laporan sken a blok 9.docx

107
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Blok Sistem Neuromuskuloskeletal adalah blok kesembilan pada semester III dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang memaparkan Rony, anak laki- laki, 3 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSMP dengan keluhan kejang yang terjadi sejak 30 menit yang lalu, saat di RS kejang masih berlangsung, frekuensi kejang 3 kali, interval antar kejang 5 jam. Intertiktal dan postiktal Rony tidak sadar. Kejang hamper seluruh badan, tangan dan kaki tegang lurus, mata mendelik ke atas. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS, Rony panas tinggi disertai keluarnya cairan melalui telinga. Panas makin lama makin tinggi. Ibu Rony hanya member obatpenurun panas yang diberi diwarung. Panas turun setelah diberi obat penurun panas tapi kemudian naik kembali. Rony belum pernah kejang sebelumnya. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu : Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 1

Upload: nurfridaaini

Post on 16-Feb-2016

258 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan sken A blok 9.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Sistem Neuromuskuloskeletal adalah blok kesembilan pada

semester III dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang

memaparkan Rony, anak laki-laki, 3 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSMP

dengan keluhan kejang yang terjadi sejak 30 menit yang lalu, saat di RS

kejang masih berlangsung, frekuensi kejang 3 kali, interval antar kejang 5

jam. Intertiktal dan postiktal Rony tidak sadar. Kejang hamper seluruh badan,

tangan dan kaki tegang lurus, mata mendelik ke atas.

Sejak 1 minggu sebelum masuk RS, Rony panas tinggi disertai

keluarnya cairan melalui telinga. Panas makin lama makin tinggi. Ibu Rony

hanya member obatpenurun panas yang diberi diwarung. Panas turun setelah

diberi obat penurun panas tapi kemudian naik kembali. Rony belum pernah

kejang sebelumnya.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari

sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan

metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 1

Page 2: Laporan sken A blok 9.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Ratih Pratiwi, Sp.OG

Moderator : Falaah Islama

Sekretaris Papan : Nurfrida Aini

Sekretaris Meja : Anindia Elok Susanti

Waktu : Senin, 2 November 2015

Pukul 08.00 – 10.30 WIB.

Rabu, 4 November 2015

Pukul 08.00 – 10.30 WIB.

The Rule of Tutorial : 1. Menonaktifkan ponsel atau mengkondisikan

ponsel dalam keadaan diam

2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan

argumen.

3. Izin saat akan keluar ruangan

2.2 Skenario Kasus

Susi, anak perempuan 2 tahun dibawa ibunya ke IGD RSUD BARI

dengan keluhan kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang (+-) 15

menit, frekuensi kejang 2 kali, interval antar kejang 4 jam, saat kejang

berlangsusng susi tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah kejang Susi

sadar. Kejang hampie seluruh badan tangan dan kaki kelojotan, mata

mendelik keatas. Saat tiba di IGD, Susi kejang kembali, lama kejang (+-) 5

menit, bentuk kejang sama seperti kejang sebelumnya.

Sejak satu hari sebelum masuk RS, Susi panas disertai batuk pilek.

Panas makn lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas tinggi,

Susi mengalami kejang. Susi belum pernah mengalami kejang

sebelumnya. Ayah Susi pernah kejang demam saat bayi. Susi lahie spontan

ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung menangis.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 2

Page 3: Laporan sken A blok 9.docx

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Kesadaran kompos mentis

Tanda Vital: Nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi napas

30x/menit, suhu 39,5 derajat

Keadaan Spesifik

Kepala: mata: pupil isokor, reflex cahaya (+), hidung: rinorea (+/+), faring:

hiperemis, tonsil:T1-T1, detritus (+)

Leher: tidak ada kaku kuduk

Thorak: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II, bising jantung (-),

paru: vesikuler normal, ronki tidak ada

Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada

Status neurologikus:

Nn. Craniales : sulit dinilai

Fungsi motorik:

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Refleks Fisiologis Normal Normal normal Normal

Refleks Patologis - - - -

2.3. Klarifikasi Istilah

No Istilah Klarifikasi

1 Kejang Kontraksi otot berlebihan dan terjadi

diluar kehendak

2 Interval Masa tenggang diantara dua kejadian.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 3

Page 4: Laporan sken A blok 9.docx

3 Kelojotan

4 Mendelik Membelalak matanya (melotot).

5 Kejang Demam Kejang yang didahului demam

sebelumnya.

6 Lahir Spontan Lahir pervaginam dengan tenaga ibu

sendiri.

7 Pupil Isokor Kesamaan ukuran pupil di kedua mata.

8 Rinorea Sekresi mukus encer dari hidung.

9 Hiperemis Pembengkakan atau kelebihan darah pada

bagian tertentu.

10 Detritus Bahan partikulat yang dihasilkan atau

tersisa setelah pengausan atau

disintergrasi jaringan.

11 Kaku Kuduk Keras tak dapat dilentukan pada bagian

leher sebelah belakang atau tengkuk.

12 Retraksi Tindakan menarik kembali atau keadaan

tertarik kembali.

13 Vesikuler Berkenaan dengan kulit terbentuk dari

vesikel dan memiliki frekuensi bunyi

yang rendah seperti bunyi napas normal

pada paru.

14 Ronki Suara yang dihasilkan saat udara melewati

jalan napas yang penuh cairan atau

mukus, terdengar saat inspirasi maupun

ekspirasi.

15 Akral Berkenaan dengan memengaruhi tungkai

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 4

Page 5: Laporan sken A blok 9.docx

atau ektremitas lain.

16 Tonus Kontraksi otot ringan dan terus menerus

yang pada otot otot rangka membantu

dalam mempertahankan postur dan

pengembalian darah ke jantung.

17 Klonus Serangkai kontraksi dan relaksasi otot

involunter yang bergantian secara cepat.

18 Eutoni Keadaan tonus normal.

19 Refleks Fisiologis Refleks yang terjadi secara normal.

20 Refleks Patologi Refleks yang terjadi karena adanya

gangguan atau kerusakan system saraf.

2.4. Identifikasi Masalah

1. Susi, anak perempuan 2 tahun dibawa ibunya ke IGD RSUD BARI

dengan keluhan kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang (+-)

15 menit, frekuensi kejang 2 kali, interval antar kejang 4 jam, saat

kejang berlangsusng susi tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah

kejang Susi sadar. Kejang hampie seluruh badan tangan dan kaki

kelojotan, mata mendelik keatas. Saat tiba di IGD, Susi kejang

kembali, lama kejang (+-) 5 menit, bentuk kejang sama seperti kejang

sebelumnya.

2. Sejak satu hari sebelum masuk RS, Susi panas disertai batuk pilek.

Panas makn lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas

tinggi, Susi mengalami kejang.

3. Susi belum pernah mengalami kejang sebelumnya.

4. Ayah Susi pernah kejang demam saat bayi.

5. Susi lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung

menangis.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 5

Page 6: Laporan sken A blok 9.docx

6. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Kesadaran kompos mentis

Tanda Vital: Nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi

napas 30x/menit, suhu 39,5 derajat

7. Keadaan Spesifik

Kepala: mata: pupil isokor, reflex cahaya (+), hidung: rinorea (+/+),

faring: hiperemis, tonsil:T1-T1, detritus (+)

Leher: tidak ada kaku kuduk

Thorak: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II, bising

jantung (-), paru: vesikuler normal, ronki tidak ada

Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada

8. Status neurologikus:

Nn. Craniales : sulit dinilai

Fungsi motorik:

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Refleks Fisiologis Normal Normal normal Normal

Refleks Patologis - - - -

2.5. Analisis Masalah

1. Susi, anak perempuan 2 tahun dibawa ibunya ke IGD RSUD BARI

dengan keluhan kejang yang terjadi 2 jam yang lalu, lama kejang (+-)

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 6

Page 7: Laporan sken A blok 9.docx

15 menit, frekuensi kejang 2 kali, interval antar kejang 4 jam, saat

kejang berlangsusng susi tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah

kejang Susi sadar. Kejang hampir seluruh badan tangan dan kaki

kelojotan, mata mendelik keatas. Saat tiba di IGD, Susi kejang

kembali, lama kejang (+-) 5 menit, bentuk kejang sama seperti kejang

sebelumnya.

a. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histology dari otak?

Jawab:

1) Anatomi

Kulit kepala terdiri dari 5 lapis, yakni SCALP

S Skin, kulit tebal dan berambut yang mengndung banyak

kelenjar sebacea.

C Connective tissue, jaringan ikat di bawah kulit, yang

merupakan jaringan lemak fibrosa.

A Aponeurosi (epicranial), lembaran tendo yang tipis yang

menghubungkan venter occipitale dan venter frontale

m. Occipitofrontalis

L Loose areolar tissue, jaringan ikat longgar yang mengisi

spatium subaponeuroticum, dan secara longgar

menghubungkan aponeurosis epicranialis dengan

periosteum cranium.

P Pericranium, merupakan periosteum yang menutupi

permukaan luar tengkorak.

Otak dibungkus oleh 3 membran (meninges), yakni:

1) Duramater:

Lapisan endosteal yaitu periosteum yang meliputi

permukaan dalam tulang-tulng tengkorak.

Lapisan meningeal yaitu (duramater yang sebe-

narnya) merupakan membran fibrosa padat dan kuat

yang membungkus otak.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 7

Page 8: Laporan sken A blok 9.docx

2) Arachnoideamater merupakan membran impermeabel

halus yang meliputi otak.

3) Piamater merupakan membran vaskular yang dengan

erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk

kedalam sulci yang paling dalam.

