bab ii crp 10 new

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Imunisasi Imunisasi merupakan suatu yang lebih baik untuk mengatasi penyakit yang berat sebelum anak menderita sakit,diadakan upaya untuk memperkuat sistem pertahanan tubuhnya. Bila ada penyakit yang menyerangnya,tubuh anak sudah siap dan cukup kuat untuk melawan. Beberapa pengertian dasar tentang imun : 1. Bila ada antigen (kuman,bakteri,racun,kuman) memasuki tubuh,maka tubuh akan berusaha menolaknya. Tubuh membuat zat anti berupa antibodi dan antitoksin. 2. Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen,berlangsung lambat dan lemah sehingga tidak cukup banyak antibodi tubuh terbentuk. 3. Pada respon atau reaksi yang kedua, ketiga dan seterusnya tubuh sudah mengenal jenis antigen tersebut. Tubuh sudah lebih pandai membuat zat anti sehingga dalam waktu yang lebih singkat akan dibentuk zat anti yang cukup banyak. 4. Setelah beberapa waktu, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang. Untuk mempertahankan agar tubuh tetap kebal, perlu diberikan zat antigen/suntikan/imunisasi ulang. Ini merupakan rangsangan bagi tubuh untuk membuat zat anti kembali. vaksin : suatu bahan yang terbuat dari kuman, komponen kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan Pemberian vaksin akan merangsang tubuh anak untuk membuat antibodi. Dua jenis kekebalan yang bekerja dalam tubuh bayi/anak: A. Kekebalan aktif

Upload: efa-transiani

Post on 21-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

BAB II CRP 10 new

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II CRP 10 new

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi merupakan suatu yang lebih baik untuk mengatasi penyakit yang berat sebelum anak menderita sakit,diadakan upaya untuk memperkuat sistem pertahanan tubuhnya. Bila ada penyakit yang menyerangnya,tubuh anak sudah siap dan cukup kuat untuk melawan. Beberapa pengertian dasar tentang imun :

1. Bila ada antigen (kuman,bakteri,racun,kuman) memasuki tubuh,maka tubuh akan berusaha menolaknya. Tubuh membuat zat anti berupa antibodi dan antitoksin.

2. Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen,berlangsung lambat dan lemah sehingga tidak cukup banyak antibodi tubuh terbentuk.

3. Pada respon atau reaksi yang kedua, ketiga dan seterusnya tubuh sudah mengenal jenis antigen tersebut. Tubuh sudah lebih pandai membuat zat anti sehingga dalam waktu yang lebih singkat akan dibentuk zat anti yang cukup banyak.

4. Setelah beberapa waktu, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang. Untuk mempertahankan agar tubuh tetap kebal, perlu diberikan zat antigen/suntikan/imunisasi ulang. Ini merupakan rangsangan bagi tubuh untuk membuat zat anti kembali.

vaksin : suatu bahan yang terbuat dari kuman, komponen kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikanPemberian vaksin akan merangsang tubuh anak untuk membuat antibodi.

Dua jenis kekebalan yang bekerja dalam tubuh bayi/anak:A. Kekebalan aktif

Kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak terhadap suatu penyakit tertentu dimana prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama.Kekebalan aktif dibagi menjadi dua jenis:1. Kekebalan aktif alamiah

Dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah mengalami sembuh dari suatu penyakit. Misalnya: campak

2. Kekebalan aktif buatanKekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapatkan vaksin (imunisasi). Misalnya : anak diberi BCG,DPT,polio.

B. Kekebalan pasifTubuh anak tidak membuat zat antibody sendiri. Tetapi kekbalan tersebut tidak yang diperoleh dari luar tubuh telah memperoleh zat penolak, sehingga proses cepat terjadi dengan dua cara :1 kekebalan pasif alamiah

Page 2: BAB II CRP 10 new

kekebalan yang diperoleh bayi dari ibunya. Kekeblan ini tidak berlangsung lama (± hanya sekitar lima bulan setelah bayi lahir). Misalnya : difteri, morbili, tetanus

2 kekebalan pasif buatankekebalan ini diperoleh setelah mendapatkan suntikan zat penolak. Misalnya : ATS (Anti Tetanus Serum)

2.2 Jenis-Jenis Imunisasi

Sesuai dengan program pemerintah (departemen kesehatan) tentang program pngembangan imunisasi (PPI), maka anak diharuskan mendapat perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama, yaitu :

1. Penyakit TBC2. Difteri3. Tetanus4. Batuk rejan5. Polio meilitis6. Campak7. Hepatitis B

Imunisasi lain yang dianjurkan di indonesia pada saat ini adalah terhadap penyakit gondok dan campak jerman (dengan pemberian vaksin MMR), tifus, radang selaput otak oleh kuman Haemophilus Influenzae Tipe B (hib), hepatitis A , cacar air, dan rabies.

2.2.1 Imunisasi Wajib

Program Pengembangan Imunisasi (PPI) :

2.2.1.1. Vaksin BCGPemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap

penyakit tuerkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum umur 2 bulan (depkes: 0 – 12 bulan). BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan.

