laporan praktikum satop i itp uns acara iii transfer massa uap selama pengeringan

41
DRAFT 1 LAPORAN PRAKTIKUM SATUAN OPERASI PANGAN 1 TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN KELOMPOK 11 NUR AINI FAUZIYAH H0915058 RAMAH SUGIHATI H0915064 RAUDA ALFADILA H0915065 RONALDI SETIAWAN H0915071 SALWA AL ARIBAH H0915075 SUCI INDAH PRATIWI H0915079 PROGRAM SARJANA ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Upload: salwa-al-aribah

Post on 11-Jul-2016

190 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Satuan Operasi I Acara III Transfer Massa Uap Air Selama Pengeringan ITP UNS Semester 2 tahun ajaran 2015/2016

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

DRAFT 1

LAPORAN PRAKTIKUM

SATUAN OPERASI PANGAN 1TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN

KELOMPOK 11

NUR AINI FAUZIYAH H0915058

RAMAH SUGIHATI H0915064

RAUDA ALFADILA H0915065

RONALDI SETIAWAN H0915071

SALWA AL ARIBAH H0915075

SUCI INDAH PRATIWI H0915079

PROGRAM SARJANA ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2016

Page 2: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

ACARA III

TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN

A. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara III Transfer Massa Uap Air Selama

Pengeringan ini adalah untuk mengetahui laju transfer massa uap air selama

pengeringan dan mengetahui faktor pengeringan.

B. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Bahan

Singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan

salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan

ketiga setelah padi dan jagung. Tanaman ini merupakan bahan baku paling

potensial untuk pembuatan tepung (Askurrahman, 2010). Bentuk dan

ukuran ubi sangat beragam, ada yng ramping memanjang ada pula yang

memanjang taoi bundar. Ubi kayu berfungsi untuk menyimpan karbohidrat

dan pati. Bagian luar ubi berupa kulit yang cukup tebal (10-20 % dari tebal

total singkong), kemudian kulit gabus (0,5-2 % dari total berat ubi), dan

bagian dalam merupakan daging ubi (80 % dari total berat ubi). Singkong

segar (daging ubi) mempunyai komponen kimiawi terdiri dari kadar air

sekitar 60-65 %, pati 30-35 %, serat kasar 1-2 %, kadar protein 1-2 %,

kadar lemak 0,2-0,4 %, dan mineral 1-1,5 % (Islami, 2015). Singkong

segar mengandung senyawa glokosida sianogenik dan bila terjadi proses

oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam

sianida (HCN) lebih dari 50 ppm. Ubi kayu segar juga mengandung

senyawa polifenol dan bila terjadi oksidasi akan menyebabkan warna

coklat oleh enzim fenolase ( Kurniawati, 2012). Ubi kayu singkong

memiliki kadar air sekitar 60-70 %, namun setelah dikeringkan kadar air

ubi kayu menjadi 10-12 % (Nugroho, 2012).

89

Page 3: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

2. Tinjauan Teori

Pengeringan adalah suatu metode untuk menghilangkan sebagian

air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan

menggunakan energi panas (Rohanah, 2005). Pengeringan merupakan

proses perpindahan massa air dari bahan yang dikeringkan ke media

pengering. Transfer massa ini ditandai dengan pengurangan massa bahan

dan perubahan bentuk fisiknya. Proses perpindahan panas ini dipengaruhi

oleh transfer panas dan transfer momentum. Transfer panas dipengaruhi

oleh perubahan suhu pengering sedangkan transfer momentum

dipengaruhi oleh perubahan laju alir udara pengering (Dwika, 2012).

Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan

yang memerlukan panas untuk menguapkan air dari permukaan bahan

tanpa mengubah sifat kimia dari bahan (Purba, 2013). Tujuan utama dari

pengeringan produk pertanian adalah untuk pengurangan kadar air

sehingga memiliki daya simpan yang panjang (Bolaji, 2011).

Mekanisme pengeringan yaitu semakin tinggi suhu pengeringan

semakin berkurang kadar air dalam bahan. Hal ini disebabkan karena

energi panas dalam dalam udara pengering mampu menguapkan molekul-

molekul air yang ada pada permukaan sehingga meningkatkan tekanan uap

air dalam bahan karena kelembaban udara disekeliling bahan menurun.

Peningkatan tekanan uap air ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari

dalam bahan ke udara sehingga meningkatkan kecepatan penguapan

bahan. Tekanan uap air bahan yang lebih besar daripada tekanan uap air

udara menyebabkan proses perpindahan massa air dalam bahan ke udara.

Semakin tinggi suhu udara pengering, semakin besar perbedaan suhu

pemanas dengan bahan maka makin cepat terjadinya transfer panas

sehingga semakin banyak air yang teruapkan dan kecepatan pengering

semakin cepat. Semakin tinggi suhu udara pengering maka semakin besar

energi panas yang dibawa ke udara sehingga makin cepat transfer massa

yang terjadi (Dwika, 2012). Dasar dari proses pengeringan adalah

terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air

Page 4: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

antara udara dan bahan yang dikeringkan. Laju pemindahan kandungan air

dari bahan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan

(Purba, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu ukuran

bahan, suhu, kecepatan udara, dan kelembaban udara. Ukuran bahan yang

diiris atau dipotong dapat mempercepat pengeringan. Hal tersebut karena

pemotongan atau pengirisan bahan akan memperluas permukaan bahan,

dan permukaan yang luas dapat memberikan lebih banyak permukaan

yang dapat berhubungan dengan medium pemanasan serta lebih banyak air

yang keluar. Potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak

dimana panas harus bergerak sampai bahan pangan dan mengurangi jarak

melalui massa air dari pusat bahan harus keluar ke permukaan bahan,

kemudian keluar dari bahan (Muchtadi, 2008).

Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan

bahan pangan, semakin cepat pemindahan panas kedalam bahan dan

semakin cepat pula penghilangan air dari bahan. Kecepatan udara juga

mempengaruhi pengeringan karena tidak hanya udara yang dipanskan

yang dapat mengambil lebih banyak uap air daripada udara dingin, tetapi

udara yang bergerak akan lebih efektif. Udara yang bergerak yaitu udara

yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi selain dapat mengambil uap

air, juga akan menghilangkan air dari permukaan bahan, sehingga akan

mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan memperlambat

penghilangan air. Kelembaban udara menunjukkan seberapa banyak kadar

air yang dikeringkan. Tiap bahan pangan mempunyai keseimbangan

kelembaban nisbi masing-masing yaitu kelembaban pada suhu tertentu

dimana bahan pangan tidak akan kehilangan kadar air (pindah) ke atmosfir

atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfer (Muchtadi, 2008).

Selain itu waktu juga mempengaruhi pengeringan yaitu semakin

lama waktu pengeringan maka kadar air dalam bahan semakin berkurang,

namun dengan kecepatan penurunan kadar air makin melambat. Jika suhu

pengeringan semakin tinggi maka waktu yang diperlukan bahan untuk

Page 5: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

mengering semakin cepat (Fadilah, dkk, 2010). Pengeringan dipengaruhi

oleh panas dan perpindahan massa antara pengeringan aliran udara dan

produk, serta proses transportasi kelembaban kompleks yang berlangsung

di produk (Haghi, 2008). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk

memperoleh kecepatan pengeringan yang maksium yaitu Luas permukaan

bahan, suhu, kecepatan udara, kelebaban udara (RH), Tekanan atmosfir

dan vakum dan waktu (Purba, 2013).

Proses pengeringan dibagi menjadi pengeringan primer dan

pengeringan sekunder. Selama pengeringan primer atau sublimasi

pengeringan, bahan dipanaskan pada suhu relatif rendah untuk

menyublimasi air bebas menjadi uap. Pengeringan sekunder atau desorpsi

pengeringan, bertujuan menghilangkan sebagian air (Li Hua dkk., 2013).

Pengeringan pangan digunakan sebagai metode pengawetan. Pangan

kering dapat disimpan dalam waktu yang lama dan tidak mengalami

pembusukkan. Hal tersebut karena jasad renik yang dapat membusukkan

dan memecahkan pangan tidak dapat dan sulit tumbuh karena ketiadaan

air, selain itu enzim yang dapat menyebabkan perubahan kimia tidak dapat

berfungsi karena tidak adanya air. Ada tiga jenis pengeringan yaitu

pengeringan udara dan pengeringan dibawa tekanan atmosfir, pengeringan

hampa udara dan pengeringan beku (Earle, 1969).

Kerugian dati pengeringan yaitu sifat asal dari bahan yang

dikeringkan dapat berubah, selain itu beberapa bahan kering perlu

pekerjaan tambahan sebelum digunakan misalnya harus dibasahkan

kembali. Keuntungan dari pengeringan yaitu bahan menjadi lebih awet

denga volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan

menghemat ruang pengepakan, serta mempermudah dalam pengangkutan

(Winarno, 1984). Proses pengeringan dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme, untuk mempertahankan mutu produk terhadap perubahan

fisik dan kimiawi yang ditentukan oleh perubahan kadar air serta

memperpanjang umur simpan dan memperbaiki kegagalan produk

(Napitupulu, dkk, 2012).

Page 6: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat

pengeringan (artificial drier) atau dengan penjemuran (sun drying) yaitu

pengeringan dengan menggunakan energi matahari. Pengeringan buatan

memiliki keuntungan yaitu suhu dan aliran udara dapat diatur sehingga

waktu pengeringan dapat ditentukan dengan tepat (Winarno, 1984). Salah

satu metode yang dapat digunakan untuk pengeringan yaitu Pengeringan

Cabinet (cabinet drying). Metode ini menggunakan alat pengering untuk

sistem batch dengan proses pengeringan dilakukan pada suhu yang

konstan. Pada alat ini kelembaban udara dapat mengalami peurunan. Alat

ini terdiri dari ruang tertutup dengan alat pemanas, kipas untuk sirkulasi

udara, dan alat pengatur kecepatan udara, serta inlet dan outlet udara. Alat

pengeringan ini biasanya digunakan untuk pengembangan produk baru

sebelum diproduksi skala besar (Estiasih, 2009).

Alat pengering lemari (cabinet dryer) bentuknya seperti sebuah

ruangan yang dibatasi oleh sekat-sekat. Dimana diletakkan baki atau

nampan tempat pengeringan. Pada pengering ukuran besar baki-baki dapat

diganti dengan lori yang dipakai untuk menempatkan baki-baki tersebut.

Hal ini terutama untuk memudahkan penanganan. Apabila pengering

berukuran kecil , baki-baki ditempatkan permanen. Dengan kipas udara

dihembuskan melalui pemanas (biasanya berupa kumparan). Udara yang

telah dipanasi ini, akan melalui baki-baki yang berisi bahan yang

dikeringkan diatasnya. Alat ini biasanya digunakan untuk penelitian di

laboratorium (Departemen Pendidikan, 1981).

Cabinet dryer adalah terdiri dari satu ruang atau cabinet yang di

dalamnya tersusun atas rak - rak yang digunakan untuk tempat meletakkan

bahan yang akan dikeringkan. Alat ini dilengkapi dengan fan atau pemanas

uap (steamheater). Bahan yang akan dikeringkan, diletakkan diatas rak-rak

yang dapat diambil dan dipasang kembali. Udara pengering disirkulasikan

dan mengalir paralel atau sejajar dengan permukaan rak. Pada cabinet

dryer, pemanasan dilakukan secara konveksi dan konduksi. Secara

Page 7: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

konveksi, digunakan aliran udara kering secara alami. Secara konduksi,

digunakan sejumlah tray secara bertingkat (Napitupulu dkk, 2012).

