bab i new
DESCRIPTION
proposalTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia terkenal sebagai salah satu negara swasembada pangan karena
keberhasilannya dalam program intensifikasi pertanian. Salah satu Propinsi yang
turut memberikan andil dalam supply produk-produk pertanian unggulan negeri
kita adalah Propinsi Jawa Timur. Jawa Timur mampu menghasilkan beberapa
komoditas pangan diantaranya adalah sektor tanaman pangan, perkebunan, dan
pertanian. Komoditi tanaman pangan yang utama adalah padi (beras) dan kedelai.
Komoditi padi/ beras memiliki output yang sangat besar dalam perekonomian
Jawa Timur yang mampu memenuhi konsumsi dalam negeri dan ekspor sebesar
17,75% produksi nasional (Data Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur, 2010).
Hasil identifikasi di wilayah Jawa Timur terdapat beberapa daerah yang
mempunyai potensi dalam bidang pertanian yang dapat dikelola oleh petani dan
mampu menyumbang komoditi pangan bagi Propinsi Jawa Timur khususnya,
maupun negara Indonesia pada umumnya. Daerah-daerah tersebut yakni
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Kediri, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten dan
Kota Malang, Kabupaten Situbondo, Kota Mojokerto, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten
Jember dan Kabupaten Tuban. Beberapa daerah tersebut dikenal sebagai sentra
penghasil padi di Jawa Timur. Kondisi tersebut membuktikan bahwa Jawa Timur
1
2
merupakan salah satu lumbung utama pangan khususnya beras di Indonesia (Data
Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur, 2010).
Upaya mempertahankan kualitas pertanian Indonesia sebagai negara
swasembada pangan dilakukan dengan berbagai usaha. Diantaranya dengan
menggunakan bibit unggul, melakukan pemupukan (terutama pupuk kimia), serta
pemberantasan penyakit dan hama tanaman menggunakan insektisida buatan
untuk membunuh hama dan serangga. Tujuan intensifikasi ini agar berhasil
mensejahterakan masyarakat dengan peningkatan hasil panen yang melimpah.
Penggunaan insektisida kimia, seperti obat semprot jenis rondaf pada
tanaman tidak mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dari segi lingkungan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran air dan tanah,
menghancurkan ekosistem mahluk hidup tertentu, mengganggu alur rantai
makanan, munculnya serangan hama sekunder serta mematikan mikroorganisme
yang berguna apabila penggunaanya tidak tepat (Wyuliandari, 2009). Kandungan
di dalam insektisida kimia berbahaya bagi keberlangsungan kelestarian
lingkungan. Zat kimia tersebut antara lain timbal, air raksa, siklodenia,
organofosfat, karmabat. Bahan kimia tersebut apabila digunakan dalam jumlah
dan dosis yang tidak tepat dapat menimbulkan pencemaran tanah dan air akibat
konsentrasi bahan kimia yang terlalu tinggi, selain itu adalah munculnya spesies
baru yang resisten terhadap insektisida, dan mengakibatkan munculnya berbagai
penyakit pada manusia akibat penggumpalan insektisida (Wyuliandari, 2009).
Berbagai jenis insektisida berbahan kimia tersebut banyak digunakan oleh
masyarakat karena mampu membasmi hama dari pada penggunaan insektisida
3
alami. Namun tidak mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan bagi
lingkungan di sekitarnya. Apabila hal ini terus dibiarkan tanpa penyelesaian dari
pihak-pihak terkait, maka kerusakan lingkungan akan semakin buruk. Selain itu
harga insektisida kimia yang semakin melambung juga harus diperhatikan dan
dipertimbangkan agar hasil panen petani dapat lebih optimal.
Salah satu dampak kerusakan lingkungan dapat kita lihat pada kondisi tanah
pertanian yang mulai mengalami penggerusan unsur hara dan penurunan Ph tanah
yang membuat tanah semakin keras serta tandus. Berbagai dampak tersebut
muncul sebagai akibat pemakaian pupuk kimia sintetis, insektisida kimia (rondaf)
dan obat-obatan kimia lain yang berlebihan. Berdasarkan hasil survei para ahli
pertanian, lahan-lahan pertanian di Indonesia 60 % dalam kondisi kritis dalam
arti unsur hara tanah di bawah kadar normal, yakni tinggal 1-2 %, hal ini secara
tidak langsung akan menurunkan hasil panen. Selain itu penggunaan insektisida
dan obat-obatan kimia yang bersifat racun akan membunuh serangga yang
berguna bagi tanaman, juga mikroorganisme tanah seperti cacing yang berperan
dalam kesuburan tanah, ganggang, jamur, cendawan dan bakteri lain (Winarso,
2005). Sehingga komponen yang bertahan dan mudah ditemukan justru serangga
penggangu. Hama pengganggu akan semakin ganas dengan cara berevolusi secara
genetik dan memiliki daya tahan yang jauh lebih hebat. Jadi mereka akan kebal
dengan penggunaan insektisida kimia dosis biasa yang berakibat pada naiknya
penggunaan dosis insektisida kimia pabrik. Secara otomatis kadar racun semakin
bertambah untuk dapat membasmi hama-hama pengganggu. Semakin lama siklus
kehidupan di dalam tanah yang tertinggal hanya endapan racun dari zat-zat kimia.
4
Kelompok tani di Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten
Magetan menggunakan insektisida kimia jenis rondaf dan phostoxin untuk
membunuh hama padi yakni walang sangit (L. oratorius), dan wereng yang
menyerang tanaman padi setelah berbunga dengan cara menghisap cairan bulir
padi yang menyebabkan bulir padi menjadi hampa atau pengisiannya tidak
sempurna. Di Indonesia walang sangit merupakan hama potensial yang pada
waktu tertentu menjadi hama penting dan dapat menyebabkan kehilangan hasil
mencapai 50 %. Populasi 100.000 ekor per hektar dapat menurunkan hasil sampai
25 %. Kualitas gabah (beras) sangat dipengaruhi serangan walang sangit dan
hama wereng, karena secara langsung menurunkan hasil, dan secara tidak
langsung menurunkan kualitas gabah (Syam M. et al., 2007).
