kristal bab i, ii, iii,iv,v

63
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang mineral baik itu susunan bentuk, sistematikanya, maupun pengklasifikasiannya. Kristalografi mengenai bentuk- bentuk kristal cukup rumit untuk dipahami dan di mengerti, apalagi dalam penggambaran diatas kertas, di dalam penentuan kandungan unsur simetrinya. Untuk lebih mengenal dan mendalami tentang kristal dituntut sekali pemahaman dan ketelitian yang cukup tinggi pada mahasiswa yang mempelajari dan berhadapan dengan mineral. Oleh karena itu fakultas teknik mineral khususnya jurusan tekhnik peertambangan menjadikannya sebagai mata kuliah dasar didalam pengenalan tentang mineral beserta komposisi bentuknya. Kristal merupakan bahan padat yang homogen dan bentuknya dibatasi oleh bidang-bidang tertentu yang merupakan bidang banyak, bentuk tersebut tertentu untuk tiap-tiap mineral. Bila kita tinjau defenisi ini kata demi kata akan diperoleh : - Bahan padat homogen, mengandung pengertian bahwa kristal tidak termasuk di dalamnya zat cair dan gas, tidak dapat diuraikan menjadi unsur lain oleh proses fisika. - Bentuknya dibatasi bidang-bidang tertentu yaitu bentuk kristal dibatasi oleh bentuk bidang yang tetap dan membentuk sudut pinggir yang tetap pula. V-41

Upload: shammy-devolution

Post on 16-Jan-2016

63 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

HN

TRANSCRIPT

Page 1: Kristal Bab i, II, III,IV,V

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang mineral baik itu susunan

bentuk, sistematikanya, maupun pengklasifikasiannya. Kristalografi mengenai

bentuk-bentuk kristal cukup rumit untuk dipahami dan di mengerti, apalagi dalam

penggambaran diatas kertas, di dalam penentuan kandungan unsur simetrinya.

Untuk lebih mengenal dan mendalami tentang kristal dituntut sekali

pemahaman dan ketelitian yang cukup tinggi pada mahasiswa yang mempelajari dan

berhadapan dengan mineral. Oleh karena itu fakultas teknik mineral khususnya

jurusan tekhnik peertambangan menjadikannya sebagai mata kuliah dasar didalam

pengenalan tentang mineral beserta komposisi bentuknya.

Kristal merupakan bahan padat yang homogen dan bentuknya dibatasi oleh

bidang-bidang tertentu yang merupakan bidang banyak, bentuk tersebut tertentu

untuk tiap-tiap mineral. Bila kita tinjau defenisi ini kata demi kata akan diperoleh :

- Bahan padat homogen, mengandung pengertian bahwa kristal tidak termasuk

di dalamnya zat cair dan gas, tidak dapat diuraikan menjadi unsur lain oleh proses

fisika.

- Bentuknya dibatasi bidang-bidang tertentu yaitu bentuk kristal dibatasi oleh

bentuk bidang yang tetap dan membentuk sudut pinggir yang tetap pula.

- Merupakan bidang banyak yaitu setiap kristal terdiri dari beberapa bidang

(polider)

- Bentuk kristal tertentu untuk tiap-tiap mineral yaitu bahwa setiap mineral

mempunyai bentuk kristal yang tetap (tertentu)

Kristal adalah suatu bentuk bidang yang dibatasi oleh bidang datar tertentu,

tersusun dari kimia tertentu akibat kekuatan antara atom yang melewati kondisi yang

cocok dari keadaan cair atau gas kebentuk padat.

Defenisi ini mengandung pengertian bahwa :

1. Suatu bentuk bidang banyak yang dibatasi bidang teratur .bentuk kristal

terdiri dari beberapa bidang datar. Setiap bidang terletak dan teratur terhadap

bidang lainnya.

2. Tersusun dari komposisi kimia tertentu akibat kekuatan atom yang

melewati kondisi yang cocok dari keadaan cair atau gas tetapi berbentuk

padat.Bidang-bidang tersebut tersusun teratur berupa benda padat dan terdiri

dari beberapa bidang datar.

V-41

Page 2: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Atas dasar ini munculah defenisi kristal yang baru selama tidak bertentangan

dengan ketentuan dari kristal umum. Defenisi ini dimaksudkan untuk keseragaman

pendapat yang disimpulkan dari beberapa literatur yang disebut defenisi komplikasi,

dari ketiga ketentuan tersebut yang mutlak diperlukan sesuatu mineral yang

mempunyai kristal.

1.2. Pengertian Kristal

Kata kristal berasal dari bahasa Greek, yang dibentuk dari 2 kata yang artinya

mendingin dan to congel yang artinya membeku , yang berarti membeku karena

pendinginan. Para philosofis Greek menganggap bahwa ice akan selalu berubah

kebentuk spesifiknya dan para temperatur normal, yaitu jika ditepatkan pada

temperatur yang sangat rendah.

Dalam sejarah perkembangan Kristalografi, banyak pendapat para ahli yang

mendefenisikan kristal secara berbeda-beda. Untuk keseragaman pendapat tersebut di

buat suatu kesimpulan yang disebut defenisi komplikasi, yaitu :

“ Kristal merupakan bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus

cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya

memenuhi hukum giometri, jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu

dn teratur”.

Bila ditinjau dari satu demi satu defenisi tersebut diatas mangandung

pengertian bahwa :

1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :

- Tidak termasuk didalamnya cair dan gas

- Tida-k dapat diuraikan ke senyawa lain yang lebih sederhana oleh proses

Fisika dan terbentuk oleh proses lain.

2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya

mengikuti hukum geometri :

- Jumlah bidang dari suatu kristal selalu tetap

- Macam (modal) bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap

- Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap

Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti

hukum-hukum di atas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak di bentuk oleh

proses alam (dibentuk secara laboraturium) maka zat atau bahan tersebut bukan

disebut sebagai kristal.

V-41

Page 3: Kristal Bab i, II, III,IV,V

1.3. Maksud dan Tujuan

1.3.1. Maksud

Maksud dari praktikum ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam memenuhi SKS pada mata kuliah praktikum kristalografi.

1.3.2. Tujuan

Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum Kristalografi ialah agar

mahasiswa mampu menentukan sifat, susunan, sistematik klasifikasi dari kristal itu

secara tepat. Disamping itu pelaksanaan praktikum ini bertujuan agar mahasiswa

mampu mengubah kristal dari bentuk 3 dimensi menjadi 2 dimensi dan sekaligus

dapat mengenal unsur-unsur simetri pada contoh-contoh mineral kristal serta mampu

menentukan sistem pada klas berdasarkan kandungan unsur-unsur simetri dan bentuk

dasar dan kombinasi atau kembaran kristal.

1.4. Aplikasi dibidang Pertambangan

Adapun aplikasi kristalografi dalam bidang geologi pertambangan berperan

penting, karena dalam ilmu pertambangan pengetahuan tentang kristal merupakan

ilmu dasar untuk pendalaman ilmu selanjutnya,seperti Petrologi. Dengan mempelajari

kristalografi kita dapat mengetahui genesa dari suatu dari suatu batuan yang akan kita

analisa dan kita dapat mengetahui komposisi dari batuan tersebut.

Jika kita telah mengetahui komposisi dari batuan tersebut maka kita akan

dapat mengetahui manfaat batuan tersebut untuk kebutuhan manusia serta dapat

meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Contohnya :

Bila kita ingin mengeksplorasi sumber energi maka kita harus mengetahui

identifikasi batuan yang berpotensi sebagai cadangan sumber energi serta kita sebagai

geologis harus dapat menceritakan genesa dari batuan yang kita analisa. Dalam

analisa batuan kita menggunakan kristalografi untuk mengetahui kandungan mineral

dalam batuan itu serta secara langsung kita dapat mengetahui komposisi dari mineral.

Dalam kegiatan praktikum kristalografi, mahasiswa dituntut untuk dapat :

1. Mengenal dan menguasai bentuk-bentuk kristal

2. Mendeskripsikan kandungan mineral simetri dari tiap bentuk kristal dan

mengklasifikasikannya berdasarkan mineral-hukum yang ada.

3. Menguasai “indices” dan dapat menghitung sudut antar bidang kristal

4. Membuat proyeksi streografis dari masing-masing klas kristal

5. Dapat mengenal mineral berdasarkan bentuk kristal

V-41

Page 4: Kristal Bab i, II, III,IV,V

BAB II

GEOMETRI KRISTALOGRAFI

2.1. Proses Pembentukan Kristal

Kristal terbentuk oleh adanya ikatan unsur-unsur kimia alam menurut

konfigurasi elektron dan dengan tekanan dan temperatur lingkungan pembentuknya.

Komposisi kimia dalam kristal sangat menentukan sifat fisik kimia meneral-mineral.