Vaksin dan Jenis VaksinVaksin BCG yang masih hidup. Jenis kuman ini telah dilemahkan.

Penjelasan PenyakitSeorang anak akan menderita TBC karena terhisap percikan udara yang mengandung kuman BCG yang berasal dari orang dewasa berpenyakit TBC. Mungkin cabang bayi sudah terangkit TBC sewaktu lahir. Ia terinfeksi kuman TBC sewaktu masih dalam kandungan, bila ibu mengidap penyakit TBC (jarang terjadi). Pada anak yang sering terkena yaitu paru, KGB, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak.

Page 3: BAB II CRP 10 new

Cara ImunisasiVaksin disuntik intrakutan didaerah insertio M.deltoideus dengan dosis untuk bayi < 1 tahun sebanyak 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml. Pada bayi perempuan dapat diberikan suntikan dipaha kanan atas. Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai berumur 12 bulan. Tetapi sebaiknya pada umur 0 – 2 bulan. Hasil yang memuaskan terlihat bila diberikan menjelang umur 2 bulan. Imunisasi BCG cukup dibeikan 1 kali saja pada umur > 2 bulan. Dianjurkan untuk melakukan uji Mantaox sebelum imunisasi BCG untuk mengetahui apakah ia terjangkit TBC.

KekebalanApakah bayi yang telah mendapat imunisasi terjangkit penyakit TBC, maka ia akan terhindar dari kemungkinan mendapatkan TBC yang berat. TBC paru yang parah, TBC tulang, TBC selaput otak yang mengakibatkan cacar seumur hidup dan membahayakan jiwa anak.

Efek Sampingo Pembengkakan KGB setempat yang terbatas

biasanya sembuh sendiri walaupun lambat.o Bila disuntikan BCG dilengan atas, pembengkakan

kelenjar diketiak atau leher bagian bawah.o Suntikan dipaha dapat menimbulkan

pembengkakan di selangkangan. Kontraindikasi

Pasien dengan imunokompresis (leukemia, pengobatan steroid jangka panjang, dan infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi :

o Reaksi lokal yang terjadi 1 – 2 minggu setelah

penyuntikan berupa indurasi dan eritema ditempat suntikan Yang berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus, akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.

o Reaksi regional berupa pembesaran kelenjar aksila

atau servikal, konsitensi padat, tidak nyeri tekan, tidak disertai demam yang akan menghilang dalam waktu 3 – 6 bulan.

Komplikasi yang dapat terjadi berupa abses ditempat suntikan terlalu dalam. Abses bersifat tenang dan akan menyembuh spontan. Bila abses telah matang sebaiknya dilakukan aspirasi dan jangan di insisi. Komplikasi lain adalah limfadenitis supurativa yang terjadi pada suntikan atau dosis terlalu tinggi.

Page 4: BAB II CRP 10 new

2.2.1.2. Vaksin DPT (difteria, pertusis, tetanus)Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit difteria, pertusis, dan tetanus dalam waktu yang bersamaan. Imunisasi dasar vaksin DPT diberikan setalah beruia 2 bulan sebanyak 3 kali (DPT I, II, III) dengan interval tidak kurang dari 2 minggu. Imunisasi DPT ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi DPT III, kemudian saat usia 5 – 6 tahun dan saat usia 12 tahun.

Vaksinasi dan Jenis VaksinVaksin diteria terbuat dari toksin kuman difteria yang telah dilemahkan.Vaksin tetanus untuk imunisasi aktif adalah toksoid tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan.Vaksin terhadap penyakit rujatan dari kuman Bordetella pertusis yang dimatikan.

Penjelasan Penyakito Difteria

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Sifatnya sangat ganas dan mudah menular, seorang anak akan terangkit difteria bila berhubungan langsung dengan penderita atau terhisap percikan udara yang mengandung kuman.

o Tetanus

Penyakit tetanus masih terdapat diseluruh dunia, karena kemungkinan anak mendapat luka – luka bakar, korengan, dan gigi bolong, merupakan pintu masuk kuman tetanus yaitu Clostridium tetani berkembang biak dan membentuk racun yang berbahaya yang akan merusak SSP tulang belakang.

Gejala tetanus:

o Kejang dan kaku secara menyeluruh

o Otot dinding perut yang terasa keras dan tegang seperti papan

- PertusisPenyakit ini disebabkan oleh bordetella pertusis.Gejala: anak tiba-tiba batuk keras secara terus menerus, sukar berhenti, muka merah atau kebiruan, keluar air mata dan kadan sampe muntah.

Cara Imunisasi- Imunisasi dapat diberikan 3 kali sejak bayi berumur 3 bulan dengan selang waktu

4 minggu.

Page 5: BAB II CRP 10 new

- Imunisasi ulang pertama usia 1 ½-2 tahun

- Imunisasi ulang berikutnya usia 6 tahun atau kelas 1 SD.

