2. bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
2.1.1 Pengertian Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses yang melibatkan penentuan sasaran atau
tujuan organisasi, menyusun strategi yang menyeluruh untuk mencapai sasaran
yang ditetapkan, dan mengembangkan hierarki rencana secara menyeluruh untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan. Maksud dari perencanaan
adalah untuk memberikan arah, mengurangi dampak perubahan, memperkecil
pemborosan, dan untuk menentukan standar yang digunakan dalam pengendalian
(Robbins dan Coulter, 1999, 200).
Perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau
pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan
sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang [D. Conyers dan Hills
(1984)].
Perencanaan adalah suatu cara berfikir mengenai persoalan-persoalan
sosial dan ekonomi, perencanaan berorientasi kepada masa mendatang, sangat
berkenaan dengan hubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan, dan
mengusahakan antara tujuan dan program yang menyeluruh. (Friedman, J,
Regional Development an Planning, 1994 :61).
Berikut adalah pengertian perencanaan yang lain :
1. Perencanaan adalah suatu usaha untuk membuat suatu rencana tindakan,
artinya menentukan apa yang akan dilakukan, siapa yang akan melakukan,
dan dimana hal itu dilakukan.
2. Perencanaan adalah penentuan suatu arah tindakan untuk mencapai suatu
hasil yang dinginkan.
3. Perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan – tujuan yang
diinginkan dan bagaimana tujuan tersebut harus tercapai.
II-1
4. perencanaan adalah suatu usaha untuk membuat suatu rencana tindakan,
artinya menentukan apa yang dilakukan, siapa yang melakukan, dan di
mana hal itu dilakukan.”
5. Perencanaan adalah hal memilih dan menghubungkan fakta – fakta serta
hal membuat dan menggunakan dugaan – dugaan mengenai masa yang
akan datang dalam hal menggambarkan dan merumuskan kegiatan –
kegiatan yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk mencapai hasil – hasil
yang diinginkan.”
6. perencanaan adalah penentuan suatu arah tindakan untuk mencapai suatu
hasil yang diinginkan.
7. perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan – tujuan yang
diinginkan dan bagaimana tujuan tersebut harus dicapai.”
2.1.2 Pengertian Wilayah
Wilayah adalah Daerah yang memiliki karakteristik yang sama baik secara
alam maupun manusia yang memiliki batas administratif yang jelas sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku.
Dalam Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 tahun 2007 pasal 2,
wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsure
yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional.
Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit
geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen
wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga
batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat
dinamis.
Berdasarkan geografis, nodality dan planning, wilayah dapat diartikan
sebagai berikut :
Secara Geografis, wilayah adalah kawasan yang homogen yang
mempunyai kegiatan sama, contoh : pertanian.
II-2
Secara Nodality, wilayah adalah adanya pusat yang berhubungan atau
berkaitan
Berdasarkan Planning, konsep wilayah dalam planning adalah dinamis
(berubah setiap waktu/ berkembang).
Berikut adalah pengertian – pengertian lain wilayah dari beberapa ahli :
wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya
mempunyai keterkaitan secara fungsional. (Saefulhakim, dkk.2002)
wilayah adalah daerah tertentu yang keberadaannya dikenal berdasarkan
homogenitas umum baik berdasarkan karakter lahan maupun huniannya.
(R.S. Platt)
wilayah adalah daerah tertentu yang pada wilayah yang bersangkutan telah
tumbuh karakteristik yang menyangkut pola penyesuaian gejala
kemanusiaan terhadap lingkungannya. (American Society of Planning
Officials)
wilayah adalah tempat (domain) tertentu yang di dalamnya terdapat banyak
sekali hal yang berbeda-beda, namun secara artifisial tergabung bersama-
sama, saling menyesuaikan untuk membentuk kebersamaan.( P. Vidal de la
Blache)
wilayah adalah bagian tertentu dari permukaan bumi yang mempunyai sifat
khas tertentu sebagai akibat dari adanya hubungan-hubungan khusus antara
kompleks lahan, air, udara, tanaman, binatang dan manusia sendiri. (A. J.
Herbertson)
wilayah adalah daerah geografis yang membentuk suatu kesatuan budaya;
mula-mula seragam secara ekonomis dan kemudian juga dalam pemikiran-
pemikiran, pendidikan, rekreasi dan lain-lain serta dapat dibedakan dengan
daerah-daerah lain. (K. Young)
wilayah dapat didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu di permukaan
bumi yang dapat dibedakan dengan daerah tetangganya atas dasar
kenampakan karakteristik atau properti yang menyatu. (E.G.R. Taylor).
II-3
2.1.3 Perencanaan Wilayah
Perencanaan Wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang
dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih
baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam
wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber
daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap,
tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).
Perencanaan juga dikatakan sebagai proses merumuskan,
menginformasikan, serta mengimplementasikan atau mewujudkan tujuan
pembangunan dalam skala supra urban.
Gambar 2.1
Kaitan Kota dan Wilayah
\
Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah
A. Tujuan Perencanaan Wilayah
Wilayah perlu direncanakan karena wilayah memiliki masalah-masalah
yang harus dipecahkan untuk mencapai kondisi yang lebih baik.
Masalah wilayah antara lain :
II-4
wilayah
Lebih luas dari pada kota (supra urban)
kota
Supra Urban >< Intra Urban
Kota itu sendiri (Intra urban)
a) Fisik dan lingkungan
- Masalah kebencanaan
- Keterbatasan daya dukung lahan
- Keterbatasan sumber daya lain
b) Sosial
- Keterbatasan sumber daya manusia
- Keterbatasan lapangan kerja
c) Ekonomi
- Keterbatasan tingkat kesejahteraan atau pendapatan ekonomi
masyarakat
d) Sarana dan prasarana
- Keterbatasan tingkat sarana dan prasarana.
Tujuan Perencanaan Wilayah:
1. Pendayagunaan SDA secara ptimal melalui pengembangan ekonomi atau
sumber daya lokal
2. Mengurangi kesenjangan antar wilayah (Regional Imbalance)
3. Sustainable Development
4. Mempertahankan dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.
B. Perbedaan Rencana Sektoral dan Regional
Perbedaan antara perencanaan wilayah dan perencanaan sektoral yaitu :
1. Perencanaan Wilayah
Lebih menitik beratkan pada ruang (spasial)
Perkembangan wilayah lebih di titik beratkan pada sektor ekonomi
Mengenal wilayah dengan potensi, kendala, dan masalah dari wilayah
tersebut
Menggunakan asas desentrlisasi
Bertujuan untuk pembangunan wilayah
Harus ada keterpaduan antar sektoral atau lembaga
2. Perencanaan Sektoral
II-5
Perencanaan sektoral lebih menitik beratkan pada aspatial bukan
keruangan
Ruang lingkup terdiri atas pertanian, industri, pertambangan, listrik, air,
perdagangan dan jasa , keuangan dan perbankan
Tidak melihat pada wilayah atau karekteristik wilayah diabaikan
Menggunakan asas dekonsentrasi (top down )
Bertujuan untuk pengembangan daerah
Tidak melihat dimensi kepentingan yang sangat penting .
Rencana Pembangunan Wilayah
1. Rencana Sektoral : Perspektif satu sektor
RPJM Pusat-Daerah (misal : Rencana Pembangunan Jangka
menengah Kabupaten Majalengka)
Kebijakan :
- Pendidikan
- Kesehatan
- Perdagangan
- Industri
- Perhubungan
2. Rencana regional/ wilayah : perspektif global
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
Gambar 2.2
Ilustrasi Wilayah
Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah
II-6
sektor (tidak melihat ruang)
Rencana Pola Ruang dan
Struktur Ruang
Berbasis Ruang
Perbedaan Perencanaan Kota dan Wilayah
Tabel II.1Perbedaan Perencanaan Kota dan Wilayah
Perencanaan Kota Perencanaan Wilayah
Approach : Land use
planning
Ilmu Dasar : menata
kehidupan dalam kota
Pengertian Kota : Heterogen
Area Planning : Kota dan
kota sekitarnya
Approach : bagaimana
perkembangan ekonomi dan
geografis
Ilmu dasar : bagaimana
tumbuh dan berkembangnya
ekonomi suatu region
Pengertian wilayah :
- Homogen
- Pusat-pusat (nodality)
Area Planning : lebih dari
kota
Produk Pengembangan Wilayah
Pemanfaatan ruang sesuai kebutuhan :
1. Populasi atau penduduk
2. Kegiatan populasi Pertanian
Permukiman
Industri
Produk pengembangan wilayah
RTRW/ Rencana Tata Ruang
Menampilkan tata ruang sebagai wujud akhir dari Regional
Planning/ Development.
II-7
Gambar 2.3Proses Perencanaan Wilayah
Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah
Gambar 2.4Kerangka Berpikir Pengembangan Wilayah
- Untuk siapa dan bagaimana dan apa
- Constraint
- Standar
Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah
Makna Tata Ruang
1. Ruang memberikan dimensi lingkungan
II-8
Masalah wilayah :
a) Kesenjangan wilayahb) Perkembangan ekonomi lambatc) Lingkungan
Melalui perencanaan wilayah :
d) Masalah wilayah dikurangie) Potensi wilayah dimanfaatkan
Sehingga
wilayah
tersebut bisa
lebih maju dan
berkembang
: solusi
“penyusunan
Isu dan Masalah Pembangunan
Analisis
Skenario Perkembangan Wilayah
(Perspektif jangka panjang)
Policy/ kebijaksanaan yang akan dilakukan3)
1)
2)
2. Ruang bersifat terbatas
3. Ruang member pengaruh langsung atau tak langsung terhadap
perkembangannya
2.2 Teori – Teori Pertumbuhan Wilayah
Dalam melaksanakan pengembangan suatu wilayah diperlukan landasan
teori yang mampu menjelaskan hubungan kolerasi antara fakta-fakta yang diamati
sehingga dapat merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat
ramalan terhadap gejala-gejala baru yang diperkirakan akan terjadi. Dengan
semakin majunya studi-studi tersebut dapat digunakan sebagai landasan untuk
menjelaskan pentingnya pembangunan dan pengembangan wilayah.
Beberapa teori di dalam pengembangan wilayah yang lebih dikenal adalah
pemikiran-pemikiran menurut beberapa aliran dan teori, diantaranya teori
neoklasik, teori basis ekspor, teori pentahapan, teori ketergantungan,
humanitarian, periphery, imbalance growth. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada penjelasan berikutnya.
A. Teori Neoklasik
Teori neoklasik memiliki dasar pemikiran bahwa wilayah mengalami
pengembangan secara linier atau terdapat rangkaian-rangkaian.
Gambar 2.5
Teori Neoklasik
Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah
II-9
1
2
3 Tahapan
- Tahapan yang dilalui seluruh
Negara
- Industrialisasi sebgai kunci
pengembangan.
Teori neoklasik ini menerangkan bahwa keseimbangan akan terjadi secara
sendirinya tanpa campur tangan pemerintah atau dapat dikatakan pula bahwa
pengembangan ekonomi lokal dapat berhasil apabila diterapkan di wilayah
manapun. Pertumbuhan wilayah (Regional Growth) bisa dilihat dari :
Output PDRB (satuan yang digunakan untuk menggambarkan output)
Output /tenaga kerja
Output/penduduk total
PDRB/nilai tambah dipengaruhi oleh : teknologi (peningkatan teknologi
bisa menekan ongkos produksi), modal (dari dan dalam wilayah itu sendiri atau
dari luar ilayah itu sendiri), dan tenaga kerja. Dalam konteks wilayah,
output/PDRB digambarkan dengan batasan:
Gambar 2.6
Pertumbuhan Wilayah
Faktor produksi dalam teori neo klasik terdiri dari tenaga kerja dan modal.
Faktor yang mempengaruhi perpindahan modal adalah : biaya produksi, pajak,
fasilitas, infrastruktur, dan kelengkapan wilayah yang meliputi :
II-10
Output(Pertumbuhan Wilayah)
Teknologi Capital Tenaga Kerja
Dalam (Investasi Penduduk dari Dalam) Luar (Investasi
Penduduk dari
luar)
Tabungan Tingkat untuk
mengembalikan
utang,pajak,
infrastruktur,
pemasaran.
Dalam jumlah
penduduk yang
mau bekerja/usia
produktif di
wilayah tersebut
Luar
Perbedaan upah
Perpindahan arus modal
Perpindahan arus tenaga kerja
Pendapat Para Ahli
Dalam kaitan dengan negara–negara yang sudah berkembang. Teori
pertumbuhan ekonomi pada pertengahan abad ke-20 pada dasarnya bersumber
pada Karya Tinbergen (1942) dan Harrod (1939) kedua ahli ekonomi ini melihat
bahwa dalam pertumbuhan nasional, modal (investasi) merupakan bagian dari
output nasional. Akan tetapi mereka mempunyai pandangan yang berbeda
terhadap peran teknologi dalam pertumbuhan nasional.
Tinbergen
Menyatakan bahwa teknologi dapat diganti (disubstitusi) oleh buruh (labor)
dan modal (capital),
llarrod
Menyatakan bahwa buruh dan modal bersifat saling melengkapi satu
dengan lainnya (perfectly complementary to each other).
Kaldor (1957, 1961, 1962)
Mengajukan bahwa teori pertumbuhan ekonomi pada negara-negara yang
sudah maju, yang berbeda dari apa yang dikemukakan oleh Tinbergen dan
Herrod. Pada dasarnya model kaldor adalah kombinasi dari teori Keynes tentang
saving, yaitu rete of groth adalah sama dengan produk rete keuntungan (profit
rete) dan kecenderungan untuk menabung profit tersebut (the propensity to save
out of profits), dan teknologi.
W.A. Lewis
Pada tahun 1954 memperkenalkan sebuah teori tentang pembangunan
ekonomi pada kotak jumlah labor yang tidak terbatas. Lewis beragumentasi bahwa
baik teori Keynes ataupun teori Neo-klasik tentang pertumbuhan ekonomi yang
ada pada saat itu tidak dapat diterapkan pada negara-negara dengan surplus buruh
yang tidak terbatas.
Basis model lewis adalah bahwa ekonomi nasional negara-negara yang
terbelakang dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu :
II-11
1. Tradisional (agricultire) dan
2. Modern (industrial) sektor.
Pertumbuhan dalam sektor-sektor industri dapat menyerap surplus tenaga kerja
dalam sektor pertanian, sampai terjadi suatu keseimbangan baru (eqilibrium)
dengan asumsi bahwa tingkat upah pada sektor industri lebih tinggi dari pertanian
(Lewis, 1958).
Menurut teori-teori ini, mekanisme pasar (eqilibrium mechanism) bekerja
untuk mengoreksi ketidakseimbangan (disequilibirum) masyarakat yang sedang
berkembang adalah faktor penggerak utama bagi pengembangan masyarakat
tersebut (Rimmer dan Forbes, 1982). Dalam hal ini model-model, teknik-teknik
dan ideal-ideal yang telah dikembangkan di masyarakat yang telah maju dapat
digunakan untuk masyarakat yang sedang berkembang.
Dalam teori neoklasik terdapat Istilah keseimbangan jangka panjang
yaitu Campur tangan pemerintah tidak di perlukan, karena seiring dengan
berjalannya waktu pasti akan terjadi keseimbangan antar wilayah.
Teori-teori pertumbuhan wilayah ataupun teori-teori ekonomi wilayah
pada umumnya, merupakan teori-teori pertumbuhan ekonomi nasional yang
disesuaikan (dimodifikasikan) pada skala wilayah (Sub-rational) dengan
anggapan-anggapan dasar bahwa suatu wilayah (regional) adalah “minination”
(North, 1964, Tiebort, 1964, Perloff, et.al., 1960).
Sejalan dengan teori Rostow, Prof. Douglass North (1964) berargumentasi bahwa
suatu wilayah akan tumbuh dan berkembang mengikuti pola yang definitif.
Tahap pertama
adalah self-sufficient-subsistence-economy, di mana tingkat modal sangat
kecil dan distribusi penduduk mengikuti pola resources alam.
Tahap kedua
wilayah mulai mengembangkan perdagangan dan spesialisasi lokal, karena
adanya perbaikan dalam transportasi.
Tahap ketiga
II-12
terjadi peningkatan dalam perdagangan antar wilayah.
Tahap keempat
meningkatnya penduduk dan diminishing returns pertanian dan industri
ekstraktif lainnya memaksa wilayah tersebut untuk berindustrialisasi.
Tahap kelima
adalah tahap di mana wilayah tersebut berspesialisasi dalam industri tersier
untuk maksud-maksud ekspor.
Dalam hal ini North melihat pertumbuhan wilayah sebagai fungsi
keberhasilan ekspor wilayah tersebut. Pada akhir 50-an teori–teori pengembangan
wilayah juga diperkaya oleh konstribusi beberapa ahli ekonomi yang percaya
bahwa wilayah hanya bisa berkembangan bila didukung oleh pertumbuhan yang
tidak seimbang. Hirschman beragumentasi bahwa dalam dalam strategi
pembangunan investasi harus dipusatkan pada beberapa sektor saja ketimbang
didistribusikan pada banyak sektor. Pertumbuhan akan dijalarkan dari sektor –
sektor utama (leading sector) ke sektor – sektor lainnya.
Pengaruh titik – titik tumbuh ke kawasan belakangnya (hinterland) sangat
bergantung pada “favcurable effects” yang menetes (tricle down) ke hinterland
dan “umfavorable polarization effects” sebagai akibat daya tarik titik–titik
tumbuh tersebut.
Perbedaan antara klasik dan neo klasik
Perbedaan antara teori klasik dan neo klasik adalah sebagai berikut :
1. Klasik dalam hal rasio, modal dan produksi tetap/berbanding lurus
2. Neo klasik dalam hal rasio, modal dan produksi berubah tergantung berapa
besar kita memberi proporsi modal dan tenaga kerja
II-13
Gambar 2.7
Grafik Perbandingan Klasik Dan Neo Klasik
Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah
Asumsi Teori
Asumsi dasar dalam teori neoklasik yaitu :
a. Mekanisme pasar berkembang atau bekerja untuk mencapai
keseimbangan
b. Ekonomi merupakan satu-satunya faktor penting dalam pengembangan
wilayah
c. Proses pengembangan ekonomi dapat diramalkan
d. Kritik-kritik orientasi perkembangan Negara maju.
Kelemahan
Teori Neoklasik memiliki kelemahan, yaitu bahwa terdapat masalah yang
kadang timbul dalam wilayah adalah :
Wilayah tidak selamanya sama (ada yang maju dan ada yang
terbelakang, perbedaan tingkat upah (ada yang tinggi dan ada yang
rendah).
Pada negara maju, pasti terdapat ketidakmerataan pembangunan pada
daerahnya sebab modal dan tenaga kerja terkonsentrasi pada satu
wilayah tertentu saja.
Terdapat proses yang alami, yaitu ada ketidakmerataan arus modal
dan tenaga kerja, serta pada suatu wilayah akan tercapai kemerataan.
II-14
Diversensi pada awal perkembangan wilayah yaitu konversensi
wilayah setelah mencapai tingkat equilibrium pada suatu titik (tingkat
upah tidak akan naik dan kebijaksanaan pemerintah). Neo klasik
sebagai mobilitas faktor produksi dan perdagangan antar wilayah.
B. Teori Export Base
Teori export base yaitu teori ekonomi, pertama kali dikembangkan oleh
Douglas C. North pada tahun 1955. Menurut North, pertumbuhan wilayah
jangka panjang bergantung pada kegiatan industri expornya. Suatu wilayah
memiliki sektor ekspor karena sektor itu menghasilkan keuntungan dalam
memproduksi barang dan jasa, mempunyai sumber daya yang unik untuk
memproduksi barang dan jasa, mempunyai lokasi pemasaran yang unik, dan
mempunyai beberapa tipe keuntungan transportasi.
Teori export base mengandung daya tarik intuitif dan kesederhanaan,
seperti halnya dianggap sebagai dasar teori, berdasarkan konsep beberapa sektor
ekonomi eksternal ke dalam wilyah untuk menstimulasikan perubahan secara
cepat perubahan pendapatan wilayah bergantung pada perubahan permintaan
ekspor.
Kekuatan utama dalam pertumbuhan wilayah adalah permintaan eksternal
akan barang dan jasa, yang dihasilkan dan diekspor oleh wilayah tersebut.
Permintaan eksternal ini mempengaruhi pengguanaan modal, tenaga kerja, dan
teknologi untuk menghasilkan komoditas ekspor. Dengan kata lain, permintaan
komoditas ekspor akan membentuk keterkaitan ekonomi, baik kebelakang
(kegiatan produksi) maupun kedepan (sektor pelayanan).
Adapun penekanan teori ini adalah pentingnya keterbukaan wilayah yang
dapat meningkatkan aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk kelanjutan
pembangunan wilayah.
Teori export base mengandung daya tarik intuitif dan kesederhanaan.
Teori ini memandang bahwa pada dasarnya aktifitas ekonomi dalam suatu
wilayah terbagi menjadi aktifitas basik (suatu aktifitas ekonomi yang cenderung
menjadi aktifitas eksport) dan aktifitas lokal (aktifitas sosio-ekonomi yang
II-15
melayani aktifitas basic dianggap sebagai tumbuh-kembangnya suatu wialyah).
Termasuk pula dalam teori ini, bagaimana peran SDA dalam perencanaan
wilayah.
Dalam Teori ini menjelaskan bahwa :
Tumbuh dan berkembangnya suatu wilayah merupakan fungsi dari
tumbuh dan berkembangnya aktivitas export base/basis ekspor.
Aktivitas ekonomi suatu wilayah dilihat dari :
aktivitas ekonomi dasar (export base) dan
aktivitas ekonomi penunjang (service).
Teori export base adalah:
Teori yang membahas atau membagi wilayah kedalam dua barisan yaitu
sektor basis ( ekspor) dan non basis (pendukung ekspor).
Wilayah akan berkembang bila ekspor atau memiliki sektor basis
multiplier (bangkitan ekonmi yang ditimbulkan aktivitas sektor basis
sebagai pertumbuhan wilayah).
Sedangkan sektor non basis merupakan pendukung dari sektor basis.
Teori export base berasal dari teori lokasi dimana terdapat dua prinsip
penting dalam teori lokasi, yaitu :
1. Minimisasi ongkos (transport).
2. Maksimasi keuntungan.
Suatu wilayah akan berkembang dengan baik, jika wilayah tersebut
mempunyai sektor export base, sebab :
secara ekonomi keuntungannya meningkat.
secara spasial akan membentuk nodal-nodal.
Teori export base terdiri atas sektor basis dan sektor non basis. Dimana sektor
basis merupakan sektor penunjang yaitu :
1. industri penunjang penyediaan bahan baku.
2. industri jasa perdagangan (perbankan, diklat).
3. industri penyedia industri untuk konsumsi lokal (pedagang eceran).
II-16
Keterkaitan antara sektor non basis dan basis menggunakan metode
multiplier effect yaitu bangkitan atau pengaruh yang ditimbulkan oleh sektor
basis, dan sejauh mana sektor basis mempengaruhi sektor non basis.
