sken 1 - jessica

Upload: mikael-clement

Post on 15-Oct-2015

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

  • 1

    ANEMIA DEFISIENSI BESI

    Jessica Prisscila* *Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

    10.2009.042 Kelompok D6

    Alamat korespondensi: Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510

    E-mail: [email protected]

    Skenario Seorang ibu berusia 65 tahun dating ke poliklinik dengan keluhan merasa lemas sejak 1 bulan yang lalu. Riwayat minum obat piroxicam untuk mengurangi nyeri lutut yang diderita sejak 1 tahun yang lalu. Tidak ada demam.

    Pada pemeriksaan: tampak sakit ringan, konjungtiva anemis, tidak terdapat hepatosplenomegali. Setelah dilakukan pemeriksaan darah, hasilnya sebagai berikut: Hb 8 g/dL, Ht 25%, Leu 11rb/mm3, Trom 210rb/mm3, MCV 60fL, MCH 30 fL, MCHC 34fL.

    Pendahuluan Defisiensi besi merupakan penyebab anemia tersering pada semua negara di dunia, dan merupakan etiologi terpenting dari anemia mikrositik hipokrom, di mana terjadi penurunan dari 2 indikator sel darah merah yaitu MCV (Mean Corpuscular Volume), dan MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin), serta hapusan darah menunjukkan adanya sel darah merah yang kcil (mikrositik) dan pucat (hipokromik). Penampakan seperti ini disebabkan karena adanya defek dari sintesis hemoglobin.1

    Pembahasan

  • 2

    A. Anamnesis Defisiensi besi tanpa terjadi anemia tidak akan menyebabkan gejala apa-apa. Setengah dari pasien yang menderita defisiensi besi mengalami pagophagia. Biasanya pasien akan lebih suka mengunyah atau mengemut es, dan lebih senang sayur-sayuran beku. Sering juga didapatkan kram kaki saat sedang menaiki tangga. Terkadang pasien dapat menerangkan dengan jelas kapan gejala-gejala tsb mulai muncul. Adanya kelelahan dan berkurangnya kemampuan dalam melakukan pekerjaan yang berat. Selain itu mungkin pula didapat perubahan perilaku, dan resistensi terhadap infeksi berkurang.

    Yang perlu dicari dalam anamnesis kasus anemia defisiensi besi adalah riwayat kehilangan darah, riwayat diet, dan riwayat malabsorbsi.

    Riwayat diet penting, di mana vegetarian lebih rawan terkena anemia defisiensi besi, kecuali jika makanan mereka disuplementasikan zat besi. Yang penting adalah, defisiensi zat besi dalam diet saja tidak cukup untuk menyebabkan anemia defisiensi besi yang signifikan secara klinis, di mana harus dicari pula sumber perdarahan yang dapat menyebabkan keadaan tsb. Terdapat hubungan antara anemia defisiensi besi dan keracunan timbal, oleh karena itulah pada setiap anak yang didiagnosa menderita keracunan timbal harus dicari juga kemungkinan menderita anemia defisiensi besi

    Perdarahan adalah penyebab tersering dari defisiensi besi. Pasien mungkin melaporkan adanya riwayat perdarahan dari banyak orifisium (hematuria, hematemesis, hemoptisis) sebelum mereka menderita anemia defisiensi besi kronik. Penting juga dicari kemungkinan adanya perdarahan gastrointestinal dan perdarahan menstruasi yang berlebih. Dapat ditanyakan riwayat spesifik adanya gumpalan, kram, dan penggunaan pembalut dalam jumlah yang lebih banyak pada saat menstruasi.

    B. Pemeriksaan - Fisik

    Anemia menyebabkan membrane mukosa memucat tidak spesifik. Dapat ditemukan kelainan-kelainan jaringan epitel misalnya esophageal webbing,

  • 3

    koilonikia, glositis, stomatitis angularis, dan atrofi gaster. Splenomegali dapat ditemukan pada anemia yang berat, persisten, dan yang tidak tertangani.2

    - Penunjang Diagnosis anemia defisiensi besi terutama menggunakan pemeriksaan laboratorium. Hitung darah lengkap

    Hitung darah lengkap berfungsi melihat seberapa beratnya anemia. Pada anemia defisiensi besi kronik, indeks eritrosit menunjukkan eritropoiesis mikrositik hipokrom, yang dapat dilihat dari Mean Corpuscular Volume/MCV (normal 83-97 fL) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration/MCHC (normal 32-36 g/dL) yang berada di bawah nilai normal.2 Sebelum anemia terjadi, indeks eritrosit sudah mengalami penurunan dan akan semakin menurun bila anemianya bertambah berat.1

    Seringkali hitung trombosit mengalami peningkatan (lebih dari 450.000/L) yang akan kembali normal setelah terapi zat besi. Hitung leukosit biasanya dalam batas normal namun dapat pula meningkat.2

    Hapusan darah tepi Hapusan darah tepi memperlihatkan gambaran anemia hipokrom dengan kadang juga ditemukan sel target dan poikilosit sel pensil (gambar 1). Gambaran hapus darah yang dimorfik dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi yang terjadi bersamaan dengan defisiensi folat ataupun vitamin B12, di mana akan terlihat adanya campuran sebaran gambaran anemia mikrositik hipokrom dan makrositik. Gambaran dimorfik ini juga dapat ditemukan pada pasien dengan anemia defisiensi besi yang baru saja menerima terapi zat besi dan menghasilkan populasi eritrosit baru berukuran normal dan berhemoglobin.1

  • 4

    Pada anemia defisiensi besi berat, ditemukan anemia berat hingga sedang dengan perubahan morfologi eritrosit, yang terjadi mulai dari kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL. Pada mulanya, sel hanya mikrositik namun tanpa perubahan bentuk sel maupun kadar hemoglobin. Perubahan ukuran sel hampir ekuivalen dengan kehilangan hemoglobin dalam sel, dan bila hemoglobin turun hingga di bawah 9 g/dL, morfologi sel menjadi sangat lain (poikilosit) yang menandakan eritropoiesis inefektif sebagai respon terhadap stimulasi eritropoietin yang meningkat. Keberadaan eritrosit berbentuk pensil dan sel target dapat membedakan defisiensi besi dari talasemia, di mana sel pensil adalah khas pada defisiensi besi sedangkan sel target berhubungan dengan talasemia.

    Hitung retikulosit

    Hitung retikulositnya memberikan hasil yang rendah dan berhubungan dengan derajat anemia.

