fix f6 sken 3.docx
TRANSCRIPT
Sistem Pernafasan dan Volume Paru-paru
Keren Marthen (102011056)
Jessica Prissilya Wattimena (102013005)
Riska Cerlyan Mustamu (102013303)
Fridolyn Edgar Enggartiarso Ngila (102014063)
Rezki Natalia Triputri (102014087)
Intan Novia Sari (102014189)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 - Jakarta Barat 11510Pendahuluan
Sistem pernapasan dibentuk oleh beberapa struktur. Seluruh struktur tersebut terlibat dalam
proses respirasi eksternal yaitu proses pertukaran oksigen (O2) antara atmosfer dan darah serta pertukaran
karbondioksida antara darah dan atmosfer.
Respirasi eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi
interna adalah proses pertukaran gas antara darah sirkulasi dan sel jaringan. Respirasi internal
( pernapasan selular) berlangsung diseluruh sistem tubuh.
Struktur yang membentuk sistem perapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama ( principal
structure), dan struktur pelengkap (accessory structure).
Yang termasuk struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara pernapasan, terdiri dari
jalan napas dan saluran napas, serta paru ( parenkim paru). Yang disebut sebagai jalan napas adalah (1)
nares, hidung bagian luar (external nose),(2) hidung bagian dalam (internal nose), (3) sinus paranasal, (4)
faring, (5) laring. Semuanya termasuk dalam cakupan bidang Telinga Hidung Tenggorokan (THT) dan
tidak dibahas di dalam pulmonology tetapi dapat saja terkait jika membicarakan respirologi, sedangkan
saluran napas adalah (1) trakea, (2) bronki dan bronkiolo (keduanya dibahas dalam pulmonology).
Struktur Anatomi dan Histologi Saluran Pernapasan
1
Hidung
Hidung memiliki fungsi sebagai saluran udara, saringan udara dari partikel debu kasar
maupun halus, menghangatkan udara pernapasan, melembabkan udara pernapasan, dan sebagai
alat pembau. Hidung bagian luar berbentuk pyramid disertai dengan suatu akar dan dasar.
Bagian ini tersusun dari kerangka kerja tulang, tulang rawan hialin, otot bercorak, dan jaringan
ikat. Kulit luar hidung merupakan epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Terdapat rambut
sangat halus dengan kelenjar sebasea besar-besar. Kearah inferior hidung memiliki dua pintu
masuk berbentuk bulat panjang yaitu nostril atau nares yang terpisah oleh septum nasi atau
septum nasal. Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal
(kavum nasi). Lubang hidung bagian depan disebut nares anterior sementara lubang hidung
bagian belakang disebut nares posterior. Luas permukaannya diperbesar oleh tiga tonjolan mirip
gulungan dari dinding lateral, yang disebut konka nasalis superior, konka nasalis media, dan
konka nasalis inferior.
Sinus paranasalis terdiri atas fontalis, etmoidalis, spgenoidalis dan maxillaries. Sinus
berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran
nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan
memberi efek resonasi dalam produksi wicara. Setiap bronkus primer bercabang 9-12 kali untuk
membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin
menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago. Bronki disebut juga
ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulmonar. Struktur
mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronchhial yang selanjutnya bronchi,
bronchiolus, bronchiolus terminal, bronchiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli.1
Epitel hidung terdiri atas sel-sel kolumnar bersilia, sel goblet, dan sel-sel basofilik kecil
pada dasar epitel, yang dianggap sebagai sel-sel induk bagi penggantian jenis sel yang lebih
berkembang. Pada msnusia, jumlah sel goblet berangsur bertambah dari anterior ke posterior.
