bab ii (new)
DESCRIPTION
BAB IITRANSCRIPT
BAB II
SELEKSI PROSES
II.1 Seleksi Proses Pembuatan Etanol secara Fermentasi
Etanol merupakan produk fermentasi yang paling tersebar luas. Etanol (CH3-
CH2-OH) juga dikenal dengan nama alkohol. Dalam pembuatan alkohol melalui proses
fermentasi, mikroorganisme yang paling banyak digunakan adalah ragi (Saccharomyces
cerevisiae). Seperti kebanyakan fungi, ragi merupakan organisme yang membutuhkan
oksigen untuk melakukan proses fermentasi. Organisme ini memfermentasi karbohidrat
menjadi etanol dan karbondioksida. (Schlegel, 1994)
Pada proses fermentasi, bahan baku untuk pembuatan etanol dapat berupa bahan
yang mengandung karbohidrat, pati, ataupun bahan berserat dan juga bahan-bahan yang
mengandung gula. (Othmer, 1978)
II.1.1Fermentasi dengan Bahan Baku Gula (Molasses)
Proses pembuatan etanol dengan cara melakukan fermentasi terhadap gula
mempunyai tahapan reaksi yang sama dengan tahapan reaksi pembuatan etanol
melalui fermentasi karbohidrat. Tahapan reaksinya adalah :
(C12H22O11) + H2O invertase 2 C6H12O6
C6H12O6 zymase 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses :
Etil alkohol diproduksi dari bahan yang mempunyai kandungan gula
dengan proses fermentasi menggunakan enzim berupa yeast untuk mengubah gula
menjadi alkohol. Bahan baku yang biasa di gunakan dalam proses ini adalah black
molasses. Kandungan bahan baku ini adalah gula 55 % berat, sukrosa 35 %,
glukosa dan fruktosa 15 % berat. Molasses tersebut dimasukkan ke dalam tangki
pengencer sehingga konsentrasi gulanya menjadi 10-15%. Asam sulfat
ditambahkan untuk menurunkan pH tetes dari sekitar 5,3 menjadi 4,5 tergantung
pada peralatan yang dipergunakan.
Outputnya dinamakan mash yang kemudian dialirkan ke tangki fermentasi
dimana ke dalamnya akan ditambahkan enzim (yeast) yang sudah disterilisasi. Pada
fermenter, reaksi berlangsung pada suhu 20 - 30oC. Karena reaksinya eksotermis
maka perlu menggunakan coil pendingin atau menggunakan spray. Mendekati akhir
proses fermentasi, suhunya dapat mencapai 38oC. Proses fermentasi ini
membutuhkan waktu 28-72 jam (rata-rata 32 jam) untuk memproduksi alkohol
dengan konsentrasi 8-10 %. Setelah proses fermentasi selesai, produk yang
II-1
dihasilkan dinamakan beer yang mengandung 8-10 % kadar alkohol. Selanjutnya
beer dipisahkan dari fermentornya dan kemudian dimasukkan dalam beer still.
Alkohol dan bahan-bahan yang volatile seperti aldehid didistilasi lebih lanjut.
Bagian residunya (slop atau stillage) dipisahkan dari bagian bawah kolom dan
melalui HE untuk kemudian dibuang atau digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan
lainnya. Sedangkan produknya bagian atas dialirkan melalui HE untuk kemudian
dikondensasi. Kondensatnya mengandung 50-60 % alkohol yang selanjutnya
dipisahkan dari bahan kandungan yang lain (utamanya aldehid). Aldehid dan
senyawa-senyawa impuritis dengan titik didih rendah dipisahkan melalui bagian
atas kolom sedangkan larutan alkoholnya diproses lebih lanjut dalam kolom
rectifying. Pada kolom ini, sisa aldehid yang ada di bagian atas dikembalikan ke
aldehyde column. Sedangkan dekat bagian atas (near the top) mengandung
campuran alkohol-air yang berkadar 95-95,6 % dan dikeluarkan untuk selanjutnya
dikondensasi dan dialirkan ke tangki penampung. (Faith, dkk., 1975)
Gambar 2.1 Blok Diagram Proses Pembuatan Etanol dari Gula secara Fermentasi
II.1.2Fermentasi dengan Bahan Baku Pati
Untuk proses pembuatan etanol dari pati ini, reaksinya adalah :
(C6H10O5)x + x H2O invertase x C6H12O6
C6H12O6 zymase 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses :
Walaupun banyak jenis bahan mengandung pati yang bisa diproduksi
menjadi etil alkohol tetapi hanya beberapa yang bisa digunakan dalam industri
II-2
alkohol. Untuk pembuatan alkohol dari jagung misalnya, membutuhkan tahap
tambahan yaitu melakukan penggilingan bahan baku dalam grain mill. Selanjutnya
dimasak dan diproses sedemikian hingga dapat berubah menjadi gula yang dapat
difermentasi. Proses ini dilakukan secara kontinyu atau batch dengan menggunakan
enzim atau asam mineral encer lainnya. Dalam proses pematangannya terjadi
kenaikan suhu grain yang untuk selanjutnya didinginkan dengan continous cooler
selama kurang lebih enam menit (bila perlu sampai 2-4 menit). Proses
pematangannya sendiri secara batch.