Asumsi Teori
Asumsi –asumsi yang melandasi teori pengembangan wilayah ekspor base
yaitu diantaranya:
a. Ekspor adalah satu – satunya faktor pertumbuhan ekonomi.
b. Homogenitas dalam sektor ekspor besarnya untuk semua sektor.
c. Besarnya konstan sepanjang periode tertentu.
d. Tidak ada interegional feed back.
e. Adanya sumber daya yang belum termanfaatkan seluruhnya.
Prinsip Teori
Prinsip export base adalah:
1. Suatu wilayah akan maju atau berkembang, maka wilayah tersebut akan
berorientasi pada eksport/permintaan dari luar (adanya sektor basis)
2. adanya sektor non basis maka akan ada effect multiplier berlipat ganda,
aktivitas yang timbul dari aktivitas basis.
Gambar 2.8Multiplier Effect
II-17
Jenis multiplier terdiri atas:
1. Multiplier lokal yaitu keuntungan yang diperoleh daerah itu sendiri
2. Multiplier non lokal, yaitu keuntungan yang diperoleh bukan oleh daerah
itu sendiri
Wilayah berkembang karena :
1. Proses multiplier (teori economic base)
2. Proses linkage (kleterkaitan) yaitu teori input output
3. Mobilitas sektor produksi dan perdagangan antar wilayah (teori neo
klasik)
4. Siklus produksi (teori siklus produksi)
5. Timbulnya wiraswasta lokal (teori lokal ekonomi development).
Gambar 2.9Proses Multiplier
Cara untuk mengetahui suatu sektor masuk dalam basik atau non basik,
menggunakan lingkage system (sistem keterkaitan). Diamana lingkage system
yaitu: bersifat antar daerah, bagaimana keterkaitan antar daerah terjadi,
sehingga masing-masing daerah mampu untuk mengambil keunstungan
(ekonomi) dari adanya keterkaitan tersebut.
II-18
Sumber : Diktat Perkuliahan Perencanaan
Wilayah
Penyebab adanya lingkage system adalah dari sumber daya yang diambil
dari tiap daerah terbatas, sehingga setiap wilayah tersebut harus memilih untuk
spesialisasinya pada barang dan jasa yang mempunyai keunggulan tinggi, bila
dibandingkan dengan daerah lain. Barang/jasa yang menjadi unggulan di daerah
tersebut (basis) disebut leading sector.
Linkage system mempelajari tentang aliran-aliran produksi, baik barang/jasa
yang potensial, sehingga lingkage system akan mampu menjawab permasalahan
tentang bagaimana posisi potensial/aktual suatu daerah terhadap interegional,
sehingga dapat memberikan basis/ dasar untuk memunculkan aliran, baik inter-
regional maupun intra-regional dari barang/jasa untuk memperoleh perekonomian
daerah.
Metoda yang digunakan dalam linkage adalah LQ (Location Quotiens)
merupakan metoda yang statis dalam membandingkan suatu daerah dengan daerah
yang lebih luas (referensi yang mencakup daerah tersebut).
Yang dibandingkan dalam LQ adalah :
1. Tenaga kerja, industri, atau sektor tertentu
2. Output/produk dari industri/sektor tertentu
Asumsi daerah dalam LQ :
1. Wilayah itu sendiri (wilayah yang kecil)
2. Wilayah diluar wilayah tersebut (daerah yang lebih luas)
Keterangan :
Xa = jumlah tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau
sektor tertentu diwilayah yang lebih kecil
Xa’ = jumlah total tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri
atau sektor tertentu di wilayah yang lebih kecil
Xb = jumlah tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau
sektor tertentu di wialyah yang lebih besar
II-19
Xb’ = jumlah total tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri
atau sektor tertentu di wilayah yang lebih besar
Dimana nilai LQ :
LQ < 1 merupakan sektor non basis, daerah tersebut mempunyai ukuran
spesifikasi lebih kecil (under representatif), bila dibandingkan dengan
daerah referensinya (daerah yang lebih besar pada industri/ sektor x
(sektor penunjang)
LQ > 1 merupakan sektor basis, daerah tersebut mempunyai ukuran
spesifikasi lebih besar (over representatif), bila dibandingkan dengan
daerah referensinya (daerah yang lebih besar pada industri/ sektor x
(sektor penunjang)
LQ = 1 memiliki ukuran sama (bukan basis ataupun non basis).
Kelemahan Teori
Kelemahan dari teori ini adalah :
Kelemahan lain dari teori export base adalah :
1. Tidak menjelaskan keterkaitan antara satu sektor dengan sektor
lainnnya, sebab dalam export base menghitung /melihat
perekonomian secara agregat
2. Tidak bisa menghitung effect yang dikeluarkan dari suatu investasi
3. Di satu wilayah, perkembangannya hanya diandalkan pada sektor
basis
4. Hanya melihat dari segi demand side.
C. Teori Pentahapan
II-20
Hanya mengandalkan pada satu sektor saja.
Teori Pentahapan merupakan teori yang menekankan bahwa suatu
wilayah/negara akan mengalami pertumbuhan secara linier. Teori pentahapan ini
didasarkan pada pemikiran para ahli berikut :
Walt W. Rostow
Mengatakan bahwa :
Pentingnya Investasi dan Inovasi.
Suatu Negara atau wilayah berkembang berdasarkan tahapan sebagai
berikut:
Gambar 2.10Tahapan Perkembangan Wilayah Rostow
Misalnya:
dari pertanian di kembangkan industri yang memerlukan investasi dan modal
untuk dikembangkan lagi menjadi perdagangan dan jasa. Dimana faktor
investasinya adalah keterampilan sedangkan modal adalah teknologi dan
infrastruktur .
II-21
Masyarakat tradisional (the traditional society)
Prasyarat pra-lepas landas (precondition for take-off)
Lepas landas (take-off)
Tahap menuju kematangan (the drive to maturity)
Masyarakat berkonsumsi tinggi (the age of high mass consumption)
Teori pembangunan ekonomi ini muncul pada awalnya merupakan artikel
yang dimuat dalam Economic Journal (1956), selanjutnya dikembangkan dalam
buku yang berjudul The Stages of Economics, (1960).
Teori pembangunan Rostow ini termasuk dalam teori linier tahapan
pertumbuhan ekonomi, yang memandang proses pembangunan sebagai suatu
tahap-tahap yang harus dialami oleh seluruh negara. Proses pembangunan sebagai
suatu urutan tahap-tahap yang harus dilalui oleh seluruh negara.
Industrialisasi merupakan salah satu kunci dari perkembangan. Menurut
Walt W. Rostow, pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat
tradisional menjadi suatu masyarakat modern merupakan proses yang
multidimensi. Pembangunan ekonomi bukan saja pada perubahan dalam struktur
ekonomi, tetapi juga dalam hal proses yang menyebabkan:
1) Perubahan reorientasi organisai ekonomi
2) Perubahan masyarakat
3) Perubahan penanaman modal, dari penanam modal tidak produktif ke
penanam modal yang lebih produktif
4) Perubahan cara masyarakat dalam membentuk kedudukan sesependuduk
dalam sistem kekeluargaan menjadi ditentukan oleh kesanggupan
melakukan pekerjaan
5) Perubahan pandangan masyarakat yang pada mulanya berkeyakinan bahwa
kehidupan manusia ditentukan oleh alam.
Konsep dasar Teori Tahapan Pertumbuhan Rostow:
1. Ada pentahapan pembangunan yang harus dilalui oleh seluruh negara:
a. Masyarakat tradisional (the traditional society) /fungsi produksi yang
terbatas, didasarkan pada teknologi dan ilmu pengetahuan yang
sederhana dan sikap masyarakat primitif, serta berpikir irasional
/meliputi masyarakat yang sedang dalam proses peralihan, yaitu suatu
periode yang sudah mempunyai prasyarat-prasyarat untuk lepas landas.
b. Prasyarat untuk take-off (Pre conditions for take-off /tinggal landas)
II-22
c. Take off /dimotori oleh teknologi industri dan pertanian, pembagunan
prasarana serta tumbuhnya kekuatan politik yang sangat peduli akan
modernisasi dan pertumbuhan ekonomi
d. Tahap menuju kematangan (drive to maturity) /didasari oleh
pertumbuhan industri yang beraneka ragam dan telah terkait dengan
pasar internasional.
e. Komsumsi Masal (High Mass Consumption) /pendapatan per kapita
yang tinggi dan persoalaan telah beralih dari pertumbuhan industri ke
kesejahteraan sosial yang lebih tinggi (Walfare State).
2. Perlu peranan pemerintah pada proses perencanaan.
Rostow membagi sektor-sektor ekonomi dalam tiga sektor pertumbuhan:
a) Sektor primer /sektor pertanian
b) Sektor Supplemen /sektor yang tumbuh sebagai pertumbuhan sektor
primer seperti pertambangan dan pengakutan.
c) Sektor tarikan (derived sector)/industri dan perumahan.
Douglass North
Suatu wilayah / negara mengalami pertumbuhan melalui tahapan / fase yang
sama, yaitu :
Gambar 2.11Tahapan Perkembangan Wilayah North
- Subsistem ekonomi
Yaitu hanya dimanfaatkan untuk konsumsi lokal/ belum
diekspor/diperdagangkan.
- Spesialisasi lokal
Yaitu menghasilkan produksi yang khusus tiap wilayah, karena
berkembangnya transportasi.
II-23
Subsistem Ekonomi Spesialisasi Lokal Perdagangan antar Wilayah
Industrialisasi
- Perdagangan antar wilayah
Yaitu sudah diperdagangkan/di ekspor.
- Industrialisasi.
Yaitu Spesialisasi pada industri tersier (jasa – jasa).
Gunnar Myrdal
Gunnar Myrdal (1957) melontarkan thesis tentang keterbelakangan yang
terjadi di negara-negara berkembang. Menurut Myrdal adanya hubungan
ekonomi antara negara maju dengan negara belum maju yang telah menimbulkan
ketimpangan internasional dalam pendapatan per kapita dan kemiskinan di negara
yang belum maju. Adapun faktor utama yang menyebabkan ketimpangan ini
adalah adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, adanya pasar yang luas
dan konsentrasi modal keuangan di negara maju.
Kemakmuran kumulatif timbul di negara maju dan kemiskinan kumulatif
dialami rakyat di negara miskin. Dengan perkataan lain, hubungan ekonomi antara
negara maju dengan negara miskin menimbulkan efek balik (backwash effect)
yang cenderung membesar terhadap negara miskin. Myrdal (1957)
mengemukakan pemikirannya mengenai prakondisi struktural yang harus dimiliki
oleh negara sedang berkembang dalam melaksanakan proses pembangunan, antara
lain adalah sebagai berikut :
Sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang berada dalam situasi
kekurangan gizi yang parah dan berada dalam kondisi yang menyedihkan
baik dalam tingkat kesehatan, fasilitas pendidikan, perumahan dan
sanitasi
Sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang berada dalam situasi
kekurangan gizi yang parah dan berada dalam kondisi yang menyedihkan
baik dalam tingkat kesehatan, fasilitas pendidikan, perumahan dan
sanitasi.
Adanya struktur sosial yang sangat timpang sehingga alokasi sumber-
sumber ekonomi yang produktif sangat banyak untuk keperluan
memproduksi barang-barang mewah (conspicuos consumption).
II-24
Menurut Myrdal, upaya untuk memberantas kemiskinan di negara yang
belum maju harus dilakukan dengan campur tangan pemerintah terutama dalam
mempengaruhi kekuatan pasar bebas. Kemudian tentang teori keunggulan
komparatif yang digunakan oleh ahli ekonomi neoklasik tidak dapat dijadikan
petunjuk untuk proses alokasi sumber-sumber ekonomi. Harus ada perlindungan
atas industri-industri rakyat yang belum berkembang dari persaingan dengan luar
negeri.
D. Teori Ketergantungan
Konsep ini dilatarbelakangi oleh akibat dari konsep Growth pole dianggap
tidak berhasil. Dalam teori ini Suatu wilayah tidak dapat berkembang karena
wilayah lain atau bergantung pada pusat, terjadi ketimpangan / kesenjangan pada
sub pusat atau daerah dibawahnya.
Ketimpangan wilayah terjadi karena dipengaruhi oleh :
Daerah belakang yang tidak mampu untuk mengolah atau mengontrol
sumber daya alam,
Kurang didasarkan pada atau dari masyarakat yang terlibat atau kurang
didasarkan pada sumberdaya yang dimiliki.
Untuk mengurangi ketergantungan wilayah pinggian terhadap wilayah
pusat maka dapat diterapkan teori –teori sebagai berikut yaitu :
1. Agropolitan development agar daerah – daerah dapat mengembangkn
pertanian sehingga lebih mampu untuk mengendlikan sumber daya,
2. Teori Articulated system of settlement yaitu system pemukiman yang
saling berhubungan dan
3. Urban efisien yaitu menyebarkan industri dari industry primate city ke
kota yang lebih kecil.
E. Imbalance Growth
Penjelasan Teori
Teori imbalance growth ini dikembangkan oleh seorang ahli yaitu
Hirschman & Myrdal.
II-25
Prinsip :
“Wilayah hanya bisa berkembang bila didukung oleh pertumbuhan yang
tidak seimbang”
Pertumbuhan tidak dilakukan pada semua wilayah, artinya investasi
tidak mungkin ditanam secara merata tetapi hanya di pusat wilayah dan
dengan mengembangkan satu sektor saja (sektor-sektor unggulan).
Terdapat dua mekanisme yang dapat mendukung teori ini yaitu
diantaranya:
a. Tricle Down atau Spread Effect
b. Back Wash Effect
Kelemahan
Ada beberapa dampak negatif dari penerapan teori ini yaitu timbulnya
ketimpangan regional. Ketimpangan pendapatan regional akan semakin
meningkat sampai suatu titik dimana ketimpangan mulai menurun kembali.
F. Center Periphery
Teori ini merupakan teori yang muncul untuk mengurangi ketimpangan
regional yang terjadi dengan asumsi bahwa ketimpangan wilayah dapat
diminimalisasikan dengan proses Polarized Development ke wilayah yang belum
berkembang melalui penciptaan Growth Center (pusat pertumbuhan) yang
menghubungkan daerah tersebut dengan wilayah uang lebih luas lagi.
G. Teori Humanitarian
Teori Humanitarian adalah teori yang dipaparkan sebagai upaya
memerangi kemiskinan, karena pengembangan kurang berpengaruh terhadap
keluarga miskin.
Teori ini memiliki konsep yaitu:
Pengembangan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan)
Melalui :
- Penyediaan bahan pangan, keamanan, lapangan kerja, dan perumahan
- Investasi dialokasikan pada proyek padat karya
II-26
Penciptaan kerangka Nasional dan Internasional
Melalui :
- Pengembangan tata internasional ekonomi baru antara Negara maju
dengan berkembang, misalnya bantuan asing, dan lain-lain.
Pengembangan yang seimbang antara industrialisasi dan mempertahankan
kegiatan ekonomi lokal
Melalui :
Aliran “Populism”
“pengembangan ekonomi melalui urbanisasi dan industrialisasi harus
selaras dengan mempertahankan masyarakat dan ekonomi skala kecil
(misal : pertanian).
2.3 Konsep – Konsep Pengembangan Wilayah
2.3.1 Pengertian dan Konsep Pengembangan Wilayah
1. Pengertian Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah (Regional Development) adalah upaya Untuk
memacu perkembangan sosial ekonomi,mengurangi kesenjangan wilayah dan
menjaga kelestarian lingkungan hidup.
2. Konsep Pengembangan Wilayah
Perwilayahan dilihat dari atas adalah membagi suatu wilayah yang
luas,misalnya wilayah suatu Negara ke dalam beberapa wilayah yang lebih kecil.
Perwilayahan mengelompokkan beberapa wilayah kecil dalam satu kesatuan.
Suatu perwilayahan dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembentukan
wilayah itu sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan,di Indonesia dikenal
wilayah kekuasaan pemerintahan seperti promosi,
Kabupaten/Kota,Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Dusun/Lingkungan.
b. Berdasarkan kesamaan kondisi,yang paling umum adalah kesamaan
kondisi fisik.
II-27
c. Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi. Perlu ditetapkan terlebih
dahulu beberapa pusat pertumbuhan yang kira-kira sama
besarnya,kemudian ditetapkan batas-batas pengaruh dari setiap pusat
pertumbuhan.
d. Berdasarkan wilayah perencaan/program. Dalam hal ini,ditetapkan batas-
batas wilayah ataupun daerah-daerah yang terkena suatu program atau
proyek dimana wilayah tersebut termasuk kedalam suatu perencanaan
untuk tujuan khusus.
Dalam mengembangkan suatu wilayah,ada 2 faktor yang menyebabkan
wilayah tersebut bisa berkembang,yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor internal terdiri dari potensi wilayah yang berupa Sumber Daya Alam
(SDA),Sumber Daya Manusia(SDM) dan Sumber Daya Buatan (SDB).
2. Faktor Eksternal
Fakor Eksternal dari glonalisasi ekonomi dan kerjasama ekonomi
antarnegara,faktor eksternal ini membutuhkan ruang dan prasarana wilayah untuk
dapat memanfaatkan lahan yang terbatas agar dapat berkembang dengan baik
A. Konsep Pengembangan Wilayah
Pada dasarnya Konsep Pengembangan wilayah terbagi atas 2 konsep, yaitu
:
Regional Development from Above (RDA)/ (Top Down)
Konsep – konsep pendukung :
Growth Pole
Konsep Functional-Spatial Integration
Central Place Theory
Regional Development from Bellow (RDB)/ (Bottom Up)
Konsep- konsep pendukung :
Selective Spasial Closure
II-28
Konsep Agropolitan
Keduanya memiliki kesamaan, yaitu :
- Meletakkan konsep Regional Development pada konsep Economic
Base
- Menggunakan tahapan (staging)
Perbedaannya adalah bahwa RDA mengacu pada integrasi fungsional
(pengembangan sektor dominasi), sedangkan RDB adalah mengacu pada konsep
teritorial perwilayahan (pengembangan unit-unit wilayah).
Selain konsep di atas, konsep pengembangan wilayah terbagi ke dalam 2
golongan utama, yaitu :
Konsep Pengembangan Nodal (pusat), melalui Konsep Growth Pole
Konsep Pengembangan berdasarkan daerah yang Homogen, melalui
Konsep Pengembangan Homogen
Selain konsep-konsep di atas terdapat juga Konsep LED (Local Economic
Development).
B. Konsep Development From Above (Top Down)
Adalah konsep yang memiliki prinsip bahwa pembangunan atau
pengembangan wilayah itu berasal dan diputuskan oleh pemerintah pusat. Konsep
ini berorientasi pada kota-kota besar, yang berasal dari teori neo klasik (Capital
Factor) mobilitas faktor. Jenis-jenis teori ini terdiri atas :
1. Intermediate City
2. Sistem Kota-kota
3. Backwash Effect (Penyedotan sumber daya dari desa ke kota)
4. Growth Pole , didasari oleh adanya unbalance growth.
Balance adalah cenderung membagi investasi yang sama pada setiap
daerah. Unbalance growth difokuskan pada daerah-daerah yang memiliki linkage
yang besar karena perkembangannya berbeda-beda maka investasi diarahkan pada
satu titik saja. Primate city (kota yang sangat besar) memiliki masalah yaitu kota
menjadi tidak efisien lagi, sehingga penduduk mencari rumah di pinggiran kota
II-29
dan akan membutuhkan ongkos transport yang besar untuk menuju tempat kerja
serta waktu yang relatif lama.
Penyelesaian dengan membuat intermediate city (kota kecil dan kota menengah
atau kota baru). Fungsi intermediate city yaitu agar sebaran aktivitas primate city
dapat menyebar ke intermediate city dan konsep/sistem perkotaan terpadu.
Gambar 2.12 Primate city
Aktivitas yang dikembangkan adalah ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya.
Akan tetapi tidak memindahkan aktivitas tersebut. Oleh karen itu dapat melalui
insentif dan disinsentif, kebijakan yang tepat sertaperencanaan yang
komprehensif. Ide dasar intermediet city adalah menciptakan kota terpadu dan
menciptaka kterkaitan antar kota sesuaifungsi nya masing-masing menghasilkan
perkotaan yang mencakup sistem transportasi.
Teori Pendukung :
a. Growth Pole, yaitu pengembangan tidak bisa berlangsung di semua tempat
tapi melalui sektor terkait atau strategis.
Sektor strategis meiliki ciri :
Dinamis dan High Tech
High Elastic demand/market
Keterkaitan industri
Kemampuan inopasi tinggi
b. Growth Centre
Pengembangan kota – kota utama menjalar ke kota – kota sekitarnya
c. Central Place Theory
II-30
Primate City
Kota Jenjang I
Kota Jenjang II
Teori yang menjelaskan pengambangan berdasarkan pada pembentukan
sistem pelayanan yang terdistribusi. Dengan demikian perlu adanya
pemutusan yakni dengan :
Selektive spatial closure (tutup aktivitas ekonomi yang merugikan).
Unit harus memiliki kemampuan mengontrol sumber daya (alam dan
manusia).
Unit harus dikelola oleh satuan administratif sendiri.
Ekspor menjadi kunci pengembangan unit – unit.
C. Konsep Development From Below (Bottom Up)
Muncul dari pendekatan development from below, sangat memperhatikan
keunikan antar daerah (sumber daya manusia, sumber daya alam,
institusi/kelembagaan, budaya dan ekonomi), masyarakat ikut berpartisipasidalam
proses perencanaan. Prosesnya adalah sebagai berikut:
Masalah akses masyarakat terhadap tanah (harus ada pembahasan
kepemilikan tanah)
Pendekatan basic need, ada interaksi pemeritnah untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang ada di daearah pinggiran
Menentukan nilai tambah komoditi pertanian
Pemilihan teknologi, mencari bentuk-bentuk teknologi yang sesuai dengan
keunikan tiap daerah, dan bisa digunakan oleh masyarakat.
Infrastruktur pedesaan (jaringan jalan, listrik, dll)
Sektor unggulan yang akan dikembangkan
Keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan
Development from below terdiri atas konsep agropolitan yang merupakan
respon atas kegagalan dari industrialisasi konsepnya mengembangkan sektor-
sektor pertanian dengan mengembangkan konsep daya lahan dan adanya
partisipasi dari masyarakat. dengan ciri agropolitan yaitu : ekspor bahan baku,
investasi dari luar negeri dan pinjaman dari luar negeri (subtitusi import) serta
investasi sektor pertanian. Pada tahun 1970-an terdapat kebijakan orientasi ekspor,
II-31
beberapa karakteristik yang dikembangkan adalah impor teknologi, low cost
labour, capital insentif, high production standard. Indikasi dari dualisme adalah:
Urbanisasi di kota-kota
Konsentrasi populasi di beberapa tempat (spasial)
Ketidakmerataan pendapatan, pengangguran tinggi dan kemiskinan
Ketergantungan dari luar negeri
Proses internalisasi potensi lokal wilayah merupakan awal bagaimana
suatu wilayah dapat berkembang. Menurut perspektif teori ini, terdapat berbagai
strategi pendekatan pengembangan wilayah, yaitu pendekatan pengembangan
territorial, fungsional, dan pendekatan agropolitan. Secara umum pendekatan-
pendekatan tersebut memfokuskan pada upaya melepaskan diri dari
ketergantungan terhadap wilayah pusat.