Selain mukus, epitel juga mensekresi sedikit cairan yang membentuk laposan di antara bantalan
mukus dan permukaan epitel. Silia melecut di dalam lapis cairan yang membentuk laposan di
antara bantalan mukus dan permukaan epitel. Dibawah epitel terdapat lamina propria tebal yang
mengandung kelenjar submukosa, terdiri atas sel-sel mukosa dan serosa. Di dalam lamina propia
juga terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan lomfoid. Dibawah epitell konka
inferior tedapat pelksus vena luas yang merupakan tempat terjadinya mimisan. Reseptor bagi
2
sensai mencium terdapat di dalam epitelolfaktoria, daerah khusus pada mukosa hidung, yang
terdapat di atap rongga hing dan meluas ke bawah sampai 8-10 mikro meter pada kedua sisi
septum.dan sedikit ke atas konka nasalis superior. Daerah khusus pada epitel ini tidak rata dan
mencakup sekitar 500 mm.
Epitel olfaktorius adalah epitel bertingkat tinggi dengan tebal sekitar 60 mikro meter. Ia
terdiri atas tiga jenis sel yaitu sel sustentakular, sel basal dan sel olfaktorius. Sel olfaktorius adlah
neuron bipolar , tersebar merata di antara sel-sel sustentakular. Inti bulatnya menempati zona
lebih rendah dari yang berasal dari sel-sel penyokong. Terdapat kompleks Golgi supranuklear
kecil dan beberapa elemen tubuvestibular dan retikulum endoplasma licin. Bagian apikal sel
menyempit menjadi juluran silindris yang halus yang meluas ke atas ke permukaan epitel
tempatnya berakhir dengan melebar yang disebut bulbus olfaktorius. Merka sedikit menonjol di
atas permukaan sel-sel penyokong sekitarnya dan mengandung badan-badan basal daro enam
sampai delapan silia olfaktoria yang memancardari paralel terhadap permukaan epitel.2
Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari
M.nasalis dan M.depressor septum nasi. Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-
cabang A.facialis, A.dorsalis nasi cabang, A.opthalamica dan A.infraorbitalis cabang
A.maxillaries interna. Pembuluh baliknya menuju V.facialis dan V.opthalamica. persarafan otot-
otot hidung oleh N.facialis, kulit sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi
oleh cabang-cabang infratrochlearis dan nasil externus N.opthalmicus. Kulit sisi lateral hidung
dipersarafi oleh cabang infraorbitalis N.maxillaries.1
Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan usofagus dan ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang hidung (naso-
faring), di belakang mulut (oro-faring) dan di belakang laring (faring-laringeal). Nares posterior
adalah muara rongga-rongga hidung ke naso-faring. Faring adalah tabung muskular berukuran
12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai esofagus. Faring terbagi
menjadi naofaring, orofaring, dan laringofaring.3
3
Gambar 1: Bagian-bagian faring4
Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal
melalui dua naris internal (koana). Dua tuba eustachius menghubungkan nasofaring dengan
telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gedang
telinga. Amadel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat
naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara. Naosfaring terdiri dari epitel
bertingkat torak bersilia bersel goblet. Dibawah membrana basalis, pada lamina propia terdapat
kelenjar campur. Pada bagian posterior terdapat jaringan limfoid yang membentuk tonsila
faringea. Terdapat muara dari saluran yang menghubungkan rongga hidung dan telinga tengah
disebut osteum faringeum tuba auditiva. Disekelilingnya banyak kelompok jaringan limfoid
disebut tonsila tuba faringea.
Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan
paatum keras tulang. Uvula adalah prossesus kerucut kecil yang menjulur ke bawah dari bagian
tengah tepi bawah palatum lunak. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring
posterior. Epitel penyusun orofaring adalah epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Osofaring terletak di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Orofaring akan
dilanjutkan ke bagian atas menjadi epitel mulut dan ke bawah ke epitel oesophagus. Disini
terdapat tonsila palatina yang sering meradang disebut tonsilitis.
Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk
sistem respiratorik selanjutnya. Epitel pada laringofaring bervariasi, sebagain besar epitel
berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Laringofaring terletak di belakang laring.2,5
Laring
4
Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring tersusun atas epitel
bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali ujung plika vokalis berlapis gepeng. Fungsi dari
laring adalah untuk membentuk suara (fonasi) dan mencegah benda asing memasuki jalan nafas
dengan adanya refleks batuk. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular
dan ditopang oleh sembilan katilago (tiga berpasangan dan tiga tidak berpasangan).