Apabila penggunaan insektisida kimia ini terus menerus dilakukan, maka
alam tidak akan seimbang dengan kehidupan manusia, oleh karena itu diperlukan
kesadaran dari semua pihak khususnya petani untuk menggunakan insektisida
yang ramah lingkungan. Insektisida nabati (ABCDG3) menjadi alternatif pilihan
bagi petani. Insektisida nabati (ABCDG3) adalah insektisida yang bahan
dasarnya adalah tumbuhan, sehingga tidak mengandung bahan-bahan kimia serta
mudah terurai (biodegradable) di alam dan tidak mencemari lingkungan.
Insektisida nabati ini mampu mengatasi dan mengusir hama perusak tanaman
pertanian dan perkebunan umumnya seperti kutu, ulat, belalang, wereng, walang
sangit. Insektisida nabati(ABCDG3) relatif mudah dibuat dengan bahan dan
teknologi yang sederhana. Sehingga insektisida ini relatif aman bagi manusia dan
ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Insektisida nabati (ABCDG3)
terbuat dari bahan alami yang mengandung zat-zat pembasmi hama seperti
5
tembakau, kenikir, pandan, kemangi, cabe rawit, kunyit, bawang putih.
Penggunaan insektisida nabati (ABCDG3) tidak beresiko menyebabkan timbulnya
penyakit pada petani yang menggunakannya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas ditemukan beberapa masalah yang
dihadapi dalam bidang pertanian khususnya penanganan hama dan penyakit
tanaman padi diantaranya yaitu:
1. Munculnya hama walang sangit (L. oratorius) dan wereng yang
menyerang tanaman padi setelah berbunga dengan cara menghisap cairan
bulir padi yang menyebabkan bulir padi menjadi hampa.
2. Penurunan kuantitas hasil panen dan kualitas tanah akibat penggunaan
insektisida kimia yang berlebih ketika terjadi serangan hama seperti
wereng dan walang sangit.
3. Kurangnya kesadaran dan rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai
penggunaan insektisida nabati yang lebih ramah lingkungan.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas ditemukan beberapa batasan
permasalahan yang akan dibahas dalam proposal penelitian ini yaitu :
6
1. Insektisida kimia yang digunakan di kelompok tani Desa Simbatan
Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan.
2. Insektisida nabati (ABCDG3) sebagai substitutor insektisida kimia
( phostoxin dan rondaf) yang digunakan di kelompok tani Desa Simbatan
Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan.
3. Pengaruh penggunaan insektisida nabati terhadap peningkatan hasil panen
tanaman padi di kelompok tani Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi,
Kabupaten Magetan
D. Rumusan Masalah
Proposal penelitian ini memfokuskan permasalahan bagaimana pengaruh
penggunaan insektisida nabati (ABCDG3) yang ramah lingkungan sebagai
substitutor insektisida kimia (phostoxin dan rondaf) di kelompok tani Desa
Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan melakukan peningkatan
hasil panen tanaman padi?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh penggunaan insektisida nabati (ABCDG3) yang
ramah lingkungan sebagai substitutor insektisida kimia (phostoxin dan rondaf) di
kelompok tani Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan
dalam melakukan peningkatan hasil panen tanaman padi.
7
F. Kegunaan Penelitian
Terdapat beberapa kegunaan penelitian yang dilakukan ini, diantaranya
yakni :
a. Petani
Sebagai alternatif pilihan yang dapat digunakan oleh petani dalam menghadapi
berbagai dampak buruk penggunaan insektisida kimia pabrik terhadap
lingkungan dengan mengganti insektisida kimia menjadi insektisida nabati
berbahan dasar alami yang ramah lingkungan dan dapat memperbaiki kualitas
hasil panen.
b. Lingkungan
Sebagai upaya perbaikan untuk mengembalikan kualitas lahan dan
produktivitasnya, serta komponen-komponen ekosistem yang terkait sehingga
mampu tercipta alam yang balance untuk kehidupan manusia.
c. Pemerintah
Sebagai upaya untuk mendukung kemandirian masyarakat dan alternatif baru
dalam dunia pertanian khususnya untuk penggunaan insektisida yang lebih
ramah lingkungan yang aman digunakan dalam jangka waktu yang lama.
G. Definisi Istilah
Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam proposal penelitian ini
diantaranya yakni :
1. Insektisida kimia
8
Merupakan suatu jenis pembasmi hama tanaman khususnya serangga
yang dibuat oleh pabrik menggunakan bahan-bahan kimia sebagai
penyusunnya.
2. Insektisida nabati
Merupakan suatu jenis pembasmi hama tanaman khususnya serangga
dan terbuat dari bahan-bahan alami yakni tumbuhan yang memiliki
bahan-bahan pembasmi hama serangga yang menyerang tanaman padi.
3. Substitutor
Dapat diartikan sebagai pengganti atau solusi baru yang ditawarkan
untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul sebelumnya.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Pustaka
1. Insektisida Kimia
Insektisida kimia (rondaf dan phostoxin) merupakan pembasmi hama dan
penyakit yang menyerang tanaman khususnya serangga yang dibuat dari berbagai
zat-zat kimia atau non organik. Paradigma penggunaan insektisida kimia untuk
membasmi hama penyakit pada beberapa jenis tanaman sudah diterapkan
pemerintah pada masyarakat Indonesia khususnya petani sejak Indonesia mulai
mencanangkan program intensifikasi pangan untuk mencapai swasembada pangan
(Wyuliandari, 2009). Orientasi pemerintah untuk mencapai hasil yang maksimal
memaksa para petani penggarap lahan menggunakan jenis insektisida kimia agar
masalah hama dan penyakit tanaman dapat ditanggulangi.