Otak terdiri dari 3 bagian utama yakni Rhombencephalon

(Metencephalon {pons & cerebellum} & Mielencephalon

{MO}), Mesencephalon, Prosencephalon (Diencephalon &

cerebrum)

1) Rombhencephalon :

a. Medula oblongata berbentuk conus, pada bagian su-

perior berhubungan dengan pons, dan bagian inferior

berhubungan dengan MS. MO terdapat banyak neuron

(nuclei) berfungsi untuk menyalurkan serabut-serabut

saraf ascendens dan descendens.

b. Pons (jembatan) dinamakan dari banyaknya ser-

abut yang berjalan transversal pada permukaan anteri-

ornya yang menghubungkan kedua hemispherium

cerebelli.

c. Cerebellum terletak di dalam fossa cranii posterior.

Terdiri dari 2 hemispherium yang dihubungkan oleh

sebuah bagian median (vermis).

2) Mesencephalon bagian sempit otak yang

menghubungkan prosencephalon dengan rhomben-

cephaloncephalon. Rongga sempit di mesencephalon

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 8

Page 9: Laporan sken A blok 9.docx

adalah aqueductus cerebri. Mesencephalon terdapat

banyak nuclei dan berkas swrabut-serabut saraf asendens

dan desendens.

3) Prosencephalon:

a. Diencephalon terdiri dari thalamus pada bagian

dorsal dan hypothalamus di bagian ventral.

b. Cerebrum bagian otak besar yang terdiri dari 2

hemispheriumcerebri yng dihubungkan oleh masa

substantia alba (corpus callosum)

Batang otak merupakan istilah untuk gabungan MO, pons,

Mesencephalon: truncus encephali) (Snell, RS.2006).

2) Fisiologi

1. Otak

1. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan

berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan,

memori dan kemampuan visual dan kecerdasan intelek-

tual atau IQ.

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang

disebut Lobus, yaitu:

a. Lobus Frontal, berhubungan dengan kemampuan

membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,

perencanaan, penyelesaian masalah, memberi

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 9

Page 10: Laporan sken A blok 9.docx

penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol

perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara

umum.

b. Lobus Parietal, berhubungan dengan proses sensor

perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

c. Lobus Temporal, berhubungan dengan kemampuan

pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam

bentuk suara.

d. Lobus Occipital, berhubungan dengan rangsangan

visual yang memungkinkan manusia mampu

melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap

oleh retina mata.

2. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,

diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,

mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan

tubuh.

3. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk

pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh,

mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber

insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau

lari) saat datangnya bahaya.Batang Otak terdiri dari tiga

bagian, yaitu:

a. Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid

Brain) berfungsi dalam hal mengontrol respon

penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,

mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

b. Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak,

seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan

pencernaan.

4. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan,

mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis,

rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 10

Page 11: Laporan sken A blok 9.docx

metabolisme dan juga memori jangka panjang

(Gillen,2003).

2. Cairan Serebro Spinal

Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid

merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak

dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar.

Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml,

volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-

162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari

jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra

sel.

Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35

ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan

serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini

merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan,

sirkulasi dan absorpsi.Untuk mempertahankan jumlah cairan

serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal

diganti 4-5 kali dalam sehari.

Fungsi Cairan Serebrospinalis (CSS)

1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-

unsur pokok pada CSS berada dalam keseimbangan dengan

cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan

luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf.

2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi

berat otak dalam tengkorak dan menyediakan bantalan

mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang

mengenai tulang tengkorak

3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari

otak, seperti CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting

karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 11

Page 12: Laporan sken A blok 9.docx

untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi

purulen dan nekrotik lainnya yang akan

diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.

4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral.

Hormon-hormon dari lobus posterior hipofise,

hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke

CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.

5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara

pengurangan CSS dengan mengalirkannya ke luar rongga

tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui

berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau

masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang

mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

(Sherwood L. 2002).

3) Histologi

Lapisan yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk

struktur sulkus dan girus. Lapisan ini jika ditinjau secara

mikroskopik akan terlihat bahwa tersusun atas enam lapisan,

yakni:

1. Lapisan molekularis merupakan lapisan terluar dan terletak

tepat di bawah lapisan piamater. Mengandung sel-sel neu-

roglia dan sel horizontal Cajal.

2. Lapisan granularis externa merupakan mengandung sel neu-

roglia dan sel piramid kecil

3. Lapisan piramidalis externa merupakan tipe predominan

adalah sel piramid ukuran sedang

4. Lapisan granularisinterna merupakan lapisan tipis dengan

sel granula kecil (stellate), sel piramid, dan neuroglia.

Lapisan ini merupakan lapisan yang paling padat.

5. Lapisan piramidalis interna merupakan mengandung sel

neuroglia dan sel piramid terbesar.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 12

Page 13: Laporan sken A blok 9.docx

6. Lapisan sel multiformis merupakan lapisan terdalam dan

berbatasan dengan substansia alba, dengan varian sel yang

banyak..

a. Korteks cerebelli

Lipatan-lipatan dalam di korteks (folia serebelli) yang

dipisahkan oleh sulci.

1. Lapisan molecular merupakan lapisan terluar, mengan-

dung neuron kecil dan serat saraf.

2. Lapisan Purkinjense merupakan (lapisan ganglioner), di

tengah, mengandung banyak sel-sel Purkinje yang besar

dan berbentuk seperti botol dan khas untuk serebelum.

Dendritnya bercabang dan memasuki lapisan molekular,

sementara akson termielinasi menembus substansia alba.

3. Lapisan granular merupakan lapisan terdalam, mengan-

dung sel granula kecil, sel Golgi tipe II dan ruang kosong

yaitu gromeruli (Eroschenko, VP. 2010).

Saraf Kepala (Saraf Otak)

Susunan saraf terdapat pada bagian kepala yang keluar dari

otak dan melewati lubang yang terdapat pada tulang

tengkorak berhubungan erat dengan otot panca indera mata,

telinga, hidung, lidah dan kulit. Di dalam kepala ada dua

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 13

Page 14: Laporan sken A blok 9.docx

saraf cranial, beberapa diantaranya adalah serabut campuran

gabungan saraf motorik dan saraf sensorik tetapi ada yang

terdiri dari saraf motorik saja atau hanya sensorik saja,

misalnya alatalat panca indera. Saraf kepala terdiri dari:

Saraf Cranialis

Pada otak terdapat 12 saraf tepi, yakni :

1) Saraf Olfaktorius (N.I)

2) Saraf Optikus (N. Ii)

3) Saraf Okulomotorius (N. Iii)

4) Saraf Troklearis (N. Iv)

5) Saraf Trigeminus (N. V)

6) Saraf Abdusens (N. Vi)

7) Saraf Fasialis (N. Vii)

8) Saraf Vestibulokoklearis (N. Viii)

9) Saraf Glosofaringeus (N. Ix)

10) Saraf Vagus (N. X)

11) Saraf Asesorius (N. Xi)

12) Saraf Hipoglosus (N. Xii)

Pembahasan:

1) Nervus Olfaktorius

Sifatnya sensorik menyerupai hidung membawa

rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke

otak. Fungsinya: saraf pembau yang keluar dari otak di

bawah dahi yang disebut lobus olfaktorius, kemudian saraf

ini melalui lubang yang ada di dalam tulang tapis akan

menuju rongga hidung selanjutnya menuju sel-sel

pancaindera.

2) Nervus Optikus

Sifatnya, sensoris, mensyarafi bola mata membawa

rangsangan penglihatan ke otak. Fungsinya, serabut mata

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 14

Page 15: Laporan sken A blok 9.docx

yang serabut-serabut sarafnya keluar dari bukit IV dan

pusat-pusat didekatnya serabut-serabut tersebut memiliki

tangkai otak dan membentuk saluran optik dan bertemu di

tangkai hipofise dan membentang sebagai saraf mata,

serabut tersebut tidak semuanya bersilang. Sebagian

serabut saraf terletak di sebelah sisi serabut yang berasal

dari saluran optik. Oleh sebab itu serabut saraf yang

datang dari sebelah kanan retina tiap-tiap mata terdapat di

dalam optik kanan begitu pula sebaliknya retina kiri tiap-

tiap mata terdapat disebelah kiri.

3) Nervus Okulomotoris

Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot

penggerak bola mata). Di dalam saraf ini terkandung

serabut-serabut saraf otonomi (para simpatis). Fungsinya:

saraf penggerak mata keluar dari sebelah tangkai otak dan

menuju ke lekuk mata dan mengusahakan persarafan otot

yang mengangkat kelopak mata atas, selain dari otot

miring atas mata dan otot lurus sisi mata.

4) Nervus Troklearis

Sifatnya motoris ia mensarafi otot-otot orbital.

Fungsinya: saraf pemutar mata yang pusatnya terletak

dibelakang pusat saraf penggerak mata, dan saraf

penggerak mata masuk ke dalam

lekuk mata menuju orbital miring atas mata.

5) Nervus Trigeminus

Sifatnya majemuk (sensoris motoris), saraf ini mempunyai

3 buah cabang yaitu:

a) Nervus optalmikus.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 15

Page 16: Laporan sken A blok 9.docx

Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian

depan kelompok mata atas, selaput lendir kelopak

mata dan bola mata.

b) Nervus maksilaris.

Sifatnya sensoris, mensarafi gigi-gigi atas, bibir atas,

palatum, batang hidung, rongga hidung dan sinus

maksilaris.

c) Nervus mandibularis.