    Pemeriksaan sumsum tulang

    Jumlah zat besi yang disimpan dalam sel-sel retikuloendotelial dapat diperkirakan dengan memberikan pewarnaan biru Prussia pada partikel aspirat sumsum tulang. Pewarnaan sumsum tulang ini juga dapat dipergunakan untuk melihat hantaran zat besi ke dalam precursor eritroid. Dalam keadaan normal, 40-60% precursor eritrosit memiliki granula besi dalam sitoplasmanya, yang menggambarkan kelebihan zat besi yang tidak digunakan dalam pembentukan hemoglobin. Sel-sel ini disebut sideroblas.3

    Gambar 1. Anemia mikrositik hipokrom dimorfik dengan anisositosis

    dan poikilositosis pada anemia defisiensi Fe

    Sumber:

    http://img.medscape.com/fullsize/migrated/570/981/ajcp570981.fig1

    .gif

  • 5

    Pemeriksaan sumsum tulang tidak sangat diperlukan untuk menentukan cadangan zat besi kecuali dalam kasus yang sangat komplikatif.1,4 Pada anemia defisiensi besi tidak ditemukan adanya simpanan zat besi dalam makrofag dan eritroblas yang sedang berkembang. Eritroblas berukuran kecil dan bersitoplasma tak rata.1

    Besi serum dan daya ikat besi total Besi serum dan daya ikat besi total digunakan untuk menghitung persen saturasi transferrin (BS/DIBT), di mana pada keadaan normal berkisar 20-50%. Jika nilai tsb turun menjadi kurang dari 20%, sumsum eritroid mendapat kesulitan untuk memperoleh zat besi yang cukup guna eritropoiesis.3 Pada anemia defisiensi besi, besi serum menurun dan daya ikat besi total meningkat sehingga daya ikat besi total menjadi kurang dari 10% yang tersaturasi.1

    Reseptor transferrin serum

    Kadar normal reseptor transferrin serum adalah 5-9 g/L.3 Pada anemia defisiensi besi, reseptor transferrin terlepas dari sel dan masuk ke plasma. Didapatkan peningkatan reseptor transferrin serum.1

    Ferritin serum

    Sedikit ferritin tubuh bersirkulasi di dalam serum, di mana konsentrasinya tergantung dari cadangan zat besi dalam jaringan dan sistem retikuloendotelial.1 Kadar ferritin serum berguna untuk mengetahui cadangan total zat besi dalam tubuh, di mana pada laki-laki dewasa normal kadarnya adalah 50-200 g/L.3 Pada anemia defisiensi besi, kadar ferritin serum sangat

    Gambar 2. Kiri: pewarnaan besi pada sumsum normal; Kanan: pada anemia defisiensi besi

    Sumber: Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE, editor. Essential haematology. 5th

    ed. Massachusets: Blackwell

    Publishing; 2006

  • 6

    rendah (kurang dari 25 g/mL).1,5 Pemeriksaan ferritin serum adalah pemeriksaan yang paling akurat.5

    Elektroforesis hemoglobin Elektroforesis hemoglobin dan/atau DNA gen globin berguna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya trait talasemia dan kelainan hemoglobin lainnya.6

    Pemeriksaan untuk mencari etiologi

    Pada perempuan premenopause, menoragia dan/atau kehamilan yang berulang biasanya merupakan penyebab dari defisiensi, dan jika tidak didapatkan keduanya maka harus dicari etiologi lain. Pada beberapa pasien dengan menoragia, didapatkan kelainan dari pembekuan atau trombosit (misalnya penyakit von Willebrand). Pada pria dan wanita post-menopause, etiologi tersering adalah perdarahan gastrointestinal dan harus dicari melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan rectum, tes darah samar, dan menggunakan endoskopi dan/atau radiologi (misalnya CT pneumokolon). Untuk mencari kemungkinan gluten-induced enteropathy, dapat digunakan uji antibody endomisial dan transglutaminase serta biopsy duodenum. Telur cacing tambang dapat dicari pada tinja pasien yang tinggal di daerah di mana infestasi cacing terjadi.

    Setelah mengeluarkan kemungkinan adanya perdarahan gastrointestinal, dapat juga dicari kemungkinan hilangnya zat besi melalui urin sebagai hematuria atau hemosiderinuria (akibat hemolisis intravascular kronis). Adanya gambaran roentgen paru yang normal menyingkirkan kemungkinan adanya hemosiderosis pulmonar.1

    C. Diagnosis - Working diagnosis

    Pada kasus ini, diagnosis yang diambil adalah anemia defisiensi besi, diagnosis anemia defisiensi besi diperoleh terutama dari pemeriksaan laboratorium, dan

  • 7

    tidak terdapat kriteria diagnosis khusus. Diagnosis ini didasarkan atas gejala yang dialami pasien berupa lemas (salah satu gejala anemia, disebabkan adanya hipoksia akibat penghantaran oksigen yang inadekuat), dan pemeriksaan fisik yang berupa tampak sakit sedang, konjungtiva anemis, tidak terdapat hepatosplenomegali, serta pemeriksaan laboratorium berupa : Hb 8 g/dL (anemia berat), Ht 25% (menurun), MCV 60fL (menurun). Kesemua temuan tsb sebenarnya belum dapat dipergunakan untuk membuat diagnosis anemia defisiensi besi, mengingat pada scenario tidak disertakan hasil pemeriksaan besi lainnya (misalnya besi serum, DIBT).

    Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi: tahap pertama adalah menentukan anemia dengan mengukur kadar hemoglobin (tabel 1) atau hematokrit, tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi. Secara laboratoris, tahap 1 dan 2 dapat ditentukan dengan criteria diagnosis sbb:

    Anemia mikrositik hipokrom pada hapusan darah tepi, atau MCV kurang dari 80fL dan MCHC kurang dari 31% dengan salah satu dari keempat poin: Dua dari tiga parameter di bawah ini

    o Besi serum kurang dari 50 mg/dL o DIBT lebih dari 350 mg/dL o Saturasi transferrin kurang dari 15%, atau

    Ferritin serum kurang dari 20 mg/l, atau Pengecatan sumsum tulang dengan biru Prussia menunjukkan cadangan besi

    (hemosiderin) negative, atau

    Tabel 1. Kriteria anemia menurut WHO & CDC

    Sumber: Killip S, Bennett JM, Chambers MD. Iron deficiency anemia. Am Fam Physician 2007;75(5)

  • 8

    Dengan pemberian ferrous sulfat 3x200 mg/hari (atau preparat besi yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dL.7

    - Differential diagnosis (tabel 2)

    Talasemia

    Termasuk dalam kelainan hemoglobinopati, di mana didapatkan kelainan pada struktur maupun sintesis molekul Hb. Pada keadaan ini yang abnormal hanya globinnya saja sedangkan hem nya normal.4 Talasemia merupakan gangguan genetic (autosomal resesif) yang disebabkan oleh berkurangnya kecepatan sintesis rantai dan dari globin.4,6 Talasemia dapat juga dikelompokkan ke dalam kelompok anemia hemolitik herediter yang paling banyak dijumpai, terutama di daerah Laut Tengah (Mediteranea).4

    Pada orang dewasa normal, susunan Hb adalah sebagai berikut: o Hb A 97% (22) o Hb A2 2-3% (22) o Hb F 1% (22)

    Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium differential diagnosis anemia defisiensi Fe

    Sumber: Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

    Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009, dengan

    perubahan

  • 9

    Defek genetic mengakibatkan pengurangan atau peniadaan sintesis satu atau lebih rantai globin HbA, di mana keadaan ini dapat menyebabkan:

    o Pembentukan tetramer Hb berkurang sehingga terjadi anemia mikrositik hipokrom

    o Sebagian rantai globin tidak mendapat pasangan, bebas, tak larut (insoluble) dan tidak mampu mengikat oksigen. Akumulasi rantai globin yang bebas ini mengakibatkan lisis eritrosit intramedular (eritropoiesis inefektif)

    Pada talasemia , terjadi kelebihan rantai globin dan sebaliknya. Rantai bebas tsb tidak stabil dan akan mengalami presipitasi dalam eritrosit dan membentuk badan inklusi sejak eritrosit masih muda, sehingga eritrosit ini harus dihancurkan. Eritrosit yang lolos ke sirkulasi darah akan dihancurkan di limpa, dengan akibat terjadi splenomegali sampai hipersplenisme. Ketidakseimbangan rantai dan ini berkurang bila talasemia dan terjadi bersamaan dan dengan demikian gambaran klinisnya lebih ringan.4

    o Talasemia

    Pada keadaan normal, ada 4 gen globin, di mana masing-masing terdapat 2 pada kromosom 16. Derajat keparahan talasemia tergantung dari gen yang tidak ada, atau disfungsional.