Jenis insektisida yang digunakan merupakan tipe insektisida berdaya bunuh
tinggi sehingga mampu membunuh sebagian besar organisme yang dikenainya
(Usitani, 2009). Tidak luput pula dengan organisme yang bermanfaat yang hidup
berdampingan dengan organisme penggangu. Frekuensi penyemprotan insektisida
ini menjadi lebih intensif setiap minggu sepanjang musim tanam berdasarkan
program penyuluhan pemerintah yang terjadwal dengan sistem kalender, tanpa
memperhatikan ada tidaknya hama yang menyerang di lapangan.
Tanpa disadari kebijakan pemerintah yang mulai diterapkan secara intensif itu
membawa dampak buruk terhadap lingkungan. Tidak sedikit berbagai 10
10
permasalahan yang ditimbulkan akibat penggunaan insektisida kimia yang tidak
terkendali. Berbagai permasalahan itu diantaranya insektisida yang digunakan tanpa
prosedur yang tepat dan perlindungan mengakibatkan terjadinya keracunan pada
manusia saat insektisida digunakan, atau pun setelah melakukan penyemprotan.
Beberapa gejala akan muncul seperti gatal-gatal, muntah-muntah, kejang, bahkan
kematian apabila manusia tidak memperhatikan cara penyemprotan dan
perlindungan diri yang benar saat melakukan kontak langsung dengan insektisida
melalui kulit, mulut, dan pernafasan (Wyuliandari, 2009). Menurut World Health
Organization (WHO) paling tidak 20.000 orang per tahun mati akibat keracunan
pestisida buatan. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami dampak
yang sangat fatal seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan
penyakit liver. Salah satu contoh nyata dampak negatif penggunaan pestisida
berjenis insektisida ini adalah tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984.
Dimana bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang
memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000
orang dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Bagi
orang awam, dampak negatif penggunaan insektisida ini juga dirasakan apabila
residu racun dalam insektisida masih tertinggal dalam bagian tanaman yang
dikonsumsi manusia.
Selain memiliki pengaruh buruk terhadap manusia, penggunaan insektisida
kimia ini juga akan mengganggu keseimbangan lingkungan fisik dan biotik yang
menyebabkan kualitas lingkungan hidup menurun (Usitani, 2009). Residu yang
disemprotkan di tanah memungkinkan terbawa hembusan angin sehingga residu
11
yang mengandung racun ini akan terbawa dan mencemari berbagai biota lain yang
bukan sasaran dari insektisida ini. Jika insektisida ini sudah tercemar di dalam air,
partikel insektisida tersebut akan diserap oleh fitoplankton yang akan dikonsumsi
zooplankton. Kandungan insektisida yang ada di dalam fitoplankton ikut termakan.
Sifat persistensi yang dimiliki insektisida kimia menyebabkan konsentrasi di
dalam tubuh zooplankton meningkat hingga puluhan bahkan ratusan kali dibanding
dengan yang ada di dalam air. Bila zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-ikan
kecil, konsentrasi insektisida di dalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat
lagi. Demikian pula konsentrasi insektisida kimia di dalam tubuh ikan besar yang
memakan ikan kecil tersebut. Rantai konsumen yang terakhir yaitu manusia yang
mengkonsumsi ikan besar akan menerima konsentrasi tertinggi dari insektisida
tersebut. Kasus pencemaran lingkungan akibat penggunaan insektisida dampaknya
tidak segera dapat dilihat, sehingga sering diabaikan dan terkadang dianggap
sebagai akibat sampingan yang tak dapat dihindari.
Akibat pencemaran lingkungan ini juga berdampak terhadap organisme
biosfer sehingga dapat menyebabkan kematian dan menciptakan hilangnya spesies
tertentu yang bukan jasad sasaran (Kartasapoetra AG, 1993). Kehilangan satu
spesies dari muka bumi dapat menimbulkan akibat negatif jangka panjang yang
tidak dapat diperbaharui. Sering kali yang langsung terbunuh oleh penggunaan
insektisida adalah spesies serangga yang menguntungkan seperti lebah, musuh
alami hama, invertebrata, dan bangsa burung.
Penggunaan insektisida kimia ini juga berdampak pada munculnya resistensi
hama terhadap jenis insektisida yang digunakan. Munculnya resistensi sebagai
reaksi evolusi menghadapi suatu tekanan (strees). Karena hama terus menerus
12
mendapat tekanan oleh insektisida, spesies hama mampu membentuk strain baru
yang lebih tahan terhadap insektisida tertentu yang digunakan petani. Bahan-bahan
kimia dapat menyebabkan gejala-gejala visual spesifik seperti kekurangan unsur
hara (Winarso, 2005). Kekurangan unsur hara baik kekurangan atau keracunan
dapat membuat tanaman lebih sensitif terhadap gangguan iklim dan serangga.
Kadar N yang tinggi dapat menyebabkan tanaman sensitif terhadap stres air dan
peka terhadap serangan serangga (Winarso, 2005).
Di Indonesia, beberapa jenis hama yang diketahui resisten terhadap insektisida
antara lain hama kubis Plutella xylostella, hama kubis Crocidolomia pavonana,
hama penggerek umbi kentang Phthorimaea operculella, dan ulat grayak
Spodoptera litura. Demikian juga hama-hama tanaman padi seperti wereng coklat
(Nilaparvata lugens), hama walang sangit (Nephotettix inticeps) dan ulat penggerek
batang (Chilo suppressalis) mengalami peningkatan ketahanan terhadap insektisida.