Pembentukan kristal dapat berbentuk ikatan-ikatan kimia. Susunan ikatan-ikatan

tersebut tergantung pada jenis dan macam unsur kimia setiap kristal. Jarak ikatan

struktur dalam kristal merupakan ikatan yang tertentu, bahkan membentuk lapisan-

lapisan berjarak teratur dan tersusun secara periodik. Susunan struktur dalam suatu

kristal dapat dilihat dengan jelas dengan menggunakan alat yang terbentuk, dan

diantaranya dengan menggunakan sinar-X. Proses pembentukan kristal dapat terjadi

dari perubahan fase (Fase Transformation) tertentu. Kristal terbentuk oleh adanya

ikatan unsur-unsur kimia alam menurut konfigurasi electron dengan temperatur

lingkungan pembentuknya. Proses pembentukan kristal dapat terjadi dari perubahan

fase (Phase transpormation) tertentu. Adapun perubahan – perubahan yang terjadi

antara lain :

a. Phase cair ke padat

Kristalisasi lelehan atau cairan sering terjadi pada skala yang sangat luas

dibawah kondisi alam ataupun industri. Sebagai contohnya adalah pembentukan

formasi batuan kristalin massive selama kondisi solidifikasi magmatik, pengendapan

lapisan garam yang tipis dibagian danau akibat penguapan. Batuan kristalin dapat

terbentuk pada 3 tahapan kristalisasi primer, principal dan residual.

Tahap Utama (primer)

Kristal terbentuk ditempat yang dalam pada kerak bumi dimana penurunan

temperatur berlangsung secara berlahan-lahan sehingga terbentuk kristal yang

besar dan sempurna. Pada tahap ini kristal dapat terbentuk secara bebas

karena ruang sekitarnya belum terisi zat padat kristal.

Tahap Prinsipil

Pada tahap ini proses pembentukan kristal terjadi tidak secara bebas karena

sebagian ruang sudah terisi zat padat kristalin dan bentuk kristal yang

terbentuk tergantung pada bentuk kristal yang lain.

Tahap Sisa Magma (residu)

V-41

Page 5: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Penurunan temperatur pada tahap ini terjadi tesangat cepat sehingga ion-ion

yang masih tersisa akan mengisi rongga-rongga atau celah yang masih tersisa.

Pada tahap ini yang biasanya terbentuk adalah kristal halus atau amorf.

b. Phase gas ke padat

Selama sublimasi., kristal dibentuk langsung dari uap menjadi padat tanpa

melalui phase cair. Bentuk kristal biasanya kecil dan kadang-kadang berbentuk

rangka (Skletal form). Sublimasi yang terjadi secara alami disebut “Dry Fissures”,

yang menghasilkan berbagai variasi mineral oleh pengendapan dan pendinginan gas.

Salah satu contoh yang diamati adalah pembentukan kerak sulfur pada kawah-kawah

gunung berapi yang masih aktif.

c. Phase padat ke padat

Proses ini dapat terjadi berbagai agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan

temperature (deformasi). Dalam hal ini yang berubah adalah struktur kristalnya,

sedangkan unsur kimia tetap.

2.2. Bentuk Kristal

Bentuk kristal di alam tak terhingga jumlahnya, tetapi dapat dibagi menjadi 6

atau 7 kelompok. Sebagai dasar pembagian kelompok itu, diambil perbandingan

poros kristalnya. Kristal yang berpotongan melalui satu titik dan yang letaknya

sedemikian rupa sehingga bidang datar yang terbentuk oleh dua garis tersebut

membelah kristal itu menjadi dua bagian yang simetris.

Gambar 2.1. Proses pembemtukan magma

V-41

Page 6: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Ke-6 atau ke-7 kelompok kristal atau minera kristal tersebut diberi nama

sebagai berikut : dengan catatan bahwa untuk selanjutnya dalam laporan ini hanya

akan disebut 6 sistem saja, karena mineral trigonal dicakup dalam minera heksagonal.

Sistem mineral

Sistem tetragonal

Sistem rombus

Sistem monoklin

Sistem triklin

Sistem heksagonal

Sistem trigonal

1. Sistem 6mineral, dinamakan demikian karena mempunyai bentuk paling

teratur dan tetap dan dikenal karena 3 porosnya yang sama panjangnya saling

tegak lurus. Kelompok ini terutama ialah bentuk :

Kubus yang dibatasi oleh enam bidang bujur sangkar yang paling

tegak lurus. Termasuk kedalam ini antara lain ialah mineral : pirit, galenit,

halit, kobaltit, fluorit, smaltit, argenit, borosin, scrartit, kuprit.

Oktahedron atau bidang 8, dibatasi oleh 8 segitiga sama sisi. Ini

terdapat antara lain pada : kromit, kobaltit, kuprit, flourit, frankklinit, galenit,

magnetit, pirit, spinel.

Rombododekahedron, atau bidang belah ketupat 12 yang dibatasi oleh

12 belah ketupat. Terdapat antara lain pada : kuprit, garnet, borasit, magnetit,

sfalerit.

Pentagondodekahedron, atau bidang segi 5 12 yang dibatasi oleh 12

segilima. Ini antara lain terdapat pada pirit, kobaltit, samaltit.

Tetrahedron, atau bidang 4, yang dibatasi oleh 4 buah segi tiga sama

sisi. Terdapat antara lain pada borasit, sfalerit, tetrahidrit.

2. Sistem tetragonal, mempunyai 3 poros yang saling tegak lurus dan dua

diantaranya sama panjang, sedangkan yang satunya lebih panjang atau lebih

pendek. Bentuk utama kelompok ini ialah

Piramid tetragonal, yang sesuai dengan mineralogy pada mineral

mineral, tetapi sebagai ganti segitiga sama sisi, mineral itu dibatasi oleh

segitiga sama kaki. Dan karena poros yang satu lebih panjang atau lebih

pendek dari pada poros lainnya. Piramid itu dapat berbagai bentuk dan bentuk

yang lain, semacam ini antara lain terdapat pada mineral mineral.

Batang, sedikit banyak mirip dengan kubus pada minera mineral.

Bidang sisinya yang ke atas terbentuk dari 4 segiempat dan kedua ujungnya

tertututup oleh segi empat. Seperti halnya piramida yang berbentuk batang ini

V-41

Page 7: Kristal Bab i, II, III,IV,V

pun dapat pula menjadi pendek (tertekan) atau memanjang (terletak)

bentuknya. Sering terlihat sebagai penutup kedua ujung batang itu sebuah

mineral yang duduk tegak lurus atau terputar 450.Ini merupakan suatu

kombinasi antara bentuk batang dengan piramida. Selain itu masih terdapat

banyak lagi kombinasi lainnya.

3. Sistem rombus, mempunyai juga 3 poros yang saling tegak lurus tetapi berbeda-

beda panjangnya. Bentuk yang paling terkenal dalam hal ini ialah :

Piramid rombus, yang dikelilingi oleh 8 buah segitiga bersisi tidak sama

bidang dasar mineral itu merupakan suatu belah ketupat, berbeda dengan

bidang dasar mineral yang telah di bicarakan sebelumnya, yaitu berbentuk

segi 4.

Batang rombus, dibatasi oleh 4 buah segi empat, yaitu kedua ujungnya

tertutup oleh berbentuk belah ketupat. Apabila poros pangkalnya lebih

panjang dibandingkan kedua poros lainnya, dan salah satu poros

horizontalnya lebih panjang, maka dapat dibayangi sebuah batang yang

berdiri dan dua buah batang yang datar menurutkan poros-porosnya yang

horizontal.

4. Sistem monoklin, memiliki 3 poros yang berbeda-beda panjangnya : 2

diantaranya bersilangan membentuk sudut miring, sedang yang ketiga berdiri

tegak lurus pada poros itu. Termasuk di kelompok ini antara lain adalah kristal

dari ortoklas.

5. Sistem triklin, mempunyai 3 poros yang berbeda-beda panjangnya yang ketiga-

tiganya saling membentuk sudut miring. Dalam mineral ini termasuk kristal dari

plagioklas.

6. Sistem kristal heksagonal, dapat dibedakan dari kristal sebelumnya karena tidak

mempunyai 3 poros, tetapi 4. Dari ke-4 poros itu hanya 3 porosnya yang terletak

pada suatu bidang datar yang saling membentuk sudut 600 : ke-3 poros itu sama

panjangnya. Yang ke-4 berdiri tegak lurus pada ke-3 poros lainnya dan dapat

lebih panjang atau lebih pendek. Bentuk terpenting dalam hal ini ialah :

Bentuk mineral, dibatasi 12 segitiga sama kaki.

Terdapat antara lain pada kwarsa, apatit.

Bentuk batang, sisi-sisi tegaknya terbentuk oleh 6 buah persegi

panjang yang ke-2 ujungnya tertutup oleh segi 6 yang teratur. Menunjukkan

suatu kombinasi antara bentuk batang dengan mineral. Pada setiap rusuk atas

batang ditepati oleh bidang mineral.

Rombohedron, atau bidang 6, dibatasi oleh 6 buah bidang belah

ketupat berbentuk sama. Karena namanya yang sesuai itu maka bentuk itu

V-41

Page 8: Kristal Bab i, II, III,IV,V

tidak termasuk kepada bentuk kristal yang rombus, bentuk yang termasuk

rombohedron ini dalam alam terdapat sangat banyak antara lain kalsit.

