acara iii satop i
TRANSCRIPT
ACARA III
TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN
I. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara III Transfer Massa Uap Air Selama
Pengeringan adalah untuk mengetahui laju transfer massa uap air selama
pengeringan.
II. Tinjauan Pustaka
a. Tinjauan Bahan
Cepat pengeringan ubi kayu ini menguntungkan dalam arti bahwa
risiko kontaminasi dan pertumbuhan jamur diminimalkan. Selain itu,
pengeringan mengurangi tingkat glucosides sianogen yang apotential racun
yang dialami ubi kayu. 17 hari pengeringan dengan matahari membuat akar
longitudinal split hanya mengurangi glucosides sianogen ke 27-37%,
meninggalkan lebih dari 100 setara mg HCN per kg berat kering tepung,
yaitu sepuluh kali tingkat aman yang ditetapkan oleh FAO / WHO (Kajuna,
2001).
Kadar air singkong segar sangat tinggi maka tiga hari setelah panen
umbi akan mudah rusak. Kerusakan umbi ubi kayu dimulai dari akibat
faktor mekanis (terpangkas, terpotong, tergores, retak bagian dalamnya, dan
memar), kemudian dilanjutkan dengan kerusakan fisiologis oleh air, enzim,
dan proses respirasi, serta kerusakan patologis oleh cendawan dan bakteri
sehingga umbi menjadi busuk. Umbi kayu yang luka, pada kondisi
lingkungan suhu 25-40 derajat celcius dan kelembaban 80-90% selama 4-5
hari mengalami penyembuhan atau curing (terjadinya perubahan kambium
umbi kayu segar menjadi mengeras). Perubahan ini dapat menghambat
kerusakan oleh mikroba dan proses biokomia (Djuwardi, 2008).
Pada pengeringan ketela pohon (pembuatan gaplek) sering terjadi
perubahan warna menjadi hitam yang disebabkan oleh enzim polifenolase
yaitu suatu oksidase yang terdapat pada lendir ketela pohon, yang karena
kontak dengan udara dapat mengubah senyawa polifenol (tanin) menjadi
senyawa yang berwarna hitam. Pencegahan dapat dilakukan dengan
mencuci lendir yang terdapat diantara kulit daging ubi kayu segera setelah
dikupas/dipotong (Winarno, 1980).
Pada pengolahan singkong salah satu hal yang perlu diwaspadai adalah
kandungan asam sianida yang bersifat racun. Berdasarkan kadar asam
klorida yang dikandung, terdapat empat penggolongan singkong , yaitu
singkong yang tidak beracun, golongan yang memiliki racun yang sedikit
(mengandung HCN sekitar 50 – 80 mg/kg umbi segar), golongan beracun
(mengandung HCN sekitar 80 – 100 mg/kg umbi segar), golongan sangat
beracun (mengandung HCN lebih besar dari 100 mg/kg kadar umbi segar).
Beberapa jenis singkong pahit ada yang mengandung HCN hingga 400
mg/kg umbi segar (Anonima, 2009).
b. Tinjauan Teori
Bahasa ilmiah pengeringan adalah penghidratan, yang berarti
menghilangkan air dari suatu bahan dengan tujuan bahan makanan menjadi
lebih awet. Proses pengeringan atau penghidratan berlaku apabila bahan
yang dikeringkan kehilangan sebagian atau keseluruhan air yang
dikandungnya. Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah
penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang terkandung dalam suatu
bahan teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini
dapat diberikan melalui beberapa sumber, seperti kayu api, minyak dan gas,
arang bara maupun tenaga surya (Hasibuan, 2005).
Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada
umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih
tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi
fisik bahan pangan. Contohnya, akan terjadi pembusukan dan penurunan
kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung dalam bahan
tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang terdapat
dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak
dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan tersebut. Untuk
mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau
pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga
terhindar dari pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan. Salah
satu cara sederhananya adalah dengan melalui proses pengeringan.
Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya pengawetan. Dasar dari
proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena
adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang
dikeringkan. Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan
lebih lama, mempertahankan daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan
kualitas yang lebih baik (Anonimb, 2007).
Energi yang harus diberikan untuk menguapkan air setiap suhu
tergantung pada suhu ini. Jumlah energi yang dibutuhkan oleh satu pound
air disebut panas laten penguapan, apabila berasal dari suatu bahan cair atau
panas laten sublimasi apabila berasal dari suatu bahan padat. Energi panas
yang dibutuhkan untuk menguapkan air di bawah pengaruh kondisi tertentu
dapat dihitung dari panas laten yang diberikan (Earle, 1969).