Hal ini mendorong petani untuk semakin sering melakukan penyemprotan
sekaligus melipat gandakan dosis. Penggunaan insektisida yang berlebihan ini dapat
menstimulasi peningkatan populasi hama (Syam M. et al, 2007).
Penggunaan insektisida yang berlebihan juga berakibat fatal pada ledakan
populasi hama sekunder (Usitani, 2009). Seperti peristiwa yang terjadi di
Indonesia, dilaporkan pernah terjadi ledakan hama ganjur di hamparan persawahan
jalur Pantura Jawa Barat, setelah disemprot intensif pestisida Dimecron dari udara
untuk memberantas hama utama penggerek padi kuning Scirpophaga incertulas.
Penelitian dirumah kaca membuktikan, dengan menyemprotkan Dimecron pada
tanaman padi muda, hama ganjur dapat berkembang dengan baik, karena
13
parasitoidnya terbunuh. Munculnya hama wereng coklat Nilaparvata lugens setelah
tahun 1973 mengganti kedudukan hama penggerek batang padi sebagai hama utama
di Indonesia, mungkin disebabkan penggunaan pestisida golongan khlor secara
intensif untuk mengendalikan hama sundep dan weluk.
Fakta lain yang cukup fatal akibat penggunaan insektisida kimia di luar
ambang batas adalah masalah residu insektisida pada produk pertanian yang
dijadikan pertimbangan untuk diterima atau ditolak negara importir (Sudarmo S,
2005). Negara maju umumnya tidak mentolerir adanya residu insektisida pada
bahan makanan yang masuk ke negaranya. Produk pertanian Indonesia akhir-akhir
ini sering ditolak di luar negeri karena residu insektisida yang berlebihan. Media
massa memberitakan, ekspor cabai Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan
akhirnya dimusnahkan karena residu insektisida yang melebihi ambang batas.
Demikian juga produksi sayur mayur dari Sumatera Utara, pada tahun 1980 masih
diterima pasar luar negeri. Tetapi kurun waktu belakangan ini, seiring dengan
perkembangan kesadaran peningkatan kesehatan, sayur mayur dari Sumatera Utara
ditolak konsumen luar negeri, dengan alasan kandungan residu pestisida jenis
insektisida yang tidak dapat ditoleransi karena melampaui ambang batas.
Pemerintah Republik Indonesia tidak menutup mata melihat beberapa fakta
yang memprihatinkan akibat penggunaan insektisida kimia yang banyak merugikan
ini. Salah satu tindakan nyata pemerintah adalah pengeluaran kebijakan dan
tindakan yang dapat membatasi dan mengurangi penggunaan pestisida. Melalui
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986 program penanganan organisma pengganggu
tanaman adalah dengan menerapkan prinsip pengelolaan hama terpadu (PHT)
14
sebagai program nasional, yang merupakan upaya untuk mengantisipasi dampak
buruk pemakaian pestisida (Pracaya, 2009).
Selain mengeluarkan beberapa kebijakan melalui penetapan intruksi presiden
dan surat keputusan bersama, pemerintah juga mengadakan sosialisasi lapangan
pada petani-petani. Mengkaji beberapa dampak negatif dan kerugian yang
ditimbulkan serta mengajak para petani untuk meminimalkan penggunaan
insektisida kimia pabrik. Namun pada kenyatannya, belum banyak pengusaha
pertanian atau petani yang perduli akan beberapa ketetapan pemerintah yang
dikeluarkan dan sosialisasi yang dilakukan. Para petani ini baru menyadari setelah
ekspor produk pertanian ditolak oleh negara importir, akibat residu insektisida yang
tinggi.
2. Insektisida Alami Berbahan Nabati
Berdasarkan fakta empiris yang ada dan solusi yang pernah ditawarkan, upaya
terobosan untuk memperbaiki dan meminimalisir penggunaan insektisida kimia
adalah dengan menggantinya menggunakan insektisida alami dari nabati yang
ramah lingkungan (Wyuliandari, 2009). Menurut Thamrin (2008) insektisida nabati
merupakan insektisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian
tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi
berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin
yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian
tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan
sebagai insektisida.
15
Saat ini banyak penelitian yang menyatakan bahwa insektisida alami dapat
dibuat dari bahan-bahan disekitar kita. Insektisida alami nabati adalah insektisida
yang berdaya basmi ampuh pada hama namun tetap ramah lingkungan, terbuat dari
bahan alami, dan tidak beresiko menyebabkan timbulnya penyakit pada petani yang
menggunakannya (Usitani, 2009). Insektisida alami ini dapat diolah dari berbagai
bahan yang mengandung zat-zat pembasmi hama.
Aplikasi mekanisme kerja insektisida nabati ini yakni “hit and run” saat
diaplikasikan yakni akan membunuh hama seketika dan setelah hama pengganggu
mati, residunya akan hilang di alam karena mudah terurai (Untung, 1993). Produk
pertanian akan terbebas dari residu insektisida, sehingga aman dikonsumsi manusia.
Insektisida organik ini mampu mengatasi dan mengusir hama perusak tanaman
pertanian dan perkebunan umumnya seperti belalang, walang sangit, wereng, dsb.
Manfaat lain yang didapatkan dari penggunaan insektisida nabati ini bagi
petani khususnya yakni menghasilkan produk yang aman serta lingkungan yang
tidak tercemar, mampu menghasilkan produk pertanian yang aman bagi manusia
dan ternak karena residunya mudah hilang, serta terbuat dari bahan-bahan yang
nilainya murah serta tidak sulit dijumpai dari sumber daya yang ada di sekitar dan
bisa dibuat sendiri (Usitani, 2009). Insektisida nabati ini dapat mengatasi kesulitan
ketersediaan dan mahalnya harga obat-obatan pertanian khususnya insektisida
sintetis/ kimiawi. Dosis yang digunakan pada insektisida nabati ini tidak terlalu
mengikat dan beresiko dibandingkan dengan penggunaan insektisida kimia.
