sken 2.2.docx
TRANSCRIPT
definisi
Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan
kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker
merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit
kardiovaskular. Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3
juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang.
Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di
antaranya ditemukan di negara sedang berkembang .
Etiologi (Faktor risiko)
Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk
berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak memiliki
beberapa faktor risiko tersebut.2 Beberapa faktor risiko tersebut 3,4 :
Umur :
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring
bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata
pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause.
Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35
tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih
tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah.
Riwayat kanker payudara :
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara
mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang
lainnya.
Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih
tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40
tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga
ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.
Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang
terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan
meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical
hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].
Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya.
BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-
1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan
tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan
invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan
reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang
abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia
yang lebih dini.
Riwayat reproduksi dan menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko
untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan
justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah
siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas,
dan menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan
peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi
pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua
umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat.
Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai estrogen,
atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga
meningkatkan risiko kanker.
Ras :
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi
pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara)
sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan
meningkat di kemudian hari.
Kepadatan jaringan payudara :
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang
pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih
padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.
Overweight atau Obese setelah menopause:
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause
meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen
utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione
menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas
berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang.
Kurangnya aktivitas fisik :
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk
menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu
mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.
Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol
akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan
berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum,
sehingga akan meningkatkan risiko kanker.
Diagnosis
a. Gejala
Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah
ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak.
Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika
sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar
limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke
berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.4
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang
ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada
puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit
payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita
dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara
biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.6
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6
2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang
teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,
konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6
c. Pemeriksaan penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi.6
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan
teknik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas
gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1
sentigray (cGy) setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray
thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat
digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai
2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO).
MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk
kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO,
CC memberikan visualisasi yang lebih baik pada aspek medial dan
memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara
dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain
massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan
asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran
mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda,
yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada.
Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi
karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%.
Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN)
menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan
pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan
payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan mammografi.
Pada suatu penelitian atas screening mammography, menunjukkan reduksi
sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada
populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.7
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada
pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas
yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian
tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus,
berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas
yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan,
tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga
digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-
needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan
pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak
dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm.6
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka
kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.6
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau
menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.7
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan
sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah
pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi
false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat
false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak
akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi
FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan
sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core
needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di
klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif,
memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi
ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open
biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi
insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila
tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan
gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi
tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa
payudara diambil.2,7
5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker
sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.
Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara
inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil
akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan
histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada
karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae
antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen
(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio
bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor
receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan
epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53.
SEBENERNYA BANGIANKU CUMA DARI SINI KEBAWAH
Invasive carcinoma
I. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla
mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease
biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan
mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan
menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan
pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan
bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk
Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical
mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun
makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita
perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai
massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan
meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di
bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke
sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam
kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,
berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan
kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1.
Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis
dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik
mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular
yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti
pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola
pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi
duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS
dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10%
menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-
year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular
carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain
dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang
invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan
pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini
dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan
kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang
rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular
carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term
survival mendekati 100%.
III. Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.
Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli
tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi
adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring
cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena
pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.
Nevus Pigmentosus
a. Etiologi: adalah suatu lesi berpigmen yang sering dikaitkan dengan
kelainan congenital baik secara sel maupun jaringan. Nevus pigmentosus
secara awam juga dikenal dengan tahi lalat (mole).
b. Gambaran Klins: nevus pigmentosus adalah suatu lesi yang umumnya
muncul setelah kelahiran maupun pada masa kanak-kanak. Lesi pada oral
umumya berupa nodul atau papul dengan ukuran kurang dari 0,5 cm.
Palatum meruoakan bagian oral yang memiliki prevalensi kasus terbesar.
Sedangkan mukosa pipi, mukosa bibir, vermilion border, dan vestibulum
adalah daerah lain yang mungkin terdapat nevus.