Kecepatan laju reaksi proses proses pengeringan osmosis dipengaruhi
oleh beberapa beberapa parameter utama. Parameter utama yang
mempengaruhi laju pengeringan osmosis adalah suhu, konsentrasi, dan
waktu. Setelah melakukan pengeringan osmosis aktifitas enzim tidak
ditemukan lagi. Pengaruh lainnya adalah laju pindah air dari bahan ke
larutan jauh lebih cepat dibandingkan terhadap laju pindah padatan dari
larutan ke bahan. Sehingga dengan membuat kombinasi suhu dan waktu
yang tepat maka akan didapat bahan dengan penurunan kadar air maksimum
dan peningkatan padatan yang minimum (Saputra, 2006).
Lama proses pengeringan tergantung dari bahan yang dikeringkan dan
cara pemanasan. Jika suatu benda padat mengering, maka berlangsunglah 2
proses yaitu :
1. Pemindahan panas untuk menguapkan cairan-cairan yang terdapat pada
benda padat tersebut.
2. Pemindahan massa, yaitu dalam bentuk air bahan (internal moisture) atau
dalam bentuk uap (evaporated liquid).
Pemindahan massa terjadi dalam bentuk sebagai cairan atau uap air dalam
benda padat, dan sebagai uap dari permukaan benda padat tersebut (Hudaya,
1981).
Pada umumnya, ada dua mode pengeringan yaitu pengeringan batch
dan pengeringan kontinue. Salah satu metode pengeringan adalah
pengeringan butiran dengan pengering unggun diam (deep bed). Pada
pengering jenis ini, proses pengeringan dianggap merupakan proses batch,
dengan kadar air butiran, kelembaban udara pengering, temperatur udara
dan butiran, berubah secara simultan terhadap waktu pengeringan (Istadi,
2000).
Pengeringan dapat dilakukan secara alami maupun secara mekanis
(dengan menggunakan alat pengering). Pengeringan secara alami dangan
menggunakan panas sinar matahari berbeda dengan pengeringan mekanis
yang dilakukan dengan alat yang telah dirancang sesuai dengan sifat-sifat
bahan hasil pertanian sehingga tujuannya akan lebih tetap. Pengeringan
dipengarui oleh faktor-faktor komponen bahan, bentuk bahan, suhu dalam
pengeringan, perlakuan praproses. Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh
jumlah dan posisi air dalam bahan, sifat bahan dan kemampuan udara dalam
menyerap uap air. Pada awal proses pengeringan, kecepatan penguapan air
meningkat, kemudian setelah mencapai periode tertentu akan tetap (constant
rate periode) dan akhirnya menurun (falling periode) (Anonimc, 2010).
Perpindahan panas dalam makanan padat, terjadi hampir pada semua
kasus, ditambah dengan transfer air terutama untuk proses dimana produk
tidak dikemas. Pada bagian ini, karena itu, simultaneos panas dan
perpindahan massa dibahas secara lebih rinci sehubungan dengan transmisi
paralel panas murni. Dalam hal ini ekstrim ini berarti operasi pengeringan,
tetapi dalam operasi dimana pemanasan hanya dimaksudkan beberapa
transfer air juga terjadi, misalnya kebocoran pada saat mendidih dan
blansing. Tampilan simultan dari kedua perpindahan panas dan massa
membuat perlakuan teoritis lebih rumit dan solusi analisis lengkap untuk
masalah ini tidak tersedia. Fakta bahwa sifat fisik material bervariasi dengan
berbagai suhu dan kadar air menambah kompleksitas masalah. Oleh karena
itu, penyederhanaan harus dibuat dan model yang berbeda disajikan,
masing-masing yang spesifik dengan regrad dengan materi dan kondisi
batas (Hallstrӧm, 1988)
Selama proses pengeringan produk makanan pertanian, difusivitas
kelembaban adalah hal yang paling penting untuk perhitungan transfer
kelembaban dalam produk. Pengetahuan faktor yang diperlukan tidak hanya
untuk menjelaskan kinetika pengeringan dan menafsirkan pengamatan
eksperimen tetapi juga untuk simulasi proses (Hassini, 2004).
Transfer massa menyangkut pemindahan massa air dari dalam bahan ke
permukaan bahan melalui difusi dan selanjutnya dari permukaan bahan air
berpindah ke lingkungan sekitar (environment). Cepat tidaknya air
berpindah dari bahan mempengaruhi cepat atau lambatnya proses
pengeringan dan ini pada akhirnya akan mempengaruhi sifat-sifat produk
akhir (Anonimd, 2010).