Kartilago tidak berpasangan terdiri dari kartolago tiroid, kartilago krikoid, dan epiglotis.
Kartilago tiroid (jakun) terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih
besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang disekresi saat pubertas. Kartilago
krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah kartilago tiroid.
Sementara epiglotis adalah katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago
tidorid. Saat menelan, eiglotis melekat pada tepian anterior menutupi laring untuk mencegah
masuknya makanan dan cairan.6
Kartilago berpasangan terdiri dari kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago
kuneiform. Kartilago aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kertilago krikoid. Kartilagi
aritenoid melekat pada pita suara sejari, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium skuamosa
bertingkat.5 Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid. Kartilago
kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak.
Trakea
Trakea adalah tuba dengan panjang 10-12cm dan diameter 2,5cm serta terletak di atas
pemukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks keenam
sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. Trachea
dapat tetap terbuka karena adanya 16-20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung posterior mulut
cincin diubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi esophagus.
Trakea juga dilapisi oleh epithelium repiratorik yang mengandug banyak sel goblet.
Susunan demikian memberi trakea keleluasan gerak yang besar, sedangkan cincin-cincin
tulang rawabnnya memungkinkannya menahan tekanan dari luar yang dapat menutup jalan
napas. Di luar tulang wan terdapat lapis jaringan ikat padat dengan banyak serta elastin. Dinding
posterior trakea tidak dilengkapi tuang rawan terdapat lapis jaringan ikat padat dengan banyak
serat elastin. Dinding posterior trakea tidak dilengkapi tulang rawan. Seagai gantinya terdapat
5
pita tebal dari otot poloss yang terorientasi melintang, yang ujung-ujungnya berbaur dengan lapis
jaringan ikat padat di luar ruang rawan tadi.7
Dengan mikroskop elektron dapat dilihat 6 jenis sel. Yaitu sel bersilia, sel goblet, sel
sikat, sel basal, dan sel sekretorik/bergranula. Sel bersilia mempunyai silia yang panjang, aktif,
motil yang bergerak kearah faring. Sel goblet mensintesa dan mensekresi lendir, mempunyai
apparatus golgi dan retikulum endoplasma kasar di basal sel. Pada sel goblet ada mikrovili di
apex dan mengandung tetesan mukus yang kaya akan polisakarida.
Sel sikat mempunyai mikrovilli di apex yang berbentuk seperti sikat. Ada dua macam sel
sikat, yaitu sel sikat 1 (mempunyai mikrovili sangat panjang) dan sel sikat 2 (dapat berubah
menjadi sel pendek). Sel basal merupakan sel induk yang akan bermitosis dan beruba menjadi sel
lain. Sel sekretorik/bergranula memiliki diameter 100-300 milimikron.8
Bronkus
Bronkus kanan dan kiri berjalan ke bawah dan ke luar dari bifurkasio trakea ke hilus
maisng-masing paru. Bronkus utama kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vintrikal letaknya
daripada yang kiri. Oleh karena itu benda asing yang terhirup lebih cenderung masuk ke bronki
kanan dan terus ke lobus kanan tengah dan lobus bawah bronki. Bronkus uatama kiri memasuki
hilus dan terbagi menjadi brokus lobus superior dan inferior. Bronkus utama kanan bercabang
menjadi bronkus ke lobus atas seelum memasuki hilus dan bergitu masuk hilus terbagi menjadi
bronki lobus medial dan inferior.