Skalenohedron, mirip mineral, tetapi garis batas tengahnya tidak

terletak pada satu bidang datar melainkan silang menyilang dan tinggi rendah.

Semua bentuk ini dapat saling berkombinasi, sama halnya seperti pada minera

kristal lainnya.

Ciri utama mineral ini ialah, bahwa dalam irisan melintang kristal itu selalu

dikenal adanya bentuk segi 6 sama sisi.

2.3. Sumbu dan Sudut Kristalografi

2.3.1. Sumbu

Dari keseluruhan bentuk kristal polihedral tersebut memiliki dua unsur utama

dalam suatu susunan salip sumbu, yaitu sumbu dan sudut kristalografi. Sumbu

kristalografi ialah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal. Kristal

mempunyai bentuk tiga dimensional sehingga mempunyai panjang lebar, atau tinggi.

Tetapi dalam penggambaran bentuk-bentuk kristal dalam bidang kertas yang

merupakan bentuk dua dimensional, sehingga digunakan suatu proyeksi orthogonal.

- Sumbu a ialah sumbu yang tegak lurus pada bidang kertas gambar kita.

- Sumbu b ialah sumbu yang horizontal terdapat bidang kertas kita.

- Sumbu c ialah sumbu yang vertikal tegak pada bidang kertas gambar kita.

2.3.2. Sudut

Sudut kristalografi ialah sudut yang terbentuk oleh perpotongan sumbu-sumbu

kristalografi, dan saling berpotongan pada titik potong yang disebut sebagai pusat

kristal.Kristal mempunyai bentuk tiga dimensional sehingga mempunyai panjang,

lebar dan tinggi, tetapi didalam penggambaran bentuk-bentuk kristal diatas kertas

merupakan bentuk dua dimensi, sehingga digunakan proyeksi orthogonal. Sudut

kristalografi adalah sudut yang dibentuk dari perpotongan berada pada pusat

Kristal.Suatu bentuk kristal terdiri dari 2 unsur utama dalam suatu susunan salib

sumbu, yaitu terdiri dari sumbu kristalografi dan sudut kristalografi. Sumbu

kristalografi ialah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal. Kristal

mempunyai bentuk 3 dimensional sehingga mempunyai panjang lebar, atau tinggi.

Tetapi dalam penggambaran bentuk-bentuk kristal dalam bidang kertas yang

merupakan bentuk 2 dimensional, sehingga digunakan suatu proyeksi orthogotonal.

- Sumbu a ialah sumbu yang tegak lurus pada bidang kertas gambar

kita.

- Sumbu b ialah sumbu yang horizontal terdapat bidang kertas kita.

V-41

Page 9: Kristal Bab i, II, III,IV,V

- Sumbu c ialah sumbu yang mineral tegak pada bidang kertas gambar kita.

Suatu kristalografi ialah struktur yang terbentuk oleh perpotongan sumbu-

sumbu kristalografi, dan saling berpotongan pada titik potong yang disebut sebagai

pusat kristal.

Gambar 2.2. Sumbu dan sudut Kristalografi

- Sudut α (alpha) ialah sudut yang dibentuk oleh sumbu b dan sumbu c.

- Sudut β (betha) ialah sudut yang terbentuk oleh sumbu a dengan c

- Sudut γ (gamma) ialah sudut yang terbentuk oleh sumbu a dengan

sumbu b.

2.4.Bidang kristal dan Bidang Simetri

2.4.1.Bidang Kristal

Bidang kristal adalah bidang yang membentuk kristal,atau sisi kristal bagian

luar. Koordinat atau simbol bidang kristal di tentukan oleh sudut tumpuannya

terhadap sumbu kristalografi. Untuk mendeterminasi suatu bentuk kristal dengan

poligon pembentuknya, di gunakan pasangan bidang yaitu bidang I ,II dan III yang

saling tegak lurus. Kemudian di geserkan ketengah kristal berimpit dengan titik pusat.

Bidang-bidang tersebut akan berpotongan dengan salip sumbu di titik A, B dan C

(lihat gambar 2.3).

a o b B

V-41

C

Page 10: Kristal Bab i, II, III,IV,V

A

Gambar 2.3. Posisi bidang kristal.

Jarak OA, OB dan OC di sebut parameter bidang dan OA :OB : OC di sebut

sebagai parameter ratio yang sering di singkat dengan a : b : c. Jika ke tiga sumbu

sama panjang maka di tulis dengan a, a, a (a), tetapi bila sumbu yang sama panjang

maka di tulis dengan a, a, c (a,c).

Ada beberapa cara untuk menerangkan (menuliskan) parameter ratio, di

antaranya yang paling umum di gunakan adalah simbolisasi Weisz dan Miller.

Simbol Weisz secara langsung menerangkan gambaran letak bidang terhadap

susunan salip sumbu. Panjang perpotongan pada sumbu yang di ukur di bagi dengan

satuan ukuran panjang. Sedangkan Miller membuat simbolisasi yang merupakan

kebalikan Weisz.

Miller membagi satuan bidang menjadi (hkl), di mana :

h = Satu per satuan panjang parameter pada sumbu a

k = Satu per satuan panjang parameter pada sumbu b

l = Satu per satuan panjang parameter pada sumbu c

Contoh : Bidang PQR adalah bidang satuan yang di pakai untuk menggambarkan

suatu bentuk kristal. Bidang HKL adalah sumbu bidang kristal.

L

2

R

1

3 K

1 Q

P 1

H3

Gambar 2.4. Sumbu bidang kristal

Simbolisasi Weisz :

= OH / OP : OK/ OQ : OL / OR

= (3/1)a : (3/1)b : (2/1)c

= 3a : 3b : 1c

Simbolisasi Miller

= OP/OH : OQ/OK : OR/ OL

= (1/3) : (1/3) : (1/2)

= (223)

V-41

Page 11: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Harga parameter ratio suatu bidang dengan kurung biasa di sebut dengan

“indices” : yaitu suatu garis bayangan yang di buat tegak lurus bidang analisa dan

menembus pusat kristal.

2.4.2. Bidang Simetri

Bidang simetri adalah bidang datar yang melalui pusat kristal dan dapat

membagi kristal dua bagian yang sama bagian yang satu merupakan pencerminan

bagian yang lain nya. Bidang simetri di notasikan dengan huruf P (plane) atau m

(mirrow)

a. Bidang simetri utama

Bidang simetri diagonal/intermediate/tambahan,Apabila bidang tersebut

hanya melalui sebuah sumbu utama kristal, sering di sebut dengan bidang simetri

diagonal yang di notasikan dengan huruf d.Apabila dua bidang tersebut melalui dua

sumbu utama kristal. Bidang simetri ini di bedakan menjadi simetri horizontal dengan

notasi h dan bidang simetri vertikal di notasikan dengan v. Dalam mempelajari

bentuk–bentuk kristal untuk mengenalnya dengan baik perlu diadakan

pengolompokan secara sistematis dari bentuk–bentuk krital itu sendiri .

1. Pengelompokan bentuk–bentuk kristal ke dalam mineral kristal

berdasarkan kepada perbandingan jumlah sumbu kristalografi dan nilai sumbu

C atau sumbu mineralogy. Atas dasar ketentuan tersebut dapat

dikelompokkan menjadi 7 sistem kristalografi . Penentuan kelas simetri

menurut Herman Mauguin untuk miineral :

a. Sistem Reguler :

Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu a (yang dimaksud sumbu a adalah

sumbu a, b, c, karena sumbunya sama panjang) mungkin

bernilai 4 atau 2 dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak

lurus sumbu a tersebut.

Bagian 2 : Menerangkan sumbu simetri bernilai 3. Apakah sumbu simetri

yang bernilai 3 juga bernilai 6 atau hanya bernilai 3 saja.

Bagian 3: Menerangkan ada tidaknya sumbu intermediate/diagonal.

2 dan ada tidaknya bidang simetri diagonal yang tegak lurus terhadap

sumbu diagonal tersebut. Bagian ini dinotasikan dengan : 2, 2, m atau

tidak ada. Angka menunjukkan nilai sumbu dan huruf m

menunjukkan adanya bidang simetri yang tegak lurus terhadap

sumbu intermediate.

b. Sistem tetragonal

Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 4 atau tidak

V-41

Page 12: Kristal Bab i, II, III,IV,V

bernilai dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumb c.

Bagian 2 : Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu lateral (sumbu a dan

sumbu c) dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus

terhadap sumbu lateral tersebut.

Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri yang tegak lurus terhadap

Sumbu mineralogy tersebut

c. Sistem Hexsagonal dan Trigonal :

Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c (mungkin 6, 6, 3, 3,) dan ada

tidaknya bidang simetri Horizontal yang tegak lurus sumbu tersebut.

Bagian 2 : Menerangkan nilai lateral (sumbu a, b, d) dan ada tidaknya

bidang simetri mineralogy yang tegak lurus.

Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simateri intermediate dan

ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu

intermediate tersebut.

d. Sistem Orthorhombic :

Bagian I : Menerangkan nilai sumbu a dan ada tidaknya bidang simetri

yang tegak lurus terhadap sumbu a tersebut.

Bagian 2 : Menerangkan nilai sumbu b dan a tidaknya bidang

simetri yang tegak lurus terhadap sumbu b tersebut.

Bagian 3 : Menerangkan nilai sumbu c dan ada tidaknya bidang

simetri yang tegak lurus terhadap sumbu c tersebut.

e. Sistem Monoklin

Hanya ada 1 bagian ialah menerangkan nilai sumbu b ada tidaknya

bidang Simetri yang tegak lurus sumbu b tersebut

f. Sistem Triklin

Sistem ini hanya mempunyai 2 kelas simetri yaitu :

Pertama : Mempunyai titik simetri.

Kedua : Tidak mempunyai mineral simetri

Contoh : 1. Klas Pinacoidal : 1

2. Klas Asymetric : 1

V-41

Page 13: Kristal Bab i, II, III,IV,V

BAB III

TATA CARA PENDISKRIPSIAN

3.1. Proyeksi

Ada dua jenis proyeksi yang harus diketahui dalam praktikum kristalografi ini,

akan tetapi dalam praktikum hanya digunakan proyeksi orthogonal. Berikut akan

diuraikan mengenai kedua proyeksi tersebut.

3.1.1. Proyeksi Orthogonal

Proyeksi orthogonal digunakan untuk mendapatkan gambar tiga dimensional

dari suatu bentuk kristal diatas bidang kertas. Pelukisan (penggambaran) tersebut

dapat dilakukan dengan cara berikut:

a. Penggambaran Salib Sumbu

Tabel 3.1. Pengambaran Salib sumbu sistem kristal

NO System

Kristal

Perbandingan

Sumbu

Sudut antar Sumbu

1 Isometric a : b : c = 1 : 3 : 3 a+ ^ bˉ = 300

2 Tetragonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+ ^ bˉ = 300

3 Hexagonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+ ^ 20ˉ = 200; d+^ bˉ = 400

4 Trigonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+ ^ 20ˉ = 200; d+^ bˉ = 400

5 Orthorombik a : b : c =

sembarang

a+ ^ bˉ = 300

6 Monoklin a : b : c =

sembarang

a+ ^ bˉ = 450

7 Triklin a : b : c =

sembarang

a+ ^ ˉ = 450; b+ ^ cˉ = 800

b. Penggambaran Bentuk Kristal

Cari semua simbol bentuk kristal (Indsches Miller) yang ada pada octanct I,

yaitu semua bidang yang memotong sumbu a+, b+, c+.

Untuk symbol tersebut ke Indische Weisz.

V-41

Page 14: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Plotkan seluruh parameter kesusunan salib sumbu, dan hubungan semua titik

yang bersesuaian sehingga membentuk garis-garis. Upayakan penarikan garis

dari semua garis dapat terkombinasikan sehingga titik potongnya menghasilkan

bidang-bidang semu dari bentuk yang diinginkan.

Bidang yang terbentuk diproyeksikan dengan cara simetri keberbagai octant.

Perjelas garis-garis rusuk kristal dan hilangkan garis Bantu yang dibuat

sebelumnya.

Lengkapi gambar tersebut dengan Indiches dan unsur-unsur simetrinya.

3.1.2. Proyeksi Stereografis.

Untuk mendapatkan cirri-ciri simetri yang lengkap pada suatu kristal maka

bentuk perspektif harus dikombinasikan dengan berbagai cara, salah satunya adalah

proyeksi sterografis.

Proyeksi stereografis dianggap sebagai proyeksi yang paling baik karena ini

mencakup proyeksi dari setengah bola. Bidang proyeksinya berupa lingkaran

equatorial yang mempunyai jari-jari sama panjang dengan jari-jari bola. Setelah

bidang datar proyksi diambil seperti bidang datar equatorial bola, garis khayal

digambarkan pada ujung-ujung proyeksi bola ke ujung selatan bola. Selanjutnya titik-

titik yang dihasilkan oleh pertemuan garis proyeksi bidang kristal dengan bidang

equatorial disebut sebagai Proyeksi stereografis.

Pengkonstruksian proyeksi stereografis dalam bentuk tersendiri (keluar dari

proyeksi bola), dapat dilakukan dengan menggunakan Wulf Net, paku payung, kalkir

dan jangka yaitu dengan cara sebagai berikut :

Letakkan kalkir diatas Wulf Net dan ikuti (lukis) lingkarannya diatas kalkir.

Setelah pusat kedua lingkaran dihimpitkan dengan paku payung., letakkan posisi

sumbu b (bidang 010 dan 010) pada diameter horizontal (kutup E W Wulf Net).

Hitung sudut antar pedion plane atau basalt pinacold, kemudian plotkan kedalam

kalkir sesuai dengan busur Wulf Net.

Hitung sudut antar bidang terhadap seluruh pedion plane, selanjutnya plotkan

dengan cara yang sama seperti point 3.

Bidang lainnya akan ditemukan berdasarkan “Hukum Kompilasi”, yang

merupakan perpotongan masing-masing garis busur lingkaran vertical dan

horizontal.

Sempurnakanlah proyeksi tersebut dengan melengkapi nilai-nilai simetri

kristalnya

3.2. Sistem Kristal

V-41

Page 15: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Penentuan sistem dari suatu bentuk kristal dapat dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

Amati bentuk kristal dan tentukan posisi sumbu utamanya (sumbu kristalografi).

Amati perbandingan sumbu a, b dan c.

Amati keteraturan dan jumlah bidang dari tiap kenampakan pada tiap sumbu

utama).

Cocokkan hasil dari pengamatan dengan tabel dihalaman selajutnya.

Tabel 3.2. Sistem kristalografi

NO System

Kristal

Perbandingan

Sumbu

Sudut antar Sumbu

1 Isometrik a : b : c = 1 : 3 : 3 a+ ^ bˉ = 300

2 Tetragonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+ ^ bˉ = 300

3 Hexagonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+ ^ 20ˉ = 200; d+^ bˉ = 400

4 Trigonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+ ^ 20ˉ = 200; d+^ bˉ = 400

5 Orthorombik a : b : c =

sembarang

a+ ^ bˉ = 300

6 Monoklin a : b : c =

sembarang

a+ ^ bˉ = 450

7 Triklin a : b : c =

sembarang

a+ ^ ˉ = 450; b+ ^ cˉ = 800

3.2.1. Sistem Isometrik

Gambar 3.1. Salib Sumbu Sistem Isometrik

V-41

c+

c-

b+

b-

a-a+

Page 16: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Sistem isometrik sering juga disebut dengan sistem regular, ada juga orang

yang menyebutnya dengan sebutan kubik, tesseral, atau juga yang menyebutnya

dengan tessular

Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem isometrik ini adalah sumbu a sama

dengan sumbu b sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem isometrik ini

yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan sudut β (sudut antara

sumbu a dan sumbu c) dan sama dengan sudut γ (sudut antara sumbu a dan sumbu b)

yaitu 90o.

Dalam hal cara penggambarannya, sistem isometrik ini memiliki perbandingan

sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu

sebesar 1 berbanding 3 dan berbanding 3.

Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang terbentuk

yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 30o.

Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a sama dengan sumbu b sama

dengan sumbu c, maka dalam apa yang mereka paparkan dalam buku mereka ini

mereka menyimpulkan a = b = c disebut juga dengan sumbu a.

3.2.2 Sistem Tetragonal

b-

Gambar 3.2. Salib Sumbu Sistem Tetragonal

Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem tetragonal ini yaitu sumbu a sama

dengan sumbu b tetapi tidak sama dengan sumbu c. Sumbu c bisa lebih panjang atau

lebih pendek. Jika sumbu c lebih panjang dari sumbu a dan sumbu b disebut bentuk

panjang (columnar). Dan jika sumbu c lebih pendek dari sumbu a dan sumbu b

disebut bentuk gemuk (stout).

Sudut kristalografi dari sistem tetragonal ini sama dengan sudut kristalografi

sistem isometrik yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan

V-41

c+

b+

a+

Page 17: Kristal Bab i, II, III,IV,V

sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) dan sudut γ (sudut antara sumbu a dan

sumbu b) yaitu sebesar 90o.

Dalam hal cara penggambarannya, sistem tetragonal ini memiliki perbandingan

sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu

1 berbanding 3 berbanding 3.

Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang terbentuk

yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 30o.

Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a sama dengan sumbu b tetapi

tidak sama dengan sumbu c. Maka dari pada itu, dalam buku ini mereka beranggapan

sumbu b dinotasikan dengan a, b merupakan simbol sumbu tambahan.

Sistem tetragonal termasuk semua kristal yang mana menunjukkan 3 (tiga) axes

yang tegak lurus, dua dari yang menunjukkan sama dan teletak pada permukan

horizontal. Termasuk masa dari cabang axes dan menunjukkan sebagai “a” axes.