III. Metodologi
a. Alat
1. Slicer/perajang
2. Stopwatch
3. Timbangan
4. Pengering
5. Rak pengering
6. Baskom
7. Pemarut
8. Pisau
b. Bahan
1. Ubi kayu
c. Cara Kerja
IV. Hasil dan Pembahasan
a. Hasil Percobaan
Tabel 4.1 Transfer Massa Uap Air pada Ubi Kayu Rajang dan Parut
WaktuPengeringan
Jumlah air yang diuapkan(gr)
Laju transfer massa uap air
(gr H2O/jam)Ubi kayu
rajangUbi kayu
parutUbi kayu
rajangUbi kayu
Parut0,5 jam1 jam
1,5 jam2 jam
50101010
30101010
100202020
60202020
Sumber : Laporan Sementara
b. Pembahasan
Ubi kayu dikupas, kemudian dicuci hingga bersih
Ubi kayu yang telah diparut dan diiris dihamparkan di atas rak
pengering dan dikeringkan selama ± 2 jam dengan suhu 700 C
Diambil masing-masing bagian kemudian ditimbang sebanyak ±
200 gr
Setiap 30 menit, bahan diambil dan ditimbang
Laju transfer massa uap air selama pengeringan ditentukan
Ubi kayu diambil dalam 2 bagian, bagian pertama diiris tipis-
tipis dengan ketebalan 3 cm dan bagian kedua diparut
Pada dasarnya, pengeringan adalah menghilangkan air dari suatu
bahan dengan tujuan bahan makanan menjadi lebih awet. Pengeringan dapat
dilakukan secara alami maupun secara mekanis (dengan menggunakan alat
pengering). Pengeringan secara alami pangan menggunakan panas sinar
matahari berbeda dengan pengeringan mekanis yang dilakukan dengan alat
yang telah dirancang sesuai dengan sifat-sifat bahan hasil pertanian
sehingga tujuannya akan lebih tetap.
Massa ubi kayu (rajang dan parut) akan mengalami penyusutan
massa setelah dikeringkan karena terjadi transfer massa uap air dari bahan
ke udara sekitar. Tekanan H2O pada bahan yang dikeringkan lebih besar bila
dibandingkan dengan tekanan H2O udara sekitar sehingga akan terjadi
proses penguapan dimana uap air mengalir dari daerah yang bertekanan
tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah. Pada dasarnya prinsip dari
massa transfer adalah adanya perbedaan konsentrasi dan perbedaan tekanan.
Pada percobaan ini, pengeringan dilakukan pada ubi kayu rajang dan
ubi kayu parut. Proses pengeringan dilakukan dengan alat pengering.
Pertama ubi kayu dirajang dan diparut, kemudian ditimbang seberat masing-
masing 200 gr dan dikeringkan dengan alat pengering. Setiap 30 menit, ubi
kayu ditimbang beratnya dan dicatat. Semakin lama waktu pengeringan
yang disertai dengan meningkatnya suhu maka jumlah air yang diuapkan
semakin banyak, begitu pula dengan laju transfer massa uap airnya juga
semakin meningkat. Hal ini sudah bisa dikatakan konstan karena rentang
waktu pengeringannya tetap, pada awal proses pemanasan/pengeringan
terjadi pemindahan massa uap air dari bahan ke permukaan bahan yang
dikeringkan, selanjutnya setelah air yang berada di dalam bahan teruapkan
maka diikuti dengan penguapan air yang berada di permukaan bahan.
Peristiwa ini juga berlaku pada ubi kayu parut.
Laju transfer massa uap air rata-rata pada ubi kayu rajang setelah
dikeringkan selama 2 jam adalah 40 gram/jam. Sedangkan pada ubi kayu
parut yang telah dikeringkan selama 2 jam laju transfer massa uap air rata-
ratanya adalah 22,5 gram/jam. Berdasarkan teori, laju transfer massa uap air
pada bahan yang diparut lebih besar bila dibandingkan dengan ubi kayu
yang dirajang. Hal ini berkaitan dengan faktor ketebalan bahan. Akan tetapi,
pada percobaan ini laju transfer massa uap air pada ubi kayu parut lebih
kecil bila dibandingkan dengan ubi kayu rajang. Walaupun jumlah massa
ubi kayu rajang dan ubi kayu parut sudah sama. Sehingga pada percobaan
ini terjadi penyimpangan, hal ini dikarenakan oleh kurang telitinya
praktikan dalam melakukan percobaan dan penimbangan ubi kayu sebelum
dikeringkan dan setelah dikeringkan.