Kelemahan cabinet dryer adalah kurangnya pengontrolan aliran

udara yang bergerak sehingga bila aliran udara terlalu kencang,

menyebabkan aliran turbulen dalam chamber, yang menghambat

pengeringan produk bahan pangan. Produk yang sesuai dikeringkan

dengan alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang tinggi,

misalnya biji cokelat dan apel. Kelebihannya adalah harga murah, terlalu

tinggi. Komponen cabinet dryer adalah tray, heater dan fan. Tray

disesuaikan dengan kapasitas jumlah, berat dan ukuran produk pangan.

Tray berfungsi sebagai wadah biji dalam proses pengeringan, yang disusun

bertingkat. Sedangkan heater berfungsi sebagai pemanas udara yang

nantinya udara panas dari heater tersebut yang akan digunakan dalam

pengeringan (Napitupulu dkk, 2012).

Aplikasi dari praktikum Satuan Operasi Industri Pangan Acara III

“Transfer Massa Uap Air Selama Pengeringan” dalam industri pangan

seperti inovasi untuk menciptakan alat pengering kerupuk sebagai pengganti

pengeringan secara konvensional (Syafriyudin, 2009), proses pengeringan

banyak digunakan pada pengeringan bahan pertanian seperti buah – buahan

dan sayuran untuk pengawetan makanan, mengurangi berat dan volume,

menekan biaya pengangkutan dan penyimpanan produk, serta menghasilkan

produk siap saji (Departemen Pendidikan, 1981). Pada pembuatan Mocaf

(Modified Cassava Flour) (Kurniawati, 2012). Selain itu pada pengeringan

kakao (Napitupulu, dkk, 2012).

C. Metodologi Percobaan

a. Alat

1. Pisau

2. Pemarut

3. Pemotong

4. Timbangan

Page 8: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

5. Pengering (Cabinet Dryer)

b. Bahan

1. Ubi kayu (rajang dan parut)

c. Cara Kerja

Penentuan laju massa transfer uap air selama pengeringan

Penimbangan bahan setiap 30 menit

Pengeringan dalam cabinet dryer pada suhu 700C selama 2 jam

Penghamparan diatas rak pengering

Penimbangan masing-masing 500 gram sebanyak 5 bagian. Bagian 1,2 diparut, bagian 3,4,5 dipotong

Pengupasan ubi kayu

Ubi Kayu

Page 9: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

D. Hasil dan Pembahasan

Tabel 3.1 Massa Ubi Kayu Rajang dan Parut Selama Pengeringan Per 30 Menit

Shift Waktu Pengeringan

(jam)

Massa Ubi Kayu Rajang(gram)

Massa Ubi Kayu Parut

(gram)1 12 13 14 10 11

0,5 470 470 470 390 3201 440 410 400 350 290

1.5 390 360 290 290 2802 320 260 230 265 260

2 5,6 7,8 9 1,2 3,40,5 280 280 290 220 2401 245 200 210 220 230

1,5 180 150 150 180 1602 150 110 110 170 130

Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum acara III Pengeringan ini dilakukan dua perlakuan

pada ubi kayu yaitu dirajang tipis untuk perlakuan pertama dan diparut

untuk perlakuan kedua dengan massa masing-masing sampel sebanyak 500

gram untuk kelompok 10-14 dan 300 gram untuk kelompok 1-9, setelah itu

dilakukan pengeringan pada suhu 700C. Pada ubi kayu rajang kelompok 12,

13, dan 14 dengan lama pengeringan 0,5 jam diperoleh massa sebesar 470

gram, kelompok 5,6,7,8 sebesar 280 gram, kelompok 9 sebesar 290 gram.

Pada lama pengeringan 1 jam diperoleh massa masing-masing kelompok

yaitu kelompok 12 sebesar 440 gram, kelompok 13 sebesar 410 gram,

kelompok 14 sebesar 400 gram, kelompok 5,6 sebesar 245 gram, kelompok

7,8 sebesar 200 gram, kelompok 9 sebesar 210 gram. Pada lama

pengeringan 1,5 jam diperoleh massa masing-masing kelompok yaitu

kelompok 12 sebesar 390 gram, kelompok 13 sebesar 360 gram, kelompok

14 sebesar 290 gram, kelompok 5,6 sebesar 180 gram, kelompok 7,8,9

sebesar 150 gram. Pada lama pengeringan 2 jam diperoleh massa masing-

masing kelompok yaitu kelompok 12 sebesar 320 gram, kelompok 13

sebesar 260 gram, kelompok 14 sebesar 230 gram, kelompok 5,6 sebesar

150 gram, kelompok 7,8,9 sebesar 110 gram.

Page 10: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

Pada ubi kayu parut dengan lama pengeringan 0,5 jam diperoleh

massa masing-masing kelompok yaitu kelompok 10 sebesar 390 gram,

kelompok 11 sebesar 320 gram, kelompok 1,2 sebesar 220 gram, kelompok

3,4 sebesar 240 gram. Pada lama pengeringan 1 jam diperoleh massa

masing-masing kelompok yaitu kelompok 10 sebesar 350 gram, kelompok

11 sebesar 290 gram, kelompok 1,2 sebesar 220 gram, kelompok 3,4 sebesar

230 gram. Pada lama pengeringan 1,5 jam diperoleh massa masing-masing

kelompok yaitu kelompok 10 sebesar 290 gram, kelompok 11 sebesar 280

gram, kelompok 1,2 sebesar 180 gram, kelompok 3,4 sebesar 160 gram.

Pada lama pengeringan 2 jam diperoleh massa masing-masing kelompok

yaitu kelompok 10 sebesar 265 gram, kelompok 11 sebesar 260 gram,

kelompok 1,2 sebesar 170 gram, kelompok 3,4 sebesar 130 gram.

Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa massa ubi

kayu semakin kecil setelah pengeringan. Semakin lama waktu pengeringan

maka massa dari ubi kayu akan semakin berkurang. Hal tersebut sudah

sesuai teori. Berkurangnya massa dari ubi kayu disebabkan karena

hilangnya kadar air yang ada di dalam ubi. Pengeringan merupakan proses

perpindahan massa air dari bahan yang dikeringkan ke media pengering.

