bab i dan ii revisi 3

56
1 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu kedokteran semakin berkembang salah satu bukti perkembangan ilmu kedokteran adalah transplantasi/cangkok. Cangkok organ pertama di dunia dilakukan dokter Christiaan Barnard. Perkembangan transplantasi organ tubuh manusia semakin berkembang, tidak hanya organ Jantung manusia, namun berkembang ke cangkok ginjal, hati, dan beberapa organ lain termasuk jaringan tubuh manusia seperti jaringan otot ligamen maupun syaraf. Tingginya permintaan transplantasi yang tentu saja diikuti dengan tingginya permintaan organ tersebut tidak diikuti dengan tingginya tingkat persediaan organ. Menurut data dari WHO tranplantasi organ telah dilakukan di 91 negara di dunia. Pada tahun 2005 ada sekitar 66.000 ribu transplantasi ginjal, 21.000 transplantasi hati dan 6000 transplantasi ginjal dilakukan diseluruh dunia 1 . Sedangkan Menteri Kesehatan Dr dr Endang Rahayu Sedyaningsih sebagaimana dikutip dari harian Kompas Senin 15 Maret 2010, lebih dari 600 orang membutuhkan cangkok hati di Indonesia. Berdasarkan data tersebut diatas terlihat bahwa kebutuhan akan donor organ manusia di Indonesiapun cukup tinggi. Akan tetapi tingginya kebutuhan akan organ tersebut di Indonesia juga tidak diikuti dengan ketersediaan organ. Mencari donor organ tubuh di Indonesia masih sangat sulit. Kesadaran masyarakat Indonesia, baik itu individu maupun anggota keluarganya untuk mendonorkan organ tubuh masih sangat rendah. Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjadi donor organ didorong oleh kurangnya pemahaman terhadap pentingnya ketersediaan organ bagi manusia lain, bagi kelangsungan hidup penderita gagal organ, disamping sosiokultur dan pandangan keagamaan yang menghambat kesadaran untuk mendonorkan

Upload: annisa

Post on 14-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

bab 1

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i Dan II Revisi 3

1 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kemajuan ilmu kedokteran semakin berkembang salah satu bukti

perkembangan ilmu kedokteran adalah transplantasi/cangkok. Cangkok organ

pertama di dunia dilakukan dokter Christiaan Barnard. Perkembangan

transplantasi organ tubuh manusia semakin berkembang, tidak hanya organ

Jantung manusia, namun berkembang ke cangkok ginjal, hati, dan beberapa organ

lain termasuk jaringan tubuh manusia seperti jaringan otot ligamen maupun

syaraf. Tingginya permintaan transplantasi yang tentu saja diikuti dengan

tingginya permintaan organ tersebut tidak diikuti dengan tingginya tingkat

persediaan organ. Menurut data dari WHO tranplantasi organ telah dilakukan di

91 negara di dunia. Pada tahun 2005 ada sekitar 66.000 ribu transplantasi ginjal,

21.000 transplantasi hati dan 6000 transplantasi ginjal dilakukan diseluruh dunia1 .

Sedangkan Menteri Kesehatan Dr dr Endang Rahayu Sedyaningsih

sebagaimana dikutip dari harian Kompas Senin 15 Maret 2010, lebih dari 600

orang membutuhkan cangkok hati di Indonesia. Berdasarkan data tersebut diatas

terlihat bahwa kebutuhan akan donor organ manusia di Indonesiapun cukup

tinggi. Akan tetapi tingginya kebutuhan akan organ tersebut di Indonesia juga

tidak diikuti dengan ketersediaan organ. Mencari donor organ tubuh di Indonesia

masih sangat sulit. Kesadaran masyarakat Indonesia, baik itu individu maupun

anggota keluarganya untuk mendonorkan organ tubuh masih sangat rendah.

Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjadi donor organ didorong

oleh kurangnya pemahaman terhadap pentingnya ketersediaan organ bagi manusia

lain, bagi kelangsungan hidup penderita gagal organ, disamping sosiokultur dan

pandangan keagamaan yang menghambat kesadaran untuk mendonorkan

Page 2: Bab i Dan II Revisi 3

2 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

organnya. Sehingga tidaklah mengherankan donor sangat sulit didapatkan di

Indonesia.

Sebagian besar masyarakat Indonesia masih merasa tidak rela jika organ

tubuhnya diambil ketika dirinya atau kerabatnya meninggal dunia. Kondisi ini

sangat disayangkan, mengingat banyak pasien yang mengidap penyakit ginjal,

jantung, mata yang sebenarnya masih memiliki peluang untuk sembuh dan hidup

normal terpaksa putus harapan karena donor organ yang dibutuhkannya tak

kunjung tiba.

Di negara-negara maju, maupun negara-negara yang berazaskan agama

saat ini kesadaran untuk mendonorkan organ tubuh tinggi. Banyak orang yang

secara sadar menuliskan izin pengambilan organ tubuhnya jika ia meninggal.

Bahkan, banyak kerabat orang yang meninggal mengizinkan dilakukannya

pengambilan organ vital tanpa perintah Keterbatasan organ menyebabkan harga

organ tersebut menjadi tinggi, sehingga yang muncul di dalam masyarakat adalah

akibat kebutuhan ekonomi tidak jarang ditemui pemasangan iklan secara terang-

terangan menjual organnya, kemudian kasus penculikan bayi dari Rumah Sakit

maupun klinik-klinik bersalin, maupun kasus Melati anak jalanan yang

ditemukan di Jepang2 , disinyalir sebagai perolehan organ secara illegal. Penjualan

organ secara illegal maupun pengambilan organ secara paksa harus

dicegah.Sebagai suatu tindakan medis, transplantasi organ memiliki potensi untuk

disalahgunakan dan menimbulkan sengketa, sehingga untuk pelaksanaannya

dirasakan memerlukan pengaturan bukan hanya dari segi etika, tetapi juga hukum.

Pada referat ini akan dibahas tentang transplantasi, aspek etik dan

medikolegalnya. Transplantsi organ dan jaringan tubuh manusia kemudian

berkembang menjadi suatu kegiatan yang menjadi perdebatan, apakah praktek jual

beli organ manusia perlu dilegalkan guna mencegah perkembangan jual beli organ

Page 3: Bab i Dan II Revisi 3

3 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

manusia di pasar gelap ataukah dengan tegas melarang jual beli selain atas dasar

kemanusiaan.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah peran dokter dalam melakukan transplantasi organ tubuh?

2. Bagaimanakah aspek hukum terhadap pengaturan transplantasi

organ tubuh manusia di Indonesia?

I.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari

penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah dalam bidang

kedokteran

2. Mengetahui hukum dan peraturan yang berlaku dalam melakukan

transplantasi organ tubuh

I.4 Manfaat Penulisan

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penulisan, maka

manfaat penulisan makalah adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dasar dasar hukum yang mengatur tentang

transplantasi organ tubuh manusia.

2. Untuk mengetahui langkah- langkah dan metode dalam penulisan

makalah di bidang kedokteran.

Page 4: Bab i Dan II Revisi 3

4 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 TRANSPLANTASI ORGAN

II.1.1 Sejarah Transplantasi Organ

Sejarah transplantasi modern diawali oleh keberhasilan transplantasi

kornea pada tahun 1905. Sejak saat itu berbagai organ mulai

ditransplantasikan untuk menggantikan organ yang rusak, meliputi

transplantasi kornea, ginjal, paru, jantung, liver, muka, tangan, dan bahkan

penis. Tabel 1 dibawah ini menggambarkan perkembangan transplantasi

organ dari waktu ke waktu.

Tabel 1. Sejarah perkembangan transplantasi organ dari waktu ke

waktu

Organ Dokter Tahun Keterangan

Kornea Eduard Zirm 1905 Memindahkan kornea pada korban

kecelekaan kerja

Paru-paru James Hardy 1960s Resipien: pasien Ca paru

Ginjal - 1950 Resipien:Ruth Tucker, Chicago,

bertahan 5 tahun

Jantung Christian Barnard 1967

Resipien: Luois Washkansky. Donor

jenazah kll

Liver Thomas Strazl 1967 Bertahan 400 hari

Page 5: Bab i Dan II Revisi 3

5 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Organ Dokter Tahun Keterangan

Tangan - 1998 Resipien: Clint Hallam, New Zealand

Uterus 2000 Di Arab Saudi, Resipien: pasien HPP, bertahan 99

hari

Muka 2005

Resipien: Isabelle Dinoire, Perancis

korban penyerangan Labrador.

Donor: bunuh diri (hanging)

Penis 2005 Di China

, Resipien: pria 44 tahun kehilangan

sebagian penis. Donor: anak muda,

23 tahun, MBO

II.1.2 Definisi

Transplantasi organ adalah pemindahan organ dari satu tubuh ke

tubuh yang lainnya atau pemindahan organ dari donor ke resipien yang

organnya mengalami kerusakan. Organ yang sudah dapat ditransplantasi

adalah jantung, ginjal, hati, pancreas, intestine dan kulit,sedangkan jaringan,

adalah kornea mata, tulang, tendo, katup jantung, dan vena.

Pemindahan organ dari donor ke resipien bukan masalah yang

sederhana, banyak faktor yang harus dipertimbangkan, misalnya medikal

transplantasi, dimana donasi organ atau jaringan memerlukan terapi

transplantasi, meliputi persiapan resepien sebelum transplantasi, saat operasi

dan sesudah transplantasi. Sering terjadinya penolakan transplantasi, yaitu

organ atau jaringan donor tidak diterima oleh tubuh resepien. Hal ini

merupakan tantangan dan masalah yang kompleks bagi dunia kedokteran.

Untuk mengatasi penolakan dari resepien diatasi dengan obat

immunosuppressant, obat yang menghambat aktivitas sistem imun.