Dari percobaan ini didapat data ubi kayu rajang, massa awalnya 200
gram. Setelah dikeringkan selama 30 menit (0,5 jam) massa ubi kayu
menjadi 150 gram, berarti air yang diuapkan sebesar 50 gram dengan laju
transfer massa uap air sebesar 100 gram H2O/jam. Setelah dikeringkan
selama 30 menit (1 jam) massa ubi kayu menjadi 140 gram, berarti air yang
diuapkan sebesar 10 gram dengan laju transfer massa uap air sebesar 20
gram H2O/jam. Setelah dikeringkan selama 30 menit (1,5 jam) massa ubi
kayu menjadi 130 gram, berarti air yang diuapkan sebesar 10 gram dengan
laju transfer massa uap air sebesar 20 gram H2O/jam. Setelah dikeringkan
selama 30 menit (2 jam) massa ubi kayu menjadi 120 gram, berarti air yang
diuapkan sebesar 10 gram dengan laju transfer massa uap air sebesar 20
gram H2O/jam. Laju rata-rata transfer massa uap air sebesar 40 gram
H2O/jam.
Data ubi kayu parut, massa awalnya 200 gram. Setelah dikeringkan
selama 30 menit (0,5 jam) massa ubi kayu menjadi 170 gram, berarti air
yang diuapkan sebesar 30 gram dengan laju transfer massa uap air sebesar
60 gram H2O/jam. Setelah dikeringkan selama 30 menit (1 jam) massa ubi
kayu menjadi 160 gram, berarti air yang diuapkan sebesar 10 gram dengan
laju transfer massa uap air sebesar 20 gram H2O/jam. Setelah dikeringkan
selama 30 menit (1,5 jam) massa ubi kayu menjadi 150 gram, berarti air
yang diuapkan sebesar 10 gram dengan laju transfer massa uap air sebesar
20 gram H2O/jam. Setelah dikeringkan selama 30 menit (2 jam) massa ubi
kayu menjadi 140 gram, berarti air yang diuapkan sebesar 10 gram dengan
laju transfer massa uap air sebesar 20 gram H2O/jam. Laju rata-rata transfer
massa uap air sebesar 22,5 gram H2O/jam.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju transfer massa uap air
adalah kadar air bahan, suhu pengeringan, ketebalan bahan dan porositas
bahan. Jika kadar air dalam bahan yang dikeringkan lebih banyak maka laju
transfernya semakin lambat. Suhu pengeringan yang tinggi akan
mempercepat laju transfer massa uap air. Semakin lama waktu pengeringan,
air yang diuapkan juga semakin besar. Ketebalan bahan sangatlah
berpengaruh terhadap laju transfer, karena semakin tebal bahan maka laju
transfernya akan semakin lambat dan hal ini berlaku sebaliknya.
Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh jumlah dan posisi air dalam
bahan, sifat bahan dan kemampuan udara dalam menyerap uap air. Pada
awal proses pengeringan, kecepatan penguapan air meningkat, kemudian
setelah mencapai periode tertentu akan tetap (constant rate periode) dan
akhirnya menurun (falling periode).
V. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada praktikum acara III
yaitu, Transfer Massa Uap Air Selama Pengeringan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengeringan adalah menghilangkan air dari suatu bahan dengan tujuan
bahan makanan menjadi lebih awet.
2. Pada proses pengeringan terjadi transfer panas dari udara pengeringan ke
bahan dan transfer massa dari bahan ke udara.
3. Laju transfer massa uap air rata-rata pada ubi kayu rajang adalah 40 gr
H2O/jam sedangkan pada ubi kayu parut adalah 22,5 gr H2O/jam.
4. Faktor yang mempengaruhi laju transfer massa uap air adalah kadar air
bahan, suhu pengeringan, ketebalan bahan dan porositas bahan.
5. Laju transfer massa uap air memiliki perbandingan yang lurus terhadap suhu
pengeringan dan porositas bahan. Akan tetapi berbanding terbalik dengan
kadar air dan ketebalan bahan.
6. Laju transfer massa uap air pada ubi kayu parut lebih besar dibandingkan
pada ubi kayu rajang, karena hal ini berkaitan dengan ketebalan bahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonima, 2009. Karakteristik umbi kayu. http//bing.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2011. Pukul 17.32 WIB.
Anonimb, 2007. Transfer Massa. http//wikipedia.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011. Pukul 18.35 WIB.
Anonimc, 2010. Pengeringan. http//google.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011. Pukul 10.30 WIB.
Anonimd, 2010. Transfer Massa Uap Air. http//yahoo.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011. Pukul 11.00 WIB.