D. Konsep Growth Pole
- Asumsi : tidak semua wilayah mengalami perkembangna yang sama
- Proses : Penjalaran perkembangan dari pusat perkembanga (primery pole)
ke pusat lain (Secondary & Tertiary Pole) berupa “Perkembangan
Sektor Industri (Invesatasi prasarana dan Investasi lain)”
Konsep pertumbuhan kutub (Growth Pole) yang terpusat dan mengambil tempat
(kota) tertentu sebagai pusat perkembangan yang diharapkan menjalarkan
perkembangan ke pusat-pusat yang tingkatannya lebih rendah. Dalam konsep itu
terdapat istilah Spread dan trickling down (penjalaran dan penetasan) serta back
wash dan polarization (penarikan dan pemesatan). Konsep itu berasal dari
pengembangan industri untuk meningkatkan gross national product (GNP)
setelah kemunduran ekonomi akibat perang dunia II dan sudah berkembang di
Eropa dan Amerika Timur semejak tahun 1950. konsep itu dimulai oleh perroux.
Investasi diberikan kepada kota besar, dengan pendirian bahwa jika kegiatan
terkonsentrasi dalam suatu ruang, maka konsentrasi itu menimbulkan external
economics yang mengakibatkan bertambahnya kegiatan baru pada kawasan kota
itu. Proses itu mempertinggi aglomerasi ekonomi. Semakin besar konsentrasi itu
makin banyak penduduk, makin banyak kegiatan yang dilakukan dan makin
II-32
banyak barang dan jasa yang dibutuhkan bagi kota tersebut. Gejala inilah yang
memberikan semua penjalaran atau penetesan dan penarikan atau pemusatan.
Menurut pengalaman ternyata bahwa tenaga penjalaran/penetasan dari kota besar
ke pedesaan berlaku kuat, sehingga kota beruntung dan pedesaan merugi. Dalam
hal ini perencana dapat membuat pengaturan.
Konsep ini merupakan Salah satu alat utama yang dapat melakukan
penggabungan antara prinsip-prinsip “Kosentrasi “ dengan “Desentralisasi”, Teori
yang menjadi dasar strategi kebijakasanaan pembangunanwilayah melalui idustri
daerah. Pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi disegala tata-ruang. Akan
tetapi terjadi haya terbatas pada beberapa tempat tertentu dengan variabel-variabel
yang berbeda intensintanya. Salah satu cara untuk menggalakan kegiatan
pembangunan suatu daerah tertentu melalui pemanfaatan “aglomeration
economies” sebagai faktor pendorong utama. Secara Fungsional adalah suatu
lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang sifat hubungannya,
memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu mestimulasi kehidupan
ekonomi baik kedalam maupun keluar (daerah belakangnya). Secara Geografis
merupakan suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga
menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) yang menyebabkan berbagai macama
usaha tertarik untuk berlokasi didaerah yang bersangkutan dan masyarakat senang
datang memanfaatkan fasilitas yang ada.
Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang
merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah.
Keterkaitan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan
mempengruhi perkembangan industri lain yang berhubungan dengan industri
unggulan. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan
perekonomian karena akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar
daerah. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif
(unggulan) dengan industri yang relatif pasif atau industri yang tergantung
industri unggulan. Industri Unggulan (Utama) Mempunyai ciri-ciri :
1. Tingkat kosentrasi tinggi
II-33
2. Pengaruh multiplier (percepatan) dan pengaruh polarisasi lokal sangat
besar
3. Tingkat teknologi maju
4. Keahlian manajerial modern
5. Prasarana sudah sangat berkembang.
Pusat Pertumbuhan Mempunyai 4 (Empat) Ciri :
1) Adanya hubungan inter dari berbagai macam kegiatan
Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada
keterkaitan satu sektr dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang
tumbuh akan mendorong sektor lain karena saling terkait. Kehidupan kota
menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan menciptakan
synergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan.
2) Ada effek penggandaan (multiplier effect)
Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan
menciptakan effek penggandaan. Permintaan akan menciptakan produksi baik
sektor tersebut maupun sektor yang terkait yang akhirnya akan terjadi akumulasi
modal. Unsur efek penggandaan sangat berperan dalam membuat kota mampu
memacu pertumbuhan belakangnya.
3) Adanya konsentrasi geografis
Konsentrasi geografis dari berbagai sektor/ fasilitas selain menciptakan
efisiensi diantara sektor-sektor yang saling membutuhkan juga meningkatkan
daya tarik dari kota tersebut.
4) Bersifat mendorong daerah belakangnya
Dalam hal ini antara kota dan wilayah belakangnya terdapat hubungan
yang harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan
menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakang untuk dapat mengembangkan
dirinya.
II-34
Ciri utama dari Growth Pole adalah :
Konsep Leading Industries (perusahaan skala besar) tercipta linkage yang
sangat kuat dan efektifitas tinggi.
Polarisasi yaitu terciptanya aglomerasi dan memperkecil suatu sektor yang
memiliki keterkaitan dengan banyak sektor untuk mengefisiensikan prasarana.
Spreed Effect yaitu terjadinya perkembangan ke daerah pinggiran karena
polarisasi tidak efisiensi lagi, misalnya penyebaran penduduk ke pinggiran
kota.
Dalam growth pole pertumbuhan yang terjadi dalam suatu wilayah hanya
terjadi di titik titik tertentu , kutub-kutub pertumbuhan dengan asumsi :
Perkembangan wilayah tidak terjadi pada setiap tempat, hanya terjadi pada
titik-titik tertentu.
Wilayah berkembang karena adanya sistem transportasi
Perkembangan antar titik-titik tersebut tidak sama, tegantung teknologi,
komunikasi dan transportasi.
E. Konsep Functional-Spatial Integration
Konsep pengembangan functional-spatial integration yaitu konsep
pengembangan wilayah yang di dasarkan pada konsep kesinambungan dan
keterpaduan sistem dari growth pole yang memiliki perbedaan ukuran dan
karakteristik (hirarki) fungsional sehingga dapat berperan penting di dalam
fasilitas yang lebih luas dari pengembangan wilayah (rondenelli,1985).
F. Konsep Selective Spatial Closure
Konsepsi pengembangan wilayah selective spatial closure ( Stohr dan
Todtling, Some Anti-Thesis to Current Regional Development Doctrine,1979)
merupakan aplikasi pendekatan yang bersifat teritorial dan fungsional dari
Development From Below yang secara essensial didasarkan pada pemanfaatan
sumber daya wilayah yang terintegrasi pada skala keruangan yang berbeda dan
merupakan aplikasi bentuk pengembangan yang ditujukan umumnya pada
II-35
wilayah yang terbelakang ( periphery ) akibat implementasi serta pengaruh dari
polarisasi wilayah ( Lo dan Salih, 1981).
Inti dari konsep, yang pada dasarnya harus disesuaikan dengan latar
belakang dan kondisi wilayah tersebut, adalah adanya kontrol aliran faktor
produksi atau kontrol hubungan eksternal yang bersifat merugikan terhadap
pengembangan wilayah. Pengembangan yang berbasiskan teritorial ini, tetap akan
memenuhi eksternal demand dan memanfaatkan sumber daya ekternal (dari luar
wilayahnya), dengan pertimbangan bahwa tingkat pemenuhan dan pemanfaatan
tersebut tidak mengurangi tingkat utilitas dari kebutuhan dasar masyarakat lokal
serta mobilisasi sumber daya wilayah yang tersedia.
Pengendalian tersebut berkaitan dengan adanya fenomena ketergantungan
(dependensi) antara wilayah periphery dengan core, maupun bentuk dependency
yang berakar dari hierarki sistem perekonomian dunia. Ketergantungan ini
terwujudkan dengan adanya beberapa sektor impor maupun ekspor yang secara
langsung mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Konkritnya, semakin
banyak sektor impor maka semakin besar ketergantungan wilayah periphery
terhadap wilayah core ataupun terhadap ruang lingkup linkage skala ekonomi
yang lebih luas. Sedangkan kinerja sektor ekspor yang berlebihan berpengaruh
secara langsung pada ketersediaan sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan lokal,
dan hal ini dapat dikatakan sebagai suatu bentuk dari backwash effect akibat
pengaruh pola dependency ekonomi.
Selective spatial closure berusaha memilah dengan mempertimbangkan
tingkat kemampuan atau kontribusi masing-masing sektor tersebut terhadap
perkembangan wilayah itu (periphery). Dalam artian, meskipun sektor yang
terpilih untuk dikembangkan tersebut memiliki kecenderungan untuk
meningkatkan terjadinya proporsi leakages ( dengan pertimbangan tidak besar
pengaruhnya terhadap mobilitas lokal sumber daya wilayah ), tetapi secara
fungsional memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi
wilayah dan membangkitkan efek mulitiplier lokal karena keterkaitannya yang
tinggi, sektor tersebut dapat dimungkinkan menjadi sektor utama yang menumpu
perkembangan wilayah. Seleksi lainnya dilakukan dengan cara melihat potensi
II-36
lokal yang mungkin dikembangkan dalam hal ini dengan menilai kemungkinan
pemanfaatan faktor produksi lokal yang dapat mensubstitusi faktor produksi yang
semula menjadi input bagi salah satu sektor di periphery dan input itu berasal dari
luar (core region).
G. Konsep Central Place Theory
Konsep ini dikembangkan oleh Christaller yang mengungkapkan bahwa
dengan adanya investasi industri yang terdapat di wilayah pusat kota. dia
melakukan studi di Jerman mengenai hirarki pusat pelayanan kegiatan jasa pada
tujuh tingkat hirarki pelayanan, mulai dari desa kecil hingga kota metropolitan.
Hasil dari studi ini merupakan suatu kemajuan yang berarti bagi teori lokasi, dan
bagi teori penyediaan pusat pelayanan penduduk dimana teori ini mengungkapkan
suatu titik pada suatu kota yang memiliki peran sebagai pusat dari segala kegiatan
kota. teori ini mengungkapkan beberapa asumsi dasar tentang wilayah yaitu
(Tarigan, 2005 : 79) :
wilayah tersebut datar dan juga memiliki sumber daya alam yang merata
pergerakkan dimungkinkan dapat dilakukan kesegala arah
penduduk tersebar secara merata diseluruh wilayah dan mempunyai daya beli
yang sama
konsumen bertindak rasional (minimasi jarak dan minimasi biaya)
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembentukkan
sistem tata ruang yang jelas ke dalam tingkat hirarki pusat-pusat, merupakan suatu
keharusan mutlak dalam wilayah bersangkutan dapat berkembang dengan cepat.
Ketidakjelasan tata ruang, terutama di wilayah yang relatif terbelakang merupakan
penyebab ketimpangan laju pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini dapat mendorong
pertumbuhan yang tidak mengarah kepada penciptaan sistem ekonomi regional
secara terpadu, terdiri atas kota pasar yang menghubungkan pusat-pusat perdesaan
dan perkotaan.
Harris & Ullman (1945), 3 tipeumumfungsi kota :
II-37
a. Central places, berfungsiterutamasebagai “service centers” bagi
“hinterland”
b. Transportation cities: “break-of-bulk”
c. Specialized-function cities; di dominasiolehsatuaktivitas “mining,
manufacturing, recreation/ pertambangan, produksi dan rekreasi.
H. Konsep Agropolitan
Pada dasarnya konsep pengembangan wilayah Agropolitan (Friedmann
dan Douglass, 1976) berawal dari tingkat perkembangan yang berbeda dan
keterkaitan yang tidak simetris yang mengarah pada terjadinya leakage sehingga
menyebabkan terjadinya distorsi antara rural dan urban. Pengembangan rural yang
berkelanjutan dengan basis pemenuhan kebutuhan dasar merupakan salah satu
saran dari pendekatan Agropolitan.
Oleh karena itu dibentuk unit- unit rural- urban yang independen di dalam
satu “Agropolitan District”. Hubungan rural- urban dalam district tersebut
didasarkan pada keterkaitan yang saling menguntungkan, serta kesamaan peran
dalam interaksi skala territorial yang terkecil.
Persepsi ini didukung oleh Taylor (1979) yang mengatakan bahwa dalam
konteks ini ukuran kota yang kecil akan mengurangi terjadinya leakage dari
wilayah agraris yang muncul akibat adanya keterkaitan antar wilayah.
Karakteristik- karakteristik dari unit- unit Agropolitan (prasyarat) yang dapat
dijadikan sebagai dasar asumsi pengembangan teori ini adalah :
1. Ukuran wilayah yang relatif kecil
2. Lokasi; terletak di hinterland negara- negara dunia ketiga
3. Kedaan sosial-budaya, politik, dan ekonomi relatif identik secara keruangan.
4. Tingkat kemandirian tinggi yang didasarkan pada partisipasi aktif
masyarakat serta kerjasama di tingkat lokal termasuk di dalamnya pemenuhan
kebutuhan dan pengambilan keputusan oleh masyarakat lokal.
5. Diversifikasi lapangan pekerjaan baik pertanian maupun non-pertanian dengan
penekanan pada pertumbuhan industrialisasi rural area
II-38
6. Adanya fungsi industri di wilayah urban-rural yang terkait pada sumber daya
dan struktur ekonomi lokal
7. Adanya teknologi yang mengacu pada pemanfaatan sumber daya lokal.
8. Jumlah penduduk berkisar antara 50.000 – 150.000
9. Pembatasan jarak antar unit yang memungkinkan terjadinya kecenderungan
commuting.
Upaya menghindari ketergantungan (berupa impor faktor produksi
ataupun barang-barang kebutuhan dasar – basic needs) antara periphery dengan
core region diwujudkan melalui tindakan atau strategi pengembangan dalam
menutup peluang terjadinya interaksi dengan hal-hal sbb :
Adanya pengendalian ketat terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Hal
ini dilakukan dengan memberikan kesempatan sebesar-besarnya terhadap
sektor yang dapat meningkatkan kualitas lokal secara kontinyu, dan
menjadi basis ekonomi yang permanen, yang dimungkinkan untuk sektor
yang memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbarui (renewable
resources). Bentuk perhatian lebihnya adalah dengan menyediakan
fasilitas training bagi tenaga kerjanya, pemberian subsidi, dan akses
perkreditan. Sementara itu bagi sektor lainnya akan dikembangkan ke arah
yang mendukung sektor utama di atas.
Meminimasi hubungan fisik antara core region dan periphery region.
Dalam hal ini berarti pembangunan jaringan infrastruktur yang
menghubungkan kedua region tersebut tidak diperhatikan dan titik berat
pembangunan infrastruktur jaringan jalan difokuskan di dalam wilayah itu
sendiri.
Adanya kebersediaan pelaku ekonomi, dalam hal ini pemilik modal untuk
selalu menginvestasikan modalnya di wilayah sendiri meskipun rate of
return wilayah lain nilainya lebih besar.
Adanya populasi yang homogen, mengingat fondasi dari agropolitan
development adalah kebudayaan asli masyarakat setempat maka wilayah
tersebut mungkin akan menerapkan kebijakan ketat atas arus migrasi
masuk.
II-39
Pembangunan infrastruktur lain dan pengembangan sektor lain yang
menunjang pertumbuhan sektor utama. Dengan syarat, keterkaitan antar
sektor- sektor tersebut berada pada satu wilayah agropolitan district.
Pengembangan perencanaan pengembangan wilayah Agropolitan diarahkan
pada strategi yang pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kondisi tertentu dan
keuntungan dari ‘penutupan’ wilayah, yaitu:
1. Menginternalkan efek multiplier dan pengaruh- pengaruh eksternal melalui
penekanan pada keterkaitan lokal dan fungsi yang saling melengkapi antara
pertanian dan industri sehingga akan meningkatkan pendapatan masyarakat
lokal.
2. Kebijaksanaan penyamarataan kepemilikan aset produktif diantaranya, lahan,
modal, dan public goods, serta kebijaksanaan redistribusi pendapatan.
I. Konsep Pengembangan Homogen
Konsep pengembangan homogen disebut juga dengan konsep
pengembangan lembah sungai, dan merupakan konsep pengembangan wilayah
sampai tahun 60-an. Memiliki karakteristik yang sama, misal : DAS (Daerah
aliran Sungai).
Pengembangan berdasarkan faktor perkembangan maupun resourch
berkaitan dengan proses ekologi sebuah sungai, mencakup Sumber Daya
Lahan, Pertanian, Sumber Daya Air, (Pembangkit Listrik), Industri.
Kegiatan multipurpose : butuh biaya yang besar
Contoh : Pengembangan Lembah Sungai Teenesse.
J. Konsep LED (Local Economic Development)
Konsep pengembangan Local Ekonomi Development (LED),
merupakan konsep pengembangan wilayah pembuatan Networking (jaringan)
antara aktor (stake holder) yang ada dipusat (centre) dengan aktor yang ada di
pinggir atau pedesaan (hinterland). Investasi yang dikonsentrasikan pada satu atau
beberapa kota besar secara otomatis tidak akan menimbulkan penjalaran
pengembangan melalui proses tetesan kebawah (Tricle Down). Dibeberapa negara
II-40
dampak penjalaran (Spread Effect) dari investasi merupakan sebuah kendala yang
besar. Pada waktu yang bersamaan, berbagai pelayanan fasilitas dan aktifitas
produktif diperlukan guna pengembangan wilayah sehingga tidak akan ekonomis
atau efisien dalam penyebaran dan pemerataan kepada masyarakat yang tinggal
dengan kepadatan yang rendah (rondenelli,1985).
Gambar 2.13Ilustrasi Konsep LED
- Timpang
- Utopia
2.1 Kebijakan
2.4 Struktur dan Pola Ruang Wilayah
Ruang adalah wadah pada lapisan atas permukiman bumi termasuk apa
yang ada diatasnya dan yang ada dua bawahnya sepanjang manusia masih dapat
menjangkauunya.
Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional.
Pola ruang adalah distribusi peruntukkan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukkan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukkan ruang untuk
fungsi budidaya.
Langkah awal penataan ruang adalah penyusunan rencana tata ruang.
Rencana tata ruang di wujudkan untuk mewujudkan tata ruang yang
meningkatkan semua kepentingan manusia dapat terpenuhi secara optimal.
II-41
Gabungan
InegrasiLatar Belakang
Dibentuk NetworkingSetiap unit lokal bisa kompetitif
pada global market
Sehingga diperlukan inovasi
Rencana tata ruang merupakan rencana terpenting dalam proses pembangunan.
Sebagai persyaratan untuk di laksanakan pembangunan baik daerah yang sudah
tinggi intesitas kegiatannya maupun daerah-daerah yang sudah tinggi intesitas
kegiatannya mapun daerah-daerah yang mulai tumbuh dan berkembang.
Sehubungan dengan tingkat kepentingan dan lingkup strategi
permasalahannya, maka rencana tata ruang disusun secara bertahan dan dalam
jenjang cakupan yang berurutan. Secara sistematis jenjang cakupan rencana ini
lilalui dari lingkup yang semakin terinci. Semakin kecil cakupan wilayahnya maka
rencana tersebut semakin rinci dan tertuju pada segi fisik yang lebih kongkrit.
Tata Ruang terdiri dari alokasi pemanfaatan ruang dan struktur ruang.
Setiap rencana tata ruang memiliki cakupan wilayah peencanaan yang berbeda
dengan maksud berbeda juga.
2.4.1 Pola atau Pemanfaatan Ruang
Dalam pemanfaatan ruang wilayah setiap daerah memiliki wewenang
menentukan penggunaan lahan untuk lokasi yang tidak tidak diatur secara jelas
dalam RTRW nasional dan RTRW kabpaten. Untuk alokasi pemanfaat ruang
terdiri dari wilayah yang memiliki fungsi utama, yaitu kawasan lindung dan
budidaya, terdiri dari :
1. Penetapan Kawasn Lindung
Kawasan Lindung adalah kawasan yang berfungsi untuk melindungi
kelestarian lingkungan hidup. Kawasan ini adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan (Undang-Undang
nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang). Menurut Kepres Nomor 32
Tahun 1990 pasal 37, menyebutkan bahwa kawasan lindung adalah :
Kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air,
sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau, mata air,
kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan, kawasan
mangrove, taman nasional, taman buday raya, kawasan rawan bencana,
dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
II-42
Kawasan lindung memiliki fungsi utama sebagai penyimpan cadangan air,
penstabil debit air, pelindung daerah bawahannya dari kerusakan karena
gejala alam (longsor, banjir), penyedia oksigen, penjaga spesies hewan dan
tumbuhan dari kepunahan.
2. Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah kawasan dimana manusia dapat melakukan
kegiatan memanfaatkan lahan baik sebagai tempat tinggal atau beraktifitas
untuk memperoleh pendapatan atau kemakmuran. Menurut undang-
undang no. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang bahwa:
Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
Terdapat 3 kawasan budidaya, yaitu :
- Kawasan budidaya yang diatur adalah kawasan tempat manusia
beraktivitas dengan batasan-batasan tertentu. Batasan itu dapat berupa
jenis kegiatan, volume, ukuran, tempat, dan atau metode pengelolaannya.
Tujuannya adalah untuk menghindari kerugian yang dapat ditimbulkan
terhadap alam, masyarakat, atau pengelola sendiri agar nilai dan kegunaan
alam tidak menurun drastis. Kebijakan yang diterapkan adalah
mengkhususkan suatu sub wilayah hanya boleh untuk kegiatan tertentu
dan melarang suatu kegiatan tertentu pada subwilayah lain.
- Kawasan budidya ayang diarahkan tudak dinyatakan dengan tegas bahkan
sering pengarahannya dilakukan secara sektoral. Tujuan pengarahannya
adalah agar penggunaan lahan menjadi optimal dan mencegah timbulnya
kerugian bagi para pengelolanya. Salah satu kebijakan yang bersifat
mengarahkan adalah mendorong masyarakat berbudidaya sesuai dengan
kemampuan atau daya dukung
- Kawasan budidaya yang dibebaskan adalah kawasan yang tidak diatur atau
diarahkan secara khusus. Kawasan ini biasanya berada di luar kota dan
tidak ada permasalahan dalam penggunaan lahan.
II-43
2.4.2 Struktur Ruang
Struktur ruang adalah hirarki diantara ruang atau lokasi berbagai kegiatan
ekonomi. Analog antara struktur organisasi dengan struktur ruang dapat
dikemukakan pada gambar berikut :
Gambar 2.14Analog Struktur Organisasi dan Struktur Ruang Menurut Tarigan (2005:41)
Berdasarkan gambar diatas, masing-masing struktur memiliki hierarki,
dalam organisasi tingkat hirarki menggambarkan tingkat kekuasaan sedangkan
dalam struktur ruang hierarki menggambarkan besarnya daya tarik atau luasnya
wilayah pengaruh. Garis penghubung dalam struktur organisssi adalah alur
perintah atau pelapor, sedangkan dalam struktu ruang ini terkait dengan jarak dan
daya tarik yang dipengaruhi oleh potensi masing-masing lokasi dan jarak yang
menghubungkan dua potensi.