Sifatnya majemuk (sensori dan motoris), serabut-

serabut motorisnya mensarafi otot-otot pengunyah,

serabut- serabut sensorinya mensarafi gigi bawah,

kulit daerah temporal dan dagu. Serabut rongga mulut

dan lidah dapat membawa rangsangan cita rasa ke

otak. Fungsinya: sebagai saraf kembar 3 dimana saraf

ini merupakan saraf otak terbesar yang mempunyai 2

buah akar saraf besar yang mengandung serabut saraf

penggerak. Dan di ujung tulang belakang yang

terkecil mengandung serabut saraf penggerak. Di

ujung tulang karang bagian perasa membentuk sebuah

ganglion yang dinamakan simpul saraf serta

meninggalkan rongga tengkorak.

6) Nervus Abdusen

Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.

Fungsinya: sebagai saraf penggoyang sisi mata dimana

saraf ini keluar disebelah bawah jembatan pontis

menembus selaput otak sela tursika. Sesudah sampai di

lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.

7) Nervus Fasialis

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), serabut-

serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput

lendir rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 16

Page 17: Laporan sken A blok 9.docx

serabut saraf otonomi (parasimpatis) untuk wajah dan kulit

kepala. Fungsinya: sebagai mimik dan menghantarkan

rasa pengecap, yang mana saraf ini keluar di sebelah

belakang dan beriringan dengan saraf pendengar.

8) Nervus Auditorius

Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengar

membawa rangsangan dari pendengaran dari telinga ke

otak. Fungsinya: sebagai saraf pendengar, yang mana saraf

ini mempunyai 2 buah kumpulan serabut saraf yaitu:

rumah keong (koklea), disebut akar tengah adalah saraf

untuk mendengar dan pintu halaman (vestibulum), disebut

akar tengah adalah saraf untuk keseimbangan.

9) Nervus Glossofaringeus

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), ia

mensarafi faring, tonsil dan lidah. Saraf ini dapat

membawa rangsangan cita rasa ke otak, di dalamnya

mengandung saraf-saraf otonomi. Fungsinya: sebagai saraf

lidah tekak dimana saraf ini melewati lorong diantara

tulang belakang dan karang, terdapat dua buah simpul

saraf yang di atas sekali dinamakan ganglion jugularis atau

ganglion atas dan yang dibawah dinamakan ganglion

petrosum atau ganglion bawah. Saraf ini (saraf lidah

tekak) berhubungan dengan nervus-nervus fasialis dan

saraf simpatis ranting 11 untuk ruang faring dan tekak.

10) Nervus Vagus

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris),

mengandung serabut-serabut saraf motorik, sensoris dan

para simpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 17

Page 18: Laporan sken A blok 9.docx

intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam

abdomen dan lain-lain. Fungsinya: sebagai saraf perasa,

dimana saraf ini keluar dari sumsum penyambung dan

terdapat di bawah saraf lidah tekak.

11) Nervus Assesorius

Sifatnya motoris, ia mensarafi muskulus

sternokloide mastoid dan muskulus trapezius. Fungsinya:

sebagai saraf tambahan, terbagi atas dua bagian, bagian

yang berasal dari otak dan bagian yang berasal dari

sumsum tulang belakang.

12) Nervus Hipoglosus

Sifatnya motoris, ia mensarafi otot-otot lidah.

Fungsinya: sebagai saraf lidah dimana saraf ini terdapat di

dalam sumsum penyambung. Akhirnya bersatu dan

melewati lubang yang terdapat Saraf ini juga memberikan

ranting-ranting pada otot yang melekat pada tulang lidah

dan otot lidah.

b. Apa yang dimaksud dengan kejang?

Jawab:

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 18

Page 19: Laporan sken A blok 9.docx

Lepasan muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau darah jaringan normal yang terganggu oleh proses pathologis. Kontraksi otot involunter yang kuat dan tiba-tiba.

Sintesa:

Kejang adalah suatu kejadian paroksismal (serangan yang secara sering dalam waktu yang singkat dan mempunyai gejala yang sama) yang disebabkan oleh lepasnya muatan hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP. Manifestasi kejang adalah kombinasi beragam dari perubahan tingkat kesadaran, serta gangguan fungsi motorik, sensorik, atau autonom, bergantung pada lokasi neuron-neuron fokus kejang ini (Price and Wilson. 2005).

c. Apa saja klasifikasi kejang?

Jawab:

Klasifikasi kejang terdiri dari:

1. Kejang Parsial

a. Parsial sederhana

b. Parsial kompleks

2. Kejang Generalisata

a. Tonik-Klonik

b. Absence

c. Mioklonik

d. Atonik

e. Tonik

f. Klonik

Sintesa:

Klasifikasi kejang antara lain:

1) Parsial

Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus di satu

bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 19

Page 20: Laporan sken A blok 9.docx

a) Parsial Sederhana

a. Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal, unilat-

eral), sensorik (merasakan, membaui, mendengar

sesuatu yang abnormal), autonomik (takikardia,

brakikardia, takipnu, kemerahan, rasa tidak enak di

epigastrium), psikik (disfagia, gangguan daya in-

gat)

b. Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit

b) Parsial Kompleks

Dimulai sebagai kejang parsial sederhana; berkembang

menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh

a. Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme

(mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, menarik-

narik baju)

b. Beberapa kejang parsial kompleks mungkin

berkembang menjadi kejang generalisata. Biasanya

berlangsung 1-3 menit

2) Generalisata

Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan fokal; bilateral dan

simetrik; tidak ada aura

a) Tonik-Klonik

Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan alvi;

menggigit lidah; fase pascaiktus

b) Absence

Sering salah didiagnosis sebagai melamun

a. Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak

mata bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus

postural tidak hilang

b. Berlangsung selama beberapa detik

c) Mioklonik

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 20

Page 21: Laporan sken A blok 9.docx

Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas di

beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat

d) Atonik

Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai

lenyapnya postur tubuh (drop attacks)

e) Klonik

Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan

tunggal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso

f) Tonik

Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,

kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan

dan ekstensi tungkai

a. Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi

b. Dapat menyebabkan henti napas

(Price, SA. & Wilson, LM., 2005).

Menurut IDAI klasifikasi kejang demam umumnya terbagi 2

1. Kejang demam sederhana

a. Kejang demam yang berlangsung singkat <15 menit

b. Akan berhenti sendiri

c. tidak terulang dalam waktu 24 jam

d. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara selu-

ruh kejang demam

e. Kejang tidak bersifat fokal

f. Sekitar 80-90% dari keseluruhan kasus kejang digo-

longkan kejang demam sederhana.

Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika

suhu meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua

tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam.

Kenaikan suhu yang tiba-tiba merupakan faktor yang penting

untuk menimbulkan kejang (Hendarto, 2002).

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 21

Page 22: Laporan sken A blok 9.docx

Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk

umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal,

kadang–kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika.

Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam

waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu

yang mendadak (Hendarto, 2002).

2. Kejang demam kompleks

a. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum di-

dahului kejang parsial

c. Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24

jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15

menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara

bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %

bangkitan kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu

sisi, atau kejang umum yang didauhului kejang parsial. Kejang

berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2

bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16%

diantara anak yang mengalami kejang demam. (Lumbantobing,

2014).

d. Termasuk jenis kejang apa yang dialami oleh Susi?

Jawab:

Susi termasuk mengalami tipe kejang demam kompleks

Sintesa:

Ciri-ciri dari kejang demam kompleks antara lain:

a. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum di-

dahului kejang parsial

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 22

Page 23: Laporan sken A blok 9.docx

c. Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24

jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih

dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan

diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama

terjadi pada 8 % bangkitan kejang demam. Kejang fokal

adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang

didauhului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang

2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang

anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara

anak yang mengalami kejang demam. (Lumbantobing,

2014).

e. Apa hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan kejang?

Jawab:

Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada

kelompok umur pediatric dan terjadi pada frekuenzi 4-6/1000

anak. Kejang ini merupaka rujukan paling lazim ke bagian

neurologi. Kejang bukanlah diagnosis melainkan suatu gejala

gangguan pada SSP yang mendasari kejang tersebut (Behram, RE,

2000).

Sintesa:

Menurut UKK Neurologi IDAI 2005, kejang demam terjadi

pada usia antara 6 bulan- 5 tahun, umumnya terjadi pada usia 18

bulan. Selain itu, kejang berulang umumnya terjadi pada balita usia

dibawah 12 bulan. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5

tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering

didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut

disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang

lebih cepat dibandingkan laki-laki (IDAI, 2005).

Sedangkan menurut Consensus Statement On Febrile Seizures (1980) kejam demam sering terjadi pada bayi dan anak.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 23

Page 24: Laporan sken A blok 9.docx

terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Kejang demam tergantung pada usia, dan jarang terjadi sebelum usia 9 bulan dan setelah usia 5 tahun. Puncak terjadinya kejang demam yaitu pada usia 14 sampai 18 bulan, dan angka kejadian mencapai 3-4% anak usia dini. (Haslam Robert H. A. 2000 ; Setiowulan dkk. 2000). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Karena disebabkan maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan laki-laki (Saing.B, 1999)

f. Apa makna lama kejang dan frekuensi kejang pada kasus ini?

Jawab:

Susi mengalami kejang kompleks dimana dengan ciri-ciri kejang berlangsung >15 menit, berulang dalam 1 periode, adanya riwayat kejang demam dalam keluarga.

g. Apa saja penyebab kejang pada kasus?