Tegak lurus kepada permukaan dari cabang axes adalah prinsip atau sumbu “c”,

menunjukkan mungkin lebih besar atau lebih kecil kemudian “a” axes. Axes ini

menunjukkan membagi dua sudut diantar “a” axes dan intermediate axes. Mereka

menunjukkan sebagai axes “b”.

3.2.3. Sistem Hexagonal dan Trigonal

Gambar 3.3. Salib Sumbu Sistem Hexagonal dan Trigonal

Sistem hexagonal dan trigonal merupakan sistem kristal yang sama, yang

membedakan dari kedua sistem kristal ini adalah jumlah sisinya. Jumlah sisi sistem

hexagonal berjumlah 6 buah, sedangkan jumlah sisi sistem trigonal hanya 3.

Dalam sistem kristal ini yang membedakan dari sistem-sistem kristal lain yaitu

sistem ini memiliki empat buah sumbu. Dimana terdapat sumbu tambahan sebagai

sumbu utama yaitu sumbu d. Sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya.

Sumbu a, sumbu b, dan sumbu d masing-masing membentuk sudut 120o satu terhadap

yang lainnya. Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem hexagonal dan trigonal ini

V-41

b

-a2 +a2

b

+c

-c

-a1

+a1

+a3

Page 18: Kristal Bab i, II, III,IV,V

yaitu sumbu sama dengan sumbu b sama dengan sumbu d, tetapi tidak sama dengan

sumbu c.

Sudut kristalografi sistem hexagonal dan trigonal ini yaitu sudut α (sudut antara

sumbu b dan c) sama dengan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) sama

dengan 90o. Sedangkan sudut γ (sudut antara sumbu a dan sumbu b) sebesar 120o.

Dalam hal penggambarannya, sistem hexagonal dan trigonal ini memiliki

perbandingan sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan

sumbu c yaitu 1 berbanding 3 berbanding 6.

Dalam hal cara penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang

terbentuk yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 20o. Selain itu juga

terdapat sudut yang terbentuk antara sumbu d- dan b+ sebesar 40o.

Pada penggambaran sistem trigonal, ada hal yang membedakannya dari sistem

hexagonal yaitu bila sudah terbentuk bidang dasarnya kemudian dibuat segitiga

dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a disini ada tiga, yaitu a1, a2,

a3. Disini, sumbu c merupakan sumbu yang terpanjang. Sumbu utama yang horizontal

disebut sumbu a. Ketiga sumbu ini dapat dipertukarkan dalam penentuan posisi a1, a2,

a3. keempat sumbu ini tegak lurus dipermukaan sumbu utama horizontal dan disebut

sumbu c. Sumbu ini mungkin lebih panjang atau lebih pendek.

3.2.4. Sistem Orthormbic

Gambar 3.4. Salib Sumbu Sistem Orthormbic

Sistem ini memiliki tiga buah sumbu yang saling tegak lurus, tetapi memiliki

panjang yang berbeda. Axial ratio dari sistem orthorombic ini yaitu sumbu a tidak

sama dengan sumbu b dan tidak sama dengan sumbu c. Sudut kristalografinya sama

dengan sistem isometri dan tetragonal yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu

V-41

c-

b+b-

a-

a+

c+

Page 19: Kristal Bab i, II, III,IV,V

c) sama dengan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) sama dengan sudut γ

(sudut antara sumbu a dan sumbu b).

Dalam hal cara penggambarannya, sistem orthorombic memiliki perbandingan

sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu ketiganya

berbanding sembarang.

Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut yang terbentuk antar sumbu

yaitu antara sumbu a+ dan sumbu b- membentuk sudut sebesar 30o.

Dalam sistem orthorombic ini, Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), penggambaran

salib sumbunya sama dengan apa yang kita pelajari selama ini. Akan tetapi, mereka

menyebut sumbu a dengan brachyaxis, sumbu b dengan macroaxis, dan sumbu c

dengan vertical atau c axis.

3.2.5. Sistem Monoklin

Pada sistem monoklin ini memiliki tiga buah sumbu dan salah satu sumbunya

yang tegak luru terhadap yang lainnya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu b, begitu

juga sebaliknya sumbu b tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu ini tidak sama

panjang. Pada umumnya, sumbu c paling panjang dan sumbu b paling pendek.

Gambar 3.5. Salib Sumbu Sistem Monoklin

Axial ratio dari sistem monoklin ini yaitu sumbu a tidak sama dengan sumbu b

dan tidak sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem monoklin ini yaitu

sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan sudut γ (sudut antara

sumbu a dan sumbu b) sebesar 90o. Sedangkan sudut β (sudut antara sumbu a dan

sumbu c) tidak sama dengan sudut α dan sudut γ.

Dalam hal cara penggambarannya, sistem monoklin ini sama dengan sistem

orthorombic, yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c

yaitu ketiga sumbu ini berbanding sembarang. Selain itu, juga terdapat sudut yang

terbentuk antar sumbu yaitu antara sumbu a+ dan sumbu b- membentuk sudut 45o.

V-41

c+

b+

a+

α 450

Page 20: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Dalam sistem monoklin ini, Kraus, Hunt, Rumsdell (1959), penggambaran

salib sumbu yang mereka paparakan sama dengan apa yang telah kita pelajari

sekarang ini. Akan tetapi, mereka menyebut sumbu a dengan clinoaxis dan sumbu b

dengan orthoaxis.

3.2.6. Sistem Triklin

Gambar 3.6. Salib Sumbu Sistem Triklin

Sistem triklin ini memiliki tiga sumbu yang saling tegak lurus, dan panjang

masing-masing sumbunya tidak sama.

Axial ratio dari sistemtriklin ini yaitu sama dengan sistem ortorombic dan

sistem monoklin, dimana sumbu a tidak sama dengan sumbu dan tidak sama dengan

sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem triklin ini yaitu sudut α (sudut antara sumbu

b dan sumbu c) tidak sama dengan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) tidak

sama dengan sudut γ (sudut antara sumbu a dan sumbu b) sama dengan 90o.

Dalam hal cara penggambarannya, sama juga dengan sistem orthorombic dan

sistem monoklin yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b dan berbanding dengan

sumbu c yaitu ketiganya berbanding sembarang. Selain itu, juga terdapat sudut yang

terbentuk antar sumbu, yaitu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 45o. Dan juga antara

sumbu b- dan c+ sebesar 80o.

Seperti dua sistem yang sebelumnya, Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), juga

memaparkan dalam penggambaran sistem triklin ini sama dengan apa yang telah kita

pelajari sebelumnya. Akan tetapi, mereka menyebut sumbu a dengan brachyaxis,

sumbu b dengan macroaxis, dan sumbu c dengan vertical axis.

3.3. Jumlah Unsur Simetri

Untuk simetri yang diamati adalah sumbu, bidang dan pusat simetri. Cara

pembentukannya adalah sebagai berikut:

V-41

c+

c-

b+a-

b-

a+

Page 21: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya (lihat penenntuan sistem

kristal dan kelas simetri menurut Herman Mauguin), lakukan pengamatan

terhadap sumbu simetriyang ada.

Perhatikan ada tidaknya sumbu simetri tambahan, jika ada maka tentukan nilainya

dengan cara memutar kristal dengan memegang sumbu tambahan tersebut, dan

menjumlahkannya.

Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan sumbu simetri.

Amati bentuk kristal tersebut terhadap susunan salib sumbunya kemudian tentukan

ada tidaknya titik pusat simetri.

3.4. Kelas Simetri

Setelah dapat diketahui sistem dan kandungan (jumlah) unsur simetri dari

bentuk kristal yang diamati, maka kelas simetri dapat ditentukan dengan cara melihat

tabel pada lampiran 1, dan kemudian baru ditentukan dengan berdasarkan pada

kandungan unsur-unsur smetrinya, penggunaan ini menggunakan dua ketentuan yaitu

ketentuan menurut “Herman manguin” dan “schoenflis”.

3.4.1. Kelas Simetri Menurut Herman Mauguin

a. Sistem Isometrik

Bagian I : Menerangkan nilai sumbu utama, mungkin bernilai 2, 4, atau 4

Bagian II : Menerangkan sumbu tambahan pada arah (111), apakah

sumbu tersebut bernilai 3 atau 3.

Bagian III : Menerangkan sumbu tambahan bernilai dua atau tidak

bernilai, yang memiliki arah (110) atau arah lainnya terletak

tepat diantara dua buah sumbu utama.

b. Sistem Tetragonal

Bagian I : Menerangkan nilai sumbu c (mungkin bernilai 4 atau 4).

Bagian II : Menerangkan nilai sumbu horizontal.

Bagian III : Menerangkan nilai tambahan yang terletak diantara dua

sumbu utama lateral.

c. Sistem Hexagonal dan Trigonal

Bagian I : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 6, 6, 3 atau 3.

