sken 2.2.docx

39
definisi Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular. Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang . Etiologi (Faktor risiko) Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak memiliki beberapa faktor risiko tersebut. 2 Beberapa faktor risiko tersebut 3,4 : Umur : Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause. Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi

Upload: udunk-adhink

Post on 21-Dec-2015

258 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: sken 2.2.docx

definisi

Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan

kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker

merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit

kardiovaskular. Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3

juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang.

Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di

antaranya ditemukan di negara sedang berkembang .

Etiologi (Faktor risiko)

Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk

berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak memiliki

beberapa faktor risiko tersebut.2 Beberapa faktor risiko tersebut 3,4 :

Umur :

Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring

bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata

pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause.

Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35

tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih

tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah.

Riwayat kanker payudara :

Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara

mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang

lainnya.

Riwayat Keluarga :

Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau

saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih

tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40

Page 2: sken 2.2.docx

tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga

ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.

Perubahan payudara tertentu :

Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang

terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan

meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical

hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].

Perubahan Genetik :

Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya

kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya.

BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-

1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan

tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan

invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan

reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan

mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang

abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia

yang lebih dini.

Riwayat reproduksi dan menstruasi :

Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko

untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan

justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah

siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas,

dan menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan

peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi

pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua

umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat.

Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai estrogen,

atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga

meningkatkan risiko kanker.

Page 3: sken 2.2.docx

Ras :

Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,

dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi

pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.

Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :

Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara)

sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan

meningkat di kemudian hari.

Kepadatan jaringan payudara :

Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang

pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih

padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.

Overweight atau Obese setelah menopause:

Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause

meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen

utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione

menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas

berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang.

Kurangnya aktivitas fisik :

Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk

menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu

mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.

Diet :

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum

alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol

akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan

berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum,

sehingga akan meningkatkan risiko kanker.

Diagnosis

Page 4: sken 2.2.docx

a. Gejala

Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :

1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting

susunya

a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah

ketiak

b. Puting susu terasa mengeras

2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya

a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara

b. Puting susu tertarik ke dalam payudara

c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak.

Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.

3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu

Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika

sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar

limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke

berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.4

Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada

payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang

ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada

puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit

payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita

dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara

biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.6

b. Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi

Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah

terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6

Page 5: sken 2.2.docx

2. Palpasi

Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi

kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang

teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,

konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6

c. Pemeriksaan penunjang

1. Mammografi

Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk

mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.

Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi

setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui

palpasi.6

Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan

teknik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas

gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1

Page 6: sken 2.2.docx

sentigray (cGy) setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray

thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat

digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai

2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO).

MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk

kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO,

CC memberikan visualisasi yang lebih baik pada aspek medial dan

memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.

Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara

dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.

Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain

massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan

asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran

mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda,

yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada.

Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi

karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%.

Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN)

menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan

pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan

payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan mammografi.

Pada suatu penelitian atas screening mammography, menunjukkan reduksi

sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada

populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.7

2. Ultrasonografi (USG)

Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk

membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan

untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada

Page 7: sken 2.2.docx

pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas

yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian

tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus,

berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas

yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan,

tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga

digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-

needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan

pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak

dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm.6

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada

mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada

pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka

kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.6

MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan

untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma

mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam

memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,

menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau

menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.7

4. Biopsi

Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan

sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional

Page 8: sken 2.2.docx

dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam

diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah

pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi

false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat

false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak

akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi

FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan

sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.

Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti

jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core

needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di

klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7

Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum

memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat

dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif,

memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi

ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open

biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi

insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila

tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan

gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi

tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa

payudara diambil.2,7

5. Biomarker

Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker

sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.

Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara

Page 9: sken 2.2.docx

inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil

akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan

histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada

karsinoma.

Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae

antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen

(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio

bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor

(VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor

receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan

epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53.

SEBENERNYA BANGIANKU CUMA DARI SINI KEBAWAH

Invasive carcinoma

I. Paget’s disease dari papilla mammae

Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada

tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla

mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease

biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan

mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan

menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan

pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan

bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk

Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical

mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.

II. Invasive ductal carcinoma

a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)

Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%

kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun

makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita

perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai

Page 10: sken 2.2.docx

massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan

meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di

bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke

sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam

kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.

b. Medullary carcinoma (4%)

Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,

berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan

kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1.

Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis

dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik

mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular

yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti

pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola

pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi

duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS

dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10%

menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-

year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular

carcinoma.

c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)

Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain

dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang

invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan

pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini

dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.

d. Papillary carcinoma (2%)

Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara

sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan

pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.

Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan

kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang

Page 11: sken 2.2.docx

rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular

carcinoma.

e. Tubular carcinoma (2%)

Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara

sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan

pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term

survival mendekati 100%.

III. Invasive lobular carcinoma (10%)

Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.

Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli

tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi

adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring

cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena

pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.

Nevus Pigmentosus

a. Etiologi: adalah suatu lesi berpigmen yang sering dikaitkan dengan

kelainan congenital baik secara sel maupun jaringan. Nevus pigmentosus

secara awam juga dikenal dengan tahi lalat (mole).

b. Gambaran Klins: nevus pigmentosus adalah suatu lesi yang umumnya

muncul setelah kelahiran maupun pada masa kanak-kanak. Lesi pada oral

umumya berupa nodul atau papul dengan ukuran kurang dari 0,5 cm.

Palatum meruoakan bagian oral yang memiliki prevalensi kasus terbesar.

Sedangkan mukosa pipi, mukosa bibir, vermilion border, dan vestibulum

adalah daerah lain yang mungkin terdapat nevus.

Page 12: sken 2.2.docx

Gambar 2. Nevus pigmentosus intraoral pada palatum

c. Secara histologis nevus dapat dibagi berdasarkan lokasinya:

1. Junctional nevus: bila sel nevus berada di batas antara epitel dengan

jaringan ikat.

2. Intramukosa nevus: bila sel nevus berada pada jaringan ikat.

3. Compound nevus: bila sel nevus berada pada dua daerah sekaligus,

baik pada jaringan ikat maupun pada sel epitel.

4. Blue nevus: bila sel nevus terletak amat dalam pada jaringan ikat dan

berbentuk seperti gerombol.

ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI)

Page 13: sken 2.2.docx

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan

aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu

tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai

prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi

digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.Anestesi umum yang sempurna

menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan

resiko yang tidak diinginkan dari pasien.

I. TUJUAN ANESTESI UMUM

Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan

stabilisasi otonom.

II. SYARAT, KONTRAINDIKASI DAN KOMPLIKASI ANESTESI

UMUM

Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah :

a. Memberi induksi yang halus dan cepat.

b. Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons

c. Timbulkan keadaan amnesia

d. Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernapasan.

e. Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk

tindakan operasi.

f. Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang

berlangsung lama.

Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis

derajat III – IV, AV blok derajat II – total (tidak ada gelombang P).

Kontraindikasi Relatif berupa hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110),

DM tak terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA.

Page 14: sken 2.2.docx

Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang mengalami

kelainan.Pada pasien dengan gangguan hepar, harus dihindarkan pemakaian obat

yang bersifat hepatotoksik.Pada pasien dengan gangguan jantung, obat – obatan

yang mendepresi miokard atau menurunkan aliran koroner harus dihindari atau

dosisnya diturunkan.Pasien dengan gangguan ginjal, obat – obatan yang

diekskresikan melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang

memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat yang

meningkatkan kadar gula darah, obat yang merangsang susunan saraf simpatis

pada penyakit diabetes basedow karena dapat menyebabkan peningkatan kadar

gula darah.

Sedangkan komplikasi kadang – kadang tidak terduga walaupun tindakan

anestesi telah dilakukan dengan sebaik – baiknya.Komplikasi dapat dicetuskan

oleh tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri.Komplikasi dapat timbul

pada waktu pembedahan ataupun setelah pembedahan. Komplikasi

kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg

atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan

darah pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat

membahayakan khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras

dengan kebutuhan – kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat

menyebabkan iskemik atau infark apabila tidak tercukupi kebutuhannya.

Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak sadar , hipersensitifitas

ataupun adanya peningkatan suhu tubuh.

III. PERSIAPAN UNTUK ANESTESI UMUM

Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum

pasien menjalani suatu tindakan operasi.Pada saat kunjungan, dilakukan

wawancara (anamnesis) sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat

anestesi sebelumnya, adakah penyakit – penyakit sistemik, saluran napas, dan

alergi obat.Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan gigi –

geligi, tindakan buka mulut, ukuran lidah, leher kaku dan pendek.Perhatikan pula

hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan penyakit yang sedang

Page 15: sken 2.2.docx

dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa pendarahan, masa

pembekuan), radiologi, EKG.

Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan

dengan status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist

(ASA).

ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.

ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang

baik karena penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya: pasien batu

ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan

lekositosis dan febris.

ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang

diakibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi

dengan septisemia, atau pasien ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium.

ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara

langsung mengancam kehidupannya. Contohnya: Pasien dengan syok atau

dekompensasi kordis.

ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun

dioperasi atau tidak. Contohnya: pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan

syok hemoragik karena ruptur hepatik.