- Pada saat anak kelas 6 SD diberi lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT. Kekebalan

- Vaksin difteria Daya proteksi / daya lindung 80-95%

- Vaksin tetanus Daya proteksi / daya lindung 90-95%

- Vaksin pertusis Daya lindung / daya proteksi 50-60% Efek Samping

Kadang-kadang demam tinggi/kejang, diakibatkan oleh unsur pertusisnya, bila hanya DT (Difteri dan Tetanus) tidak akan menimbulkan efek samping.

Kontraindikasi- Tidak boleh anak yang sakit

- Menderita penyakit kejang demam kompleks

- Anak dengan batuk rujatan

2.2.1.3 Vaksin DT (Difteri Tetanus)

Jenis VaksinVaksin dibuat untuk keperluan khusus, contoh anak tidak boleh atau tidak lagi memerlukan imunisasi pertusis khusus tetapi masih memerlukan imunisasi difteri dan tetanus.

Cara ImunisasiCara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama seperti pada imunisasi DPT.

Efek SampingDemam ringan dan pembengkakan lokal ditempat suntikan selama 1-2 hari.

KontraindikasiTidak boleh diberikan pada anak yang sakit parah/sedang menderita demam tinggi.

2.2.1.4 Vaksin Tetanus

Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. Sedangkan Anti Tetanus Serum (ATS) dapat dipakai juga untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus. Imunisasi dasar dan ulangan pada anak diberikan imunisasi DPT atau DT.

Vaksin dan Jenis VaksinVaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada 3 bentuk:- Vaksin DT (kombinasi tetanus dan vaksin difteri)

- Vaksin DPT (kombinasi tetanus, vaksin difteri dan pertusis)

- Vaksin tunggal Cara Imunisasi

- Vaksin disuntikkan intramuskular atau subkutan dalam sebanyak 0,5 ml

Page 6: BAB II CRP 10 new

- Pada ibu hamil pemberian imunisasi tetanus dilakukan sebanyak 2 kali pada bulan ketujuh dan kedelapan.

- Imunisasi dasar dan ulangan pada anak diberikan dengan imunisasi DPT atau DT. Kekebalan

Daya proteksi vaksin tetanus yang sangat baik, yaitu 90-95%. Efek Samping

efek samping toksoid tetanus berupa reaksi lokal (kemerahan, bengkak, dan rasa sakit ditempat suntikan). Imunisasi pasif dengan A + S (anti tetanus serum) akan terjadi gatal seluruh tubuh, nyeri kepala bahkan shock

KontraindikasiTidak ada kecuali pada anak yang sakit parah.

2.2.1.5.vaksin polio mielitis Pemberian vaksin ini akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit polio mielitis .imunisasi dasar vaksin polio diberikan 4 kali (polio I , II, III,IV) dengan interval tidak kurang 4 minggu . imunisasi polio ulangan di berikan 1 tahun sejakimunisasi polio IV , kemudian pada usia 5-6 tahun dan saat usia 12 tahun .

Vaksin dan jenis vaksin Ada 2 jenis :

1. Vaksin yang mengandung virus polio tipe I ,II ,III yang sudah diamati (vaksin salk ) ,cara pemberiannya dengan menyuntikkan .

2. Vaksin yang mengandung virus polio tipe I,II,III yang masih hidup tetapi telah dilemahkan (vaksin sabin ),cara pemberiannya dengan melalui mulut dengan bentuk pil/cairan .di indonesia umumnya diberikan vaksin sabin .

Cara imunisasi - Di indonesia dipakai vaksin sabin yag diberikan melalui mulut

- Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari .

- Kemudian 4-6 minggu

- Pemberian vaksin polio dapat diberikan dengan BCG ,vaksin hepatitis B dan DPT .

Kekebalan Daya proteksi vaksin polio sangat baik,yaitu 95-100%

Efek samping Pada imunisasi hampir tidak terdaoat efek samping .bila ada mungkin berupa kelumpuhan anggota gerak seperti pada penyakit polio sebenarnya .

Kontraindikasi - Pada anak diare berat atau sakit parah

- Pada anak gangguan kekebalan atau defisiensi imun

- Pada anak penyakit batuk,pilek,demam imu nisasidiberikan seperti biasanya .

2.2.1.6.vaksin campak (Morbili)

Pemberian vaksin ini menimbulkan kekeblan aktif terhadap penyakit campak .Imunisasi campak dianjurkan diberikan satu dosis pada umur 9 bulan atau

Page 7: BAB II CRP 10 new

lebih .Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulang 6 bulan kemudian .

Vaksin campak diperkenalkan kedalam program EPI ditahun1984.WHO SEARO memperkirakan bahwa ada sekitar 38000 kematian akibat campak pertahun di indonesia .indonesia telah menetapkan tujuan dari imunisasi anak.

