2. bab ii

171
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian 2.1.1 Pengertian Perencanaan Perencanaan adalah suatu proses yang melibatkan penentuan sasaran atau tujuan organisasi, menyusun strategi yang menyeluruh untuk mencapai sasaran yang ditetapkan, dan mengembangkan hierarki rencana secara menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan. Maksud dari perencanaan adalah untuk memberikan arah, mengurangi dampak perubahan, memperkecil pemborosan, dan untuk menentukan standar yang digunakan dalam pengendalian (Robbins dan Coulter, 1999, 200). Perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang [D. Conyers dan Hills (1984)]. Perencanaan adalah suatu cara berfikir mengenai persoalan-persoalan sosial dan ekonomi, perencanaan berorientasi kepada masa mendatang, sangat berkenaan dengan hubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan, dan mengusahakan antara tujuan dan program yang II-1

Upload: rona-aria-nugrahawan

Post on 16-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. BAB II

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

2.1.1 Pengertian Perencanaan

Perencanaan adalah suatu proses yang melibatkan penentuan sasaran atau

tujuan organisasi, menyusun strategi yang menyeluruh untuk mencapai sasaran

yang ditetapkan, dan mengembangkan hierarki rencana secara menyeluruh untuk

mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan. Maksud dari perencanaan

adalah untuk memberikan arah, mengurangi dampak perubahan, memperkecil

pemborosan, dan untuk menentukan standar yang digunakan dalam pengendalian

(Robbins dan Coulter, 1999, 200).

Perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau

pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan

sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang [D. Conyers dan Hills

(1984)].

Perencanaan adalah suatu cara berfikir mengenai persoalan-persoalan

sosial dan ekonomi, perencanaan berorientasi kepada masa mendatang, sangat

berkenaan dengan hubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan, dan

mengusahakan antara tujuan dan program yang menyeluruh. (Friedman, J,

Regional Development an Planning, 1994 :61).

Berikut adalah pengertian perencanaan yang lain :

1. Perencanaan adalah suatu usaha untuk membuat suatu rencana tindakan,

artinya menentukan apa yang akan dilakukan, siapa yang akan melakukan,

dan dimana hal itu dilakukan.

2. Perencanaan adalah penentuan suatu arah tindakan untuk mencapai suatu

hasil yang dinginkan.

3. Perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan – tujuan yang

diinginkan dan bagaimana tujuan tersebut harus tercapai.

II-1

Page 2: 2. BAB II

4. perencanaan adalah suatu usaha untuk membuat suatu rencana tindakan,

artinya menentukan apa yang dilakukan, siapa yang melakukan, dan di

mana hal itu dilakukan.”

5. Perencanaan adalah hal memilih dan menghubungkan fakta – fakta serta

hal membuat dan menggunakan dugaan – dugaan mengenai masa yang

akan datang dalam hal menggambarkan dan merumuskan kegiatan –

kegiatan yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk mencapai hasil – hasil

yang diinginkan.”

6. perencanaan adalah penentuan suatu arah tindakan untuk mencapai suatu

hasil yang diinginkan.

7. perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan – tujuan yang

diinginkan dan bagaimana tujuan tersebut harus dicapai.”

2.1.2 Pengertian Wilayah

Wilayah adalah Daerah yang memiliki karakteristik yang sama baik secara

alam maupun manusia yang memiliki batas administratif yang jelas sesuai dengan

aturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku.

Dalam Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 tahun 2007 pasal 2,

wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsure

yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

administratif dan atau aspek fungsional.

Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit

geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen

wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga

batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat

dinamis.

Berdasarkan geografis, nodality dan planning, wilayah dapat diartikan

sebagai berikut :

Secara Geografis, wilayah adalah kawasan yang homogen yang

mempunyai kegiatan sama, contoh : pertanian.

II-2

Page 3: 2. BAB II

Secara Nodality, wilayah adalah adanya pusat yang berhubungan atau

berkaitan

Berdasarkan Planning, konsep wilayah dalam planning adalah dinamis

(berubah setiap waktu/ berkembang).

Berikut adalah pengertian – pengertian lain wilayah dari beberapa ahli :

wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya

mempunyai keterkaitan secara fungsional. (Saefulhakim, dkk.2002)

wilayah adalah daerah tertentu yang keberadaannya dikenal berdasarkan

homogenitas umum baik berdasarkan karakter lahan maupun huniannya.

(R.S. Platt)

wilayah adalah daerah tertentu yang pada wilayah yang bersangkutan telah

tumbuh karakteristik yang menyangkut pola penyesuaian gejala

kemanusiaan terhadap lingkungannya. (American Society of Planning

Officials)

wilayah adalah tempat (domain) tertentu yang di dalamnya terdapat banyak

sekali hal yang berbeda-beda, namun secara artifisial tergabung bersama-

sama, saling menyesuaikan untuk membentuk kebersamaan.( P. Vidal de la

Blache)

wilayah adalah bagian tertentu dari permukaan bumi yang mempunyai sifat

khas tertentu sebagai akibat dari adanya hubungan-hubungan khusus antara

kompleks lahan, air, udara, tanaman, binatang dan manusia sendiri. (A. J.