Gambar 2. Nevus pigmentosus intraoral pada palatum
c. Secara histologis nevus dapat dibagi berdasarkan lokasinya:
1. Junctional nevus: bila sel nevus berada di batas antara epitel dengan
jaringan ikat.
2. Intramukosa nevus: bila sel nevus berada pada jaringan ikat.
3. Compound nevus: bila sel nevus berada pada dua daerah sekaligus,
baik pada jaringan ikat maupun pada sel epitel.
4. Blue nevus: bila sel nevus terletak amat dalam pada jaringan ikat dan
berbentuk seperti gerombol.
ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI)
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan
resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
I. TUJUAN ANESTESI UMUM
Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan
stabilisasi otonom.
II. SYARAT, KONTRAINDIKASI DAN KOMPLIKASI ANESTESI
UMUM
Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah :
a. Memberi induksi yang halus dan cepat.
b. Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons
c. Timbulkan keadaan amnesia
d. Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernapasan.
e. Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk
tindakan operasi.
f. Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang
berlangsung lama.
Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis
derajat III – IV, AV blok derajat II – total (tidak ada gelombang P).
Kontraindikasi Relatif berupa hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110),
DM tak terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA.
Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang mengalami
kelainan.Pada pasien dengan gangguan hepar, harus dihindarkan pemakaian obat
yang bersifat hepatotoksik.Pada pasien dengan gangguan jantung, obat – obatan
yang mendepresi miokard atau menurunkan aliran koroner harus dihindari atau
dosisnya diturunkan.Pasien dengan gangguan ginjal, obat – obatan yang
diekskresikan melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang
memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat yang
meningkatkan kadar gula darah, obat yang merangsang susunan saraf simpatis
pada penyakit diabetes basedow karena dapat menyebabkan peningkatan kadar
gula darah.
Sedangkan komplikasi kadang – kadang tidak terduga walaupun tindakan
anestesi telah dilakukan dengan sebaik – baiknya.Komplikasi dapat dicetuskan
oleh tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri.Komplikasi dapat timbul
pada waktu pembedahan ataupun setelah pembedahan. Komplikasi
kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg
atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan
darah pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat
membahayakan khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras
dengan kebutuhan – kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat
menyebabkan iskemik atau infark apabila tidak tercukupi kebutuhannya.
Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak sadar , hipersensitifitas
ataupun adanya peningkatan suhu tubuh.
III. PERSIAPAN UNTUK ANESTESI UMUM
Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum
pasien menjalani suatu tindakan operasi.Pada saat kunjungan, dilakukan
wawancara (anamnesis) sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat
anestesi sebelumnya, adakah penyakit – penyakit sistemik, saluran napas, dan
alergi obat.Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan gigi –
geligi, tindakan buka mulut, ukuran lidah, leher kaku dan pendek.Perhatikan pula
hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan penyakit yang sedang
dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa pendarahan, masa
pembekuan), radiologi, EKG.
Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan
dengan status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist
(ASA).
ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.
ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang
baik karena penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya: pasien batu
ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan
lekositosis dan febris.
ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
diakibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi
dengan septisemia, atau pasien ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium.
ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara
langsung mengancam kehidupannya. Contohnya: Pasien dengan syok atau
dekompensasi kordis.
ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun
dioperasi atau tidak. Contohnya: pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan
syok hemoragik karena ruptur hepatik.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE
Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi
lambung karena regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan elektif,
pengosongan lambung dilakukan dengan puasa : anak dan dewasa 4 – 6 jam,
bayi 3 – 4 jam. Pada pembedahan darurat pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu
menetralkan asam lambung dengan memberikan antasida (magnesium trisilikat)
atau antagonis reseptor H2 (ranitidin).Kandung kemih juga harus dalam keadaan
kosong sehingga boleh perlu dipasang kateter.Sebelum pasien masuk dalam
kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin
pembedahan secara tertulis (informed concent).