Penggunaan dalam dosis tinggi sekalipun, tanaman sangat jarang ditemukan mati.
Penggunaan insektisida nabati ini tidak menimbulkan kekebalan dan kematian pada
16
serangga maupun mikroorganisme lain seperti cacing dan mikroorganisme pengurai
yang bermanfaat untuk kesuburan lahan.
Penggunaan insektisida nabati berbahan dasar tumbuhan yang ramah
lingkungan ini mudah diserap oleh tanah karena memiliki degradasi/ penguraian
yang cepat oleh sinar matahari. Cara kerja insektisida nabati sangat spesifik, yaitu :
1) merusak perkembangan telur, larva dan pupa ; 2) menghambat pergantian kulit;
3) mengganggu komunikasi serangga; 4) menyebabkan serangga menolak makan;
5) menghambat reproduksi serangga betina; 6) mengurangi nafsu makan; 7)
memblokir kemampuan makan serangga; 8) mengusir serangga, dan 9)
menghambat perkembangan patogen penyakit (Soenandar M, Aeni MN, Raharjo A.
2010).
Insektisida nabati ini memiliki kandungan toksisitas yang umumnya rendah
terhadap hewan dan relatif lebih aman pada manusia dan lingkungan. Selain itu
dapat diandalkan untuk mengatasi OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang
telah kebal pada insektisida kimia, tetapi memiliki toksisitas rendah, yaitu tidak
meracuni dan merusak tanaman sehingga insektisida nabati dapat menyelamatkan
musuh alami (Untung, 1993). Menurut Winarso S (2005) penggunaan insektisida
nabati yang tidak menggunakan bahan kimia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
perlu dibudidayakan karena memiliki beberapa khasiat untuk membunuh atau
mengendalikan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman), baik dengan aroma yang
menyengat, dengan rasa yang tidak enak maupun dengan kandungan alami pada
tumbuhan yang dapat membunuh serangga. Penggunaan insektisida nabati
merupakan salah satu solusi dalam mengendalikan OPT (Organisme Pengganggu
Tanaman) khususnya pada tanaman padi, disamping dapat mengurangi efek
17
kerusakan lingkungan maupun dampak terhadap kesehatan yang ditimbulkan akibat
penggunaan bahan kimia pada insektisida kimia.
Di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil racun. Famili tumbuhan
yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati antara lain
Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperacea. Selain bersifat sebagai insektisida,
jenis-jenis tumbuhan tersebut juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida,
nematisida, bakterisida (Baehaki, 1992). Insektisida nabati dapat berfungsi sebagai
penghambat nafsu makan (anti feedant), penolak (repellent), penarik (atractant)
dan berpengaruh langsung sebagai racun. Berikut beberapa kandungan kimia dan
manfaat yang ada di dalam masing-masing bahan pembuatan insektisida alami :
Tabel 1. Kandungan Kimia dalam Bahan-Bahan Pembuatan Insektisida
Nabati
Nama Kandungan
Kimia
Keterangan
Tembakau Nikotin senyawa kimia organik kelompok
alkaloid yang dihasilkan secara alami
oleh tumbuhan. Termasuk golongan
Solanaceae.
Kenikir Protein senyawa organik kompleks berbobot
18
molekul tinggi yang merupakan polimer
dari monomer-monomer asam amino
yang dihubungkan satu sama lain dengan
ikatan peptida. Termasuk golongan
Asteraceae.
Karbohidrat senyawa organik terdiri dari unsur
karbon, hidrogen, dan oksigen
Pandan Alkaloida sebuah golongan senyawa basa
bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklik dan terdapat di tumbuhan.
Termasuk golongan Pandanaceae.
Saponin segolongan senyawa glikosida yang
mempunyai struktur steroid dan
mempunyai sifat-sifat khas dapat
membentuk larutan koloidal dalam air
dan membuai bila dikocok.
Flavonoida salah satu golongan senyawa metabolit
sekunder yang banyak terdapat pada
tumbuh-tumbuhan, khususnya dari
golongan Leguminoceae (tanaman
berbunga kupu-kupu).
Kemangi Sitral salah satu dari campuran sepasang
19
terpenoid.
Cabe Antioksidan senyawa yang digunakan untuk menjaga
tubuh dari serangan radikal bebas.
Termasuk golongan Solanaceae.
Bawang Putih Sulfur unsur bukan logam multivalen yang
berlimpah, tanpa rasa dan tanpa bau.
Termasuk golongan Liliaceae.
EM-4
(Efektif
Mikroorganisme)
Mikroorganisme
pengurai
Bahan dasar fermentasi (proses endapan
menggunakan bakteri) yang menguraikan
endapan-endapan insektisida buatan di
dalam tanah dan mengembalikan
kesuburan tanah.
Gula Pasir Gugus molekul
C6H12O6
Makanan mikroba pengurai agar dapat
berfungsi dengan baik dalam pembuatan
insektisida nabati.