Herbertson)

wilayah adalah daerah geografis yang membentuk suatu kesatuan budaya;

mula-mula seragam secara ekonomis dan kemudian juga dalam pemikiran-

pemikiran, pendidikan, rekreasi dan lain-lain serta dapat dibedakan dengan

daerah-daerah lain. (K. Young)

wilayah dapat didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu di permukaan

bumi yang dapat dibedakan dengan daerah tetangganya atas dasar

kenampakan karakteristik atau properti yang menyatu. (E.G.R. Taylor).

II-3

Page 4: 2. BAB II

2.1.3 Perencanaan Wilayah

Perencanaan Wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang

dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih

baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam

wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber

daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap,

tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).

Perencanaan juga dikatakan sebagai proses merumuskan,

menginformasikan, serta mengimplementasikan atau mewujudkan tujuan

pembangunan dalam skala supra urban.

Gambar 2.1

Kaitan Kota dan Wilayah

\

Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah

A. Tujuan Perencanaan Wilayah

Wilayah perlu direncanakan karena wilayah memiliki masalah-masalah

yang harus dipecahkan untuk mencapai kondisi yang lebih baik.

Masalah wilayah antara lain :

II-4

wilayah

Lebih luas dari pada kota (supra urban)

kota

Supra Urban >< Intra Urban

Kota itu sendiri (Intra urban)

Page 5: 2. BAB II

a) Fisik dan lingkungan

- Masalah kebencanaan

- Keterbatasan daya dukung lahan

- Keterbatasan sumber daya lain

b) Sosial

- Keterbatasan sumber daya manusia

- Keterbatasan lapangan kerja

c) Ekonomi

- Keterbatasan tingkat kesejahteraan atau pendapatan ekonomi

masyarakat

d) Sarana dan prasarana

- Keterbatasan tingkat sarana dan prasarana.

Tujuan Perencanaan Wilayah:

1. Pendayagunaan SDA secara ptimal melalui pengembangan ekonomi atau

sumber daya lokal

2. Mengurangi kesenjangan antar wilayah (Regional Imbalance)

3. Sustainable Development

4. Mempertahankan dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

B. Perbedaan Rencana Sektoral dan Regional

Perbedaan antara perencanaan wilayah dan perencanaan sektoral yaitu :

1. Perencanaan Wilayah

Lebih menitik beratkan pada ruang (spasial)

Perkembangan wilayah lebih di titik beratkan pada sektor ekonomi

Mengenal wilayah dengan potensi, kendala, dan masalah dari wilayah

tersebut

Menggunakan asas desentrlisasi

Bertujuan untuk pembangunan wilayah

Harus ada keterpaduan antar sektoral atau lembaga

2. Perencanaan Sektoral

II-5

Page 6: 2. BAB II

Perencanaan sektoral lebih menitik beratkan pada aspatial bukan

keruangan

Ruang lingkup terdiri atas pertanian, industri, pertambangan, listrik, air,

perdagangan dan jasa , keuangan dan perbankan

Tidak melihat pada wilayah atau karekteristik wilayah diabaikan

Menggunakan asas dekonsentrasi (top down )

Bertujuan untuk pengembangan daerah

Tidak melihat dimensi kepentingan yang sangat penting .

Rencana Pembangunan Wilayah

1. Rencana Sektoral : Perspektif satu sektor

RPJM Pusat-Daerah (misal : Rencana Pembangunan Jangka

menengah Kabupaten Majalengka)

Kebijakan :

- Pendidikan

- Kesehatan

- Perdagangan

- Industri

- Perhubungan

2. Rencana regional/ wilayah : perspektif global

RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)

Gambar 2.2

Ilustrasi Wilayah

Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah

II-6

sektor (tidak melihat ruang)

Rencana Pola Ruang dan

Struktur Ruang

Berbasis Ruang

Page 7: 2. BAB II

Perbedaan Perencanaan Kota dan Wilayah

Tabel II.1Perbedaan Perencanaan Kota dan Wilayah

Perencanaan Kota Perencanaan Wilayah

Approach : Land use

planning

Ilmu Dasar : menata

kehidupan dalam kota

Pengertian Kota : Heterogen

Area Planning : Kota dan

kota sekitarnya

Approach : bagaimana

perkembangan ekonomi dan

geografis

Ilmu dasar : bagaimana

tumbuh dan berkembangnya

ekonomi suatu region

Pengertian wilayah :

- Homogen

- Pusat-pusat (nodality)

Area Planning : lebih dari

kota

Produk Pengembangan Wilayah

Pemanfaatan ruang sesuai kebutuhan :

1. Populasi atau penduduk

2. Kegiatan populasi Pertanian

Permukiman

Industri

Produk pengembangan wilayah

RTRW/ Rencana Tata Ruang

Menampilkan tata ruang sebagai wujud akhir dari Regional

Planning/ Development.