Bahan yang dihasilkan tersebut selanjutnya dicampur dengan air dan
enzim atau asam encer dalam suatu tangki yang kemudian dipanaskan pada suhu
140oC dengan steam dan juga diaduk untuk menyempurnakan reaksinya. Campuran
selanjutnya didinginkan dan siap untuk difermentasi. Larutan gula produk (yang
mengandung 10-15% gula yang dapat difermentasi) dimasukkan tangki fermentasi
dan kemudian difermentasi dengan yeast. Kondisi fermentasi 65-85oC dan secara
umum kondisi prosesnya sama dengan produksi alkohol yang menggunakan tetes.
Perbedaannya adalah pada pembuangan slop atau stillage dan jumlah by-product
yang diperoleh. (Faith, dkk., 1975)
Gambar 2.2 Blok Diagram Proses Pembuatan Etanol dari Pati secara Fermentasi
II.1.3Fermentasi dengan Bahan Baku Selulosa
Pembuatan etanol dari bahan selulosa memerlukan pretreatment
(pengolahan awal) sebelum masuk ke proses fermentasi. Perlakuan pretreatment
pada bahan dimaksudkan untuk menghidrolisa selulosa menjadi gula sederhana.
Bahan baku yang mengandung serat terlebih dahulu melalui pre hidrolisis untuk
menghidrolisis hemiselulosa menjadi senyawa gula sederhana, pre hidrolisis
II-3
diperlukan karena hemiselulosa lebih cepat terhidrolisis daripada selulosa. Pre
hidrolisis ini dilakukan dengan menggunakan asam encer 4,4 % pada suhu 100OC.
Setelah pre hidrolisis produknya difilter untuk memisahkan liquid dengan padatan
lignoselulosa. Filtrat yang mengandung asam dilewatkan elektrodialisis untuk
merecovery asam sulfat. Padatan lignoselulosa selanjutnya dikurangi kadar airnya
menggunakan rotary dryer. Setelah kering lignoselulosa dihidrolisis menggunakan
asam sulfat pekat 85% untuk menghasilkan glukosa, lignin yang berupa padatan
dipisahkan dari glukosa menggunakan filter. Larutan glukosa yang mangandung
asam dielektrodialisis untuk merecovery asam sulfat. Glukosa selanjunya
difermentasi sehingga menghasilkan ethanol sebesar 5-10%. Untuk meninggikan
kadar ethanol dilakukan distilasi sehingga menghasilkan ethanol 95%. (Faith, dkk.,
1975).