Bronkus primer atau ekstrapulmonal bercabang dan menghasilkan sederetan bronki
intrapulmonal yang lebih kecil. Bronki ini dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia,
lamina propia tipis jaringan ikat halus dengan banyak serat elastin dan sedikit limfosit. Duktus
dari kelenjar bronchial submukosa melalui lamina propria untuk bermuara ke dalam lumen
bronkus. Di antara lempeng tulang rawan, jaringan ikat submukosa menyatu dengan adventisia
yang tebal. Pembuluh bronchial yang tampak pada jaringan ikat bronkus mencakup sebuah
arteriol, sebuh venul, dan kapiler.7
Bronkiolus
Ini adalah segmen intraloburalis dengan garis tengah 1 mm atau kurang. Bronkiolus tidak
mempunyai rawan atau kelenjar pada mukosanya dan hanya menunjukkan sel-sel goblet yang
6
tersebar dalam epitel segmen permulaan. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya bertingkat
toraks tinggi bersilia dan kekomplekkannya berkurang dan menjadi epitel kubis bersilia pada
bronkiolus terminalis.selain sel-sel barsilia, bronkus terminalis juga mempunyai sel-sel clara
yang permukaan apikalnya berbentuk kubah yang menonjol ke dalam lumen. Fungsi daripada sel
clara ini tidak diketahui.
Sebagian besar lamina propia adalah oto polos dan serabut-serabut elastin. Otot bronkus
dan bronkiolus dibawah pengawasan nervus vagus dan sistem simpatis. Perangsangan nervus
vagus mengurangi garis tengah susunan tersebut, sedangkan perangsangan simpatis
menimbulkan efek yang berlawanan. 1
Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus terminalis memiliki diameter kecil. Terdapat banyak lipatan mukosa yang
menyolok dan epitelnya bertingkat semua silindris rendah bersilia dan sedikit sel goblet. Pada
bronkiolus terminal, epitelnya silindris bersilia tanpa sel goblet. Lapisan otot polos yang
berkembang baik mengelilingi lamina propia tipis, yang pada gilirannya dikelilingi oleh
adventisia. Di dekat bronkiolus terdapat sebuah cabang kecil yaitu arteri pulmonaris. Bronkiolus
ini dikelilingi oleh alveoli paru.3
Bronkiolus Respiratorius
Tiap-tiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 bronkiolus atau lebih yang
berperanan sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi dan respirasi sistem respirasi.
Mukosa bronkiolus respiratorius terminalis kecuali bahwa dindingnya diselilingi oleh banyak
sakus alveolaris. Bagian-bagian bronkiolus respiratorius dibatasi oleh epitel kubis bersilia, tetapi
pada pinggir lubang-lubang alveolaris, epitel bronkiolus dilanjutkan dengan epitel pembatas
alveolus, selapis gepeng. Makin ke distal bronkiolus , jumlah alveoli bertambah dengan nyata,
dan jarak antara alveoli jelas makin dekat. Antara alveoli, epitel bronkiolus terdiri atas epitel
kubis bersilia: akan tetapi, pada bagian yg lebih distal, silia mungkin tidak ada. Sepanjang
dinding yang sangat banyak mengandung alveoli, sifat bronkiolus hanya terdapat antara alveoli
dan terdiri atas sekelompok kubis-kubis yang terletak siatas pita otot polos dan jaringan
penyambung elastin. Karena alveoli merupakan tempat pertukaran gas digunakan untuk
menggambarkan fungsi ganda segmen jalan pernapasan ini.
Dinding bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel selapis kuboid. Pada bagian
proksimalnya terdapat silia, namun hilang di bagian disatal bronkiolus respiratorius. Sebuah
7
duktus alveolaris muncul dari bronkiolus respiratorius dan banyak alveoli bermuara ke dalam
duktus alveolaris. Pada setiap pintu masuk ke alveolus terdapat epitel selapi gepeng.8
Duktus Alveolaris
Duktus alveolaris dan alveoli dibatasi oleh sel-sel epitel selapis gepeng yang sangat tipis.
Dalam lamina propria sekitar pinggir alveoli merupakan suatu jala-jala sel-sel otot polos yang
saling menjalin. Berkas-berkas halus yang menyerupai sinkter ini tampak sebagi tombol-tombol
antara alveoli yang berdekatan. Hanya matriks yang kaya akan serabut elastin dan kolagen yang
menyokong duktus dan alveolinya.