II-7

Page 8: 2. BAB II

Gambar 2.3Proses Perencanaan Wilayah

Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah

Gambar 2.4Kerangka Berpikir Pengembangan Wilayah

- Untuk siapa dan bagaimana dan apa

- Constraint

- Standar

Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah

Makna Tata Ruang

1. Ruang memberikan dimensi lingkungan

II-8

Masalah wilayah :

a) Kesenjangan wilayahb) Perkembangan ekonomi lambatc) Lingkungan

Melalui perencanaan wilayah :

d) Masalah wilayah dikurangie) Potensi wilayah dimanfaatkan

Sehingga

wilayah

tersebut bisa

lebih maju dan

berkembang

: solusi

“penyusunan

Isu dan Masalah Pembangunan

Analisis

Skenario Perkembangan Wilayah

(Perspektif jangka panjang)

Policy/ kebijaksanaan yang akan dilakukan3)

1)

2)

Page 9: 2. BAB II

2. Ruang bersifat terbatas

3. Ruang member pengaruh langsung atau tak langsung terhadap

perkembangannya

2.2 Teori – Teori Pertumbuhan Wilayah

Dalam melaksanakan pengembangan suatu wilayah diperlukan landasan

teori yang mampu menjelaskan hubungan kolerasi antara fakta-fakta yang diamati

sehingga dapat merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat

ramalan terhadap gejala-gejala baru yang diperkirakan akan terjadi. Dengan

semakin majunya studi-studi tersebut dapat digunakan sebagai landasan untuk

menjelaskan pentingnya pembangunan dan pengembangan wilayah.

Beberapa teori di dalam pengembangan wilayah yang lebih dikenal adalah

pemikiran-pemikiran menurut beberapa aliran dan teori, diantaranya teori

neoklasik, teori basis ekspor, teori pentahapan, teori ketergantungan,

humanitarian, periphery, imbalance growth. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada penjelasan berikutnya.

A. Teori Neoklasik

Teori neoklasik memiliki dasar pemikiran bahwa wilayah mengalami

pengembangan secara linier atau terdapat rangkaian-rangkaian.

Gambar 2.5

Teori Neoklasik

Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah

II-9

1

2

3 Tahapan

- Tahapan yang dilalui seluruh

Negara

- Industrialisasi sebgai kunci

pengembangan.

Page 10: 2. BAB II

Teori neoklasik ini menerangkan bahwa keseimbangan akan terjadi secara

sendirinya tanpa campur tangan pemerintah atau dapat dikatakan pula bahwa

pengembangan ekonomi lokal dapat berhasil apabila diterapkan di wilayah

manapun. Pertumbuhan wilayah (Regional Growth) bisa dilihat dari :

Output PDRB (satuan yang digunakan untuk menggambarkan output)

Output /tenaga kerja

Output/penduduk total

PDRB/nilai tambah dipengaruhi oleh : teknologi (peningkatan teknologi

bisa menekan ongkos produksi), modal (dari dan dalam wilayah itu sendiri atau

dari luar ilayah itu sendiri), dan tenaga kerja. Dalam konteks wilayah,

output/PDRB digambarkan dengan batasan:

Gambar 2.6

Pertumbuhan Wilayah

Faktor produksi dalam teori neo klasik terdiri dari tenaga kerja dan modal.

Faktor yang mempengaruhi perpindahan modal adalah : biaya produksi, pajak,

fasilitas, infrastruktur, dan kelengkapan wilayah yang meliputi :

II-10

Output(Pertumbuhan Wilayah)

Teknologi Capital Tenaga Kerja

Dalam (Investasi Penduduk dari Dalam) Luar (Investasi

Penduduk dari

luar)

Tabungan Tingkat untuk

mengembalikan

utang,pajak,

infrastruktur,

pemasaran.

Dalam jumlah

penduduk yang

mau bekerja/usia

produktif di

wilayah tersebut

Luar

Perbedaan upah

Page 11: 2. BAB II

Perpindahan arus modal

Perpindahan arus tenaga kerja

Pendapat Para Ahli

Dalam kaitan dengan negara–negara yang sudah berkembang. Teori

pertumbuhan ekonomi pada pertengahan abad ke-20 pada dasarnya bersumber

pada Karya Tinbergen (1942) dan Harrod (1939) kedua ahli ekonomi ini melihat

bahwa dalam pertumbuhan nasional, modal (investasi) merupakan bagian dari

output nasional. Akan tetapi mereka mempunyai pandangan yang berbeda

terhadap peran teknologi dalam pertumbuhan nasional.

Tinbergen

Menyatakan bahwa teknologi dapat diganti (disubstitusi) oleh buruh (labor)

dan modal (capital),

llarrod

Menyatakan bahwa buruh dan modal bersifat saling melengkapi satu

dengan lainnya (perfectly complementary to each other).

Kaldor (1957, 1961, 1962)

Mengajukan bahwa teori pertumbuhan ekonomi pada negara-negara yang

sudah maju, yang berbeda dari apa yang dikemukakan oleh Tinbergen dan

Herrod. Pada dasarnya model kaldor adalah kombinasi dari teori Keynes tentang

saving, yaitu rete of groth adalah sama dengan produk rete keuntungan (profit

rete) dan kecenderungan untuk menabung profit tersebut (the propensity to save

out of profits), dan teknologi.

W.A. Lewis

Pada tahun 1954 memperkenalkan sebuah teori tentang pembangunan

ekonomi pada kotak jumlah labor yang tidak terbatas. Lewis beragumentasi bahwa

baik teori Keynes ataupun teori Neo-klasik tentang pertumbuhan ekonomi yang

ada pada saat itu tidak dapat diterapkan pada negara-negara dengan surplus buruh

yang tidak terbatas.