Struktur ruang menggambarkan pola pemanfaatan ruang dan kaitan antara
berbagai ruang berdasarkan pemanfaatannya serta hierarki dari pusat permukiman
dan pusat pelayanan. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan spatialnya, maka
dibuatlah Sub Wilayah Pembangunan (SWP). Sub Wilayah Pembangunan ini
II-44
dapat menciptakan integrasi melalui keterkaitan dan ketergantungan. Adapun
tujuan dari SWP menurut Muta’ali (2003:I-10), adalah :
a. Memperkuat kesatuan atau integrasi (ekonomi) negara atau wilayah secara
utuh
b. Efisiensi pertumbuhan (prinsip growth centers)
c. Menyebarkan pembangunan dan menghindarkan pemusatan kegiatan
(kesenjangan)
d. Menjamin keserasian dan koordinasi antar berbagai kegiatan
pembangunan.
Sedangkan komponen SWP adalah model sistem integrasi, inti (pusat)
wilayah dan wilayah pengaruhnya (hinterland), penentuan batas dan basis
ekonomi SWP. Untuk cara penentuan SWP adalah :
a. Deskripsikan terlebihdahulu sistem keterkaitan, ketergantungan dan
pola pergerakan dalam satu wilayah
b. Menetapkan inti (puasat) wilayah dan wilayah pengaruhnya
c. Penentuan batas
d. Penilaian basis ekonomi.
2.5 Teori Aspek Perencanaan
25.1 Aspek Kebijakan, Kelembagaan dan Pembiayaan
2.5.1.1 Definisi Kebijakan
Secara harifah ilmu kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata policy
science (Dror, 1968: 6-8). Beberapa penulis besar dalam ilmu ini, seperti William
Dunn, Charles Jones, Lee Friedman, dan lain-lain, menggunakan istilah public
policy dan public policy analysis dalam pengertian yang tidak berbeda. Istilah
kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang
biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang
mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan
bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian
public itu sendiri dalam bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat
atau umum.
II-45
Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah
dalam mengendalikan pemerintahannya. Dalam penyelenggaraan pemerintah
daerah, kebijakan publik dan hukum mempunyai peranan yang penting.
Pembahasan mengenai hukum dapat meliputi dua aspek: Aspek keadilan
menyangkut tentang kebutuhan masyarakat akan rasa adil di tengah sekian banyak
dinamika dan konflik di tengah masyarakat dan Aspek legalitas ini menyangkut
apa yang disebut dengan hukum positif yaitu sebuah aturan yang ditetapkan oleh
sebuah kekuasaan Negara yang sah dan dalam pemberlakuannya dapat dipaksakan
atas nama hukum. Jadi kebijakan merupakan seperangkat keputusan yang diambil
oleh pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara
untuk mencapainya.
Kebijaksanaan atau kebijakan (policy) dapat diartikan pula sebagai , baik
secara teoritik maupun praktikal. Secara teoritikal kebijakan (policy) dapat
diartikan secara luas (board) maupun secara sempit (narrow). Di samping itu,
kebijaksanaan atau kebijakan (“policy”) secara praktikal erat kaitannya dengan
hukum positif, yaitu teori hukum positif yang mempunyai objek berupa gejala-
gejala dari hukum yang berlaku dalam masyarakat (pada waktu tertentu, mengenai
masalah tertentu, dan dalam lingkungan masyarakat (Negara) tertentu yang
memberikan dasar pemikiran tentang jiwa dalam hukum tersebut).
2.5.1.2 Teori Kebijakan
Menurut E.S. Quade (Alm.), mantan kepala Departemen Matematika di
perusahaan Rand, menjelaskan bahwa analisis kebijakan adalah: Suatu bentuk
analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga
dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan.
Analisis kebijakan pada dasarnya merupakan suatu proses kognitif,
sementara pembuatan kebijaka bersifat politis. Banyak faktor selain dari
metodologi yang menentukan cara-cara bagaimana analisis kebijaka digunakan
dalam proses pembuatan kebijakan.
2.5.1.3 Hubungan antara Teori Hukum dengan Kebijakan Publik
II-46
Hukum dan kebijakan publik yang identik merupakan kebijakan
pemerintah sesungguhnya saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahkan pada
bidang ini juga akan terlihat bahwa hubungan hukum dan kebijakan pemerintah
tidak sekedar terdapatnya kedua hal itu dibicarakan dalam satu topik atau
pembicaraan, keduanya dapat saling mengisi dan melengkapi namun lebih dari itu
antara hukum dan kebijakan publik pada dasarnya saling tergantung satu sama
lainnya, kedua terminologi diartikan sebagai hukum positif yang berlaku pada
sebuah Negara dan ketika penerapan hukum (rechtsoepassing) dihubungkan
dengan implementasi kebijakan pemerintah maka keduanya pada dasarnya saling
tergantung. Keterkaitan secara mendasar adalah nampak pada atau dalam
kenyataan bahwa pada dasarnya penerapan hukum itu sangat memerlukan
kebijakan publik untuk mengaktualisasikan hukum tersebut di masyarakat, sebab
umumnya produk-produk hukum yang ada itu pada umumnya hanya mengatur
hal-hal yang bersifat umum dank arena cakupannya yang luas dan bersifat
nasional maka tidak jarang produk-produk hukum atau undang-undang yang ada
itu tidak mampu meng-cover seluruh dinamika masyarakat yang amat beragam di
daerah tertentu.
Demikian pula dengan implementasi kebijakan publik, sebuah
implementasi kebijakan publik tidaklah dapat berjalan dengan baik bila di dalam
penyelenggaraan implementasi kebijakan publik itu tidak dilandasi dasar-dasar
hukum yang kuat. Kebijakan publik itu sendiri menurut Harold D.
Laswell diartikan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan
praktek-praktek yang terarah. Sedangkan oleh Carl J. Frederick diartikan sebagai
serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
satu lingkup tertentu menunjukkan hambatan-hambatan dan keputusan-keputusan
terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. Begitu juga David Fasten secara paksa kepada seluruh masyarakat
yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang seperti pemerintah.
Hubungan hukum dan kebijakan publik yang nota bene merupakan
kebijakan publik dapat dilihat adalah pemahaman bahwa pada dasarnya kebijakan
publik umumnya harus dilegalisasikan dalam bentuk hukum, disini berlaku suatu
II-47
pendapat bahwa sebuah hukum adalah hasil dari kebijakan publik. Dari
pemahaman yang demikian itu dapat dilihat keterkaitan di antara keduanya
dengan sangat jelas. Bahwa sesungguhnya antaran hukum dan kebijakan publik
itu pada dasarnya tataran praktek yang tak dapat dipisa-pisahhkan. Keduanya
berjalan masing-masing dengan prinsip-prinsip saling mengisi, sebab logikanya
sebuah produk hukum tanpa ada proses kebijakan publik di dalamnya maka
produk hukum itu kehilangan makna substansi. Dengan demikian sebaliknya
sebuah proses kebijakan publik tanpa ada legalisasi dari hukum tertentu akan
sangat lemah dimensi operasionalnya.
2.5.1.4 Hubungan Teori Hukum dengan Hukum Positif
Hubungan antara teori hukum dengan hukum positif dengan demikian
merupakan hubungan yang bersifat dialektis, karena hukum positif ditetapkan
berdasarkan pada teori-teori hukum yang dianut (pada waktu tertentu, mengenai
hal tertentu, dan di masyarakat/Negara tertentu), dan bagaimana dalam
pencapaiannya (implementasinya). Ini berarti bahwa hukum positif ditetapkan,
berdasarkan pada teori-teori hukum yang dianut. Hukum positif dalam
penerapannya (implementasinya) tidak jarang dihadapkan pada suatu gejala yang
memaksa untuk dilakukan peninjauan kembali teori-teori hukum yang dianut, dan
memperbaharuinya, sehingga mempunyai sifat timbal-balik. Dengan demikian
Pemerintah mempunyai peran dalam hal pembinaan, pengaturan dan pengawasan
dalam upaya pelayanan kesehatan khususnya di bidang perumahsakitan serta
memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk menjamin pemerataan dan
peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat.
2.5.1.5 Proses Pembuatan Kebijakan
Sebagaimana lazimnya sebuah ilmu, Analisis Kebijakan memiliki
metodologi yang khas. Metodologi, dalam pengertian ini juga berkaitan dengan
aktivitas intelektual, logic of inquiry, yaitu "kegiatan pemahaman manusia
mengenai pemecahan masalah". Pemecahan masalah adalah elemen kunci dalam
II-48
metodologi Analisis Kebijakan. Inilah pernyataan Dunn yang menarik ;
".....analisis kebijakan salah satunya adalah untuk merumuskan masalah sebagai
bagian dari pencarian solusi. Dengan menanyakan pertanyaan yang benar,
masalah yang semula tampak tak terpecahkan kadang-kadang dapat dirumuskan
kembali sehingga ditemukan solusi yang tidak terdeteksi sebelumnya. Ketika ini
terjadi, maka ungkapan tak ada masalah, tak ada solusi, dapat diganti dengan
ungkapan sebaliknya; "masalah yang dirumuskan dengan baik adalah masalah
yang setengah terpecahkan".
Metodologi Analisis Kebijakan menggabungkan lima prosedur umum
yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah; yaitu:
Definisi, Definisi (perumusan masalah) menghasilkan informasi mengenai
kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah
Prediksi, Prediksi (peramalan) menghasilkan informasi mengenai
konsekuensi di masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan
(sekarang)
Preskripsi, Preskripsi (Rekomendasi) menghasilkan informasi mengenai
nilai kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu
pemecahan masalah
Deskripsi, Deskripsi (Pemantauan) menghasilkan informasi tentang
konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif
kebijakan dan
Evaluasi, Evalusai menghasilkan informasi mengenai nilai atau kegunaan
dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.
Dengan kelima prosedur Analisis tersebut, diperoleh lima tipe (macam)
informasi kebijakan, yaitu
Masalah Kebijakan, kebutuhan, nilai atau kesempatan yang tidak terealisir
(meskipun teridentifikasi) dapat diatasi melalui tindakan publik
Masa Depan Kebijakan; pilihan (alternatif) kebijakan dan prediksi
kosekuensi yang ditimbulkannya
II-49
Aksi Kebijakan, serangkaian tindakan kompleks yang dituntut oleh
alternatif-alternatif kebijakan yang dirancang untuk mencapai nilai-nilai
tertentu
Hasil Kebijakan, konsekuensi yang teramati dari suatu aksi kebijakan
Kineja Kebijakan; suatu derajat dimana hasil kebijakan tertentu memberi
kontribusi terhadap pencapaian nilai-nilai.
Kelima Prosedur metodologis Analisis kebijakan tersebut, sejajar (paralel)
dengan tahap-tahap Pembuatan Kebijakan. Dunn membuat kesamaan Prosedur
Analisis kebijakan dengan Tahap Pembuatan Kebijakan sebagaimana matrik di
bawah ini:.
Prosedur Analisis Kebijakan Tahap Pembuatan Kebijakan Definisi (Perumusan Masalah) Penyusunan Agenda Prediksi (Peramalan) Formulasi Kebijakan Preskripsi (Rekomendasi) Adopsi Kebijakan Deskripsi (Pemantauan) Implementasi Kebijakan Penilaian Penilai Kebijakan
Sumber : William Dunn, 1994
Jadi, menurut Dunn, proses pembuatan kebijakan (policy making Process)
pada dasarnya merupakan proses politik yang berlangsung dalam tahap-tahap
tertentu yang saling bergantung, yaitu penyusunan agenda kebijakan, formulasi
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian
Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang
dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas
politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan
divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur
menurut urutan waktu. Analis kebijakan dapat menghasilkan informasi yang
relevan dengan kebijakan pada satu, beberapa, atau seluruh tahap dari proses
pembuatan kebijakan, tergantung pada tipe masalah yang dihadapi klien yang
dibantunya.
Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan
mengkomonikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau
lebih tahap proses pembuatan kebijakan. Tahap-tahap tersebut mencerminkan
II-50
aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap
berhubungan dengan tahap berikutnya, dan tahap terakhir (evaluasi kebijakan)
dikaitkan dengan tahap pertama (Penyusunan Agenda).
A. Definisi
Definisi (perumusan masalah) menghasilkan informasi mengenai kondisi-
kondisi yang menimbulkan masalah
B. Prediksi
Prediksi (peramalan) menghasilkan informasi mengenai konsekuensi di
masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan (sekarang)
C. Preskripsi
Preskripsi (Rekomendasi) menghasilkan informasi mengenai nilai
kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan
masalah
D. Deskripsi
Deskripsi menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan
tentang akibat dari dari kebijakan yang diambil sebelumnya. Konsekuensi
dari tindakan kebijakan tidak pernah diketahui secara penuh, dan oleh
karena itu memantau tindakan kebijakan merupakan suatu keharusan
pemantauan merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk
memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari kebijakan
pemantauan mempunyai empat fungsi
Kepatuhan, Pemantauan bermanfaat untuk mementukan apakah
tindakan dari para administrator program sesuai dengan standard dan
prosedur yang dibuat oleh para legislator, instansi pemerintah, dan
lembaga profesional,
Pemeriksaan, pemantauan membantu menentukan apakah sumberdaya
dan pelayanan yang dimaksudkan Untuk kelompok sasaran maupun
konsumen tertentu,
Akuntansi, monitoring menghasilkan informasi yang bermanfaat
untuk melakukan akuntansi atas perubahan sosial dan ekonomi yang
II-51
terjadi setelah dilaksanakannya sejumlah kebijakan dari waktu ke
waktu
Eksplanasi, pemantauan menghimpun informasi yang dapat
menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan dan program berbeda.
E. Evaluasi
Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan
tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan
yang benar-benar dihasilkan. Istilah evaluasi mempunyai arti yang
berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai
terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah evaluasi dapat
disamakan dengan penaksiran, pemberian angka, dan penilaian. Evaluasi
mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-
metode analisis kebijakan lainnya:
Fokus nilai, Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada
penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan
program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan
manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan
sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi
kebijakan yang terantisipasi dan tidak terantisipasi.
Interdependensi fakta nilai, Tuntutan evaluasi tergantung baik fakta
maupun nilai, untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program
tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi, diperlukan tidak
hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu,
kelompok atau seluruh masyarakat untuk menyatakan demikian, harus
didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual
merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk
memecahkan masalah tertenti.
Orientasi masa kini dan masa lampau, Tuntutan evaluatif, berbeda
dengan tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan
masa lau, ketimbang hasil dimasa depan. Evaluasi bersifat retrosfektif
dan setelah aksi-aksi dilakukan.
II-52
Dualitas nilai, Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai
kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus
cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai
yang ada dapat dianggap sebagai intrinsik atau ektrinsik. Nilai-nilai
sering ditata didalam suatu hirarki yang merefleksikan kepentingan
relatif dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.
2.5.1.6 Sumber-sumber Pendanaan Pembangunan Daerah
Pertumbuhan kota yang pesat ini mempunyai implikasi, yaitu
meningkatnya tuntutan permintaan atas pengadaan dan perbaikan prasaran dan
pelayanan perkotaan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu
diadakannya pembangunan wilayah dalam suatu kota, akan tetapi tantangan yang
dihadapi oleh suatu kota di masa mendatang adalah bagaimana caranya
mengurangi dan mengatasi keburuhan investasi prasaran dan pelayanan perkotaan
dengan relatif terbatasnya kemampuan keuangan negara untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Pada kenyataannya, di luar sumber-sumber yang bersifay
konvensional tersebut masih banyak jenis sumber-sumber lainnya yang bersifat
non-konvensional (non-tradisional). Secara teoritis, modal bagi pembiayaan
pembangunan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar :
1. Pemerintah/publik
2. Swasta/private
3. Gabungan antara pemerintah dengan swasta
Sumber-sumber pendanaan dapat digolongkan sebagai berikut:
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah terdiri atas pajak, retribusi, perusahaan milik
Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya.
Dana Perimbangan;
II-53
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN
yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri dari:
1. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan
dan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya
alam, dimana:
Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan
imbangan 10% Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah.
Penerimaaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan
80% untuk Daerah. 10% (sepuluh persen) penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan dan 20% (dua puluh persen) penerimaan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian dari Pemerintah
Pusat dibagikan kepada seluruh Kabupaten dan Kota.
Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sector
pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan
20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah.
Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan
minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang
bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut:
- Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal
dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85%
untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk Daerah.
- Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari
wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70% untuk
Pemerintah Pusat dan 30% untuk Daerah.
2. Dana Alokasi Umum
Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk membiayai kebutuhan
II-54
pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Alokasi
Umum untuk Daerah Propinsi dan untuk Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan
masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum.
3. Dana Alokasi Khusus.
DAK adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada
Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus
termasuk yang berasal dari dana reboisasi. Dana reboisasi dibagi dengan
imbangan: 40% dibagikan kepada Daerah penghasil sebagai Dana Alokasi
Khusus dan sebesar 60% untuk Pemerintah Pusat.
Pinjaman Daerah
Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk
membiayai sebagian anggarannya. Apabila akam melakukan piunjaman luar
negeri maka harus melalui pemerintah pusat. Peminjaman yang dilakukan dapat
berupa pinjaman jangka panjang dan jangka pendek dimana :
Pinjaman jangka panjang guna membiayai pembangunan prasarana yang
merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk
pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan
masyarakat.
Pinjaman jangka pendek guna pengaturan arus kasdalam rangka
pengelolaan kas Daerah.
Akan tetapi peminjaman yang dilakukan harus melalui persetujuan DPRD,
dengan memperhatikan kemampuan daerahnya untuk memenuhi kewajiban.
Daerah sendiri dilarang melakukan pinjaman yang menyebabkan terlampauinya
batas jumlah Pinjaman Daerah yang ditetapkan, melakukan perjanjian yang
bersifat penjaminan sehingga mengakibatkan beban atas keuangan Daerah.
Dana yang telah dipinjam menjadi kewajiban daerah, Semua pembayaran
yang menjadi kewajiban Daerah atas Pinjaman Daerah merupakan salah satu
prioritas dalam pengeluaran APBD. Dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban
pembayaran atas Pinjaman Daerah dari Pemerintah Pusat, maka Pemerintah Pusat
dapat memperhitungkan kewajiban tersebut dengan Dana Alokasi Umum kepada
Daerah.
II-55
Pinjaman, merupakan instrumen keuangan yang bersifat konvensional.
Secara umum pinjaman mempunyai jangka waktu lebih pendek dan relatif lebih
mahal dibandingkan dengan obligasi. Namun demikian, pemerintah atau
perusahaan daerah bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam bentuk pinjaman
komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk pinjaman non komersial, baik yang
bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri (melalui pemerintah pusat).
lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan asli daerah adalah merupakan
dana yang didapat dari sumber lainnya Seperti:
dana hibah,
Dana Darurat, berasal dari APBN, Prosedur dan tata cara
penyaluran Dana Darurat sesuai dengan ketentuan yang berlaku
bagi APBN.
dan penerimaan lainnya.
Pajak
Merupakan instrumen keuangan konvensional yang sering digunakan di
banyak negara. Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai prasarana dan
pelayanan perkotaan yang memberikan manfaat bagi masyarakat umum, yang
biasa disebut juga sebagai "public goods". Penerimaan pajak dapat digunakan
untuk membiayai satu dari 3 pengeluaraan, yaitu: untuk membiayai biaya
investasi total ("pay as you go"), untuk membiayai pembayaran hutang ("pay as
you use") dan menambah dana cadangan yang dapat digunakan untuk investasi di
masa depan.
Retribusi,
Bentuk lainnya dari public revenue financing adalah retribusi. Secara
teoritis retribusi mempunyai 2 fungsi, yaitu
a. sebagai alat untuk mengatur (mengendalikan) pemanfaatan prasarana dan
jasa yang tersedia; dan
b. merupakan pembayaran atas penggunaan prasarana dan jasa.
II-56
Untuk wilayah perkotaan jenis retribusi yang umum digunakan misalnya
air bersih, saluran limbah, persampahan dan sebagainya. Pengenaan retribusi
sangat erat kaitannya dengan prinsip pemulihan biaya (cost recovery), dengan
demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya operasi, pemeliharaan,
depresiasi dan pembayaran hutang. Adapun tarif retribusi umumnya bersifat
proporsional, dimana tarif yang sama diberlakukan untuk seluruh konsumen,
terlepas dari besarnya konsumsi masing-masing konsumen.
Obligasi, bersifat non konvensional.
Pada dasarnya obligasi juga merupakan bentuk pinjaman yang dilakukan
oleh pemerintah dan perusahaan daerah untuk membiayai investasi prasarana.
Sumber dana obligasi diperoleh melalui mobilisasi dana di pasar modal.
Selama ini dikenal 3 jenis obligasi, yaitu general obligation bonds
(obligasi umum), revenue bonds (obligasi pendapatan) dan double barrel bonds.
Obligasi umum dijamin oleh penerimaan pajak dan penerimaan umum lainnya,
sementara obligasi pendapatan dijamin oleh satu jenis penerimaan bukan pajak
(spesifik).
2.5.1.7 Teori Keuangan Daerah Kabupaten
o Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari:
Pajak Daerah
Pajak daerah yang dipungut oleh Kabupaten/Kota meliputi: pajak
hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak
penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan
pajak parkir.
Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang
penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah
dan pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi daerah
yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab dengan titik
berat pada Daerah Tingkat II.
Bagian laba BUMD
II-57
Sisa hasil BUMD tahun Lalu akan di tambahkan kepada sumber
pendapatan Daerah untuk dipergunakan ditahun selanjutnya.
PAD lainnya yang sah, yang terdiri dari pendapatan hibah,
pendapatan dana darurat, dan lain-lain pendapatan.
o Pendapatan dari Dana Perimbangan, terdiri dari:
Bagian daerah dari PBB dan BPHTB
Bagian daerah dari Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Perseorangan/Pribadi
Bagian daerah dari Sumber daya alam
Bagian daerah dari Dana Alokasi Umum
Bagian daerah dari Dana Alokasi Khusus
o Penerimaan Pembiayaan, terdiri dari:
Pinjaman dari Pemerintah Pusat
Pinjaman dari Pemerintah Daerah Otonom Lainnya
Pinjaman dari BUMN/BUMD
Pinjaman dari Bank/Lembaga non Bank
Pinjaman dari Luar Negeri
Penjualan Aset Daerah
Metode analisis yang digunakan adalah:
a. Kemandirian
Analisis kemandirian adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan suatu daerah dalam memenuhi kebutuhan daerahnya
sendiri yang didapat dari pendapatan asli daerahnya dibandingkan dengan dana
perimbangan yang didapat.
Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah dalam menjalankan
otonomi daerah, salah satunya bisa di ukur melalui kinerja/ kemampuan
keuangan daerah. Berdasarkan Sukanto Reksohadiprojo (2000) dalam bukunya
“Ekonomi Publik” ada beberapa Analisis kinerja keuangan daerah
diantaranya:
- desentralisasi fiskal,
II-58
- kebutuhan fiskal,
- kapasitas fiskal, dan
- posisi fiskal.
Pengukuran tingkat kemandirian :
Desentralisasi Fiskal
Derajat desentralisasi fiskal Yaitu derajat untuk mengukur persentase
penerimaan daerah antara lain: PAD, BHPBP, serta sumbangan pemerintah pusat
terhadap total penerimaan daerah. Secara matematis,ditulis sebagai berikut:
1.
