bab 1 hernia

35
BAB 1 PENDAHULUAN Anatomi Dan Fisiologi Hepar 1. Anatomi hepar Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus.Sistem porta terletak didepan vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relative sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Hati terdiri atas bermacam-macam sel, secara mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 1

Upload: ares-balalembang

Post on 05-Feb-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

GADAR

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 Hernia

BAB 1 PENDAHULUAN

Anatomi Dan Fisiologi Hepar

1. Anatomi hepar

Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih

25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan

fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen.

Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas

bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati

berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta

hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri

hepatica, vena porta dan duktus koledokus.Sistem porta terletak didepan vena kava

dan dibalik kandung empedu.

Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya

perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran

kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada

dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu

telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan

vaskularisasi relative sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi.

Hati terdiri atas bermacam-macam sel, secara mikroskopis didalam hati

manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang

terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis.

Hepatosit meliputi kurang lebih 60% sel hati,sedangkan sisanya terdiri dari sel-sel

epithelial system empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang

termasuk di dalamnya endotolium, sel kuffer dan sel stellata yang berbentuk seperti

bintang.

Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari efferent

vena hepatica dan duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica

dan vena porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan

oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting

kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membrane hepatosit berhadapan

langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak

pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan petunjuk tempat

permulaan sekresi empedu.

1

Page 2: BAB 1 Hernia

Gambar 1: Anatomi Hepar

Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom

yang saling bertautan dengn sebelahnya. Sinusoid hati memiliki lapisan endothelial

endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang disse (ruang sinusoida).

Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding inusoid adalah sel fagositik. Sel Kuffer yang

merupakan bagian penting sistem retikuloendothellial dan sel stellata disebut sel itu,

limposit atau perisit. Yang memiliki aktifitas miofibroblastik yang dapat membantu

pengaturan aliran darah. Sinosoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan

kerusakan hati.

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata – rata sekitar 1.500gr

atau 2,5 % berat badan pada orang dewasa normal. Hati merupakan organ

plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya.

Memperlihatkan bersatunya hati dan diaphragma: Lig. Falciforme hepatis

dan Lig. teres hepatic disayat; tampak ventral

a. Permukaan superior cembung dan terletak dibawah kubah kanan

diagfragma dan sebagian kubah kiri.

b. Bagian bawah hati cekung dan merupakan atap ginjal kanan,

lambung, pankreas dan usus.

c. Hati memiliki dua lobus utama:

1) Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh

fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari

2) Lobus kiri dibagi menjadi segmen segmen medial dan lateral

2

Page 3: BAB 1 Hernia

oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar.

3) Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah

kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada

diagfraghma. Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung

padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh

permukaan organ, kapsula ini pada hilus atau porta hepatis

dipermukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati,

membentuk rangka untuk cabang – cabang vena porta, arteria

hepatica, dan saluran empedu.

Gambar 2 : segmen medial dan lateral dari hepar, porta hepatis, pita

pengikat yang memfiksasi hati dan pembuluh-pembuluh darah

disayat;tampak dorsal

2. Fisiologi

a. Sirkulasi

Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa

melalui vena porta, dan dari aorta melalui arteria hepatica. Sekitar

sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua

pertiga adalah darah dari vena porta. Volume total darah yang

melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena

hepatica kanan dan kiri yang selanjutnya bermuara pada vena kava

inferior.

b. Fungsi Hati

3

Page 4: BAB 1 Hernia

Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada

hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khusunya bertanggungjawab

atas lebih dari 500 aktivitas berbeda.

Hepar juga berhubungan dengan isi normal darah karena hepar membentuk

sel darah merah pada masa hidup janin, sebagian hepar berperan dalam

penghancuran sel darah merah. Hepar menyimpan kromatin yang

diperlukan untuk penyempurnaan sel darah merah baru, membuat sebagian

besar dari protein plasma, membersihkan bilirubin dari darah dan

berkenaan dengan prothrombin dan fibrinogen yang perlu untuk

penggumpalan (Inayah, 2004).