Basis model lewis adalah bahwa ekonomi nasional negara-negara yang

terbelakang dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu :

II-11

Page 12: 2. BAB II

1. Tradisional (agricultire) dan

2. Modern (industrial) sektor.

Pertumbuhan dalam sektor-sektor industri dapat menyerap surplus tenaga kerja

dalam sektor pertanian, sampai terjadi suatu keseimbangan baru (eqilibrium)

dengan asumsi bahwa tingkat upah pada sektor industri lebih tinggi dari pertanian

(Lewis, 1958).

Menurut teori-teori ini, mekanisme pasar (eqilibrium mechanism) bekerja

untuk mengoreksi ketidakseimbangan (disequilibirum) masyarakat yang sedang

berkembang adalah faktor penggerak utama bagi pengembangan masyarakat

tersebut (Rimmer dan Forbes, 1982). Dalam hal ini model-model, teknik-teknik

dan ideal-ideal yang telah dikembangkan di masyarakat yang telah maju dapat

digunakan untuk masyarakat yang sedang berkembang.

Dalam teori neoklasik terdapat Istilah keseimbangan jangka panjang

yaitu Campur tangan pemerintah tidak di perlukan, karena seiring dengan

berjalannya waktu pasti akan terjadi keseimbangan antar wilayah.

Teori-teori pertumbuhan wilayah ataupun teori-teori ekonomi wilayah

pada umumnya, merupakan teori-teori pertumbuhan ekonomi nasional yang

disesuaikan (dimodifikasikan) pada skala wilayah (Sub-rational) dengan

anggapan-anggapan dasar bahwa suatu wilayah (regional) adalah “minination”

(North, 1964, Tiebort, 1964, Perloff, et.al., 1960).

Sejalan dengan teori Rostow, Prof. Douglass North (1964) berargumentasi bahwa

suatu wilayah akan tumbuh dan berkembang mengikuti pola yang definitif.

Tahap pertama

adalah self-sufficient-subsistence-economy, di mana tingkat modal sangat

kecil dan distribusi penduduk mengikuti pola resources alam.

Tahap kedua

wilayah mulai mengembangkan perdagangan dan spesialisasi lokal, karena

adanya perbaikan dalam transportasi.

Tahap ketiga

II-12

Page 13: 2. BAB II

terjadi peningkatan dalam perdagangan antar wilayah.

Tahap keempat

meningkatnya penduduk dan diminishing returns pertanian dan industri

ekstraktif lainnya memaksa wilayah tersebut untuk berindustrialisasi.

Tahap kelima

adalah tahap di mana wilayah tersebut berspesialisasi dalam industri tersier

untuk maksud-maksud ekspor.

Dalam hal ini North melihat pertumbuhan wilayah sebagai fungsi

keberhasilan ekspor wilayah tersebut. Pada akhir 50-an teori–teori pengembangan

wilayah juga diperkaya oleh konstribusi beberapa ahli ekonomi yang percaya

bahwa wilayah hanya bisa berkembangan bila didukung oleh pertumbuhan yang

tidak seimbang. Hirschman beragumentasi bahwa dalam dalam strategi

pembangunan investasi harus dipusatkan pada beberapa sektor saja ketimbang

didistribusikan pada banyak sektor. Pertumbuhan akan dijalarkan dari sektor –

sektor utama (leading sector) ke sektor – sektor lainnya.

Pengaruh titik – titik tumbuh ke kawasan belakangnya (hinterland) sangat

bergantung pada “favcurable effects” yang menetes (tricle down) ke hinterland

dan “umfavorable polarization effects” sebagai akibat daya tarik titik–titik

tumbuh tersebut.

Perbedaan antara klasik dan neo klasik

Perbedaan antara teori klasik dan neo klasik adalah sebagai berikut :

1. Klasik dalam hal rasio, modal dan produksi tetap/berbanding lurus

2. Neo klasik dalam hal rasio, modal dan produksi berubah tergantung berapa

besar kita memberi proporsi modal dan tenaga kerja

II-13

Page 14: 2. BAB II

Gambar 2.7

Grafik Perbandingan Klasik Dan Neo Klasik

Sumber : Kuliah Perencanaan Wilayah

Asumsi Teori

Asumsi dasar dalam teori neoklasik yaitu :

a. Mekanisme pasar berkembang atau bekerja untuk mencapai

keseimbangan

b. Ekonomi merupakan satu-satunya faktor penting dalam pengembangan

wilayah

c. Proses pengembangan ekonomi dapat diramalkan

d. Kritik-kritik orientasi perkembangan Negara maju.

Kelemahan

Teori Neoklasik memiliki kelemahan, yaitu bahwa terdapat masalah yang

kadang timbul dalam wilayah adalah :

Wilayah tidak selamanya sama (ada yang maju dan ada yang

terbelakang, perbedaan tingkat upah (ada yang tinggi dan ada yang

rendah).

Pada negara maju, pasti terdapat ketidakmerataan pembangunan pada

daerahnya sebab modal dan tenaga kerja terkonsentrasi pada satu

wilayah tertentu saja.