Jawab:

Kejang demam diawali oleh infeksi virus atau bakteri. Paling sering dijumpai adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prof.Dr.dr.Lumantobing pada 297 anak penderita kejang demam yang paling banyak menyebabkan demam yang memicu serangan kejang demam adalah tonsilitis/faringitis (34%) , otitis media akut (31%) dan gastroenteritis (27%) (Lumbantobing SM.2007).

1) Intrakranial

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik

Trauma (perdarahan): perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular

Infeksi: Bakteri, virus, parasit

Kelainan bawaan

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 24

Page 25: Laporan sken A blok 9.docx

2)Ekstra kranial

Gangguan metabolik: Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K).

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.

Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.

3) Idiopatik: Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)

Faktor yang mempengaruhi kejang demam :

1. Faktor Umur

Ada 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.

2. Jenis kelamin

Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki

3. Suhu badan

Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3°C – 41,4°C. Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 25

Page 26: Laporan sken A blok 9.docx

4. Faktor genetik

Faktor genetik memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam. Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali. Faktor –faktor lain diantaranya: riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.

Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi. (Mansjoer, Arif dkk. 2001).

Demam yang disebabkan oeh imunisasi juga memprovokasi kejang demam. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang emam pada umumnya. Sekitar 1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami kejang rekuren. Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:

Usia muda saat kejang demam pertama

Suhu yang rendah saat kejang pertama

Riwayat kejang demam dalam keluarg

Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejangPasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan rekuren. Pasien tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20% kemungkinan rekuren (Mansjoer, Arif dkk. 2001).

h. Bagaimana pembagian kejang berdasarkan proses terjadinya?

Jawab:

Pembagian kejang menurut IDAI adalah:

1. Kejang demam sederhana

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 26

Page 27: Laporan sken A blok 9.docx

2. Kejang demam kompleks

Sintesa:

Menurut IDAI klasifikasi kejang demam umumnya terbagi 2

Kejang demam sederhana

g. Kejang demam yang berlangsung singkat <15 menit

h. Akan berhenti sendiri

i. tidak terulang dalam waktu 24 jam

j. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara selu-

ruh kejang demam

k. Kejang tidak bersifat fokal

l. Sekitar 80-90% dari keseluruhan kasus kejang digo-

longkan kejang demam sederhana.

Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika

suhu meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua

tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam.

Kenaikan suhu yang tiba-tiba merupakan faktor yang penting

untuk menimbulkan kejang (Hendarto, 2002).

Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk

umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal,

kadang–kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika.

Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam

waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu

yang mendadak (Hendarto, 2002).

Kejang demam kompleks

a. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit.

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum di-

dahului kejang parsial.

c. Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24

jam.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 27

Page 28: Laporan sken A blok 9.docx

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15

menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara

bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %

bangkitan kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu

sisi, atau kejang umum yang didauhului kejang parsial. Kejang

berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2

bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16%

diantara anak yang mengalami kejang demam. (Lumbantobing.

2014).

i. Bagaimana patofisiologi kejang?

Jawab:

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 28

Page 29: Laporan sken A blok 9.docx

Sintesa:

Infeksi pengeluaran pirogen endogen ke hipotalamus merangsang as.arakidonat mengeluarkan PGE2 mengacaukan set point termoregulator suhu tubuh meningkat(demam) kenaikkan metabolism basal, kebutuhan O2 dan glukosa meningkat gangguan fungsi normal Na+ dan Reuptake (pengambilan kembali) as.glutamat oleh sel glia Na+ yang masuk ke sel meningkat dan timbunan as.glutamat ekstrasel permaebilitas membrane sel neuron terhadap Na+ perubahan konsentrasi ion Na+ ekstra dan intrasel Na+ banyak di intrasel perubahan potensial membrane sel neuron membran sel dalam keadaan depolarisasi banyak terjadi pelepasan ion di membrane sel neuron yang ada di otak dan juga merusak neuro

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 29

Page 30: Laporan sken A blok 9.docx

GABA-ergik fungsi inhibisi terganggu dan terjadi pelepasan ion Ca secara terus menerus kejang

(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985)

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan

mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan

kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak

sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan

dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu

tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion

kalium maupun ion natrium melalui membran sel neuron, dengan

akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini

demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun

membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut

neurotransmitter dan terjadilah kejang. (Staf Pengajar Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

1985).

j. Apa dampak dari kejang pada kasus?

Jawab:

Dampak dari kejang adalah

1. Awal, Kejang kurang dari 15 menit

a. Meningkatnya kecepatan denyut jantung

b. Meningkatnya tekanan darah

c. Meningkatnya kadar glukosa

d. Meningkatnya suhu pusat tubuh

e. Meningkatnya sel darah putih

2. Lanjut, Kejang 15-30 menit

a. Menurunnya tekanan darah

b. Menurunnya gula darah

c. Disritmia

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 30

Page 31: Laporan sken A blok 9.docx

d. Edema paru non jantung

3. Berkepanjangan, Kejang lebih dari 1 jam

a. Hipotensi disertai berkurannya aliran darah serebrum

sehingga terjadi hipotensi serebrum

b. Gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema

serebrum

(Price, SA. & Wilson, LM.. 2005)

k. Apa makna kejang hampir seluruh badan tangan dan kaki

kelojotan, mata mendelik keatas?

Jawab:

Makna kejang hampir di seluruh badan, yaitu Susi mengalami

kejang generalisata

Sintesa:

Adapun ciri-ciri dari kejang generalisata adalah:

Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan fokal; bilateral dan

simetrik; tidak ada aura

c) Tonik-Klonik

Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan alvi;

menggigit lidah; fase pascaiktus

d) Absence

Sering salah didiagnosis sebagai melamun

c. Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak

mata bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus

postural tidak hilang

d. Berlangsung selama beberapa detik

g) Mioklonik

Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas di

beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat

h) Atonik

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 31

Page 32: Laporan sken A blok 9.docx

Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai

lenyapnya postur tubuh (drop attacks)

i) Klonik

Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan

tunggal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso

j) Tonik

Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,

kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan

dan ekstensi tungkai

c. Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi

d. Dapat menyebabkan henti napas

(Price, SA. & Wilson, LM., 2005).

l. Apa makna Susi kejang kembali, lama kejang (+-) 5 menit, bentuk

kejag sama seperti kejang sebelumnya?

Jawab:

Maknanya telah terjadi kejang berulang, kejang berulang adalah

kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang

anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % di antara anak

yang mengalami kejang demam.

2. Sejak satu hari sebelum masuk RS, Susi panas disertai batuk pilek.

Panas makn lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas

tinggi, Susi mengalami kejang.

a. Bagaimana mekanisme demam?

Jawab:

Infeksi pathogen pirogen eksogen (toksin, mediator inflamasi,

atau reaksi imun) stimulasi leukosit (monosit, limfosit, &

neutrofil) sekresi pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan

IFN) stimulasi endothelium hypothalamus pelepasan asam

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 32

Page 33: Laporan sken A blok 9.docx

arakidonat peningkatan sintesis PGD E2 (prostaglandin)

peningkatan patokan thermostat suhu sekarang < patokan

mekanisme peningkatan panas (vasokonstriksi pembuluh darah &

menggigil) demam asimptomatik (peningkatan kuantitas

dan kualitas karena perkembangan pathogen) demam

meningkat lebih tinggi (Guyton, A.C., & Hall,. 2012).

b. Apa saja jenis-jenis demam?

Jawab:

Jenis-jenis kejang antara lain:

- Demam septik

- Demam remiten

- Demam intermiten

- Demam kontinyu

- Demam siklik

Sintesa:

Demam septik : Pada tipe demam septik, suhu badan

berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam

hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi

hari.Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat.

Demam remiten : Pada tipe demam remiten, suhu badan

dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu

badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat

dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar

perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

Demam intermiten : Pada tipe demam intermiten, suhu

badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam

dalam satu hari.

Demam kontinyu : Pada tipe demam kontinyn variasi suhu

sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 33

Page 34: Laporan sken A blok 9.docx

Demam siklik : Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan

suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode

bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti

oleh kenaikan suhu seperti semula

c. Apa hubungan demam, kejang dengan batuk pilek?

Jawab:

Batuk pilek yang dialami Susi menandakan adanya infeksi pada

saluran pernafasan atasnya. Infeksi yang terjadi dapat

menimbulkan demam atau hipertermia yang kemudian memicu

timbulnya kejang. Jadi, kejang yang dialami oleh Susi merupakan

kejang yang disebabkan oleh demam karena infeksi. (Chiu SS, Tse

CY, Lau YL, Peiris M. 2001)

d. Apa makna panas makin lama makin tinggi?

Jawab:

Demam makin lama makin tinggi pada kasus ini

menandakan bahwa masih terjadi infeksi dan belom dapat

ditangani oleh tubuh pasien. Sehingga efek respon inflamasi terus

berlangsung.

Sintesa:

Infeksi yang ditimbulkan dari otits media supurative

menyebabkan penyebaran secara perkontinuitatum sehingga

terjadi infeksi ke meningens. Infeksi yang berlanjut inilah yang

menyebabkan panas yang makin lama makin tinggi.

Hipertermia akibat Kegagalan termoregulasi terjadi ketika

tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas dari pada

mengeluarkan panas.

Infeksi/peradangan + makrofag (pelepasan) pirogen

endogen + prostaglandin peningkatan titik patokan

hipotalamus inisiasi”respon dingin”peningkatan produksi

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 34

Page 35: Laporan sken A blok 9.docx

panas;penurunan pengeluaran panaspeningkatan suhuh tubuh

ke titik patokan baru=demam.