2.
3.
Dimana :
PAD = Pendapatan asli daerah
BHPBP= Bagi hasil pajak dan bukan pajak
Sum = Sumbangan Pemerintah pusat.
TPD = Total penerimaan daerah
TPD = PAD + BHPBP + SUMSum = DAU + DAK + Pinjaman daerah + Lain-
lain penerimaan yang sah
Semakin tinggi hasilnya, maka desentralisasi fiskal semakin tinggi pula
Artinya Apabila jumlah PAD lebih besar dari bantuan dari pusat maka
ketergantungan pemerintah daerah terhadappemerintah pusat semakin kecil.
Semakin tinggi hasilnya, maka desentralisasi fiskal semakin tinggi pula.
Kebutuhan Fiskal
II-59
= Pendapatan Asli Daerah x 100%
Total Penerimaan Daerah
= Bagi hasil pajak dan bukan pajak x 100%
Total Penerimaan Daerah
= Sumbangan Daerah x 100%
Total Penerimaan Daerah
Kebutuhan fiskal Yaitu untuk mengukur kebutuhan pendanaan daerah
untuk melaksanakan fungsi pelayanan dasar umum. Semakin tinggi indeks, maka
kebutuhan fiskal suatu daerah semakin besar.
Pengukuran dengan menghitung rata-rata kebutuhan fiskal standar se propinsi,
dengan formula :
Kemudian menghitung Indeks Pelayanan Publik per kapita (IPP) masing
masing pemerintah kota : dengan formula sebagai berikut:
Dimana :
PPP = pengeluaran Aktual perkapita untuk jasa publik ( jumlah penegeluran
pembangunan dan pengeluaran rutin
IPP = Indeks pelayanan publik perkapita
SKF = Standar Kebutuhan Fiskal
Semakin tinggi hasilnya, maka akan berpengaruh pada kebutuhan fiskal
suatu daerah tersebut dan semakin besar.
Kapasitas Fiskal
Untuk mengetahui kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD dan
dana bagi hasil yang diserahkan kepada pemerintah daerah guna membiayai
pendanaan daerah..dengan penilaian, apabila kapasitas fiskal (PAD + dana Bagi
hasil) lebih besar dari pengeluaran (kebutuhan fiskal) maka potensi untuk
mendapatkan PAD didaerah tersebut cukup bagus tanpa ada bantuan dari
pemerintah pusat.
Indikator yang digunakan adalah sebagai berikut :
II-60
SKF = Jumlah Pengeluaran Daerah/Jumlah Penduduk
Jumlah Kecamatan
IPPP = Pengeluaran Aktual Perkapita Untuk Jasa Publik
Standar Kebutuhan Fiskal
Apabila kapasitas fiskal (PAD + dana bagi hasil) lebih besar dari
pengeluaran ( kebutuhan fiskal) maka potensi untuk mendapatkan PAD didaerah
tersebut cukup bagus tanpa ada bantuan dari pemerintah pusat.
Upaya Fiskal
posisi fiskal Indikator/rasio yang digunakan adalah dengan mencari koefisien
elastisitas PAD terhadap PDRB Rasio ini bertujuan untuk melihat sensitivitas
atau elastisitas PAD terhadap perkembangan Ekonomi suatu daerah atau ditulis
secara matematis adalah sebagai berikut:
Dimana
e = elastisitas
∆ = Perubahan
Semakin elastis PAD, maka struktur PAD di daerah semakin baik.
2.5.1.8 Kesehatan
Analisis kesehatan digunakan atau dapat dipakai untuk melihat kesehatan
dari suatu daerah, maksudnya apabila daerah tersebut antara pendapatan lebih
kecil dari pengeluaran, maka dikatakan tidak sehat. Namun sebaliknya apabila
pendapatan lebih besar dari pengeluaran maka dapat dikatakan sehat.
2.5.1.9 Keamanan
II-61
KFS = ∑PDRB / ∑Penduduk x 100%
∑Kecamatan
KF = PDRB perkapita x 100%
KFS
e = ∆PAD x 100%
PDRB
Analisis keamanan adalah analisis yang dapat digunakan untuk melihat
aman atau tidaknya suatu daerah. Apabila dari APBD terdapat dana cadangan
maka suatu daerah dapat dikatakan aman, sedangkan apabila daerah tersebut tidak
memiliki dana cadangan maka dapat dikatakan tidak aman.
2.5.1.10 Tinjauan Kebijakan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang memberikan panduan
bagi proses perencanaan,pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Berdasarkan kewenagan admistratif, pemerintah propinsi berwenang atas
penataan ruang daerah provinsi. Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam
penyelenggaraan penataan ruang meliputi ;
a. Pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan
penataan ruang kawasan strategis provinsi kabupaten/kota.
b. Pelaksanaan penataan ruang provinsi
c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. Kerja sama penataan ruang antar provinsi dan memfasilitasi kerja sama
penataan ruang antar kabupaten/kota
Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang
wilayah provinsi meliputi ;
a. Perencanaan tata ruang wilayah provinsi
b. Pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
c. Pengendalaian pemanfaatan ruang wilayah provinsi
Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi,pemerintah daerah
provinsi melaksanakan ;
a. Penetapan kawasan strategis provinsi
b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi
c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi
II-62
Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan pengendalian
pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi dapat dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten/kota melalui tugas pembantuan.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada :
a. Rencana tata ruang wilayah nasional
b. Pedoman bidang penataan ruang dan
c. Rencana pembangunan jangka panjang daerah
2.5.2 Aspek Fisik dan Tata Guna Lahan
Pada dasarnya wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur yang terkait didalamnya yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan administratif. Pengertian lain mengenai wilayah adalah
Daerah yang memiliki karakteristik yang sama baik secara alam maupun manusia
yang memiliki batas administratif yang jelas sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku. Dimana wilayah pada dasarnya
terdapat dua bentuk antara lain wilayah dengan sistem tertutup yaitu dimana tidak
adanya suatu interaksi, dan wilayah dengan sistem terbuka yaitu dimana adanya
interaksi antar wilayah (UU No. 26 Tahun 2007). Di dalam Perencanaan wilayah
akan mempelajari tentang beberapa materi yang berkaitan antara lain :
Lebih menitik beratkan pada ruang (spasial)
Perkembangan wilayah lebih di titik beratkan pada sektor ekonomi
Mengenal wilayah dengan potensi, kendala, dan masalah dari
wilayah tersebut
Menggunakan asas desentralisasi
Bertujuan untuk pembangunan wilayah
Harus ada keterpaduan antar sektoral atau lembaga
Pada dasarnya di dalam aspek penataan ruang, analisis fisik dan tata guna
lahan perlu dilakukan untuk menghasilkan suatu konsep dan strategi fisik dan
guna lahan yang lebih baik dan sesuai dengan kondisi fisik serta sumber daya
lahan yang ada di wilayah tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka di
II-63
perlukan beberapa tahapan-tahapan yang harus di lalui dalam penelitian sehingga
akan menghasilkan suatu konsep dan strategi pengembangan di wilayah tersebut.
Dalam Aspek Penataan Ruang analisis fisik dan tataguna lahan tahapan-tahapan
tersebut meliputi:
Melihat kondisi fisik Wilayah
Mengidentifikasi Kesesuaian lahan di Wilayah tersebut
Mengidentifikasi seberapa besar daya dukung lahan di Wilayah
tersebut
Mengidentifikasi Pola dan struktur penggunaan lahan di Wilayah
tersebut
Menganalisis kecenderungan penggunaan lahan
Menganalisis permasalahan fisik dan penggunaan lahan baik secara
spasial (keruangan) maupun secara aspasial (sektoral).
Dibawah ini merupakan karakteristik tentang materi-materi yang
mencakup materi fisik dan tataguna lahan yang akan dilihat dari kondisi eksisting.
2.5.2.1 Topografi Dan Bentang Alam
Konsep dasar dari aspek geomorfologi tentang fisik dan penggunaan lahan
perlu kajian dari segi topografi, kemiringan lereng, hidrologi/pola aliran, kondisi
geologi. Hal tersebut dapat terungkap dalam suatu pembahasan yaitu dalam
geomorfologi. Aspek ini dapat terjadi oleh proses alamiah maupun adanya
perubahan bentuk lahan akibat ulah kegiatan manusia.
2.5.2.2 Kemiringan
Kemiringan lereng suatu daerah mempengaruhi nilai kelayakan
peruntukan lahan, baik bentuk lahan datar, bergelombang atau berbukit-bukit.
Dari segi pengerjaan umumnya lahan datar lebih diminati daripada lahan berbukit.
Selain itu lahan datar juga memudahkan manusia dalam melakukan transportasi.
Adapun kriteria untuk menentukan kawasan tersebut dapat dilihat pada tabel
II-64
berikut, dimana untuk kesesuaian lereng terhadap penggunaan lahan berorientasi
juga pada kriteria kesesuaian kemiringan lereng terhadap penggunaan lahan.
Tabel II.2Kesesuaian Kemiringan Lereng Terhadap Penggunaan Lahan
No Peruntukan Lahan0–5
(%)
3–5
(%)
5-10
(%)
10-15
(%)
15-30
(%)
30-70
(%)
>70
(%)
1 Rekreasi umum √ √ √ √ √ √ √
2 Bangunan tekstur √ √ √ √ √ √ √
3 Jalan umum √ √ √
4 Perumahan
konvensional√ √ √ √
5 Pusat perdagangan √ √
6 Jalan raya √ √
7 Jalan kereta api √
Sumber : Mabbery, 1972.
Pada tabel diatas terdapat kegiatan-kegiatan peruntukkan lahan yang
disesuaikan dengan kemiringan lereng. Peruntukkan lahan yang mempunyai nilai
persen yang bersifat fleksibel artinya dari 0-70% kegiatan peruntukan lahan
tersebut dapat di bangun dan dikembangkan yaitu pada pembangunan rekreasi
umum dan bangunan tekstur.
Sedangkan Peruntukkan Lahan hanya dapat di bangun pada kemiringan
lereng dari 0-5% yaitu jalan kereta Api. Sehingga apabila di lihat peruntukkan
lahan harus dilihat dari kemiringan lereng dengan segala pertimbangan yang ada
baik spasial maupun secara aspasial (sektoral).
2.5.2.3 Curah Hujan
Derajat curah hujan dinyatakan dalam dalam suatu waktu yang disebut
intensitas curah hujan. Curah hujan dihitung berdasarkan beberapa titik
II-65
pengamatan curah hujan kemudia dihitung rata-ratanya untuk menentukan
keadaan curah hujan rata-rata pada suatu daerah tertentu. Umumnya curah hujan
di daerah pergunungan lebih besar dari pada dataran rendah hal ini berhubungan
dengan ketinggian (Elevasi) topografi. (Diklat Geologi Tata Lingkungan, 2005).
2.5.2.4 Bahaya Geologi
Bahaya Geologi atau dapat dikatakan sebagai bencana alam merupakan
salah satu gejala bersifat mendadak, yang menimbulkan kerugian bagi manusia
dan hasil usahanya. Beberapa proses geologi yang dapat menimbulkan bencana
antara lain: gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami dan gerakan tanah.
Sehingga mempengaruhi bahkan merubah fisik dan tatagunalahan di wilayah
tersebut
2.5.2.5 Kawasan Lindung Dan Kawasan Budidaya
Dalam melakukan proses analisis perlu adanya suatu landasan hukum
yang berupa aturan-aturan yang memiliki hubungan antara tata ruang, terutama
dengan aspek fisik.:
Kawasan adalah suatu wilayah yang mempunyai fungsi dan atau
aspek/pengamatan fungsional tertentu (fungsi utama lindung dan
budidaya)
Kawasan lindung adalah kawasan yang berfungsi memberikan
perlindungan dibawahnya, yang meliputi kawasan hutan lindung, resapan
air, kawasan lindung setempat (sempadan pantai, kawasan sekitar waduk),
kawasan rawan bencana dan kawasan suaka alam serta kawasan cagar
alam (Keppres No 32 Tahun 1990 Tentang Kriteria Kawasan Lindung dan
Kawasan Budidaya)
Kawasan budidaya adalah kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan pertanian dan non pertanian
II-66
Berikut ini beberapa pengertian yang berhubungan dengan analisis yang
nantinya dijadikan acuan dalam pengerjaan studi, antara lain:
Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena keadaan dan
sifat wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan dengan
penutup vegetasi tetap guna mempertahankan fungsi kawasan tersebut dan
sekitarnya.
Kawasan suaka alam dan cagar budaya adalah kawasan karena sifatnya
yang khas diperuntukan secara khusus untuk perlindungan alam hayati
(flora dan fauna).
Kawasan perlindungan setempat adalah kawasan yang harus dilindungi
karena keadaan dan sifat serta fisiknya dekat dengan laut, mata air,
bendungan, waduk juga berfungsi sebagai kawasan resapan air.
Kawasan potensial merupakan kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan kegiatan kota dan kawasan lindung yang merupakan
kawasan-kawasan yang dilindungi dari kegiatan kota. (UU No 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang).
Kawasan limitasi merupakan suatu kawasan yang tidak bisa dimanfaatkan
untuk adanya suatu kegiatan.
Kawasan kendala atau kawasan cadangan pengembangan wilayah, yaitu
merupakan suatu kawasan yang dipersiapkan untuk menampung
pengembangan kegiatan di wilayah yang semakin padat dan sudah tidak
ada lagi potensi yang kosong di wilayah tersebut.
Dalam penentuan untuk kawasan limitasi dan kawasan kendala terlebih
dahulu dilakukan overlapping peta, antara peta kemiringan, peta ketinggian, peta
lokasi bencana alam dan peta administrasi dan fisik Wilayah Kabupaten
Sukabumi Bagian Timur. Dalam memahami kondisi fisik dan tata ruang secara
eksisting Wilayah Kabupaten Sukabumi Bagian Timur dan untuk mendapatkan
output yang maksimal, maka dilakukannya suatu analisis terhadap kondisi fisik
atau geomorfologi. Dalam melakukan analisis ini menggunakan beberapa metode
antara lain :
II-67
1. Land Suitability Analysis (Analisis Kesesuaian Lahan)
Analisis ini bertujuan mengidentifikasi lokasi-lokasi yang sangat sesuai
dengan tipe penggunaan lahan tertentu pada suatu kawasan. Analisis ini meliputi
“overlaying map” (tumpang tindih) dan ukuran-ukuran kesesuaian lahan, seperti
kemiringan, perubahan penggunaan lahan baik itu kawasan lindung dan kawasan
budidaya. Hasil yang diperoleh dari analisis ini digunakan untuk menghasilkan
“suistability scores” (scoring kesesuaian lahan) untuk setiap kawasan dalam
wilayah perencanaan. Adapun analisis kesesuaian lahan ini mengacu pada
Keppres No 32 Tahun 1990 mengenai kawasan lindung, Keppres No 57 Tahun
1989 mengenai kawasan budidaya serta menggunakan ketentuan aturan kelas
lereng, aturan jenis tanah, dan aturan kelas intensitas hujan menurut Permen PU
No.20 Tahun 2007 berkaitan dengan penetapan kawasan hutan produksi.
Untuk mengetahui kemiringan di Wilayah Kabupaten Sukabumi Bagian
Timur, maka dipergunakan sistem klasifikasi yang dituangkan dalam bentuk
presentasi sebagai berikut, dapat dilihat pada tabel berikut dan selain itu juga
dilakukan identifikasi kawasan potensial yang dapat dimanfaatkan dalam
pengembangan untuk kegiatan perkotaan dengan melihat kriteria penentuan
kawasan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel II.3Aturan Kelas Lereng
No Kelas Kemiringan (%) Keterangan Skoring
1 I 0 – 8 Datar 20
2 II 8-15 Landai 40
3 III 15-25 Agak curam 60
4 IV 25-40 Curam 80
5 V > 40 Sangat curam 100 Sumber : Permen PU No.20 Tahun 2007 Tentang Satuan Kemampuan Lahan
Pada tabel diatas merupakan aturan kelas lereng mulai dari kelas I-V
terhadap kemiringan sehingga dapat mengambil kesimpulan dengan keterangan
baik datar,landai, agak curam,curam, dan sangat curam dan dapat menentukan
nilai skoring sesuai keadaan eksisiting wilayah.
II-68
Tabel II.4Aturan Kelas Jenis Tanah
Kelas Tanah Menurut KepekaannyaKepekaan terhadap
erosiSkoring
I Alluvial, Gley Humus, Panosol, Hidromorf Kelabu, Lateria Air Tanah
tidak peka erosi 15
II Latosol agak peka 30
III Brown Forest Soil, Non Calcic Brown, Meditera kurang peka 45
IV Andosol, Laterik, Podsolik, Grumosol Peka 60
V Regosol, Litosol, Organosol, Rendzenna sangat peka 75Sumber : Permen PU No.20 Tahun 2007 Tentang Satuan Kemampuan Lahan
Pada tabel diatas menjelaskan aturan kelas jenis tanah terhadap kepekaan
dan kepekaan terhadap erosi sehingga akan menghasilkan nilai skoring sesuai
dengan kondisi eksisting wilayah. Pada tabel dibawah ini akan menjelaskan aturan
kisaran intensitas hujan sehingga akan menentukan nilai skoring, hal ini akan
lebih jelas pada tabel di bawah ini:
Tabel II.5Aturan Kelas Intensitas Hujan
Kelas Kisaran Intensitas Hujan (mm/hari) Keterangan Skoring
I 0 – 1,36 Sangat rendah 10
II 1,36 – 2,07 Rendah 20
III 2,07 – 2,77 Sedang 30
IV 2,77 – 3,48 Tinggi 40
V > 3,48 Sangat tinggi 50Permen PU No.20 Tahun 2007 Tentang Satuan Kemampuan Lahan
Pada tabel diatas kisaran intensitas hujan menurut aturan kelas sehingga
menghasilkan keterangan sangat rendah, rendah, sedang,tinggi dan sangat tinggi
dan akan menentukan nilai skoring.
2.5.2.6 Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah kawasan dengan skor < 125, dengan kriteria
pertimbangan adalah faktor kemiringan lahan, kepekaan tanah, dan curah hujan.
Sementara itu, dari deliniasi kawasan budidaya tersebut, maka diturunkan
kedalam komponen kawasan budidaya yang lebih detil, yaitu hutan produksi,
II-69
pertanian, pertambangan, pariwisata, dan permukiman perkotaan. Adapun kriteria
penentuan kawasan tersebut dan luas yang memiliki kesesuaian adalah sebagai
berikut :
a. Kawasan Hutan Produksi, yang memiliki kriteria :
- ketinggian > 1000 mdpl
- kemiringan > 40%
- di luar kawasan hutan lindung
- kedalaman efektif tanah > 60 cm
b.Kawasan Pertanian Lahan Basah, yang memiliki kriteria :
- kawasan ketinggian < 1000 mdpl
- kemiringan < 40%
- kedalaman efektif tanah > 30 cm
c. Kawasan Pertanian Lahan Kering, yang memiliki kriteria :
- kawasan ketinggian < 1000 mdpl
- kemiringan < 40%
- kedalaman efektif tanah < 30 cm
d. Kawasan Tanaman Tahunan/Perkebunan, yang memiliki kriteria :
- kawasan ketinggian > 1000 mdpl
- kemiringan 25-40%
- kedalaman efektif tanah > 30 cm
- kedalaman efektif tanah > 30 cm
II-70
Gambar 2.14Kesesuaian Lahan Pengembangan
Kawasan Budidaya Dan Kawasan Lindung
Sumber : - Kepres RI No.32/1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung- Kepres RI No.57/1989 Tentang Kriteria Kawasan Budidaya
2.5.2.7 Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah kawasan dengan skor > 175, dengan kriteria
pertimbangan adalah faktor kemiringan lahan, kepekaan tanah, dan curah hujan.
Sementara itu, dari deliniasi kawasan lindung tersebut, maka diturunkan kedalam
II-71
KAWASANRAWAN BENCANA
KEMIRINGAN LAHAN1. 0-5 % Skor 202. 5-15% Skor 40 3. 15-25 % Skor 60 4. 25-40 % Skor 80 5. > 40 % Skor 100
KEPEKAAN TANAH1. Tidak Peka skor 152. Kurang Peka skor 303. Agak Peka skor 454. Peka skor 605. Sangat Peka skor 75
CURAH HUJAN1. <1,36 mm/hr skor 152. 1,36-2,07 mm/hr skor 303. 2,07-2,77 mm/hr skor 45
KAWASAN PERLINDUNGAN
SETEMPAT1. sempadan sungai2. sempadan situ/danau3. sempadan mata air4. sempadan pantai
KAWASANHUTAN MANGROVE
CAGAR BUDAYA & CAGAR ALAM
Hutan Lindung
skor > 175)
Kawasan
Lindung
1. skor 125-1752. vegetasi penutup > 75 %3. litogi poros4. curah hujan > 3,48 mm/hr
KawasanResapan Air
KawasanDengan
PengembanganTerbatas
KONDISI FISIK DASAR
1. Geologi2. Topografi3. Kemiringan Lahan4. Jenis Tanah5. Ekologi6. Iklim7. Hidrologi & Geohidrologi8. Daerah Rawan Bencana
KEBIJAKSANAAN KAWASAN LINDUNG
1. Kepres RI No.32/1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
2. Kepres RI No.57 Tentang Kriteria Kawasan Budidaya
komponen kawasan lindung yang lebih detil, yaitu Kawasan yang memberikan
perlindungan kawasan bawahannya, Kawasan perlindungan setempat, Kawasan
suaka alam, Kawasan pelestarian alam, Kawasan rawan bencana alam, dan
Kawasan lindung lainnya.
Adapun kriteria penentuan kawasan tersebut dan luas yang memiliki
kesesuaian adalah sebagai berikut. Penetapan kawasan lindung di Wilayah
Kabupaten Sukabumi Bagain Timur akan mengacu pada kriteria kawasan lindung
yang ditetapkan dalam Keppres 32 Tahun 1992 tentang kawasan lindung. Dimana
kriteria kawasan lindung berdasarkan Keppres tersebut adalah sebagai berikut :
a) Klasifikasi dan Kriteria Kawasan Berfungsi Lindung
1. Kawasan yang memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya
a. Kawasan Hutan Lindung
i) Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk
mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan
menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin tersedianya
unsur hara tanah dan air permukaan
ii) Kriteria Penetapan
• Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis
tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175 dan atau;
• Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan di atas
40% dan/atau;
• Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian 2.000 meter atau
lebih.
b. Kawasan Bergambut
i) Perlindungan terhadap kawasan bergambut dilakukan untuk
mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai
penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem
yang khas di kawasan yang bersangkutan.
II-72
ii) Kriteria Penetapan
Kriteria kawasan bergambut adalah tanah bergambut dengan
ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai
dan rawa. Kawasan bergambut yang memenuhi kriteria ini
dinyatakan sebagai kawasan lindung.
c. Kawasan Resapan Air
i) Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk
memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan pada
daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah
dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya
maupun kawasan yang bersangkutan.
ii) Kriteria Penetapan
Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi,
struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk
geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-
besaran.
