acara iii satop i

22
ACARA III TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum acara III Transfer Massa Uap Air Selama Pengeringan adalah untuk mengetahui laju transfer massa uap air selama pengeringan. II. Tinjauan Pustaka a. Tinjauan Bahan Cepat pengeringan ubi kayu ini menguntungkan dalam arti bahwa risiko kontaminasi dan pertumbuhan jamur diminimalkan. Selain itu, pengeringan mengurangi tingkat glucosides sianogen yang apotential racun yang dialami ubi kayu. 17 hari pengeringan dengan matahari membuat akar longitudinal split hanya mengurangi glucosides sianogen ke 27-37%, meninggalkan lebih dari 100 setara mg HCN per kg berat kering tepung, yaitu sepuluh kali tingkat aman yang ditetapkan oleh FAO / WHO (Kajuna, 2001). Kadar air singkong segar sangat tinggi maka tiga hari setelah panen umbi akan mudah rusak. Kerusakan umbi ubi kayu dimulai dari akibat faktor mekanis (terpangkas, terpotong, tergores, retak bagian dalamnya, dan memar), kemudian dilanjutkan

Upload: titiek-rachmawaty

Post on 02-Jul-2015

261 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Acara III Satop i

ACARA III

TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN

I. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum acara III Transfer Massa Uap Air Selama

Pengeringan adalah untuk mengetahui laju transfer massa uap air selama

pengeringan.

II. Tinjauan Pustaka

a. Tinjauan Bahan

Cepat pengeringan ubi kayu ini menguntungkan dalam arti bahwa

risiko kontaminasi dan pertumbuhan jamur diminimalkan. Selain itu,

pengeringan mengurangi tingkat glucosides sianogen yang apotential racun

yang dialami ubi kayu. 17 hari pengeringan dengan matahari membuat akar

longitudinal split hanya mengurangi glucosides sianogen ke 27-37%,

meninggalkan lebih dari 100 setara mg HCN per kg berat kering tepung,

yaitu sepuluh kali tingkat aman yang ditetapkan oleh FAO / WHO (Kajuna,

2001).

Kadar air singkong segar sangat tinggi maka tiga hari setelah panen

umbi akan mudah rusak. Kerusakan umbi ubi kayu dimulai dari akibat

faktor mekanis (terpangkas, terpotong, tergores, retak bagian dalamnya, dan

memar), kemudian dilanjutkan dengan kerusakan fisiologis oleh air, enzim,

dan proses respirasi, serta kerusakan patologis oleh cendawan dan bakteri

sehingga umbi menjadi busuk. Umbi kayu yang luka, pada kondisi

lingkungan suhu 25-40 derajat celcius dan kelembaban 80-90% selama 4-5

hari mengalami penyembuhan atau curing (terjadinya perubahan kambium

umbi kayu segar menjadi mengeras). Perubahan ini dapat menghambat

kerusakan oleh mikroba dan proses biokomia (Djuwardi, 2008).

Pada pengeringan ketela pohon (pembuatan gaplek) sering terjadi

perubahan warna menjadi hitam yang disebabkan oleh enzim polifenolase

yaitu suatu oksidase yang terdapat pada lendir ketela pohon, yang karena

Page 2: Acara III Satop i

kontak dengan udara dapat mengubah senyawa polifenol (tanin) menjadi

senyawa yang berwarna hitam. Pencegahan dapat dilakukan dengan

mencuci lendir yang terdapat diantara kulit daging ubi kayu segera setelah

dikupas/dipotong (Winarno, 1980).

Pada pengolahan singkong salah satu hal yang perlu diwaspadai adalah

kandungan asam sianida yang bersifat racun. Berdasarkan kadar asam

klorida yang dikandung, terdapat empat penggolongan singkong , yaitu

singkong yang tidak beracun, golongan yang memiliki racun yang sedikit

(mengandung HCN sekitar 50 – 80 mg/kg umbi segar), golongan beracun

(mengandung HCN sekitar 80 – 100 mg/kg umbi segar), golongan sangat

beracun (mengandung HCN lebih besar dari 100 mg/kg kadar umbi segar).