Infeksi Miko Organisme mengeluarkan toksin (pirogen

eksogen) tubuh mengaktifkan makrofag dan sel NK

memproduksi interferon tipe 1 (α, β dan γ) untuk membunuh

virus, namun virus secara terus menerus bereplikasi dalam tubuh

produksi interferon meningkat panas terus menerus

(Sherwood,L.2011).

e. Apa makna jarak waktu timbulnya panas dengan kejang?

Jawab:

Karena pada saat demam metabolisme basal akan

meningkat sekitar 10-20% dan juga kebutuhan oksigen kan

meningkat menyebabkan perubahan neurologis pada membran sel

saraf yang memnyebabkan difusi membran sel yaitu k dan na,

dimana akan mengeluarkan neurotrasmitter yang berfungsi untuk

kontraksi, apabila neurotransmiter tidak terkendali akan

menyebabkan kontraksi trus menerus(kejang) (Soetomenggolo,

Taslims. 2000)

f. Apa saja pembagian kejang demam?

Jawab:

Pembagian kejang:

- Kejang demam sederhana

- Kejang demam kompleks

Sintesa:

Klasifikasi Kejang demam :

- Kejang demam sederhana

1. Kejang generalista

2. Durasi < 15 menit

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 35

Page 36: Laporan sken A blok 9.docx

3. Kejang tidak disebebkan olehg adanya infeksi atau

penyakit yang berhubunjgan dengan gangguan di otak.

4. Terjang tidak berulang selama 24 jam.

- Kejang demam kompleks

3. Kejang fokal

4. Durasi > 15 menit

5. Dapat terjadi kerjang berulang dalam 24 jam.

(Nafsiah Mboi, 2014).

g. Termasuk jenis kejang demam apa yang dialami oleh Susi?

Jawab:

Dalam kasus ini Susi termasuk mengalami demam kejang

kompleks.

Sintesa:

Dimana ciri-ciri dari kejang demam kompleks adalah sebagai

berikut:

1) Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit

2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului

kejang parsial

3) Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari

15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara

bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada

8% bangkitan kejang demam. Kejang fokal adalah kejang

parsial satu sisi, atau kejang umum yang didauhului kejang

parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam

1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang

berulang terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami

kejang demam. (Lumbantobing, 2014).

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 36

Page 37: Laporan sken A blok 9.docx

h. Apa patogenesis kejang demam?

Jawab:

Sintesa:

Infeksi Respon Inflammasi Pelepasan mediator Inflammasi

(Pirogen Endogen : IL-1, IL-4, IL-6, TNFα) Merangsang

pembentukan Prostaglandin Menstimulasi Hipotalamus,

menganggap bahsa suhu tubuh turun Peningkatan Set point

dipusat Termoregulasi Hipotalamus Muncul mekanisme

peningkatan suhu tubuh (Metabolisme basal meningkat)

Demam.

Metabolisme meningkat Kebutuhan glukosa dan oksigen

meningkat perubahan keseimbangan membran sel neuron (Na,

K) terjadi ketidakseimbangan potensial aksi (Depolarisasi >

Repolarisasi) Terjadi ketidak seimbangan neurotransmitter

(Eksitasi > Inhibisi) Kontraksi otot terus menerus Kejang

(Sheerwood dan Neurologi Klinis Dasar).

3. Susi belum pernah mengalami kejang sebelumnya.

a. Apa makna Susi belum pernah kejang sebelumnya?

Jawab:

Makna susi belum pernah mengalami kejang sebelumnya

yaitu kejang yang dialami Susi bukan merupakan bangkitan

kejang sehingga dapat mengurangi diagnosis banding pada

epilepsy.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 37

Page 38: Laporan sken A blok 9.docx

4. Ayah Susi pernah kejang demam saat bayi.

a. Apa hubungan keluhan yang dialami Susi dengan riwayat

penyakit keluarga?

Jawab:

Hubungannya adalah adanya faktor predisposisi yaitu

apabila ada keluarga dekat (orangtua atau saudara) yang ketika

kecil mengalami kejang demam maka kemungkinan untuk

mengalami kejang demam meningkat.

Sintesa:

Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung

berikutnya untuk mendapat kejang demam ialah 10%. Namun

bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula

mengalami kejang demam, kemungkinan ini meningkat

menjadi 50%.

Kejang demam cenderung terjadi dalam satu

keluarga, walaupun pola pewarisan sampai sekarang belum

jelas.5 Anak yang mengalami kejang demam cenderung

mempunyai riwayat kejang demam pada keluarga. Anak yang

mengalami kejang demam juga lebih sering dijumpai riwayat

kejang tanpa demam pada keluarga, walaupun masih belum

ada bukti yang jelas.2,6 Hubungan antara riwayat kejang pada

keluarga dengan tipe kejang demam pertama masih menjadi

perdebatan. Penelitian oleh Wadhwa dkk7 menunjukkan

bahwa anak yang mempunyai riwayat kejang pada keluarga

lebih banyak yang mengalami kejang demam kompleks

sebagai tipe kejang demam pertama dibandingkan anak yang

tanpa riwayat kejang pada keluarga.

Riwayat kejang demam pada keluarga juga dihubungkan

dengan onset kejang demam pada usia yang lebih dini.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rerata usia saat

timbulnya kejang demam adalah 22,2 bulan, dan pada anak

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 38

Page 39: Laporan sken A blok 9.docx

dengan riwayat kejang demam pada keluarga 14,5 bulan

(Deliana, 2002).

5. Susi lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung

menangis.

a. apa makna susi lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak

langsung menangis?

Jawab:

Makna susi lahir spontan yaitu Susi lahir tanpa bantuan alat persalinan (forcep, vakum, seksio sesaria) sehingga tidak dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera mekanik pada kepala bayi.

Sedangkan makna Susi lahir lebih bulan adalah bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42 minggu merupakan bayi postmatur. Pada keadaan ini akan terjadi proses penuaan plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan menurun.Dan makna Susi tidak langsung menangis yaitu tidak langsung menangis (tidak bernafas atau asfiksia) : anak yang lahir asfiksia tidak lebih beresiko mengalami kejang demam.

Sintesa:Bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42

minggu merupakan bayi postmatur. Pada keadaan ini akan terjadi proses penuaan plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan menurun. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi yang lahir postmatur ialah suhu yang tak stabil, hipoglikemia dan kelainan neurologik. Gawat janin terutama terjadi pada persalinan, bila terjadi kelainan obstetrik seperti : berat bayi lebih dari 4000 gram, kelainan posisi, partus > 13 jam, perlu dilakukan tindakan seksio sesaria. Kelainan tersebut dapat menyebabkan trauma perinatal (cedera mekanik ) dan hipoksia janin yang dapat mengakibatkan kerusakan pada otak janin. Manifestasi klinis dari keadaan ini dapat berupa kejang.

Bayi lahir tanpa bantuan alat persalinan (forcep, vakum, seksio sesaria) sehingga tidak dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera mekanik pada kepala bayi. Trauma lahir dapat menyebabkan perdarahan subdural, subaraknoid dan perdarahan

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 39

Page 40: Laporan sken A blok 9.docx

intraventrikuler. Manifestasi neurologis dari perdarahan tersebut dapat berupa iritabel dan kejang.Lahir lebih bulan (post term): anak yang lahir lebih bulan lebih beresiko mengalami kejang demam. Tidak langsung menangis (tidak bernafas atau asfiksia): anak yang lahir asfiksia tidak lebih beresiko mengalami kejang demam.

6. Pemeriksaan Fisik :

a. Bagaimana interpretasi dari hasi pemeriksaan fisik?

Jawab:

Kesadaran Kompos mentis: Sadar sepenuhnya Normal

1. Denyut nadi: 124x/menit Dalam batas normal

Tabel Laju Nadi Normal pada Bayi dan Anak

U

M

U

R

Laju (denyut/ menit)

Isti

rah

at

(ba

ng

un)

Ist

ira

ha

t

(ti

du

r)

Aktif/

dema

m

B

ar

u

la

hi

r

10

0 –

18

0

80

60

Samp

ai

220

1

m

in

g

10

0 –

22

0

80

20

0

Samp

ai

220

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 40

Page 41: Laporan sken A blok 9.docx

g

u

3

b

ul

a

n

3

b

ul

a

n

2

ta

h

u

n

80

15

0

70

12

0

Samp

ai

200

2

ta

h

u

n

1

0

ta

h

u

n

70

14

0

60

90

Sam

pai

200

> 70 50 Samp

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 41

Page 42: Laporan sken A blok 9.docx

1

0

ta

h

u

n

11

0

90

ai

200

2. Respiration rate : 30x per menit Dalam batas normal

UMU

R

RENTA

NG

RATA-RATA

WAKTU TIDUR

Neonat

us

30-60 3

5

1

bulan

– 1

tahun

30-60 3

0

1

tahun

– 2

tahun

25-50 2

5

3

tahun

– 4

tahun

20-30 2

2

5

tahun

– 9

tahun

15-30 1

8

10

tahun

15-30 1

5

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 42

Page 43: Laporan sken A blok 9.docx

atau

lebih

3. Suhu

Suhu:39,50c : febris

Normal : 360 C - 37,50 C

hypopirexia/hypopermia : < 360 C

Demam : 37,50 C – 380 C

Febris : 380 C – 400 C

Hypertermia : > 400 C

(Price dan Wilson, 2005).

b. Bagaimana patofisiologi dari hasil pemeriksaan fisik yang

abnormal?