Bagian II : Menerangkan nilai sumbu utama horizontal (sumbu a, b dan d)

Bagian III : Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu tambahan yang

terletak tepat diantara dua sumbu utama horizontal berarah (1010).

d. Sistem Orthorombic

V-41

Page 22: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Terdiri atas tiga bagian yang dimulai dengan menerangkan nilai sumbu a, b, dan

c.

e. Sistem Monoklin

Terdiri dari satu bagian yaitu hanya menerangkan nilai sumbu b.

f. Sistem Triklin

Sistem triklin hanya mempunyai dua kelas simetri yang menerangkan ada

tidaknya pusat simetri.

Keseluruhan bagian tersebut diatas ( bagian I, II, III ) harus diselidiki ada

tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada

maka penulisan nilai sumbu diikuti dengan huruf m (bidang simetri). Di bawahnya,

kecuali untuk sumbu yang bernilai 1 ditulis dengan m saja.

Contoh :

6/m : Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang simetri yang tegak

lurus

3 : Sumbu inversi bernilai 3, tetapi terhadapnya tidak terdapat bidang simetri

yang tegak lurus

m : Sumbu yang dianalisa tidak bernilai (= bernilai 1) dan terhadapnya terdapat

bidang simetri yang tegak lurus.

3.4.2. Sumbu Simetri Menurut Scoenflish

1. Sistem Regular

Hanya dibagi atas dua bagian yaitu :

Bagian I : menerangkan nilai sumbu c, apakah bernilai 2, dan 4

- Jika bernilai 4 dinotasikan dengan huruf O (Oktahedral)

- Jika bernilai 2 dinotasikan dengan huruf T (Tetrahedral)

Bagian II : Menerangkan kandungan bidang simetri bila mempunyai

- Bidang simetri horizontal

- Bidang simetri vertikal

- Bidang simetri diagonal

Ketiganya dinotasikan dengan h

Bila mempunyai :

- Bidang simetri horizontal

- Bidang simetri vertikal

Keduanya dinotasikan dengan h

Bila mempunyai :

- Bidang simetri vertikal

- Bidang simetri diagonal

V-41

Page 23: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Keduanya dinotasikan dengan v

Bila mempunyai bidang simetri digonal bernotasikan dengan huruf d

Tabel 3. 4 . Kelas Simetri Menurut Scoenflish

NoKelas Simetri

Notasi

(Simbolisasi)

1 Ditragonal Pyramidal D4h

2 Tetragonal Bipyramidal C4v

3 Tetragonal Dispenoidal C4h

4 Asymetrik S4

5 Trigonal Rhombohedral C4

6 Ditrigonal Scalenohedral D3

V-41

Page 24: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Tabel 3.3. Herman Maugin Simbol

System (1) Class Name (2)AXES

Planes Center

Hermann- Maugin Symbols (3)

2-Fold

3-Fold

4-Fold

6-Fold

Isometric

 

 

Tetartoidal 3 4 - - - - 23

Diploidal 3 4 - - 3 Yes 2/m 3

Hextetrahedral 3 4 - - 6 - 4 3m

Gyroidal 6 4 3 - - - 432

Hexoctahedral 6 4 3 - 9 Yes 4/m 3 2/m

Tetragonal

 

 

 

Disphenoidal 1 - - - - - 4

Pyramidal - - 1 - - - 4

Dipyramidal - - 1 - 1 Yes 4/m

Scalenohedral 3 - - - 2 - 4 2m

Ditetragonal pyramidal

- - - - 4 - 4mm

Trapezohedral 4 - 1 - - - 422

Ditetragonal-Dipyramidal

4 - 1 - 5 Yes4/m 2/m

2/m

Orthorhombic

 

Pyramidal 1 - - - 2 - mm2

Disphenoidal 3 - - - - - 222

Dipyramidal 3 - - - 3 Yes2/m 2/m

2/m

Hexagonal

 

 

 

Trigonal Dipyramidal

- 1 - - 1 - 6

Pyramidal - - - 1 - - 6

Dipyramidal - - - 1 1 Yes 6/m

Ditrigonal Dipyramidal

3 1 - - 4 - 6m2

Dihexagonal Pyramidal

- - - 1 6 - 6mm

Trapezohedral 6 - - 1 - - 622

Dihexagonal Dipyramidal

6 - - 1 7 Yes6/m 2/m

2/m

Trigonal

 

 

Pyramidal - 1 - - - - 3

Rhombohedral - 1 - - - Yes 3

Ditrigonal Pyramidal

- 1 - - 3 - 3m

Trapezohedral 3 1 - - - - 32

Hexagonal Scalenohedral

3 1 - - 3 Yes 3 2/m

Monoclinic

 

Domatic - - - - 1 - m

Sphenoidal 1 - - - - - 2

Prismatic 1 - - - 1 Yes 2/m

TriclinicPedial - - - - - - 1

Pinacoidal - - - - - Yes 1

V-41

Page 25: Kristal Bab i, II, III,IV,V

3.5. Penentuan Bentuk Kristal

1. Sistem Kubus

Sistem kubus ini adalah sistem kristal yang paling simetri dalam ruang tiga

dimensi. Sistem ini tersusun atas tiga garis kristal berpotongan yang sama panjang

dan sama sudut potong satu sama lain. Sistem ini berbeda dengan sistem lain dari

berbagai sudut pandang. Sistem ini tidak berpolar seperti yang lain, yang

membuatnya lebih mudah dikenal.Sistem ini sering juga disebut dengan sistem

isometrik. Kata isometrik berarti berukuran sama, terlihat pada struktur tiga

dimensinya yang sama simetri. Sedangkan sering dinamakan sistem kubus karena

bentuk umum dari kristalnya berstruktur seperti kubik.

2. Sistem Hexagonal

Sistem hexagonal merupakan sistem yang memiliki banyak aksial, yang berarti

ini didasarkan pada satu sumbu utama, dalam kasus ini oleh enam. Sistem hexagonal

sekilas nampak seperti tetragonal. Sistem heksagonal memuat kelas yang merupakan

pencerminan dari sistem tetragonal, dengan enam sisi bidang pembatas kristal dengan

empat sumbu berpotongan.

Sistem heksagonal dan sistem trigonal tak serupa dengan lima sistem kristal

yang lain dalam hubungan antar perpotongan sumbu kristalnya. Sementara sistem

yang lain menggunakan tiga sumbu perpotongan kristal, sistem heksagonal dan

trigonal menggunakan empat sumbu berpotongan. Dengan enam sudut pada

bidangnya dan satu sumbu vertikalnya. Ketiga sumbunya memotong tegak lurus

terhadap sumbu utama kristal yang membujur vertical dan disebut a1, a2, dan a3.

Perpotongannya simetri membentuk sudut 120o antar bagian positif tiap sumbu. Pada

sistem ini tidak ada perbedaan antara sumbu positif dan negatif untuk setiap sumbu a

membuat sebuah sudut 60o antara perpotongan.

3. Sistem Trigonal

Sistem trigonal mempunyai tiga sisi perputaran sumbu. Meskipun hanya

memiliki tiga sisi putar sumbu, tapi simetri kristal terbentuk dari enam sisi

pembedaan. Meski termasuk dalm sistem heksagonal, kelas trigonal mengikuti jenis

kelas orthorombik dan menyerupai kubah, sphenoid, dan pinakoidnya sistem

monoklin.

4. Sistem Tetragonal

Sistem tetragonal mirip dengan sistem isometric. Perbedaanya, salah satu

sumbunya lebih panjang dari pada dua sumbu yang lain. Sumbu yang berbeda ini

V-41

Page 26: Kristal Bab i, II, III,IV,V

menjadi sumbu utama, yang disebut juga sumbu c. Sedangkan 2 sumbu yang lain

sama panjang dan disebut sumbu a dan a’.

5. Sistem Orthorombik

Pada sistem orthorombik, sumbu kristalnya berjumlah tiga buah yang

kesemuanya tidak sama panjang dan ketiganya saling berpotongan tegak lurus. Satu

sumbu memanjang vertical, yang disebut sumbu c. Sumbu satunya memanjang

kearah pengamat yang disebut sumbu a, juga disebut brachyaxis. Sumbu ketiganya

melintang dari kanan ke kiri yang disebut sumbu b atau macroaxis. Tidak ada sumbu

utama dalam sistem ini, karena itu setiap sumbu dapat dipilih sebagai sumbu vertical

atau c.

6. Sistem Monoklin

Sistem monoklin merupakan sistem simetri terbesar dengan hampir satu

banding tiga dari seluruh mineral termasuk kedalam salah satu kelas dalam sistem ini.

Sistem ini terdiri dari dua sumbu tak sama panjang (a dan b) yang saling berpotongan

tegak lurus dan sebuah sumbu c yang condong terhadap sumbu a. Sumbu a dan c

melintang pada satu bidang. Keduanya tidak saling tegak lurus.

7. Sistem Triklin

Pada sistem ini, semua kristalnya memiliki tiga sumbu kristal tak sama panjang

dan saling berpotongan tetapi tidak saling tegak lurus. Sumbu tersebut dinamai

seperti pada sistem orthorombik yaitu a, brachyaxis; b, makroaxis; dan c, vertical

axis. Sumbu c membujur vertical, sumbu b melintang dari kiri ke kanan, dan sumbu a

melintang menuju pengamat.