Transfer massa ini ditandai dengan pengurangan massa bahan dan

perubahan bentuk fisiknya (tekstur, warna, fasa) (Dwika, 2012).

Page 11: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

Tabel 3.2 Laju Transfer Massa Uap Air Ubi Kayu Rajang dan Ubi Kayu Parut

Shift

Waktu(jam)

Jumlah Air yang diuapkan(gram)

Laju Transfer Massa Uap Air(gram H2O / jam)

1 Ubi Kayu Rajang

Ubi Kayu Parut

Ubi Kayu Rajang

Ubi Kayu Parut

12 13 14 10 11 12 13 14 10 110,5 30 30 30 110 180 60 60 60 220 3601 30 60 70 40 30 60 120 140 80 60

1,5 50 50 110 60 10 100 100 220 120 202 70 100 60 25 20 140 200 120 50 40

Rata-rata 45 60 67,

5 58,75 60 90 120 135 117,5 120

2 5,6 7,8 9 1,2 3,4 5,6 7,8 9 1,2 3,40,5 20 20 10 80 60 40 40 20 160 1201 35 80 80 80 10 70 160 160 160 20

1,5 65 50 60 120 70 130 100 120 240 1402 30 40 40 130 30 60 80 80 260 60

Rata-rata

37,5

47,5

47,5 102,5 42,

5 75 95 95 205 85

Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum acara III yaitu Transfer Massa Uap Air Selama

Pengeringan ini dapat diketahui jumlah air dalam ubi kayu yang diuapkan

dan laju transfer massa uap air. Jumlah air yang diuapkan dapat diketahui

dengan mengurangi massa awal yaitu untuk shift 1 sebesar 500 gram, shift 2

sebesar 300 gram, dengan massa setelah pengeringan selama 0,5 jam.

Kemudian mengurangi massa setelah pengeringan selama 0,5 jam dengan

massa setelah pengeringan selama 1 jam, begitupun seterusnya. Sedangkan

laju transfer massa uap air dapat diketahui dengan membagi jumlah air yang

diuapkan dengan waktu pengeringan yaitu 0,5 jam.

Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh rata-rata jumlah air

yang diuapkan dan rata-rata laju transfer massa uap air pada dua perlakuan

ubi kayu yaitu dirajang dan diparut. Pada ubi kayu rajang diperoleh hasil

jumlah air yang diuapkan dan laju transfer massa uap air berturut-turut pada

masing-masing kelompok yaitu kelompok 12 sebesar 45 gram dan 90 gram

H2O/jam, kelompok 13 sebesar 60 gram dan 120 gram H2O/jam, kelompok

14 sebesar 67,5 gram dan 135 gram H2O/jam, kelompok 5,6 sebesar 37,5

Page 12: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

gram dan 75 gram H2O/jam, kelompok 7,8,9 sebesar 47,5 gram dan 95 gram

H2O/jam. Pada ubi kayu parut diperoleh hasil jumlah air yang diuapkan dan

laju transfer massa uap air berturut-turut pada masing-masing kelompok

yaitu kelompok 10 sebesar 58,75 gram dan 117,5 gram H2O/jam, kelompok

11 sebesar 60 gram dan 120 gram H2O/jam, kelompok 1,2 sebesar 102,5

gram dan 205 gram H2O/jam, kelompok 3,4 sebesar 42,5 gram dan 85 gram

H2O/jam.

Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada shift 1 yaitu kelompok

10-14 diketahui bahwa jumlah air yang diuapkan dan laju transfer massa

uap air yang paling besar adalah kelompok 14 yaitu ubi kayu rajang sebesar

67,5 gram dan 135 gram H2O/jam. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori

yang menyatakan bahwa ukuran bahan yang diiris atau dipotong dapat

mempercepat pengeringan. Hal tersebut karena pemotongan atau pengirisan

bahan akan memperluas permukaan bahan, dan permukaan yang luas dapat

memberikan lebih banyak permukaan yang dapat berhubungan dengan

medium pemanasan serta lebih banyak air yang keluar. Potongan kecil atau

lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana panas harus bergerak sampai

bahan pangan dan mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan

harus keluar ke permukaan bahan, dan keluar dari bahan (Muchtadi, 2008).

Seharusnya jumlah air yang diuapkan paling besar adalah pada

kelompok 10 dan 11 yaitu ubi kayu parut. Ketidaksesuaian tersebut

dikarenakan beberapa hal yaitu kurang bersihnya praktikan dalam

mengambil ubi kayu yang telah di keringkan, sehingga masih banyak ubi

kayu yang menempel pada Tray, selain itu banyak ubi kayu yang terjatuh

saat akan ditimbang, dan letak Trau juga mempengaruhi jumlah air yang

diuapkan. Semakin bawah letak Tray, maka semakin tinggi pula suhu Tray

tersebut, sehingga semakin banyak pula jumlah air yang diuapkan.

Sedangkan untuk shift 2 yaitu kelompok 1-9 diketahui bahwa jumlah air

yang diuapkan dan laju transfer massa uap air yang paling besar adalah pada

kelompok 1,2 yaitu ubi parut sebesar 102,5 gram dan 205 gram H2O/jam.

Hal tersebut sesuai dengan teori.

Page 13: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air

tersebut dengan menggunakan energi panas (Rohanah, 2005). Pengeringan

merupakan proses perpindahan massa air dari bahan yang dikeringkan ke

media pengering (Dwika, 2012). Pengeringan adalah proses pemindahan

panas dan uap air secara simultan yang memerlukan panas untuk

menguapkan air dari permukaan bahan tanpa mengubah sifat kimia dari

bahan tersebut (Purba, 2013).