2. Kawasan Perlindungan Setempat
a. Sempadan Pantai
i) Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk
melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu
kelestarian fungsi pantai.
ii) Kriteria Penetapan
Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai
minimal 100 meter titik pasang tertinggi ke arah darat.
b. Sempadan Sungai
II-73
i) Perlindungan terhadap sungai dilakukan untuk melindungi sungai
dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak
kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta
mengamankan aliran sungai.
ii) Kriteria Penetapan
• Sekurang-kurangnya 100 meter kiri-kanan sungai besar dan
50 meter kiri kanan anak sungai di luar kawasan
permukiman.
• Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan
sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan
inspeksi antara 10 - 15 meter.
c. Kawasan Sekitar Danau/Waduk
i) Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk untuk
melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi danau/waduk.
ii) Kriteria Penetapan
Kriteria kawasan sekitar danau/waduk adalah daratan
sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi danau/waduk antara 50 - 100
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
d. Kawasan Sekitar Mata Air
i) Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan
untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat
merusak kualitas dan kondisi fisik kawasan di sekitarnya.
ii) Kriteria Penetapan
Kawasan mata air adalah daratan sekurang-kurangnya dengan
radius (jari-jari) 200 meter di sekitar mata air.
II-74
3. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
a. Kawasan Suaka Alam dan Keanekaragaman Hayati
i) Perlindungan terhadap kawasan suaka alam dilakukan untuk
melindungi keanekaragaman hayati, tipe ekosistem, gejala
dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu
pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
ii) Kriteria Penetapan Kawasan suaka alam terdiri atas cagar
alam dan suaka marga satwa yaitu sebagai berikut :
Kriteria Cagar Alam, adalah :
kawasan yang mempunyai keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa serta tipe ekosistemnya;
mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit
penyusunnya;
mempunyai kondisi alam baik biota maupun fisiknya
masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang
pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang
cukup luas;
mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-
satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya
memerlukan konservasi
Kriteria Suaka Marga Satwa, adalah:
kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan
perkembangbiakan dari satu jenis satwa yang perlu
dilakukan upaya konservasinya;
memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang
tinggi;
merupakan tempat dan kehidupan bagi satwa migran
tertentu;
II-75
mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis
satwa yang bersangkutan.
b. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan lainnya termasuk
Keaneka-ragaman Hayati
i) Perlindungan terhadap kawasan suaka alam laut dan
perairannya dilakukan untuk melindungi keanekaragaman
biota, tipe ekosistem, gejala keunikan alam bagi kepentingan
kelestarian plasma nutfah dan pengembangan ilmu
pengetahuan.
ii) Kriteria Penetapan
Kriteria kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya adalah
kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir,
muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri
khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan ekosistem.
c. Kawasan Pantai Berhutan Bakau termasuk Keanekaragaman
Hayati
i) Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau sebagai
pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat
berkembangbiaknya biota laut di samping sebagai pelindung
pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya
di belakangnya.
ii) Kriteria Penetapan
Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130
kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah
tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
d. Kawasan Pelestarian Alam termasuk Keanekaragaman Hayati
i) Perlindungan terhadap kawasan pelestarian alam yang terdiri
dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam
II-76
dilakukan untuk pengembangan pendidikan, rekreasi, dan
pariwisata serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan
perlindungan dari pencemaran.
ii) Kriteria Penetapan
Kriteria taman nasional, taman hutan raya dan taman hutan
wisata adalah kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang
memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam, memiliki
arsitektur bentang alam (landscape) yang baik, memiliki akses
yang baik untuk keperluan pariwisata, perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari.
e. Taman Buru termasuk Keanekaragaman Hayati
i) Untuk melindungi kawasan dan ekosistemnya serta
kelangsungan perburuan satwa.
ii) Kriteria Penetapan
areal yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup dan
tidak membahayakan secara teknis.
merupakan habitat satwa buru yang dikembangbiakkan
sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan
mengutamakan segi rekreasi, olah raga, dan kelestarian
satwa.
f. Cagar Biosfer termasuk Keanekaragaman Hayati
i) Perlindungan terhadap cagar biosfer dilakukan untuk
melindungi ekosistem inti, ekosistem inti, dan/atau ekosistem
yang telah mengalami degradasi dari gangguan kerusakan
seluruh unsur-unsur alamnya untuk kepentingan penelitian dan
pendidikan.
ii) Kriteria Penetapan
II-77
Kawasan yang mempunyai ekosistem yang masih alami
dan kawasan yang sudah mengalami degradasi, modifikasi,
dan/atau binaan.
mempunyai komunitas alam yang unik langka dan indah.
merupakan landscape (bentang alam) yang cukup luas yang
mencerminkan interaksi antara komunitas lain dengan
manusia beserta kegiatannya secara harmonis.
tempat bagi penyelenggaraan pemantauan perubahan-
perubahan ekologi melalui kegiatan penelitian dan
pendidikan.
g. Daerah Pengungsian Satwa
i) Perlindungan terhadap daerah pengungsian satwa dilakukan
untuk melindungi daerah dan ekosistemnya bagi kehidupan
satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut.
ii) Kriteria Penetapan
areal yang ditunjuk merupakan habitat satwa yang sejak
semula menghuni daerah tersebut.
mempunyai luas tertentu yang memungkinkan
berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta
berkembang biaknya satwa tersebut.
h. Daerah Perlindungan Plasma Nutfah
i) Perlindungan terhadap daerah perlindungan plasma nutfah
dilakukan untuk melindungi daerah dan ekosistemnya beserta
keadaan flora dan faunanya untuk pelestarian keberadaannya.
ii) Kriteria Penetapan
areal yang memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang
belum terdapat di dalam kawasan konservasi yang telah
ditetapkan.
II-78
merupakan areal tempat pemindahan satwa sebagai tempat
kehidupan baru bagi satwa tersebut.
mempunyai luas tertentu yang memungkinkan
kelangsungan proses pertumbuhan jenis plasma nutfah
tersebut.
i. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
i) Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya
bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan
arkeologi dan monumen nasional, serta keanekaragaman
bentukan geologi yang berguna untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh
kegiatan alam maupun manusia.
ii) Kriteria Penetapan
Kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah
tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi,
situs purbakala, dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu
yang mempunyai manfaat tinggi untuk ilmu pengetahuan.
4. Kawasan Rawan Bencana Alam
a. Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan
untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang
disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan
manusia
b. Kriteria Penetapan Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah
kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami
bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah
longsor serta gelombang pasang dan banjir.
II-79
2. Analisis Daya Dukung
Kajian aspek fisik dalam menghasilkan suatu analisis lahan yaitu meliputi
identifikasi kawasan potensial dan kawasan limitasi yang dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan pengembangan kegiatan permukiman dan perkotaan. Identifikasi
kebutuhan data yang dibutuhkan adalah data kriteria kesesuaian lahan tentang
kawasan lindung dan budidaya (Keppres No. 32/90 dan Keppres No. 57/89) serta
data-data fisik yang tersedia.
Tabel II.6Kriteria Kesesuaian Lahan Kawasan Budidaya
Jenis KawasanKriteria
1. Hutan Produksi :- ketinggian > 1000 meter- kelerengan > 40%- diluar kawasan hutan lindung- kedalaman efektif lapisan tanah > 60 cm
2. Budidaya Pertanian :
2.1. Lahan Basah- ketinggian < 1000 meter- kelerengan < 40%- kedalaman efektif lapisan tanah > 30 cm
2.2 Sawah Irigasi- kemiringan < 15%- curah hujan < 2000 mm/tahun- tekstur tanah sedang halus- kedalaman efektif tanah > 60 cm- kesuburan tanah baik- ketinggian < 1000 meter dpl- mendapat pengairan teknis
2.3 Lahan KeringTidak memiliki sistem dan atau potensi pengembangan pengairan dengan faktor :
- ketinggian < 1000 meter- kelerengan < 40%- kedalaman efektif tanah > 30cm,
2.4 PeternakanSesuai untuk peternakan hewan besar dengan faktor-faktor :
- ketinggian > 1000 meter- kelerengan > 15%- jenis tanah/iklim sesuai untuk padang rumput
2.5 Perikanan Sesuai untuk perikanan dengan faktor-faktor :kelerengan <8% dan tersedia cukup air
3. Budidaya Non-Pertanian :
3.1 Permukiman Perkotaan - Kemiringan lahan < 15%- Ketersediaan air terjamin- Aksesibilitas yang baik- Tidak berada pada daerah rawan bencana- Berada dekat dengan pusat kegiatan/terkait dengan kawasan hunian yang
sudah ada
3.2 Kawasan Perdagangan dan Jasa
- Kemiringan lereng < 15%- Ketersediaan air terjamin- Aksesibilitas baik- Terletak di pusat kota/kegiatan
II-80
Jenis KawasanKriteria
3.3 Kawasan Industri- Ketinggian < 1000 m dpl- Kemiringan lereng < 8 %- Ketersediaan air baku yang cukup- Adanya sistem pembuangan limbah- Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah
3.4 Pertambangan - Kriteria ditetapkan departemen pertambangan, yang khususnya mempunyai potensi bahan tambang
3.5 Pariwisata- Memiliki keindahan dan panorama alam- Memiliki kebudayaan yang bernilai tinggi- Memiliki bangunan sejarah
Sumber : - Permen PU No. 20 Tahun 2007Tentang Kriteria Kawasan Budidaya. - Keppres No. 57 Tahun 1989 tentang Kriteria Kawasan Budidaya- SK Mentan No. 683/Kpts/Um/8/1981 dan No. 837/Kpts/Um/11/1980 berkaitan dengan penetapan
kriteria kawasan hutan produksi
Pada tabel diatas menjelaskan tentang kriteria kesesuaian lahan
berdasarakan jenis kawasan yang ada sehungga akan dapat menentukan kriteria
kesesuaian lahan. Pada tabel dibawah ini menjelaskan tentang kriteria lahan yang
dikhususkan di kawasan lindung.
Tabel II. 7Kriteria Kesesuaian Lahan Kawasan Lindung
Jenis KawasanKriteria
1. Kawasan memberikan perlindung-an kawasan bawahnya
1.1 Hutan Lindung- telah ditetapkan sebagai kawsan lindung atau- memiliki faktor kelerengan tanah, jenis tanah, curah hujan > nilai
175 - kelerengan lahan > 40%- ketinggian > 2000 m dpl
1.2 Bergambut - tanah bergambut dengan ketebalan > 3 meter di hulu sungai dan rawa
1.3 Resapan Air- kemiringan > 40% dan- curah hujan > 2500 mm/tahun dan- jenis tanah : andosol, regosol, litosol, organosol
2. Kawasan Perlindungan Setempat
2.1 Sempadan Pantai - daratan sepanjang tepian pantai (minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat)
2.2 Sempadan Sungai- Sekurang-kurangnya 5 m disebelah luar sepanjang kaki tanggul di
luar kawasan perkotaan dan 3 m disebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar kawasan perkotaan
- Sekurang-kurangnya 100 m dikanan kiri sungai besar dan 50 meter dikanan kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan
- Sekurang-kurangnya 10 m dari tepi sungai untuk mempunyai kedalaman tidak lebih besar dari 3 m
II-81
Jenis KawasanKriteria
- Sekurang-kurangnya 15m dari tepi sungai untuk mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m sampai dengan 20 m
- Sekurang-kurangnya 20 m dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 m
- Sekurang-kurangnya 100 m dari tepi sungai untuk sungai yang terpengaruh oleh pasang surut air laut, dan berfungsi sebagai jalur hijau
2.3 Sekitar Danau/Waduk- Daratan sepanjang tepian waduk dan situ yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk dan situ sekurang-kurangnya 50 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat
2.4 Sekitar Mata Air- Kawasan dengan radius sekurang-kurangnya 200 m di sekitar
mata air
3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
3.1 Suaka Alam / Cagar Alam - Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya- Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusun- Mempunyai kondisi alam baik biota maupun fisiknya masih asli
dan tidak atau belum diganggu manusia- Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang
pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas
- Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di satu daerah serta keberadaannya memerlukan upaya konservasi
- telah ditetapkan sebagai kawasan suaka alam dan cagar budaya- Kawasan sarat dan atau perairan yang ditunjuk mempunyai luas
tertentu yang menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga cukup luas serta mempunyai kekhasan jenis tumbuhan, satwa atau ekosistemnya
3.2 Suaka Margasatwa- Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan
perkembang biakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi
- Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi- Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran
tertentu- Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang
bersangkutan
3.3 Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya
- Kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan/atau yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem
3.4 Pantai Berhutan Bakau - Kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai
rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah barat
3.5 Taman Nasional- Kawasan darat dan atau perairan yang ditunjuk relatif luas,
tumbuhan dan atau satwanya memiliki sifat spesifik dan endamik serta berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya hayati dan ekosistemnya
- Dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri atas zona inti, zona pemanfaatan dan zona lain sesuai dengan keperluan
3.6 Taman Hutan Raya- Kawasan yang ditunjuk mempunyai luasan tertentu, yang dapat
merupakan hutan dan atau bukan kawasan hutan- Memiliki arsitektur bentang alam dan akses yang baik untuk
II-82
Jenis KawasanKriteria
kepentingan pariwisata
3.7 Taman Wisata Alam- Kawasan darat dan atau perairan yang ditunjuk mempunyai luas
yang cukup dan lapangnya tidak membahayakan serta memiliki keadaan yang menarik dan indah, baik secara alamiah maupun buatan
- Memenuhi kebutuhan rekreasi dan atau olah raga serta mudah dijangkau
- Kawasan terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan untuk kelestarian satwa dan memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi olah raga.
3.8. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
- Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan sekurang-kurangnya 50 tahun serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
- Lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya
4. Rawan Bencana
4.1 Rawan bencana gunung berapi
- Kawasan dengan jarak atau radius tertentu dari pusat letusan yang terpengaruh lansung dan tidak langsung, dengan tingkat kerawanan yang berbeda
- Kawasan berupa lembah yang akan menjadi daerah aliran lahar dan lava
4.2 Rawan gempa bumi - Daerah yang mempunyai sejarah kegempaan yang merusak- Daerah yang dilalui oleh patahan aktif- Daerah yang mempunyai catatan kegempaan dengan kekuatan
(magnitudo) lebih besar dari 5 pada skala richter- Daerah dengan batuan dasar berupa endapan lepas seperti
endapan sungai, endapan pantai dan batuan lapuk- Kawasan lembah bertebing curam yang disusun batuan mudah
longsor
4.3 Rawan gerakan tanah- Daerah dengan kerentanan tinggi untuk terkena gerakan tanah,
terutama jika kegiatan manusia menimbulkan gangguan pada lereng di kawasan ini
4.4 Rawan gelombang pasang dan banjir
- Daerah dengan kerentanan tinggi terkena bencana gelombang pasang dan banjir
Sumber :- Permen PU No.20 Tahun 2010- Keppres No. 57 Tahun 1989 tentang Kriteria Kawasan Budidaya- Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung- SK Mentan No. 683/Kpts/Um/8/1981 dan No. 837/Kpts/Um/11/1980 berkaitan dengan penetapan
kriteria kawasan hutan produksi
2.5.2.8 Pengertian Lahan
Lahan adalah lapisan paling atas dari kulit bumi tempat terjadinya
kehidupan, aktivitas dan penggunaan oleh manusia. Pengaturan penggunaan lahan
II-83
pada suatu wilayah merupakan suatu hal yang sangat penting karena sangat
berkaitan dengan penetapan jenis kegiatan dan keteraturan suatu wilayah.
Perkembangan suatu wilayah dipengaruhi oleh perkembangan jumlah penduduk
yang disebabkan adanya faktor daya tarik dari wilayah tersebut, sehingga banyak
terjadi perubahan fungsi lahan
Berubahnya penggunaan lahan terutama yang kurang produktif menjadi jenis
lahan yang produktif, merupakan fenomena perkembangan wilayah yang mudah
terlihat secara fisik. Selain itu, peningkatan kebutuhan lahan membuat
pertumbuhan wilayah berkembang secara horizontal dan vertikal serta menjadi
kebutuhan yang mendesak (Pierce, Jhn T, 1981).
Perubahan penggunaan lahan pada dasarnya merupakan gejala yang normal sesuai
dengan perkembangan dan pengembangan wilayah. Jenis penggunaan lahan
mencakup perubahan fungsi, intensitas dan ketentuan teknis massa bangunan.
Perubahan fungsi adalah perubahan jenis aktivitas. Perubahan fungsi membawa
dampak yang paling besar terhadap lingkungannya karena aktivitas yang berbeda
dengan sebelumnya. Tata guna lahan suatu wilayah merupakan suatu ekspresi
kehendak lingkungan masyarakat mengenai bagaimana seharusnya pola tata guna
lahan suatu lingkungan pada masa akan datang. Pola penggunaan lahan suatu
wilayah biasanya di dominasi pemukiman, perdagangan, industri, pertanian dan
kebutuhan umum atau fasilitas umum.
2.5.2.9 Karakteristik Lahan
Lahan di suatu wilayah biasanya memiliki karakteristik tersendiri, yang
tentunya tidak dapat disamakan dengan karakteristik lahan perkotaan. Adapun
karakteristik lahan suatu wilayah umumnya meliputi:
1. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomis yang tidak terpengaruh oleh
kemungkinan penurunan nilai dan harga serta tidak terpengaruhi oleh
faktor waktu.
2. Secara fisik lahan merupakan aset yang terbatas yang tidak dapat
bertambah besar (kecuali dengan adanya usaha reklamasi).
II-84
3. Lahan terbangun nilainya akan sangan dipengaruhi oleh kegiatan
fungsional yang akan dikembangkan diatas lahan tersebut, seperti dalam
hal peremajaan kota.
4. Lahan bersifat stasioner tidak bisa dipindahkan. Oleh karena itu, hampir
tidak mungkin menetapkan suatu patokan harga lahan secara umum.
5. Selain sebagai potensi produksi, lahan juga merupakan suatu investasi
jangka panjang atau sebagai komoditas “tabungan”.
2.5.2.10 Pola Pemanfaatan lahan
Secara garis besar pemanfaatan ruang dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu:
1. Pemanfaatan lahan untuk kawasan budidaya. Kawasan ini mewadahi
berbagai kegiatan fungsional wilayah, seperti perumahan beserta fasilitas
pendukungnya, perdagangan dan jasa, pemerintahan, pendidikan, jaringan
prasarana wilayah, dan lain-lain.
2. Pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung. Kawasan ini mewadahi
kegiatan yang bersifat bukan perkotaan, seperti kawasan resapan air,
sempadan sungai, dan ruang terbuka hijau.
Terdapat tiga sistem yang sangat berkaitan dengan pola pemanfaatan
lahan suatu wilayah (Chapin dan Kaiser, 1997 : 28-31), yaitu:
1. Sistem kegiatan, berkaitan dengan cara manusia dan kelembagaannya
mengatur urusannya sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya dan saling
berintaraksi dalam waktu dan ruang.
2. Sistem pengembangan lahan, berfokus pada proses pengubahan ruang dan
penyesuaiannya untuk kebutuhan manusia dalam menampung kegiatan
yang ada dalam susunan system kegiatan.
3. Sistem lingkungan, berkaitan dengan kondisi biotik dan abiotik yang
dibangkitkan oleh proses alamiah, yang berfokus pada kehidupan
tumbuhan dan hewan, serta proses-proses dasar yang berfokus pada
kehidupan tumbuhan dan hewan, serta proses-proses dasar yang berkaitan
dengan air, udara dan material.
II-85
Faktor penting yang mendasari pengaruh ketiga sistem tersebut adalah
kepentingan umum, yang mencakup pertimbangan-pertimbangan: kesehatan dan
keselamatan, kenyamanan, efisiensi dan konservasi energi ; kualitas lingkungan ;
persamaan sosial pilihan ; serta amenitas sosial. Karena faktor kepentingan umum
tidak selalu diperhatikan oleh semua pelaku yang terlibat, maka pemerintah
menyusun sistem perencanaan dan panduan sebagai cara untuk menata peranan
pemerintah dalam sistem utama yang mempengaruhi pemanfaatan lahan baik
dengan menggunkan kekuatan dan proses politik maupun kekuatan pasar .
2.5.2.11 Kebijakkan Lahan
Kebijakan lahan adalah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
dilakukan secara sistematis dan terorganisasi sebagai upaya untuk mempengaruhi
penggunaan, perencanaan, kepemilikan, harga dan manfaat dari lahan khususnya
dalam proses pengembangan/pembangunan lahan, yang dimaksud untuk
menyediakan lahan pada waktu yang tepat untuk pemanfaatan dan penggunaan
dengan tujuan tertentu yang sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Tujuan Pokok Kebijakan lahan meliputi :
Mengusahakan pemanfaatan dan penggunaan lahan yang optimal
ditinjau dari segi sosial dan ekonomi untuk dapat mengakomodasikan
dinamika membangun lingkungan secara fisik oleh dan demi kepentingan
masyarakat.
Mengurangi masalah dan keadaan yang dapat menyebabkan
kekurangan lahan kota, terutama lahan matang yang lengkap untuk
mempermudah pelaksanaan program permukiman serta unsur pekerjaan
umum lainnya.
Mencegah kenaikan harga yang tidak wajar dan tidak terkendali serta
dapat mencegah tumbuhnya spekulasi lahan yang hanya akan
menguntungkan pihak tertentu.
Manfaat kelebihan dan keuntungan pada lahan yang disebabkan oleh
kegiatan masyarakat untuk kepentingan umum.
II-86
Menciptakan kondisi yang memungkinkan penduduk golongan
berpendapatan rendah dapat turut menikmati permukiman yang sehat dan
adil didalam kota.
2.5.3 Aspek Kependudukan
Teori dasar tentang kependudukan atau “Demografi adalah ilmu yang
mempelajari secara statistik dan matematik tentang besar, komposisi dan
distribusi penduduk serta perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui
bekerjanya 5 komponen Demografi yaitu : Kelahiran (Fertilitas), Kematian
(Mortalitas), Perkawinan, Migrasi dan Mobilitas Sosial”. Terdapat 4 (empat)
tujuan pokok penggunaan Demografi yaitu :
1. Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu
2. Menjelaskan pertumbuhan masa lampau, penurunannya dan persebarannya
dengan sebaik-baiknya dan dengan data yang tersedia.
3. Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk
dengan bermacam-macam aspek organisasi sosial.
4. Mencoba meramalkan pertumbuhan penduduuk di masa yang akan datang dan
kemungkinan konsekuensinya. (Donald J. Bogue).
Kependudukan sendiri adalah aspek utama dalam perencanaan.
Perencanaan disusun untuk penduduk karena penduduk yang akan merasakan
akibat dari perencanaan itu dan dibuat oleh penduduk yang diwakili oleh
perencana. Pada hakekatnya pengertian mengenai penduduk ditekankan pada
komposisi penduduk. Pengertian ini memiliki arti yang sangat luas tidak hanya
meliputi pengertian umur, jenis kelamin, kematian, kelahiran, tingkat pendidikan
dan agama. Selain itu komposisi penduduk juga menyatakan pergerakan sosial
yang memperlihatkan status penduduk. Perubahan ini tidak hanya melalui
pertumbuhan secara alami tetapi juga dengan melalui migrasi yang diakibatkan
oleh berbagai kegiatan sosial dan ekonomi.