3.6. Indeks Miller dan Weisz

Indeks bidang kristal adalah perotongan antar sumbu utama kristal dengan salah

satu bidang kristal yang menghadap ke depan yang menjadi pengamat. Indeks bidang

kristal ada dua jenis yaitu:

Indeks weisz dengan perbandingan: sb a/1: sb b/1: sb c/1

Indeks miller dengan perbandingan: 1/sb a: 1/ sb b: 1/sb c

V-41

Page 27: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Contoh pada gambar

C+ Keterangan:

OA = sb a= 1

a- OB = sb b= 1

OC = sb c= 1

b- O b+

a+

c+

Gambar 3.7. Indek Miller dan Weisz

Indeks weisz = sb a/1: sb b/1: sb c/1= 1/1: 1/1: 1/1= 111

Indeks Miller = 1/sb a: 1/ sb b: 1/sb c

= 1/1: 1/1: 1/1= 111

3.7. Contoh Mineral

Setiap satu bentuk kristal merefleksikan satu mineral tertentu, dengan kata lain

setiap mineral memiliki bentuk kristal tertentu. Jika bentuk kristal berubah maka

susunan atom-atom juga berubah berarti nama mineral juga berubah.

Untuk menentukan contoh mineral dari suatu bentuk kristal, dapat kita lakukan

dengan berpedoman kepada literatur (texk book) yang ada atau dapat pula dilakukan

menggunakan tabel pada lampiran 1 tetapi sebaiknya dihindari.

Adapun contoh mineral dari 7 sistem kristal adalah sebagai berikut :

3.7.1.  Sistem orthorombik

Memiliki 3 sumbu, yang membentuk sudut 90° atau saling tegak lurus dengan

lainnya. Sedangkan panjangnya dari sumbu tidak sama, sumbu A adalah sumbu

terpendek, sumbu B sumbu menengah dan sumbu C merupakan sumbu terpanjang.

Sumbu menengah disebut sumbu makaro dan sumbu terpendek disebut sumbu brakhia.

Kesimetrian dari sistem ortorombik memiliki simetris seperti :

V-41

Page 28: Kristal Bab i, II, III,IV,V

• 3 bidang simetri-bidang-bidang sumbu

• 3 sumbu simetri diagonal-sumbu-sumbu kristalografi pusat simetri

Contoh mineral yang termasuk dalam sistem kristal ortorombik, seperti topaz,

olivin, barit, sulfur, natrolite, dan lain-lainnya.

Natrolite Topaz Olivin

Gambar 3.8. Contoh mineral pada sistem orthorombik

3.7.2. Sistem Triklin

Sumbu-sumbu tidak membentuk sudut 90°, satu dengan yg lainnya tetapi

membentuk sudut bermacam-macam. Mineral yang terpenting dalam sistem ini

adalah mineral dalam kelompok plagioklas dan mineral kianit sebagai mineral

metamorfik.

V-41

Page 29: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Oligoklas Kyanite Microline

Gambar 3.9. Contoh mineral pada sistem Trinklin

3.7.3. Sistem Monoklin

Sumbu-sumbu kristalografi dalam sistem ini, yaitu sumbu a, b dan c. Sumbu b

dan c juga sumbu a dan b membentuk sudut 90°. kesimetrian dari sistem triklin

dalam kelas holohedral menghasilkan elemen-elemen simetri, seperti :

•1 bidang simetri --- dibentuk sumbu a dan c.

•1 sumbu simetri diagonal, yitu sumbu b kristalografi.

•1 pusat simetri

Contoh mineral yang termasuk dalam sistem ini; ortoklas, augit, hornblede,

muskovit, klorit dan masih banyak lagi.

Muscovite Gypsum Mesolite

Gambar 3.10. Contoh mineral pada sistem Monoklin

3.7.4. Sistem tetragonal

Sumbu-sumbu kristalografi memiliki 3 sumbu, yaitu a, b dan c dimana ketiga

sumbu tersebut saling tegak lurus sesamanya. Sumbu horizontal a dan b saling tegak

lurus dan sama panjangnya, sehingga penamaan sumbu-sumbu tersebut sering

menjadi sumbu a 2 sebagai sumbu b dan sumbu a 1 sebagi sumbu a. Kesimetrian

yang dibangun oleh elemen-elemen dalam kelas holohedral, yaitu :

•5 bidang simetri ---- 3 bidang sumbu dan 2 bidang diagonal.

•1 sumbu simetri tetragonal

V-41

Page 30: Kristal Bab i, II, III,IV,V

•4 sumbu simetri diagonal

•1 pusat simetri

Yang termasuk ke dalam sistem kristal ini yaitu zirkon, kasiteril, Scapolite,

kalkopirit,rutil, dll.

Zirkon Scapolite Ruti

Gambar 3.11. Contoh mineral pada sistem Tetragonal

3.7.5. Sistem kubik

Memiliki 3 buah sumbu yang sama panjangnya dan membentuk sudut 90°

atau saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Sumbu – sumbu itu sendiri sering

diberi nama a 1, a 2, dan a3. Sistem ini memiliki 3 buah kelas, dimana setiap kelas

memiliki unsur-unsur simetri yang berbeda-beda seperti :

a.Kelas Spinel atau Holohedral, dimana unsur – unsur simetrinya, yaitu

•9 Bidang Simetri

•6 Sumbu simetri diagonal

•4 Sumbu simetri trigonal

•3 Sumbu simetri tetragonal

•1 Pusat simetri.

Contoh mineral dalam kelas ini adalah magnetit, spinel dan intan yg

merupakan oktahedron.

V-41

Page 31: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Magnetite Spinel Diamond

Gambar 3.12. Contoh mineral pada sistem Kubik

b.Kelas Pirit, unsur – unsur simetrinya yaitu :

•3 Bidang Simetri – bidang – bidang sumbu.

•4 Sumbu simetris trigonal.

•3 sumbu simetri diagonal.

•1 Pusat Simetri

Contoh mineral yang khusus dalam untuk kelas ini adalah mineral pirit.

Pirit Zink blende

Gambar 3.13. Contoh mineral khusus pada phyrite

V-41

Page 32: Kristal Bab i, II, III,IV,V

3.7.6. Sistem Heksagonal

Memiliki 3 sumbu horizontal yg bisa diberi nama a 1, a2, dan a3. Sudut yg

dibentuk dari positif sampai ke positif adalah 120° dan memiliki sudut yang sama

besarnya. Kesimetris dari kelas holohedral yg disusun oleh elemen – elemennya

sebagai berikut:

•7 bidang simetri.

•1 Sumbu simetri heksagonal.

•6 Sumbu simetri diagonal.

Contoh mineral yang termasuk dalam sistem ini adalah apatit, beril, kuarsa-

temperatur tinggi, dan lain-lain.

Apatite Kuarsa Beryl

Gambar 3.14. Contoh mineral pada sistem Heksagonal

3.7.7. Sistem Rombohedral (Trigonal)

Memiliki 3 sumbu horizontal yang sama panjangnya dan membentuk

sumbu horizontal yg sama panjangnya dan membentuk sudut tidak saling

tegak lurus atau 90°. Sebuah sumbu tegak lurus disebut dengan sumbu c yang

V-41

Page 33: Kristal Bab i, II, III,IV,V

berbeda panjangnya. Kesimetrian yg dimiliki oleh sistem ini adalah sebagai

berikut:

• 3 Bidang simetri – tiga bidang sumbu vertikal

• 1 Sumbu simetri trigonal.

• 1 Pusat simetri.

Yang termasuk contoh mineral adalah sistem kristal ini adalah kalsit

dolomit,turmalin,

Tourmaline Dolomit Kalsit

Gambar 3.15. Contoh mineral pada sistem Trigonal

V-41

Page 34: Kristal Bab i, II, III,IV,V

BAB IV

PENDESKRIPSIAN SISTEM KRISTAL

4.1. Sistem Kristal Isometrik (Reguler)

Gambar 4.1. sistem Isometrik

Sistem ini sering disebut sebagai sistem regular, yang biasanya disamakan

dengan cubic atau tessuler, dengan ketentuan-ketentuan di dalam penggambarannya .

Sumbu a = b = c

Sudut α = β = γ = 900

Karena sumbu a sama panjangnya dengan sumbu b dan sumbu c, maka sering

kali disebut dengan sumbu a.

Cara melukisnya

a+ ^ b- = 300 antara a+ dan b- dibuat 300

a : b : c = 1 : 3 : 3 perbandingan panjang sumbu a dengan b dan c 1: 3 : 3

V-41

c-

b+b-

a-

a+

C+

300

Page 35: Kristal Bab i, II, III,IV,V

4.2. Sistem Tetragonal (Quadratic)

Gambar 4.2. sistem Tetragonal

Dengan ketentuan-ketentuan di dalam penggambarannya

Sumbu a = b ≠ c

Sudut α = β = γ = 900

Karena sumbu a sama panjangnya dengan sumbu b sering disebut sebagai

sumbu a. sumbu c ;ebih panjang terhadap sumbu a dan b disebut colemnar/panjang

disebut bentuk Stout/gemuk.