Mekanisme pengeringan yaitu semakin tinggi suhu pengeringan

semakin berkurang kadar air dalam bahan. Hal ini disebabkan karena energi

panas dalam dalam udara pengering mampu menguapan molekul-molekul

air yang ada pada permukaan sehingga meningkatkan tekanan uap air dalam

bahan karena kelembaban udara disekeliling bahan menurun. Peningkatan

tekanan uap air ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari dalam bahan

ke udara sehingga meningkatkan kecepatan penguapan bahan. Tekanan uap

air bahan yang lebih besar daripada tekanan uap air udara menyebabkan

proses perpindahan massa air dalam bahan ke udara. Semakin tinggi suhu

udara pengering, semakin besar perbedaan suhu pemanas dengan bahan

maka makin cepat terjadinya transfer panas sehingga semakin banyak air

yang teruapkan dan kecepatan pengering semakin cepat. Semakin tinggi

suhu udara pengering maka semakin besar energi panas yang dibawa ke

udara sehingga makin cepat transfer massa yang terjadi (Dwika, 2012).

Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara

karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang

dikeringkan. Laju pemindahan kandungan air dari bahan akan

mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan (Purba, 2013).

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk pengeringan yaitu

Pengeringan Cabinet (cabinet drying). Metode ini menggunakan alat

pengering untuk sistem batch dengan proses pengeringan dilakukan pada

suhu yang konstan. Pada alat ini kelembaban udara dapat mengalami

peurunan. Alat ini terdiri dari ruang tertutup dengan alat pemanas, kipas

Page 14: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

untuk sirkulasi udara, dan alat pengatur kecepatan udara, serta inlet dan

outlet udara. Alat pengeringan ini biasanya digunakan untuk pengembangan

produk baru sebelum diproduksi skala besar (Estiasih, 2009).

Alat pengering lemari (cabinet dryer) bentuknya seperti sebuah

ruangan yang dibatasi oleh sekat-sekat. Dimana diletakkan baki atau

nampan tempat pengeringan. Pada pengering ukuran besar baki-baki dapat

diganti dengan lori yang dipakai untuk menempatkan baki-baki tersebut.

Hal ini terutama untuk memudahkan penanganan. Apabila pengering

berukuran kecil , baki-baki ditempatkan permanen.. Alat ini biasanya

digunakan untuk penelitian di laboratorium (Departemen Pendidikan, 1981).

Cabinet dryer terdiri dari satu ruang atau cabinet yang di dalamnya tersusun

atas rak - rak untuk meletakkan bahan yang akan dikeringkan. Alat ini

dilengkapi dengan pemanas uap (steamheater) (Napitupulu dkk, 2012).

Mekanisme cabinet dryer yaitu bahan yang akan dikeringkan,

diletakkan diatas rak-rak yang dapat diambil dan dipasang kembali. Udara

pengering disirkulasikan dan mengalir paralel atau sejajar dengan

permukaan rak. Pada cabinet dryer, pemanasan dilakukan secara konveksi

dan konduksi. Secara konveksi, digunakan aliran udara kering yang

mengalir secara alami. Secara konduksi, digunakan sejumlah tray secara

bertingkat (Napitupulu dkk, 2012). Dengan kipas udara dihembuskan

melalui pemanas (biasanya berupa kumparan). Udara yang telah dipanasi

ini, akan melalui baki-baki yang berisi bahan yang dikeringkan diatasnya

(Departemen Pendidikan, 1981).

Kelemahan cabinet dryer adalah kurangnya pengontrolan aliran

udara yang bergerak sehingga bila aliran udara terlalu kencang,

menyebabkan aliran turbulen dalam chamber, yang menghambat

pengeringan produk bahan pangan. Produk yang sesuai dikeringkan dengan

alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang tinggi, misalnya biji

cokelat dan apel. Kelebihannya adalah harga murah, terlalu tinggi.

Komponen cabinet dryer adalah tray, heater dan fan. Tray disesuaikan

dengan kapasitas jumlah, berat dan ukuran produk pangan. Tray berfungsi

Page 15: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

sebagai wadah biji dalam proses pengeringan, yang disusun bertingkat.

Sedangkan heater berfungsi sebagai pemanas udara yang nantinya udara

panas dari heater tersebut yang akan digunakan dalam pengeringan

(Napitupulu, dkk, 2012).

Hubungan kadar air dengan daya simpan yatitu semakin sedikit

kadar air suatu bahan maka semakin lama umur simpan bahan tersebut.

Pangan kering dapat disimpan dalam waktu yang lama dan tidak

mengalami pembusukkan. Hal tersebut karena jasad renik yang dapat

membusukkan dan memecahkan bahan pangan tidak dapat dan sulit

tumbuh karena ketiadaan air, selain itu enzim yang dapat menyebabkan

perubahan kimia tidak dapat berfungsi karena tidak adanya air. Sulitnya

jasad renik untuk membusukkan makanan serta tidak berfungsinya enzim

menyebabkan daya simpan suatu bahan dapat bertahan lebih lama,

sehingga bahan tidak mudah busuk (Earle, 1969).

Berdasarkan hasil percobaan Acara III menggunakan ubi kayu

kandungan air yang ada pada singkong sebelum dikeringkan adalah

sebanyak 60% (Prabawati, 2011). Rata-rata kadar air singkong pada

penelitian ini berkisar antara 10,35 % untuk shift 1 dan 15,18 % untuk

shift 2, dan didapatkan rata-rata kadar air singkong dari kedua shift sebesar

12,76 %. Hal tersebut sesuai dengan kadar air singkong menurut teori

yaitu berkisar antara 10-12% (Nugroho, 2012). Hal tersebut menunjukkan

bahwa praktikum sudah sesuai dengan teori yang berlaku.