Jawab:

Suhu Febris

Sintesa:

Infeksi pathogen pirogen eksogen (toksin,

mediator inflamasi, atau reaksi imun) stimulasi leukosit

(monosit, limfosit, & neutrofil) sekresi pirogen endogen

(IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN) stimulasi endothelium

hypothalamus pelepasan asam arakidonat peningkatan

sintesis PGD E2 (prostaglandin) peningkatan patokan

thermostat suhu sekarang < patokan mekanisme

peningkatan panas (vasokonstriksi pembuluh darah &

menggigil) demam asimptomatik (peningkatan kuantitas

dan kualitas karena perkembangan pathogen) demam

meningkat lebih tinggi (Guyton, A.C., & Hall,. 2012).

7. Keadaan Spesifik :

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 43

Page 44: Laporan sken A blok 9.docx

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan spesifik?

Jawab:

Interpretasi

Kepala Mata : pupil isokor Normal

Refleks cahaya (+) Normal

Hidung: rinorea (+/+) Abnormal

Terjadinya infeksi pada saluran

nafas atas

Faring: hiperemis Abnormal

Terjadinya infeksi

mikroorganisme

Tonsil: T1/T1, detritus

(+)

Abnormal

Infeksi mikroorganisme pada

epitel tonsil => detritus

Leher Tidak ada kaku kuduk Normal

Thorax Simetris, retraksi tidak

ada

Normal

Jantung: BJ I dan II

normal

Normal

Bising jantung (-) Normal

Paru Vesikuler normal Normal

Ronki tidak ada Normal

Abdomen Bising usus normal Normal

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 44

Page 45: Laporan sken A blok 9.docx

Hepar dan lien tidak

teraba

Normal

Extremitas Akral hangat Normal

Kaku sendi tidak ada Normal

b. Bagaimana mekanisme pemeriksaan abnormal?

Jawab:

1. Tonsil detritus

Invasi mikroorganisme pada epithel jaringan tonsil

menimbulkan radang berupa keluarnya leukosit

polymorfonuklear. Kumpulan sel-sel leukosit, mikroorganisme

yang mati, dan epithel jaringan yang lepas membentuk detritus

pada tonsil.

Gambar: Detritus pada tonsil (tonsilitis akut)

2. Faring hiperemis

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas atas =>

invasi mukosa faring => faring hiperemis

3. Rinorea

Mucus dalam jumlah kecil pada hidung bersifat normal untuk

membersihkan hidung dari partikel-partikel yang ikut masuk

melalui respirasi seperti debu, kotoran, dal lain-lain. Partikel

tersebut akan ditangkap oleh mucus yang dikeluarkan oleh sel

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 45

Page 46: Laporan sken A blok 9.docx

goblet dan akan dialirkan oleh silia pada mukosa hidung. Jika

terjadi terjadi gangguan pada mukosa seperti edema mukosa

akan menyebabkan ostium tersumbat karena silia tidak dapat

bergerak. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga

sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi. (Price dan

Wilson,2005)

8. Status neurologikus:

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan spesifik?

Jawab:

Fungsi sensorik: tidak ada kelainan Normal

Gejala rangsang meningeal: tidak ada Normal

b. Bagaimana mekanisme pemeriksaan abnormal?

Jawab:

Dari hasil interpretasi didapatkan hasil yang semuanya normal

c. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fungsi nervus

cranialis?

Jawab:

Cara pemeriksaan nervus cranialis :

a) N.I: Olfaktorius (daya penciuman) : Pasiem

memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang

dirasakaan (kopi, tembakau, alkohol,dll)

b) N.II: Optikus (Tajam penglihatan): dengan snelen card,

funduscope, dan periksa lapang pandang

c) N.III: Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas,

kontriksi pupil, gerakan otot mata): Tes putaran bola

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 46

Page 47: Laporan sken A blok 9.docx

mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil

dan inspeksi kelopak mata.

d) N.IV: Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke

dalam): sama seperti N.III

e) N.V: Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah,

lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip):

menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan

mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi

nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu

dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh

permukaan kornea dengan kapas

f) N.VI: Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti

N.III

g) N.VII: Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3

anterior lidah ): senyum, bersiul, mengerutkan dahi,

mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan

tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula

dengan garam

h) N.VIII: Vestibulocochlearis (pendengaran dan

keseimbangan ) : test Webber dan Rinne

i) N.IX: Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):

membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)

j) N.X: Vagus (refleks muntah dan menelan) :

menyentuh pharing posterior, pasien menelan

ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”

k) N.XI: Accesorius (gerakan otot trapezius dan

sternocleidomastoideus) palpasi dan catat kekuatan

otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 47

Page 48: Laporan sken A blok 9.docx

lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan

tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot

sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala

dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.

l) N.XII: Hipoglosus (gerakan lidah): pasien suruh

menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi.

Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan

dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan

tadi.

Tabel:

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 48

Page 49: Laporan sken A blok 9.docx

(Sherwood, Lauralee., 2001)

Sintesa:

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 49

Page 50: Laporan sken A blok 9.docx

1. Nervus Olfaktorius

Sifatnya sensorik menyerupai hidung membawa

rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke

otak. Fungsinya: saraf pembau yang keluar dari otak di

bawah dahi yang disebut lobus olfaktorius, kemudian

saraf ini melalui lubang yang ada di dalam tulang tapis

akan menuju rongga hidung selanjutnya menuju sel-sel

pancaindera.

2. Nervus Optikus

Sifatnya, sensoris, mensyarafi bola mata membawa

rangsangan penglihatan ke otak. Fungsinya, serabut

mata yang serabut-serabut sarafnya keluar dari bukit IV

dan pusat-pusat didekatnya serabut-serabut tersebut

memiliki tangkai otak dan membentuk saluran optik

dan bertemu di tangkai hipofise dan membentang

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 50

Page 51: Laporan sken A blok 9.docx

sebagai saraf mata, serabut tersebut tidak semuanya

bersilang. Sebagian serabut saraf terletak di sebelah sisi

serabut yang berasal dari saluran optik. Oleh sebab itu

serabut saraf yang datang dari sebelah kanan retina

tiap-tiap mata terdapat di dalam optik kanan begitu pula

sebaliknya retina kiri tiap-tiap mata terdapat disebelah

kiri.

3. Nervus Okulomotoris

Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot

penggerak bola mata). Di dalam saraf ini terkandung

serabut-serabut saraf otonomi (para simpatis).

Fungsinya: saraf penggerak mata keluar dari sebelah

tangkai otak dan menuju ke lekuk mata dan

mengusahakan persarafan otot yang mengangkat

kelopak mata atas, selain dari otot miring atas mata dan

otot lurus sisi mata.

4. Nervus Troklearis

Sifatnya motoris ia mensarafi otot-otot orbital.

Fungsinya: saraf pemutar mata yang pusatnya terletak

dibelakang pusat saraf penggerak mata, dan saraf

penggerak mata masuk ke dalam

lekuk mata menuju orbital miring atas mata.

5. Nervus Trigeminus

Sifatnya majemuk (sensoris motoris), saraf ini

mempunyai 3 buah cabang yaitu:

Nervus optalmikus.

Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala

bagian depan kelompok mata atas, selaput lendir

kelopak mata dan bola mata.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 51

Page 52: Laporan sken A blok 9.docx

Nervus maksilaris.

Sifatnya sensoris, mensarafi gigi-gigi atas,

bibir atas, palatum, batang hidung, rongga hidung

dan sinus maksilaris.

Nervus mandibularis.

Sifatnya majemuk (sensori dan motoris),

serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot

pengunyah, serabut- serabut sensorinya mensarafi

gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.

Serabut rongga mulut dan lidah dapat membawa

rangsangan cita rasa ke otak. Fungsinya: sebagai

saraf kembar 3 dimana saraf ini merupakan saraf

otak terbesar yang mempunyai 2 buah akar saraf

besar yang mengandung serabut saraf penggerak.

Dan di ujung tulang belakang yang terkecil

mengandung serabut saraf penggerak. Di ujung

tulang karang bagian perasa membentuk sebuah

ganglion yang dinamakan simpul saraf serta

meninggalkan rongga tengkorak.

6. Nervus Abdusen

Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.

Fungsinya: sebagai saraf penggoyang sisi mata dimana

saraf ini keluar disebelah bawah jembatan pontis

menembus selaput otak sela tursika. Sesudah sampai di

lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.

7. Nervus Fasialis

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), serabut-

serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan

selaput lendir rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat

serabut-serabut saraf otonomi (parasimpatis) untuk

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 52

Page 53: Laporan sken A blok 9.docx

wajah dan kulit kepala. Fungsinya: sebagai mimik dan

menghantarkan rasa pengecap, yang mana saraf ini

keluar di sebelah belakang dan beriringan dengan saraf

pendengar.

8. Nervus Auditorius

Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengar

membawa rangsangan dari pendengaran dari telinga ke

otak. Fungsinya: sebagai saraf pendengar, yang mana

saraf ini mempunyai 2 buah kumpulan serabut saraf

yaitu: rumah keong (koklea), disebut akar tengah

adalah saraf untuk mendengar dan pintu halaman

(vestibulum), disebut akar tengah adalah saraf untuk

keseimbangan.

9. Nervus Glossofaringeus

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), ia

mensarafi faring, tonsil dan lidah. Saraf ini dapat

membawa rangsangan cita rasa ke otak, di dalamnya

mengandung saraf-saraf otonomi. Fungsinya: sebagai

saraf lidah tekak dimana saraf ini melewati lorong

diantara tulang belakang dan karang, terdapat dua buah

simpul saraf yang di atas sekali dinamakan ganglion

jugularis atau ganglion atas dan yang dibawah

dinamakan ganglion petrosum atau ganglion bawah.