Pembuatan etanol dari selulose diberikan dalam Gambar 2.3 di bawah ini:
Gambar 2.3 Blok Diagram Proses Pembuatan Etanol dari Selulosa secara
Fermentasi
Berdasarkan uraian proses pembuatan etanol diatas, perlu dilakukan suatu
pemilihan proses untuk proses yang efisien dan menguntungkan. Pemilihan proses
meliputi berbagai faktor, antara lain sebagai berikut :
Tabel 2.1 Seleksi Berdasarkan Bahan Baku
II-4
Dasar Seleksi
Gula
(Monosakarida
/Disakarida)
Selulosa
(Polisakarida)Pati (Polisakarida)
1.Pretreatment Tidak perlu
Perlu (selulosa diubah
menjadi glukosa
dahulu)
Perlu (pati diubah
menjadi glukosa
dahulu)
2. Ketersediaan
bahan baku
Mudah
(tebu, gula bit,
sorghum,
molasses)
Mudah
(kayu, bagasse, jerami)
Mudah
(jagung, singkong,
kentang)
3. Yield
160-187 L/t (tebu)
280-288 L/t
(molase)
259 L/t355-370 L/t
(jagung)
Pemanfaatan sorgum dengan mengambil perasan nira dari batangnya dapat
digunakan sebagai bahan baku alternative untuk pembuatan etanol. Pada proses
pembuatan etanol dengan fermentasi, nira sorgum manis diubah menjadi etanol dengan
melibatkan bakteri tertentu. Kandungan sukrosa pada nira sorgum manis termasuk tinggi,
yaitu 11,5%.
Dasar penggunaan proses fermentasi adalah karena proses fermentasi
merupakan proses yang cukup sederhana jika dibandingkan dengan proses lainnya. Hal
ini disebabkan karena proses fermentasi tidak membutuhkan katalis, tidak membutuhkan
suhu yang terlalu tinggi, dan terjadi pada kondisi atmosfer (Ullman’s, 2003).
Pada proses pembuatan etanol dengan fermentasi glukosa di ubah menjadi
etanol dengan melibatkan bakteri Saccharomyces Cereviceae. Bahan untuk membuat
etanol haruslah dipilih bahan dengan kandungan nira tinggi. Pada tanaman sorghum
manis kandungan sukrosa cukup tinggi 11,5%. Sehingga berdasarkan karakteristik
sorghum manis, dapat disimpulkan bahwa sorghum manis layak digunakan sebagai bahan
pembuat etanol dengan proses fermentasi.
II.2 Seleksi Proses Purifikasi Etanol
Setelah melalui proses fermentasi, selajutnya dilakukan proses purifikasi untuk
memperoleh etanol dengan kadar yang lebih tinggi. Proses purifikasi etanol dilakukan
dengan dua cara yaitu distilasi dan dehidrasi.
II.2.1Distilasi
II-5
Proses pemurnian campuran yang homogen pada fasa liquid dapat
dilakukan dengan menggunakan proses distilasi. Unit operasi distilasi merupakan
metode pemisahan komponen-komponen dari campuran liquid yang bergantung
pada distribusi semua komponen pada fase liquid dan fase uap. Adapun semua
komponen terdapat pada kedua fase. Fase uap terbentuk dari fase liquid dengan
vaporisasi pada titik didihnya. Dasar pemisahan komponen dengan distilasi adalah
bahwa komposisi uap berbeda dengan komposisi liquid dengan kesetimbangan
pada titik didih liquidanya. Distilasi digunakan untuk larutan yang semua
komponennya volatil sehingga masing-masing komponen terdapat pada fase uap.
Komponen yang lebih volatil cenderung berada dalam fase uap sedangkan
komponen yang kurang volatil cenderung ke fase cair. Akhirnya fase uap yang kaya
komponen yang volatil naik ke atas kolom dan berkontak dengan liquid pada setiap
tray sehingga fase liquid menjadi kaya akan komponen yang kurang volatil secara
bertingkat ke bawah dari tray ke tray. Pada pola aliran keseluruhan di dalam kolom
distilasi terdapat kontak counter-current antara aliran uap dan liquid pada semua
tray di seluruh kolom. Fase liquid dan uap pada suatu tray mendekati
kesetimbangan thermal, tekanan, dan komposisi. Selain itu juga tergantung pada
efisiensi kontak tray.
Liquid yang mencapai dasar kolom sebagian teruapkan pada reboiler
karena adanya pemanasan sehingga dihasilkan uap yang kemudian dimasukkan
kembali ke kolom. Sisa liquid pada bagian bawah dikeluarkan sebagai produk
bawah. Uap yang mencapai bagian atas kolom akan terkondensasi secara
keseluruhan dan didinginkan menjadi liquid pada overhead kondensor. Sebagian
liquid dikembalikan ke kolom sebagai reflux untuk overflow liquid dan sisanya
sebagai produk overhead.