Beberapa jenis singkong pahit ada yang mengandung HCN hingga 400

mg/kg umbi segar (Anonima, 2009).

b. Tinjauan Teori

Bahasa ilmiah pengeringan adalah penghidratan, yang berarti

menghilangkan air dari suatu bahan dengan tujuan bahan makanan menjadi

lebih awet. Proses pengeringan atau penghidratan berlaku apabila bahan

yang dikeringkan kehilangan sebagian atau keseluruhan air yang

dikandungnya. Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah

penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang terkandung dalam suatu

bahan teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini

dapat diberikan melalui beberapa sumber, seperti kayu api, minyak dan gas,

arang bara maupun tenaga surya (Hasibuan, 2005).

Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada

umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih

tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi

fisik bahan pangan. Contohnya, akan terjadi pembusukan dan penurunan

kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung dalam bahan

tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang terdapat

dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak

dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan tersebut. Untuk

Page 3: Acara III Satop i

mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau

pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga

terhindar dari pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan. Salah

satu cara sederhananya adalah dengan melalui proses pengeringan.

Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya pengawetan. Dasar dari

proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena

adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang

dikeringkan. Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan

lebih lama, mempertahankan daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan

kualitas yang lebih baik (Anonimb, 2007).

Energi yang harus diberikan untuk menguapkan air setiap suhu

tergantung pada suhu ini. Jumlah energi yang dibutuhkan oleh satu pound

air disebut panas laten penguapan, apabila berasal dari suatu bahan cair atau

panas laten sublimasi apabila berasal dari suatu bahan padat. Energi panas

yang dibutuhkan untuk menguapkan air di bawah pengaruh kondisi tertentu

dapat dihitung dari panas laten yang diberikan (Earle, 1969).

Kecepatan laju reaksi proses proses pengeringan osmosis dipengaruhi

oleh beberapa beberapa parameter utama. Parameter utama yang

mempengaruhi laju pengeringan osmosis adalah suhu, konsentrasi, dan

waktu. Setelah melakukan pengeringan osmosis aktifitas enzim tidak

ditemukan lagi. Pengaruh lainnya adalah laju pindah air dari bahan ke

larutan jauh lebih cepat dibandingkan terhadap laju pindah padatan dari

larutan ke bahan. Sehingga dengan membuat kombinasi suhu dan waktu

yang tepat maka akan didapat bahan dengan penurunan kadar air maksimum

dan peningkatan padatan yang minimum (Saputra, 2006).

Lama proses pengeringan tergantung dari bahan yang dikeringkan dan

cara pemanasan. Jika suatu benda padat mengering, maka berlangsunglah 2

proses yaitu :

1. Pemindahan panas untuk menguapkan cairan-cairan yang terdapat pada

benda padat tersebut.

Page 4: Acara III Satop i

2. Pemindahan massa, yaitu dalam bentuk air bahan (internal moisture) atau

dalam bentuk uap (evaporated liquid).

Pemindahan massa terjadi dalam bentuk sebagai cairan atau uap air dalam

benda padat, dan sebagai uap dari permukaan benda padat tersebut (Hudaya,

1981).

Pada umumnya, ada dua mode pengeringan yaitu pengeringan batch

dan pengeringan kontinue. Salah satu metode pengeringan adalah

pengeringan butiran dengan pengering unggun diam (deep bed). Pada

pengering jenis ini, proses pengeringan dianggap merupakan proses batch,

dengan kadar air butiran, kelembaban udara pengering, temperatur udara

dan butiran, berubah secara simultan terhadap waktu pengeringan (Istadi,

2000).

Pengeringan dapat dilakukan secara alami maupun secara mekanis

(dengan menggunakan alat pengering). Pengeringan secara alami dangan

menggunakan panas sinar matahari berbeda dengan pengeringan mekanis

yang dilakukan dengan alat yang telah dirancang sesuai dengan sifat-sifat

bahan hasil pertanian sehingga tujuannya akan lebih tetap. Pengeringan

dipengarui oleh faktor-faktor komponen bahan, bentuk bahan, suhu dalam

pengeringan, perlakuan praproses. Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh

jumlah dan posisi air dalam bahan, sifat bahan dan kemampuan udara dalam

menyerap uap air. Pada awal proses pengeringan, kecepatan penguapan air

meningkat, kemudian setelah mencapai periode tertentu akan tetap (constant

rate periode) dan akhirnya menurun (falling periode) (Anonimc, 2010).