Sumber : (Soenandar M, Aeni MN, Raharjo A. 2010)
3. Profil Kelompok Tani Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten
Magetan
Kelompok tani Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan
merupakan wujud kebersamaan warga desa dalam menyatukan visi dan misi
untuk meningkatkan pangupojiwo yang hampir semua berprofesi sebagai petani
padi. Ide kelompok untuk berbudidaya padi tercetus sejak tahun 1998. Luas lahan
kelompok 81 ha dari total luas lahan desa 152 ha ditanami padi sekaligus
20
memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada dan sangat mendukung yaitu
hamparan sawah, pengairan, kotoran ternak dan tenaga kerja. Budidaya padi yang
dilakukan 1 tahun 3 kali panen, perkembangan luas lahan garapan padi
berkembang pesat terbukti dari luas lahan 1 desa 152 ha hampir semua ditanami
padi. Beberapa varietas yang selama ini dikembangkan yaitu menthik wungu, C-4
raja. Akan tetapi kelompok tani ini masih menggunakan insektisida kimia jenis
BPMC dan MIPC untuk membunuh hama padi seperti walang sangit (L.
oratorius) dan hama wereng yang menyerang tanaman padi setelah berbunga
dengan cara menghisap cairan bulir padi yang menyebabkan bulir padi menjadi
hampa atau pengisiannya tidak sempurna (Kelompok tani Desa Simbatan
Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan, 2013).
Jika penggunaan insektisida kimia yang selama ini digunakan oleh kelompok
tani Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan dihentikan
dan dilakukan penggantian insektisida nabati yang ramah lingkungan. Secara
otomatis dampak buruk penggunaan insektisida kimia bagi lingkungan seperti
pencemaran air dan tanah yang terjadi, menurunnya produktifitas lahan, serta
resistennya hama pengganggu seperti walang sangit dan wereng akan dapat
diminimalkan.
B. Kerangka Berpikir
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melakukan perbaikan kualitas
lingkungan dan hasil panen adalah dengan penggunaan insektisida nabati yang
ramah lingkungan. Insektisida tersebut terbuat dari bahan-bahan alami yang
21
mampu membasmi hama yang bersifat merusak tanaman. Mekanisme kerja yang
dapat dilakukan adalah “hit and run”, yakni membunuh hama saat mulai
diaplikasikan, dengan residu yang akan hilang di alam karena mudah terurai
biodegradable (Untung, 1993). Penggunaan insektisida nabati dalam jangka
waktu tertentu akan mampu memberikan banyak keuntungan bagi para petani
diantaranya mampu menghasilkan produk yang aman dengan lingkungan yang
tidak tercemar, bahan yang digunakan cenderung ekonomis karena tidak sulit
dijumpai dan dapat dibuat sendiri. Selain itu penggunaan insektisida nabati juga
dapat mengatasi ketersediaan dan mahalnya harga obat-obatan pertanian
khususnya insektisida sintetis/ kimiawi. Kerangka berfikir ini dapat digambarkan
dalam peta konsep sebagai berikut yakni :
INSEKTISIDAKIMIAPABRIK
KERUSAKAN LINGKUNGANTanah (tanah semakin keras dan tandus, dan juga penurunan pH tanah).Air (sifat persistensi menyebabkan konsentrasi di dalam tubuh zooplankton meningkat).Mematikan mikroorganisme yang berguna.
SOLUSIMENGGUNAKAN INSEKTISIDA NABATI
PETANIAman untuk kesehatan petani.Harga lebih ekonomis. Peningkatan hasil panen, produk
pertanian dan mengatasi mahalnya harga insektisida kimia.
LINGKUNGANTidak menurunkan produktivitas
lahan.Tidak menimbulkan pencemaran
air.Mengembalikan unsur hara.
PENURUNAN HASIL PANEN PADA PENANAMAN BERIKUTNYA
22
C. Hipotesis Penelitian
Dari perumusan masalah yang telah dibuat dan dengan beberapa kajian
pustaka yang telah diuraikan, dapat diketahui bahwa hipotesis penelitian proposal
ini yakni terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan insektisida
nabati yang ramah lingkungan sebagai substitutor insektisida kimia di kelompok
tani Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan untuk
peningkatan hasil panen dan perbaikan kualitas lingkungan.
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelompok tani Desa Simbatan Kecamatan
Nguntoronadi, Kabupaten Magetan. Kondisi lahan pertanian di Desa Simbatan
ini mengalami penurunan nutrisi tanah yang dapat dilihat pada kering dan
tandusnya lahan garapan serta kematian beberapa mikroorganisme maupun
organisme yang membantu menyuburkan tanah, hal ini berdampak pada
penurunan hasil panen berikutnya sebesar 15%. Beberapa kondisi yang terjadi
di lahan pertanian ini dapat dijadikan sebagai objek penelitian yang relevan
dengan mengaplikasikan penggunaan insektisida nabati yang ramah
lingkungan sebagai substitutor insektisida kimia di kelompok tani Desa
Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan untuk peningkatan
hasil panen dan perbaikan kualitas lingkungan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2014.
Pelaksanaan pengamatan pada tanaman padi yang mulai berbuah dan
merunduk 2 minggu menjelang panen, karena lebih dominan untuk
mendapatkan intensitas penyerangan yang tinggi dari hama-hama padi
khususnya serangga seperti walang sangit, wereng. Berikut ini jadwal
pelaksanaan penelitian :
25
24
No Kegiatan
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Konsultasi dengan
pembimbing
2
Membuat rancangan
penelitian
3 Mengurus perizinan
4
Pelaksanaan
Penelitian
5 Evaluasi Penelitian
6
Pembuatan Laporan
Akhir
B. Desain Penelitian
Desain Penelitian
Metode yang akan digunakan pada penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan
dengan menggunakan manipulasi terhadap obyek penelitian serta adanya
kontrol (Suryabrata, 2003). Penelitian ini terbagi atas perlakuan kontrol dan
perlakuan eksperimen. Perlakuan eksperimen berupa pemberian insektisida
nabati pada 700 m2 lahan sawah yang terserang hama padi, serta pemberian
insektisida kimia pada 700 m2 lahan sawah yang terserang hama padi sebagai
kontrol dan pembanding . Lama perlakuan kontrol dan eksperimen berkisar 2
minggu sebelum masa panen ketika hama wereng menyerang tanaman padi
25
yang telah berbunga dengan cara menghisap cairan bulir padi yang
menyebabkan menjadi hampa atau pengisiannya tidak sempurna. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan insektisida nabati sebagai
substitutor insektisida kimia pada kualitas hasil panen dan lingkungan.