Page 6: Bab i Dan II Revisi 3

6 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Penggunaan obat ini mengambil resiko tinggi, karena dengan tidak aktifnya

sistem imun, resepien menjadi rentan terhadap infeksi dan penyebaran sel-sel

malignant. Efek samping lain adalah menyebabkan hipertensi, dislipidemia,

hiperglikemik, peptic ulcer, liver dan kerusakan ginjal. Obat ini pun biasanya

berinteraksi dengan obat lain dan akan mempengaruhi aktivitas metabolisme

resepien. Organ yang berasal dari donor yang masih hidup (living donor),

harus mempunyai syarat , antara lain, pendonor harus tetap hidup layak,

sehingga yang didonorkan adalah jaringan, sel atau cairan yang dapat

diperbaharui, seperti kulit, darah atau organ yang dapat beregenerasi, seperti

hati, intestine atau bila diambil masih dapat bekerja dengan baik, seperti

ginjal. Organ pun dapat berasal dari donor yang sudah meninggal (cadaveric

donor), pendonor sudah dinyatakan mengalami kematian batang otak,

sehingga organ-organ yang akan didonorkan harus tetap berfungsi dengan

baik dan dapat ditransplantasikan pada tubuh resepien. Pada saat ini pun

cadaveric donor dapat dari donor yang sudah dinyatakan cardic-death.3

II.1.3 Kematian menurut ilmu kedokteran7

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan

dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari

Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan

dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi

pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan tersebut.

Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya

fungsi sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis).

Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa

menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena

itu definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain

Page 7: Bab i Dan II Revisi 3

7 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

death is death. Mati adalah kematian batang otak.

Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga

sistem yang mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara

lain sistem persarafan, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan.

Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi

gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut

berpengaruh

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati

somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak

(mati batang otak).

Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena

sesuatu sebab terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang

bersifat menetap.

Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan

adanya refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba,

denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara

napas tidak terdengar saat auskultasi.

Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip

dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga

sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus

keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.

Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau

jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis.

Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda,

sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan

Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua

Page 8: Bab i Dan II Revisi 3

8 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum,

sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan

kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat

Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah

terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible,

termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak

(mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan

tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.

Adapun tanda – tanda kematian antara lain :

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis

pada seseorang berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul

dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Perubahan

tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi

menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.

A. Tanda kematian tidak pasti

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.

2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis

tidak teraba.

3. Kulit pucat.

4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.

5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit

setelah kematian.

6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10

menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air

mata.

Page 9: Bab i Dan II Revisi 3

9 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

B. Tanda Kematian Pasti

1. livor mortis

Nama lain livor mortis ini antara lain lebam mayat

postmortem lividity, post mortem hypostatic, post mortem

sugillation, dan vibices.

Livor mortis adalah suatu bercak atau noda besar merah

kebiruan atau merah ungu (livide) pada lokasi terendah tubuh

mayat akibat penumpukan eritrosit atau stagnasi darah karena

terhentinya kerja pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi, bukan

bagian tubuh mayat yang tertekan oleh alas keras.

Bercak tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit

pasca kematian klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas

dan lengkap, akhirnya menetap kira-kira 8-12 jam pasca kematian

klinis.

Sebelum lebam mayat menetap, masih dapat hilang

bila kita menekannya. Hal ini berlangsung kira-kira kurang dari

6-10 jam pasca kematian klinis. Juga lebam masih bisa berpindah

sesuai perubahan posisi mayat yang terakhir. Lebam tidak bisa

lagi kita hilangkan dengan penekanan jika lama kematian klinis

sudah terjadi kira-kira lebih dari 6-10 jam.

Ada 4 penyebab bercak makin lama semakin meluas dan

menetap, yaitu :

1. Ekstravasasi dan hemolisis sehingga hemoglobin keluar.

2. Kapiler sebagai bejana berhubungan.

Page 10: Bab i Dan II Revisi 3

10 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

3. Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh menurun.

4. Pembuluh darah oleh otot saat rigor mortis.

a. Lebam mayat (Ligor mortis)

Nama lain ligor mortis adalah lebam mayat, post mortem lividity,

post mortem hypostatic, post mortem sugillation, atau vibices. Setelah

kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah karena gaya

tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak

berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada

bagian tubuh yang terkena alas keras. Darah tetap cair karena adanya

pembuluh darah.

Livor mortis biasanya muncul antara 30 menit sampai 2 jam setelah

kematian. Lebam mayat muncul bertahap, biasanya mencapai perubahan

warna yang maksimal dalam 8-12 jam. Sebelum menetap, lebam mayat akan

berpindah bila tubuh mayat dipindahkan. Lebam mayat menetap tidak lama

setelah perpindahan atau turunnya darah, atau ketika darah keluar dari

pembuluh darah ke sekeliling jaringan lunak yang dikarenakan hemolisis

dan pecahnya pembuluh darah. Fiksasi dapat terjadi setelah 8-12 jam jika

dekomposisi terjadi cepat, atau pada 24-36 jam jika diperlambat dengan

suhu dingin. Untuk mengetahui bahwa lebam mayat belum menetap dapat

didemostrasikan dengan melakukan penekanan ke daerah yang mengalami

perubahan warna dan tidak ada kepucatan pada titik dimana dilakukan

penekanan.

Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh tertimbunnya sel-sel

darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu

kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan

Page 11: Bab i Dan II Revisi 3

11 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

tersebut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada

penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam saat

pemeriksaan.

Ada 3 faktor yang mempengaruhi lebam mayat, yaitu:

1.Volume darah yang beredar

Volume darah yang banyak menyebabkan lebam mayat lebih cepat

terbentuk dan lebih luas, sebaliknya volume darah sedikit menyebabkan

lebam mayat lebih lambat terbentuk dan terbatas.

2.Lamanya darah dalam keadaan cepat cair

Lamanya darah dalam keadaan cepat cair tergantung dari fibrinolisin

dan kecepatan koagulasi post-mortem.

3.Warna lebam

Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk

memperkirakan penyebab kematian, yaitu:

1. Merah kebiruan merupakan warna lebam normal.

2. Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN,

atau suhu dingin.

3. Merah gelap menunjukkan asfiksia

4. Biru menunjukkan keracunan nitrit.

5. Coklat menandakan keracunan aniline.

Livor mortis tidak terlalu penting dalam menentukan waktu

kematian. Bagaimanapun, itu penting dalam menentukan apakah tubuh

mayat telah dipindahkan.

Page 12: Bab i Dan II Revisi 3

12 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

b. Kaku mayat (Rigor mortis)

Rigor mortis atau kekakuan dari tubuh mayat setelah kematian

dikarenakan menghilangnya adenosine trifosfat (ATP) dari otot. ATP adalah

sumber utama dari energi untuk kontraksi otot. Otot memerlukan

pemasukan yang berkelanjutan dari ATP untuk berkontraksi karena jumlah

yang ada hanya cukup untuk menyokong kontraksi otot selama beberapa

detik. Pada ketiadaan dari ATP, filament aktin dan myosin menjadi

kompleks yang menetap dan terbentuk rigor mortis. Kompleks ini menetap

sampai terjadi dekomposisi.

Penggunaan yang banyak dari otot sebelum kematian akan

menimbulkan penurunan pada ATP dan mempercepat onset terjadinya rigor

mortis, hingga tidak ada ATP yang diproduksi setelah kematian. Beberapa

faktor yang menyebabkan penurunan yang bermakna pada ATP menjelang

kematian adalah olahraga yang keras atau berat, konvulsi yang parah, dan

suhu tubuh yang tinggi.

Kejadian yang seketika dari rigor mortis diketahui sebagai kadaverik

spasme. Rigor mortis menghilang dengan timbulnya dekomposisi.

Pendinginan atau pembekuan akan menghambat onset dari rigor

mortis selama dibutuhkan. Rigor mortis dapat “broken” dengan peregangan

yang pasif dari otot-otot. Setelah rigor mortis “broken”, itu tidak akan

kembali. Jika hanya sebagian rigor mortis yang dilakukan peregangan, maka

masih akan ada sisa rigor mortis yang “unbroken”.

Rigor mortis biasanya muncul 2-4 jam setelah kematian, dan muncul

keseluruhan dalam 6-12 jam. Ini dapat berubah-rubah. Ketika rigor mortis

terjadi, menyerang semua otot-otot pada saat yang bersamaan dan kecepatan

yang sama. Namun tampak lebih jelas pada otot-otot yang lebih kecil, hal ini

disebabkan otot kecil memiliki lebih sedikit cadangan glikogen. Jadi rigor

Page 13: Bab i Dan II Revisi 3

13 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

mortis dikatakan muncul pertama kali pada otot-otot yang lebih kecil seperti

rahang, dan berurutan menyebar ke kelompok otot besar. Penampakan awal

dari rigor mortis adalah pada rahang, ektremitas atas dan ekstremitas bawah.

Kira-kira 0-4 jam pasca mati klinis, mayat masih dalam keadaan lemas, ini

yang disebut relaksasi primer. Kemudian terbentuk rigor mortis. Setelah 36

jam pasca mati klinis, tubuh mayat akan lemas kembali sesuai urutan

terbentuknya kekakuan, ini disebut relaksasi sekunder.

Keadaan-keadaan yang mempercepat terjadinya rigor mortis, antara

lain aktivitas fisik sebelum kematian, suhu tubuh tinggi, suhu lingkungan

tinggi, usia anak-anak dan orang tua, dan gizi yang buruk.

Ada 4 kegunaan rigor mortis:

1. Menentukan lama kematian.

2. Menentukan posisi mayat setelah terjadi mortis.

3. Merupakan tanda pasti kematian.

4. Menentukan saat kematian.

c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya

produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus-

menerus. Pengeluaran panas tersebut disebabkan perbedaan suhu

antara mayatdengan lingkungannya. Suhu tubuh pada orang

meninggal secara bertahap akan sama dengan lingkungan atau media

sekitarnya karena metabolisme yang menghasilkan panas terhenti

setelah orang meninggal. Pada jam pertama setelah kematian,

penurunan suhu berjalan lambat karena masih ada produksi panas

dari proses gilkogenolisis dan sesudah itu penurunan akan cepat

terjadi dan menjadi lambat kembali. Gambaran kurva penurunan

Page 14: Bab i Dan II Revisi 3

14 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

suhu ini seperti huruf „S‟ terbalik (sigmoid).

Penurunan suhu tubuh dipengaruhi:

1.Faktor lingkungan (media).

Penurunan suhu tubuh cepat bila ada perbedaan besar suhu

lingkungan dengan tubuh mayat. Semakin rendah suhu media

tempat mayat terletak semakin cepat penurunan suhu tubuh

mayat. Penurunan suhu akan cepat bila intensitas aliran udara

besar, udara yang mengalir, dan udara lembab.

2.Keadaan fisik tubuh.

Penurunan suhu tubuh makin lambat bila jaringan lemak dan otot

makin tebal. Pada mayat dengan tubuh kurus akan lebih cepat

dibanding yang gemuk.