    Hidrops fetalis Pada hidrops fetalis, keempat gen inaktif. Fetus tidak dapat membuat Hb A fetal (22) maupun dewasa (22). Terjadi kematian in utero (stillbirth) atau neonatal death.6 Secara klinis bayi dengan kelainan ini tampak pucat (anemia berat), bengkak, kalaupun mampu lahir hidup hanya untuk beberapa saat saja. Abdomen membesar, hepatosplenomegali, hemopoiesis ekstramedular, sumsum tulang hiperplastik, hemolisis berat, dan terdapat endapan hemosiderin dalam RES. Sering disertai kelainan congenital lainnya.

  • 10

    Hasil pemerisaan laboratoriumnya adalah Hb rendah (3-10 g/dL), anemia mikrositik hipokrom, hitung retikulosit meningkat, aniso-poikilositosis berat, banyak eritrosit berinti. Pada elektroforesis Hb dengan buffer alkalis ditemukan Hb Barts 80-90% sedangkan Hb F nihil.1

    Hb H disease Disebabkan delesi atau gangguan dari 3 dari 4 gen . Didapatkan anemia mikrositik hipokrom yang menonjol (Hb 6-11.0 g/dL), dan splenomegali. Tidak terjadi deformitas tulang dan gejala kelebihan zat besi. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan 4-10% hemoglobin H (4) dan pewarnaan supravital menunjukkan sel golf ball.6

    Trait talasemia

    Didapatkan delesi dari 1 atau 2 gen dengan eritrosit mikroskopik hipokrom dengan peningkatan hitung eritrosit (lebih dari 5.5x109/L). Terjadi anemia ringan pada beberapa kasus dengan delesi dari 2 gen .6 Delesi dari 1 gen akan menunjukkan hasil Hb A dan Hb F yang normal, tidak terjadi anemia, namun nilai-nilai MEV menurun.4

    o Talasemia

    Talasemia mayor/Cooleys anemia/Mediterranean anaemia Adanya kegagalan sintesis rantai baik subtotal (+) maupun total (0) akibat 200 mutasi titik berbeda atau delesi dari gen globin pada sekuens pengontrolnya pada kromosom 11.6 Didapatkan ketidakseimbangan berat dari rantai :+ dengan deposisi dari rantai pada eritroblas. Kelainan ini didapat dari perkawinan sepasang suami-istri dengan trait talasemia .4

    Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah eritropoiesis inefektif, anemia berat, hepatosplenomegali, timbunan besi, dan

  • 11

    hemopoiesis ekstramedular.4,6 Sumsum tulang akan mengalami hyperplasia dan sumsumnya berekspansi ke tulang, di mana pada wajah akan tampak sebagai thalassaemic facies. Terjadi penipisan korteks tulang, kecenderungan terjadi fraktur patologik. Pada foto cranium terdapat ekspansi dari tulang dengan gambaran hair-on-end appearance.4

    Dari sediaan darah tepi ditemukan gambaran anemia mikrositik hipokrom berat (Hb 2-6 g/dL), eritrosit berinti, retikulositosis, sel sasaran, basophilic stippling, eritroblas, dan sering mielosit. Dalam elektroforesis ditemukan Hb A sangat kurang atau nihil, Hb F meningkat dan Hb A2 normal atau agak meningkat. Rasio rantai / meningkat. Analisis DNA memperlihatkan mutasi atau delesi spesifik.6

    Penatalaksanaannya adalah dengan transfusi packed red cell secara teratur untuk mempertahankan hemoglobin di atas 9-10 g/dL (leukodeplesi untuk mengurangi risiko sensitisasi HLA dan transmisi penyakit, misalnya CMV), terapi chelating agent dengan deferoxamine subkutan selama 8-12 jam (5-7 malam setiap minggu) dibantu vitamin C dan diganti dengan deferipron bila respon tidak adekuat, splenektomi guna mengurangi kebutuhan akan transfusi darah (sebaiknya ditunda sampai usia 5 tahun), transplantasi sumsum tulang yang HLA nya cocok, serta pengobatan komplikasi overload besi.4,6

    Transfusi darah berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya timbunan besi di jaringan, dengan akibat kerusakan hepar, organ-organ endokrin sehingga terjadi DM, gangguan pertumbuhan, dll. Timbunan besi pada jaringan otot jantung mengakibatkan gangguan irama dan gagal jantung.6

    Talasemia intermedia

  • 12

    Lebih ringan dari talasemia mayor dengan onset lebih lama dan ditandai dengan anemia mikrositik hipokrom yang memerlukan sedikit transfuse atau tidak sama sekali. Terjadi defek rantai yang lebih ringan daripada talasemia mayor, dengan peningkatan rantai atau penurunan sintesis rantai . Dapat

    terjadi hepatosplenomegali, hemopoiesis ekstramedular, anemia, dan deformitas tulang, juga overload besi akibat transfusi berulang.

    Trait talasemia

    Anemia mikrositik hipokrom dengan peningkatan jumlah eritrosit (lebih dari 5.5x1012/dL) dan peningkatan kadar Hb A2 (lebih dari 3.5%). Simpanan besi normal. Diagnosis yang akurat memungkinkan dilakukannya konsultasi genetic dan terapi besi yang tidak sesuai.6

    Anemia akibat penyakit kronis Merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita pada pasien dengan penyakit inflamasi kronis dan malignansi.1 Inflamasi kronis dapat disebabkan oleh infeksi (misalnya abses paru, pneumonia, TB paru) dan penyakit bukan infeksi (misalnya rheumatoid arthritis, SLE, sarkoidosis, penyakit Crohn). Penyakit keganasan yang dapat menyebabkan anemia diantaranya adalah limfoma, karsinoma, dan sarcoma.4 Dapat ditemukan:

    o Morfologi eritrosit normokromik, normositik, atau hipokromik ringan

    (MCV jarang kurang dari 75 fL) o Anemia ringan dan non-progresif (hemoglobin jarang kurang dari 9.0

    g/dL) di mana beratnya anemia tergantung dari penyakit dasarnya. o Besi serum dan daya ikat besi total berkurang, reseptor transferrin

    serum normal

    o Ferritin serum normal atau meningkat1

    o Elektroforesis Hb normal4 o Simpanan zat besi retikuloendotelial sumsum tulang normal namun zat

    besi eritroblas berkurang.1

  • 13

    Patogenesisnya meliputi berkurangnya pelepasan zat besi dari makrofag, berkurangnya masa hidup eritrosit, dan respon eritropoietin yang inadekuat terhadap anemia akibat defek sitokin (misalnya IL-1 dan TNF) pada eritropoiesis.