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan

mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE

Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi

lambung karena regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan elektif,

pengosongan lambung dilakukan dengan puasa : anak dan dewasa 4 – 6 jam,

bayi 3 – 4 jam. Pada pembedahan darurat pengosongan lambung dapat

dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu

menetralkan asam lambung dengan memberikan antasida (magnesium trisilikat)

atau antagonis reseptor H2 (ranitidin).Kandung kemih juga harus dalam keadaan

kosong sehingga boleh perlu dipasang kateter.Sebelum pasien masuk dalam

kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin

pembedahan secara tertulis (informed concent).

Page 16: sken 2.2.docx

Premedikasi sendiri ialah pemberian obat ½ - 1 jam sebelum induksi

anestesia dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari

anestesia, menghilangkan rasa khawatir,membuat amnesia, memberikan

analgesia dan mencegah muntah, menekan refleks yang tidak diharapkan,

mengurasi sekresi saliva dan saluran napas.

Obat – obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain :

Gol. Antikolinergik

Atropin.Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual

dan muntah, melemaskan tonus otot polos organ – organ dan menurunkan

spasme gastrointestinal. Dosis 0,4 – 0,6 mg IM bekerja setelah 10 – 15

menit.

Gol. Hipnotik – sedatif

Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital).Diberikan untuk sedasi dan

mengurangi kekhawatiran sebelum operasi.Obat ini dapat diberikan secara

oral atau IM.Dosis dewasa 100 – 200 mg, pada bayi dan anak 3 – 5

mg/kgBB.Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan

efek depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang

menyebabkan mual dan muntah.

Gol. Analgetik narkotik

Morfin.Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan menjelang

operasi.Dosis premedikasi dewasa 10 – 20 mg. Kerugian penggunaan morfin

ialah pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus pada pasien asma,

mual dan muntah pasca bedah ada.

Pethidin.Dosis premedikasi dewasa 25 – 100 mg IV.Diberikan untuk

menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot

polos.Pethidin juga berguna mencegah dan mengobati menggigil pasca

bedah.

Gol. Transquilizer

Diazepam (Valium).Merupakan golongan benzodiazepine.Pemberian dosis

rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik.Dosis premedikasi

dewasa 0,2 mg/kgBB IM.

Page 17: sken 2.2.docx

IV. METODE PEMBERIAN ANESTESI UMUM

Obat obat anestesi umum bisa diberikan melalui Perenteral (Intravena,

Intramuscular), perektal (melalui anus) biasanya digunakan pada bayi atau

anak-anak dalam bentuk suppositoria, tablet, semprotan yang dimasukan ke

anus.Perinhalasi melalui isapan, pasien disuruh tarik nafas dalam kemudian

berikan anestesi perinhalasi secara perlahan.

V. STADIUM ANESTESI

Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia

sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stdium 4

sampai henti napas dan henti jantung.

Stadium I

Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat

anestetik sampai hilangnya kesadaran.Pada stadium ini pasien masih dapat

mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).Tindakan

pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat

dilakukan pada stadium ini.Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya

reflekss bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).

Stadium II

Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai

dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+),

pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan

diakhiri dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata.

Stadium III

Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga

hilangnya pernapasan spontan.Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan

spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke

kiri dan kekanan dengan mudah.

Stadium IV

Page 18: sken 2.2.docx

Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera

diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien

sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman

anestesi yang berlebihan.

TANDA REFLEKS PADA MATA

Refleks pupil

Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya

dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/

stadium yang paling baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis maksimal

menandakan pasien mati.

Refleks bulu mata

Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi.Apabila saat

dicek refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.

Refleks kelopak mata

Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa digunakan untuk

memastikan efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik

palpebra atas ada respon tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah

masuk stadium 1 ataupun 2.

Refleks cahaya

Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat kita

beri rangsangan cahaya.

VI. TEKNIK ANESTESI UMUM

a. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan

Indikasi :

Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)

Keadaan umum baik (ASA I – II)

Lambung harus kosong

Prosedur :

Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)

Page 19: sken 2.2.docx

Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat

penenang) efek sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non

opioid, dll

Induksi

Pemeliharaan

b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan

Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET=

endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi; operasi lama,

sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala)

Prosedur :

1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn

durasi singkat)

2. Intubasi setelah induksi dan suksinil

3. Pemeliharaan

Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:

S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-

Scope

T = Tubes. Pipa trakea. Usia >5 tahun dengan balon(cuffed)

A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring)

yang digunakanuntuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak

menymbat jalan napas

T = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut

I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah

dimasukkan

C = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia

S = Suction. Penyedot lendir dan ludah

Teknik Intubasi

1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap

2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+)

3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt

Page 20: sken 2.2.docx

4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong

kepala sedikit ekstensi → mulut membuka

5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi

sedikit, menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri

6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau

angkat epiglotis ( pada bilah lurus )

7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )

8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah

9. Masukan ET melalui rima glottis

10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu

napas( alat resusitasi )

Klasifikasi Mallampati :

Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :

c. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)

Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol

pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12-20 x permenit.Setelah

operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian

kita akhiri efek anestesinya.