3.Usia.

Penurunan suhu akan cepat pada anak dan orang tua. Pada bayi

akan lebih cepat karena luas tubuh permukaan bayi lebih besar.

4.Pakaian yang menutupi.

Makin berlapis pakaian menutupi tubuh, penurunan suhu makin

lambat.

5.Suhu tubuh sebelum kematian.

Penyakit dengan suhu tubuh tinggi pada saat meninggal seperti

kerusakan jaringan otak, perdarahan otak, infeksi, asfiksia,

penjeratan akan didahului peningkatan suhu tubuh, hal ini

menyebabkan penurunan suhu tubuh lebih cepat.

Page 15: Bab i Dan II Revisi 3

15 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

d. Pembusukan (dekomposisi)

Dekomposisi terbentuk oleh dua proses: autolisis dan putrefaction.

Autolisis menghancurkan sel-sel dan organ-organ melalui proses kimia

aseptik yang disebabkan oleh enzim intraselular. Proses kimia ini,

dipercepat oleh panas, diperlambat oleh dingin, dan dihentikan oleh

pembekuan atau penginaktifasi enzim oleh pemanasan. Organ-organ yang

kaya dengan enzim akan mengalami autolisis lebih cepat daripada organ-

organ dengan jumlah enzim yang lebih sedikit. Jadi, pankreas mengalami

autolisis lebih dahulu daripada jantung.

Bentuk kedua dari dekomposisi, yang mana pada setiap individu

berbeda-beda adalah putrefaction. Ini disebabkan oleh bakteri dan

fermentasi. Setelah kematian, bakteri flora dari traktus gastrointestinal

meluas keluar dari tubuh, menghasilkan putrefaction. Ini mempercepat

terjadinya sepsis seseorang karena bakteri telah meluas keseluruh tubuh

sebelum kematian.

Onset dari putrefaction tergantung pada dua faktor utama:

lingkungan dan tubuh. Pada iklim panas, yang lebih penting dari dua faktor

tersebut adalah lingkungan. Banyak penulis akan memberikan rangkaian

dari kejadian-kejadian dari proses dekomposisi dari tubuh mayat. Yang

pertama adalah perubahan warna menjadi hijau pada kuadran bawah

abdomen, sisi kanan lebih daripada sisi kiri, biasanya pada 24-36 jam

pertama. Ini diikuti oleh perubahan warna menjadi hijau pada kepala, leher,

dan pundak; pembengkakan dari wajah disebabkan oleh perubahan gas pada

bakteri; dan menjadi seperti pualam. Seperti pualam ini dihasilkan oleh

hemolisis dari darah dalam pembuluh darah dengan reaksi dari hemoglobin

dan sulfida hydrogen dan membentuk warna hijau kehitaman sepanjang

pembuluh darah. Lama kelamaan tubuh mayat akan menggembung secara

Page 16: Bab i Dan II Revisi 3

16 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

keseluruhan (60-72 jam) diikuti oleh formasi vesikel, kulit menjadi licin,

dan rambut menjadi licin. Pada saat itu, tubuh mayat yang pucat kehijauan

menjadi warna hijau kehitaman.

Kegembungan pada tubuh mayat sering terlihat pertama kali pada

wajah, dimana bagian-bagian dari wajah membengkak, mata menjadi

menonjol dan lidah menjulur keluar antara gigi dan bibir. Wajah berwarna

pucat kehijauan, berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi

hitam. Cairan dekomposisi (cairan purge) akan keluar dari mulut dan

hidung. Dekomposisi berlanjut, darah yang terhemolisis merembes keluar ke

jaringan.

Dekomposisi terjadi cepat pada obesitas, pakaian yang tebal, dan

sepsis, semua yang mempertahankan tubuh tetap hangat. Dekomposisi

diperlambat oleh pakaian yang tipis atau oleh tubuh yang berbaring pada

permukaan yang terbuat dari besi atau batu yang mana lebih cepat menjadi

dingin karena terjadi konduksi. Tubuh mayat yang membeku tidak akan

mengalami dekomposisi sampai di keluarkandari lemari es.

e. Mumifikasi

Pada lingkungan panas, iklim kering, tubuh mayat akan mengalami

dehidrasi secara cepat dan akan lebih mengalami mumifikasi daripada

dekomposisi. Pada saat kulit mengalami perubahan dari coklat menjadi

hitam, organ-organ interna akan berlanjut memburuk, seringkali

konsistensinya menurun menjadi berwarna seperti dempul hitam kecoklatan.

Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang

baik, tubuh yang dehidrasi, dan waktu yang lama (12 – 14 minggu).

Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.

Page 17: Bab i Dan II Revisi 3

17 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

f. Adiposera

Adakalanya, tubuh mayat yang terdekomposisi akan bertransformasi

ke arah adiposera. Adiposera adalah suatu bentuk tetap, berwarna putih

keabu-abuan sampai coklat lilin seperti bahan yang membusuk dan

berminyak, asam stearat. Ini dihasilkan oleh konversi dari lemak yang netral

selama perbusukan ke asam yang tidak dapat dijelaskan. Hal tersebut lebih

nyata pada jaringan subkutan, tetapi dapat terjadi dimana saja bila terdapat

lemak. Adiposera adalah benar-benar suatu variasi dari putrefaction.

Hal ini terlihat paling sering pada tubuh yang dibenamkan dalam air

atau dalam keadaan lembab, lingkungan yang hangat. Pada adiposera, lemak

mengalami hidrolisis untuk melepaskan asam lemak jenuh dengan peranan

dari lipase endogen dan enzim bacterial. Enzim bakterial, umumnya berasal

dari Clostridium perfringens, yang mengubah asam lemak jenuh ini menjadi

asam lemak hidroksi.4 Adiposera dikatakan memakan waktu beberapa bulan

untuk berkembang, walaupun perkembangannya juga dapat terjadi singkat

hanya selama beberapa minggu. Hal ini bergantung pada tingkat perlawanan

dari bakteriologik dan degradasi dari kimia.

II.1.4 Jenis- jenis transplantasi

Jika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor alat dan atau jaringan

tubuh, maka transplantasi dapat dibedakan menjadi :

a. Transplantasi dengan donor hidup

Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau

organ tubuh seseorang ke orang lain atau ke bagian lain dari

tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan. Donor hidup ini

dilakukan pada jaringan atau organ yang bersifat regeneratif,

misalnya kulit, darah dan sumsum tulang, serta organ-organ yang

Page 18: Bab i Dan II Revisi 3

18 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

berpasangan misalnya ginjal. Sebelum memutuskan menjadi donor,

seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi baik

resiko di bidang medis, pembedahan maupun resiko untuk

kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ

yang telah dipindahkan. Jika dilakukan pada orang yang sama

dimana donor dan resipien adalah orang yang sama, maka tindakan

ini tidak mempunyai implikasi hukum. Namun akan berbeda jika

donor dan resipien adalah orang yang berbeda, karena tindakan ini

melibatkan orang lain yang juga memiliki hak, maka dengan

sendirinya akan memiliki implikasi hukum dan diperlukan undang-

undang yang mengatur 4,5

.

b. Transplantasi dengan donor mati atau jenazah

Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan

organ atau jaringan dari tubuh jenazah ke tubuh orang lain yang

masih hidup. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah organ

yang tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi misalnya jantung,

kornea, ginjal dan pankreas. Seperti halnya dengan transplantasi

dengan donor hidup yang melibatkan dua orang yang berbeda,

tindakan ini juga berimplikasi hukum. Biasanya organ terbaik donor

jenazah berasal dari jenazah orang yang masih berusia muda dan

tidak mengidap penyakit, maka donor jenazah terbaik biasanya

merupakan korban dari kecelakaan, bunuh diri, maupun

pembunuhan. Yang pada beberapa negara secara hukum berada pada

kekuasaan dokter forensik untuk penyidikan. Di negara tersebut

mulai dikembangkan pengambilan organ atau jaringan tubuh dari

donor jenazah di ruang autopsi dilakukan oleh dokter forensik

dengan prosedur aseptik sehingga lebih praktis dan menghemat

biaya. Untuk pengambilan organ atau jaringan tubuh ini dokter

Page 19: Bab i Dan II Revisi 3

19 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

forensik bisa dibantu atau diawasi oleh dokter dari bidang lain

sesuai dengan organ yang akan diambil. Sebelum pengambilan

organ dilakukan informed consent pada jenazah-jenazah tersebut,

jika jenazah diketahui identitasnya maka informed consent

didapatkan dari keluarga atau ahli warisnya. Namun jika tidak

diketahui identitasnya, maka jenazah tersebut dianggap milik negara

sehingga dokter forensik dapat mengambil organ atau jaringan tubuh

untuk kemudian diserahkan pada bank organ dan jaringan tubuh 6.

Sedangkan ditinjau dari sudut penerima organ atau resipien, maka

transplantasi dapat dibedakan menjadi:

a. Autotransplantasi

Autotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ

ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri4. Biasanya

transplantasi ini dilakukan pada jaringan yang berlebih atau

pada jaringan yang dapat beregenerasi kembali. Sebagai contoh

tindakan skin graft pada penderita luka bakar, dimana kulit

donor berasal dari kulit paha yang kemudian dipindahkan pada

bagian kulit yang rusak akibat mengalami luka bakar6.

b. Homotransplantasi

Homotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau

organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain4. Misalnya

pemindahan jantung dari seseorang yang telah dinyatakan

meninggal pada orang lain yang masih hidup.

c. Heterotransplantasi

Heterotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau

organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain4. Contohnya

Page 20: Bab i Dan II Revisi 3

20 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

pemindahan organ dari babi ke tubuh manusia untuk mengganti

organ manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi baik.

Transplantasi dapat dikelompokan menjadi,

1. Autograft.

Transplantasi jaringan pada orang yang sama, biasanya dilakukan

pada jaringan yang berlebih yang dapat beregenerasi atau jaringan

yang terdekat, seperti pada skin graft atau vein extraction, pada

coronary artery bypass surgery (CABG).

2. Allograft.

Transplantasi organ atau jaringan antara dua orang yang tidak sama

secara genetik, tetapi pada spesies yang sama. Transplantasi organ

pada manusia umumnya adalah allograft, sehingga ada kendala

penolakan organ atau jaringan dari resepien.