    Anemia ini tidak berespon terhadap terapi zat besi dan harus diterapi penyakit dasarnya, di mana eritropoietin rekombinan dapat memperbaiki anemianya dalam beberapa kasus. Pada beberapa kasus, anemia ini dapat diperberat dengan adanya anemia akibat etiologi lain (misalnya defisiensi besi, vitamin B12 dan folat, gagal ginjal, kegagalan sumsum tulang, hipersplenisme, gangguan endokrin, anemia leukoeritroblastik).1

    Anemia sideroblastik Merupakan anemia yang refrakter di mana pada pemeriksaan sumsum tulang ditemukan peningkatan zat besi yang terlihat sebagai granul yang tersusun membentuk cincin sekitar nukleus dari eritrosit yang sedang berkembang (ringed sideroblast), setidaknya pada 15% sel.6 Normalnya, granula zat besi tersebar secara acak pada eritroblas.1

    Anemia sideroblastik terbagi menjadi beberapa tipe, dan yang paling sering adalah defek pada sintesis hem. Pada bentuk yang herediter, anemianya biasanya ditandai dengan gambaran mikrositik hipokrom yang sangat jelas, di mana mutasi yang paling sering adalah pada gen ALA-S yang terkait kromosom X. Subtipe yang paling sering dari tipe primer yang didapat adalah jenis myelodisplasia. Pada beberapa pasien dengan tipe herediter berespon terhadap terapi piridoksin. Dapat juga dicoba terapi folat pada defisiensi folat. Terapi lain yang telah dicoba pada myelodisplasia (misalnya eritropoietin) juga dapat dicoba pada tipe acquired primer. Pada kasus yang berat, transfusi darah berulang dapat merupakan satu-satunya metode yang mempertahankan kadar hemoglobin yang memuaskan namun hati-hati pada terjadinya kelebihan zat besi akibat transfusi.

  • 14

    Keracunan timbal dapat menghambat sintesis hem dan globin serta menghambat pemecahan RNA dan menyebabkan akumulasi RNA terdenaturasi dalam eritrosit (gambaran basophilic stippling pada pewarnaan Romanowsky). Anemianya dapat berupa hipokromik dengan predominan hemolitik, dan dapat ditemukan ringed sideroblast pada sumsum tulang.1

    D. Epidemiologi - Epidemiologi secara umum

    Di negara-negara Amerika dan Eropa, anemia defisiensi besi lebih sering didapat pada wanita premenopause pada usia seksual aktif, dan kebanyakan disebabkan karena perdarahan, di mana prevalensinya berkisar 4-8%. Defisiensi besi akibat kurangnya asupan besi dalam diet sangat jarang ditemukan pada negara yang banyak mengkonsumsi daging, sedangkan pada negara-negara lain yang kurang mengkonsumsi daging, prevalensi defisiensi besi meningkat hingga 6-8 kali karena besi non-heme lebih sulit diabsorbsi dibandingkan dengan besi heme. Pada area tertentu, adanya infeksi parasit usus (terutama cacing tambang) memperburuk defisiensi besi karena adanya perdarahan gastrointestinal dan lebih banyak didapatkan pada anak-anak dan wanita premenopause.

    - Epidemiologi berdasarkan usia Neonatus sehat memiliki kadar besi tubuh total sebesar 250 mg (80 ppm) yang didapat dari ibunya. Nilai ini akan berkurang menjadi sekitar 60 ppm pada 6 bulan pertama kehidupan di mana bayi meminum susu yang kekurangan zat besi. Bayi yang mengkonsumsi susu sapi memiliki resiko yang lebih tinggi menderita defisiensi besi karena susu sapi memiliki kadar kalsium yang tinggi yang akan bersaing dengan zat besi dalam absorbsinya. Karena itulah, anak yang sedang bertumbuh harus mendapat asupan zat besi sebesar 0.5 mg atau lebih guna mempertahankan kadar zat besi normal 60 ppm.

    Insiden neoplasma gastrointestinal bertambah setiap dekadenya, di mana dapat sering didapat gejala berupa perdarahan gastrointestinal okulta dalam waktu lama sebelum akhirnya dapat dideteksi. Biasanya, neoplasma dari organ lain dalam

  • 15

    tubuh tidak menyebabkan perdarahan okulta, sehingga menyebabkan pasien mencari pertolongan medis lebih awal.

    - Epidemiologi berdasarkan jenis kelamin Pria dewasa yang sehat rata-rata menyerap dan kehilangan zat besi sebesar 1 mg per harinya, di mana kehilangan dapat terjadi di epitel yang terkelupas, sekresi dari kulit dan mukosa usus, dan dari perdarahan kecil gastrointestinal yang terjadi setiap hari (0.7 mL per hari). Laki-laki dengan hemosiderosis berat dapat mengalami kehilangan zat besi sebesar 4 mg per hari melalui rute yang sama tanpa perlu kehilangan darah.

    Wanita dewasa dalam usia seksual aktif mengalami kehilangan zat besi sebesar 2 mg per hari, dan 500 mg pada setiap kehamilan. Kehilangan zat besi dari menstruasi sangat bervariasi, mulai dari 10-250 mL (4-100 mg zat besi) setiap periodenya. Hal ini menyebabkan wanita memerlukan penyerapan zat besi 2 kali lebih banyak daripada pria.

    - Epidemiologi berdasarkan ras Ras tidak memiliki peranan yang signifikan dalam terjadinya anemia defisiensi besi, namun karena factor diet dan sosioekonomi, penyakit ini perlu ditemukan pada penduduk-penduduk area miskin.2

    E. Etiologi (tabel 3) Kehilangan darah kronis, terutama dari uterus atau traktus gastrointestinal, merupakan penyebab utama. Pada kehilangan darah kronis, meskipun terjadi peningkatan penyerapan zat besi dari makanan pada tahap awal penyakit, dapat ditemukan balans zat besi yang negatif.

    Adanya kebutuhan zat besi yang meningkat terjadi pada saat bayi, laktasi, dan saat menstruasi. Neonatus memiliki cadangan zat besi yang diperoleh dari pemotongan umbilikus yang tertunda dan pemecahan dari eritrosit yang berlebih. Pada usia 3-6 bulan lebih cenderung terjadi balans zat besi yang negatif akibat pertumbuhan. Dari

  • 16

    usia 6 bulan, adanya suplementasi susu formula dan makanan campur, terutama makanan yang diperkaya dengan zat besi, dapat mencegah defisiensi besi. Pada kehamilan, perlu zat besi lebih karena adanya peningkatan massa eritrosit sebesar 35%, dan transfer zat besi kepada fetus sebesar 300 mg, dan karena adanya kehilangan darah saat melahirkan. Terapi zat besi diberikan apabila kadar hemoglobin berada di bawah 10 g/dL atau MCV kurang dari 82 fL pada trimester ketiga.