Terdapat proses yang alami, yaitu ada ketidakmerataan arus modal

dan tenaga kerja, serta pada suatu wilayah akan tercapai kemerataan.

II-14

Page 15: 2. BAB II

Diversensi pada awal perkembangan wilayah yaitu konversensi

wilayah setelah mencapai tingkat equilibrium pada suatu titik (tingkat

upah tidak akan naik dan kebijaksanaan pemerintah). Neo klasik

sebagai mobilitas faktor produksi dan perdagangan antar wilayah.

B. Teori Export Base

Teori export base yaitu teori ekonomi, pertama kali dikembangkan oleh

Douglas C. North pada tahun 1955. Menurut North, pertumbuhan wilayah

jangka panjang bergantung pada kegiatan industri expornya. Suatu wilayah

memiliki sektor ekspor karena sektor itu menghasilkan keuntungan dalam

memproduksi barang dan jasa, mempunyai sumber daya yang unik untuk

memproduksi barang dan jasa, mempunyai lokasi pemasaran yang unik, dan

mempunyai beberapa tipe keuntungan transportasi.

Teori export base mengandung daya tarik intuitif dan kesederhanaan,

seperti halnya dianggap sebagai dasar teori, berdasarkan konsep beberapa sektor

ekonomi eksternal ke dalam wilyah untuk menstimulasikan perubahan secara

cepat perubahan pendapatan wilayah bergantung pada perubahan permintaan

ekspor.

Kekuatan utama dalam pertumbuhan wilayah adalah permintaan eksternal

akan barang dan jasa, yang dihasilkan dan diekspor oleh wilayah tersebut.

Permintaan eksternal ini mempengaruhi pengguanaan modal, tenaga kerja, dan

teknologi untuk menghasilkan komoditas ekspor. Dengan kata lain, permintaan

komoditas ekspor akan membentuk keterkaitan ekonomi, baik kebelakang

(kegiatan produksi) maupun kedepan (sektor pelayanan).

Adapun penekanan teori ini adalah pentingnya keterbukaan wilayah yang

dapat meningkatkan aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk kelanjutan

pembangunan wilayah.

Teori export base mengandung daya tarik intuitif dan kesederhanaan.

Teori ini memandang bahwa pada dasarnya aktifitas ekonomi dalam suatu

wilayah terbagi menjadi aktifitas basik (suatu aktifitas ekonomi yang cenderung

menjadi aktifitas eksport) dan aktifitas lokal (aktifitas sosio-ekonomi yang

II-15

Page 16: 2. BAB II

melayani aktifitas basic dianggap sebagai tumbuh-kembangnya suatu wialyah).

Termasuk pula dalam teori ini, bagaimana peran SDA dalam perencanaan

wilayah.

Dalam Teori ini menjelaskan bahwa :

Tumbuh dan berkembangnya suatu wilayah merupakan fungsi dari

tumbuh dan berkembangnya aktivitas export base/basis ekspor.

Aktivitas ekonomi suatu wilayah dilihat dari :

aktivitas ekonomi dasar (export base) dan

aktivitas ekonomi penunjang (service).

Teori export base adalah:

Teori yang membahas atau membagi wilayah kedalam dua barisan yaitu

sektor basis ( ekspor) dan non basis (pendukung ekspor).

Wilayah akan berkembang bila ekspor atau memiliki sektor basis

multiplier (bangkitan ekonmi yang ditimbulkan aktivitas sektor basis

sebagai pertumbuhan wilayah).

Sedangkan sektor non basis merupakan pendukung dari sektor basis.

Teori export base berasal dari teori lokasi dimana terdapat dua prinsip

penting dalam teori lokasi, yaitu :

1. Minimisasi ongkos (transport).

2. Maksimasi keuntungan.

Suatu wilayah akan berkembang dengan baik, jika wilayah tersebut

mempunyai sektor export base, sebab :

secara ekonomi keuntungannya meningkat.

secara spasial akan membentuk nodal-nodal.

Teori export base terdiri atas sektor basis dan sektor non basis. Dimana sektor

basis merupakan sektor penunjang yaitu :

1. industri penunjang penyediaan bahan baku.

2. industri jasa perdagangan (perbankan, diklat).

3. industri penyedia industri untuk konsumsi lokal (pedagang eceran).

II-16

Page 17: 2. BAB II

Keterkaitan antara sektor non basis dan basis menggunakan metode

multiplier effect yaitu bangkitan atau pengaruh yang ditimbulkan oleh sektor

basis, dan sejauh mana sektor basis mempengaruhi sektor non basis.

Asumsi Teori

Asumsi –asumsi yang melandasi teori pengembangan wilayah ekspor base

yaitu diantaranya:

a. Ekspor adalah satu – satunya faktor pertumbuhan ekonomi.

b. Homogenitas dalam sektor ekspor besarnya untuk semua sektor.

c. Besarnya konstan sepanjang periode tertentu.

d. Tidak ada interegional feed back.

e. Adanya sumber daya yang belum termanfaatkan seluruhnya.

Prinsip Teori

Prinsip export base adalah:

1. Suatu wilayah akan maju atau berkembang, maka wilayah tersebut akan

berorientasi pada eksport/permintaan dari luar (adanya sektor basis)

2. adanya sektor non basis maka akan ada effect multiplier berlipat ganda,

aktivitas yang timbul dari aktivitas basis.