Duktus alveolaris bermuara ke dalam atria, ruang yang menghubungkan sakus
multilokularis alveoli, dua sakus alvelolaris atau lebih terbentuk dari tiap-tiap atrium. Serabut
elastin dan kolagen yang banyak sekali terdapat membentuk jaringan kompleks yg melingkari
lubang-lubang atria, sakus alveolaris, dan alveoli. Serabut elastin memungkinkan alveoli
mengembang waktu inspirasi dan secara pasif berkontraksi waktu ekspirasi. Kolagen berperanan
sebagai penyokong yang mencegah peregangan berlebihan dan kerusakan kapiler halus dan
alveoli yang tipis.
Dari ujung duktus alveolaris terbuka pintu lebar menuju beberapa sakus alveolaris.
Saluran ini terdiri atas beberapa alveolus yang bermuara bersama membentuk ruangan serupa
rotunda yang disebut atrium. Alveolus paru merupakan kantong yang dibatasi oleh epitel selapis
gepeng yang sangat tipis, yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip
sarang tawaon.3,6
Alveoli
Secara struktural, alveoli menyerupai kantong kecil yang terbuka pada salah satu sisinya,
mirip sarang tawon. Dalam struktur yg menyerupai mangkok ini, oksigen CO2 mengadakan
pertukaran antara udara dan darah.6
Mekanisme Pernapasan 9
Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang
karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat fungsi
utama yaitu ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli
paru; difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah; pengangkutan oksigen dan
8
karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh; dan pengaturan
ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan. Saluran penghantar udara yang membawa udara ke
dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan
dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membrana mukosa bersilia. Ketika masuk
vestibulum nasi udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan oleh mukosa respirasi yang terdiri
dari epitel toraks bertigkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh cairan
mukus. Gerakan silia mendorong mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior
pada sistem pernapasan bawah menuju ke faring. Udara mengalir dari faring menuju laring atau
kotak suara. Selanjutnya menuju glotis dan akan bermuara di trakea. Trakea disokong oleh cincin
tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Trakea akan
bercabang yang dinamakan bifurcatio trachealis dimana pada percabangan tersebut ada
bangungan yang bernama carina. Percabangan itu akan berlanjut sebagai bronkus primarius
dexter et sinister yang akan kembali bercabang menjadi bronkus sekundus atau bronkus lobaris.
Bronkus lobaris akan bercabang menjadi bronkus tertius atau segmentalis yang akan berlanjut
menjadi bronkiolus terminalis.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu
tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus
alveolaris terminalis. Terdapat dua tipe sel alveolar : pneumosit tipe I, merupakan lapisan tipis
yang menyebar dan menutupi lebih dari 90% daerah permukaan, dan pneumosit tipe II yang
bertanggung jawab atas sekresi surfaktan Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi
untuk mengabsorbsi oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan
untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan
dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran
oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah. Sistem pernapasan biasanya dibagi
menjadi 2 daerah utama yaitu bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring,
trakea, bronkus, bronkiolus, bronkiolus terminalis dan bagian respirasi, meliputi bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
Pernapasan pada manusia berlangsung dengan cara mengubah tekanan udara di dalam
paru-paru. Perubahan tekanan ini menyebabkan udara dapat keluar dan masuk dari dan ke dalam
Paru-paru yang disebut bernapas. Proses bernapas pada manusia melalui 2 (dua) tahap :
9
1. Inspirasi (penghirupan) Tahap inspirasi terjadi akibat otot tulang rusuk dan diafragma
berkontraksi. Volume rongga dada dan paru-paru meningkat ketika diafragma
bergerak turun ke bawah dan sangkar tulang rusuk membesar. Tekanan udara dalam
paru-paru akan turun di bawah tekanan udara atmosfer, dan udara akan mengalir ke
dalam paru-paru.
2. Ekspirasi (penghembusan) Tahap ekspirasi terjadi akibat otot tulang rusuk dan
diafragma berelaksasi. Volume rongga dada dan paru-paru mengecil ketika diafragma
bergerak naik dan sangkar tulang rusuk mengecil. Tekanan udara dalam paru-paru
akan naik melebihi tekanan udara atmosfer, dan udara akan mengalir keluar dari paru-
paru.