    Diperkirakan dibutuhkan waktu 8 tahun untuk pria dewasa normal hingga menderita anemia defisiensi besi bila hanya diakibatkan oleh asupan zat besi yang kurang atau malabsorbsi yang menyebabkan tidak ada masukan zat besi sama sekali. Di negara maju, defisiensi besi akibat kurangnya asupan zat besi sangat jarang ditemukan sendiri, sedangkan di negara berkembang mungkin dapat ditemukan akibat diet yang kebanyakan hanya mengandung sereal dan sayur-sayuran. Faktor predisposisi lain berupa gluten-induced enteropathy, gastrektomi total atau parsial, gastritis atrofi (sering autoimun dan berhubungan dengan infeksi Helicobacter pilory).1

    F. Patogenesis Zat besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuk ion bebas, tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan dengan sifat

    Sumber: Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE, editor. Essential

    haematology. 5th

    ed. Massachusets: Blackwell Publishing;

    2006

  • 17

    seperti radikal bebas. Dalam keadaan normal, seorang pria dewasa mempunyai kandungan besi 50 mg/kgBB sedangkan wanita 35 mg/kgBB.7

    Tubuh memiliki kemampuan yang terbatas dalam menyerap zat besi dan kehilangan zat besi akibat pendarahan adalah hal yang sangat umum. Pemindahan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh banyak dimediasi oleh 3 protein: transferrin, reseptor transferrin 1 (TfR1) dan ferritin. Transferrin mengantarkan zat besi ke jaringan yang memiliki reseptor transferrin, terutama eritroblas pada sumsum tulang yang memasukkan zat besi ke dalam hemoglobin. Transferrin kemudian akan digunakan kembali. Ketika eritrosit memasuki RES untuk dihancurkan,, zat besi akan terlepas dari hemoglobin dan memasuki plasma untuk berikatan kembali dengan transferrin. Hanya sebagian kecil zat besi plasma yang diperoleh dari diet zat besi dan hasil penyerapan duodenum dan jejunum. Sejumlah zat besi disimpan dalam makrofag dalam bentuk ferritin dan hemosiderin, di mana kadarnya tergantung kadar zat besi dalam tubuh. Ferritin adalah kompleks protein-zat besi yang larut air, dimana 20% dari beratnya mengandung zat besi, serta tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Sedangkan hemosiderin adalah kompleks protein-zat besi yang tak larut air dengan komposisi bervariasi dan 37% dari beratnya mengandung zat besi, di mana hemosiderin dapat dilihat berada dalam makrofag dengan menggunakan mikroskop cahaya setelah pewarnaan dengan Prussian blue. Zat besi dalam ferritin dan hemosiderin berada dalam bentuk ferri, dan akan didistribusikan setelah direduksi menjadi bentuk ferro, dibantu oleh vitamin C. Sedangkan seruloplasmin mengkatalisa oksidasi zat besi menjadi bentuk ferri guna berikatan dengan transferrin plasma.

    Kadar ferritin dan TfR1 tergantung dari kadar zat besi tubuh, dimana kelebihan zat besi akan menyebabkan peningkatan ferritin jaringan dan penurunan jumlah TfR1, sedangkan kekurangan zat besi akan menyebabkan penurunan ferritin jaringan dan peningkatan jumlah TfR1. Ketika kadar zat besi plasma meningkat dan transferrin tersaturasi, akan terjadi peningkatan distribusi zat besi ke dalam sel-sel parenkim (misalnya hati, organ endokrin, pancreas, dan jantung) sehingga merupakan dasar dari perubahan patologis yang berhubungan dengan kelebihan zat besi.

  • 18

    Zat besi juga terdapat dalam otot sebagai mioglobin dan pada kebanyakan sel-sel tubuh dalam enzim yang mengandung zat besi (misalnya sitokrom, succinic dehydrogenase, katalase), di mana zat besi dalam jaringan ini lebih sulit berkurang dibandingkan dengan hemosiderin, ferritin, dan transferrin dalam keadaan defisiensi besi.

    Hepsidin, merupakan polipeptida yang diproduksi oleh sel hati, yang merupakan protein fase akut dan regulator hormonal yang dominan dalam homeostasis zat besi. Hepsidin menghambat pelepasan zat besi dari makrofag, sel-sel epitel usus, dan dari sinsitiotrofoblas plasenta. Produksi hepsidin akan meningkat akibat inflamasi, dan akan menurun bila terdapat anemia defisiensi besi (diperantarai oleh reseptor transferin 2), hipoksia, dan eritropoiesis inefektif.

    Zat besi berada dalam makanan dalam bentuk ferri hidroksida, kompleks ferri-protein, dan kompleks hem-protein, di mana secara umum dapat dikatakan bahwa daging terutama hati merupakan sumber zat besi yang lebih baik daripada sayur-sayuran, telur, maupun produk susu. Zat besi organic yang terdapat dalam diet sebagian akan diserap sebagai hem dan sebagian akan dipecahkan menjadi besi inorganic di usus, di mana hem kemudian akan dicerna untuk melepaskan zat besi.1 Sedangkan absorbsi besi inorganic dipengaruhi oleh factor seperti asam (HCl dan vitamin C) dan agen-agen pereduksi (asam amino; glutation) yang menyebabkan zat besi dalam lumen usus tetap berada dalam bentuk ferro daripada ferri.1,4 Yang tergolong sebagai zat penghambat adalah tanat, fitat, dan serat (fibre).7 Ferri reduktase berada pada permukaan apikal villi usus dan berguna untuk mengubah zat besi dari ferri menjadi ferro, dan enzim lain yaitu hephaestin (yang mengandung tembaga) mengubah ferro menjadi ferri pada permukaan basal sebelum berikatan dengan transferrin.1

    Jumlah kebutuhan zat besi yang diperlukan setiap hari guna mengkompensasi kehilangan zat besi dari tubuh dan untuk pertumbuhan bervariasi tergantung usia dan jenis kelamin, di mana tertinggi pada saat kehamilan, remaja, dan menstruasi, sehingga lebih rawan terkena defisiensi besi jika ada kehilangan maupun kekurangan asupan zat besi dalam jangka panjang.1

  • 19

    Perdarahan kronis menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance, ditandai oleh kadar ferritin serum menurun dan peningkatan absorbsi zat besi dalam usus, serta pewarnaan besi dalam sumsum tulang negative. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus, cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang tetapi anemia secara klinis belum terjadi, disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini, kelainan yang pertama ditemukan adalah adanya peningkatan protoporfirin bebas atau zinc protoporphirin dalam eritrosit. Saturasi transferrin menurun dan DIBT meningkat, juga peningkatan reseptor transferrin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoiesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin menurun, timbul anemia mikrositik hipokrom (iron deficiency anemia). Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring serta berbagai gejala lainnya.

    Selain pada hemoglobin, zat besi juga menjadi komponen penting dari mioglobin dan berbagai enzim yang diperlukan dalam penyediaan energy dan transport electron. Karena itu, defisiensi besi juga menimbulkan berbagai dampak negative selain anemia, misalnya pada sistem neuromuscular yang menyebabkan gangguan kapasitas kerja, gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan, gangguan terhadap ibu hamil dan janin, gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi. Gangguan ini dapat timbul pada anemia ringan bahkan sebelum anemia manifest.