Gambar 2.8Multiplier Effect

II-17

Page 18: 2. BAB II

Jenis multiplier terdiri atas:

1. Multiplier lokal yaitu keuntungan yang diperoleh daerah itu sendiri

2. Multiplier non lokal, yaitu keuntungan yang diperoleh bukan oleh daerah

itu sendiri

Wilayah berkembang karena :

1. Proses multiplier (teori economic base)

2. Proses linkage (kleterkaitan) yaitu teori input output

3. Mobilitas sektor produksi dan perdagangan antar wilayah (teori neo

klasik)

4. Siklus produksi (teori siklus produksi)

5. Timbulnya wiraswasta lokal (teori lokal ekonomi development).

Gambar 2.9Proses Multiplier

Cara untuk mengetahui suatu sektor masuk dalam basik atau non basik,

menggunakan lingkage system (sistem keterkaitan). Diamana lingkage system

yaitu: bersifat antar daerah, bagaimana keterkaitan antar daerah terjadi,

sehingga masing-masing daerah mampu untuk mengambil keunstungan

(ekonomi) dari adanya keterkaitan tersebut.

II-18

Sumber : Diktat Perkuliahan Perencanaan

Wilayah

Page 19: 2. BAB II

Penyebab adanya lingkage system adalah dari sumber daya yang diambil

dari tiap daerah terbatas, sehingga setiap wilayah tersebut harus memilih untuk

spesialisasinya pada barang dan jasa yang mempunyai keunggulan tinggi, bila

dibandingkan dengan daerah lain. Barang/jasa yang menjadi unggulan di daerah

tersebut (basis) disebut leading sector.

Linkage system mempelajari tentang aliran-aliran produksi, baik barang/jasa

yang potensial, sehingga lingkage system akan mampu menjawab permasalahan

tentang bagaimana posisi potensial/aktual suatu daerah terhadap interegional,

sehingga dapat memberikan basis/ dasar untuk memunculkan aliran, baik inter-

regional maupun intra-regional dari barang/jasa untuk memperoleh perekonomian

daerah.

Metoda yang digunakan dalam linkage adalah LQ (Location Quotiens)

merupakan metoda yang statis dalam membandingkan suatu daerah dengan daerah

yang lebih luas (referensi yang mencakup daerah tersebut).

Yang dibandingkan dalam LQ adalah :

1. Tenaga kerja, industri, atau sektor tertentu

2. Output/produk dari industri/sektor tertentu

Asumsi daerah dalam LQ :

1. Wilayah itu sendiri (wilayah yang kecil)

2. Wilayah diluar wilayah tersebut (daerah yang lebih luas)

Keterangan :

Xa = jumlah tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau

sektor tertentu diwilayah yang lebih kecil

Xa’ = jumlah total tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri

atau sektor tertentu di wilayah yang lebih kecil

Xb = jumlah tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau

sektor tertentu di wialyah yang lebih besar

II-19

Page 20: 2. BAB II

Xb’ = jumlah total tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri

atau sektor tertentu di wilayah yang lebih besar

Dimana nilai LQ :

LQ < 1 merupakan sektor non basis, daerah tersebut mempunyai ukuran

spesifikasi lebih kecil (under representatif), bila dibandingkan dengan

daerah referensinya (daerah yang lebih besar pada industri/ sektor x

(sektor penunjang)

LQ > 1 merupakan sektor basis, daerah tersebut mempunyai ukuran

spesifikasi lebih besar (over representatif), bila dibandingkan dengan

daerah referensinya (daerah yang lebih besar pada industri/ sektor x

(sektor penunjang)

LQ = 1 memiliki ukuran sama (bukan basis ataupun non basis).

Kelemahan Teori

Kelemahan dari teori ini adalah :

Kelemahan lain dari teori export base adalah :

1. Tidak menjelaskan keterkaitan antara satu sektor dengan sektor

lainnnya, sebab dalam export base menghitung /melihat

perekonomian secara agregat

2. Tidak bisa menghitung effect yang dikeluarkan dari suatu investasi

3. Di satu wilayah, perkembangannya hanya diandalkan pada sektor

basis

4. Hanya melihat dari segi demand side.

C. Teori Pentahapan

II-20

Hanya mengandalkan pada satu sektor saja.

Page 21: 2. BAB II

Teori Pentahapan merupakan teori yang menekankan bahwa suatu

wilayah/negara akan mengalami pertumbuhan secara linier. Teori pentahapan ini

didasarkan pada pemikiran para ahli berikut :

Walt W. Rostow

Mengatakan bahwa :

Pentingnya Investasi dan Inovasi.

Suatu Negara atau wilayah berkembang berdasarkan tahapan sebagai

berikut:

Gambar 2.10Tahapan Perkembangan Wilayah Rostow

Misalnya:

dari pertanian di kembangkan industri yang memerlukan investasi dan modal

untuk dikembangkan lagi menjadi perdagangan dan jasa. Dimana faktor

investasinya adalah keterampilan sedangkan modal adalah teknologi dan

infrastruktur .