Saraf ini (saraf lidah tekak) berhubungan dengan

nervus-nervus fasialis dan saraf simpatis ranting 11

untuk ruang faring dan tekak.

10. Nervus Vagus

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris),

mengandung serabut-serabut saraf motorik, sensoris

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 53

Page 54: Laporan sken A blok 9.docx

dan para simpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,

gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan

dalam abdomen dan lain-lain. Fungsinya: sebagai saraf

perasa, dimana saraf ini keluar dari sumsum

penyambung dan terdapat di bawah saraf lidah tekak.

11. Nervus Assesorius

Sifatnya motoris, ia mensarafi muskulus sternokloide

mastoid dan muskulus trapezius. Fungsinya: sebagai

saraf tambahan, terbagi atas dua bagian, bagian yang

berasal dari otak dan bagian yang berasal dari sumsum

tulang belakang.

12. Nervus Hipoglosus

Sifatnya motoris, ia mensarafi otot-otot lidah.

Fungsinya: sebagai saraf lidah dimana saraf ini terdapat

di dalam sumsum penyambung. Akhirnya bersatu dan

melewati lubang yang terdapat Saraf ini juga

memberikan ranting-ranting pada otot yang melekat

pada tulang lidah dan otot lidah (Snell, 2006)

d. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fungsi motoric?

Jawab:

Fungsi motorik

a. Otot

Ukuran : atropi / hipertropi

Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan

Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan

sendi.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 54

Page 55: Laporan sken A blok 9.docx

Derajat kekuatan motorik :

5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas

4 : Ada gerakan tapi tidak penuh

3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas

bumi

2 :Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan

gravitasi bumi.

1 : Hanya ada kontraksi

0 : tidak ada kontraksi sama sekali

b. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test.

e. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fungsi sensorik?

Jawab:

Cara pemeriksaan fungsi sensorik adalah:

Test: Nyeri, Suhu,Raba halus, Gerak, Getar, sikap,Tekan,

Refered pain.

f. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan rangsang meningeal?

Jawab:

Cara pemeriksaan rangsang meningeal yaitu:

- Pemeriksaan Brudzinsky I

- Pemeriksaan Brudzinsky II

- Pemeriksaan Kernig

- Pemeriksaan Babinsky

Sintesa:

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 55

Page 56: Laporan sken A blok 9.docx

Mekanisme Pemeriksaan:

a. Pemeriksaan Brudzinsky I

Untuk memeriksa tanda ini dilakukan hal berikut: dengan

tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang

sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin

sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi

sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegahnya

diangkatnya badan. Bila tanda Brudzinsky I positif, maka

tindakan ini akan mengakibatkan fleksi kedua tungkai.

(Lumbantobing, 2008)

Gambar 1 Tanda Brudzinsky I

b. Pemeriksaan Brudzinsky II

Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai

difleksikan pada persendian panggul, sedang tungkai

yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).

Bila tungkai yang satu ini ikut pula terefleksi, maka

disebut tanda Brudzisky II positif. (Lumbantobing,

2008)

Gambar 2 Tanda Brudzinsky II

c. Pemeriksaan Kernig

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 56

Page 57: Laporan sken A blok 9.docx

Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbaring

difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai

membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah

diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat

melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara

tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan

dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka

dikatakan bahwa tanda kernig positif. Tanda kernig

positif terjadi pada kelainan rangsang selaput otak. Pada

meningitis tandanya biasanya positif bilateral.

(Lumbantobing, 2008)

Gambar 3 Tanda Kernig

d. Pemeriksaan Babinsky

Untuk membangkitkan refleks Babinsky, penderita

disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai

diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki

tetap pada tempatnya. Untuk merangsang dapat

digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing.

Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai

mengakibatkan rasa nyeri. Goresan dilakukan pada

telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju

pangkal jari. Jika reaksi positif, kita dapatka gerakan

dorso fleksi ibu jari yang dapat disertai gerak mekarnya

jari-jari lain. (Lumbantobing, 2008)

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 57

Page 58: Laporan sken A blok 9.docx

Gambar 4 Refleks Babinsky

Lumbantobing, S.M. 2014. Neurologis Klinik Pemeriksaan Fisik

dan mental. Jakarta : FK UI

9. Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?

Jawab:

Ananmensis : cari tahu mengenai Usia, riwayat kejang keluarga,

penyakit yang diderita

Pemeriksaan Lab: lakukan pemeriksaan;

I. glukosa darah

II. kalsium dan magnesium darah

III. pemeriksaan darah lengkap( different leukosit dan

trombosit)

IV. elektrolit

V. gas darah

VI. analisis cairan cerebral spinalis

VII. kultur darah

Tambahan: pemeriksaan USG kepala, EEG CT scan; untuk

memastikan tidak ada cedera atau tingkatan keparahan kejang

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan

diagnosis kejang demam antara lain:

1) Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapan mendukung

diagnosis ke arah kejang demam, seperti:

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 58

Page 59: Laporan sken A blok 9.docx

o Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama

kejang, suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca

kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.

o Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam,

seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam

tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39° C.

o Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam

berulang adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama,

riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah

demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang

sering, kejang demam pertama berupa kejang demam akomlpeks

(Dewanto dkk,2009).

2) Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam

adalah:

o Suhu tubuh mencapai 39°C.

o Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang

o Kepala anak sering terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai

dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang.

Gejala kejang tergantung jenis kejang.

o Kulit pucat dan mungkin menjadi biru

o Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu menjadi sadar

3) Pemeriksaan Fisik dan Abnormal

Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan

fisik neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam

kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi.

Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa

gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan

aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan

aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik, walaupun

penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 59

Page 60: Laporan sken A blok 9.docx

gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk

menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari. (M.

Mesranti, 2011)

1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Lum bal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel

dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan

adanya peningkatan tekanan intrakranial.

a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi,

cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein

normal, kultur (-).

b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan

keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa

menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.

2. Pemeriksaan darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju

Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan

kultur.

a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.

Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga

peningkatan LED.

b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

3. Pemeriksaan Radiologis

a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila

mungkin dilakukan CT Scan.

b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mas-

toid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada (Mesranti,

2011).

1. Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma, atau

kelumpuhan.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 60

Page 61: Laporan sken A blok 9.docx

2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan

subdural karena adanya infeksi oleh kuman.

3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan

abnormal yang disebabkan oleh penyumbatan cairan sere-

brospinalis.

4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak.

5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di

otak.

6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark

otak karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengaki-

batkan kematian pada jaringan otak.

7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung

saluran pendengaran.

8. Gangguan perkembangan mental dan inteligensi karena adanya re-

tardasi mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan ke-

cerdasan anak terganggu (Mesranti, 2011) .

10. Apa diagnosis banding pada kasus ini?

Jawab:

Kejang demam kompleks (febrile kompleks seizure)

Meningitis

Ensefalitis

Tetanus

Epilepsy

Sintesa:

Kejang Demam Mening

itis

Ensefali

tis

Tetanus Epilepsi

KDS KDK

Kejang + + + + + +

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 61

Page 62: Laporan sken A blok 9.docx

Frekuensi kejang

dalam 24 jam

Tidak

berulang

Berulang

(> 2x)

Berulan

g

berulang Kejang bila

dirangsang

Durasi kejang < 15

menit

> 15

menit

> 1 jam

Demam + + + + + -

Kesadaran Kompos

mentis

Kompos

mentis

↓ ↓ Sadar ↓

Riwayat Keluarga + + - - - +

Kaku kuduk - - + + + -

11. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada kasus ini?

Jawab:

a. Laboratorium

Pada kejang demam beberapa peneliti mendapatkan kadar yang

normal pada pemeriksaan laboratorium tersebut, oleh karenanya tidak

diindikasikan pada kejang demam, kecuali bila didapatkan kelainan

pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila dicurigai adanya

meningitis baktrialis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan kultur

cairan serebrospinal. Bila dicurigai adanya ensefalitis, lakukan

pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) terhadap virus herpes

simpleks.

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada

kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber

infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis

dehidrasi disertai demam. Macam pemeriksaan laboratorium

ditentukan sesuai kebutuhan. Pemeriksaan laboratorium yang dapat

dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.

Beberapa peneliti lain menganjurkan standar pemeriksaan

laboratorium : darah tepi lengkap, elektrolit serum, glukosa, ureum,

kreatinin, kalsium dan magnesium.

b. Pungsi Lumbal

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 62

Page 63: Laporan sken A blok 9.docx

Pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang

disertai penurunan status kesadaran/mental, perdarahan kulit, kaku

kuduk, kejang lama, gejala infeksi paresis, peningkatan sel darah putih,

atau tidak adanya faktor pencetus yang jelas. Pungsi lumbal ulang

dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam untuk memastikan adanya

infeksi SSP. Bila didapatkan kelainan neuroligis fokal dan adanya

peningkatan tekanan intracranial, dianjurkan pemeriksaan CT Scan

kepala terlebih dahulu, untuk mencegah terjadinya resiko herniasi.

The American Academy of Pediatric merekomendasikan

pemeriksaan pungsi lumbal pada serangan pertama kejang disertai

demam pada anak usia di bawah 12 bulan sangat dianjurkan, karena

gejala klinis yang berhubungan dengan meningitis sangat minimal

bahkan tidak ada. Pada anak usia 12 – 18 bulan lumbal pungsi

dianjurkan, sedangankan pada usia lebih dari 18 bulan lumbal pungsi

dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi intracranial (meningitis).

c. Neuroimaging

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography

scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali

dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:

1. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. paresis nervus VI

3. papiledema.