3. Isograft.

Merupakan bagian dari allograft, hanya disini donor dan resepien

mempunyai kesamaan genetik, seperti kembar identik,

kelebihannya adalah tidak ada penolakan organ atau jaringan dari

resepien.

4. Xenotransplantation.

Transplantasi organ atau jaringan dari satu spesies ke spesies lain,

seperti transplantasi katup jantung babi pada manusia, yang

berjalan dengan baik. Transplantasi ini sangat berbahaya, terutama

masalah non-incompatibility, penolakan, dan penyakit yang dibawa

organ atau jaringan tersebut.

II.1. 5 Kelemahan dan Keuntungan Transplantasi Organ

Page 21: Bab i Dan II Revisi 3

21 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Teknik transplantasi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar

bagi orang-orang yang menderita panyakit yang tidak dapat disembuhkan.

Salah satu transplantasi yang paling sering dilakukan oleh manusia yaitu

transfuse darah.

Biasanya dalam melakukan transplantasi organ melibatkan beberapa

hal yang sangat penting yakni:

Pencarian donor yang sesuai

Kemungkinan timbulnya resiko akibat pembedahan

Pemakaian obat-obat immunosupresan yang paten

Kemungkinan terjadinya penolakan oleh tubuh resipien

Kemungkinan terjadinya komplikasi atau kematian

Teknik transplantasi ini merupakan satu-satunya peluang agar orang-

orang yang memiliki kerusakan organ atau organ tersebut tidak dapat

bekerja dengan baik sebagaimana fungsinya.

Transplantasi paling baik dilakukan bila organ atau jaringan

penggantinya berasal dari tubuh sendiri karena memiliki stuktur yang sama

sehingga mencegah terjadinya rejeksi. Akan tetapi jika organ atau jaringan

yang berasal dari orang lain maka akan memungkinkan seseorang mengalami

rejeksi serta komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian.

II.1.6 Penyebab Transplantasi Organ

Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplanttasi,

yaitu:

a. Eksplantasi : usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang

hidup atau yang sudah meninggal.

b. Implantasi : usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut

kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.

Page 22: Bab i Dan II Revisi 3

22 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang

keberhasilan tindakan trasplantasi, yaitu :

a. Adaptasi donasi : yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri

orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara

bologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan atau

organ .

b. Adaptasi resipien : yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima

jaringan atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima

atau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi baik,

mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil

dari donor yang hidup atau dari jenazah orang baru meninggal dimana

meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak. Organ-organ yang

diambil dari donor hidup seperti : kulit, ginjal, sumsum tulang dan darah

(transfusi darah). Organ-organ yanng diambil dari jenazah adalah :

jantung, hati, ginjal, kornea, pancreas, paru- paru dan sel otak.

II.1.7 Teknik dalam Melakukan Transplantasi Organ

Secara teknik bedah, Transplantasi organ dapat dilakukan dengan cara :

a. Ortopik

Bila orang yang dicangkokkan dipasang ditempat organ yang asli.

Sebelumnya organ yang asli diambil terlebih dahulu.

b. Heterotopik

Page 23: Bab i Dan II Revisi 3

23 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Bila organ yang dicangkokkan dipasang pada tempat organ yang

lain. Pada teknik ini organ yang rusak tidak dikeluarkan.

Dalam melakukan pencangkokkan suatu organ, terdapat beberapa

teknik dalam hal pembedahan. Biasanya teknik ini dilakukan pada saat

operasi, baik terhadap donor maupun terhadap pasien. Setiap teknik

pembedahan pada macam - macam organ dilakukan dengan cara yang

berbeda

Secara medis, maka masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan

teknologi transplantasi semakin dapat diatasi oleh para pakar medis, namun

masalah-masalah etis dan yurudis tampaknya tidaklah demikian mudah

untuk dapat diselesaikan dengan mudah dan tuntas.

Masalah-masalah tersebut antara lain berkaitan dengan:

1. Resipien (penerima organ tubuh);

2. Donor (pemberi organ tubuh);

3. Hal persetujuan.

A.1. Resipien (penerima organ tubuh) Manusia normal mempunyai dua

buah ginjal, satu di pinggang kiri dan satu di pinggang kanan. Tuhan

telah menciptakan sedemikian rupa sehingga walaupun hanya satu

ginjal yang dimiliki, manusia masih dapat hidup dan bekerja

sebagaimana biasanya. Tetapi bila keduanya rusak, maka ia terancam

kematian. Salah satu pilihan pengobatannya adalah dengan

haemodialisis (cuci darah). Hal ini memerlukan biaya yang tidak

sedikit atau sangat mahal, di samping penderita menajdi sangat

tergantung pada mesin cuci darah tersebut.

Resipien/penerima biasanya berada dalam suatu posisi yang

menguntungkan karena bila transplantasi ginjal tadi tidak berhasil

Page 24: Bab i Dan II Revisi 3

24 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

dalam artian bila ginjal donor tersebut tidak sesuai atau ditolak oleh

sistem kekebalan tubuh resipien, pasien-pasien masih dapat hidup

melalui haemodialisis seperti biasa.

Menurut J.E. Murray, sampai saat ini keberhasilan transplantasi ginjal

sudah mencapai delapan puluh persen lebih sehingga secara etis dapat

diterima.8

Berdasarkan pasal 64 ayat (1) UU no 36 tahun 2009 dinyatakan bahwa

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan

melalui transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, dengan demikian

secara yuridis pun hal melakukan transplantasi dapat diterima.

A.2. Donor (pemberi organ tubuh manusia) Menurut Kartono Mohamad,

hanya ada tiga jenis transplantasi organ yang dapat diambil dari donor

hidup (living donor) yaitu: transplantasi ginjal, kulit dan sumsung

tulang. Jadi transplantasi organ lainnya seperti kornea mata, jantung,

paru-paru, diambil dari donor mati (cadaver).

Sebenarnya pengambilan organ yang berasal dari donor hidup seperti

ginjal, tujuan ilmu kedokteran ialah penyembuhan, sedangkan

pengambilan organ tubuh sehat sebenarnya berlawanan dengan

penyembuhan. Walaupun demikian donor tersebut masih dapat hidup

terus secara sehat dan oleh karena itu secara etis masih dapat diterima.

Dalam hal ini pasal 65 ayat 2 UU No.36 Tahun 2009 menyatakan

bahwa pengambilan organ atau jaringan tubuh dari seorang donor

harus memperhatikan keselamatan pendonor yang bersangkutan dan

mendapat persetujuan dari pendonor dan/atau ahli waris atau

keluarganya‟.24 Dari bunyi Pasal 65 ayat (2) tersebut, dapat

disimpulkan bahwa selama donor tersebut sehat dan mengijinkan

untuk diambil organ tubuhnya untuk ditransplantasikan, selama itu

Page 25: Bab i Dan II Revisi 3

25 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

pula dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis.

Sesuatu yang sangat penting pula dari aspek yuridis ialah donor

memberikan ijin secara sukarela yiatu persetujuan yang diberikan

tanpa ada tekanan dalam bentuk fisik maupun psikis dan persetujuan

itu dalam bentuk tertulis. Hal ini sangat perlu baik bagi dokter,

resipien maupun donor itu sendiri. Konsekuensi dari ijin secara

sukarela (free consent) itu adalah donor tersebut mempunyai hak

untuk mencabut persetujuan (consent) yang telah ia berikan.

Jadi secara yuridis formal, cukup jelas bahwa hukum tertulis melarang

memperjual belikan organ tubuh dengan dalih/alasan apapun.

Sementara dalam kehidupan sehari-hari sering kita temui adanya

pihak – pihak yang menawarkan suatu organ tubuh tertentu dengan

mengharapkan imbalan financial sebagai kontra prestasinya.

II.2 Peraturan Perundang-Undangan Terkait Transplantasi Organ

Pelayanan medis mencakup semua upaya dan kegiatan berupa

pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), peningkatan

(promotif), dan pemulihan (rehabilitatif) kesehatan, dan dilaksanakan

atas dasar hubungan individual antara para ahli di bidang kedokteran

dengan individu yang membutuhkannya.7 Hubungan tersebut tidak

hanya berupa hubungan yang bersifat medis, tetapi juga hubungan

hukum, yang timbul dari adanya persetujuan dari pihak yang

membutuhkan untuk mendapatkan pertolongan dalam masalah

kesehatannya, atau pihak penerima pelayanan medis, dengan pihak

yang memberikan pelayanan medis.11

Seperti yang diketahui, sejauh ini hanya terdapat beberapa

peraturan perundang- undangan yang membahas tentang

Page 26: Bab i Dan II Revisi 3

26 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

transplantasi organ didalam peraturannya. P eraturan tersebut antara

lain KUHP pasal 394,pasal 359,pasal 360 ayat (1), pasal 361 pasal ,

dan pasal 362 KUHP. Lalu dari Undang-Undang Kesehatan No. 36

Tahun 2009,Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008

tentang Persetujuan Tindakan Medik, serta Peraturan Pemerintah

Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah

Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh

Manusia.

1. Menurut RKHUP

Pasal 394

Setiap orang yang melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam

pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfusi

darah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan

pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 359 KUHP

Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum

selama-lamanya lima tahun atau kurungan penjara selama-lamanya satu

tahun

Pasal 360 ayat 1 KUHP

Menyatakan barang siapa karena kealpaan menyebabkan orang lain

mendapatkan luka-luka berat diancam dengan pidana penjara paling lama

lima belas tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 361 KUHP

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam

menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan

sepertiga dan yang bersalah dapat cabut haknya untuk menjalankan

Page 27: Bab i Dan II Revisi 3

27 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakin dapat

memerintahkan supaya putusan diumumkan.

Pasal 362 KUHP

Barang siapa mengambil barang secara menyeluruh atau sebagian

kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan

hukum , diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima

tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah

2. Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Undang – undang kesehatan No 36 Tahun 2009 pasal 117

menerangkan tentang seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem

jantung sirkulasi dan sistem pernapasan terbukti telah berhenti secara

permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan. Lalu

kemudian pada pasal 123 dijelaskan lebih lengkap tentang bagaimana

pemanfaatan organ tubuh sebagai donor pada tubuh yang telah dinyatakan

terbukti mati batang otak, yakni15

:

1. Pada tubuh yang telah terbkti mati batang otak dapat dilakukan

pemanfaatan organ sebagai donor untuk kepentingan transplantasi

organ.