Djuwardi, Anton. 2008. Cassava Solusi Pemberagaman Kemandirian Pangan. Grasindo. Jakarta
Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. PT. Sastra Hudaya. Bogor.
Hallstrӧm, Bengt. Heat Transfer and Food Produts. Elsivier Applied Science. London.
Hasibuan, 2005. Proses pengeringan. http//google.com. Hal. 1. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011. Pukul 12.30 WIB.
Hassini, 2004. Estimation of The Moisture Diffusion Coeficient of Potato During Hot Air Drying. Vol. B, Agustus 2004, hal. 1488.
Hudaya, Saripah. 1981. Dasar-Dasar Pengawetan I. PT. Ciptasari Grafika. Semarang.
Istadi, 2000. Model Heterogen Pengeringan Butiran Jagung dalam Unggulan Diam. Vol. 15, No. 3.
Kajuna, 2001. Thin Layer Drying of Diced Cassava Roots. Vol. 2, No. 2, Desember 2001, hal. 95.
Saputra, 2006. Osmosis Puffing Sebagai Salah Satu Alternatif Proses Pengeringan Buah dan Sayur. Vol. 20, No. 1, April 2006, hal. 77.
Winarno, F.G. dkk. 1980. Pengantar Ilmu Teknologi Pangan. Erlangga. Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM
SATUAN OPERASI I
ACARA III
TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN
Kelompok 7:
1. INTAN INDRIANA
2. LANDEP W
3. MARCELIA S. W
4. NURILA C
5. TITIEK RACHMAWATY
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
Analisis Hasil Percobaan
1. Perhitungan laju transfer massa uap air pada ubi kayu rajang
Diketahui : Massa ubi kayu mula-mula = 200 gr
Massa ubi kayu setelah 0,5 jam = 150 gr
Massa ubi kayu setelah 1 jam = 140 gr
Massa ubi kayu setelah 1,5 jam = 130 gr
Massa ubi kayu setelah 2 jam = 120 gr
Maka :
∑ uap air yang diuapkan = berat awal ─ berat akhir
Laju transfer massa uap air =
jumlah air yang diuapkanwaktu pengeringan = gr H2O/jam
Waktu pengeringan 0,5 jam pertama
∑ uap air yang diuapkan = 200 – 150
= 50 gr
Laju transfer uap air =
50 gram0,5 jam
= 100 gr H2O/jam
Waktu pengeringan 1 jam pertama
∑ uap air yang diuapkan = 150 – 140
= 10 gr
Laju transfer uap air =
10 gram0,5 jam
= 20 gr H2O/jam
Waktu pengeringan 1,5 jam pertama
∑ uap air yang diuapkan = 140 – 130
= 10 gr
Laju transfer uap air =
10 gram0,5 jam
= 20 gr H2O/jam
Waktu pengeringan 2 jam pertama
∑ uap air yang diuapkan = 130 – 120
= 10 gr
Laju transfer uap air =
10 gram0,5 jam
= 20 gr H2O/jam
Dari perhitungan ini laju transfer massa uap air rata-ratanya adalah :
x =
100 + 20 + 20 + 20 gr H 2 O/jam4
= 40 gr H2O/jam
2. Perhitungan laju transfer massa uap air pada ubi kayu parut
Diketahui : Massa ubi kayu mula-mula = 200 gr
Massa ubi kayu setelah 0,5 jam = 170 gr
Massa ubi kayu setelah 1 jam = 160 gr
Massa ubi kayu setelah 1,5 jam = 150 gr
Massa ubi kayu setelah 2 jam = 140 gr
Maka :
Waktu pengeringan 0,5 jam pertama
∑ uap air yang diuapkan = 200 – 170
= 30 gr
Laju transfer uap air =
30 gram0,5 jam
= 60 gr H2O/jam
Waktu pengeringan 1 jam pertama
∑ uap air yang diuapkan = 170 – 160
= 10 gr
Laju transfer uap air =
10 gram0,5 jam
= 20 gr H2O/jam
Waktu pengeringan 1,5 jam pertama
∑ uap air yang diuapkan = 160 – 150
= 10 gr
Laju transfer uap air =
10 gram0,5 jam
= 20 gr H2O/jam
Waktu pengeringan 2 jam pertama
∑ uap air yang diuapkan = 150 – 140
= 10 gr
Laju transfer uap air =
10 gram0,5 jam
= 20 gr H2O/jam
Dari perhitungan ini laju transfer massa uap air rata-ratanya adalah :
x =
60 + 10 + 10 + 10 gr H 2 O/jam4
= 22,5 gr H2O/jam