Page 16: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

0.5 1 1.5 20

20

40

60

80

100

120

kel 12kel 13kel 14kel 5&6kel 7&8kel 9

Waktu Pengeringan (jam)

Jum

lah

air y

ang

diua

pkan

(gra

m)

Grafik 3.1 Hubungan antara Jumlah Air yang Diuapkan dengan Waktu

Pengeringan pada Ubi Kayu Rajang

Dari grafik 3.1 hubungan antara jumlah air yang diuapkan dengan

waktu pengeringan pada ubi kayu rajang dari kedua shift dapat diketahui

bahwa grafik cenderung naik setelah 1 jam pengeringan, dan untuk

kelompok 12, 14, 5 dan 6 grafik semakin naik setelah 1,5 jam pengeringan,

namun pada kelompok 13, 7, 8 dan 9 grafik cenderung mengalami

penurunan. Pada saat 2 jam pengeringan ternyata grafik cenderung

menurun. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa

semakin lama waktu pengeringan maka semakin sedikit jumlah air yang

diuapkan (Muchtadi, 2008). Pada grafik 3.1 menunjukan penurunan,

namun pada kelompok 12 dan 13 terjadi ketidaksesuaian dengan teori, hal

tersebut disebabkan oleh beberapa hal yaitu massa ubi kayu yang banyak

hilang karena terjatuh saat penimbangan setiap 0,5 jam, letak rak pada

cabinet dryer, dan konsentrasi air yang tinggi pada alat karena sirkulasi

yang kurang optimal sehingga mempengaruhi pengeringan, selain itu ubi

kayu rajang memiliki luas permukaan yang lebih kecil dari luas permukaan

ubi kayu parut, sehingga waktu pengeringannya lebih ama dari ubi kayu

parut.

Page 17: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

0.5 1 1.5 20

20406080

100120140160180200

kel 10kel 11kel 1&2kel 3&4

Waktu Pengeringan (jam)

Jum

lah

air y

ang

diua

pkan

(g

ram

)

Grafik 3.2 Hubungan antara Jumlah Air yang Diuapkan dengan Waktu

Pengeringan pada Ubi Kayu Parut

Dari grafik 3.2 hubungan antara jumlah air yang diuapkan dengan

waktu pengeringan pada ubi kayu parut dari 2 shift dapat diketahui bahwa

pada pengeringan selama 0,5 jam grafik menunjukkan kenaikan, pada

pengeringan selama 1 jam grafik cenderung mengalami penurunan, pada

kelompok 10, 1, 2, 3, 4 setelah 1,5 jam grafik mengalami kenaikan, dan

untuk kelompok 11 grafik mengalami penurunan. Setelah 2 jam

pengeringan, ternyata pada kelompok 10, 3, dan 4 grafik mengalami

penurunan dan pada kelompok 11, 1, dan 2 grafik megalami kenaikan.

Grafik 3.2 menunjukkan bahwa grafik mengalami penurunan, hal tersebut

sudah sesuai dengan teori, namun pada kelompok 1 dan 2 menunjukkan

kenaikan grafik, hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyatakan

bahwa semakin lama waktu pengeringan jumlah air yang diuapkan

semakin sedikit (Muchtadi, 2008). Ketidaksesuaian ini disebabkan oleh

beberapa hal yaitu banyaknya massa ubi kayu yang hilang karena jatuh

saat akan dilakukan penimbangan, letak rak pada cabinet dryer juga

mempengaruhi pengeringan, selain itu luas permukaan bahan juga

berpengaruh semakin luas permukaan bahan tersebut maka waktu

pengeringan semakin cepat.

Page 18: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

0.5 1 1.5 20

40

80

120

160

200

240

kel 12kel 13kel 14kel 5&6kel 7&8kel 9

Waktu Pengeringan (jam)

Laj

u T

rans

fer

Mas

sa U

ap A

ir

(gra

m H

2O/ja

m)

Grafik 3.3 Hubungan antara Laju Transfer Massa Uap Air dengan

Waktu Pengeringan pada Ubi Kayu Rajang

Dari grafik 3.3 hubungan antara laju transfer massa uap air dengan

waktu pengeringan pada ubi kayu rajang dapat diketahui bahwa pada

pengeringan selama 1 jam grafik cenderung mengalami kenaikan, namun

pada pengeringan selama 1,5 jam pada kelompok 12, 14, 5, dan 6

mengalami kenaikan dan pada kelompok 13, 7, 8, dan 9 grafik mengalami

penurunan. Setelah pengeringan selama 2 jam didapat hasil bahwa grafik

cenderung mengalami penurunan kecuali kelompok 12 dan 13. Hal

tersebut sesuai dengan teori bahwa semakin lama waktu pengeringan maka

kadar air dalam bahan semakin berkurang, namun dengan kecepatan

penurunan kadar air makin melambat (Fadilah, dkk, 2010).

Page 19: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

0.5 1 1.5 20

40

80

120

160

200

240

280

320

360

400

kel 10kel 11kel 1&2kel 3&4

Waktu Pengeringan (jam)

Laj

u T

rans

fer

Mas

sa U

ap A

ir(g

ram

H2O

/jam

)

Grafik 3.4 Hubungan antara Laju Transfer Massa Uap Air dengan

Waktu Pengeringan pada Ubi Kayu Parut

Dari grafik 3.4 hubungan antara laju transfer massa uap air dengan

waktu pengeringan pada ubi kayu parut dapat diketahui bahwa grafik

cenderung mengalami penurunan pada saat 1 jam pengeringan, dan

mengalami kenaikan pada 1,5 jam pengeringan serta mengalami

penurunan kembali pada 2 jam pengeringan hal tersebut sesuai dengan

teori yang menyatakan bahwa semakin lama waktu pengeringan maka

kadar air dalam bahan semakin berkurang, namun dengan kecepatan

penurunan kadar air makin melambat. Dari grafik tersebut diketahui bahwa

semakin lama waktu pengeringan maka kecepatan penurunan kadar air

makin melambat (Fadilah, dkk, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transfer massa uap air selama

pengeringan yaitu ukuran bahan, suhu, kecepatan udara, dan kelembaban

udara. Ukuran bahan yang diiris atau dipotong dapat mempercepat

pengeringan. Hal tersebut karena pemotongan atau pengirisan bahan akan

memperluas permukaan bahan dan menyebabkan lebih banyak air yang

keluar. Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan

bahan pangan, semakin cepat pemindahan panas kedalam bahan dan

semakin cepat pula penghilangan air dari bahan. Semakin tinggi kecepatan

Page 20: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

udara maka akan semakin mempercepat penghilanngan air dari bahan.