2. Tindakan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus memenuhi peraturan perundang-undangan.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kematian dan

pemanfataan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

3. Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang persetujuan

tindakan kedokteran

Page 28: Bab i Dan II Revisi 3

28 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Pasal 1:

1. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan

oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan

secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi

yang akan dilakukan terhadap pasien.

2. Keluarga terdekat adalah suami atau istri , ayah atau ibu kandung,

anak-anak kandung atau saudara kandung.

3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya

disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa

preventif, diagnostik, teraupetik, atau rehabilitasi yang dilakukan

oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien

4. Tindakan invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung

dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.

Pada pasal 1 diatas dijelaskan bahwa persetujuan tindakan

kedokteran merupakan persetujuan yang diberikan oleh pasien atau

keluarga terdekat pasien setelah didapatinya penjelasan yang lengkap dari

dokter yang nantinya dapat membantu dokter dalam melaksanakan

tindakan kedokteran yang berguna dalam memberikan perawatan kepada

pasien yang telah menyetujui tindakan kedokteran tersebut.

Pasal 2

1. Semua tindakan kedokteran yang dilakukan terhadap pasien harus

mendapat persetujuan.

2. Persetujuan sebagaimana terdapat pada ayat (1) dapat diberikan

secara tertulis maupun lisan.

3. Persetujuan sebagaimana pada ayat (1) diberikan setelah pasien

mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan

Page 29: Bab i Dan II Revisi 3

29 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

kedokteran dilakukan.

Pada pasal 2 ini diterangkan dengan jelas bahwa tindakan

kedokteran yang akan dilaksanakanoleh seorang dokter harus benar-benar

mendapatkan persetujuan dari pasien baik secara tertulis maupun lisan

setelah didapati penjelsan yang jelas tentang tindakan kedokteran yang

akan dilakukan.

Pasal 3

1. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi

harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditantatangani oleh

yang berhak memberikan persetujuan.

2. Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan

persetujuan lisan.

3. Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat

dalam bentuk penyataan yang tertuang dalam formulir khusus

yang dibuat untuk itu.

4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan

menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai setuju.

5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat

dimintakan persetujuan tertulis.

Pada pasal 3 Permenkes No 290 tahun 2008 ini diterangkan bahwa

persetujuan tindakan kedokteran dapat dibuat secara tertulis ataupun lisan

dengan ketentuan- ketentuan yang diatur, dimana untuk persetujuan tertulis

maka nantinya persetujuan tersebut akan dibuat didalam formulir khusus

Page 30: Bab i Dan II Revisi 3

30 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

yang berfungsi sebagai bukti adanya persetujuan dari pasien, jika

persetujuan lisan dianggap meragukan maka persetujuan tertulis pun juga

dapat diminta dalam hal mekasanakan tindakan kedokteran tersebut.

Pasal 4

1. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa

pasien dan atau mencegah kecacatan tidak diperlukan

persetujuan tindakan kedokteran.

2. Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana

dimaksud ayat (1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan

dicatat didalam rekam medik.

3. Dalam hal dilakukan tindakan kedokteran sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dokter atau dokter gigi wajib

memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien

setelah pasien sadar atau kepala keluarga terdekat.

Pada pasal 4 dijelaskan bahwa keadaan – keadaan khusus seperti

keadaan gawat darurat yang membutuhkan tindakan kedokteran segera

tidak mengharuskan seorang dokter untuk mendapatkan persetujuan

terlebih dahulu dari pasien. Persetujuan itu nantinya akan dilakukan segera

setelah pasien sadar.

Pasal 5

1. Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik

kembali oleh yang memberi persetujuan sebelum dimulainya

tindakan.

2. Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis oleh

Page 31: Bab i Dan II Revisi 3

31 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

yang memberikan persetujuan.

3. Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan

kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)

menjadi tanggung jawab yang membatalkan persetujuan.

Pada pasal 5 dijelaskan bahwa persetujuan tindakan dapat

dibatalkan sebelum tindakan kedokteran diberikan dan segala akibat yang

ditimbulkan nantinya merupakan tanggung jawab dari pasien.

Berdasarkan apa yang dirumuskan dalam Permenkes No. 290

Tahun 2008 tersebut, pengertian persetujuan tindakan kedokteran dapat

dilihat dalam dua sudut, yaitu pengertian umum dan pengertian khusus.

Persetujuan tindakan kedokteran dalam sudut pengertian umum,

persetujuan tindakan kedokteran aladah persetujuan yang diperoleh dokter

sebelum melakukan pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan kedokteran

apapun yang akan dilakukan. Sedangkan dalam pengertian khusus,

persetujuan tindakan kedokteran mengacu pada persetujuan yang

dikaitkan dengan izin tertulis dari pasien atau keluarga pada tindakan

operatif atau invasive lain yang berisiko.

Meneurut Appelbaum, informed consent bukan sekedar formulir

persetujuan yang didapat dari pasien, tetapi merupakan suatu proses

komunikasi. Formulir persetujuan adalah pengukuhan atau

pendokumentasian apa yang disepakati.

Persetujuan dalam pelayanan medis tersebut menimbulkan suatu

perikatan, yang ditandai dengan adanya perjanjian medis atau kontrak

medis, yang merujuk pada hubungan antara dokter dengan pasiennya

terkait hal-hal medis.12

Karena hubungan hukum yang terdapat dalam

suatu pelayanan medis merupakan suatu perikatan, maka segala ketentuan

Page 32: Bab i Dan II Revisi 3

32 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

umum yang terdapat dalam buku III KUHPerdata berlaku padanya,

khususnya ketentuan umum mengenai perjanjian, karena perikatan itu

sendiri timbul dari adanya perjanjian medis. Penerapan ketentuan hukum

dari KUHPerdata ini menunjukkan suatu penerapan hukum perdata dalam

hukum kedokteran, sebagai bagian dari hukum kesehatan.

Perjanjian yang dikenal dalam bidang kesehatan adalah perjanjian

terapeutik.12

Perjanjian tersebut melahirkan sebuah hubungan hukum yang

kerap disebut sebagai transaksi terapeutik.

Berikut adalah berbagai rumusan mengenai apa yang dimaksud

sebagai transaksi terapeutik, yaitu :

1. hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan

medis secara profesional, didasarkan kompetensi yang sesuai

dengan keahlian dan ketrampilan tertentu di bidang kedokteran 12

2. suatu perjanjian antara dokter dengan pasien untuk melakukan

tindakan terapeutik atau pengobatan, atau transaksi untuk mencari

dan menerapkan terapi yang paling tepat untuk menyembuhkan

penyakit pasien.12

3. hubungan antara dokter dan penderita yang dilakukan dalam

suasana saling percaya, serta senantiasa diliputi oleh segala

emosi, harapan, dana kekhawatiran makhluk insani.

4. kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan

dan/atau dokter atau dokter gigi, di mana tenaga kesehatan

dan/atau dokter atau dokter gigi berusaha melakukan upaya

maksumal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai

dengan kesepakatan yang dibuat antara keduanya dan pasien

berkewajiban membayar biaya penyembuhannya.

Page 33: Bab i Dan II Revisi 3

33 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Dalam persetujuan tindakan medik diperlukan adanya informed

consent terlebih dahulu. Sedangkan pengertian informed consent itu

sendiri adalah sebagai berikut:

Dalam dunia kedokteran, menghormati hak pasien merupakan

suatu kewajiban bagi seluruh bagian dari profesi kedokteran.

Kewajiban ini merupakan sebuah kewajiban etik kedokteran. Kewajiban

etik kedokteran tersebut dirumuskan dan disahkan dalam World Medical

Assembly, atau Sidang Umum Organisasi Kedokteran Dunia, tahun 1949.

Salah satu hak yang dihormati adalah hak untuk menentukan nasib

sendiri, yang erat hubungannya dengan hak atas informasi. Ini lah yang

mendasari adanya informed consent. Dengan memberikan informasi,

penerima pelayanan medis atau pasien, dapat menentukan penilaian

tentang suatu tindakan medis yang hendak dilaksanakan terhadapnya.

Baru lah seorang pasien dapat memberikan persetujuan, atau menolak

tindakan medis yang ditawarkan oleh pemberi pelayanan kesehatan, atau

dokter.

Sesungguhnya Indonesia telah mengenal konsep informed consent

sebelum adanya rumusan yang disahkan dalam World Medical Assembly

tersebut. Namun, baru di tahun 1988, Indonesia membuat suatu fatwa PB.

IDI No. 319/PB/A.4./88 tentang informed consent. Fatwa ini kemudian

diubah menjadi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun 1989

tentang Persetujuan Tindakan Medik. Kini, Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 585 Tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik itu pun

telah dicabut, dan digantikan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.10,13

Karena informed consent adalah kesepakatan, tidak tepat untuk

menyatakan bahwa informed consent merupakan syarat sahnya suatu

Page 34: Bab i Dan II Revisi 3

34 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

transaksi terapeutik. Informed consent hanya merupakan satu dari empat

syarat sahnya suatu perjanjian terapeutik. Namun, dengan adanya

kesepakatan tersebut, syarat terjadinya suatu perjanjian telah terpenuhi.

Pada hakikatnya, informed consent berasal dari dua buah kata, yaitu

informed dan consent. Informed berarti telah mendapatkan penjelasan atau

keterangan atau informasi, dan consent adalah member persetujuan atau

mengizinkan. Untuk itu, informed consent dipahami sebagai persetujuan

yang diberikan setelah mendapat informasi.

Hingga sekarang, belum terdapat kesepahaman mengenai istilah

yang tepat untuk digunakan sebagai terjemahan dari istilah informed

consent. Ada peraturan perundang-undangan yang menyebutkan informed

consent sebagai Persetujuan Tindakan Medik, adapula yang mengatakan

bahwa informed consent adalah Persetujuan Tindakan Kedokteran.

Pada awal kemunculannya, berdasarkan Permenkes No. 585 Tahun

1989, informed consent diterjemahkan sebagai Persetujuan Tindakan

Medik. Namun, dengan Permenkes No. 290 Tahun 2008, di mana

informed consent bukan lagi Persetujuan Tindakan Medik, melainkan

Persetujuan Tindakan Kedokteran.