Perpindahan panas dalam makanan padat, terjadi hampir pada semua

kasus, ditambah dengan transfer air terutama untuk proses dimana produk

tidak dikemas. Pada bagian ini, karena itu, simultaneos panas dan

perpindahan massa dibahas secara lebih rinci sehubungan dengan transmisi

paralel panas murni. Dalam hal ini ekstrim ini berarti operasi pengeringan,

tetapi dalam operasi dimana pemanasan hanya dimaksudkan beberapa

transfer air juga terjadi, misalnya kebocoran pada saat mendidih dan

blansing. Tampilan simultan dari kedua perpindahan panas dan massa

Page 5: Acara III Satop i

membuat perlakuan teoritis lebih rumit dan solusi analisis lengkap untuk

masalah ini tidak tersedia. Fakta bahwa sifat fisik material bervariasi dengan

berbagai suhu dan kadar air menambah kompleksitas masalah. Oleh karena

itu, penyederhanaan harus dibuat dan model yang berbeda disajikan,

masing-masing yang spesifik dengan regrad dengan materi dan kondisi

batas (Hallstrӧm, 1988)

Selama proses pengeringan produk makanan pertanian, difusivitas

kelembaban adalah hal yang paling penting untuk perhitungan transfer

kelembaban dalam produk. Pengetahuan faktor yang diperlukan tidak hanya

untuk menjelaskan kinetika pengeringan dan menafsirkan pengamatan

eksperimen tetapi juga untuk simulasi proses (Hassini, 2004).

Transfer massa menyangkut pemindahan massa air dari dalam bahan ke

permukaan bahan melalui difusi dan selanjutnya dari permukaan bahan air

berpindah ke lingkungan sekitar (environment). Cepat tidaknya air

berpindah dari bahan mempengaruhi cepat atau lambatnya proses

pengeringan dan ini pada akhirnya akan mempengaruhi sifat-sifat produk

akhir (Anonimd, 2010).

III. Metodologi

a. Alat

1. Slicer/perajang

2. Stopwatch

3. Timbangan

4. Pengering

5. Rak pengering

6. Baskom

7. Pemarut

8. Pisau

b. Bahan

1. Ubi kayu

Page 6: Acara III Satop i

c. Cara Kerja

IV. Hasil dan Pembahasan

a. Hasil Percobaan

Tabel 4.1 Transfer Massa Uap Air pada Ubi Kayu Rajang dan Parut

WaktuPengeringan

Jumlah air yang diuapkan(gr)

Laju transfer massa uap air

(gr H2O/jam)Ubi kayu

rajangUbi kayu

parutUbi kayu

rajangUbi kayu

Parut0,5 jam1 jam

1,5 jam2 jam

50101010

30101010

100202020

60202020

Sumber : Laporan Sementara

b. Pembahasan

Ubi kayu dikupas, kemudian dicuci hingga bersih

Ubi kayu yang telah diparut dan diiris dihamparkan di atas rak

pengering dan dikeringkan selama ± 2 jam dengan suhu 700 C

Diambil masing-masing bagian kemudian ditimbang sebanyak ±

200 gr

Setiap 30 menit, bahan diambil dan ditimbang

Laju transfer massa uap air selama pengeringan ditentukan

Ubi kayu diambil dalam 2 bagian, bagian pertama diiris tipis-

tipis dengan ketebalan 3 cm dan bagian kedua diparut

Page 7: Acara III Satop i

Pada dasarnya, pengeringan adalah menghilangkan air dari suatu

bahan dengan tujuan bahan makanan menjadi lebih awet. Pengeringan dapat

dilakukan secara alami maupun secara mekanis (dengan menggunakan alat

pengering). Pengeringan secara alami pangan menggunakan panas sinar

matahari berbeda dengan pengeringan mekanis yang dilakukan dengan alat

yang telah dirancang sesuai dengan sifat-sifat bahan hasil pertanian

sehingga tujuannya akan lebih tetap.