Premedikasi sendiri ialah pemberian obat ½ - 1 jam sebelum induksi
anestesia dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari
anestesia, menghilangkan rasa khawatir,membuat amnesia, memberikan
analgesia dan mencegah muntah, menekan refleks yang tidak diharapkan,
mengurasi sekresi saliva dan saluran napas.
Obat – obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain :
Gol. Antikolinergik
Atropin.Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual
dan muntah, melemaskan tonus otot polos organ – organ dan menurunkan
spasme gastrointestinal. Dosis 0,4 – 0,6 mg IM bekerja setelah 10 – 15
menit.
Gol. Hipnotik – sedatif
Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital).Diberikan untuk sedasi dan
mengurangi kekhawatiran sebelum operasi.Obat ini dapat diberikan secara
oral atau IM.Dosis dewasa 100 – 200 mg, pada bayi dan anak 3 – 5
mg/kgBB.Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan
efek depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang
menyebabkan mual dan muntah.
Gol. Analgetik narkotik
Morfin.Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan menjelang
operasi.Dosis premedikasi dewasa 10 – 20 mg. Kerugian penggunaan morfin
ialah pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus pada pasien asma,
mual dan muntah pasca bedah ada.
Pethidin.Dosis premedikasi dewasa 25 – 100 mg IV.Diberikan untuk
menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot
polos.Pethidin juga berguna mencegah dan mengobati menggigil pasca
bedah.
Gol. Transquilizer
Diazepam (Valium).Merupakan golongan benzodiazepine.Pemberian dosis
rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik.Dosis premedikasi
dewasa 0,2 mg/kgBB IM.
IV. METODE PEMBERIAN ANESTESI UMUM
Obat obat anestesi umum bisa diberikan melalui Perenteral (Intravena,
Intramuscular), perektal (melalui anus) biasanya digunakan pada bayi atau
anak-anak dalam bentuk suppositoria, tablet, semprotan yang dimasukan ke
anus.Perinhalasi melalui isapan, pasien disuruh tarik nafas dalam kemudian
berikan anestesi perinhalasi secara perlahan.
V. STADIUM ANESTESI
Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia
sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stdium 4
sampai henti napas dan henti jantung.
Stadium I
Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat
anestetik sampai hilangnya kesadaran.Pada stadium ini pasien masih dapat
mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).Tindakan
pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat
dilakukan pada stadium ini.Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya
reflekss bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).
Stadium II
Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai
dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+),
pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan
diakhiri dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata.
Stadium III
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga
hilangnya pernapasan spontan.Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan
spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke
kiri dan kekanan dengan mudah.
Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera
diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien
sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman
anestesi yang berlebihan.
TANDA REFLEKS PADA MATA
Refleks pupil
Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya
dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/
stadium yang paling baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis maksimal
menandakan pasien mati.
Refleks bulu mata
Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi.Apabila saat
dicek refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.
Refleks kelopak mata
Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa digunakan untuk
memastikan efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik
palpebra atas ada respon tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah
masuk stadium 1 ataupun 2.
Refleks cahaya
Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat kita
beri rangsangan cahaya.
VI. TEKNIK ANESTESI UMUM
a. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan
Indikasi :
Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)
Keadaan umum baik (ASA I – II)
Lambung harus kosong
Prosedur :
Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik
Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)
Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat
penenang) efek sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non
opioid, dll
Induksi
Pemeliharaan
b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan
Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET=
endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi; operasi lama,
sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala)
Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn
durasi singkat)
2. Intubasi setelah induksi dan suksinil
3. Pemeliharaan
Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:
S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-
Scope
T = Tubes. Pipa trakea. Usia >5 tahun dengan balon(cuffed)
A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring)
yang digunakanuntuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak
menymbat jalan napas
T = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah
dimasukkan
C = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia
S = Suction. Penyedot lendir dan ludah
Teknik Intubasi
1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap
2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+)
3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong
kepala sedikit ekstensi → mulut membuka
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi
sedikit, menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri
6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau
angkat epiglotis ( pada bilah lurus )
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )
8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah
9. Masukan ET melalui rima glottis
10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu
napas( alat resusitasi )
Klasifikasi Mallampati :
Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :
c. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)
Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol
pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12-20 x permenit.Setelah
operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian
kita akhiri efek anestesinya.