Teknik sama dengan diatas

Page 21: sken 2.2.docx

Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)

Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.

VII. OBAT – OBAT DALAM ANESTESI UMUM

Jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau

inhalasi.

1. Anestetik intravena

Penggunaan :

Untuk induksi

Obat tunggal pada operasi singkat

Tambahan pada obat inhalasi lemah

Tambahan pada regional anestesi

Sedasi

Cara pemberian :

Obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat

Suntikan berulang (intermiten)

Diteteskan perinfus

Obat anestetik intravena meliputi :

a. Benzodiazepine

Sifat : hipnotik – sedative, amnesia anterograd, atropine like effect,

pelemas otot ringan, cepat melewati barier plasenta.

Kontraindikasi : porfiria dan hamil.

Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam :

induksi : 0,15 – 0,45 mg/kg IV.

b. Propofol

Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting.

Propofol dapat menghasilkan anestesi kecepatan yang sama dengan

pemberian barbiturat secara inutravena, dan waktu pemulihan yang

lebih cepat. Dosis : 2 – 2,5 mg/kg IV.

c. Ketamin

Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general

anaesthetic.Indikasi pemakaian ketamin adalah prosedur dengan

Page 22: sken 2.2.docx

pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan

ortopedi, pasien resiko tinggi dan asma. Dosis pemakaian ketamin

untuk bolus 1- 2 mg/kgBB dan pada pemberian IM 3 – 10 mg/kgBB.

d. Thiopentone Sodium

Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan

dalam air menjadi larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian

thiopental adalah induksi anestesi umum, operasi singkat, sedasi

anestesi regional, dan untuk mengatasi

kejang.Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi

mukosa jalan napas. Dosis 5 mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.

2. Anestetik inhalasi

a. N2O

Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak

berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara.N2O biasanya

tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja,

tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir.N2O

mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O

dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum

untuk mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% .gas ini

sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada

waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa

mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi

untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O

digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada

saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan secara

umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain

b. Halotan

Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah

terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan

oksigen.Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja,

magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic.Karet larut dalam

Page 23: sken 2.2.docx

halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga

pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut

fluotec.Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang

ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit

untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4

volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.

c. Isofluran

Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar.Secara

kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda.

Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara

yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan

batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi

dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan

bersama N2O dan O2.isofluran merelaksasi otot sehingga baik

untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran

tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin.

Peningkatan frekuensi nadi dan takikardiadihilangkan dengan

pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg

morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia

diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi

dengan mengatur dosis.Pada anestesi yang dalam dengan isofluran

tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran.

Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1

MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan

tekanan intracranial.

d. Sevofluran

Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling

disukai untuk induksi inhalasi.

VIII. SKOR PEMULIHAN PASCA ANESTESI

Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama

yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih

Page 24: sken 2.2.docx

dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan

atau masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR).

A. Aldrete Score

Nilai Warna

Merah muda, 2

Pucat, 1

Sianosis, 0

Pernapasan

Dapat bernapas dalam dan batuk, 2

Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1

 Apnoea atau obstruksi, 0

Sirkulasi

Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2

Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1

Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0

Kesadaran  

Sadar, siaga dan orientasi, 2

Bangun namun cepat kembali tertidur, 1

Tidak berespons, 0

Aktivitas  

Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2

Dua ekstremitas dapat digerakkan,1

Tidak bergerak, 0

Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

 B. Steward Score (anak-anak)

Pergerakan

Gerak bertujuan 2

Gerak tak bertujuan 1

Tidak bergerak 0

Pernafasan

Batuk, menangis 2

Pertahankan jalan nafas 1

Page 25: sken 2.2.docx

Perlu bantuan 0

Kesadaran

Menangis 2

Bereaksi terhadap rangsangan 1

Tidak bereaksi 0

Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

Gambar 1. Klasifikasi nevus pigmentosus secara histologi

Bila ditinjau secara histologis, sel nevus memiliki prevalensi tinggi

menjadi suatu melanoma. Hal ini membuat lesi berpigmen intraoral

sebaiknya tidak di abaikan begitu saja dan dilakukan suatu biopsy.

d. Diagnosis banding: untuk nevus memiliki beberapa diagnosis banding

berupa amalgam tattoo, melanoma macule, dan melanoma

Page 26: sken 2.2.docx

e. Perawatan: karena diketahui memiliki kemampuan untuk menjadi suatu

melanoma, maka perawatan yang dianjurkan adalah suatu eksisi

menyeluruh terhadap lesi. Hasil eksisi dapat dilakukan biopsy selanjutnya.