Penelitian ini termasuk dalam kelompok penelitian kuantitatif, karena
pengolahan datanya menggunakan angka-angka yang valid. Data yang
diperoleh merupakan perbandingan hasil panen padi dan kualitas lingkungan
sebelum penggunaan insektisida nabati dengan hasil panen padi dan kualitas
lingkungan setelah penggunaan insektisida nabati.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini yakni pengaruh penggunaan
konsentrasi insektisida nabati sebagai substitutor insektisida kimia di Desa
Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini yakni hasil panen dan kualitas lahan
setelah penggunaan insektisida nabati di Desa Simbatan Kecamatan
Nguntoronadi, Kabupaten Magetan.
c. Variabel Kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini yakni hasil panen sebelum pemberian
perlakuan insektisida nabati pada lahan sawah di Desa Simbatan
Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan.
26
Desain yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Secara
acak benih-benih padi ditanam pada 2 petak lahan yang berbeda yakni pada
petak lahan kontrol dan petak lahan perlakuan dan setelah benih-benih tersebut
mulai tumbuh dan berkembang diberi penomoran untuk memudahkan
pengamatan pada 2 petak lahan yang digunakan sebagai sampel. Diawali
dengan pemberian nomor hingga 30 kemudian ke-30 benih padi tersebut secara
acak diberi perlakuan yang berbeda sesuai dengan tabel berikut :
Tanaman
Kontrol
(menggunakan
insektisida
kimia)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tanaman
Perlakuan
(menggunakan
insektisida
nabati)
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Agar data yang akan dianalisis lebih mendekati pada populasi,
perlu dilakukan sebuah pengulangan (replikasi). Adapun penghitungan
nilai replikasi diperoleh dari rumus berikut (Suryabrata, 2003) :
T (r-1) ≥ 2
2 (r-1) ≥ 2
2r-2 ≥ 2
27
2r ≥ 4
r ≥ 2
Keterangan : T = Jumlah perlakuan = 2
r = Jumlah replikasi = 2
No Perlakuan Data Observasi
1 Petak sawah 1 2
2 Jumlah benih
padi
15 benih 15 benih
3 Perlakuan Penyemprotan hama
menggunakan
insektisida nabati
sebagai perlakuan
dengan dosis 100 ml
: 1 liter air dengan 4
x penyemprotan
selama 2 minggu
Penyemprotan hama
menggunakan insektisida kimia
sebagai kontrol dengan takaran
dosis 100 ml : 1 liter air dengan
intensitas penyemprotan 4 x
selama 2 minggu.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah lahan pertanian di Desa Simbatan
Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan dengan luas lahan kelompok
81 ha dari total luas lahan desa152 ha yang ditanami padi.
28
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah 2 lahan garapan yang ditanami padi
dengan luas lahan masing-masing 700 m2 untuk diuji cobakan menggunakan
insektisida kimia dan insektisida nabati sebagai upaya penanganan hama
penyakit yang menyerang padi 2 minggu sebelum panen. Benih padi dalam 2
petak lahan sawah yang diuji cobakan ditanami 30 benih. 15 benih pada
lahan sawah pertama yang diberi perlakuan menggunakan insektisida nabati
ketika terserang hama, dan 15 benih padi pada lahan sawah yang kedua
sebagai kontrol pembanding yang menggunakan insektisida kimia ketika padi
diserang hama.
3. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti dengan
menggunakan beberapa langkah diantaranya yakni :
1. Mengumpulkan berbagai kasus yang terkait dengan tema yang di bahas.
2. Mereduksi dan mempersempit fokus permasalahan menjadi lebih spesifik.
3. Mengumpulkan berbagai telaah pustaka untuk di jadikan bahan kajian.
4. Melakukan teknik pengambilan sampel menggunakan metode Probability
Sampling dengan Simple Ramdom Sampling.
5. Menganalisis permasalahan dengan menghubungkan data hasil
pengamatan dengan alternatif solusi yang ditawarkan serta telaah pustaka
yang berkaitan.
6. Mensisntesis hasil analisis menjadi alternatif pemecahan masalah yang
dikaji.
7. Menyimpulkan hasil yang di peroleh.
29
D. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
1. Pengumpulan data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang berasal dari
hasil panen dan kualitas lingkungan sebelum penggunaan insektisida nabati
dengan data hasil panen dan kualitas lingkungan setelah penggunaan
insektisida nabati. Metode pengumpulan data di peroleh dari sumber primer
dan sekunder. Sumber primer diperoleh dari observasi dengan kelompok petani
di Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan. Sedangkan
sumber sekunder diperoleh dari berbagai sumber baik dari buku, koran,
internet, jurnal yang membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan resolusi
insektisida yang lebih aman dan ramah lingkungan.
a. Data hasil panen sebelum dan setelah penggunaan insektisida nabati
Data hasil panen sebelum penggunaan insektisida nabati didapatkan
dari proses observasi pada kelompok tani di Desa Simbatan Kecamatan
Nguntoronadi, Kabupaten Magetan yang terlebih dahulu menggunakan
insektisida kimia yang mengandung BPMC dan MIPC. Metode
pengumpulan data ini dimulai dengan penggunaan insektisida nabati pada
sampel petak lahan 1 seluas 700 m2 dengan intensitas penyemprotan yang
dilakukan 2 minggu menjelang panen. Menggunakan takaran dosis yakni
100 ml : 1 liter air dengan 4x penyemprotan. Penggunaan insektisida
kimia pada petak lahan yang kedua dengan takaran dosis 100 ml : 1 liter
air dengan intensitas penyemprotan 4 x selama 2 minggu.