Pada dasarnya, kedua peraturan tersebut mempunyai rumusan yang

hampir sama mengenai apa yang dimaksud dengan informed consent,

yaitu persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluraga terdekat

setelag mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan

kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.9,10

Adapun yang dimaksud dengan tindakan kedokteran adalahg suatu

tindakan medis berupa preventif, diagnostic, terapeutik, atau rehabilitatif,

yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien. Dalam

peraturan terdahulu, tindakan medis hanya merujuk pada tindakan yang

Page 35: Bab i Dan II Revisi 3

35 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

dilakukan terhadap pasien, berupa diagnostik atau terapeutik.

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan, informed consent

sangat bersangkutan dengan dua hak pasien, yaitu hak atas informasi dan

hak atas persetujuan. Persetujuan yang diberikan tanpa informasi atau

dengan informasi yang kurang memadai, merupakan persetujuan yang

diberikan secara tidak bebas, sebab dianggap sebagai persetujuan yang

diberikan atas kekhilafan. Di sisi lain, informasi yang lengkap pun tidak

akan membuat seorang pemberi pelayanan kesehatan berhak untuk

melakukan suatu tindakan medis terhadap pasien, bila pasien tidak

memberikan persetujuannya. Hal – hal ini diatur dengan jelas didalam

Permenkes No 290 tahun 2008 sebagai berikut:10

Pelayanan medis mencakup semua upaya dan kegiatan berupa

pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), peningkatan (promotif), dan

pemulihan (rehabilitatif) kesehatan, dan dilaksanakan atas dasar hubungan

individual antara para ahli di bidang kedokteran dengan individu yang

membutuhkannya. Hubungan tersebut tidak hanya berupa hubungan yang

bersifat medis, tetapi juga hubungan hukum, yang timbul dari adanya

persetujuan dari pihak yang membutuhkan untuk mendapatkan

pertolongan dalam masalah kesehatannya, atau pihak penerima pelayanan

medis, dengan pihak yang memberikan pelayanan medis.

Persetujuan dalam pelayanan medis tersebut menimbulkan suatu

perikatan, yang ditandai dengan adanya perjanjian medis atau kontrak

medis, yang merujuk pada hubungan antara dokter dengan pasiennya

terkait hal-hal medis.14

Karena hubungan hukum yang terdapat dalam suatu pelayanan

medis merupakan suatu perikatan, maka segala ketentuan umum yang

terdapat dalam buku III KUHPerdata berlaku padanya, khususnya

Page 36: Bab i Dan II Revisi 3

36 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

ketentuan umum mengenai perjanjian, karena perikatan itu sendiri timbul

dari adanya perjanjian medis. Penerapan ketentuan hukum dari

KUHPerdata ini menunjukkan suatu penerapan hukum perdata dalam

hukum kedokteran, sebagai bagian dari hukum kesehatan.

Perjanjian yang dikenal dalam bidang kesehatan adalah perjanjian

terapeutik. Perjanjian tersebut melahirkan sebuah hubungan hukum yang

kerap disebut sebagai transaksi terapeutik.

Berikut adalah berbagai rumusan mengenai apa yang dimaksud

sebagai transaksi terapeutik, yaitu :

a. hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis

secara profesional, didasarkan kompetensi yang sesuai dengan

keahlian dan ketrampilan tertentu di bidang kedokteran 15

b. suatu perjanjian antara dokter dengan pasien untuk melakukan

tindakan terapeutik atau pengobatan, atau transaksi untuk mencari

dan menerapkan terapi yang paling tepat untuk menyembuhkan

penyakit pasien.

c. hubungan antara dokter dan penderita yang dilakukan dalam

suasana saling percaya, serta senantiasa diliputi oleh segala

emosi, harapan, dana kekhawatiran makhluk insani.

d. kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan

dan/atau dokter atau dokter gigi, di mana tenaga kesehatan

dan/atau dokter atau dokter gigi berusaha melakukan upaya

maksumal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai

dengan kesepakatan yang dibuat antara keduanya dan pasien

berkewajiban membayar biaya penyembuhannya.

Dalam berbagai definisinya, transaksi terapeutik digeneralisasikan

Page 37: Bab i Dan II Revisi 3

37 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

sebagai hubungan dokter dan pasien. Padahal, hubungan hukum dalam

transaksi terapeutik bukan hanya milik dokter dengan pasien, tapi dapat

lebih luas daripada itu, yaitu hubungan hukum antara health care provider,

atau penyedia pelayanan kesehatan, dan health care receiver, atau

penerima pelayanan kesehatan. Mereka yang termasuk sebagai penyedia

atau pemberi pelayanan kesehatan bukan saja dokter atau dokter gigi,

melainkan juga tenaga kesehatan lainnya, seperti bidan, perawat, dan

lainnya.

Seorang pasien yang hendak melakukan suatu perjanjian

terapeutik, harus lah pasien yang kompeten. Permenkes No. 290 Tahun

2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, pasal 1 butir 7,

mengatur bahwa, pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau

bukan anak, menurut peraturan perundang-undanagn atau telah/pernah

menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi

secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan mental, dan

tidak mengalami penyakit mental, sehingga mampu membuat keputusan

secara bebas.10

Terjadinya hubungan dokter dan pasien diawali dengan adanya

kepercayaan. Pasien datang ke dokter dengan kepercayaan penuh akan

kesehatannya. Hal ini menyebabkan pola hubungan yang paternalistis di

antara mereka pada awalnya, di mana terdapat ketidakseimbangan

kedudukan karena dokter mempunyai posisi yang lebih tinggi.

Perubahan akan pola hubungan yang demikian terjadi seiring

dengan perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Awalnya

masyarakat mempercayakan kesehatan mereka kepada dokter, kini mereka

menyadari bahwa kesehatan adalah tanggung jawab mereka pribadi

sehingga kepercayaan terhadap dokter secara pribadi itu bergeser kepada

Page 38: Bab i Dan II Revisi 3

38 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

kepercayaan akan kemampuan ilmu kedokteran, bukan lagi dokternya

secara pribadi.

Sedangkan hubungan hukum di antara dokter dan pasien dimulai

saat dokter setuju menangani pasien, atas permintaan pasien terkait.

Hubungan tersebut pada hakikatnya merupakan hubungan kontraktual,

sebab melibatkan penawaran dari penerima pelayanan kesehatan,

untuk mendapatkan perawatan, dan persetujuan dari penyedia

pelayanan kesehatan, untuk melaksanakan suatu perawatan.

Dalam ketentuan hukum perdata yang berlaku di Indonesia,

hubungan ini diatur dalam pasal 1365, 1366, dan 1367 KUHPerdata.

Rumah sakit mempunyai tanggung jawab tentang segala sesuatu yang

terjadi di dalamnya.Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan

gawat darurat.

Sebagai suatu hubungan kontraktual, hubungan antara dokter dan

pasiennya juga mempunyai beberapa asas yang mendasari. Terkait

dengan asas apa saja yang mendasari, berikut adalah asas-asas yang telah

ditentukan oleh Undang-Undang Praktik Kedokteran dalam hubungan

dokter dan pasien tersebut :

“Penyelenggaraan praktik kedokteran dilaksanakan berdasarkan

Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah , manfaat, keadilan,

kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan keselamatan pasien.”

Adapun yang dimaksud dengan tiap asas tersebut tertuang dalam

penjelasan undang-undang terkait, yaitu :

1. Asas ilmiah, maksudnya adalah praktik kedokteran harus

Page 39: Bab i Dan II Revisi 3

39 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknolgi yang diperoleh,

baik dari pendidikan, pengalaman, dan etika profesi.

2. Asas manfaat, maksudnya adalah penyelenggaraan praktik

kedokteran harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

kemanusiaan, dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat.

3. Asas keeadilan, maksudnya adalah penyelenggaraan praktik

kedokteran harus mampu memberikan pelayanan yang adil dan

merata kepada setiap orang, dengan biaya yang terjangkau oleh

masyarakat, serta pelayanan yang bermutu.

4. Asas kemanusiaan, maksudnya adalah penyelanggaraan praktik

kedokteran memberikan pelayanan yang sama kepada semua orang

tanpa membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, maupun ras.

5. Asas keseimbangan, maksudnya adalah penyelenggaraan praktik

kedokteran tetap menjaga keserasian serta keselarasan antara

kepentingan individu dan masyarakat.

6. Perlindungan dan keselamatan pasien, maksudnya adalah

penyelenggaraan praktik kedokteran harus mampu memberikan

peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memperhatikan

perlindungan dan keselamatan pasien.

Hal terpenting dari sebuah perjanjian adalah bagaimana perjanjian

tersebut mempunyai kekuatan mengikat, yang dapat terjadi dengan

memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan pasal 1320

KUHPerdata. Hal ini juga berlaku pada transaksi terapeutik, karena

transaksi terapeutik itu sendiri pada dasarnya adalah sebuah perjanjian.

Seperti yang telah diketahui, sebuah perjanjian dikatakan sah

Page 40: Bab i Dan II Revisi 3

40 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

apabila memenuhi syarat berikut :

1. sepakat di antara mereka yang mengikatkan dirinya

2. cakap untuk membuat suatu perjanjian

3. mengenai suatu hal tertentu

4. suatu sebab yang halal

Di mana syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif, dan

sisanya adalah syarat objektif. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa,

syarat subjektif disebut demikian karena berkaitan dengan subjek dari

perjanjian tersebut. Dalam transaksi terapeutik, subjek yang ada bukan

lah kreditur dan debitur, seperti perjanjian pada umumnya, melainkan

pemberi pelayanan medis dan penerima pelayanan medis. Lazimnya,

subjek dari perjanjian terapeutik adalah dokter dan pasien. Sedangkan,

syarat objektif dikatakan sebagai syarat objetif sebab syarat-syarat

tersebut berkaitan dengan objek dari perjanjian. Terkait dengan transaksi

terapeutik, objek dari perjanjiannya adalah upaya medik profesional yang

bercirikan memberikan pertolongan.

Ad.1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat akan terjadi jika ada pernyataan kehendak dari para

pihak yang bersangkutan. Dalam hubungan dokter dan pasien, persesuaian

kehendak dikonstruksikan dalam informed consent, atau dalam bahasa

Indonesia disebut persetujuan tindakan kedokteran. Sebelum persetujuan

itu diberikan, baik dokter maupun pasien masing-masing menyatakan

kehendaknya dan bertukar informasi tentang suatu tindakan medis tertentu

yang hendak dilaksanakan kelak.14

Informed consent sering disalahartikan sebagai syarat sahnya suatu

perjanjian. Padahal, terjadinya informed consent hanya merupakan

Page 41: Bab i Dan II Revisi 3

41 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

pemenuhan salah satu syarat dari sahnya perjanjian. Namun, benar adanya

bila informed consent dijadikan tumpuan lahirnya suatu perjanjian.