Otot-otot Pernapasan6
Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara: pertama dengan pgerakan naik
turunnya diafragma untuk memperbesar dan memperkecil rongga dada, dan kedua dengan
depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterios
rongga dada. Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dnegan hampir sempurna melalui
metode pertama, yaitu gerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik
permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian selama ekspirasi, diafragma mengadakan
relaksasi, dan sifat elastis daya lenting paru (elastic recoil), dindiing dada, dan struktur abdomen
akan menekan paru-paru dan mengeluarkan udara. Namun, selama bernapas kuat, daya elastis
tidak cukup untuk menghasilkan ekspirasi cepat yang diperlukan, sehingga mengkompresi paru.
Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan mengangkat rangka iga.
Pengembangan paru ini dapat terjadi karena pada posisi istirahat iga miring ke bawah, dengan
demikian sternum turun ke belakang ke arah kolumna vertebralis. Tetapi, bila rangka iga
dielevasikan, tulang iga langsung maju sehingga sternum sekarang bergerak ke depan menjauhi
spinal, membentuk jarak anteroposterior dada kira-kira 20% lebih besar selama inspirasi
maksimum dibandingkan selama ekspirasi. Otot paling penting yang mengangkat rangka iga
adalah otot intercostalis eksterna, tetapi otot-otot lain yang membantunya adalah
sternocleidomastoideus, mengangkat sternum ke atas, serratus anterior, mengangkat sebagian
besar iga; dan, scalenus, menangkat dua iga pertama. Otot-otot yang menarik rangka iga ke
10
bawah selama ekspirasi adalah rektus abdominis, yang mempunyai efek tarikan ke arah bawah
yang sangat kuat terhadap iga-iga bagian bawah pada saat yang bersamaan ketika otot-otot ini
dan otot-otot abdomen lainnya menekan isi abdomen ke atas ke arah diafragma, dan intercostalis
internus.
Selama ekspirasi tulang-tulang iga membentuk sudut ke bawah dan otot interkostalis
eksternus memanjang ke depan dan ke bawah. Bila otot-otot ini berkontraksi, otot tersebut
menarik tulang iga bagian atas ke depan dalam hubungannya dengan tulang iga yang lebih
bawah, keadaan ini menghasilkan daya ungkit pada tulang iga untuk menangkatnya ke
atas,dengan demikian menimbulkan inspirasi. Otot interkostalis internus memiliki fungsi
berlawanan, yang berfungsi sebagai otot-otot ekspirasi, karena otot-otot ini membentuk sudur
antara tulang iga dalam arah yang berlawanan dan menghasilkan daya ungkit yang berlawanan
pula.
Volume Pernafasan10
Gambar 2: volume pernafasan.11
Metode sederhana untuk memperlajari ventilasi paru adalah dengan mencatat volume
udara yang masuk dan keluar paru-paru, suatu proses yang disebut spirometri. Spirometri ini
11
terdiri dari sebuah drum yang dibalikan di atas bak air, dan drum tersebut diimbangi oleh suatu
beban. Dalam drum terdapat gas untuk bernapas, biasanya udara atau oksigen; dan sebuah pipa
yang menghubungkan mulut dengan ruang gas. Apabila seseorang bernapas dari dan ke dalam
ruang ini, drum akan naik turun dengan terjadi perekaman yang sesuai di atas gilungan kertas
yang berputar. Gambar 2 adalah sebuah spirogram yang menunjukan perubahan volume paru
pada berbagai kondisi pernapasan. Pada gambar 2 dituliskan empat voume paru, bila semuanya
dijumlahkan, sama dengan voume maksimal paru yang mengembang. Arti dari masing-masing
volume ini adalah sebagai berikut:
1. Volume tidal Volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas
normal. Besarnya kira-kira 500 millimeter pada laki-laki dewasa.
2. Volume cadangan inspirasi Volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di
atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat; biasanya mencapai 3000
millimeter.
3. Volume cadangan ekspirasi Volume udara ekstra maksimal yang dapat diekspirasi
melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normal; jumlah normalnya adalah
sekitar 1100 millimeter.