    Defisiensi besi menyebabkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis sehingga terjadi penimbunan asam laktat sehingga mempercepat kelelahan otot. Gangguan perkembangan kognitif dan non-kognitif pada anak dan bayi diperkirakan disebabkan oleh penumpukan serotonin serta enzim monoaminoksidase yang menyebabkan penimbunan katekolamin dalam otak. Defisiensi besi juga dihubungkan dengan resiko prematuritas serat morbiditas dan mortalitas fetomaternal, di mana ibu hamil yang menderita anemia disertai peningkatan kematian maternal, lebih mudah terkena infeksi dan sering mengalami gangguan partus. Pengaruh defisiensi besi terhadap infeksi masih controversial, mengingat defisiensi besi dapat menyebabkan berkurangnya penyediaan

  • 20

    besi pada bakteri sehingga menghambat pertumbuhan bakteri, namun juga menurunkan enzim untuk sintesis DNA dan enzim mieloperoksidase netrofil sehingga menurunkan imunitas selular.7

    G. Gejala dan tanda klinis Ketika terjadi defisiensi besi, kadar zat besi dalam ferritin dan hemosiderin akan berkurang terlebih dahulu sebelum terjadi anemia. Dan seiring berjalannya kondisi tsb, pasien mungkin menunjukkan tanda dan gejala sistemik dari anemia. Dapat ditemukan sesak nafas terutama saat beraktivitas, lemah, letargi, palpitasi, tinnitus, berkunang-kunang, dan nyeri kepala.1,7 Membran mukosa yang pucat terjadi bila kadar hemoglobin lebih rendah dari 9-10 g/dL. Warna kulit bukan merupakan tanda yang dapat dijadikan patokan. Adanya sirkulasi yang hiperdinamik (takikardia, denyut nadi yang menghentak, kardiomegali, dan murmur sistolik terutama pada apeks). Pada pasien yang lebih tua, mungkin ditemukan gejala gagal jantung, angina pektoris, klaudikasio intermiten, atau konfusio.1 Gejala-gejala tsb di atas merupakan gejala umum dari anemia (sindrom anemia), yang pada defisiensi besi berjalan kronik mungkin gejalanya tidak akan terlalu menonjol.7

    Sedangkan gejala khas dari anemia defisiensi besi adalah terjadi glositis yang tak nyeri (berupa atrofi papil lidah), stomatitis angularis (cheilosis), disfagia (karena kerusakan epitel hipofaring), kuku yang rapuh, bergelombang, dan berbentuk seperti sendok atau koilonikia (gambar 3), rambut yang menipis, terbentuknya esophageal web (sindrom Paterson-Kelly atau Plummer-Vinson) (gambar 4), atrofi mukosa gaster sehingga menyebabkan akhloridia, dan selera makan yang aneh (pica).1,6,7 Penyebab dari perubahan epitelial masih belum jelas namun mungkin berhubungan dengan defisiensi enzim yang mengandung zat besi. Pada anak-anak, defisiensi besi lebih jelas terlihat karena menyebabkan iritabilitas, fungsi kognitif yang buruk, dan perkembangan psikomotor yang terhambat.1

    Selain itu, dapat pula ditemukan gejala penyakit dasar yang dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi, misalnya dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak

  • 21

    tangan berwarna kuning pada infeksi cacing tambang, dan gangguan kebiasaan buang air besar pada kanker kolon.7

    H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien dengan anemia defisiensi besi tergantung dari derajat anemianya, penyebab defisiensi besi, dan kemampuan pasien untuk mentolerir preparat zat besi. - Non medica mentosa

    Penatalaksanaan non-medikamentosa meliputi penanganan perdarahan, diet, pembatasan aktivitas, dan transfusi darah. Penanganan perdarahan

    Penangananan perdarahan dapat berupa pembedahan untuk memperbaiki defek dasarnya, meliputi penyakit dasar baik neoplastik maupun non-neoplastik seperti traktus gastointestinal, uterus, dan paru.

    Reserve transfusion packed red blood cells untuk pasien yang menderita perdarahan akut atau dalam bahaya hipoksia dan/atau insufisiensi koronaria.

    Diet

    Diet merupakan predisposisi mayor dari defisiensi besi. Pasien dengan diet randah zat besi harus diidentifikasi dan dikonseling untuk meninggalkan kebiasaan diet rendah zat besi, serta mengumpulkan orang-orang tsb bersama komunitas yang dapat menyediakan setidaknya 1 menu bernutrisi setiap

    Gambar 3. Koilonikia Sumber: Sumber: Kaushanky K, Lichtman

    MA, Beutler E, Kipps TJ, Selighsohn U, Prchal

    JT. Williams hematology. 8th

    ed. China: The

    McGraw-Hill Companies; 2010

    Gambar 4. Esophageal web

    dengan barium enema

    Sumber: Hoffbrand AV, Moss

    PAH, Pettit JE, editor. Essential

    haematology. 5th

    ed.

    Massachusets: Blackwell

    Publishing; 2006

  • 22

    harinya. Pasien dengan pica harus diidentifikasi dan dikonseling untuk menghentikan konsumsi tanah liat dan zat-zat lainnya.2 Sebaiknya diberikan makanan bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani.7

    Pembatasan aktivitas Pembatasan aktivitas biasanya tidak diperlukan, di mana pembatasan aktivitas harus didasari dari beratnya anemia dan keadaan komorbid yang dimiliki pasien. Pasien dengan anemia defisiensi besi berat dan gangguan kardiopulmonar signifikan perlu dibatasi aktivitasnya hingga anemianya tertangani dengan terapi zat besi. Jika pasien menjadi hipoksia dan terlihat kemungkinan insufisiensi koronaria, pasien harus dirawat di rumah sakit dan istirahat penuh hingga terdapat perbaikan dari anemianya sehingga bisa ditransfusi dengan packed red blood cells.2

    Transfusi darah Jarang diperlukan pada anemia defisiensi besi. Jenis darah yang diberikan adalah packed red cell untuk mengurangi bahaya overload, di mana sebagai premedikasi dapat diberikan furosemide IV. Tatacara transfusinya tidak berbeda dengan yang untuk anemia tipe lain. Indikasinya adalah:

    o Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung o Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala

    pusing yang sangat menyolok

    o Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.7

    - Medica mentosa Selain mengobati penyakit dasarnya, dapat juga diberikan zat besi guna memperbaiki anemia dan mengembalikan simpanan zat besi dalam tubuh.1 Preparat zat besi oral

    Preparat zat besi oral tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, dan eliksir (tabel 4), di mana yang paling murah dan banyak dipakai adalah ferrous sulfat. Carbonyl iron memiliki efikasi sebesar 70% dari ferrous sulfat namun karena pelepasannya di usus lambat sehingga dapat ditoleransi lebih baik pada pasien

  • 23

    dengan efek samping gastrointestinal. Pada umumnya, jika sediaan tsb diberikan 3 hingga 4 kali sehari sebelum makan, sekitar 40 hingga 60 mg zat besi akan diabsorbsi dan didistribusikan ke dalam sumsum eritroid, sehingga membantu produksi di sumsum hingga 3 kali lipat normal pada orang dengan anemia sedang hingga berat.

    Beberapa sediaan juga mengandung substansi yang mempermudah penyerapan zat besi, misalnya vitamin, asam amino, dan bahan-bahan lainnya, di mana yang banyak dipakai adalah asam askorbat dalam kadar 200 mg atau lebih. Pada saat yang bersamaan, peningkatan asupan juga menyebabkan peningkatan efek samping, sehingga kurang berguna bagi pasien.

    Anemia defisiensi besi sedang dan berat harus diterapi dengan besi elemental sebanyak 150-200 mg per hari (2-3 mg/kg). Untuk anak-anak dengan berat badan 15-30 kg, dosisnya dikurangi setengah. Anak-anak yang lebih kecil dan bayi biasanya dapat mentolerir dosis hingga 5 mg/kg. Kepatuhan pasien merupakan kunci dari respon sumsum yang efektif terhadap terapi zat besi. Preparat oral yang terbaik adalah bila diberikan beberapa kali sehari, mengingat absorbsi dari setiap dosisnya terbatas hanya untuk beberapa jam saja. Untuk memperoleh hasil yang maksimum, zat besi perlu dikonsumsi sebelum makan, namun hal ini dapat menyebabkan meningkatnya resiko intoleransi gastrointestinal. Regimen zat besi oral yang tipikal adalah 1 tablet zat besi 3 sampai 4 kali sehari sebelum makan dan sebelum tidur, di mana dosis terakhir sangat penting untuk mempertahankan kadar besi serum saat malam hari hingga tidak berada di bawah kadar 50 g/dL.