Distilasi Azeotrop
Distilasi azeotrop digunakan untuk pemurnian bahan kimia dari campuran
azeotropnya. Distilasi azeotrop melibatkan penambahan bahan ketiga yang disebut
sebagai entrainer pada sistem selama proses distilasi. Bahan kimia ketiga ini
berinteraksi dengan kedua bahan kimia pada sistem untuk membentuk azeotrop
terner (azeotrop tiga komponen) yang lebih kuat daripada azeotrop biner. Ketika
pemisahan etanol dari air dilakukan dengan distilasi azeotrop, benzene atau
sikloheksana biasanya dipakai sebagai bahan entrainer. Ketika benzene
ditambahkan sebagai entrainer, tiga region yang berbeda akan muncul dengan
II-6
komposisi yang berbeda pada kolom distilasi. Bagian bottom kolom mengandung
fraksi pertama di mana komposisinya hampir murni air. Bagian tengah kolom
mengandung campuran yang mendekati azeotrop terner dari air, benzene, dan
etanol. Sedangkan pada bagian top kolom mengandung alkohol anhidrat.
Jumlah air pada etanol dapat dikontrol dengan energi input ke kolom, rate
produk, dan desain spesifik kolom. Kelemahan dari sistem azeotrop adalah
membutuhkan input energi yang besar, sistem yang kompleks dari kolom untuk
meregenerasi entrainer, dan kontaminasi dari entrainer pada produk ketika proses
mengalami gangguan. Selain itu, bahan entrainer yang bersifat mudah terbakar dan
karsinogenik sehingga memberikan permasalahan dalam hal penyimpanan dan
keamanan.
II.2.2Dehidrasi dengan Molecular Sieve
Adsorbsi merupakan pemisahan dimana molekul-molekul terdifusi dari
badan fluida ke permukaan dari solid adsorben membentuk fase teradsorb.
Biasanya adsorber gas digunakan untuk memisahkan sejumlah komponen dari
campuran gas. Pada proses pemisahan mengeksploitasi perbedaan properti dari
komponen-komponen yang akan dipisahkan. Pemisahan dengan adsorbsi
bergantung pada lebih mudahnya salah satu komponen teradsorb dari pada
komponen yang lain. Pemilihan proses yang sesuai juga tergantung pada
kemudahan untuk me-recovery komponen yang dipisahkan.
Pemisahan dua senyawa dalam suatu campuran fluida dimana ukuran
molekulnya masing-masing 0,489 dan 0,558 nm dapat dilakukan dengan
menggunakan adsorben berukuran pori 0,5 nm. Molekul yang lebih kecil dari
ukuran pori dari adsorben terdifusi pada permukaan adsorben dan tertinggal di sana,
sementara molekul yang lebih besar tidak dapat terdifusi sehingga akan keluar dari
bed. Pada proses selanjutnya, molekul yang tertinggal tersebut dapat didesorbsi
dengan menurunkan tekanan atau menaikkan temperatur. Proses adsorbsi ini
memiliki kelemahan bahwa kapasitas adsorben untuk mengikat adsorbat terbatas.
Adsorben dapat diregenerasi dan dikembalikan seperti kondisi semula.
Molecular sieve merupakan adsorber yang menggunakan zeolite
(aluminosilicate sintesis) yang memiliki 3 dimensi dengan silikat dan alumina
tetrahedral yang saling terhubung atau sering disebut zeolit sintetik. Air yang terikat
pada aluminasilikat disingkirkan dengan pemanasan sehingga menghasilkan pori
yang seragam yang akan mengabsorbsi molekul dengan ukuran spesifik. Jenis sieve
yang digunakan dalam pemurnian etanol adalah tipe 3A yang berbentuk bubuk
II-7
dengan ukuran pori ± 3 angstrom. Pemilihan sieve ini spesifik untuk pemisahan
molekul air yang memiliki diameter 2,8 angstrom sedangkan etanol memiliki
diameter 4,4 angstrom.
Proses dehidrasi etanol dengan molekular sieve dijelaskan sebagai berikut.
Umpan yaitu etanol 95% dipompa masuk ke dalam kolom stripper. Steam parsial
yang mengandung uap etanol dipanaskan dengan super heater kemudian masuk ke
dalam unit molecular sieve untuk proses dehidrasi. Uap kemudian dilewatkan ke
tumpukan molecular sieve. Uap etanol anhidrat kemudian masuk ke dalam
condensor lalu didinginkan lebih lanjut dalam cooler hingga mendekati temperatur
ambient. Etanol cair kemudian ditampung dalam tangki etanol.
Proses molekular molecular sieve terdiri dari dua kolom yang bekerja
bergantian dimana operasi berjalan di kolom yang satu dan regenerasi di kolom
yang lainnya. Regenerasi dilakukan dengan menjadikan kondisi kolom menjadi
vakum. Air yang teradsorbsi pada molecular sieve akan terdesorbsi kemudian
terevaporasi. Uap hasil evaporasi kemudian dimasukkan kembali ke dalam kolom
stripper.
Keunggulan molecular sieve dibandingkan distilasi azeotrop:
1. Proses sederhana sehingga mudah dioperasikan
2. Tidak memerlukan penambahan bahan kimia (inert)
3. Sieve dapat digunakan untuk pemisahan beberapa jenis kontaminan, dengan
menggunakan beberapa jenis ukuran sieve yang spesifik untuk masing-masing
molekul yang ingin dipisahkan.
4. Memiliki umur yang panjang. Permasalahan yang umum terjadi hanya pada
terjadinya fouling dan kerusakan akibat destrusi mekanik.
5. Dapat didesain sebagai sisterm terpisah atau terintegrasi dengan sistem distilasi.
6. Jika diintegrasikan dengan sistem distilasi, penambahan steam hanya sedikit di
atas kebutuhan teoritis sistem distilasi itu sendiri.
7. Tidak memerlukan kontrol yang ketat pada kualitas produk.
Tabel 2.2 Perbandingan Adsorbsi dan Distilasi Azeotrop
Dasar seleksiAdsorbsi dengan
Molecular sieveDistilasi Azeotrop
Teknologi Sederhana Lebih kompleks
Bahan TambahanNitrogen (Untuk
regenerasi)
Benzene (Untuk
entrainer)
Limbah tidak ada Benzene
II-8
Yield 99,5% berat 99,5% berat
Dasar seleksiAdsorbsi dengan
Molecular sieveDistilasi Azeotrop
Operating CostLebih Rendah
(untuk regenerasi saja)
Lebih tinggi (Untuk
steam, cooling water,
etnrainer)
Capital cost
Lebih rendah
(alatnya berukuran
lebih kecil)
Lebih tinggi
(diperlukan kolom
tambahan)
II.3 Uraian Proses Terpilih
Berdasarkan tipe – tipe proses, pemilihan proses yang digunakan untuk
pembuatan bioetanol dari nira batang sorgum antara lain :
1. Tahap Penggilingan
2. Tahap Prefermentasi
3. Tahap Fermentasi dengan Bahan Baku Gula (Molases)
4. Tahap Purifikasi :
a. Distilasi azeotrop
b. Dehidrasi dengan Molecular sieve
II.4 Potensi dan Spesifikasi Bahan Baku
Sumber genetik tanaman sorghum berasal dari pantai selatan laut tengah.
Penyebaran tanaman sorghum meluas di berbagai negara dunia, baik negara-negara
beriklim tropis maupun subtropis. Tanaman ini mampu beradaptasi pada daerah yang luas
mulai 45 LU sampai dengan 40 LS, mulai dari daerah dengan iklim tropis-kering (semi
arid) sampai daerah beriklim basah. Tanaman sorgum masih dapat menghasilkan pada
lahan marginal. Budidayanya mudah dengan biaya yang relatif murah, dapat ditanam
monokultur maupun tumpangsari, produktifitas sangat tinggi dan dapat diratun (dapat
dipanen lebih dari 1x dalam sekali tanam dengan hasil yang tidak jauh berbeda,
tergantung pemeliharaan.
II-9
Gambar 2.4 Tanaman Sorghum Gambar 2.5 Penampang Biji Sorghum
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatiphyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (Gramineae)
Genus : Andropogon
Spesies : Andropogon halepensis (L) Pers. sinonim Sorghum halepense sin. S.
nitidium (Vahl.) Pers. atau S. Saccharatum (L) Moench. sin. S. vulgare Pers. atau kini
dikenal dengan nama Andropogonsorghum Brot. varietas vulgaris Hack.