Berdasarkan asas konsensualisme, perjanjian sudah ada bila telah

terjadi kesepakatan. Untuk itu, informed consent, yang menandakan

adanya kesepakatan antara dokter dan pasien, adalah titik penentu

lahirnya transaksi terapeutik di antara mereka.

Informed consent juga merupakan bentuk pemenuhan dari syarat

persetujuan yang bebas, sesuai dengan pasal 1321 KUHPerdata. Dengan

adanya informed consent, terjadi komunikasi antara kedua belah pihak

dan pertukaran informasi, sebelum adanya kesepakatan. Proses ini tentu

menghindarkan suatu perjanjian yang timbul dari persetujuan yang tidak

bebas, atau dilatarbelakangi paksaan, kekhilafaan, atau penipuan. Untuk

itu, dibutuhkan pembahasan yang lebih mendalam mengenai informed

consent, yang akan diurai dalam sub bab selanjutnya.

Ad.2. Kecakapan untuk membuat perikatan

Seperti yang sudah diketahui, subjek dalam transaksi terapeutik

adalah pihak penerima pelayanan medis dan pihak pemberi pelayanan

medis. Kecakapan ini harus lah datang dari kedua belah pihak.

Pihak penerima pelayanan medis adalah pasien, yang terdiri dari

orang dewasa yang cakap untuk bertindak, orang dewasa yang tidak cakap

untuk bertindak dan memerlukan pengampu untuk memberikan

persetujuannya, anak dibawah umur yang telah dianggap dewasa, dan

anak di bawah umur yang memerlukan persetujuan dari orang tua atau

walinya.10

Untuk membuat sebuah perjanjian terapeutik, seharusnya

pasien tersebut adalah pasien yang kompeten.

Tiap negara memberikan batasan yang berebda terhadap

dewasanya seseorang. Umumunya, 18 tahun adalah batasan tersebut.

Page 42: Bab i Dan II Revisi 3

42 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Namun, berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang ada,

Indonesia menetapkan bahwa 21 tahun adalah batasan umur bagi

seseorang untuk disebut dewasa. Seseorang juga dapat disebut dewasa

walaupun berumur 21 tahun, asal dirinya telah menikah.

Hal ini juga berlaku dalam transaksi terapeutik. Permenkes No. 290

Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, seseorang

dinyatakan dewasa, sehingga cakap bertindak dalam sebuah transaksi

terapeutik, apabila orang tersebut sudah berumur 21 tahun atau telah

menikah.

Ad.3. Suatu hal tertentu

Syarat suatu hal tertentu berkaitan dengan prestasi dari suatu

perikatan. Prestasi tersebut dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat

sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Pada umumnya, prestasi dalam suatu

transaksi terapeutik adalah berbuat sesuatu, yaitu memberikan upaya

penyembuhan, baik dalam rangka pencegahan (preventif), penyembuhan

(kuratif), pemulihan (rehabilitatif), maupun peningkatan (promotif).

Objek dari transaksi terapeutik mempunyai ciri upaya pemberian

pertolongan, sehingga hasil dari upaya tersebut tidak dapat dan tidak

boleh dijamin kepastiannya oleh si pemberi pelayanan medis, atau dokter.

Upaya tersebut juga tidak semata bergantung pada dokter, namun juga

dari partisipasi pasien. Untuk itu, dibutuhkan rasa saling percaya dalam

kerja sama yang baik di antara keduanya, untuk mewujudkan hasil yang

maksimal dari apa yang mereka perjanjikan dalam sebuah transaksi

terapeutik.

Walupun hasil dari suatu upaya penyembuhan tidak dapat dan tidak

boleh dijamin atau dipastikan, setiap objek perjanjian tidak boleh

melupakan ketentuan bahwa hal yang diperjanjikan tersebut harus

Page 43: Bab i Dan II Revisi 3

43 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

tertentu jenis atau halnya. Dalam transaksi terapeutik, hal tertentu itu

dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu kesembuhan pasien.

Ad. 4. Suatu sebab yang halal

Yang dimaksudkan dengan sebab yang halal adalah sebab yang

tidak dilarang undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, dan sebab

adalah tujuan dari perjanjian tersebut. Tujuan yang hendak dicapai dari

sebuah transaksi terapeutik adalah kesembuhan pasien. Lebih luas lagi,

tujuan dari upaya penyembuhan itu sendiri merupakan pemeliharaan

dan peningkatan kesehatan yang berorientasi atas asas kekeluargaan. Ini

berarti, perikatan yang terjadi berada dalam bidang yang tidak melanggar

hukum.

Berikut adalah berapa contoh objek transaksi terapeutik yang

diperbolehkan :

1. usaha penyembuhan penyakit yang diderita pasien

2. general check-up

3. memperpanjang hidup

4. meringankan penderitaan

5. pengaturan keluarga berencana

6. bedah plastik untuk estetika

7. transplantasi organ tubuh.

Pada umumnya, setelah tahap pemberian penjelasan atau informasi

berlangsung, akan terjadi pemberian persetujuan atau penolakan dari

pasien terhadap upaya penyembuhan yang ditawarkan oleh dokter terhadap

dirinya. Hak untuk memberikan persetujuan atau pun penolakan tersebut

adalah hak sepenuhnya dari pasien.

Page 44: Bab i Dan II Revisi 3

44 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Pada hakikatnya, semua tindakan medis harus diawali dengan

adanya persetujuan dari pasien yang bersangkutan, dan pasien tersebut

merupakan pasien yang kompeten. Persetujuan itu bersifat khusus dan

terbatas pada suatu tindakan yang telah diinformasikan oleh dokter kepada

pasiennya, dan tidak boleh melebihi apa yang diinginkan dan disetujui

oleh pasien. Terdapat pengecualian terhadap ketentuan ini, yaitu apabila

pasien dalam keadaan gawat darurat dan tidak sadar, namun tidak

didampingi oleh keluarganya, atau dibutuhkan perluasan operasi dalam

rangka penyelamatan jiwa pasien tersebut, atau untuk pelaksanaan

program pemerintah di mana suatu tindakan medis yang akan dijalankan

tersebut adalah untuk kepentingan masyarakat.

Dalam perkembangan dunia hukum kesehatan, dikenal dua macam

bentuk informed consent, yaitu :

1. Expressed consent

adalah bentuk persetujuan yang dinyatakan secara langsung dan

umumnya diwajibkan dalam tindakan kedokteran yang berisiko

tinggi.

2. Implied consent

adalah persetujuan yang diberikan secara tidak langsung atau

dianggap telah diberikan dan umumnya diberikan dalam keadaan

normal di mana dokter juga bisa menangkap adanya persetujuan

tindakan medis tersebut melalui isyarat yang diberikan pasien.

Lebih lanjut, J. Gunadi juga berusaha untuk melakukan pembagian

mengenai bentuk persetujuan. Menurutnya, bentuk persetujuan dapat

dibagi menjadi :

Page 45: Bab i Dan II Revisi 3

45 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

1. Persetujuan tindakan medis nyata, yang dibagi lagi menjadi

persetujuan tertulis dan persetujuan lisan. Untuk tindakan medis

yang mengandung risiko tinggi, persetujuan harus diberikan secara

tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan

persetujuan dalam bentuk formulir khusus. Persetujuan tertulis

dalam sebuah formulir khusus ini penting keberadaannya sebagai

bahan pembuktian bila memang kelak dibutuhkan, dalam hal

terjadinya kasus malpraktik.

Sedangkan persetujuan lisan

diperbolehkan untuk tindakan medis lainnya di luar tindakan invasif

yang berisiko tinggi. Namun, perlu diperhatikan agar persetujuan

tersebut juga dicatatkan dalam rekam medis.

2. Persetujuan tindakan medis diam-diam, yang terbagi dalam dua

keadaan, yaitu keadaan normal dan keadaan gawat darurat.

Selain hak memberikan persetujuan, pasien juga memiliki hak

untuk memberikan penolakan terhadap usul dokter padanya, mengenai

tindakan kedokteran yang akan dilaksanakan. Penolakan tersebut disebut

informed refusal.

Dokter harus menghormati keputusan pasien yang

melakukan penolakan tersebut. Namun, pasien tersebut mempunyai

tanggung jawab penuh atas keputusannya tersebut, dan penolakan tersebut

harus dilakukan secara tertulis.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah

Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi

Alat atau Jaringan Tubuh Manusia

Pengaturan mengenai transplantasi dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 18 Tahun 1981 dibuat untuk menjamin bahwa pengambilan alat

Page 46: Bab i Dan II Revisi 3

46 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

dan/atau jaringan tubuh manusia yang akan dipindahkan, tidak

menyimpang dari maksud pengobatan untuk menolong penderita. Selain

untuk tujuan jaminan tersebut, perturan perundang-undangan ini juga

berfungsi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi para pelaksana

tindakan bedah mayat dan transplantasi. Adapun ketentuan yang khusus

terkait dengan transplantasi tersebar dalam pasal, seperti :

1. Pasal 1

Huruf c : alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan

tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai

bentuk serta fungsi tertentu untuk tubuh tersebut.

Huruf d : jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai

bentuk dan fungsi yang sama dan tertentu.

Huruf e : transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk

pemindahan alat dan/atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari

tubuh sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka pengobatan

untuk menggantikan alat dan/atau jaringan tubuh yang tidak

berfungsi dengan baik

Huruf f : donor adalah orang yang menyumbangkan alat dan/atau

jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.

2. Pasal 10 :

Ayat 1 : transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia

dilakukan dengan memperhatikan ketentuan - ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu

bedah mayat boleh dilakukan dalam keadaan dengan persetujuan

tertulis penderita dan/atau keluarganya terdekat setelah penderita

Page 47: Bab i Dan II Revisi 3

47 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

meninggal dunia,capabila sebab kematiannya belum dapat

ditentukan dengan pasti, atau tanpa persetujuan penderita atau

keluarganya yang terdekat, apabila diduga penderita menderita

penyakit yang dapat membahayakan orang atau masyarakat

sekitarnya.

Ayat 2 : tata cara transplantasi alat dan/atau jaringan tubuh manusia

diatur oleh menteri kesehatan.