Universal (universal childhood immunization/UCI) jangkauan vaksin campak yang 80% digunakan sebagai indicator tujuan ini. Sejak tahun 1992, jangkauan vaksin campak yang dilaporkan berada di kisaran 28-90%, meskipun Susenas yang paling terakhir 2002-03 memperkirakan bahwa jangkauan hanya sebesar 71,6 % dengan variasi kota-desa yang signifikan(kota 78%, desa 66%). Selanjutnya, proporsi dari desa-desa yang mendapat jangkauan > 80% telah menurun secara mantap di tahun-tahun terakhir.

Vaksin dan jenis vaksin

Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan, di Indonesia vaksin campak dalam bentuk kemasan kering tunggal/dalam kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/mumps dan rubella.

Cara imunisasi

- Bayi dalam kandungan telah mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak dari ibunya.

- Makin berlanjut umur bayi makin hilang kekebalan pasif ini.

- Menurut WHO, imunisasi campak cukup dilakukan dengan 1 kali suntikan setelah bayi berumur 9 bulan, lebih baik lagi setelah ia berumur >1 tahun.

Kekebalan

Daya proteksi imunisasi campak sangat tinggi yaitu 96-99%.

Efek samping

- Jarang, mungkin kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari 10-12 setelah penyuntikan.

- Dapat terjadi radang otak berupa ensefalitis/ ensefalopati dalam waktu 30hari setelah imunisasi (jarang, 1 diantara 1 juta kali suntikan).

- Kontraindikasi

Page 8: BAB II CRP 10 new

- Infeksi akut disertain demam lebih dari 38⁰ C, defisiensi imunologi, pengobatan dengan imunosupresif, alergi protein telur, hipersensitifitas terhadap kanamisin dan eritromisin, serta wanita hamil.

Menurut WHO (1963):- Berlaku terhadap anak yang sakit parah.

- Yang menderita TBC tanpa pengobatan.

- Yang menderita kekurangan gizi dalam derajat berat.

- Pada anak yang punya penyakit kekebalan (defisiensi imun).

2.2.1.7 Vaksin Hepatitis B

Vaksin dan Jenis Vaksin- Vaksin dimaksudkan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis

B.- Vaksin tersebut dari bagian virus hepatitis b yang dinamakan HBsAg, yang dapat

menimbulakan kekeblan tetapi tidak menimbulkan penyakit.- HBsAg dapat diperoleh dari serum manusia / dengan cara rekayasa genetic dengan

bantuan sel ragi.

Cara Imunisasi

- Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar terhadap 3 kali dengan jarak 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua dan lima bulan antara suntikan kedua dan ketiga.

- Imunisasi ulang diberikan lima tahun setelah imunisasi dasar

- Untuk bayi yang baru lahir dari ibu pengidap hepatitis b harus dilakukan imunisasi pasif memakai immunoglobulin. Khusus anti hepatitis b dalam waktu 24 jam setelah kelahiran berikutnya bayi tersebut harus pula mendaptkan imunisasi aktif 24 jam setelah lahir dengan penyuntikan vaksin hepatitis b dengan cara pemberian yang sama seperti biasa.

Kekebalan

- Daya proteksi vaksin ini belum ada efek samping yang berarti.

Kontraindikasi

- Imunisasi tidak dapat diberikan pada anak sakit parah.

- Vaksin hepatitis b dapat diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan janin.

- Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu maupun beberapa bulan setelah lahir.

2.2.2 Imunisasi yang Dianjurkan

Page 9: BAB II CRP 10 new

2.2.2.1 Vaksin MMR (Measeles, Mumps, Rubella)

Vaksin dan Jenis Vaksin- Pemberian imunisasi bertujuan untuk mendapatkan kekeblan aktif

terhadap penyakit campak (Measeles), gondong (Mumps), dan campakn jerman (Rubella) dalam waktu bersamaan.

- Vaksin MMR mengandung ketiga jenis campak, gondong, dan rubella yang masih hidup tapi dilemahkan.

- Ketiga jenis virus ini dibekukan, dikeringkan, kemudian dikemas dalam bentuk kemasan tunggal sebagai vaksin MMR.

Cara Imunisasi

- imunisasi MMR diberikan dengan 1 kali suntikan setelah anak berumur 12 bulan, akan lebih baik setelah berumur 13 bulan.

- Tujuannya agar pembentukan antibodi akibat penyuntikan tidak terganggu oleh masih adanya kekebalan pasif yang diperolah bayi dari ibunya.

Kekebalan

Daya proteksi vaksin MMR yaitu 95-99%.

Efek samping

Efek amping vaksin gondong sangat jarang dijumpai, bila ada dapat berupa radang otak, timbulnya bercak merah dan rasa gatal pada kulit.

Kontraindikasi

- Keadaan sakit parah

- Penyakit keganasan

- Penyakit defisiensi umum

- Anak yang sedang dalam pengobatan penyakit keganasan2.2.2.2. vaksin demam tifoid

vaksin dan jenis vaksin

- imunisasi ini diberikan untuk memproleh kekebalan aktif terhadap penyakit demam tifoid yang dikenal dengan penyakit tifus.

- Ada dua jenis :1. vaksin oral (vivotif) tersedia dalam bentuk kapsul yang mengandung kuman

salmonella typhi dengan bahan kimia.2. Vaksin suntikan (typhim VI) mengandung antigen polisakarida VI yang

merupakan komponen kuman ganas.