Sorghum dikenal dengan banyak nama, diantaranya jagung centrik, gandrung,
gandum, degem, gandrung kumpay, gandrung terigu (Jawa Barat, Sunda); jagung pari,
jagung cantel, gandum, oncer (Jawa Tengah dan Jawa Timur), sela (Flores); bata (Bugis);
jagung garai atau gandum (Minangkabau), dan enjelai (Sumatra Barat). Di luar negeri,
sorghum dikenal dengan nama kaoliang (Cina); jowar atau jaur (India); gerst (Belanda);
sorgo, zahina atau milulo (Spanyol); sargo atau sorghum (Inggris); sorgho (Prancis); dan
sorgo (Portugis).
Tabel 2.3. Bagan Komposisi Shorghum
Komponen KomposisiAir 67,20%
Gula 16,30%Selulosa 6,40%
Hemiselulosa 5,00%Lignin 4,60%
Ash 0,50%Sumber: Paturau (1982)
II.5 Target Produk (Kualitas)
II-10
Target produk pabrik bioethanol dari batang sorghum ini adalah menghasilkan
produk etanol dengan kemurnian 99,5 % untuk memenuhi 22% kebutuhan bioetanol di
Indonesia.
II.6 Kapasitas
Kapasitas Produksi yang akan digunakan berdasarkan ketersediaan bahan baku :
1 ha menghasilkan 50 ton batang
50 ton batang = 37 ton juice sorghum
1 ton juice = 87 L etanol
Sumber : “Refining Sweet Sorghum to Ethanol and Sugar”, A. Dauriat et all,
Bioresource Technology, 2004
10.000 ha lahan yang dapat dipanen bergantian. Dalam setahun bisa dipanen sampai 2x.
Sehingga tiap tahun dapat terus beroperasi
10.000 x 50 x 2 = 1.000.000 ton batang
1.000.000 ton batang = 740.000 ton juice
740.000 ton juice = 64.380 kL etanol/tahun
Kapasitas produksi per hari = 195 kL
Batang Sorgum yang diperlukan per hari = 3030,30 ton
Sehingga pabrik dapat menyuplai 2,04% dari kebutuhan etanol 99% nasional.
Pertimbangan diambilnya kapasitas pabrik di atas antara lain memperhatikan kapasitas
pabrik etanol yang telah berdiri serta kemungkinan adanya pendirian pabrik etanol yang
lain baik berbahan baku biomassa lignoselulosa maupun pati atau molases.
II.7 Basis Perhitungan
Basis perhitungan yang digunakan desain pabrik bioethanol dari batang sorghum ini
adalah sebagai berikut :
a. Kapasitas produksi = 195 kL/hari
b. Hari kerja = 330 hari
c. Jam kerja = 24 jam
d. Basis operasi = 1 jam operasi
II.8 Basis Desain Data
II-11
Pabrik ini direncanakan dibangun di Kota Surakarta, Propinsi Jawa Tengah. Dengan
kondisi alam sebagai berikut :
Kelembaban udara : ± 75 %
Suhu : 21 – 32,5 ⁰C
Curah hujan : ± 2,200 mm
Gempa : -
Angin : 4 knot dengan arah angin sebesar 240o.
( Sumber : BMG )
II.9 Uraian Proses
Proses produksi alkohol dengan teknologi fermentasi secara semi kontinyu dari bahan
gula (nira sorgum manis) dapat dibagi menjadi 5 tahap, yaitu :
1. Tahap Penggilingan
2. Tahap Prefermentasi
3. Tahap Fermentasi
4. Tahap Distilasi
5. Tahap Dehidrasi Molecular sieve
II.9.1 Tahap Persiapan
Batang sorgum disimpan dalam suatu gudang penyimpanan (F-111),
yang kemudian dialirkan menggunakan belt conveyor (J-113) menuju cutter (C-
112). Kemudian batang sorgum yang telah terpotong lebih kecil dialirkan lagi
menggunakan belt conveyor (J-114) menuju ke roll mill (C-110). Pada roll mill
dialirkan air imbibisi sehingga terjadi proses ekstraksi hingga menghasilkan nira.
kemudian nira ditampung di dalam tangki penampung (F-122). Dari tangki
penampung nira dialirkan menuju rotary drum filter (H-121) untuk memisahkan
kotoran padat yang masih terikut dengan nira. Kotoran padat dialirkan melalui
screw conveyor (J-123) menuju pengolahan limbah beserta bagas dari roll mill.