Hepar memiliki beberapa fungsi vital, yaitu :

1. Metabolisme protein - sintesis protein plasma dan faktor koagulasi, juga

terlibat dalam pemecahan protein. Protein serum yang disintesis oleh hati

termasuk albumin serta alfa dan beta globulin

2. Pembentukan urea – urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH2

yang kemudian dieksresi dalam urine dan feses

3. Metabolisme karbohidrat – hati memegang peranan penting dalam

mempertahankan kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi

untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen

4. Metabolisme lemak – hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan

lipoprotein (diabsorpsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol. Hati

memegang peranan dalam sintesis kolesterol, sebagian besar dieksresi

dalam empedu sebagai kolesterol atau asam folat.

5. Penyimpan lemak, penyimpanan vitamin dan mineral – vitamin yang

larut lemak (A,D,E dan K) disimpan dalam hati juga vitamin B12,

tembaga dan besi.

6. Metabolisme steroid – hati menginaktifasi dan mensekresi aldosteron,

glukokortikoid, estrogen, progesteron dan testosteron

7. Pembentukan empedu - asam empedu dari kolesterol disintesis dalam

hati dan bertindak sebagai "deterjen" untuk memulai pemecahan lemak

di usus

8. Hormon dan inaktivasi obat - hati adalah situs yang penting untuk

pemecahan hormon yang diproduksi oleh tubuh tetapi organ kunci dalam

4

Page 5: BAB 1 Hernia

pemecahan alkohol dan obat-obatan (biotransformasi) yang berbahaya

bagi tubuh menjadi tidak berbahaya yang kemudian dieksresi oleh ginjal.

9. Fungsi imunologi - hati memainkan peran penting dalam perlindungan

tubuh dari bakteri dan antigen lainnya dari usus.

10. Sekresi bilirubin (pigmen empedu) dari bilirubin unconjugated menjadi

conjugated. Bilirubin merupakan pigmen utama yang merupakan hasil

akhir metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua. Proses

konjugasi berlangsung dihati dan disekresi ke dalam empedu.

Kantung atau kelenjar empedu merupakan kantung berbentuk buah pir dengan

panjang sekitar 7,5 cm dan dapat menampung ± 50 ml cairan empedu. Cairan

empedu adalah cairan kental berwarna kuning keemasan atau kehijauan yang

dihasilkan terus menerus dalam jumlah 500 – 1000 ml/hari, merupakan zat

esensial dalam pencernaan dan penyerapan lemak, suatu media yang dapat

mengekskresikan zat-zat tertentu yang tidak dapat diekskresikan oleh ginjal.

Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap :

1. Produksi.

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin

(menjadi globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem

dipecah oleh hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin

reduktase diubah menjadi bilirubin. Merupakan bilirubin indirek / tidak

terkonjugasi. (1)

2. Transportasi. Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam aliran

darah hepatik. Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin),

selanjutnya secara selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim

hepar atau protein intraseluler (ligandin sitoplasma atau protein Y) pada

membran dan ditransfer menuju hepatosit.

3. Konjugasi. Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh

enzim Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil transferase

menjadi bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam

air.

4. Ekskresi. Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke

sistem empedu melalui membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem

5

Page 6: BAB 1 Hernia

empedu dikskresikan melalui saluran empedu ke sistem pencernaan (usus)

dan diaktifkan dan diabsorpsi oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi

urobilinogen. Ada sebagian kecil bilirubin direk yang tidak diabsorpsi

melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi melalui

sirkulasi enterohepatik.

TUMOR HEPAR SEKUNDER (METASTASIS)

A. Pengertian

Secara umum tumor hati dibagi menjadi dua, yaitu tumor hati primer dan tumor

hati sekunder. Tumor hati primer dibedakan lagi menjadi jinak atau ganas. Tumor hati

ganas primer yang paling sering ditemukan adalah hepatoma yang berasal dari sel

hepatosit, dan kolangiokarsinoma yang merupakan kanker primer dari sel epitel bilier.

Kanker hati terjadi sebagai primer atau metastatik. Kanker hati primer dapat

tumbuh dari hepatosit (sel hati), jaringan penyambung, pembuluh darah atau saluran

empedu. Kanker ini dapat berupa benigna atau maligna. Kanker hati maligna metastatik

dapat muncul dari kanker primer pada organ-organ lain, tetapi pada umumnya bersumber

dari perut, pankreas, kolon dan rektum. (Suratun dan Lusianah, 2010).

B. Etiologi dan faktor risiko

1. Virus Hepatitis

Baik kasus-kontrol maupun studi kohort menunjukkan hubungan yang kuat

antara tingkat carrier hepatitis B kronis dan peningkatan kejadian HCC.. HCC yang

disebabkan HBV mungkin timbul dari siklus kerusakan hati dengan proliferasi

berikutnya, dan tidak selalu terjadi dari sirosis. (2) Karsinogenitas HBV terhadap hati

mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit,

integrasi sel HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu dan aktivitas protein spesifik

HBV berinteraksi dengan gen hati.

Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif

bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara

tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon nekroinflamasi sel hati, atau

6

Page 7: BAB 1 Hernia

akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat

HBV.

Hepatitis C virus (HCV) juga telah dikaitkan dengan terjadinya HCC.

Antibodi terhadap HCV telah ditemukan sebanyak 76% dari pasien dengan HCC di

Jepang, Italia, dan Spanyol dan 36% di Amerika Serikat. Berbeda dengan HCC

disebakan oleh HCV, HCC jarang terjadi pada carier HBV sebelum terjadinya

perkembangan sirosis. (9) Sebuah interval antara transfusi yang berhubungan dangan

virus hepatitis C (HCV) dan terjadinya HCC adalah ~ 30 tahun. HCC yang

disebabkan oleh HCV cenderung memiliki sirosis yang lebih sering dan lebih awal,

tetapi dalam HCC yang disebabkan dengan HBV, hanya setengahnya yang terjadi

sirosis; sisanya menderita hepatitis aktif kronis. (1) Selain itu, kejadian HCC pada

carier HCV kronis diperkirakan setinggi 5% per tahun, dibandingkan dengan 0,5%

per tahun untuk carier HBV.

2. Sirosis Hati

Sirosis hati (SH) merupakan faktor resiko utama HCC di dunia dan

melatarbelakangi lebih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun tiga sampai lima persen

dari pasien SH akan menderita HCC, dan HCC merupakan penyebab kematian pada

SH. Otopsi pada pasien SH mendapatkan 290-80% di antaranya telah menderita

HCC. Pada 60-80% dari SH makronoduler dan tiga sampai sepuluh persen dari SH

mikronuduler dapat ditemukan adanya HCC. Prediktor utama HCC pada SH adalah

jenis kelamin laki-laki, peningkatan alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit

dan tingginya aktivitas proliferasi sel hati.

3. Karsinogen Kimia

Mungkin karsinogen kimia alami yang paling kuat di mana-mana merupakan

produk dari jamur Aspergillus, disebut aflatoksin B1. Produk aflatoksin dapat

ditemukan dalam biji-bijian yang disimpan di tempat yang panas, tempat-tempat

lembab, kacang dan nasi disimpan tidak dalam lemari es. Aflatoksin B1 (AFB1)

merupakan mikotoksin yang diproduksi jamur Aspergillus. Dari percobaan binatang

diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 1-2-3- epoksid

merupakan karsinogen utama dari kelompok utama aflatoksin yang mampu

membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme

7

Page 8: BAB 1 Hernia

karsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari

gen supresor tumor p53.

4. Obesitas

Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di

Amerika Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapatkan terjadinya

peningkatan angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker hati pada kelompok

individu dengan berat badan tertinggi (Indeks Massa Tubuh (IMT) : 35-40 Kg/m2)

dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya normal. Seperti diketahui,

obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alchoholic fatty liver disease

(NAFLD), khususnya non alchoholic steatohepatis (NASH) yang dapat berkembang

menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.

5. Diabetes Mellitus (DM)

Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor resiko baik untuk

penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan

steatohepatis non alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan

peningkatan kadar insulin dan insulin like growth factors (IGFs) yang merupakan

faktor promotif potensial untuk kanker. DM merupakan faktor resiko HCC tanpa

memandang umur, jenis kelamin dan ras, dengan angka resiko 2,16.

6. Alkohol

Meskipun alcohol tidak memiliki kemampuan mutagenic, peminum berat

alcohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui

sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari

alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada

pengidap infeksi HBV atau HCV. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC

juga meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAg-positif atau anti HCV-positif.

Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alcohol terhadap infeksi HBV maupun

infeksi HCV. Acapkali penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas untuk

terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis akibat infeksi HBV

atau HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan

sedikit alkohol tidak meningkatkan resiko terjadinya HCC.

8

Page 9: BAB 1 Hernia

C. Patofisiologi

Perjalanan penyakit cepat bila tidak segera diobati, sebagian besar pasien

meninggal dalam 3 sampai 6 bulan setelah diagnosis. Unit fungsional dasar dari hepar

disebut lobulus dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Seiiring dengan

berkembangnya imflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan

pada suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan

sel-sel hepar.

Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV dan HCV akan

mengakibatkan kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik (empedu yang

membesar tersumbat oleh tekanan nodul maligna dalam hilus hati) sehingga

menimbulkan nyeri. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri ulu

hati. Sumbatan intrahepatik dapat menimbulkan hambatan pada aliran portal sehingga

tekanan portal akan naik dan terjadi hipertensi portal.

Timbulnya asites karena penurunan sintesa albumin pada proses metabolisme

protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotik dan peningkatan cairan atau

penimbunan cairan didalam rongga peritoneum. Gangguan metabolisme protein yang

mengakibatkan penurunan sintesa fibrinogen protrombin dan terjadi penurunan faktor

pembekuan darah sehingga dapat menimbulkan pendarahan.

Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkin hati dan duktuli empedu intrahepatik

maka terjadi kesukaran pengangkutan ke dalam hati. Akibatnya, bilirubin tidak sempurna

dikeluarkan melalui duktus hepatikus. Karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel

eksresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin

indirek) maupun bilirubin yang terkonjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul

disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi

bilirubin, oleh karena nodul tersebut menyumbat vena porta atau bila jaringan tumor

tertanam dalam rongga perotoneal.

Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam

empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein menyebabkan penurunan glikogenesis dan

glukoneogenesis sehingga glikogen dalam hepar berkurang, glikogenolisis menurun dan

glukosa dalam darah berkurang akibatnya timbul keletihan.

Kerusakan sel hepar juga dapat mengakibatkan penurunan fungsi penyimpanan

vitamin dan mineral sehingga terjadi defisiensi pada zat besi, vitamin A, vitamin K,

vitamin D, vitamin E, dll. Defisiensi zat besi dapat mengakibatkan keletihan, defisiensi

9

Page 10: BAB 1 Hernia

vitamin A dapat mengakibatkan gangguan penglihatan, defisiensi vit K dapat

mengakibatkan resiko perdarahan, defisiensi vit D mengakibatkan demineralisasi tulang

dan defisiensi vitamin E berpengaruh pada integritas kulit.

D. Manifestasi klinik

1. Nyeri abdomen kanan atas

Penderita sering datang berobat karena tidak nyaman dengan nyeri di abdomen kanan

atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau menusuk, intermiten atau kontinu,

sebagian area hati terasa terbebat kencang karena pertumbuhan tumor yang cepat.

2. Massa badomen atas

Kanker hati lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas,

pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arcus costae tapi tanpa nodul.

3. Perut kembung timbul karena massa tumor sangat besar dan gangguan fungsi hati.

4. Anoreksia : timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran

gastrointestinal

5. Letih, mengurus : dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya

masukan makanan

6. Demam : timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor,

umumnya tidak disertai menggigil

7. Icterus : tampil sebagai kuningnya sklera dan kulit, biasanya sudah stadium lanjut,

juga karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran hingga

timbul icterus

8. Ascites juga merupakan stadium lanjut, secara klinis ditemukan perut membuncit

sering disertai odeme di kedua tungkai

9. Lainnya : selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakang,

kulit gatal dan lainnya, manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, venodilatasi

dinding abdomen. Pada stadium akhir sering timbul metastase paru, tulang, dan organ

lain.

E. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yaitu :

1. Hipertensi

2. Hiperbilirubinemia

3. Ensefalopati hepatik terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh

10

Page 11: BAB 1 Hernia

akumulasi amonia serta metabolik toksin

4. Kerusakan jaringan perenkim hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis

F. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium:

a) Peningkatan kadar bilirubin, alkali fosfatase, SGOT, SGPT, LDH, CPK, HbsAg

positif dalam serum, leukositosis, eritrositosis, hiperkalsemia, hipoglikemia, dan

hiperkolesterolemia.

b) Alfa fetoprotein (AFP) 500 mg/dl. AFP meningkat pada klien dengan

karsinoma hepatoseluler dan biasanya tidak ada peningkatan pada klien dengan

kalagiokarsinoma atau kanker hepar metastatik.

c) Kadar antigen karsinoembrionik (CEA) yang berfungsi sebagai penanda kanker

saluran cerna dapat meningkat pada klien karsinoma gastrointestinal dan

adenokarsinoma lain yang metastase ke hepar terutama kanker kolorectal dan

karsinoma hepatoseluler.

2. Radiologi ; meliputi sinar X abdomen dan dada serta Ultrasonografi (USG) dapat

menunjukkan adanya masa.

3. CT Scan (Sidik Tomografi Komputer) dengan zat kontras dapat membantu dokter

dalam menentukan apakah ada atau tidak ada lesi-lesi benigna dan atau maligna.

4. Angiografi Hepatik dapat memperlihatkan pembuluh darah yang terkena sebelum

pembedahan.

5. Biopsi jaringan hati dilakukan dengan tuntunan USG atau laparoskopi. Biopsi dengan

jarum tidak direkomendasikan jika reseksi pembedahan masih mungkin untuk

dilakukan karena hal ini diperkirakan bahwa tumor tersebut kemungkinan akan dapat

mengalir ke rongga abdomen. Jika biopsi dengan jatum dilakukan, perdarahan

merupakan komplikasi yang sangat mungkin terjadi berhubungan dengan risiko

peningkatan perdarahan dengan penurunan fungsi hepar.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien kanker hati adalah :

1. Non bedah

a. Terapi Radiasi

Tujuannya adalah memberikan radiasi langsung kepada sel-sel tumor agar tidak

menyebar bertambah besar, nyeri dan gangguan rasa nyaman dapat dikurangi

11

Page 12: BAB 1 Hernia

secara efektif dengan terapi radiasi pada 70% hingga 90% penderita. Gejala

anoreksia, kelemahan dan panas juga berkurang dengan terapi ini.

Metode pelaksanaan radiasi mencakup:

1). Penyuntikan antibodi berlabel isotop radioaktif secara intravena yang secara

spesifik akan menyerang antigen yang berkaitan dengan tumor.

2). Penempatan sumber radiasi perkutan intensitas tinggi untuk terapi radiasi

intertitial.

b. Kemoterapi

Kemoterapi sistemik dan kemoterapi infus regional merupakan metode yang

digunakan untuk memberikan preparat antineoplastik kepada pasien tumor primer

dan metastasis hati untuk memberikan kemoterapi ddengan konsentrasi tinggi ke

dalam hati melalui arteri hepatika dipasang pompa yang dapat ditanam.

c. Drainase biliar perkutan atau drainase transhepatik.

Ini digunakan untuk melakukan pintasan saluran empedu yang tersumbat oleh

tumor hati, pankreas atau saluran empedu pada pasien tumor yang tiak dapat

dioperasi atau pada pasien yang dianggap beresiko. Prosedur seperti ini

dikerjakan untuk membentuk kembali sistem drainase bilier, mengurangi tekanan

serta rasa nyeri karena penumpukan empedu akibat obstruksi dan meredakan

gejala pruritus serta ikterus. Selama beberapa hari setelah dipasang, kateter

dibuka untuk drainase eksternal. Cairan empedu yang mengalir keluar diobservasi

dengan ketat untuk mengetahui jumlah, warna dan adanya darah serta debris.

d. Bentuk terapi non bedah lainnya

1). Hipertermia pernah dilakukan sebagai suatu bentuk terapi untuk mengatasi

metastasis pada hati. Pemanasan diarahkan pada tumor melalui beberapa cara

untuk menimbulkan nekrosis pada jaringan tumor tersebut sementara jaringan

normal tetap terlindungi.

2). Pengembangan teknik pembekuan dingin sel-sel tumor hati dengan

cryosurgery dan penggunaan bedah laser sebagai salah satu bentuk terapi

masih berada dalam tahap awal.

3). Embolisasi untuk mengganggu aliran darah arterial kedalam jaringan tumor

dengan memasukkan partikel-partike gelfoam ke dalam pembuluh darah arteri

yang memperdarahi tumor ternyata cukup efektif pada pasien-pasien dengan

tumor yang kecil.

12

Page 13: BAB 1 Hernia

4). Imunotherapi merupakan bentuk terapi lain yang masih diteliti. Pada tahap ini,

limfosit dengan reaktifitas anti tumor diberikan kepada penderita tumor hati.

Regresi tumor yang merupaknan hasil akhir yang diinginkan ternyata terlihat

pada penderita kanker metastasis yang tidak berhasil diobati dengan terapi

standar.

KONSEP MEDIS EFUSI PLEURA

A. Pengertian

Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson2005).

Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang

melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis).

Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan

pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan.

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah

kolaps paru.

Bila terserang penyakit, pleura mungkin

mengalami peradangan atau udara atau cairan

dapat masuk ke dalam rongga pleura

menyebabkan paru tertekan atau kolaps. Cairan

dalam keadaan normal dalam rongga pleura

bergerak dari kapiler didalam pleura parietalis

keruang pleura dan kemudian diserap kembali

melalui pleura visceralis. Selisih perbedaan

absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan

pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih besar

daripada pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya

terdapat beberapa mililiter cairan.

Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit

primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat

berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa

darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).

13

Page 14: BAB 1 Hernia

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara

permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya

merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural

mengandung sejumlah kecil cairan (5-15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang

memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,

2002). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga

pleura. (Price C Sylvia, 1995)

B. Etiologi

Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada

dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, Penyakit pada abdomen,

seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs (tumor ovarium) dan sindroma vena

kava superior. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,

pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga

pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia

80% karena tuberculosis.

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,

tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari

empat mekanisme dasar:

1) Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik

2) Penurunan tekanan osmotic koloid darah

3) Peningkatan tekanan negative intrapleural

4) Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi

transudat dan eksudat.

14

Page 15: BAB 1 Hernia

Transudat: hambatan reabsorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya

bendungan seperti pada kompensasi kordis, penyajit ginjal, tumor mediastinum,

sindroma meig dan sindroma vena cava superior.

Eksudat : pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (TBC, pneumonia,

virus) , bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus kerongga pleura,

karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma.

Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,

tuberkulosis.

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan

bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan

penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-

penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites,

infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

C. Tanda dan Gejala

1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah

cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.

2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada

pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,

batuk, banyak riak.

3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan

cairan pleural yang signifikan.

4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan

akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,

fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam

keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis

Damoiseu).

5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas

garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan

mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler

melemah dengan ronkhi.

6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

7. Ruang interkostal menonjol.

8. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena.

15

Page 16: BAB 1 Hernia

9. Perkusi meredup diatas efusi pleura.

10. Egofoni diatas paru-paru yang tertekan dekat efusi.

11. Suara nafas berkurang diatas efusi.

12. Fremitus fokal berkurang.

D. Patofisiologi

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.

Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis

sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid

menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas

kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis

akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru.

Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum

pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari

rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan

perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan

ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga

memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab

peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan

membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam

rongga secara cepat.

Cairan pleura ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan

hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali

oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam

16

Page 17: BAB 1 Hernia

pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya. Terkumpulnya

cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara

produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan

tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas

dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura.

Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai

peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang

menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan

keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan

ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya

rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan

protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara

lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yangterjadi karena

perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitialsubmesotelial kemudian

melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selainitu cairan pleura dapat

melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi

penimbunan cairan berupatransudat maupun eksudat.

Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal

jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran

cairan dari pembuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti

pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut

hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.

Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat

peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening. Jika efusi pleura

mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh perluasan

infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia,

abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura.

Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya

disebabkan karena trauma maupun keganasan. Efusi pleura akan menghambat fungsi

paru dengan membatasi pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan

bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun

secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul

dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani,

17

Page 18: BAB 1 Hernia

pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai

kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan

partial Karbondioksida arteri (PaCo2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas

darah.

E. Komplikasi

1. Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik

akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan

ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan

mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan

pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran

pleura tersebut.

2. Atalektasis

Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan

oleh penekanan akibat efusi pleura.

3. Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru

dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai

kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi

pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan

paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

4. Kolaps Paru

Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik

pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan

kolaps paru.

F. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya

sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan tampak cairan dengan permukaan

melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum

18

Page 19: BAB 1 Hernia

b. Ultrasonografi

Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering

digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada

torakosentesis.

c. Torakosentesis/pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan

tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan

posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak),

berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa

mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).

d. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan

asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,

amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel

malignan, dan pH.

e. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan. Biopsi ini berguna untuk mengambil

specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini

digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit

(biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura)

f. Broncoscopy Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber

cairan yang terkumpul.

G. Penatalaksanaan Medis

1. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah

penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta

19

Page 20: BAB 1 Hernia

dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung

kongestif, pneumonia, sirosis).

2. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen

guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan dispneu. Aspirasi cairan pleura

dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut :

Adanya gejala sujektif seperti sakit/nyeri , dispnea, rasa berat dalam dada.

Cairan melewati sela iga 2, terutama bila dihemithoraks kanan.

Bila suhu tetap/makin tinggi setelah tiga minggu.

Bila penyerapan cairan terlambat (lebih dari 8 minggu)

3. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari

tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan

elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan

pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system

drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan

pengembangan paru.

4. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam

ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan

lebih lanjut.

5. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,

bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

KONSEP MEDIS ASITES

A. Pengertian

Pasien dengan asites merupakan masalah klinis yang selalu dijumpai dalam

praktek dokter sehari-hari; terlihat sederhana namun sangat menentukan prognosis

suatu penyakit sehingga perlu mendapat perhatian yang serius.

Kata asistes berasal dari kata Yunani askos yang berarti kantong (sac atau

bag). Pada laki-laki sehat, dapat ditemukan sedikit atau tidak ada cairan di dalam

rongga peritoneum, sebaliknya pada perempuan sehat dapat ditemukan sedikit (20 cc)

cairan tergantung dari fase siklus menstruasi.

Asites merupakan timbunan cairan secara patologis dalam rongga peritoneum,

yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit terutama pada penyakit hati kronis atau

20

Page 21: BAB 1 Hernia

sirosis hepatis. Pada tulisan ini, pembahasan mengenai asites khusus yang ditemukan

pada penyakit hati kronis/sirosis hepatis.

B. Patofisiologi

Tertimbunnya cairan dalam rongga peritoneum merupakan manifestasi dari

kelebihan garam/natrium dan air secara total dalam tubuh, tetapi tidak diketahui

secara jelas faktor pencetusnya. Terbentuknya asites merupakan suatu proses

patofisiologis yang kompleks dengan melibatkan berbagai faktor dan mekanisme

pembentukannya diterangkan dalam 3 hipotesis berdasarkan temuan eksperimental

dan klinik sebagai berikut:

1. Teori underfilling mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya asites

adalah terjadinya sekuestrasi cairan yang berlebihan dalam splansnik vascular bed

disebabkan oleh hipertensi portal yang meningkatkan tekanan hidrostatik dan

kapiler-kapiler splanknik dengan akibat menurunnya volume darah efektif dalam

sirkulasi. Menurut teori ini, penurunan volume efektif intravascular (underfilling)

direspon oleh ginjal untuk melakukan kompensasi dengan menahan air dan garam

lebih banyak melalui peningkatan aktifasi rennin-aldosteron-simpatis dan

melepaskan hormone antidiuretik aldosteron lebih banyak.

2. Teori overflow mengemukakan bahwa pada pembentukan asites kelainan primer

yang terjadi adalah retensi garam dan air yang berlebihan tanpa disertai penurunan

volume darah efektif, oleh karena pada observasi penderita sirosis hepatis terjadi

hipervolemia dan bukan hipovolemia.

3. Teori vasodilatasi arteri perifer dapat menyatukan kedua teori diatas. Dikatakan

bahwa hipertensi portal pada sirosis hepatis menyebabkan terjadinya vasodilatasi

pada pembuluh darah splanknik dan perifer akibat peningkatan kadar nitric oxide

(NO) yang merupakan salah satu vasodilator yang kuat sehingga terjadi pooling

darah dengan akibat penurunan volume darah yang efektif (underfilling).

Pada siroris hepatis yang makin lanjut aktivitas neurohormonal meningkat,

system rennin-angiotensin lebih meningkat, sensitivitas terhadap atrial peptide

natriuretik menurun sehingga lebih banyak air dan natrium yang diretensi. Terjadi

ekspansi volume darah yang menyebabkan overflow cairan kedalam rongga

peritoneum dan terbentuk asistes lebih banyak. Pada pasien sirosis hepatis dengan

asites terjadi aktivitas sintesis NO lebih tinggi disbanding sirosis hepatis tanpa

21

Page 22: BAB 1 Hernia

asites. Menurut teori vasodilatasi bahwa teori underfilling prosesnya terjadi lebih

awal, sedangkan teori overflow bekerja belakangan setelah proses penyakit lebih

progresif. Beberapa faktor lain yang berperan dalam pembentukan asites adalah:

a. Hipoalbuminemia: walaupun hipertensi portal sangat berperan dalam

pembentukan asites dengan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik pada

pembuluh-pembuluh darah kapiler splanknik, maka hipoalbuminemia juga

mempunyai peran melalui tekanan onkotik plasma yang menurun sehingga

terjadi ekstravasasi cairan dari plasma ke dalam rongga peritoneum. Pada

sirosis hepatis asites tidak ditemukan kecuali telah terjadi hipertensi portal dan

hipoalbuminemia.

b. Cairan limfe: akibat distensi dan sumbatan sinusoid dan pembuluh-pembuluh

limfe pada pasien sirosis hepatis maka terjadi hambatan aliran limfe dan

menjadi lebih banyak sehingga merembes dengan bebas melalui permukaan

hati yang sirotik masuk ke dalam rongga peritoneum dan memberi kontribusi

dalam pembentukan asites. Berbeda dengan cairan transudat yang berasal dari

cabang vena porta, cairan limfe hepatic dapat merembes masuk ke dalam

rongga peritoneum walaupun hipoalbuminemia belum tampak nyata dengan

melalui lapisan sel-sel endotel sinusoid yang hubungannya satu sama lain

tidak rapat.

c. Ginjal: berperan penting dalam mempertahankan pembentukan asites. Pasien

sirosis dengan asites, ginjal tidak dapat mengeluarkan cairan secara normal

tetapi sebaliknya terjadi peningkatan absorbs natrium baik pada tubulus

proksimal maupun pada tubulus distal, dimana yang terakhir terjadi akibat

peningkatan aktivitas renin plasma dan hiperaldosteronisme sekunder.

Disamping itu terjadi vasokonstriksi renal yang mungkin disebabkan oleh

peningkatan serum prostaglandin atau kadar katekolamin yang juga berperan

dalam retensi natrium. Terakhir peranan endotelin sebagai suatu

vasokonstriktor yang kuat diduga pula ikut berperan dalam pembentukan

asites.

22