Cara imunisasi

- vaksin suntikan dierikan sekali mulai umur 2 tahun dan harus diulang setiap 3 tahun.

Page 10: BAB II CRP 10 new

- Vaksin oral diberikan pada umur 6 tahun atau lebih, karena pada usia ini sudah dapat menelan kapsul.

Efek samping

Jarang teradi efek samping

Kekebalan

- Uji coba vaksi oral di Indonesia memberikan daya lindung 42-53%.

- Vaksin suntik memberikan perlidungan 70-85%

Kontraindikasi

Seauh ini vaksin aman diberikan pada anak yang sehat.

2.2.2.3. Vaksin Radang Selaput Otak Haemophilus influenze tipe B CHIb

Vaksin dan jenis vakin

- Vaksin Hib menganung bagian dinding kuman yang telah dipisahkan dan sangat dimurnikan

- Ada dua jenis :1. ActHIB buatan pasteur – merieux, perancis 2. Pedvax HIB buatan Marck

Cara Imunisasi

- Imunisasi dilakukan dengan penyuntikan subkutan

- Angan dilakukan suntikan intravena

- Bila imunisasi HIB dilakukan beramaan dengan suntikan vaksin lain maka kedua vaksin tersebut diberukan dari sisi tubuh yang berlawanan

Pedvax HIB :

- Imunisasi dasar diberikan 2 kali padabayi usia 2-14 bulan masing- masing 0,15 ml dengan jarak 2 bulan

- Untuk anak yang baru mendapatkan imunisasi HIB usia > 15 bulan hanya dilakukan 1 kali dan tidak perlu diulang.

Act HIB

- Imunisasi dasar pada bayi usia 2 – 6 bulan di berikan 3 kali 0,5 ml dengan arak 1 – 2 bulan.

- Usia 6 – 12 bulan 2 kal di berikan dengan jarak 1 – 2 bulan.

- Imunisasi ulangan di berikan 12 bulan setelah imunisasi dasar terakhir.

Page 11: BAB II CRP 10 new

Kekebalan

- Daya proteksi yang di peroleh yaitu 95%.

Efek samping

- Dapat terjadi reaksi lokal seperti pembengkakan nyeri dan kemerahan kulit atau reaksi

umum berupa ruam kulit demam dan urtikaria.

Kontraindikasi

- Pada anak yang demam .

- Pada ibu hamil.

- Hipersensitivitas.

2.2.2.4 Hepatitis A

Vaksin dan jenis vaksin

- Imunsasi bertujuan memberikan kekebalan aktif penyakit hepatitis A.

- Yaitu havrix yang mengandung virus hepatitis A yang telah dilemahkan.

Cara imunisasi

- Imunisasi dasar hepatitis A dengan vaksin havrix diberikan 2 kali dengan selang waktu 2 – 4 minggu.

- Dosis ketiga di berikan 6 bulan setelah suntikan pertama.

- Suntikan di berikan pada daerah lengan.

Kekebalan

- Dengan 3 dosis tersebut di atas dapat memberikan perlindungan selama 10 tahun.

2.2.2.5

Vaksin cacar air ( varisela )

- Mulanya vaksin di buat untuk pasien dengan penurunan ketahanan tubuh yaitu penyakit keganasan, trasplantasi organ, AIDS, tapi saat ini vaksin di pergunakan untuk anak-anak dewasa sehat.

- Vaksin varisela berisi virus varisela zooster yang telah di lemahkan.

Cara imunisasi

Page 12: BAB II CRP 10 new

- Vaksin di berikan pada umur > 12 tahun yang belum terkena varisela dan di ulang 6 – 8 minggu

- Vaksin di berikan secara subkutan.

- Imunitas akan timbul 2 minggu setelah penyuntikan.

Kekebalan

- Daya proteksi vaksin varisela cukup tinggi pada anak sehat 90 – 100 %

- Pada anak dengan penurunan ketahanan tubuh berkisar pada 3 – 4 % kasus.

Kontraindikasi

- Pada anak yang demam.

- Hipersensitivitas terhadap neomisin.

- Kehamilan.

- Kelainan darah.

2.2.3 Jadwal Pemberian Imunisasi Wajib

2.2.3.1. Jadwal Pemberian Imunisasi Wajib Pada Bayi

No. Vaksin Pemberian Interval Umur1 BCG 1 X - 0 – 11 bulan2 DPT 3 X 4 minggu 2 – 11 bulan 3 POLIO 4 X 4 minggu 0 – 11 bulan 4 Campak 1 X - 9 – 11 bulan5 Hepatitis B 3 X 1 dan 6 bulan dari

suntikan 1

2.2.3.2. Untuk Bayi yang dilahirkan di Rumah Sakit / Rumah Bersalin.

No. Umur Vaksin1 0 bulan Hepatitis B - 1, BCG, OPV 1

2 2 bulan Hepatitis B – 2, DP + 1, OPV 23 3 bulan DP + - 2, OPV -34 4 bulan DP + - 3, OPV -45 7 bulan Hepatitis B -36 9 bulan Campak

2.2.3.3. Definisi

Universal Child Immunization (UCI) adalah tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan), ibu hamil, wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 4 dosis hepatitis

Page 13: BAB II CRP 10 new

B, 1 dosis campak. Pada ibu hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT.Untuk anak sekolah tingkat dasar rneliputi 1 dosis DT, I dosis campak dan 2 dosis TT.