Massa ubi kayu (rajang dan parut) akan mengalami penyusutan

massa setelah dikeringkan karena terjadi transfer massa uap air dari bahan

ke udara sekitar. Tekanan H2O pada bahan yang dikeringkan lebih besar bila

dibandingkan dengan tekanan H2O udara sekitar sehingga akan terjadi

proses penguapan dimana uap air mengalir dari daerah yang bertekanan

tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah. Pada dasarnya prinsip dari

massa transfer adalah adanya perbedaan konsentrasi dan perbedaan tekanan.

Pada percobaan ini, pengeringan dilakukan pada ubi kayu rajang dan

ubi kayu parut. Proses pengeringan dilakukan dengan alat pengering.

Pertama ubi kayu dirajang dan diparut, kemudian ditimbang seberat masing-

masing 200 gr dan dikeringkan dengan alat pengering. Setiap 30 menit, ubi

kayu ditimbang beratnya dan dicatat. Semakin lama waktu pengeringan

yang disertai dengan meningkatnya suhu maka jumlah air yang diuapkan

semakin banyak, begitu pula dengan laju transfer massa uap airnya juga

semakin meningkat. Hal ini sudah bisa dikatakan konstan karena rentang

waktu pengeringannya tetap, pada awal proses pemanasan/pengeringan

terjadi pemindahan massa uap air dari bahan ke permukaan bahan yang

dikeringkan, selanjutnya setelah air yang berada di dalam bahan teruapkan

maka diikuti dengan penguapan air yang berada di permukaan bahan.

Peristiwa ini juga berlaku pada ubi kayu parut.

Laju transfer massa uap air rata-rata pada ubi kayu rajang setelah

dikeringkan selama 2 jam adalah 40 gram/jam. Sedangkan pada ubi kayu

parut yang telah dikeringkan selama 2 jam laju transfer massa uap air rata-

ratanya adalah 22,5 gram/jam. Berdasarkan teori, laju transfer massa uap air

Page 8: Acara III Satop i

pada bahan yang diparut lebih besar bila dibandingkan dengan ubi kayu

yang dirajang. Hal ini berkaitan dengan faktor ketebalan bahan. Akan tetapi,

pada percobaan ini laju transfer massa uap air pada ubi kayu parut lebih

kecil bila dibandingkan dengan ubi kayu rajang. Walaupun jumlah massa

ubi kayu rajang dan ubi kayu parut sudah sama. Sehingga pada percobaan

ini terjadi penyimpangan, hal ini dikarenakan oleh kurang telitinya

praktikan dalam melakukan percobaan dan penimbangan ubi kayu sebelum

dikeringkan dan setelah dikeringkan.

Dari percobaan ini didapat data ubi kayu rajang, massa awalnya 200

gram. Setelah dikeringkan selama 30 menit (0,5 jam) massa ubi kayu

menjadi 150 gram, berarti air yang diuapkan sebesar 50 gram dengan laju

transfer massa uap air sebesar 100 gram H2O/jam. Setelah dikeringkan

selama 30 menit (1 jam) massa ubi kayu menjadi 140 gram, berarti air yang

diuapkan sebesar 10 gram dengan laju transfer massa uap air sebesar 20

gram H2O/jam. Setelah dikeringkan selama 30 menit (1,5 jam) massa ubi

kayu menjadi 130 gram, berarti air yang diuapkan sebesar 10 gram dengan

laju transfer massa uap air sebesar 20 gram H2O/jam. Setelah dikeringkan

selama 30 menit (2 jam) massa ubi kayu menjadi 120 gram, berarti air yang

diuapkan sebesar 10 gram dengan laju transfer massa uap air sebesar 20

gram H2O/jam. Laju rata-rata transfer massa uap air sebesar 40 gram

H2O/jam.