Cara melukisnya : a+ ^ b- = 300

a : b : c = 1 : 3 : 6

perbandingan antara sumbu a dan b atau c disebut 1 : 3 : 6.

Bagian panjang satuan ketentuam c6 di karenakan didalam mineral yang

dijumpai dalanm system tetragonal kebanyakan sumbu c lebih panjang terhadap

sumbu a atau pada sumbu b.

V-41

C+ C=

c-

b+b-

a-

a+

300

Page 36: Kristal Bab i, II, III,IV,V

4.3. Sistem Hexagonal dan Trigonal

Gambar 4.3. sistem Hexagonal dan Trigonal

Sumbu a = b = d ≠ c

Sudut β1 = β1 = β1 = 900

Sudut γ1 = γ2 = γ3 =1200

Sumbu a dan b beserta d letak dalam bidang yang horizontal dan membentuk

sudut 600. oleh karena panjang sumbu a sama dengan panjang sumbu b sama dengan

panjang sumbu d maka sering ketiga sumbu tersebut disebut dengan sumbu a.

Oleh karena itu sudut yang dibentuk disebutlah sudut yang dibentuk sumbu a

dan c. sumbu c tegak lurus sudut-sudut yang di bentuk horizontal yaitu sumbu a, b ,

dan d sumbu c mungkin lebih panjang maupun lebih pendek dari sumbu horizontal

tersebut dan sumbu ini mempunyai nilai enam (6).

Cara melukiskannya :

a+ ^ b- = 200, Sudut antara kedua a dan b sebuah sudutnya 20

b+ ^ b- = 400, sudut antara b dan d dibuat 40

V-41

C+

c-

b+b-

a-

a+

20040

0

a-40°0

Page 37: Kristal Bab i, II, III,IV,V

a : b : c = 1 : 3 : 6 perbandingan panjang sumbu b dengan sumbu d dengan cara

menarik garis sepanjang sumbu d sejajar dengan sumbu b sehingga memotong tempat

sumbu a.

4.4. Sistem Orthorombik (Rhombic)

Gambar 4.4. sistem Othorombik

Didalam system ini sering disebut system prismatic/rhombik, atau trimetic.

Adapun ketentuan-ketentuan dalam penggambaran system kristalnya adalah sebagai

berikut :

Sistem a ≠ b ≠ c ≠

Sudut α = β = γ

Panjang dari sumbu a tidak sumbu tidak sama dengan panjangnya sumbu dan

tidak sama dengan panjang sumbu c. Tetapi bila di jumpai bentuk kristal yang

demikian selalu sumbu c sebagai sumbu yang terpanjang (sumbu vertikal) dan sumbu

a adalah sumbu yang terpendek (sumbu brancy).

Sedangkan untuk sumbu b adalah merupakan sumbu yang panjangnya medium

atau sedang yang sering yang sering disebutnya dengan sumbu macro. Demikianlah

sumbu yang ada dalam sumbu rhombik.

Cara melukiskan :

a+ ^ b- = 300, sudut antara kedua a dan b sebuah sudutnya 20.

V-41

c-

b+b-

a-

a+

c+

30°

Page 38: Kristal Bab i, II, III,IV,V

a : b : c = sembarang, tetapi ada ketentuan bahwa sumbu c adalah sumbu yang

terpanjang dan sumbu a adalah yang terpendek.

4.5. Monoclin

Gambar 4.5. sistem Monoklin

Sistem ini sering disebut dengan oblique atau monosimetri atau

elinorhombic/hemiprismatik ataupun monoclinic ohedral. Adapun ketentuan-

ketentuan dalam penggambarannya yakni :

- Sumbu a ≠ b ≠ c

- Sudut α = γ = 900 ≠ β

- Dengan sumbu a disebut dengan dumbu clino

- Sumbu b disebut dengan sumbu ortho

- Sumbu c disebut dengan sumbu vertical

V-41

c-

b+b-

a-

a+

C+

40°

Page 39: Kristal Bab i, II, III,IV,V

4.6. Sistem Trinklin

Gambar 4.6. Sistem Triklin

Adapun ketentuan didalam penggambaran :

Sumbu a ≠ b ≠ c

Sudut α = β = γ = 900

Sumbu a dan b serta c saling berpotongan dan membentuk sudut miring yang

tidak sama besarnya.

Dengan sumbu a disebut sumbu branchy

Sumbu b sering disebut sumbu macro

Sumbu c disebut dengan sumbu vertikal

Cara melukisnya :

a+ ^ b- = 450

d- ^ b+ = 800

a : b : c = sembarang.

V-41

c-

a-

a+

C+

b-

b+

80°

45°

Page 40: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Perbandingan panjang sumbu a dengan panjang sumbu b serta sumbu adalah

sembarang.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dengan mempelajari dan melakukan praktikum tentang Kristalografi yang

menjadi bagian dari praktikum Kristalografi dan Mineralogi. Dapat saya ambil

kesimpulan bahwa betapa pentingnya untuk dapat mengenal, mengetahui dan

menguasai ilmu tentang kristal dalam studi Geologi. Karena kristal sendiri adalah

merupakan salah satu dasar yang paling penting dalam ilmu Geologi itu sendiri. Hal

tersebut dikarenakan oleh kristal menjadi salah satu dasar untuk mempelajari ilmu

tentang mineral yang akan dipelajari pada tahap selanjutnya. Jika tidak menguasai

dan mengenal tentang kristal, akan sangat sulit untuk selanjutnya memmahami

Mineralogi, dan mineral itu sendiri adalah pembentuk batuan, sedangkan batuan itu

adalah inti dari Geologi. Hal ini juga menyebabkan Kristalografi dan Mineralogi

menjadi syarat untuk dapat melanjutkan studi pada mata kuliah dan praktikum

Petrologi yang akan dipelajari selanjutnya.

Selama melakukan praktikum Kristalografi, praktikan diharapkan mampu

mengenal, mengklasifikasi, mendeskripsi serta menggambar sketsa dari masing-

masing ancer kristal yang ada, yaitu, Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal,

Orthorhombik, Monoklin serta Triklin. Dan tentu saja praktikan diharapkan mampu

untuk mengetahui defenisi dari kristal itu sendiri, proses-proses pembentukkannya,

dan juga mengetahui ancer-unsur yang ada pada kristal itu sendiri. Seperti sumbu

simetri, sudut simetri, dan juga bidang simetri. Selain itu praktikan juga harus

mengetahui aplikasi dari Kristalografi itu sendiri, khususnya dibidang Geologi.

Dalam praktikum Kristalografi yang dilakukan dilaboratorium Kristalografi

dan Mineralogi pada jurusan Teknik Geologi, Institut Teknologi Medan. Digunakan

proyeksi Orthogonal dalam melakukan penggambaran atau sketsa kristal. Metode

penggambaran ini dilakukan dengan menggunakan persilangan sumbu yang akan

menghasilkan sketsa tiga dimensi dari kristal. Penggambaran kristal dilakukan sesuai

dengan hasil deskripsi kristal yang telah dilakukan. Pendeskripsian dilakukan dengan

langkah-langkah menentukan jumlah ancer-unsur simetri, kelas simetri, simbolisasi

V-41

Page 41: Kristal Bab i, II, III,IV,V

Herman-Mauguin, simbolisasi Schoenflish, indeks Miller-Weiss serta menentukan

nama bentuk kristal dan contoh-contoh mineralnya.

Setelah mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, diharapkan

untuk kedepannya dalam mempelajari Mineralogi akan dapat lebih mudah dengan

memiliki dasar-dasar yang telah didapat pada Kristalografi.

5.2 Saran

Selama mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, telah banyak

yang dapat kita pelajari. Baik dalam hal ilmu tentang kristal itu sendiri pada

khususnya serta tentang aplikasi dan manfaatnya dalam bidang Geologi dan juga

dikehidupan sehari-hari.

Dalam melakukan praktikum Kristalografi, dapat kita sadari bersama ada

beberapa kekurangan yang cukup menghambat berjalannya proses praktikum. Salah

satu yang paling dapat dirasakan adalah kurangnya jumlah sampel (contoh) kristal

yang ada dilaboratorium Kristalografi dan Mineralogi. Maka diharapkan agar

kedepannya kekurangan tersebut dapat ditutupi sehingga proses praktikum yang

dilakukan dapat berjalan ancer. Dan satu hal lagi yang juga perlu diperhatikan adalah

waktu praktikum yang kadang tidak tepat pada waktunya. Diharapkan agar untuk

kedepannya kita dapat sama-sama untuk menjaga hal tersebut agar tidak terulang atau

paling tidak dikurangi. Dengan begitu diharapkan praktikum yang dilakukan dapat

lebih baik lagi. Namun pada dasarnya, diluar kekurangan-kekurangan yang ada.

Praktikum yang dilakukan sudah cukup baik. Dan tentu saja kita semua berharap agar

dapat terus lebih baik lagi dimasa depan.

V-41