    Preparat oral Tablet (kadar zat besi) (mg) Eliksir (kadar zat besi) (mg)

    Ferrous sulfate 325 (65) 300/5 mL (60)

    Ferrous gluconate 325 (38) 300/5 mL (35)

    Ferrous fumarate 300 (99) 100/5 mL (33)

    Carbonyl iron 50 (50)

    Polysaccharide-

    iron 150(150) 100/5 mL (100)

    Tabel 4. Sediaan zat besi oral

    Sumber: Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. 4th

    ed. United States: The McGraw-Hill

    Companies; 2005

  • 24

    Kecepatan pertambahan kadar hemoglobin sebagai respon terhadap terapi zat besi akan berjalan lambat, menggambarkan berkurangnya stimulasi eritropoietin seiring dengan hilangnya anemia. Ketika kadar hemoglobin darah sudah mencapai 10-12 g/dL, kecepatan penyembuhan akan berlangsung lebih lambat lagi dan tidak tergantung dari dosis zat besi oral yang diberikan, sehingga pengurangan dosis dapat membantu mempertahankan compliance pasien dalam minum obat. Setidaknya diperlukan terapi zat besi selama 6 bulan guna mengembalikan cadangan zat besi dalam sistem retikuloendotelial.

    Pada pasien dengan anemia defisiensi sedang hingga berat, target peningkatan hemoglobin yang diharapkan adalah 2-3 g/dL dalam 3-4 minggu. Jika anemia tidak terlalu berat dan hemoglobin di atas 10 g/dL, respon peningkatan hemoglobin akan lebih rendah karena stimulasi eritropoietin yang berkurang.3 Respon retikulosit dapat terlihat setelah 7 hari.6

    Pada semua situasi, dosis zat besi yang diberikan harus disesuaikan berdasarkan toleransi pasien. Dosis 150-200 mg per hari dapat menyebabkan keluhan nausea dan nyeri abdomen atas, sehingga dosis perlu dikurangi. Pada umumnya, toleransi terhadap zat besi oral akan meningkat seiring dengan berjalannya terapi. Gejala konstipasi dan diare juga merupakan keluhan yang umum saat terapi zat besi, namun tidak berhubungan dengan dosis dan harus diterapi simtomatik. Dosis zat besi yang besar tidak diperlukan pada pasien dengan anemia ringan atau bila ingin mengembalikan simpanan zat besi. Hal ini disebabkan karena terbatasnya absobsi zat besi.

    Absorbsi zat besi yang diberikan dalam bentuk tablet memerlukan lingkungan intra-gaster yang asam guna melepaskan salut tablet. Pada pasien yang sudah mengalami pembedahan gaster, sebaiknya diberikan preparat zat besi eliksir. Pada keadaan tertentu, zat besi mungkin perlu diberikan bersamaan dengan makanan untuk mencegah intoleransi gaster.

  • 25

    Ketika respon terhadap terapi zat besi oral inadekuat, harus dicari seberapa besar compliance pasien terhadap terapi yang diberikan, mengingat untuk memperoleh hasil yang maksimum diperlukan asupan zat besi oral yang konstan. Jika compliance pasien bagus, harus dicari kemungkinan adanya sumber perdarahan berkelanjutan dan adanya penyakit inflamasi (menyebabkan hambatan absorbsi dan pelepesan zat besi dari simpanan retikuloendotelial). Terapi zat besi oral tidak boleh dilanjutkan lebih dari 3-4 minggu bila tidak terdapat respon yang adekuat. Selain itu, suplementasi zat besi sebaiknya tidak diresepkan secara rutin selama lebih dari 6 bulan tanpa ada alasan yang jelas guna menghindari kemungkinan adanya kelebihan zat besi jika pasien memiliki trait hemokromatosis.3

    Preparat zat besi parenteral Diberikan pada pasien dengan intoleransi gastrointestinal berat akibat preparat zat besi oral, ada malabsorbsi gastrointestinal, compliance rendah, kehilangan darah banyak yang tidak cukup diterapi dengan preparat oral, kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, dan defisiensi besi fungsional relative akibat pemberian eritropoietin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.7

    o Iron dextran Cara pemberian yang dianjurkan adalah dengan bolus injeksi IV sebanyak 500-2000 mg (dengan kemasan 50 mg/mL). Total kebutuhan zat besi yang diperlukan oleh pasien dapat dihitung dengan rumus sbb:

    Namun penggunaannya harus hati-hati guna mengantisipasi reaksi

    anafilaktik pada pasien yang alergi dekstran. Teknik pemberiannya yaitu injeksi inisial sebanyak kurang dari 0.5 mL selama 5-10 menit sambil mengobservasi pasien. Pemberian harus segera dihentikan bila terdapat keluhan gatal, sesak, nyeri dada, atau nyeri punggung. Tekanan darah juga harus dimonitor pada jam pertama guna melihat adanya hipotensi mendadak. Jika dosis awal dapat ditoleransi, dosis sisanya dapat diberikan perlahan. Bila diberikan 500-1000 mg dalam

    Kebutuhan besi (mg) =BB (kg) x 2.3 x (15-Hb pasien dalam g/dL) + 500 mg

    (untuk simpanan)

  • 26

    sekali pemakaian, sebaiknya diencerkan dalam 250 mL solusio natrium klorida 0.9% dan diberikan dalam 30-60 menit.

    Iron dextran juga dapat diberikan secara IM di kedua pantat dengan masing-masing disuntikkan sebesar 2.5 mL. Dapat terjadi pewarnaan kulit yang signifikan, abses steril di tempat injeksi, resiko anafilaksis akut. Reaksi lambat terhadap iron dextran IM atau IV adalah reaksi serum sickness-like dengan malaise, febris, atralgia, skin rash, dan limfadenopati.

    o Iron sucrose

    Tersedia dalam kemasan vial 5 mL berisi 100 mg besi elemental. Dapat diinfuskan langsung atau setelah dilusi dalam 100 mL saline selama 15 menit untuk mencegah hipotensi. Resiko terjadinya anafilaktik berat jauh lebih ringan dibandingkan dengan iron dextran, namun kelemahannya adalah, dosis maksimum yang bisa diberikan hanya terbatas 100 mg.

    o Sodium ferric gluconate Tersedia dalam kemasan vial 5 mL mengandung 62.5 mg besi elemental. Dosis yang direkomendasikan adalah 5-10 mL secara IV selama 10 menit. Seperti iron sucrose, resiko terjadinya reaksi anafilaktik dan respon imun lambat dapat diacuhkan. Namun, dosis maksimum yang dapat diberikan hanya 125 mg setiap kali. Karena itulah sodium ferric gluconate dan iron sucrose ideal untuk suplai zat besi rumatan pada pasien hemodialisis, namun kurang berguna bila dibutuhkan infusi zat besi dosis besar dalam sekali jalan.3

    I. Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi adalah: - Gangguan jantung

  • 27

    Kardiomegali hingga gagal jantung akibat jantung harus bekerja lebih keras dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik .

    - Masalah kehamilan

    Berhubungan dengan kelahiran premature dan berat badan lahir rendah.

    - Masalah pertumbuhan Pada bayi dan anak-anak, defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, disertai dengan resiko lebih rawan terkena infeksi.8

    J. Pencegahan The U.S. Preventive Services Task Force (USPSTF) merekomendasikan skrining pada wanita hamil dan suplementasi zat besi pada bayi asimtomatik usia 6-12 bulan yang memiliki resiko tinggi terkena anemia defisiensi besi, misalnya pada bayi yang tinggal di lingkungan kelaparan, berkulit hitam, Amerika asli, Alaska asli, imigran dari negara berkembang, atau lahir dengan berat badan kurang atau kurang bulan, atau jika asupan diet utamanya adalan susu sapi yang tidak diperkaya. Perlu juga dilakukan penyuluhan kepada para ibu untuk memberikan ASI menambahkan makanan berzat besi tinggi untuk bayi dan anaknya. Penelitian membuktikan, adanya suplementasi zat besi prenatal juga dapat mengurangi kemungkinan bayi lahir dengan berat badan kurang.

    U.S Food and Nutrition Board mempublikasikan Dietary Reference Intake yang salah satunya merekomendasikan asupan zat besi sebesar 8 mg per hari untuk dewasa yang tidak menstruasi, 18 mg untuk wanita menstruasi, dan 16 mg untuk vegetarian karena adanya perbedaan dalam absorbsi zat besi non-heme. Untuk donor darah, dianjurkan asupan zat besi elemental sebesar 20 mg per hari.5

    Penambahan zat besi pada negara yang banyak mengkonsumsi daging masih banyak dipertanyakan karena mungkin dapat menjadi berbahaya. Adanya gen hemokromatosis familial (gen HFe) cukup tinggi (8% pada penduduk US kulit putih). Berlebihnya zat besi dalam tubuh diperkirakan merupakan suatu etiologi penting terjadinya penyakit

  • 28

    arteri koronaria, stroke, karsinoma tertentu, dan gangguan neurodegenerative karena zat besi penting dalam pembentukan radikal bebas.2

    Selain itu, perlu juga dilakukan pendidikan kesehatan pada masyarakat akan perlunya kesehatan lingkungan seperti menggunakan jamban, perbaikan lingkungan kerja, memakai alas kaki sehingga dapat mencegah infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di negara tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan antihelmitik dan perbaikan sanitasi.7

    K. Prognosis Anemia defisiensi besi adalah suatu gangguan yang mudah diterapi dengan prognosis yang sangat baik. Namun, prognosis yang buruk mungkin dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi penyerta maupun komorbiditas yang berat, seperti neoplasia dan penyakit arteri koronaria. Anemia defisiensi besi kronik yang sedang maupun berat dapat menyebabkan hipoksia yang menyebabkan kambuhnya gangguan pulmonar maupun kardiovaskular yang dimiliki pasien. Kematian akibat hipoksia dapat terjadi pada pasien yang menolak diberi transfusi darah karena alasan religious, atau pada pasien dengan perdarahan akut yang berat.

    Pada anak yang lebih muda, anemia defisiensi besi berhubungan dengan IQ yang lebih rendah, kurangnya kemampuan belajar, dan kecepatan pertumbuhan yang suboptimal.2

    L. Pembahasan Kasus Pada kasus ini, hal yang pertama harus dilakukan adalah melengkapi hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu dengan menentukan nilai besi serum, DIBT, saturasi transferrin, ferritin serum, dan reseptor transferring (bila perlu). Dan bila dengan pemeriksaan-pemeriksaan tsb masih belum terlalu meyakinkan diagnosis, dapat dicoba untuk melihat cadangan besi sumsum tulang dengan pewarnaan biru Prussia.

  • 29

    Setelah ditemukan adanya hasil yang menunjang diagnosis pasti anemia defisiensi besi, perlu dicari etiologi pasti penyebab anemia yang diderita pasien. Pada kasus ini, kemungkinan yang menjadi etiologinya adalah adanya perdarahan gastrointestinal akibat pemakaian piroxicam. Untuk itu, dapat dilakukan pemeriksaan saluran cerna misalnya endoskopi saluran cerna bagian atas (paling baik dengan esofagogastroduodenoskopi) atau saluran cerna bagian bawah (misalnya dengan kolonoskopi), pemeriksaan darah samar, colok dubur, USG (untuk mengeliminasi kemungkinan sirosis hepatis). Selain itu perlu dilihat juga uji fungsi ginjal dan hepar.

    Untuk penggunaan piroxicam, pasien dapat dikonsultasikan ke dokter yang menangani penyakitnya untuk pertimbangan mengganti obat dengan obat analgesic lain yang tidak menimbulkan gangguan saluran cerna, misalnya obat golongan NSAID yang selektif menghambat COX-2 seperti celecoxib dan valdecoxib, atau dengan menambahkan antasida/H2RA/PPI. Dan jangan lupa untuk menangani defisiensi besinya dengan pemberian preparat besi, yang dapat dicoba mulai dari preparat besi oral seperti yang telah disebutkan pada makalah ini.

    Penutup Anemia defisiensi besi merupakan kasus yang biasanya tidak berdiri sendiri, karena itu harus dicari adanya kemungkinan etiologi lain selain kurangnya asupan zat besi yang dapat menyebabkan anemia defisiensi ini. Penanganannya pun meliputi penatalaksanaan penyakit yang mendasarinya dan defisiensi besi yang terjadi, di mana pada kelompok orang tertentu (misalnya wanita hamil, orang yang hendak operasi) sebaiknya diberikan zat besi dalam dosis besar (biasanya dalam sediaan parenteral). Penanganan anemia defisiensi besi ini juga harus diperhatikan pada anak-anak, guna mencegah keterlambatan perkembangan kognitif dan fisiknya. Selain daripada itu, pasien juga wajib diedukasi untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi namun tidak secara berlebihan (karena dapat menyebabkan overload besi) serta menjaga kebersihan lingkungan (guna mencegah infeksi cacing tambang).

  • 30

    Daftar Pustaka 1. Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE, editor. Essential haematology. 5th ed.

    Massachusets: Blackwell Publishing; 2006.p.21-2, 28-37,40-1 2. Harper JL. Iron deficiency anemia. 3 Februari 2012. Diunduh dari:

    http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview, 10 April 2012. 3. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. 4th ed. United

    States: The McGraw-Hill Companies; 2005.p. 56-9, 60-3 4. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik

    hematologi. Cetakan ke-3. Jakarta: Bagian Patologi Klinik FK UKRIDA; 2009.h.30, 111, 132-4

    5. Killip S, Bennett JM, Chambers MD. Iron deficiency anemia. Am Fam Physician 2007;75(5):672-4

    6. Mehta AB, Hoffbrand AV. At a glance hematologi [terjemahan]. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga; 2008. H. 26-7, 29, 40-1, 84-5

    7. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H. 1130-3, 1135-6

    8. Mayo Clinic Staff. Iron deficiency anemia: complication. 4 Maret 2011. Diunduh dari: http://www.mayoclinic.com/health/iron-deficiency-anemia/DS00323/DSECTION=complications, 15 April 2012.