II-87
Masalah penduduk juga tidak terlepas dari konteks biologi dan
kebudayaan, sebab dalam prosesnya manusia mengalami proses biologis seperti
kelahiran, hidup dan mati. Manusia dalam lahir dan hidupnya dibawah pengaruh
lingkungan sehingga perlu beradaptasi dengan hukum alam yang banyak
ditentukan oleh kebudayaannya. Pertumbuhan penduduk di negara-negara
berkembang menimbulkan berbagai masalah seperti pengangguran, beban
tanggungan penduduk usia kerja, maupun migrasi besar-besaran ke kota.
Peningkatan dan penurunan pertumbuhan penduduk disebabkan oleh
tingkat kematian yang tidak diimbangi dengan tingkat kelahiran. Penurunan yang
diakibatkan oleh tingkat kematian merupakan hasil dari semakin panjangnya
harapan hidup orang dewasa dan turunnya tingkat kematian bayi kurang dari 1
tahun. Penurunan tingkat kematian bayi dan peningkatan panjang-usia berarti
penurunan tingkat kematian secara umum, yang nantinya akan turut menjadi
determinan bagi menurunnya tingkat fertilitas, disamping determinan-determinan
yang lain seperti pendidikan wanita dan partisipasi wanita dalam pekerjaan, jasa
perencanaan keluarga dan pengaruh tingkat ekonomi yang membaik.
Pertumbuhan di masa yang akan datang tergantung pada apa yang terjadi dengan
tingkat fertilitas, tingkat kematian dan tingkat kelahiran.serta masalah yang
dihadapi oleh negara-negara berkembang berkaitan dengan kependudukan adalah
pertumbuhan populasi yang cepat serta berpengaruh pada pertumbuhan angkatan
kerja lebih cepat dari pada pertumbuhan kesempatan kerja, yang akan
menyebabkan pengangguran.
Bila dilihat penyebabnya maka beberapa faktor yang mendorong
terjadinya problem kependudukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, antara
lain:
1. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta peradaban
manusia terutama di bidang teknologi baru, pelayanan kesehatan, pendidikan,
komunikasi dan lain-lain.
II-88
2. Dorongan atau hasrat naluri manusia yang selalu memperoleh kondisi yang
lebih baik dari sebelumnya di dalam kehidupan baik material maupun
intelektual.
3. Keterbatasan kemampuan dorongan alam dan sumber alam serta dukungan
lainnya yang diperlukan.
Melonjaknya angka pertumbuhan penduduk di perkotaan terutama
disebabkan oleh arus urbanisasi penduduk yang berusaha mencari lapangan
pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik daripada di pedesaan. Kehadiran migran
arus urbanisasi di daerah perkotaan seringkali menimbulkan berbagai masalah
perumahan, antara lain terjadinya kekurangan jumlah rumah serta mengakibatkan
tumbuh dan berkembangnya permukiman atau lingkungan perumahan kumuh.
2.5.3.1 Teori Sosial Kependudukan
Teori-teori kependudukan ini merupakan suatu ungkapan tentang gejala,
fakta, data dan kekhawatiran yang akan menjadi malapetaka bagi umat manusia.
Teori-teori kependudukan kemudian berkembang dengan pesatnya, para penemu
teori pada dasarnya bertitik tolak pada masalah kependudukan dalam kaitannya
dengan masalah-masalah ekonomi, etika, agama, pertahanan/politik dan
sebagainya.
Untuk dapat mengamati kegiatan dan perkembangan penduduk, dilakukan
pencatatan dari waktu ke waktu, sedangkan untuk kegiatan perencanaan
pencatatan penduduk harus mencakup jumlah penduduk, struktur penduduk,
kelahiran, kematian dan pergerakan penduduk. Pada hakekatnya pertumbuhan
penduduk ditekankan pada tiga komponen yaitu : Kelahiran (Fertilitas), Kematian
(Mortalitas) dan Migrasi. Untuk memahami karakteristik penduduk, perencanaan
bisa melihat secara menyeluruh dalam struktur ruang maupun dalam struktur ciri
tertentu dari penduduk. Karakteristik penduduk yang perlu di analisis yang
berkaitan dengan perencanaan adalah : jumlah penduduk, laju perumbuhan
penduduk, kepadatan penduduk, struktur penduduk, migrasi, urbanisasi dan
transmigrasi.
II-89
2.5.3.2 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk akan memberikan pengetahuan tentang beban yang
harus ditanggung oleh suatu kota. Adapun penyebaran penduduk pada suatu kota
menunjukkan adanya permasalahan pada kota tersebut. Penaksiran jumlah
penduduk dimaksudkan untuk mendapat besarnya jumlah penduduk secara
keseluruhan.
2.5.3.3 Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk merupakan ratio antara pertambahan
penduduk dalam satu tahun terhadap jumlah penduduk sebelumnya. Sedangkan
laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
1. Tingkat kelahiran
2. Tingkat kematian
3. Tingkat migrasi
2.5.3.4 Kepadatan Penduduk
Kepadatan yang merupakan ratio antara jumlah penduduk terhadap luas
kota, sehingga akan dihasilkan besar beban kota dalam menanggung dan melayani
penduduknya.
2.5.3.5 Struktur Penduduk
Selain melihat dari struktur ruangnya penting juga melihat dari struktur
ciri penduduk sehingga dapat diketahui potensi atau masalah yang ditimbulkan
oleh penduduk kota tersebut. Adapun ciri yang biasa dilihat adalah :
1. Jenis kelamin, usia dan pendidikan. Ciri ini dapat digunakan untuk melihat
partisipasi apa yang dapat diberikan oleh penduduk.
2. Mata pencaharian dan pendapatan penduduk. Hal ini berguna untuk
mengetahui status penduduk sehingga dapat dijadikan ukuran kesejahteraan.
II-90
2.5.3.6 Migrasi
Migrasi adalah gejala gerak horizontal untuk pindah tempat tinggal dan
pindahnya tidak terlalu dekat, melainkan melintasi batas administrasi, pindah ke
unit administrasi lain misalnya kelurahan, kabupaten, kota atau negara. Migrasi
merupakan salah satu faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk.
Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang untuk melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong dan penarik.
1. Faktor pendorong misalnya :
Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas
barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh
seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian.
Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya di pedesaan
akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin).
Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku di daerah
asal.
2. Faktor penarik misalnya :
Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk
memasuki lapangan pekerjaan yang cocok.
Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih baik.
Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih baik
Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan misalnya
iklim, perumahan, sekolah dan fasililtas-fasilitas kemasyarakatan lainnya.
Tarikan dari orang-orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung.
Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat
kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang dari desa atau kota kecil.
2.5.3.7 Urbanisasi
II-91
Bertambahnya proporsi penduduk yang berdiam di daerah kota yang
disebabkan oleh proses perpindahan penduduk ke kota atau akibat dari perluasan
daerah kota. Klasifikasi yang dipergunakan untuk menentukan daerah kota
biasanya dipengaruhi oleh indikator mengenai penduduk, kegiatan ekonomi,
jumlah fasilitas urban atau status administrasi suatu pemusatan penduduk. Adapun
masalah-masalah urbanisasi,antara lain yaitu :
1. Sehubungan dengan pertambahan penduduk indonesia yang cepat maka kota-
kota besar pun mempunyai penduduk yang besar pula.
2. Pendatang yang mempunyai keahlian yang sama sekali lain daripada yang
dibutuhkan di kota.
3. Walaupun pendatang mempunyai motivasi yang kuat untuk mengembangkan
dirinya di kota tetapi kenyataan kota sendiri belum siap untuk menerimanya.
2.5.3.8 Transmigrasi
Transmigrasi adalah suatu bagian dari migrasi. Istilah ini memiliki arti
yang sama dengan resettlement atau settlement dalam literatur. Transmigrasi
adalah pemindahan penduduk dari suatu daerah untuk menetap ke daerah lain
yang ditetapkan di dalam wilayah Republik Indonesia guna kepentingan
pembangunan negara atau karena alasan-alasan yang dipandang perlu oleh
pemerintah berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No. 3
Tahun 1972. Adapun tujuan diadakannya transmigrasi adalah :
1. Peningkatan tarap hidup
2. Pembangunan daerah
3. Keseimbangan penyebaran penduduk
4. Pembangunan yang merata di seluruh indonesia
5. Pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia
6. Kesatuan dan persatuan bangsa
II-92
7. Memperkuat HANKAMNAS
Dalam mengkaji teori kependudukan ada dua hal penting yang menjadi
pandangan dalam teori kependudukan yaitu dari segi soaial dan segi naturalistik.
1. Sudut Pandang Sosial
2. Dimulai oleh teori Thomas Robert malthus (Inggris, 1766 - 1804) yang
menyatakan bahwa kemelaratan disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan
antara pertumbuhan penduduk dengan pertambahan pangan. Pernyataan yang
pokok adalah :
Bahan makanan sangat dibutuhkan sekali untuk hidup.
Kebutuhan biologis dalam kehidupan masyarakat sangat dibutuhkan yang
bertujuan untuk memperoleh keturunan.
3. Sudut Pandang Naturalistik (Penduduk)
Sudut pandang ini menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk ditentukan oleh
bahan makanan yang bergantung pada lingkungan, sehingga dikenal dengan
teori ekonomi lingkungan seperti :
Teori Pearl, yang menyatakan bahwa manusia itu tumbuh berdasarkan
kurva normal yaitu mula-mula sedikit, kemudian bertambah besar dan
akhirnya berkurang lagi.
Teori Gini, yang menyatakan bahwa penduduk berkembang cepat pada
tingkat awal sangat dipengaruhi oleh hukum biologis.
Teori Sosial oleh Arsen Dumont, yang menyatakan teori kapilaritas sosial
dimana tiap orang cenderung untuk memperoleh status sosial yang lebih
tinggi.
Teori Demografi, yang beranggapan bahwa perubahan penduduk terjadi
sebagai akibat sosial ekonomi penduduk yang saling bergantung satu sama
lain.
2.5.3.9 Kebijaksanaan Kependudukan
II-93
Kebijaksanaan kependudukan berhubungan dengan dinamika
kependudukan, yaitu perubahan-perubahan terhadap tingkat fertilitas, mortalitas
dan migrasi. Kebijakan kependudukan dapat berupa kebijakan nasional terpadu
dan kebijakan sektoral. Kebijakan kependudukan yang dirumuskan dalam GBHN
meliputi :
1. Bidang-bidang pengendalian kelahiran
2. Penurunan tingkat kematian terutama kematian anak-anak
3. Perpanjangan harapan hidup
4. Penyebaran penduduk yang lebih serasi dan seimbang
5. Pola urbanisasi yang lebih berimbang dan merata
6. Perkembangan dan penyebaran angkatan kerja
Jenis kebijakan yang lain adalah transmigrasi yang diatur dalam Undang-
Undang No. 3 Tahun 1972, Tanggal 28 Juli 1972 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Transmigrasi. Juga termuat dalam GBHN, TAP MPR No. IV Tahun 1978.
Adapun kebijaksanaan dalam bidang urbanisasi mencakup yaitu :
1. Ada yang menjalankan kebijaksanaan pintu tertutup bagi pendatang
2. Perlu adanya perencanaan kota yang baik yang mempertimbangkan tidak saja
Rate of Growth secara alami dari penduduknya tetapi juga faktor migrasi
terutama urbanisasi
3. Usaha-usaha yang merupakan strategi utama yaitu :
Menurunkan tingkat fertilitas
Transmigrasi
Usaha meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan di kota sebanyak
mungkin sehingga menyerap pendatang yang ke kota.
Usaha menaikkan kesempatan kerja di pedesaan
Hal lain yang perlu diingat bahwa aspek kependudukan sangat
berpengaruh terhadap tata ruang kota mengingat jumlah penduduk yang terus
II-94
meningkat dengan tingkat aktivitas yang tinggi menyebabkan perubahan pada
bentuk dan struktur kota. Mengingat pentingnya masalah kependudukan maka
diperlukan suatu Undang-Undang yang mengatur pokok-pokok mengenai
kependudukan dan mengenai suatu sistem yang terpadu.
Agar tercipta perencanaan yang terintegrasi secara menyeluruh dan
terkendali, maka diperlukan suatu kebijaksanaan yang mengaturnya.
Kebijaksanaan yang diambil dalam mengatasi masalah distribusi penduduk adalah
dengan melalui penerapan pendekatan, yaitu :
1. Insentifikasi
Upaya pengarahan penduduk dengan cara mengembangkan faktor-faktor
penarik bagi perkembangan pemukiman, misalnya dengan mengembangkan
serta melengkapi sarana dan prasarana.
2. Disinsentifikasi
Upaya untuk menghambat atau mengurangi laju pertumbuhan penduduk
dengan cara meniadakan upaya pengadaan faktor penarik (pull factor).
Sedangkan dalam pengaturan yang berhubungan dengan kepadatan penduduk
dilakukan dengan cara mengatur BCR (Bulding Coverage Ratio).
2.5.4 Aspek Ekonomi
2.5.4.1 Definisi Ekonomi
Definisi ekonomi secara umum yaitu ilmu yang mempelajari tentang tatanan
kehidupan masyarakat baik individu maupun kelompok dalam meningkatkan
kualitas dan kuantitas kehidupan yang layak dalam memenuhi kebutuhan.
Wilayah merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait pada batas
dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek pengamatan administratif
pemerintahan dan atau suatu aspek pengamatan fungsional.
Berdasarkan dari definisi diatas dapat diketahui bahwa perekonomian
merupakan suatu pola, cara atau usaha untuk mengembangkan tingkat
II-95
kesejahteraan suatu masyarakat suatu wilayah dengan cara meningkatkan tingkat
pendapatan dan perekonomiannya, sehingga wilayah tersebut menjadi
berkembang dan mempunyai pengaruh terhadap sektor lain dan wilayah sekitar.
Suatu wilayah terlihat berkembang itu terlihat dari aspek ekonominya, untuk
melihat perkembangan itu dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut :
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi
2. Struktur Perekonomian
3. Sebaran Kegiatan Sektor
4. Pola Aliran Barang
5. Keuangan Suatu wilayah
6. Industri
7. Kegiatan Ekonomi
2.5.4.2 Struktur Ekonomi
Suatu suatu wilayah terlihat berkembang selain dilihat dari pendapatan
perkapita, tetapi juga dilihat dari kemampuan struktur perekonomian yang mampu
memberikan kontribusi terhadap sektor-sektor lain juga memberikan kontribusi
yang besar terhadap total PDRB suatu suatu wilayah, sehingga saling berkaitan
antara pendapatan perkapita dengan struktur perekonomian. Sektor ekonomi yang
memberikan kontribusi yang besar maka akan mempengaruhi terhadap basarnya
PDRB dan pendapatan perkapita juga akan meningkat, juga sebaliknya. Struktur
perekonomian suatu wilayah akan berkembang apabila terjadi :
a. Peningkatan kontribusi
b. Penurunan kontribusi
c. Kontribusi tetap
Dalam kehidupan ekonomi, yang penting adalah produksi barang dan jasa,
penyaluran dan pertukaran barang tersebut, dan konsumsinya. Dalam kehidupan
sehari-hari dikenal beberapa macam kegiatan ekonomi, yaitu: ( Jayadinata,T
Johara. 1999.Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan & Persuatu
wilayahan, Wilayah. ITB)
II-96
a. Kegiatan ekonomi dalam produksi menurut prosesnya terjadi atas empat
kelompok, yakni:
1. Kegiatan produksi rayah (extractive) yang terdiri atas segala kegiatan
produksi, dimana manusia hanya mengambil atau memindahkan atau
mengumpulkan semua barang yang telah tersedia dalam alam. Contoh:
perburuan, perikanan laut, penebangan kayu dihutan alam, pengumpulan
hasil hutan, pertambangan dan sebagainya.
2. Kegiatan produksi budidaya (reproductive industries) yang meliputi segala
kegiatan produksi, dimana manusia harus mengadakan usaha tertentu dulu,
sebelum dapat mengambil hasilnya. Usaha tertentu itu dilakukan manusia
dengan bantuan alam, yaitu [roses alam. Contoh kegiatan budidaya adalah:
pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan darat, penebangan kayu
dihutan buatan, dan sebagainya.
3. Kegiatan produksi industri (manufactural industries), yaitu kegiatan
manusioa dalam mengubah barang mentah menjadi barang yang lebih
berguna atau barang industri, yaitu barang setengah jadi dan barang jadi.
Dalam kegiatan industri akan terdapat penambahan nilai atau value adding
(penambahan nilai ini terjadi juga dalam kegiatan ekonomi lain. Added
value =nilai tambah).
4. Kegiatan produksi jasa (facility industries) yang meliputi segala kegiatan,
dimana manusia memberikan jasanya baik secara langsung maupun
melalui alat tertentu dalam segala kegiatan ekonomi yang telah disebut
diatas itu.
b. Dalam penggunaan sehari-hari terdapat istilah produksi Untuk kegiatan
ekonomi tersebut biasanya digunakan istilah:
1. Produksi primer (termasuk kegiatan produksi ekstraktif dan reproduktif),
yaitu produksi yang menggunakan sumber daya alam terutama tanah;
2. Produksi sekunder (yaitu kegiatan industri) ialah produksi yang mengubah
barang mentah menjadi barang industri;
3. Produksi tersier (kegiatan produksi fasilitatif), yaitu produksi jasa.
II-97
2.5.4.3 Kegiatan Ekonomi
Dalam kehidupan ekonomi, kegiatan yang sering dilakukan adalah produksi
barang dan jasa, penyaluran dan pertukaran barang tersebut, dan konsumsinya.
Untuk kegiatan ekonomi dalam produksi menurut prosesnya terjadi atas empat
kelompok, yakni:
5. Kegiatan produksi rayah (extractive) yang terdiri atas segala kegiatan
produksi, dimana manusia hanya mengambil/memindahkan/mengumpulkan
semua barang yang telah tersedia dalam alam. Contoh: perburuan, perikanan
laut, penebangan kayu dihutan alam, pengumpulan hasil hutan,
pertambangan dan sebagainya.
6. Kegiatan produksi budidaya (reproductive industries) yang meliputi segala
kegiatan produksi, dimana manusia harus mengadakan usaha tertentu dulu,
sebelum dapat mengambil hasilnya. Usaha tertentu itu dilakukan manusia
dengan bantuan alam, yaitu [roses alam. Contoh kegiatan budidaya adalah:
pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan darat, penebangan kayu
dihutan buatan, dan sebagainya.
7. Kegiatan produksi industri (manufactural industries), yaitu kegiatan
manusioa dalam mengubah barang mentah menjadi barang yang lebih
berguna atau barang industri, yaitu barang setengah jadi dan barang jadi.
Dalam kegiatan industri akan terdapat penambahan nilai atau value adding
(penambahan nilai ini terjadi juga dalam kegiatan ekonomi lain. Added value
= nilai tambah).
8. Kegiatan produksi jasa (facility industries) yang meliputi segala kegiatan,
dimana manusia memberikan jasanya baik secara langsung maupun melalui
alat tertentu dalam segala kegiatan ekonomi yang telah disebut diatas itu.
2.5.4.4 Sebaran Kegiatan Sektor
Struktur peronomian yang ada di suatu suatu wilayah yaitu biasanya dilihat
dari sebaran kegiatan sektor, yaitu :
II-98
Sektor Pertanian adalah sektor yang memberikan distribusi berupa nilai dari
hasil kegiatan pertanian, yang dilihat dari nilai tambah bruto yang di dalamnya
terdapat pajak tidak langsung maupun hasil dari kegiatan ekspor impor. Di
dalam sektor ini terdiri dari beberapa subsektor yaitu pertanian, perkebunan,
ladang dan perikanan.
Pertambangan dan galian adalah sektor yang memberikan distribusi berupa
nilai dari hasil kegiatan pertambangan dan galian, yang dilihat dari nilai
tambah bruto yang di dalamnya terdapat pajak tidak langsung maupun hasil
dari kegiatan ekspor impor. Di dalam sektor ini terdiri dari beberapa subsektor
yaitu Pertambangan minyak bumi, logam mulia dan gas.
Industri adalah sektor yang memberikan distribusi berupa nilai dari hasil
kegiatan industri baik dari sekali besar, menengah, dan kecil ( rumah tangga),
dan hal tersebut dilihat dari nilai tambah bruto yang di dalamnya terdapat
pajak tidak langsung maupun hasil dari kegiatan ekspor impor. Di dalam
sektor ini terdiri dari beberapa subsektor yaitu Industri pengolahan, industri
kesenian berskala besar dan industri rumahan
Listrik, gas, air minum adalah sektor yang menghasilkan nilai dari nilai
tambah yang terdiri dari pajak tidak langsung dan keuntungan yang di
dapatkan karena pelayanan yang diterima oleh masyarakat, industri dan
konsumen lainnya.
Bangunan dan kontruksi adalah sektor yang terdiri dari bangunan perkantoran,
pemerintahan maupun pemukiman dan perdagangan yang dikenai pajak
karean konsumen atau masyarakat mendapatkan kegunaan dalam penggunaan
bangunan tersebut
Perdagangan adalah sektor yang berupa kegiatan jual beli seperti, pasar
tradisional, pasar modern dan pasar internasional atau sering disebut sebagai
kegiatan ekspor impor.
Angkutan dan komunikasi adalah sektor yang terdiri dari transportasi, dan
komonikasi baik dalam pusat pelayanan dan jaringan yang digunakan, dimana
keduanya memberikan kontribusi pada kegiatan perekonomian.
II-99
Lembaga keuangan dan persewaan adalah lembaga yang memberikan
pelayanan sektor keuangan sepeti dinas perpajakan, perbankkan, dan
persewaan bangunan baik sebagai kegiatan usah maupun perumahan.
Jasa-jasa adalah sektor yang memberikan pelayanan kepada publik atau
masyarakat seperti pelayanan travel atau transportasi, perbankkan swasta,
akomodasi dan lain-lain.
2.5.4.5 Pola Aliran Barang
Pola aliran barang merupakan suatu sistem distribusi barang yang dihasilkan
dari sektor basisnya maupun non basisnya, dimana barang yang diproduksi dapat
merata dan optimal dalam penyalurannya sehingga dapat memenuhi keseluruh
pusat pelayanan.
Salah satu perwujudan antar daerah ialah adanya pertukaran antar daerah
yang dapat berwujud barang, uang, maupun jasa. Maka, analisis aliran barang
dapat digunakan sebagai salah satu ukuran intensitas hubungan suatu daerah
dengan daerah lain. Lebih dari itu dapat pula diketahui tingkat ketergantungan
daerah yang diselidiki pada daerah lain, atau peranan daerah yang diselidiki atas
daerah lain yang lebih luas.
Analisis aliran barang mempunyai nilai yang jelas karena karena
memperlihatkan hubungan antara produksi industri, tenaga kerja dan penduduk
dalam kegiatan perekonomian. Hubungan ini memberi informasi yang penting
bagi penyusunan `strategi` hubungan antar daerah. Hasil lainnya yang sangat
berguna dari analisis ini adalah dapat memperlihatkannya secara visual hubungan
antar daerah, apabila data digambarkan pada suatu peta.
Penggambaran dalam peta, untuk memperlihatkan hubungan antar daerah,
dapat digunakan cara asal tujuan, untuk mengetahui besarnya atau intensitas
hubungannya, dapat dipergunakan ukuran jumlah pengangkutan (Shipment), yaitu
jumlah berat suatu barang yang diangkut dari suatu tempat atau daerah ke daerah
lain dengan menggunakan alat angkut tertentu.
II-100
Analisis aliran barang juga beguna untuk mengidentifikasi perkembangan
potensi (sumber daya) dan industri. (Warpani, Suwardjoko. 1980. Analisis Suatu
wilayah dan Daerah. ITB, hal 71)
2.5.4.6 Industri
Pembangunan industri di Indonesia ditujukan untuk memperluas kesempatan
kerja, meratakan kesempatan berusaha, menghemat devisa, menunjang
pembangunan daerah dan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya
manusia dan meningkatkan ekspor. (Jayadinata,T Johara. 1999.Tata Guna Tanah
Dalam Perencanaan Pedesaan & Persuatu wilayahan, Wilayah. ITB)
a. Industri berhaluan bahan (dalam arti bahan mentah harus diperhitungkan
secara khusus), berlokasi ditempat bahan mentah, meliputi
Pengolahan barang yang cepat rusak atau busuk
Pengolahan barang dalam jumlah besar atau barang bagal/curahan (bulky
goods) karena angkutan mahal
Pengolahan pelican, kecuali aluminium yang memerlukan listrik yang
banyak dan murah.
b. Industri berhaluan pasar
Jika dalam pembuatan barang industri tertentu, perbandingan kehilangan
berat adalah nol persen, karena biaya angkutan untuk barang industri lebih
mahal daripada untuk barang mentah, dalam keadaan semua faktor yang
sama, pabrik itu akan cenderung berada dilokasi pemasaran.
Pembotolan minuman karena air bersih mudah didapat
Barang yang memerlukan ongkos tinggi, karena besar ukurannya
Industri pakaian, karena mode dapat cepat berubah
c. Industri berhaluan pekerja
Berlokasi ditempat tenaga kerja, ialah dalam pengerjaan barang industri yang
memerlukan keahlian yang khusus.
d. Industri komersial (industri niaga)
II-101
Industri niaga di Indonesia bekembang pesat dan pada waktu ini
dikembangkan juga industri berat: kapal laut, mobil, kapal terbang dan
sebagainya.
e. Industri ringan meliputi:
Makanan
Industri kaleng: untuk bahan makanan dan minuman, minyak dan
sebagainya
Industri tekstil: katun, wol, rayon, goni dan sebagainya
Industri kimia; sediaan sulfat, asam-asam dan alkali, pupuk buatan, bahan
celep, cat dan sebagainya, plastic dan serat sintetik, rayon, nylon karet
buatan.
f. Industri lain-lain
Penyulingan minyak bumi,
Percetakan buku dan surat kabar
Alat-alat rumah tangga
Kulit dan barang dari kulit
Karet dan barang dari karet
Barang elektronik
Dan sebagainya
g. Industri berat meliputi
Mesin: trakktor dan sebagainya
Alat angkutan: mobil, lokomotif, kapal air, kapal terbang.
2.5.5 Aspek Sarana Prasarana dan Transportasi
2.5.5.1 PrasaranaAspek prasarana pada suatu kawasan merupakan salah satu sarana
pelayanan yang sangat penting dalam menunjang kegiatan dan kesejahteraan
masyarakat. Pada umumnya tiap lingkungan perumahan atau pemukiman selalu
dilengkapi dengan prasarana / utilitas yang salah satunya terdiri dari air bersih,
persampahan, telekomunikasi dan pengairan. Yang mana untuk memaksimalkan
kinerja dari prasarana kawasan tersebut maka perlu adanya suatu rekayasa atau
II-102
perencanaan guna mengatur kinerja dari prasarana tersebut agar lebih baik dan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.5.5.2 Air Limbah
Semua air bersih yang telah digunakan oleh manusia untuk kebutuhan
sehari-hari akan berubah menjadi air limbah. Sebagian air limbah yang dihasilkan
oleh aktivitas manusia dapat dimanfaatkan kembali, seperti menyiram tanman dan
ada juga yang tidak dapat dimanfaatkan kembali, seperti limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun), agar air limbah ini tidak mencemari air sungai tentunya
harus diproses terlebih dahulu melalui proses pengelolaan seperti Instalasi
Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Hampir semua dalam kegiatanya manusia yang
berhubungan dengan konsumsi air dapat menghasilkan air limbah, adapun
sumber-sumber air limbah itu meliputi:
1. Air limbah Rumah Tangga (Limbah Domestik) yang berasal dari kegiatan
rumah tangga seperti mencuci pakaiyan, mandi, dan lain-lainnya
2. Kegiatan komersil seperti hotel, restoran dan hypermarket,
3. Air dari kegiatan industri yaitu b3 dan non-b3 dan limbah yang berasal dari
rumah sakit atau kegiatan lainnya.
a. Pengelolaan Air Limbah
Didalam pengelolaan air limbah terdapat dua jenis pengelolaannya, yaitu :
Sanitasi setempat (on-site sanitation) merupakan suatu sistem dimana pada
daerah tersebut tidak dapat sistem riol (pipa air limbah) kota dan air
buangan yang dihasilkan di kelola di daerah setempat. Adapun
Keuntungan dan kekurangan dari sistem On-Site Sanitation ialah
Keuntungan
- Biaya pembuatan relative murah
- Teknologi yang di gunakan sederhana
- Oprasi dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pribadi
- Jika pemeliharaannya baik maka system ini sangat highgienis
- Hasil deskomposisi (pupuk)
II-103
Kerugian
- Tidak cocok ditempatkan disemua daerah
Kepadatan rendah < 50 orang/ha
Jarak antara cubluk ke sumur + 8 m
Muka air tanah harus > 2 meter
Koefesien Permeabilitas tanah (daya resap air ke tanah) harus
rendah
- Memerlukan lahan kusus di setiap sumur limbah
- Pelayanannya terbatas
Off-site sanitation merupakan sistem dimana air limbah masuk ke
dalam jaringan perpipaan air limbah yang kemudian dialirkan menuju ke
tempat pengelolaan dan selanjutnya air hasil pengelolaan tersebut
disalurkan ke badan Air Penerima. Adapun Keuntungan dan kekurangan
dari system Off-Site Sanitation
Keuntungan
- Memberikan pelayanan yang lebih nyaman
- Mempung semua air buangan
- Cocok di terapkan di daerah perkotaan dengan kepadatan
penduduk tinggi
- Tahan lama
Kerugian
- Biaya terlampau mahal
- Memerlukan teknologi yang memadai
- Dalam pembuatannya memerlukan perencanaan yang
menyeluruh
- Memerlukan suatu lembaga pengelolaan
b. Jenis-Jenis Off-Site
Sewerage Convertional, dalam sistem ini air limbah/air buangan
akan masuk ke dalam saluran sistem jaringan pipa buangan yang dipasang
mengikuti pola jaringan jalan, fungsinya untuk dapat mempermudah
II-104
penyaluran kerumah-rumah. Pada sistem saluran ini seluruh air buangan
(Black water dan Grey water) seluruhnya masuk kedalam saluran dan pada
akhirnya akan diolah di suatu instalasi pengelolaan. Sistem ini cocok di
pergunakan di daerah perkotaan dengan kepadataan tinggi.
Shallow Sawer sistem perpipaan (riol) yang pemasangan pipanya
relatif dangkal. Kemiringan di sistem ini lebih landai dibandingkan
Sewerage Conventional. Cangkupan retatif kecil seperti komplek-komplek
perumahan.
Small Bone Sawer
Sistem perpipaan air buangan yang hanya di peruntukan untuk
menampung Grey water saja
c. Proses Pengelolaan Air Limbah
Secara garis besar pengelolaan air limbah bertujuan untuk kesejahteraan
manusia dan lingkungan, oleh karena itu perlunya pengelolaan air limbah yang
dikelola oleh negara dengan bantuan investor untuk menanamkan modal
pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah di setiap kota besar tentunya
seperti kota kota besar di Indonesia. Pembangunan instalasi ini dapat berupa
sistem jaringan pipa pembuangan yang dipasang disetiap permukiman,
perumahan, perkantoran, jasa dan perdagangan, industri dan lain-lainnya untuk
diolah disuatu instalasi pengelolaan.
2.5.5.3 Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah merupakan salah satu kegitan sari kegiatan sanitasi
lingkungan. Proses dari pengelolaan sampah dimulai dengan seumber-sumber
sampah seperti sampah Industri, Rumah Tangga (Domestrik), Kegiatan Komersial
dan Kegiatan Lain (Rumah Sakit). Dari ke empat sumber sampah itu seluruhnya
mempunyai sifat sampah Non B3 yang dapat langsung dibuang menuju tempat
pengelolaan sampah akhir (TPA) terkecuali untuk sampah yang dihasilkan oleh
Industri dan Rumah Sakit terutama sampah B3-nya tidak bisa untuk dibuang
langsung ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir dikarenakan sampah B3 tersebut
tidak dapat terurai oleh alam dan dapat membahayakan manusia. Untuk
II-105
membuang sampah B3 ini hanya dapat dilakukan dengan cara membakarnya suhu
780 0C - 1100 0C hingga musnah tampa sisa, alat untuk membakar sampah ini
hingga musnah dapat disebut dengan INCENERATOR.
Tahap pewadahan yang berada di setiap rumah-rumah penduduk
merupakan tahap yang sangat menguntungkan untuk pemindahan sampah menuju
tempat pembuangan sampah sementara maupun tempat pembuangan sampah
akhir. Adapun sarat-sarat untuk pewadahan ialah:
Kuat, tidak mudah bocor, tidak mudah dirusak oleh binatang
(serangga, tikus dan lain-lainnya)
Ringan, mudah untuk dipindakan
Ukuran memadai, dapat ditentukan oleh dua hal, ayitu :
- Jumlah produsen sampah
- Frekuensi pembuangan (waktu pembuangan sampah)
a. Pola Pengumpulan Sampah
Pengumpulan merupakan suatu proses dimana suatu wadah itu dikumpulkan lalu
akan diangkut ke tempat Pembuangan Sampah akhir maupun pembuangan tempat
Pembuangan Sampah Sementara.
Pola Pengumpulan Langsung
Pola pengumpulan ini diterapkan pada permukiman di ruas jalan arteri
primer dan di lingkungan pasar, pola pengumpulan ini dikelola oleh
PEMDA.
Pola Pengumpulan Tidak Langsung
II-106
PEWADAHAN PENGUMPULAN TPAPEMINDAHANAN
PEWADAHAN PENGUMPULAN TPA
Pola pengumpulan tidak langsung pada fase tempat pemindahan sampah
menuju TPA dapat dibagi menjadi dua yaitu dapat berupa Transper Depo
atau Tempat Pembuangan sampah sementara.
Pola Komunal (Bersama) Langsung
Pada wadah komunal ini berupa sampah yang dibuang didepan rumah lalu
diangkat atau diangkut oleh kontener sampah. Mayoritas pola
pengumpulan komunal langsung berada di kawasan permukiman
penduduk yang padat atau pun di Apartement.
Pola Komunal Tidak Langsung (Gerobak Sampah)
b. Jenis-Jenis TPSA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir)
Land Treatment TPA ialah memanfaatkan tanah sebagai tempat
penampungan akhir dan atau pengelolaan sampahnya menjadi satu.
Dapaknya berupa banyaknya lalat, tikus dan lain-lainnya. Sebagai catatan
99% kota-kota besar di Indonesia menggunakan tipe land Treatment ini.
Tipe Land Treatment ini dapat digabi menjadi dua yaitu
- Open Dumping merupakan cara yang sederhana untuk membuang sampah di
tempat pembuangan sampah akhir, tipe ini hanya menyimpan dan
menimbung suatu sampah pada suatu tempat
II-107
PEWADAHANWADAH
KOMUNALTPAPENGUMPULAN
PEWADAHANWADAH
KOMUNAL
PENGUMPULAN
PEMINDAHANTPA
PEWADAHANWADAH
KOMUNALTPAPENGUMPULAN
- Sanitary Landfill jawaban dari masalah Open Dumping karena Sanitary
Landfill tidak hanya memadatkan sampah lalu ditimbun oleh tanah
melainkan di dalam timbunan sampah dibuat prasarana untuk mengalirkan
Leacheate (Lindi) lalu diproses agar tidak mencemari badan air penerima
seperti air tanah dalam maupun luar dan air permukaan. Proses pengelolaan
Leacheate seperti halnya dengan IPAL namun fungsi IPAL di persampahan
hanya untuk mengolah Leacheate saja.
- Control Landfill tidak beda jauh dengan dengan pengelolaan sampah secara
Sanitary Landfill namun perbedaan dari Control Landfill ini tidak
mempunyai instalasi pengelolaan Leacheate. Hal ini dapat meimbulkan
pencemaran badan air pemerima.
Ilustrasi TPA Tipe Sanitary Landfill
Beserta Pengolahan Leacheate
Non Land Treatment TPA tidak menggunakan tanah sebagai pengelolaan
sampah. Jenis TPA ini menggunakan pembakaran untuk membuang
sampah dengan suhu yang tinggi, alat ini dikenal dengan INCENERATOR.
2.5.5.4 Prasarana Jaringan Irigasi
II-108
Sampah Yang Sudah Dipadatkan
Respan Leacheate Perpipaan
IPAL Leacheate
Untuk mendukung kegiatan pertanian, harus terdapatnya jaringan irigasi.
Jaringan irigasi ini berfungsi untuk mengairi sawah yang mana banyak
membutuhkan air sebagai kelangsungannya.
2.5.5.5 Prasarana Jaringan Listrik
Untuk mendukung kegiatan industri dan pelayanan listrik untuk
masyarakat pada Wilayah Kabupaten Sukabumi Bagian Timur, harus
menggunkan jaringan listrik yang sesuai seperti Tiang Listrik, SUTET, Gardu
Listrik dan Lainnya.
2.5.5.6 Prasarana Jaringan Telekomunikasi
Telekomunikasi merupakan prasarana pemberian informasi dan
komunikasi jarak jauh. Kebutuhan pelayanan komunikasi penting dalam aspek
prasarana. Kapasitas yang harus dimiliki prasarana telekomunikasi harus
mencukupi penduduk yang menggunakannya.
Besar kebutuhan telepon pada masa yang akan sangat tergantung pada
permintaan pelanggan, karena telepon tergolong prasarana yang mahal dan
pelanggan yang diperkirakan membutuhkan sarana ini adalah perkantoran,
perdagangan, industri, dan rumah tangga. Untuk rumah tangga diperkirakan tidak
semua rumah tangga akan menggunakan prasarana ini, tetapi hanya rumah tangga
yang tergolong mampu yang akan membutuhkan pelayanan sambungan telepon.
Adapun jumlah pemenuhan kebutuhan telepon di wilayah perencanaan
harus memperhatikan :
Investasi jaringan telepon membutuhkan investasi yang cukup
mahal.
Penyediaan perangkat telepon seperti : kabel, rak pembagi dan
rumah kabel sangat tergantung dari industri perangkat telepon.
Jaringan telepon ini digunakan untuk membantu masyarakat yang ada
pada kesibukannya masing – masing sehingga dapat lebih memudahkannya untuk
berkomunikasi.
II-109
2.5.5.7 Transportasi
Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan,
mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain,
dimana di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk
tujuan-tujuan tertentu. Karena dalam pengertian diatas terdapat kata-kata yang
berarti bahwa transportasi merupakan suatu proses yakni proses pindah, gerak,
mengangkut dan mengalihkan dimana proses ini tidak bisa dilepaskan dari
keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan
sesuai dengan waktu yang diinginkan. Alat pendukung yang dipakai untuk
melakukan proses pindah, gerak, angkut dan alih ini bisa bervariasi tergantung
pada:
Bentuk objek yang akan dipindahkan tersebut
Jarak antara suatu tempat dengan tempat lain
Maksud objek yang akan dipindahkan tersebut.
2.5.5.8 Kajian Perencanaan Transportasi
Kajian perencanaan transportasi yakni menyangkut peramalan dan
penaksiran banyaknya kebutuhan perjalanan orang, barang, dan kendaraan
terutama dalam ruang kota pada masa yang akan datang (tahun rencana). Hasil
penaksiran ini tentunya dilandasi dengan hasil analisis data yang diperoleh dari
survey dan juga merupakan suatu rekomendasi untuk mendapatkan beberapa
rencana alternative serta dalam tahapan Konsep Perencanaan Transportasi.
Kajian perencanaan Transportasi dipengaruhi dengan adanya multi moda,
multidisipin, multisektoral, dan multimasalah.
a. Multimoda, menyangkut sistim transportasi Nasional dengan konsep utama
yaitu konsep sistem transportasi antar moda
b. Multidisiplin, menyangkut kajian mengenai perencanaan transportasi yang
melibatkan banyak disiplin keilmuan beserta aspek kegiatan yang beragam
seperti ciri pergerakan, pengguna jasa sampai dengan sistim prasarana
transportasi.
II-110
c. Multisektoral, mencakup banyaknya lembaga atau pihak yang terkait dengan
kepentingan kajian perencanaan transportasi.
d. Multimasalah, kajian perencanaan transportasi merupakan kajian multimoda,
multidisiplin dna multisektoral sehingga menimbulkan multimasalah dari
berbagai aspek dan mempunyai dimensi yang cukup beragam dan luas.
2.5.5.9 Ciri Pergerakan
a. Ciri pergerakan Aspasial
Ciri pergerakan Aspasial adalah semua cirri pergerakan yang berkaitan
dengan aspek tidak spasial seperti sebab-sebab terjadinya pergerakan, waktu dan
jenis moda tang digunakan.
b. Ciri pergerakan Spasial
ciri yang palig mendasar yaitu menjelaskan terjadinya pergerakan atai
perjalanan selalu dikaitkan dengan pola hubungan antara distribusi spasial tata
guna lahan yang terdapat disuatu wilayah, ciri ini meliputi pola perjalanan orang
dan barang.
2.5.5.10 Sistem Transportasi
Dalam ilmu transportasi, alat pendukung ini diistilahkan dengan Sistem
Transportasi yang didalamnya mencakup:
1. Ruang untuk bergerak (jalan)
2. Tempat awal/akhir pergerakan (terminal)
3. Yang bergerak (alat angkut/kendaraan dalam bentuk apapun)
4. Pengelolaan : yang mengkoordinasikan ketiga unsure sebelumnya.
Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterkaitan antar
penumpang/barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam suatu operasi
yang tercakup dalam suatu tatanan baik secara alami maupun buatan/rekayasa.
Maksud dari sistem transportasi adalah untuk mengkoordinasikan proses
transportasi penumpang dan barang dengan memanfaatkan/menggunakan sistem
II-111
sebagai suatu variabel dimana prasarana merupakan media untuk proses
transportasi, dan sarana merupakan alat yang digunakan dalam proses transportasi.
Tujuan sistem transportasi adalah agar proses transportasi penumpang dan
barang dapat dicapai secara optimum dalam ruang dan waktu tertentu, degan
mempertimbangkan factor keamanan, kenyamanan dan kelancaran serta efisien
atas waktu dan biaya.
Sistem kegiatan seperti rencana tata guna lahan yang baik dapat
mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi
menjadi lebih mudah. Perencanaan tata guna lahan biasanya memerlukan waktu
cukup lama dalam melaksanakan rencana tata guna lahan tersebut. Sistem jaringan
dilakukan untuk meningkatkan pelayanan prasarana yang ada sedangkan sistem
pergerakan dilakukan antara lain dengan mengatur teknik dan manajemen lalu
lintas (jangka pendek), fasilitas umum yang lebih baik (jangka pendek dan
menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang). Diatur dalam sistem
kelembagaan dalam mengatur ketentuan organisasional keuangan dan sistem
lingkungan terhadap aspek sosial ekonomi dan teknologi yang berpengaruh
terhadap lingkungan dalam lngkup Spasial kota regional nasional
internasional.
a. Terminal
Pada hakekatnya terminal merupakan simpul dalam sistem jaringan lalu
lintas dan angkutan jalan yang berfungsi pokok sebagai pelayanan umum antara
lain berupa tempat untuk naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang,
untuk pengendalian lalu lintas dan angkutan kendaraan umum, serta sebagai
tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Disamping itu terminal
juga dapat berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pemeriksaan dan pengawasan
kelaikan jalan serta kelengkapan administrasi kendaraan umum dan pengemudi.
Sesuai dengan fungsi tersebut maka dalam pembangunan teminal perlu
mempertimbangkan antara lain lokasi, tata ruang, kapasitas, kepadatan lalu lintas
dan keterpaduan dengan moda transportasi lain.
Jenis-jenis terminal dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
II-112
a. Terminal penumpang merupakan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan
untuk keperluan menurunkan dan menaikan penumpang, perpindahan intra
dan atau antarmoda transportasi serta mengatur kedatangan dan
keberangkatan kendaraan umum
b. Terminal barang merupakan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan untuk
keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan
atau antarmoda transportasi.
Yang dimaksud dengan pengaturan kendaraan umum dalam ketentuan ini
adalah pengaturan keberangkatan kendaraan dari terminal. Yang dimaksud dengan
Pengawasan dalam ketentuan ini adalah kelengkapan administrasi perizinan dan
persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan.
b. Prasarana pendukung jalan
Definisi / pengertian lampu merah / lampu lalu lintas adalah lampu yang
berfungsi untuk mengatur lalu lintas di pertemuan jalan (pertigaan, perempatan,
perlimaan, dsb) agar kendaraan yang melintas dapat secara tertib dan lancar
melewati persimpangan jalan tersebut.
2.5.5.11 Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan merupakan suatu ukuran kuantitas dan kualitas yang
mengijinkan evaluasi kecukupan dan kualitas pelayanan kendaraan dengan
fasilitas jalan yang ada. Kapasitas merupakan masukan bagi evaluasi selanjutnya
dad analisis rekayasa lalu-lintas:
Menurunnya sistem jalan yang ada mungkin dievaluasi dengan
membandingkan volume (V) dengan kapasitas (C), (V/C).
Usulan perubahan sistem kerangka jalan yang ada seperti perubahan
geometri jalan, simpang berlampu, peraturan perparkiran, merubah
menjadi jalan satu arah, dan merubah larangan di jalan, semuanya
dievaluasi untuk efeknya pada kapasitas.
Perancangan fasilitas baru harus selalu didasarkan pada analisis kapasitas
dengan kebutuhan (demand).
II-113
Pembandingan efektifitas relatif dan berbagai alternatif moda transportasi
dalam rnelayani suatu keburuhan sering didasarkan pada analisis kapasitas.
Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997) memberikan metoda
untuk memperkirakan kapasitas jalan di Indonesia Formula dibawah ini sebagai
contoh untuk menghitung kapasitas jalan antar kota:
C = Co x FCw x FCsp x FCsf
Di mana:
C : Kapasitas (smp/jam)
Co : Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw : Faktor penyesuaian lebarjalan
FCsp : Faktor penyesuaian pembagian arab
FCsf : Faktor penyesuaian gangguan samping
II-114