2.2.3.4. Target UCI

Target UCI merupakan tujuan antara (intermediate goal) yang berarti cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, polio, campak, dan hepatitis B harus mencapai 80% baik di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten bahkan di setiap desa. Seluruh propinsi dan hamper 97% dari 302 kabupaten di Indonesia telah mencapai target UCI. Jumlah sasaran bayi di Indonesia per tahun 4,6 juta sedang ibu hamil 5,1 juta.

2.2.3.5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kunjungan balita ke posyandu

1. Perilaku individu

A. faktor-faktor predisposisi (presdisposing factors)

1) umur ibu

Umur sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi sosial terdapat pada masa dewasa. Wanita yang cepat dewasa tetap aktif dibidang sosial seperti ikut serta dalam posyandu. (Elizabeth B. Hurlock 1980 : 263) Para ibu muda merupakan suatu kelompok pendukung sukarela yang besar pada umumnya perhatian mereka sangat besar dan mudah diberi inbtruksi untuk ikut serta dalam kegiatan posyandu (Alam B dan Robert J, 1985 :44).

2) Pengetahuan ibu

Penelitian menurut Sihol P Hutagalung (1992) pengetahuan ibu mempengaruhi perilaku menimbangkan anaknya di posyandu. Adanya hubungan pengetahuan sikap dengan praktek penggunaan posyandu oleh ibu balita. Berdasarkan penelitian Sanjur tahun 1982 beberapa studi menunjukan bahwa jika tingka pendidikan dari ibu meningkat pengetahuan nutrisi dan praktik-praktik nutrisi makin meningkat, ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi daripada yang kurang bergizi ( Mulyono Joyomartono, 2005 : 98)

3) Pendidikan

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik. Bagaimana cara menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya ( Soetjingsih. 1998 : 100 ). Berdasarkan penelitian Sanjur tahun 1982 beberapa studi menunjukan bahwa jika tingka pendidikan dari ibu meningkat pengetahuan nutrisi dan praktik-praktik nutrisi makin meningkat, ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi daripada yang kurang bergizi ( Mulyono Joyomartono, 2005 : 98)

Page 14: BAB II CRP 10 new

4) Pekerjaan

Bagi pekerja wanita bagaimanapun juga mereka adalah ibu ramah tangga yang sulit lepas dari lingkungan keluarga. Wanita mempunyai baban dan hambatan lebih berat di bandingkan pria dalam arti wanita harus lebih dulu mengatasi urusan keluarga, suami, anak, dan hal-hal yang menyangkut rumah tangganya (pandji anoraga 1998:121) . aspek sosial dan ekonomi akan berpengaruh pada partisipasi masyarakat diposyandu. Semua ibu sibuk bekerja baik di rumah atau diluar rumah keduanya akan tetap meninggalkan anak-anaknya untuk sebagian besar waktu. (Neil Niven, 2000:253)

5) Jumlah anak dalam keluarga

Jumlah anak adalah banyaknya keturunan dalam satu keluarga. Jumlah anak yang banyak pada keluarga akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima, lebih-lebih jika jarak anatar anak terlalu dekat (soetjiningsih, 1998:10). Kecukuan gizi keluarga berkaitan erat dengan besar kecilmya jumlah anggota keluarga. Jarak kelahiran anak yang terlalu rapat merupakan salah satu faktor yang mempertinggi resiko anak akan menderita KKP.

6) Pendapatan

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang ttumbuh kembang anak dan kesadran anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder (soetjningsih 1998:10). Menurut budioro (2002:108) keterbatasan sarana dan sumber daya , rendahya penghasilan, adanya peraturan atau perundangan yang menjadi penghambat akan membatasi keberdayaan orang untuk merubah prilakunya

7) Sikap

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas misalnya sikap ibu yang sudah positip terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang mudah di capai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. (Soekidjo, 2003:133)

B. Faktor-Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

1) Keterjangkauan Fasilitas

Masalah kesehatan masyarakat tidak terlepas dari faktor-faktor yang menjadi masa rantai terjadinya penyakit, yang kesemuanya itu tidak terlepas dari lingkungan dimana masyarakat itu berada, prilaku masyarakat yang merugikan kesehatan ataupun gaya hidup yang merusak tatanan masyarakat dalam bidang masyarakat, ketersediaan dan keterjangkuan fasilitas kesehatan uang dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, disamping faktor – faktor yang sudah dibawa sejak akhir menjadi maslah tersendiri bila dilihat

Page 15: BAB II CRP 10 new

dari segi individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan (Nasrudin Effendy, 1998:8)

2) Jarak Posyandu

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002 : 456) jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak anatara rumah dengan posyandu. Jangkuan pelayanan posyandu dapat ditingkatkan dengan bantuan pendekatan maupun pemantuan melalui kegiataan posyandu (Budioro, 2001 : 147).