Kelembaban udara menunjukkan seberapa banyak kadar air yang

dikeringkan. (Muchtadi, 2008). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk

memperoleh kecepatan pengeringan (laju transfer massa uap air) yang

maksium yaitu luas permukaan bahan, suhu, kecepatan udara, kelebaban

udara (RH), Tekanan atmosfir dan vakum dan waktu (Purba, 2013).

Selain itu waktu juga mempengaruhi pengeringan yaitu semakin

lama waktu pengeringan maka kadar air dalam bahan semakin berkurang,

namun dengan kecepatan penurunan kadar air makin melambat. Jika suhu

pengeringan semakin tinggi maka waktu untuk mengering semakin cepat

(Fadilah, dkk, 2010). Air pada bahan yang jumlahnya terbatas apabila

dikeringkan terus menerus akan mencapai titik air kritis bahan di mana jika

diteruskan proses pengeringannya maka lama kelamaan air dalam bahan

akan menjadi habis. Oleh sebab itu hubungan waktu dengan laju transfer

massa uap air dan jumlah air yang diuapkan menunjukkan bahwa semakin

lama waktu yang diperlukan oleh pengeringan, semakin kecil pula laju

transfer massa uap air dan jumlah air yang diuapkan (Muchtadi, 2008).

Pengeringan dipengaruhi oleh panas dan perpindahan massa antara

pengeringan aliran udara dan produk, serta proses transportasi kelembaban

kompleks yang berlangsung di produk (Haghi, 2008).

Aplikasi dari praktikum Satuan Operasi Industri Pangan Acara III

“Transfer Massa Uap Air Selama Pengeringan” dalam industri pangan

seperti inovasi untuk menciptakan alat pengering kerupuk sebagai pengganti

pengeringan secara konvensional (Syafriyudin, 2009), proses pengeringan

banyak digunakan pada pengeringan bahan pertanian seperti buah – buahan

dan sayuran untuk pengawetan makanan, mengurangi berat dan volume,

menekan biaya pengangkutan dan penyimpanan produk, serta menghasilkan

produk siap saji (Departemen Pendidikan, 1981). Pada pembuatan Mocaf

(Modified Cassava Flour) (Kurniawati, 2012). Selain itu pada pengeringan

kakao (Napitupulu, dkk, 2012).

Page 21: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

E. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan Acara III “Transfer Massa Uap Air Selama

Pengeringan” yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan antara lain :

1. Rata-rata laju transfer massa uap air ubi rajang shift 1 yaitu 90 gram

H2O/jam, 120 gram H2O/jam, 135 gram H2O/jam. Shift 2 yaitu 75

gram H2O/jam, 95 gram H2O/jam, 95 gram H2O/jam

2. Rata-rata laju transfer massa uap air ubi parut shift 1 yaitu 117,5 gram

H2O/jam, 120 gram H2O/jam. Shift 2 yaitu 205 gram H2O/jam, 85

gram H2O/jam.

3. Laju transfer massa uap air ubi parut lebih besar dari laju transfer

massa uap air ubi rajang.

4. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan

pengeringan (laju transfer massa uap air) yang maksium yaitu luas

permukaan bahan, suhu, kecepatan udara, kelebaban udara (RH),

tekanan atmosfir dan vakum dan waktu.

Page 22: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

DAFTAR PUSTAKA

Askurrahman. 2010. Isolasi dan Karakterisasi Linamarase Hasil Isolasi dari Umbi Singkong (Manihot Esculenta Crantz). Agrointek Vol 4, No. 2, Hal. 138-145.

Bolaji, Bukola O., Tajudeen M. A. Olayanju, Taiwo O. Falade. 2011. Performance Evaluation of a Solar Wind-Ventilated Cabinet Dryer. The West Indian Journal of Engineering Vol.33, Nos.1/2, Page 12-18.

Departemen Pendidikan. 1981. Dasar-Dasar Pengawetan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dwika, Ruben Tinosa, Trisna Ceningsih, Setia Budi Sasongko. 2012. Pengaruh Suhu dan Laju Alir Udara Pengering pada Pengeringan Karaginan Menggunakan Teknologi Spry Dryer. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol. 1, No. 1, Hal. 298-304.

Earle, R. L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Sastra Hudaya. Bogor.

Estiasih, Teti, Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Fadilah, Sperisa Distantina, Dhian Budi Pratiwi, Y. C. Danarto, Wiratni. 2010. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kecepatan Pengeringan dan Kualitas Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii. Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses, ISSN : 1411-4216.

Haghi, A. K., N. Amanifard. 2008. Analysis Of Heat and Mass Transfer During Microwave Drying Of Food Products. Brazilian Journal of Chemical Engineering Vol. 25, No. 03, pp. 491 – 501.

Islami, Titiek. 2015. Ubi Kayu Tinjauan Aspek Ekofisiologi serta Upaya Peningkatan dan Keberlanjutan Hasil Tanaman. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Kurniawati, Lina Ika, Nur Aida, Setiyo Gunawan, Tri Widjaja. 2012. Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Menggunakan Proses Fermentasi Menggunakan Lactobacillus Plantarum, SaccharomycesCereviseae dan Rhizopus Oryzae. Jurnal Teknik Pomits Vol. 1, No. 1, Hal. 1-6.

Li, Hua, dkk. 2013. Analysis Of Heat And Mass Transfer Mechanism Of Vacuum Freeze-Drying In The Primary Drying. Journal of Advances in Chemistry, Vol. 3, No. 2, Page 183-191.

Muchtadi, Tien R. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Napitupulu, Farel dan Putra Mora Tua. 2012. Perancangan dan Pengujian Alat Pengering Kakao dengan Tipe Cabinet Dryer untuk Kapasitas 7,5 kg Per-Siklus. Jurnal Dinamis Vol. 2, No. 10.