3. Pasal 11 :

Ayat 1 : transplantasi alat dan/atau jaringan tubuh manusia

hanya boleh dilakukan dokter yang bekerja pada sebuah rumah

sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.

Ayat 2 : transplantasi alat dan/atau jaringan tubuh manusia tidak

boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor

yang bersangkutan.

4. Pasal 12 :

Dalam rangka transplantasi penentuan saat mati ditentukan oleh

dua orang dokter yang tidak ada sangkut paut medis dengan dokter

yang melakukan transplantasi.

Penjelasan :

Saat meninggal dunia seseorang di rumah sakit yang modern telah

menggunakan alat yang disebut elektro-encepalograf, yaitu alat

yang mendeteksi kematian seseorang berdasarkan aktivitas

otaknya, tidak lagi didasarkan pada peredaran darah dan

pernafasan.

5. Pasal 13 :

Page 48: Bab i Dan II Revisi 3

48 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Persetujuan tertulis. untuk bedah mayat yang dilakukan oleh

penderita dan/atau keluarganya terdekat setelah penderita

meninggal dunia, untuk pengambilan alat dan/atau jaringan

tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau Bank Mata dari

korban kecelekaan yang meninggal dunia yang dilakukan

oleh keluarga yang terdekat,dan untuk mentransplantasikan alat

dan/atau jaringan tubuh manusia yang diberikan oleh calon donor

hidup, dibuat di atas kertas bermaterai dengan dua orang saksi.

6. Pasal 14 :

Pengambilan alat dan/atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan

transplantasi atau Bank Mata dari korban kecelekaan yang

meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis keluraga

yang terdekat.

Penjelasan :

Dalam keadaan pasien gawat dan tidak sadar sehingga tidak

dapat diajak berbicara, persetujuan diberikan oleh keluarga

terdekat, yang diberitahukan dalam waktu maksimal 2x24 jam

sejak korban kecelakaan terkait meninggal dunia. Apablia tidak

ada keluarga yang datang dalam waktu tersebut, pengambilan alat

dan/atau jaringan tubuh boleh dilakukan.

7. Pasal 15 :

Ayat 1 : sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan/atau

jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon

donor yang bersangkutan terlebih dahulu dibertahu oleh dokter

yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat

Page 49: Bab i Dan II Revisi 3

49 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang

dapat terjadi.

Ayat 2 : dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus yakin

benar, bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari

sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

8. Pasal 16 :

Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak

atas sesuatu kompensasi material apapun sebagai imbalan

transplantasi.

9. Pasal 17 :

Dilarang memperjualbelikan alat dan/atau jaringan tubuh manusia.

10. Pasal 18 :

Dilarang mengirim dan menerima alat dan/atau jaringan tubuh

manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri.

Penjelasan :

Ketentuan ini memiliki dikecualikan dari pengiriman alat dan/atau

jaringan tubuh dalam rangka penelitian ilmiah, kerja sama, dan

saling menolong dalam keadaan tertentu.

Semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

pada dasarnya tidak melarang transplantasi ini, asal penentuan saat mati

dan penyelenggaraan jenazah terjaimn, sehingga tidak terjadi

penyalahgunaan. Dengan demikian, orang yang sudah meninggal pun

masih dapat beramal. Atas dasar ini pula, perlu dipahami bahwa alat

dan/atau jaringan tubuh manusia, sebagai anugerah Tuhan, tidak boelh

dijadikan objek mencari keuntungan.

Page 50: Bab i Dan II Revisi 3

50 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Berbeda dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.18

Tahun 1981, ketentuan mengenai transplantasi dalam Undang-Undang

Kesehatan hanya terdiri dari empat pasal, yaitu :

1. Pasal 64 :

Ayat 1 : penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat

dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh,

implant obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastic dan

rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.

Ayat 2 :

Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan

dan dilarang untuk dikomersialkan.

Ayat 3 :

Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan

dalih apapun.

2. Pasal 65 :

Ayat 1 : transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan

kesehatan tertentu.

Penjelasan :

Fasilitas pelayanan kesehatan tertentu adalah fasilitas yang

ditetapkan oleh Menteri yang telah memenuhi persyaratan antara

lain peralatan, ketenagaan dan penunjang lainnya untuk dapat

melaksanakan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh.

Page 51: Bab i Dan II Revisi 3

51 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Ayat 2 : pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari

seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang

bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli

waris atau keluarganya.

Ayat 3 : ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan

transplantasi organ dan.atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

3. Pasal 66 :

Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari

hewan, hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan

kemanfaatannya.

4. Pasal 67 :

Ayat 1 : pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian

organ tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas

pelayanan kesehatan tertentu.

Penjelasan :

Tindakan ini dilakukan dalam rangka penyelenggaraan penelitian

dan pengembangan kesehatan, pelayanan kesehatan, pendidikan

serta kepentigan lainnya, yaitu surveilans, investigasi kejadian luar

biasa, baku mutu keselamatan dan keamanan laboratorium

kesehatan sebagai penentu diagnosis penyakit infeksi, upaya

koleksi mikroorganisme, koleksi materi, dan data genetik dari

pasien dan agen penyebab penyakit. Pengiriman ke luar negeri

hanya dapat dilakukan apabila cara mencapai maksud dan tujuan

pemeriksaan tidak mampu dilaksanakan oleh tenaga kesehatan

Page 52: Bab i Dan II Revisi 3

52 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

maupun fasilitas pelayanan kesehatan atau lembaga penelitian dan

pengembangan dalam negeri, maupun untuk kepentingan kendali

mutu dalam rangka pemutakhiran akurasi kemampuan standard

diagnostik dan terapi oleh kelembagaan dimaksud. Pengirman

tersebut juga harus disertai perjanjian alih material dan dokumen

pendukung yang relevan.

Ayat 2 : ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan

pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang- undangan

II.3 Transplantasi Organ dari Segi Agama

Transplantasi Organ dari Segi Agama Islam

Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai

transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor.

Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu:

a) Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup

Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan

sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan

organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan

organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti

mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak

diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur‟an :

1. Al – Baqorah ayat 195

” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam

kebinasaan ”

2. An – Nisa ayat 29

” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ”

Page 53: Bab i Dan II Revisi 3

53 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

3. Al – Maidah ayat 2

” dan jangan tolong – menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran. “

b) Transplantasi Organ dari Donor yang Sudah meninggal

Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal,

kita harus mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor

tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :

1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin

menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan

melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang

lainnya.

2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan

persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya

ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada

pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat

membuat keputusan atas penyumbang.

3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau

jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau

mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.

4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah

dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah

meninggal dunia.

5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban

kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu

harus dilakukan dengan seizin hakim.

Seorang dokter atau seorang penguasa tidak berhak memanfaatkan

salah satu organ tubuh seseorang yang sudah meninggal untuk

Page 54: Bab i Dan II Revisi 3

54 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya.Adapun

hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah

SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib

dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah telah

mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana

pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula

bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang

hidup. Diriwayatkan dari A‟isyah Ummul Mu‟minin RA bahwa Rasulullah

SAW bersabda : “Memecahkan tulang mayat itu sama dengan

memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu

Hibban).

Imam Ahmad meriwayatkan dari „Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia

berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah

kuburan. Maka beliau lalu bersabda : “Janganlah kamu menyakiti

penghuni kubur itu !” Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan

bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu

pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan

melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.

Transplantasi Organ dari Segi Agama Kristen

Di alkitab tidak dituliskan mengenai mendonorkan organ tubuh,

selama niatnya tulus dan tujuannya kebaikan itu boleh-boleh saja terutama

untuk membantu kelangsungan hidup suatu nyawa (nyawa orang yang

membutuhkan donor organ) bukan karena mendonorkan untuk mendapatkan

imbalan berupa materi, uang untuk si pendonor organ. Akan lebih baik lagi

bila si pendonor sudah mati dari pada saat si pendonor belum mati karena

saat kita masih hidup organ tubuh itu bagaimanapun penting, sedangkan saat

kita sudah mati kita tidak membutuhkan organ tubuh jasmani kita.28(21)

Page 55: Bab i Dan II Revisi 3

55 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

Transplantasi Organ dari Segi Agama Katolik

Gereja menganjurkan kita untuk mendonorkan organ tubuh sekalipun

jantung kita, asal saja sewaktu menjadi donor kita sudah benar-benar mati

artinya bukan mati secara medis yaitu otak kita yang mati, seperti koma,

vegetative state atau kematian medis lainnya. Tentu kalau kita dalam

keadaan hidup dan sehat kita dianjurkan untuk menolong hidup orang lain

dengan menjadi donor.

Kesimpulannya bila donor tidak menuntut kita harus mati, seperti

donor darah, sum-sum, ginjal, kulit, mata, rambut, lengan, jari, kaki atau

urat nadi, tulang maka kita dianjurkan untuk melakukannya. Sedangkan

menjadi donor mati seperti jantung atau bagian tubuh lainnya dimana donor

tidak bisa hidup tanpa adanya organ tersebut, maka kita sebagai umat

Katolik wajib untuk dinyatakan mati oleh ajaran GK. Ingat, kematian klinis

atau medis bukan mati sepenuhnya, jadi kita harus menunggu sampai si

donor benar-benar mati untuk dipanen organ, dan ini terbukti tidak ada

halangan bagi kebutuhan medis dalam pengambilan organ.

Transplantasi Organ dari Segi Agama Budha

Dalam pengertian Budhis, seorang terlahir kembali dengan badan

yang baru. Oleh karena itu, pastilah organ tubuh yang telah didonorkan pada

kehidupan yang lampau tidak lagi berhubungan dengan tubuh dalam

kehidupan yang sekarang. Artinya, orang yang telah mendanakan anggota

tubuh tertentu tetap akan terlahir kembali denga

n organ tubuh yang lengkap dan normal. Ia yang telah berdonor kornea

mata misalnya, tetap akan terlahir dengan mata normal, tidak buta. Malahan,

karena donor adalah salah satu bentuk kamma baik, ketika seseorang

berdana kornea mata, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan

Page 56: Bab i Dan II Revisi 3

56 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015

mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam

kehidupan saat ini.

Transplantasi Organ dari Segi Agama Hindu

Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan

alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia

bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan,

jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh

manusia yang telah meninggal. Perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip

yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan

untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan