analisis & li khairinnisa sken a blok 13.docx

24
I. ANALISIS MASALAH 1. Status lokalisasi coli sinistra teraba 2 buah nodul ukuran 4x3 cm dan 2x1 cm batas tegas, dan colli sinistra dextra 1 buah nodul ukuran 2x1 cm a) Bagaimana cara pemeriksaan? Pemeriksaan Fisik Leher, meliputi : 1. Inspeksi : melakukan inspeksi dari sisi depan, samping dan belakang leher. Asimetris karena pembengkakan. Pembengkakan dapat disebabkan aneurisma arteri karotis, pembengkakan terdapat pada satu sisi dan dapat diraba pulsasi arteri pada daerah tersebut. mencari apakah ada benjolan pada leher. Tumor misalnya pada limfoma ( unilateral/ bilateral), tumor kista brakialis, pembesaran kelenjar tiroid. mencari apakah ada tanda peradangan pada leher. Kelenjar limfe : pembesaran kelenjar limfe dapat dijumpai pada tuberculosis kelenjar, leukemia, limfoma maligna.Lihat juga besanya konsistensi,serta nyeri tekan pada palpasi Dengan cara melakukan ekstensi dan deviasi kesamping,secara sederhana pada leher, regangan m. sternokleidomastoideus akan memperlihatkan batas antara trigonum anterior dan posterior, sehingga pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening atau struktur pembuluh darah dapat segera dilihat dengan nyata.

Upload: icakh

Post on 12-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

I. ANALISIS MASALAH

1. Status lokalisasi coli sinistra teraba 2 buah nodul ukuran 4x3 cm dan 2x1 cm batas

tegas, dan colli sinistra dextra 1 buah nodul ukuran 2x1 cm

a) Bagaimana cara pemeriksaan?

Pemeriksaan Fisik Leher, meliputi :

1. Inspeksi :

melakukan inspeksi dari sisi depan, samping dan belakang leher.

Asimetris karena pembengkakan. Pembengkakan dapat disebabkan

aneurisma arteri karotis, pembengkakan terdapat pada satu sisi dan dapat

diraba pulsasi arteri pada daerah tersebut.

mencari apakah ada benjolan pada leher.

Tumor misalnya pada limfoma ( unilateral/ bilateral), tumor kista brakialis,

pembesaran kelenjar tiroid.

mencari apakah ada tanda peradangan pada leher.

Kelenjar limfe : pembesaran kelenjar limfe dapat dijumpai pada tuberculosis

kelenjar, leukemia, limfoma maligna.Lihat juga besanya konsistensi,serta

nyeri tekan pada palpasi

Dengan cara melakukan ekstensi dan deviasi kesamping,secara sederhana

pada leher, regangan m. sternokleidomastoideus akan memperlihatkan batas

antara trigonum anterior dan posterior, sehingga pembesaran kelenjar tiroid

atau kelenjar getah bening atau struktur pembuluh darah dapat segera dilihat

dengan nyata.

mencari apakah ada jejas.

memeriksa apakah ada distensi vena jugularis eksternus.

memeriksa apakah ada deviasi trakea.

memeriksa apakah ada keadaan asimetris, sikap paksa, kelumpuhan.

2. Palpasi

Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk mengetahui keadaan dan lokasi

kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan trakea. Kelenjar limfe sulit dipalpasi pada

orang yang sehat atau orang gemuk. Sebaliknya pada orang yang kurus akan

lebih mudah ditemukan. Pembesaran kelenjar limfe dapat disebabkan oleh

berbagai penyakit misalnya peradangan akut/kronis dikepala, orofaring, kulit

kepala atau daerah leher. Juga terjadi pada beberapa kasus infeksi seperti

Page 2: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

tuberkulose, atau spilis. Pembesaran limfe disebut limfedenopati.

Palpasi kelenjar tiroid dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran tiroid

(gondok) yang biasanya disebabkan oleh kekurangan gram zodium. Bentuk

kelenjar tiroid dapat diketahui jika kepala pasien ditengadahkan sambil pasien

disuruh menelan ludah (air), sementara perawat melakukan palpasi kelenjar

tersebut.

Kedudukan trakea perlu dikaji karena dapat sebagai petunjuk terhadap adanya

gangguan misalnya trakea yang bergeser ke salah satu sisi dapat merupakan

petunjuk adanya proses desak ruang atau fibrosis pada paru-paru maupun

mediastinum. Trakea akan tertarik pada keadaan terjadi proses fibrosis dan akan

terdorong pada keadaan terjadi pendesakan ruang.

Cara kerja palpasi kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan trakea adalah :

1. Duduklah di hadapan pasien

2. Anjurkan pasien untuk menengadah ke samping menjauhi perawat pemeriksa

sehingga jaringan lunak dan otot-otot akan relaks

3. Lakukan palpasi secara sistematis dan determinasikan menurut lokasi, batas-

batas ukuran, bentuk dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe

yang terdiri dari :

a. Preaurikular – di depan telinga

b. Posterior aurikuler – superficial terhadap prosesus mastoidius

c. Osipital – di dasar posterior tulang kepala

d. Tonsilar – disudut mandibular

e. Submaksilaris – ditengah-tengah antara sudut dan ujung mandibula

f. Submental – palpasi garis tengah beberapa cm di belakang ujung

mandibula

g. Servikal superficial – superficial terhadap sternomastoidius

h. Servikal posterior – sepanjang tepi anterior trapesius

i. Servikal dalam – dalam sternomastoid dan sering tidak dapat dipalpasi

j. Supraklavikula – dalam suatu sudut yang terbentuk oleh klavikula dan

sternomastoidius.

4. Lakukan palpasi kelenjar tiroid dengan cara :

a. Letakkan tangan anda pada leher pasien

Page 3: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

b. Palpasi pada fossa suprasternal dengan jari penunjuk dan jari tengah

c. Suruh pasien menelan atau minum untuk memudahkan palpasi

d. Palpasi dapat pula dilakukan dengan perawat berdiri di belakang pasien,

tangan diletakkan mengelilingi leher dan palpasi dilakukan dengan jari

kedua dan ketiga

e. Bila teraba kelenjar tiroid maka determinasikan menurut bentuk, ukuran,

konsistensi dan permukaannya.

5. Lakukan palpasi trakea dengan cara berdiri di samping kanan pasien.

Letakkan jari tengah pada bagian bawah trakea dan raba trakea ke atas, ke

bawah dan kesamping sehingga kedudukan trakea dapat diketahui.

6. Mobilisasi leher

Pengkajian mobilisasi leher dilakukan paling akhir pada pemeriksaan leher.

Pengkajian ini dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Untuk mendapatkan

data yang akurat maka leher dan dada bagian atas harus bebas dari pakaian

dan perawat berdiri/duduk dibelakang pasien.

a. Lakukan pengkajian mobilitas leher secara aktif. Suruh pasien

menggerakkan leher dengan urut-urutan sebagai berikut:

Antefleksi, normalnya 45o

Dorsifleksi, normalnya 60 o

Rotasi ke kanan, normalnya 7 0o

Rotasi ke kiri, normalnya 70o

Lateral fleksi ke kiri, normalnya 40o

Lateral fleksi ke kanan, normalnya 40o

b. Determinasikan sejauh mana pasien mampu menggerakkan lehernya.

Normalnya gerakan dapat dilakukan secara terkoordinasi, tanpa

gangguan

c. Bila diperlukan lakukan pengkajian mobilitas secara pasif dengan cara

kepala pasien dipegang dengan dua tangan kemudian digerakkan dengan

urut-urutan yang sama seperti pada pengkajian mobilitas leher secara

aktif.

Langkah- langkah dalam pemeriksaan kelenjar getah bening leher:

1. Memperkenalkan diri dan inform consent terlebih dahulu kepada pasien

2. Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air mengalir

Page 4: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

3. Tanyakan kepada pasien bagian mana yang dianggap sakit oleh pasien dan

informasikan bahwa apabila pada pemeriksaan nanti ada rasa sakit yang

dirasakan pasien, maka pasien harus memberi tahu.

4. Posisikan pasien. Idealnya, pemeriksaan sebaiknya dilakukan dengan berdiri

di belakang pasien. Dan pasien diperiksa dalam posisi duduk.

5. Inspeksi

Kelenjar getah bening leher terletak di sepanjang bagian anterior dan

posterior dari leher tepat di bagian bawah dagu. Jika kelenjar getah bening

cukup besar, dapat terlihat adanya pembengkakan di bawah kulit dan lebih

mudah lagi jika pembesarannya asimetris (akan lebih mudah untuk melihat

adanya pembesaran kelenjar getah bening jika hanya satu bagian saja yang

membesar).

6. Hal-hal yang harus diperhatikan pada inspeksi:

7. Pembesaran kelenjar getah bening

8. Skar bekas operasi (cancer exision)

9. Massa yang jelas

10. Palpasi

Palpasi kelenjar getah bening harus menggunakan empat ujung-ujung jari

karena ujung jari adalah bagian yang paling sensitif. Palpasi dilakukan

dengan membandingkan antara bagian kiri dan kanan secara simultan, dari

atas ke bawah dan dengan sedikit tekanan.

Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular yaitu pemeriksa berada

dibelakang penderita kemudian palpasi dilakukan dengan kepala penderita

condong ke depan sehingga ujung-ujung jari-jari meraba di bawah tepi mandibula.

Kepala dapat dimiringkan dari satu sisi ke sisi yang lain sehingga palpasi dapat

dilakukan pada kelenjar yang superficial maupun yang profunda. Juga dapat

dilakukan dengan palpasi bimanual.

Page 5: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

Gambar : Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular

Palpasi kelenjar jugularis dapat dimulai di superficial dengan melakukan penekanan ringan dengan menggerakkan jari-jari sepanjang musculus sternokleidomastoideus. Pada palpasi yang lebih dalam, ibu jari ditekan di bawah musculus Sternokleidomastoideus pada kedua sisi sehingga dapat di palpasi kelenjar yang terdapat di sub atau retro dari muskulus ini. Bila pemeriksaan ini negatif atau meragukan, maka pemeriksa harus berdiri di belakang penderita kemudian ibu jari digunakan untuk menggeser musculus Sternokleidomastoideus ke depan sementara jari yang lain meraba pada tepi anterior muskular tersebut. Perabaan secara bilateral dan simultan selalu dianjurkan untuk menilai perabaan antara kedua sisi. Palpasi kelenjar leher ini agak sulit pada orang gemuk, leher pendek dan leher yang berotot. Terutama bila kelenjarnya masih kecil.

Sumber gambar: Buku Diagnosis Fisik Adams Edisi 17

Gambar : Palpasi kelenjar limfe rantai kelenjar jugularis

Page 6: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

Palpasi kelenjar limfa asesorius dilakukan dengan menekan ibu jari pada tepi

posterior m. Trapezium ke depan dan jari-jari ditempatkan pada permukaan

anterior muskulus ini.

Gambar : Palpasi kelenjar limfe asesorius

Sumber gambar: Buku Diagnosis Fisik Adams Edisi 17

Palpasi kelenjar limfa supraklavikular dapat dilakukan dengan duduk di

depan atau berdiri dibelakang penderita dimana jari-jari digunakan untuk

palpasi fosa supraklavikular. 15

Gambar : Palpasi kelenjar limfe supraklavikula

Sumber gambar: Buku Diagnosis Fisik Adams Edisi 17

Page 7: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

b) Bagaimana interpretasi?

Ditemukan nodul nodul atau benjolan pada leher dengan ukuran diameter nodul

lebih dari 0,5 cm dikatakan abnormal. Maka dapat diduga adanya pembesaran

kelenjar getah bening regio coli. Dan, pembesaran kelenjar getah bening berjalan

berminggu-minggu sampai berbulan-bulan merupakan gejala infeksi oleh

mikobakterium.

c) Dimana regio/lokasi pada kasus ini?

Pada kasus ini

ditemukan nodul-

nodul yang

mungkin menjadi

suatu bentuk

pembesaran dari

kelenjar getah

bening.

Penyebaran KGB

leher dibagi 5

( Sloan kattering

memorial cancer

classification )

Page 8: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

Sumber gambar: Sloan kattering memorial cancer classification

Keterangan gambar:

I. Kelenjar yang terletak di segitiga submentale dan submandibulae

II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar getah bening jugularis

superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikalis posterior.

III. Kelenjar getah bening jugularis di antara bifurkatio karotis dan persilangan

Musculus omohioid dengan musculus sternokleidomastoideus dan batas

posterior musculus sternokleidomastoideus.

IV. Grup kelenjar getah bening di daerah jugularis inferior dan supraklavikula

V. Kelenjar getah bening yang berada di segitiga posterior servikal.

Sumber gambar: Atlas Anatomi A.D.A.M

Sumber gambar:

2. Hasil pemeriksaan histopatologi : tampak kelenjar getah bening berkapsul jaringan

ikat tipis, bagian korteks tampak folikel limfoid hiperplasia, berbagai ukuran,

dengan germinal center aktif. Tampak bagian kelenjar getah bening yang

Page 9: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

mengalami nekrosis perkijuan dikelilingi oleh sel-sel limfosit, makrofag, epiteloid,

1-2 sel datia langhans dapat dijumpa. Tidak dijumpai tanda-tanda ganas.

a) Bagaimana cara pengecatan/Ziehl Neilsen untuk mendeteksi Mycobacterium TB

dan interpretasinya?

Pewarnaan Ziehl Neelsen adalah Pewarnaan diferensial yang membedakan

bakteri tahan asam dengan bakteri yang bukan tahan asam.

Prinsip pewarnaan :

Bakteri tahan asam (BTA) seperti mycobacterium tuberkulosis tahan terhadap

pencucian dengan alkohol asam, walau telah dicuci dengan alkohol asam bakteri

tahan asam tidak melepaskan zat warna yang telah diikatnya.Bakteri tahan asam

akan berwarna merah, dan bakteri tidak tahan asam berwarna biru.

Alat dan bahan :

1. Mikroskop

2. Objek gelas

3. Carbol Fuchsin 0,3 %

4. Alkohol Asam 3 % ( Alkohol + HCl konsentrasi 3 %)

5. Methylen Blue 0,3 %

6. Ose

7. Lampu Bunsen/Lampu spiritus

8. Oil Immersi

Cara membuat sediaan :

1. Bersihkan objek gelas, beri label

2. Sterilkan ose, dinginkan

3. Ambil 1 ose sputum yang kental (hijau kuning) letakkan diatas objek gelas,

ratakan.

4. Sediaan biarkan kering pada suhu kamar.

5. Setelah kering fiksasi denga melewatkkan diatas nyala api sebanyak 3 x, sediaan

siap untuk diwarnai.

Cara Pewarnaan :

1. Sediaan dituangi Carbol Fuchsin sampai penuh

Page 10: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

2. Panaskan selama 3-5 menit sampai keluar uap pertama jangan sampai mendidih.

3. Biarkan dingin selama 5 menit

4. Cuci dengan air

5. Dekolorisasi denga alkohol asam 10-30 detik.

6. Cuci dengan air

7. Tuangi dengan methylen blue selama 20-30 detik

8. Cuci dengan air

Interpretasi Hasil:

Pembacaan Denga Skala IUATLD

1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lp, disebut negatif

2. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lp, ditulis jumlah kuman yang ditemukan

3. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lp, disebut + atau (1+)

4. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lp, minimal 50lp, disebut ++ atau (2+)

5. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lp, minimal 20lp, disebut +++ atau (3+)

b) Bagaimana patofisiologi radang kronik spesifik?

Radang Kronis

Radang kronis dapat diartikan sebagai proses tubuh lokal (ditempat pengaruh

jejas bereaksi) berupa perubahan kimiawi dan morfologi jaringan berpembuluh

darah dengan tujuan membatasi kerusakan jejas yang terjadi dan netralisasi dari

pengharuh penyebab jejas tersebut yang berdurasi panjang (berminggu-minggu

hingga bertahun-tahun) .Pada radang kronis juga terjadi proses secara simultan dari

inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang

akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi

neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel

mononuklear (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan

perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis)

(Mitchell & Cotran, 2003).

Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul

menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan

radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat

reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada

proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan

Page 11: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan

dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang

menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu

(seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama

dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila

suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi

karena banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas,

maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan

kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi

Pada radang kronis pada umumnya tanda-tanda cardinal yang terdapat pada

radang akut tidak lagi tampak. Kemerahan dan peningkatan suhu biasanya hilang

terlebih dahulu kemudian disusul dengan hilangnya rasa sakit. Akhirnya semua

tanda cardinal radang hilang sama sekali, mungkin bisa terdapat indurasi

(meningkatnya konsistensi jaringan) akibat adanya respon fibroblastic.

Page 12: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

II. LEARNING ISSUE

A. Radang Kronik

Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang

(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari

inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut,

radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam

jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti

makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi

proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis) (Mitchell & Cotran, 2003).

1. Makrofag

Berasal dari sel darah putih monosit yang mempunyai fungsi sebagai sel fagosit

namun lebih selektif, sehingga makrofag disebut juga dengan the second line of

defense. Di samping sebagai pengganti leukosit neutrofil di dalam fagositosis,

makrofag mempunyai banyak fungsi yang lain karena kemampuannya menghasilkan

berbagai macam produk biologi yang dapat meningkatkan respon radang. Makrofag

juga menghasilkan faktor- faktor yang mengatur proliferasi dan fungsi sel- sel yang

lain, termasuk di sini adalah: interferon, growth faktor untuk fibroblast, sel endothel,

dan sel- sel myeloid primitif (angiogenesis) yang mempunyai peranan penting di

dalam proses perbaikan (repair) jaringan.

2. Limfosit, dan sel plasma

Limfosit yang berperan di dalam proses imunitas juga sering didapatkan di dalam

proses radang kronis. Setiap stimuli yang menimbulkan radang kronis dapat bersifat

antigenic pula sehingga mampu merangsang timbulnya respon imun. Karena ini

tidaklah mengherankan apabila pada proses radang yang kronis hampir selalu

didapatkan limfosit maupun sel plasma.

3. Terjadinya proliferasi fibroblast dan pembuluh kapiler muda dalam jumlah banyak.

Sel- sel fibroblast adalah jaringan ikat muda yang mampu membentuk serabut

kolagen, suatu bahan (protein) dasar dari semua jaringan ikat yang ada.

Pembentukan pembuluh kapiler muda terjadi dalam jumlah banyak, karena dipicu

oleh faktor makrofag, sehingga suplai darah ke daerah radang menjadi lebih tinggi.

Respon fibroblastic dan proliferasi kapiler muda tersebut secara bersama- sama

disebut dengan jaringan granulasi. Infiltrasi sel- sel macrocytic dan lymphocytic dan

jaringan granulasi serta proliferasi sel- sel untuk membentuk jaringan pengganti

merupakan tanda khas dari proses radang kronis. Radang kronis dapat bertahan

Page 13: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

dalam jangka waktu yang cukup panjang (beberapa hari sampai beberapa bulan

bahkan kadang- kadang sampai bertahun-tahun). Apabila faktor jejas tetap ada

(persisten) maka respon radang kronis ini akan tetap bertahan dalam waktu lama

tanpa ada proses resolusi jaringan, contoh: dental granuloma pada apical gigi yang

non vital.

Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul

radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi

radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen

penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan

normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer. Sering

penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang

menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi penyebabnya,

yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel,

Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak

dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih

lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon

efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya.

Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi

(Robbins & Kumar, 1995).

Manifestasi Klinis Radang Kronis

Pada radang kronis pada umumnya tanda-tanda cardinal yang terdapat pada radang

akut tidak lagi tampak. Kemerahan dan peningkatan suhu biasanya hilang terlebih

dahulu kemudian disusul dengan hilangnya rasa sakit. Akhirnya semua tanda cardinal

radang hilang sama sekali, mungkin bisa terdapat indurasi (meningkatnya konsistensi

jaringan) akibat adanya respon fibroblastic.

Manifestasi sistemik dari radang akut atau kronis bisa berupa: demam (febris),

malaise, sakit kepala, dan hilangnya nafsu makan. Demam yang disebabkan karena

meningkatnya suhu tubuh penderita diduga sebagai akibat penyebaran

mikroorganisme di dalam aliran darah (bacteremia). Penyebab yang lain yaitu

endotoksin dari bakteri yang mati dan stimulasi hipotalamus oleh prostaglandin yang

sintesanya dimungkinkan oleh adanya bahan pyrogen endogenik, seperti Interleukin- I

yang dihasilkan oleh leukosit.

Page 14: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

Mediator kimia peradangan

Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai penting

antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa cedera langsung

merusak endotelium pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein dan

cairan di daerah cedera, pada banyak kasus cedera mencetuskan pembentukan

dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis cedera yang dapat

mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip

dari respon peradangan terhadap berbagai macam rangsang. Karena pola dasar radang

akut stereotip, tidak tergantung jenis jaringan maupun agen penyebab pada

hakekatnya menyertai mediator-mediator kimia yang sama yang tersebar luas dalam

tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi mekanisme

biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga memiliki mekanisme kontrol

yaitu inaktivasi mediator kimia lokal yang cepat oleh sistem enzim atau antagonis

(Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).

B. Radang Kronik Spesifik/Radang granulomatous

Definisi: pola radang kronis spesifik yg ditandai oleh aggregasi makrofag yg

teraktivasi (granuloma)

Tipe radang granulomatous

1. Granuloma benda asing respon terhadap benda asing yg relatif inert

(benang, serpihan)

2. Granuloma sel imun sebagai respon dari sel T yg bertanggung jawab atas

aktivasi makrofag persisten contoh : TBC (granuloma tuberkel disertai

nekrosis kaseosa

Page 15: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

Sumber gambar: Kuliah Integrasi “Radang Akut dan Kronis” dr.Henny Sulastri,

SpPA(K) tahun 2014

Bentuk radang kronis terdiri dari:

1. Makrophage termodifikasi dimana sitoplasma banyak berwarna merah muda

spt sel epitel (epiteloid). Transformasi ini dipengaruhi o/ γ interferon.

2. Sel raksasa : berasal dari makrofag.

3. Limfosit, plasma sel, netrofil

4. Jar. nekrosis.

Page 16: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx

Daftar Pustaka

Robbins, S.L. & Kumar, V. (1995). Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar laboratorium patologi anatomik FK UI, penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1987).

Sulastri, Henny.2014. Kuliah Integrasi: Radang Akut dan Kronis. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Price & Wilson. 2002. Patofisiologi (ed. 6). Jakarta: EGC

Markum. 2011. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: FK UI

Burnside & McGlynn. 1995. Diagnosis Fisik Adams (ed.17). Jakarta:EGC

Page 17: ANALISIS & LI KHAIRINNISA SKEN A BLOK 13.docx