II-21

Masyarakat tradisional (the traditional society)

Prasyarat pra-lepas landas (precondition for take-off)

Lepas landas (take-off)

Tahap menuju kematangan (the drive to maturity)

Masyarakat berkonsumsi tinggi (the age of high mass consumption)

Page 22: 2. BAB II

Teori pembangunan ekonomi ini muncul pada awalnya merupakan artikel

yang dimuat dalam Economic Journal (1956), selanjutnya dikembangkan dalam

buku yang berjudul The Stages of Economics, (1960).

Teori pembangunan Rostow ini termasuk dalam teori linier tahapan

pertumbuhan ekonomi, yang memandang proses pembangunan sebagai suatu

tahap-tahap yang harus dialami oleh seluruh negara. Proses pembangunan sebagai

suatu urutan tahap-tahap yang harus dilalui oleh seluruh negara.

Industrialisasi merupakan salah satu kunci dari perkembangan. Menurut

Walt W. Rostow, pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat

tradisional menjadi suatu masyarakat modern merupakan proses yang

multidimensi. Pembangunan ekonomi bukan saja pada perubahan dalam struktur

ekonomi, tetapi juga dalam hal proses yang menyebabkan:

1)   Perubahan reorientasi organisai ekonomi

2)   Perubahan masyarakat

3)   Perubahan penanaman modal, dari penanam modal tidak produktif ke

penanam modal yang lebih produktif

4)   Perubahan cara masyarakat dalam membentuk kedudukan sesependuduk

dalam sistem kekeluargaan menjadi ditentukan oleh kesanggupan

melakukan pekerjaan

5)   Perubahan pandangan masyarakat yang pada mulanya berkeyakinan bahwa

kehidupan manusia ditentukan oleh alam.

Konsep dasar Teori Tahapan Pertumbuhan Rostow:

1. Ada pentahapan pembangunan yang harus dilalui oleh seluruh negara:

a.   Masyarakat tradisional (the traditional society) /fungsi produksi yang

terbatas, didasarkan pada teknologi dan ilmu pengetahuan yang

sederhana dan sikap masyarakat primitif, serta berpikir irasional

/meliputi masyarakat yang sedang dalam proses peralihan, yaitu suatu

periode yang sudah mempunyai prasyarat-prasyarat untuk lepas landas.

b.    Prasyarat untuk take-off (Pre conditions for take-off /tinggal landas)

II-22

Page 23: 2. BAB II

c.   Take off /dimotori oleh teknologi industri dan pertanian, pembagunan

prasarana serta tumbuhnya kekuatan politik yang sangat peduli akan

modernisasi dan pertumbuhan ekonomi

d.   Tahap menuju kematangan (drive to maturity) /didasari oleh

pertumbuhan industri yang beraneka ragam dan telah terkait dengan

pasar internasional.

e.   Komsumsi Masal (High Mass Consumption) /pendapatan per kapita

yang tinggi dan persoalaan telah beralih dari pertumbuhan industri ke

kesejahteraan sosial yang lebih tinggi (Walfare State). 

2.    Perlu peranan pemerintah pada proses perencanaan.

Rostow membagi sektor-sektor ekonomi dalam tiga sektor pertumbuhan:

a)  Sektor primer /sektor pertanian

b)  Sektor Supplemen /sektor yang tumbuh sebagai pertumbuhan sektor

primer seperti pertambangan dan pengakutan.

c)  Sektor tarikan (derived sector)/industri dan perumahan.

Douglass North

Suatu wilayah / negara mengalami pertumbuhan melalui tahapan / fase yang

sama, yaitu :

Gambar 2.11Tahapan Perkembangan Wilayah North

- Subsistem ekonomi

Yaitu hanya dimanfaatkan untuk konsumsi lokal/ belum

diekspor/diperdagangkan.

- Spesialisasi lokal

Yaitu menghasilkan produksi yang khusus tiap wilayah, karena

berkembangnya transportasi.

II-23

Subsistem Ekonomi Spesialisasi Lokal Perdagangan antar Wilayah

Industrialisasi

Page 24: 2. BAB II

- Perdagangan antar wilayah

Yaitu sudah diperdagangkan/di ekspor.

- Industrialisasi.

Yaitu Spesialisasi pada industri tersier (jasa – jasa).

Gunnar Myrdal

Gunnar Myrdal (1957) melontarkan thesis tentang keterbelakangan yang

terjadi di negara-negara berkembang. Menurut Myrdal adanya hubungan

ekonomi antara negara maju dengan negara belum maju yang telah menimbulkan

ketimpangan internasional dalam pendapatan per kapita dan kemiskinan di negara

yang belum maju. Adapun faktor utama yang menyebabkan ketimpangan ini

adalah adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, adanya pasar yang luas

dan konsentrasi modal keuangan di negara maju.