Data ubi kayu parut, massa awalnya 200 gram. Setelah dikeringkan

selama 30 menit (0,5 jam) massa ubi kayu menjadi 170 gram, berarti air

yang diuapkan sebesar 30 gram dengan laju transfer massa uap air sebesar

60 gram H2O/jam. Setelah dikeringkan selama 30 menit (1 jam) massa ubi

kayu menjadi 160 gram, berarti air yang diuapkan sebesar 10 gram dengan

laju transfer massa uap air sebesar 20 gram H2O/jam. Setelah dikeringkan

selama 30 menit (1,5 jam) massa ubi kayu menjadi 150 gram, berarti air

yang diuapkan sebesar 10 gram dengan laju transfer massa uap air sebesar

20 gram H2O/jam. Setelah dikeringkan selama 30 menit (2 jam) massa ubi

kayu menjadi 140 gram, berarti air yang diuapkan sebesar 10 gram dengan

Page 9: Acara III Satop i

laju transfer massa uap air sebesar 20 gram H2O/jam. Laju rata-rata transfer

massa uap air sebesar 22,5 gram H2O/jam.

Beberapa faktor yang mempengaruhi laju transfer massa uap air

adalah kadar air bahan, suhu pengeringan, ketebalan bahan dan porositas

bahan. Jika kadar air dalam bahan yang dikeringkan lebih banyak maka laju

transfernya semakin lambat. Suhu pengeringan yang tinggi akan

mempercepat laju transfer massa uap air. Semakin lama waktu pengeringan,

air yang diuapkan juga semakin besar. Ketebalan bahan sangatlah

berpengaruh terhadap laju transfer, karena semakin tebal bahan maka laju

transfernya akan semakin lambat dan hal ini berlaku sebaliknya.

Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh jumlah dan posisi air dalam

bahan, sifat bahan dan kemampuan udara dalam menyerap uap air. Pada

awal proses pengeringan, kecepatan penguapan air meningkat, kemudian

setelah mencapai periode tertentu akan tetap (constant rate periode) dan

akhirnya menurun (falling periode).

V. Kesimpulan

Page 10: Acara III Satop i

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada praktikum acara III

yaitu, Transfer Massa Uap Air Selama Pengeringan dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengeringan adalah menghilangkan air dari suatu bahan dengan tujuan

bahan makanan menjadi lebih awet.

2. Pada proses pengeringan terjadi transfer panas dari udara pengeringan ke

bahan dan transfer massa dari bahan ke udara.

3. Laju transfer massa uap air rata-rata pada ubi kayu rajang adalah 40 gr

H2O/jam sedangkan pada ubi kayu parut adalah 22,5 gr H2O/jam.

4. Faktor yang mempengaruhi laju transfer massa uap air adalah kadar air

bahan, suhu pengeringan, ketebalan bahan dan porositas bahan.

5. Laju transfer massa uap air memiliki perbandingan yang lurus terhadap suhu

pengeringan dan porositas bahan. Akan tetapi berbanding terbalik dengan

kadar air dan ketebalan bahan.

6. Laju transfer massa uap air pada ubi kayu parut lebih besar dibandingkan

pada ubi kayu rajang, karena hal ini berkaitan dengan ketebalan bahan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: Acara III Satop i

Anonima, 2009. Karakteristik umbi kayu. http//bing.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2011. Pukul 17.32 WIB.

Anonimb, 2007. Transfer Massa. http//wikipedia.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011. Pukul 18.35 WIB.

Anonimc, 2010. Pengeringan. http//google.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011. Pukul 10.30 WIB.

Anonimd, 2010. Transfer Massa Uap Air. http//yahoo.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011. Pukul 11.00 WIB.

Djuwardi, Anton. 2008. Cassava Solusi Pemberagaman Kemandirian Pangan. Grasindo. Jakarta

Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. PT. Sastra Hudaya. Bogor.

Hallstrӧm, Bengt. Heat Transfer and Food Produts. Elsivier Applied Science. London.

Hasibuan, 2005. Proses pengeringan. http//google.com. Hal. 1. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011. Pukul 12.30 WIB.

Hassini, 2004. Estimation of The Moisture Diffusion Coeficient of Potato During Hot Air Drying. Vol. B, Agustus 2004, hal. 1488.

