,

kadang C7

(48%)

Tipe Trunk-Radicular

Kerusakan

Pada C7

(29%)

Tipe Lengan Bawah

Kerusakan

Pada C8 Th1

(0,6%)

Tipe Ekstremitas Atas

Kerusakan

Pada C5 Th1 (23%)

PAGE