Neuroimaging tidak berguna pada anak anak dengan kejang

demam, berdasarkan kasus pada 71 anak dengan kejang demam tidak

ditemukan adanya suatu kondisi kelainan intrakranial seperti adanya

lesi, perdarahan, hidrochephalus, abses atau edema serebri.

d. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian

epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak

direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 63

Page 64: Laporan sken A blok 9.docx

keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam

kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

(Isselbacher, 2000)

12. Apa diagnosis pasti pada kasus ini?

Jawab:

Diagnosa pasti pada kasus ini adalah kejang demam kompleks dalam

bentuk tonik-klonik.

13. Apa saja komplikasi yang terjadi pada kasus?

Jawab:

Komplikasi menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan:

a. Kerusakan sel otak

b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama

lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral

c. Kelumpuhan

d. Epilepsy

e. Hemiparesis

(Hendarto, 2002).

14. Bagaimana tatalaksana secara komprehensif pada kasus ini?

Jawab:

Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :

a. Segera menghilangkan kejang.

b. Turunkan panas.

c. Pengobatan terhadap panas.

d. Suportif.

Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB.

Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:

1. Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu

dilepaskan.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 64

Page 65: Laporan sken A blok 9.docx

2. Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma.

Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah

atau sapu tangan diantara gigi.

3. Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena

hipoksia.

4. Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika

(asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres es.

Seperti Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis melalui oral atau minum.

Bisa juga dengan pemberian obat jenis Ibuprofen 5-10

mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4 kali per hari.

Pemberian kompres sebaiknya dilakukan dengan segera bila suhu

> 39 derajat Celcius lakukan kompres dengan air hangat, bila suhu

>38 derajat Celcius cukup melakukan kompres dengan air biasa.

5. Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan

antibiotic/antivirus yang sesuai.

6. Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan ko-

rtikosteroid untuk mencegah oedem otak dengan menggunakan

cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB

(Sukandar, 2009).

Diberikan segera pada saat kejang terjadi

1) Oksigenisasi

Diberi larutan diazepam per rectal, Diazepam rektal sangat

efektif, dan dapatdiberikan di rumah, Dosis 0,3-0,5mg/kg

Untuk memudahkan:

5 mg untuk BB < 10 kg

10 mg untuk BB > 10 kg

2) Antipiretik

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 65

Page 66: Laporan sken A blok 9.docx

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi

risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia

sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.

Dosis Parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15

mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5

kali.

Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari

3) Antikonvulsan

Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada

saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-

60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg

setiap 8 jam pada suhu >38,50 C.

Jika kejang berulang, Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin

pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam

( Deliana , 2002)

Masih kejang

- Fenitoin iv 20 mg /kgBB perlahan-lahan.

Setelah kejang berhenti :

1. Pengobatan Rumat Diberikan secara terus menerus dalam waktu tertentu (1 tahun) Asam valproate : 10-40mg/kgBB dibagi 2-3 dosis Fenobarbital : 3-5 mg/khgBB/hari dibagi 2 dosis

Pengobatan rumat diberikan jika terdapat salah satu atau lebih gejala :

o Kejang lama > 15 menit o terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum dan sesudah

( misalnhya : hemiparesis, paresis todd, CP, RM, hidrosefalus)o kejanhg fokal

2. Pengobatan intermiten

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 66

Page 67: Laporan sken A blok 9.docx

Antipiretik Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali

Antikonvulsan Diazepam oral 0,3-0,5 mg /kgBB Setiap 8 jam dosis yang dianjurkan 0,5 mg/kgBB/Kali diberikan 3 kali .

15. Bagaimana prognosis pada kasus ini?

Prognosis pada kasus ini adalah Dubia et Bonam.

16. Bagaimana etiologi pada kasus?

Jawab:

Etiologi kejang adalah sebagai berikut :

1. Gangguan vaskuler

a. Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan asfiksia

yang dapat terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.

b. Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan

di sub kranial atau subdural.

c. Trombosis

d. Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K

e. Sindroma hiperviskositas

2. Gangguan metabolisme

a. Hipokalsemia

b. Hipomagnesemia

c. Hipoglkemia

d. Amino Asiduria

e. Hipo dan hipernatremia

f. Hiperbilirubinemia

g. Difisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.

3. Infeksi

a. Meningitis

b. Enchepalitis

c. Toksoplasma congenital

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 67

Page 68: Laporan sken A blok 9.docx

d. Penyakit cytomegali inclusion

4. Toksik

a. Obat convulsion

b. Tetanus

c. Echepalopati timbale

d. Sigelosis Salmenalis

5. Kelainan kongenital

a. Paransefali

b. Hidrasefali

6. Lain- lain

a. Narcotik withdraw

b. Neoplasma

(Mary Rudolf, Malcolm Levene.2006)(Ling SG. 2001)

17. Bagaimana epidemiologi pada kasus?

Jawab:

Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6

bulan – 5 tahun. Paling sering pada usia 17-23 bulan. Sedikit yang

mengalami kejang demam pertama sebelum umur 5-6 bulan atau

setelah 5-8 tahun. Biasanya setelah usia 6 tahun pasien tidak kejang

demam lagi. Kejang demam diturunkan secara dominant autosomal

sederhana. Faktor prenatal dan perinatal berperan dalam kejang

demam.

Sebanyak 80 % kasus kejang demam adalah kejang demam

sederhana,dan 20 % nya kejang demam kompleks. Sekitar 8%

berlangsung lama (> 15 menit), 16 % berulang dalam waktu 24 jam.

Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah

menderita kejang demam. Anak laki-laki lebih sering pada anak

perempuan dengan perbandingan 1,4 : 1,0. Hal tersebut disebabkan

karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 68

Page 69: Laporan sken A blok 9.docx

dibandingkan laki-laki. Menurut ras maka kulit putih lebih banyak

daripada kulit berwarna.

Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur,

tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga

memegang peranan. Lennox Buchthal (1971) berpendapat bahwa

kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah

gen dominan dengan penetrasi yang sempurna. Dan 41,2% anggota

keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak

normal hanya 3%.

Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab.SMF Ilmu

Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data

adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999

ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak

didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien

kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %).

Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian

sebesar 37%.

Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 –

4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat.

Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di

antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang

harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita,

kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki

(Kania,nia. 2010).

18. Apa Kompetensi Dokter Umum pada kasus ini?

Jawab:

Tingkat kemampuan 4 :

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter

(misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 69

Page 70: Laporan sken A blok 9.docx

dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri

hingga tuntas.

19. Bagaimana pandangan islam pada kasus ini?

Jawab:

HR. Bukhari : Janganlah engkau mencelah demam karena ia

menghapus dosa-dosa anak adam sebagaimana panas yang

merontokan karat besi.

Kandungan : disaat demam menyerang maka secara alami muncul

protektor (perlindungan) dari dalam tubuh dari zat makanan beracun

dan menyerap zat makanan yang bermanfaat. Itu semua berguna untuk

membantu membersihkan tubuh

2.6. Kesimpulan

Susi perempuan 2 tahun mengalami kejang demam kompleks ddengan infeksi

saluran pernafasan akut.

2.7. Kerangka Konsep

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 70

Infeksi saluran pernafasan

Respon Inflamasi

Page 71: Laporan sken A blok 9.docx

Daftar Pustaka

Behram, RE.. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.i 15 Vol. 3. Jakarta: EGC.

Chiu SS, Tse CY, Lau YL, Peiris M. Influenza A infection is an important cause of fibril seizures. Pediatrics 2001;108: 1-7

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 71

PilekBatuk Termoregulator meningkat

Gangguan keseimbangan

membran

Demam

Metsbolisme

Oksigen

Ekstensi > Inhibisi

Gangguan keseimbangan

neurotransmiter

Gangguan potensial aksi

KejangFaktor predisposes posisi

Ayah pernah kejang demam.

Page 72: Laporan sken A blok 9.docx

Deliana,M. 2002. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak. Sari

Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 – 62

Dewi, PN & Zahara, D. 2013. Gambaran Pasien Otitis Media Supuratif Kronik

(OMSK) di RSUP H. Adam Malik Medan. E-Journal FK USU Vol 1 No 1,

2013. http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=51348&val=4098 [Di akses tanggal 3 November 2015].

Eroschenko, VP. 2010. Atlas Histologi Difiore. Jakarta: EGC

Ghanie, A.. 2010. Tatalaksana Otitis Media Akut pada Anak.

http://www.eprints.unsri.ac.id [diakses pada 3 November2015].

Guyton, A.C., & Hall,. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed 11. Jakarta :

EGC.

Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 2002 : 6 – 8.

Kania, nia. 2010. Kejang Pada Anak. Unpad: Bandung.

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/02/kejang_pada_an

ak.pdf diakses pada tanggal 3 oktober 2015) .

Lumbantobing, SM. 2014. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.

Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Nafsiah Mboi, Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Primer. Mentri Kesehatan Indonesia. Jakarta. 2014.

Price, SA. & Wilson, LM.. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Vol. 2. Jakarta : EGC.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 72

Page 73: Laporan sken A blok 9.docx

Sherwood L. 2002. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC.

Snell, RS.2006. Neuroanatomi Klinik. Jakarta: EGC.

Soetomenggolo, Taslims. 2000. Buku Ajar NEUROLOGI ANAK.

Cetakan ke-2. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia,

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

1985. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Hlm 847-854. Jakarta : Infomedika

Jakarta.

Sukandar.E.Y.(et all).2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.

Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 73