Teknik sama dengan diatas
Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)
Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.
VII. OBAT – OBAT DALAM ANESTESI UMUM
Jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau
inhalasi.
1. Anestetik intravena
Penggunaan :
Untuk induksi
Obat tunggal pada operasi singkat
Tambahan pada obat inhalasi lemah
Tambahan pada regional anestesi
Sedasi
Cara pemberian :
Obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat
Suntikan berulang (intermiten)
Diteteskan perinfus
Obat anestetik intravena meliputi :
a. Benzodiazepine
Sifat : hipnotik – sedative, amnesia anterograd, atropine like effect,
pelemas otot ringan, cepat melewati barier plasenta.
Kontraindikasi : porfiria dan hamil.
Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam :
induksi : 0,15 – 0,45 mg/kg IV.
b. Propofol
Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting.
Propofol dapat menghasilkan anestesi kecepatan yang sama dengan
pemberian barbiturat secara inutravena, dan waktu pemulihan yang
lebih cepat. Dosis : 2 – 2,5 mg/kg IV.
c. Ketamin
Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general
anaesthetic.Indikasi pemakaian ketamin adalah prosedur dengan
pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan
ortopedi, pasien resiko tinggi dan asma. Dosis pemakaian ketamin
untuk bolus 1- 2 mg/kgBB dan pada pemberian IM 3 – 10 mg/kgBB.
d. Thiopentone Sodium
Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan
dalam air menjadi larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian
thiopental adalah induksi anestesi umum, operasi singkat, sedasi
anestesi regional, dan untuk mengatasi
kejang.Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi
mukosa jalan napas. Dosis 5 mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.
2. Anestetik inhalasi
a. N2O
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara.N2O biasanya
tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja,
tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir.N2O
mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O
dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum
untuk mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% .gas ini
sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada
waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa
mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi
untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O
digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada
saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan secara
umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain
b. Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah
terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan
oksigen.Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja,
magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic.Karet larut dalam
halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga
pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut
fluotec.Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang
ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit
untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4
volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
c. Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar.Secara
kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda.
Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara
yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan
batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi
dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan
bersama N2O dan O2.isofluran merelaksasi otot sehingga baik
untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran
tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin.
Peningkatan frekuensi nadi dan takikardiadihilangkan dengan
pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg
morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia
diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi
dengan mengatur dosis.Pada anestesi yang dalam dengan isofluran
tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran.
Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1
MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan
tekanan intracranial.
d. Sevofluran
Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling
disukai untuk induksi inhalasi.
VIII. SKOR PEMULIHAN PASCA ANESTESI
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama
yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih
dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan
atau masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR).
A. Aldrete Score
Nilai Warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
B. Steward Score (anak-anak)
Pergerakan
Gerak bertujuan 2
Gerak tak bertujuan 1
Tidak bergerak 0
Pernafasan
Batuk, menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
Perlu bantuan 0
Kesadaran
Menangis 2
Bereaksi terhadap rangsangan 1
Tidak bereaksi 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
Gambar 1. Klasifikasi nevus pigmentosus secara histologi
Bila ditinjau secara histologis, sel nevus memiliki prevalensi tinggi
menjadi suatu melanoma. Hal ini membuat lesi berpigmen intraoral
sebaiknya tidak di abaikan begitu saja dan dilakukan suatu biopsy.
d. Diagnosis banding: untuk nevus memiliki beberapa diagnosis banding
berupa amalgam tattoo, melanoma macule, dan melanoma
e. Perawatan: karena diketahui memiliki kemampuan untuk menjadi suatu
melanoma, maka perawatan yang dianjurkan adalah suatu eksisi
menyeluruh terhadap lesi. Hasil eksisi dapat dilakukan biopsy selanjutnya.