Posyandu sebaiknya berada pada tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri, posyandu dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang sudah ada, rumah penduduk, balai desa, balai RT, atau ditempat khusus yang dibangun masyarakat (Nasrul Effendy, 1998 : 296).

Faktor biaya dan jarak pelayanan kesehatan dengan rumah berpengaruh terhadap perilaku penggunaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ( Kresno, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2006) menunjukkan bahwa responden yang mengaku jarak tempuh ke tempat pelakasanaan posyandu dekat akan lebih banyak memanfaatkan posyandu dibandingkan responden yang jarak tempuhnya jauh, dari 80 orang responden yang memanfaatkan posyandu 77 orang diantaranya datang ke posyandu dengan jalan kaki sedangkan sisanya 3 orang mengatakan harus menggunakan kendaraan untuk bisa mengikuti kegiatan posyandu. Pendapat yang sama juga ditemukan dalam penelitian Setowaty (2000) dipuskesmas segala mider di kota bandar lampung yang menemukan keluarga yang tinggalnya dekat dengan pelayanan pengobatan akan memanfaatkan pelayanan 4,267 kali dibandingkan dengan yang bertempat tinggal jauh. Menurut Koenger (1983) keterjangkuan masyarakat termasuk harak akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Demikian juga menurut Andersen, et all(1975) dalam Greenlay (1980) yang mengatakan bahwa jarak merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan pengobatan.

C. Faktor-faktor penguat (Reinforching Factor)

1) Peran kader

Keterampilan petugas posyandu merupakan salah satu keberhasilan dari sistem pelayanan di posyandu. Posyandu yang dilakukan oleh kader posyandu yang terampil akan mendapat respon positif dari ibu – ibu balita sehingga kader tersebut ramah dan baik. Kader posyandu yang ramah, terampil dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat menyebabkan ibu – ibu balita rajin datang dan memanfaatkan pelayanan kesehatan di posyandu.(Yon Ferizaol dan Mubasysyir Hasanbasri, 2007 : 10).

Kader gizi berasal dari anggota masyarakat, bekerja sukarela, mampu melaksanakan kegiatan, mampu menggerakan masyarakat untuk ikut serta

Page 16: BAB II CRP 10 new

dalam kegiatan, bekerja sukarela, mampu melaksanakan kegiatan, mampu menggerakan masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan posyandu. Kader mempunyai peranan langsung dan tidak langsung dalam melaksanakan kegiatan.

a) Peranan langsung

Menyelenggarakan kegiatan bulanan posyandu : (1) pencatatan balita, (2) penimbangan balita, (3) pencatatan hasil penimbangan balita, (4) penyuluhan atas dasar hasil penimbangan balita, (5) penyuluhan ibu hamil dan ibu menyusui, (6) pemberian makanan tambahan, (7) peran serta rumah, (8) melaporkan kegiatan.

b) Peranan tidak langsung

Penggerak utama masyarakat dalam kegiatan posyandu (Depkes RI, 1985 : 10 – 13).

2) Prilaku masyarakat

Pada hakikatnya bila sesuatu program pembangunan kesehatan dilaksanakan berlangsung suatu proses interaksi antara provider dengan recipient, yang masing-masing memiliki latar belakang sosial budaya sendiri-sendiri. Provider memilki sistem kesehatan kedokteran, recipient memilki sistem kesehatan yang berlaku di komunitasnya. Program pembangunan kesehatan, termasuk di dalamnya upaya peningkatan kedudukan gizi, dapat mencapai tujuan program apabila dari kedua belah pihak saling berpartisipasi 24

Page 17: BAB II CRP 10 new

aktif. Pihaknya perlu memahami latar belakang sosial budaya dan psikologi recipient. Prinsip-prinsip pembangunan masyarakat pedesaan perlu diperhatikan prinsip-prinsip itu antara lain: a. Untuk memperlancar pelaksanaan program masyarakat target yang dapat menghambat, dan yang mendorong baik yang terdapat dalam masyarakat target maupun staf birokrasi inovasi.

b. Berdasarkan pengalaman, suatu program pembangunan masyarakat terlaksana dengan lancer keren melibatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan-kegiatan, karena sesuai dengan felt-need, yang berdasarkan pertimbangan provider adalah need, menjadi feel-need bagi masyarakat yang bersangkutan.

c. Dalam usaha memperbaiki kebiasaan makan anak balita dan ibu menyusui, provider hendaknya memahami faktor-faktor kebiasaan makan orang-orang dari masyarakat target. Ada konsep kebiasaaan makan yang dapat dijadikan pedoman, antara lain teori channel dari Kurt Lewin. Menurut teori ini pemilihan makanan didasari oleh nilai intelektual dan emosional dan dipengaruhi oleh rasa, status sosial, kesehatan dan harga. Nilai-nilai berinteraksi satu dengan yang lain. Makanan apa yang dipilih tergantung pada skala nilai yang diacu (Mulyono Joyomartono, 2005:120-121).