Hudaya, Saripah. 1981. Dasar-Dasar Pengawetan I. PT. Ciptasari Grafika. Semarang.

Istadi, 2000. Model Heterogen Pengeringan Butiran Jagung dalam Unggulan Diam. Vol. 15, No. 3.

Kajuna, 2001. Thin Layer Drying of Diced Cassava Roots. Vol. 2, No. 2, Desember 2001, hal. 95.

Saputra, 2006. Osmosis Puffing Sebagai Salah Satu Alternatif Proses Pengeringan Buah dan Sayur. Vol. 20, No. 1, April 2006, hal. 77.

Winarno, F.G. dkk. 1980. Pengantar Ilmu Teknologi Pangan. Erlangga. Jakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM

Page 12: Acara III Satop i

SATUAN OPERASI I

ACARA III

TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN

Kelompok 7:

1. INTAN INDRIANA

2. LANDEP W

3. MARCELIA S. W

4. NURILA C

5. TITIEK RACHMAWATY

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

Analisis Hasil Percobaan

1. Perhitungan laju transfer massa uap air pada ubi kayu rajang

Page 13: Acara III Satop i

Diketahui : Massa ubi kayu mula-mula = 200 gr

Massa ubi kayu setelah 0,5 jam = 150 gr

Massa ubi kayu setelah 1 jam = 140 gr

Massa ubi kayu setelah 1,5 jam = 130 gr

Massa ubi kayu setelah 2 jam = 120 gr

Maka :

∑ uap air yang diuapkan = berat awal ─ berat akhir

Laju transfer massa uap air =

jumlah air yang diuapkanwaktu pengeringan = gr H2O/jam

Waktu pengeringan 0,5 jam pertama

∑ uap air yang diuapkan = 200 – 150

= 50 gr

Laju transfer uap air =

50 gram0,5 jam

= 100 gr H2O/jam

Waktu pengeringan 1 jam pertama

∑ uap air yang diuapkan = 150 – 140

= 10 gr

Laju transfer uap air =

10 gram0,5 jam

= 20 gr H2O/jam

Waktu pengeringan 1,5 jam pertama

∑ uap air yang diuapkan = 140 – 130

= 10 gr

Laju transfer uap air =

10 gram0,5 jam

= 20 gr H2O/jam

Waktu pengeringan 2 jam pertama

∑ uap air yang diuapkan = 130 – 120

Page 14: Acara III Satop i

= 10 gr

Laju transfer uap air =

10 gram0,5 jam

= 20 gr H2O/jam

Dari perhitungan ini laju transfer massa uap air rata-ratanya adalah :

x =

100 + 20 + 20 + 20 gr H 2 O/jam4

= 40 gr H2O/jam

2. Perhitungan laju transfer massa uap air pada ubi kayu parut

Diketahui : Massa ubi kayu mula-mula = 200 gr

Massa ubi kayu setelah 0,5 jam = 170 gr

Massa ubi kayu setelah 1 jam = 160 gr

Massa ubi kayu setelah 1,5 jam = 150 gr

Massa ubi kayu setelah 2 jam = 140 gr

Maka :

Waktu pengeringan 0,5 jam pertama

∑ uap air yang diuapkan = 200 – 170

= 30 gr

Laju transfer uap air =

30 gram0,5 jam

= 60 gr H2O/jam

Waktu pengeringan 1 jam pertama

∑ uap air yang diuapkan = 170 – 160

= 10 gr

Laju transfer uap air =

10 gram0,5 jam

= 20 gr H2O/jam

Waktu pengeringan 1,5 jam pertama

∑ uap air yang diuapkan = 160 – 150

= 10 gr

Page 15: Acara III Satop i

Laju transfer uap air =

10 gram0,5 jam

= 20 gr H2O/jam

Waktu pengeringan 2 jam pertama

∑ uap air yang diuapkan = 150 – 140

= 10 gr

Laju transfer uap air =

10 gram0,5 jam

= 20 gr H2O/jam

Dari perhitungan ini laju transfer massa uap air rata-ratanya adalah :

x =

60 + 10 + 10 + 10 gr H 2 O/jam4

= 22,5 gr H2O/jam