Nugroho, Joko W. K., Primawati Y. F., Nursigit Bintoro. 2012. Proses Pengeringan Singkong Parut dengan Menggunakan Pneumatic Dryer. Prosiding Seminar Nasional Perteta, Hal. 96-104.

Page 23: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

Prabawati, Sulusi., Nur Richana., Suismono. 2011. Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan. Jakarta Selatan: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Edisi 4-10 Mei No.3404).

Purba, Indra Gunawan, Tekad Sitepu. 2003. Pengujian Performansi Mesin Pengering Tenaga Surya dengan Produk Yang Dikeringkan AdalahCassava dengan Bentuk Produk Bujur Sangkar. Jurnal e-Dinamis, Vol. 7, No.3, Hal. 117-125.

Rohanah, Ainun, Saipul Dahri Baulay, Goodman Manurung. 2005. Uji Alat Pengering Tipe Cabinet Dryer Untuk Pengeringan Kunyit. Buletin Agricultural Engineering Bearing Vol. 1 No. 1 Hal. 30-35.

Syafriyudin dan Purwanto, Dwi Prasetyo. 2009. Oven Pengering Kerupuk Berbasis Mikrokontroler Atmega 8535 Menggunakan Pemanas pada Industri Rumah Tangga. Jurnal Teknologi Vol. 2, No. 1, Hal. 70-72.

Winarno, F. G., Srikandi Fardiaz, Dedi Fardiaz. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.

Page 24: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

LAMPIRAN

1. PERHITUNGAN

A. Ubi Kayu Rajang

- Jumlah Air Yang Diuapkan

= massa awal – massa akhir

a. Waktu (0,5 jam)

Kelompok 12 = 500 – 470 = 30 gram

Kelompok 13 = 500 – 470 = 30 gram

Kelompok 14 = 500 – 470 = 30 gram

b. Waktu (1 jam)

Kelompok 12 = 470 – 440 = 30 gram

Kelompok 13 = 470 – 410 = 60 gram

Kelompok 14 = 470 – 400 = 70 gram

c. Waktu (1,5 jam)

Kelompok 12 = 440 – 390 = 50 gram

Kelompok 13 = 410 – 360 = 50 gram

Kelompok 14 = 400 – 290 = 110 gram

d. Waktu (2 jam)

Kelompok 12 = 390 – 320 = 70 gram

Kelompok 13 = 360 – 260 = 100 gram

Kelompok 14 = 290 – 230 = 60 gram

- Laju Transfer uap air selama pengeringan

a. Waktu ( 0,5 jam)

Kelompok 12

V = 30 gram0,5 jam

= 60 gram H2O / jam

Kelompok 13

V = 30 gram0,5 jam

Page 25: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

= 60 gram H2O / jam

Kelompok 14

V = 30 gram0,5 jam

= 60 gram H2O / jam

b. Waktu (1 jam)

Kelompok 12

V = 30 gram0,5 jam

= 60 gram H2O / jam

Kelompok 13

V = 60 gram0,5 jam

= 120 gram H2O / jam

Kelompok 14

V = 70 gram0,5 jam

= 140 gram H2O / jam

c. Waktu (1,5 jam)

Kelompok 12

V = 50 gram0,5 jam

= 100 gram H2O / jam

Kelompok 13

V = 50 gram0,5 jam

= 100 gram H2O / jam

Kelompok 14

V = 110 gram0,5 jam

= 220 gram H2O / jam

Page 26: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

d. Waktu (2 jam)

Kelompok 12

V = 70 gram0,5 jam

= 140 gram H2O / jam

Kelompok 13

V = 100 gram0,5 jam

= 200 gram H2O / jam

Kelompok 14

V = 60 gram0,5 jam

= 120 gram H2O / jam

B. Ubi Kayu Parut

- Jumlah Air yang Diuapkan

= massa awal – massa akhir

a. Waktu (0,5 jam)

Kelompok 10 = 500 – 390 = 110 gram

Kelompok 11 = 500 – 320 = 180 gram

b. Waktu (1 jam)

Kelompok 10 = 470 – 350 = 40 gram

Kelompok 11 = 470 – 290 = 30 gram

c. Waktu (1,5 jam)

Kelompok 10 = 440 – 290 = 60 gram

Kelompok 11 = 410 – 280 = 10 gram

d. Waktu (2 jam)

Kelompok 10 = 390 – 265 = 25 gram

Kelompok 11 = 360 – 260 = 20 gram

Page 27: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

- Laju Transfer Massa Uap Air

a. Waktu ( 0,5 jam)

Kelompok 10

V = 110 gram0,5 jam

= 220 gram H2O / jam

Kelompok 11

V = 180 gram0,5 jam

= 360 gram H2O / jam

b. Waktu (1 jam)

Kelompok 10

V = 40 gram0,5 jam

= 80 gram H2O / jam

Kelompok 11

V = 30 gram0,5 jam

= 60 gram H2O / jam

c. Waktu (1,5 jam)

Kelompok 10

V = 60 gram0,5 jam

= 120 gram H2O / jam

Kelompok 11

V = 10 gram0,5 jam

= 20 gram H2O / jam

d. Waktu (2 jam)

Kelompok 10

Page 28: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

V = 25 gram0,5 jam

= 50 gram H2O / jam

Kelompok 11

V = 20 gram0,5 jam

= 40 gram H2O / jam

Page 29: Laporan Praktikum SATOP I ITP UNS Acara III Transfer Massa Uap Selama Pengeringan

2. DOKUMENTASI

Gambar 3.1 Alat Perajangan Singkong

Gambar 3.3 Singkong Rajang Gambar 3.4 Singkong Parut

Gambar 3.5 Rak dalam Cabinet Gambar 3.6 Cabinet Dryer Dryer

Gambar 3.2 Alat Pemarutan Singkong