3) Partisipasi masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah menumbuhkan dan meningkatkan tanggungjawab individu, keluarga, terhadap kesehatan atau kesejahteraan dirinya, keluarganya dan masyarakat (Depkes RI, 1987:2).

Partisipasi masyarakat dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu: a. Tingkat partisipasi masyarakat karena perintahatau karena paksaan.

b. Tingkat partisipasi masyarakat karena imbalan atau karena insensitif.

c. Tingkat partisipasi masyarakat karena identifikasi karena ingin meniru.

d. Tingkat partisipasi masyarakat karena kesadaran.

e. Tingkat partisipasi masyarakat karena tuntutan akan hak azasi dan tanggungjawab (Depkes RI, 1987:18).

Faktor penghambat dalam partisipasi masyarakat berasal dari masyarakat dan pihak provider. Dari masyarakat dapat terjadi karena kemiskinan, kesenjangan social, sistem pengambilan keputusan dari atas ke bawah, adanya kepentingan tetap, pengalaman pahit masyarakat tentang program sebelumnya, susunan masyarakat yang sangat heterogen, persepsi masyarakat yang sangat berbede dengan persepsi provider tentang masalah kesehatan yang dihadapi. Sedangkan hambatan yang ada dalam pihak provider adalah terlalu mengejar target, persepsi yang berbede antara provider dan masyarakat, dan pelaporan yang tidak obyektif (Depkes RI, 1987:20).

Page 18: BAB II CRP 10 new

Partisipasi masyarakat didorong oleh faktor yang berat dalam masyarakat dan pihak provider yang akan mempengaruhi perubahan perilaku yang merupakan faktor penting dan besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan (Depkes RI, 1987:20).

4) Penerapan atau prilaku5) Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002:1180) Penerapan adalah hasil

menerapkan sesuatu, dalam hal ini adalah penerapan kunjugan 26

Page 19: BAB II CRP 10 new

6) posyandu. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan dan untuk terwujudnya suatu tindakan yang nyata perlu pendukung atau kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap kunjungan posyandu tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya dan ada fasilitas posyandu yang mudah dicapai agar ibu tersebut datang dalam kegiatan posyandu. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain misalnya suami atau istri, orang tua atau mertua sangat penting

7) 1) Proses perubahan perilaku. 8)9) Sepanjang masa hidupnya semua makhluk hidup termasuk manusia akan

mengalami perubahan perilaku. Perubahan perilaku ini dilakukan untuk menghadapi kondisi alam sekitarnya yang berubah-ubah. Menurut Hosland, et al dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003:134) proses perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:

10) a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau tidak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus efektif.

11) b. Setelah stimulus mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti dan dilanjutkan ke proses berikutnya.

12) c. Organisme tersebut kemudian mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang diterimanya (bersikap). 27

13) d. Adanya dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku)

D. Kerangka Teori Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun kerangka teori mengenai partisipasi ibu balita dalam kegiatan Posyandu, sebagai berikut:

Faktor-faktor ynga berhubungan dengan kunjungan ibu balita dalam kegiatan Posyandu dibagi menjadi predisposing factors, enabling factors, dan reinforcing factors. Presdiposing factors (faktor-faktor predisposisi) meliputi umur ibu, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu, dan jumlah anak.

Enabling factors (factor-faktor pendukung) yang meliputi keterjangkauan fasilitas, jarak posyandu, dan perilaku masyarakat yang mana dilator belakangi oleh faktor sosial dan budaya yang juga ikut berperan dalam pelaksanaan kegiatan posyandu, serta reinforcing factors (factor penguat) yaitu peran kader. Peran kader turut serta mempengaruhi partisipasi ibu balita dalam kegiatan Posyandu.

Kerangka teori secara lebih lanjut dapat dilihat pada bagan berikut:

Page 20: BAB II CRP 10 new
Page 21: BAB II CRP 10 new

Faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan ibu balita: Umur ibu balita Pendidikan ibu balita Kunjungan ibu balita dalam kegiatan posyandu Sikap ibu balita Pengetahuan ibu balita Jumlah anak 2.4 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah 1. Ada hubungan antara umur ibu balita dengan kunjungan ibu balita dalam kegiatan posyandu.

2. Ada hubungan antara pendidikan ibu balita dengan kunjungan ibu balita dalam kegiatan posyandu.

3. Ada hubungan antara pengetahuan ibu balita dengan kunjungan ibu balita dalam kegiatan posyandu. 30

Page 22: BAB II CRP 10 new

4. Ada hubungan antara sikap ibu balita dengan kunjungan ibu balita dalam kegiatan posyandu.

5. Ada hubungan antara jumlah anak ibu balita dengan kunjungan ibu balita dalam kegiatan posyandu.