4. Volume residu Volume udara yang masih tetap berada di dalam paru setelah ekspirasi
paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 millimeter. Untuk menguraikan
peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang-kadang perlu menyatukan dua atau lebih
volume di atas. Kombinasi seperti itu disebut kapasitas paru.
Di gambar 8 dituliskan berbagai kapasitas paru yang penting, yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Kapasitas inspirasi Volume tidak ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah
udara (kira-kira 3500 millimeter) yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat
ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum.
2. Kapasitas residu fungsional Volume cadangan respirasi ditambah volume residu. Ini
adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300
millimeter).
12
3. Kapasitas vital Volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan volume cadangan
ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari
paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian
mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 millimeter).
4. Kapasitas paru total Volume maksimum yang dapat mengembangkan paru sebesar
mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin (kira-kira 5800 millimeter); jumlah ini sama
dengan kapasitas vital ditambah volume residu.
Sistem pengaturan pernafasan
Pengaturan pernapasan oleh persarafan dilakukan oleh korteks cerebri, medulla
oblongata, dan pons . Saat bernapas dalam-dalam, mekanisme umpan balik negative mencegah
paru-paru agar tidak membesar secara berlebihan, sensor peregangan mengirimkan impuls saraf
kembali ke medula yang akan menghambat pusat kontrol pernapasannya.
• Pons
Pada pons terdapat 2 pusat pernapasan yaitu pusat apneutik dan pusat pnumotaksis. Pusat
apneutik terletak di formasio retikularis pons bagian bawah. Yang berfungsi untuk
mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi dengan cara mengirimkan rangsangan
impuls pada area inspirasi dan menghambat ekspirasi. Sedangkan pusat pneumotaksis terletak di
pons bagian atas. Impuls dari pusat pneumotaksis adalah membatasi durasi inspirasi, tetapi
meningkatkan frekuensi respirasi sehingga irama respirasi menjadi halus dan teratur, proses
inspirasi dan ekspirasi berjalan secara teratur pula.
• Korteks Cerebri
Berperan dalam pengaturan pernapasan yang bersifat volunter sehingga memungkinkan kita
dapat mengatur napas dan menahan napas. Misalnya pada saat bicara atau makan.
• Medulla oblongata
Terletak pada batang otak, berperan dalam pernapasan automatik atau spontan. Pada kedua
oblongata terdapat dua kelompok neuron yaitu Dorsal Respiratory Group (DRG) yang terletak
13
pada bagian dorsal medulla dan Ventral Respiratory Group (VRG) yang terletak pada ventral
lateral medula. Kedua kelompok neuron ini berperan dalam pengaturan irama pernapasan.12
Kesimpulan
Dalam pemeriksaan spirometri kita harus mengetahui anatomi pernafasan beserta
fungsinya. Pemeriksaan spirometri dilakukan juga untuk mengetahui macam-macam volume
paru kita, pengukuran ini selama pernafasan yang dipaksakan atau disebut forced volume
capacity (FVC). Pengukuran spirometri ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
kelainan pada sistem pernafasan kita.
14
Daftar Pustaka
1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi: untuk pemula. Edisi ke-1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2004. H 60
2. Fawcett DW. Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2006. H 41-2
3. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi.Jakata: Erlangga;2004. H 134-136
4. Gambar 1 diunduh dari www.academia.edu
5. Junqueira LC, Carneiro C. Basic Histology text and atlas. Edisi ke-11. Mcgraw-Hill;
2005. H 389-40
6. Ward JPT, Leach RM, Wiener M. At a glance: sistem respirasi.Edisi ke-2. Jakata:
Erlangga;2004. H 44
7. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta; EGC; 2008. H
201
8. Sherwood L.Human physiology: from cells to system. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007. H 537-8
9. Chris Brooker.Ensiklopedia Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.
H 131
10. Guyton dan Hall. Buku ajar Fisiologi Kedokteran.Ed 12. Singapore: Elsevier;2011.h.779
11. Gambar 2 diunduh dari www. medicine net.com
12. Sherwood Lauralee. Fisiologi manusia.ed.6.Singapura: Cengage Learning
Asia;2007.h183, 749-751
15