30
b. Data pelaksanaan penggunaan insektisida nabati pada lahan
pertanian di Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten
Magetan Data pelaksanaan penggunaan insektisida nabati pada lahan
pertanian di Desa Simbatan Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten
Magetan mencakup beberapa langkah-langkah pelaksanaan dari awal
sampai akhir aplikasi penggunaan insektisida nabati di lahan uji seluas 700
m2.
E. Instrumen Penelitian
Berikut ini adalah resep pembuatan insektisida nabati untuk menghilangkan
hama wereng, walang sangit pada tanaman untuk penggunaan per 700 m2 lahan
untuk takaran dosis per 100 ml (Soenandar M, Aeni MN, Raharjo A. 2010) :
1. Alat yang digunakan :
1) Blender
2) Sendok
3) Alat penyemprot insektisida
4) Timbangan
2. Bahan yang digunakan :
1) Tembakau 100 g
2) Kenikir 100 g
3) Pandan 100 g
4) Kemangi 100 g
5) Cabe rawit 100 g
6) Kunyit 100 g
31
7) Bawang Putih 100 g
8) Aquades 1 lt
9) Decomposer BSA (mikro organisme pengurai) 1-2 ml
10) Gula pasir 2 sendok makan.
3. Cara Pembuatan :
1) Semua bahan di blender dan di tambah 1lt aquades.
2) Masukkan ke dalam botol yang steril.
3) Tambahkan gula pasir 2 sdm.
4) Tambahkan Decomposer BSA 1-2 ml.
5) Tutup dan biarkan 1 minggu supaya terjadi fermentasi.
6) Kemudian di saring dan siap dipergunakan.
4. Pengaplikasian /dosis pemakaian:
1) 100 ml untuk 1 lt air
2) Disemprotkan ke tanaman yang terkena hama pada daun dan batangnya.
3) 1 minggu 4-8 kali
5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa lembar observasi dalam bentuk tabel yang memuat
hasil panen sebelum perlakuan, hasil panen setelah perlakuan serta rata-rata
kualitas lahan pada petak sawah, adapun tabel nya sebagai berikut:
No Perlakuan Hasil Panen
sebelum
perlakuan
Hasil Panen
sesudah
perlakuan
(minggu I)
Hasil Panen
sesudah
perlakuan
(minggu II)
Rata-rata
Kualitas
Lingkungan
32
1. Pemberian
insektisida
nabati pada
petak lahan
sawah I
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 67
2. Pemberian
insektisida
kimia pada
petak lahan II
F. Analisis Data
Data perlakuan hasil panen benih padi dan kualitas lingkungan dianalisis secara
statistika untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan insektisida nabati
terhadap hasil panen dan kualitas lingkungan. Uji Hipotesis dilakukan setelah
terpenuhinya uji prasyarat normalitas dan homogenitas. Pengujian hipotesis
dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang sudah dilakukan ditolak atau
33
diterima.Pengujian hipotesis dilakukan dengan anava tunggal. Langkah-langkah
uji hipotesis sebagai berikut (Suryabrata, 2003) :
a. Menentukan hipotesis
: (Tidak ada pengaruh penggunaan insektisida nabati sebagai
substitutor insektisida kimia terhadap peningkatan hasil panen dan kualitas
lahan)
: (Ada pengaruh penggunaan insektisida nabati sebagai
substitutor insektisida kimia terhadap peningkatan hasil panen dan kualitas
lahan)
Menentukan taraf signifikan ( = 0,05)
b. Menentukan statistik uji dengan anava satu jalur
1) JKt = ∑xt2 -
2) JKk = ∑
3) JKd = JKt - JKk
4) dbt= N – 1
5) dbk = K− 1
6) dbd = N – K
7) MKk = JKk : dbk
34
8) MKd = JKd : dbd
Secara rinci dijelaskan pada tabel dibawah ini:
c. Mencari harga F observasi dengan rumus Fo = MK k
MK d
d. Menentukan taraf signifikan ( = 0,05)
e. Membandingkan nilai F0 dan Ftab.
Apabila ≥ maka dinyatakan signifikan. Namun jika <
maka dinyatakan tidak signifikan.Apabila data signifikan maka
ditolak dan diterima. Sebaliknya, jika data tidak signifikan maka
diterima dan ditolak.
35
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengendalian Bimas Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur, 2010.
Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, Sayur-Sayuran. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Baehaki. 1992. Berbagai Hama Serangga Tanaman Padi. Angkasa. Bandung
Kartasapoetra AG. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi
Aksara. Jakarta
Pracaya. 2009. Bertanam Sayur Organik di Kebun, Pot, dan Polybag. Penebar
Swadaya. Jakarta
Suryabrata, S. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soenandar M, Aeni MN, Raharjo A. 2010. Petunjuk Praktis Membuat Pestisida
Organik. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Sudarmo S. 2005. Pestisida Nabati Pembuatan dan Pemanfatannya. Kanisius.
Yogyakarta.
Syam M. et al., 2007. Masalah Lapangan Hama Penyakit Hama pada Tanaman
Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bandung.
36
Thamrin.2008. insektisida nabati untuk Pertanian.
Thamrin.wordpress.com/2008/insektisida-nabati untuk pertanian.
Usitani.2009. Dampak negatif penggunaan pestisida.
Usitanii.wordpress.com/2009/dampak-negatif-penggunaan-pestisida.
Diakses tanggal 08 Oktober 2014
Untung. 1993. Pertanian alternatif insektisida nabati untuk pemberdayaan petani
.
Winarso S. 2013. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava
Media. Yogyakarta
Wyuliandari. 2012. Pertanian organik pilihan petani saya.
wyuliandari.wordpress.com/pertanian-organik-pilihan-petani-saya.