II.9.2 Tahap Pre Fermentasi
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan bahan baku yang sesuai untuk
diumpankan ke fermentor.
1. Proses Penurunan pH
Nira yang keluar dari rotary drum filter ditampung di dalam tangki
penampung (F-124), yang kemudian dipompa masuk ke dalam tangki
pencampur (M-120) dengan ditambahkan urea dan H2SO4 98% untuk
menurunkan pH dari 5,6 menjadi 4-4,5.
II-12
2. Proses Sterilisasi
Output dari Tangki pencampur berupa nira mentah yang selanjutnya
dipompa menuju Tangki Sterilisasi (F-212). Tujuan dari proses sterilisasi yaitu
agar di dalam proses tidak terjadi kontaminan terhadap bakteri lain. Sterilisasi
dilakukan dengan menggunakan steam 148oC. Kemudian dipompa menuju ke
Tangki Penampung Nira Steril (F-214) yang dilengkapi dengan coil pendingin
agar suhunya turun mencapai 30oC.
3. Tahap Pembuatan Starter (Pengembangbiakan Yeast)
Nira dari Tangki Penampung Nira Steril dibagi menjadi dua, 5 %
nira steril dipompa ke Tangki Starter (R-211) dan 95% masuk ke Tangki
Fermentor (R-210). Proses dalam Tangki Starter berlangsung pada suhu 32oC
selama 24 jam. Pada Tangki Starter ditambahkan nutrient berupa Ammonium
phospat (NH4)2HPO4 dan urea (CO(NH2)2) yang merupakan sumber unsur N
dan P, untuk keperluan pertumbuhan yeast. Kemudian ditambahkan anti foam
(Turkey Red Oil).
Tahap ini bertujuan untuk melatih yeast agar dapat beradaptasi
dengan lingkungannya sehingga dapat berkembang biak dengan baik dan
untuk mempersiapkan bibit agar mampu melakukan proses pengubahan gula
menjadi alkohol.
Yeast yang dipakai pada produksi ini adalah yeast Saccharomyces
Cereviceae. Saccharomyces Cereviceae menghasilkan enzim invertase yang
mengubah sukrosa menjadi glukosa dan enzim zymase yang mengubah
glukosa menjadi etanol. Di dalam Tangki Starter dilengkapi coil pendingin
yang berfungsi untuk menstabilkan suhu di dalam Tangki Starter selama
proses berlangsung. Tahap ini berlangsung selama 20 jam. Reaksi yang
terjadi pada tahap pembuatan starter adalah pembentukan sel-sel yeast dan
reaksi pembentukan alkohol serta beberapa reaksi samping menghasilkan
acetaldehyde, fusel oil, dan asam asetat. Pembuatan larutan starter dilakukan
pada kondisi aerob karena adanya oksigen akan menghambat pembentukan
alcohol, tetapi dapat meningkatkan jumlah sel ragi yang tumbuh.
Reaksi yang terjadi pada tahap starter :
a. Reaksi penguraian sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
C12H22O11 + H2O 2 C6H12O6
b. Reaksi pembentukan etanol.
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2
II-13
invertase
zymase
c. Reaksi pembentukan sel
C6H12O6 + 3.198 O2 + 0.316 NH3
1.929 CH1.703N0.171O0.459 + 4.098 CO2 + 4.813 H2O
Setelah inokulum dalam Tangki Starter selesai, selanjutnya akan
dipompa ke Tangki Fermentor.
II.9.3 Tahap Fermentasi
Tahap ini merupakan tahap yang paling menentukan terhadap produksi
etanol. Proses ini dilakukan dalam kondisi anaerob. Adanya oksigen akan
menghambat pembentukan alkohol, tetapi dapat meningkatkan jumlah sel ragi
yang tumbuh. Proses fermentasi ini dilakukan secara batch di dalam sebuah
fermentor (R-210) yang dilengkapi dengan pengaduk dan coil pendingin yang
berfungsi untuk menjaga suhu dalam fermentor konstan, yaitu pada suhu optimum
24oC.
Inokulum dari Tangki Starter dialirkan ke dalam Tangki Fermentor yang
telah berisi 95% nira steril. Selain itu ditambahkan juga anti foam (Turkey Red
Oil) sebanyak 10 ppm dari volume larutan. Dalam tahap ini terjadi reaksi utama
pembentukan etanol dan beberapa reaksi samping yang menghasilkan glyserol,
asam asetat dan karbondioksida.
Reaksi utama yang terjadi adalah sebagai berikut :
(C12H22O11) + H2O invertase 2 C6H12O6
C6H12O6 zymase 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses fermentasi ini membutuhkan waktu 36 jam. Jadi setelah 36 jam
proses fermentasi dihentikan. Dari proses fermentasi dihasilkan gas CO2 yang
cukup banyak yang dikeluarkan menuju penampung gas CO2 yang nantinya dapat
dimanfaatkan untuk industri minuman soda. Hasil fermentasi dipompa masuk ke
tangki penampung (F-220) yang kemudian dipompa menuju rotari drum filter (H-
223) untuk dipisahkan padatan yang terbentuk dan beer-nya. Padatan dialirkan ke
Screw Conveyor (J-224) menuju ke pengolahan limbah. Beer masuk ke tangki
penampung (F-225) yang pada akhirnya proses ini menghasilkan etanol dengan
kadar 8-10%. Produk yang dihasilkan dinamakan beer. Campuran ethanol (beer)
dipompa menuju Pre-Heater (E-311) untuk menaikkan suhunya menjadi
98,195oC sebelum masuk ke Kolom Distilasi I (D-310).
II.9.4 Tahap Distilasi
II-14
Pada kolom distilasi 1 (D-310), akan dihasilkan etanol dengan tingkat
kemurnian 51%. Produk bawah berupa air, asam asetat, glycerol, sisa sukrosa, sisa
biomass dan antifoam yang akan masuk ke dalam pengolahan limbah. Selanjutnya
produk atas (distilat) dikondensasi dengan Condensor (E-312) dan dipompa (L-
321) masuk ke feed Kolom Distilasi II (D-320).
Pada kolom kedua, etanol didistilasi lebih lanjut sehingga kandungan
etanol pada bagian atas kolom kedua sebesar 95 % dan dikeluarkan untuk
selanjutnya dikondensasi dengan Condensor (E-322) dan dipompakan (L-324)
menuju Vaporizer (V-331)
II.9.5 Tahap Dehidrasi Molecular Shieve
Untuk menaikkan kadar etanol dari 95% menjadi 99,5% diperlukan
perlakuan tambahan yaitu dehidrasi, dimana etanol 95% dilewatkan pada sebuah
kolom berisi zeolit 3A, sehingga kadar etanol akan meningkat karena adanya
proses pengikatan air oleh zeolit 3A. Proses ini terjadi karena pori-pori zeolit
bersifat molecular shieves. Artinya, molekul zeolit hanya bisa dilalui oleh
partikel-partikel berukuran tertentu.
Unit molecular shieve (D-330) ada 3 buah dan dioperasikan berurutan
(sequentially) dimana Tangki Molecular Shieve I beroperasi (mengadsorbsi air
dari bioethanol) dan Tangki Molecular Shieve II dilakukan regenerasi. Proses
regenerasi dilakukan dengan bantuan pompa vakum dan dimana material adsorber
dari molekular sieve dilepaskan dan diuapkan bersama sisa uap etanol. Beberapa
pilihan regenerasi antara lain dengan steam, hot gas, pressure swing, atau off site
regenaration. (Smith,2005)
Bioetanol 95% dari Condensor dipompa menuju Tangki Molecular
Shieve I (D-330a), etanol dialirkan melewati zeolit 3A, air dalam bioetanol
teradsorbsi oleh zeolit karena molekul air berukuran 2,8 A sedangkan bioetanol
hanya melewati saja karena molekul bioetanol berukuran 4,4 A. Bioetanol dari
Tangki Molecular Shieve I dialirkan menuju Condensor (E-333) dan dialirkan ke
Cooler (E-333) didinginkan hingga suhu 32oC yang selanjutnya akan ditampung
dalam tangki penampung produk bioetanol (F-334) 99, 5%.
II-15