Kemakmuran kumulatif timbul di negara maju dan kemiskinan kumulatif

dialami rakyat di negara miskin. Dengan perkataan lain, hubungan ekonomi antara

negara maju dengan negara miskin menimbulkan efek balik (backwash effect)

yang cenderung membesar terhadap negara miskin. Myrdal (1957)

mengemukakan pemikirannya mengenai prakondisi struktural yang harus dimiliki

oleh negara sedang berkembang dalam melaksanakan proses pembangunan, antara

lain adalah sebagai berikut :

Sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang berada dalam situasi

kekurangan gizi yang parah dan berada dalam kondisi yang menyedihkan

baik dalam tingkat kesehatan, fasilitas pendidikan, perumahan dan

sanitasi

Sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang berada dalam situasi

kekurangan gizi yang parah dan berada dalam kondisi yang menyedihkan

baik dalam tingkat kesehatan, fasilitas pendidikan, perumahan dan

sanitasi.

Adanya struktur sosial yang sangat timpang sehingga alokasi sumber-

sumber ekonomi yang produktif sangat banyak untuk keperluan

memproduksi barang-barang mewah (conspicuos consumption).

II-24

Page 25: 2. BAB II

Menurut Myrdal, upaya untuk memberantas kemiskinan di negara yang

belum maju harus dilakukan dengan campur tangan pemerintah terutama dalam

mempengaruhi kekuatan pasar bebas. Kemudian tentang teori keunggulan

komparatif yang digunakan oleh ahli ekonomi neoklasik tidak dapat dijadikan

petunjuk untuk proses alokasi sumber-sumber ekonomi. Harus ada perlindungan

atas industri-industri rakyat yang belum berkembang dari persaingan dengan luar

negeri.

D. Teori Ketergantungan

Konsep ini dilatarbelakangi oleh akibat dari konsep Growth pole dianggap

tidak berhasil. Dalam teori ini Suatu wilayah tidak dapat berkembang karena

wilayah lain atau bergantung pada pusat, terjadi ketimpangan / kesenjangan pada

sub pusat atau daerah dibawahnya.

Ketimpangan wilayah terjadi karena dipengaruhi oleh :

Daerah belakang yang tidak mampu untuk mengolah atau mengontrol

sumber daya alam,

Kurang didasarkan pada atau dari masyarakat yang terlibat atau kurang

didasarkan pada sumberdaya yang dimiliki.

Untuk mengurangi ketergantungan wilayah pinggian terhadap wilayah

pusat maka dapat diterapkan teori –teori sebagai berikut yaitu :

1. Agropolitan development agar daerah – daerah dapat mengembangkn

pertanian sehingga lebih mampu untuk mengendlikan sumber daya,

2. Teori Articulated system of settlement yaitu system pemukiman yang

saling berhubungan dan

3. Urban efisien yaitu menyebarkan industri dari industry primate city ke

kota yang lebih kecil.

E. Imbalance Growth

Penjelasan Teori

Teori imbalance growth ini dikembangkan oleh seorang ahli yaitu

Hirschman & Myrdal.

II-25

Page 26: 2. BAB II

Prinsip :

“Wilayah hanya bisa berkembang bila didukung oleh pertumbuhan yang

tidak seimbang”

Pertumbuhan tidak dilakukan pada semua wilayah, artinya investasi

tidak mungkin ditanam secara merata tetapi hanya di pusat wilayah dan

dengan mengembangkan satu sektor saja (sektor-sektor unggulan).

Terdapat dua mekanisme yang dapat mendukung teori ini yaitu

diantaranya:

a. Tricle Down atau Spread Effect

b. Back Wash Effect

Kelemahan

Ada beberapa dampak negatif dari penerapan teori ini yaitu timbulnya

ketimpangan regional. Ketimpangan pendapatan regional akan semakin

meningkat sampai suatu titik dimana ketimpangan mulai menurun kembali.

F. Center Periphery

Teori ini merupakan teori yang muncul untuk mengurangi ketimpangan

regional yang terjadi dengan asumsi bahwa ketimpangan wilayah dapat

diminimalisasikan dengan proses Polarized Development ke wilayah yang belum

berkembang melalui penciptaan Growth Center (pusat pertumbuhan) yang

menghubungkan daerah tersebut dengan wilayah uang lebih luas lagi.

G. Teori Humanitarian

Teori Humanitarian adalah teori yang dipaparkan sebagai upaya

memerangi kemiskinan, karena pengembangan kurang berpengaruh terhadap

keluarga miskin.

Teori ini memiliki konsep yaitu:

Pengembangan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan)

Melalui :

- Penyediaan bahan pangan, keamanan, lapangan kerja, dan perumahan

- Investasi dialokasikan pada proyek padat karya

II-26

Page 27: 2. BAB II

Penciptaan kerangka Nasional dan Internasional

Melalui :

- Pengembangan tata internasional ekonomi baru antara Negara maju

dengan berkembang, misalnya bantuan asing, dan lain-lain.

Pengembangan yang seimbang antara industrialisasi dan mempertahankan

kegiatan ekonomi lokal

Melalui :

Aliran “Populism”

“pengembangan ekonomi melalui urbanisasi dan industrialisasi harus

selaras dengan mempertahankan masyarakat dan ekonomi skala kecil

(misal : pertanian).

2.3 Konsep – Konsep Pengembangan Wilayah

2.3.1 Pengertian dan Konsep Pengembangan Wilayah

1. Pengertian Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah (Regional Development) adalah upaya Untuk

memacu perkembangan sosial ekonomi,mengurangi kesenjangan wilayah dan

menjaga kelestarian lingkungan hidup.

2. Konsep Pengembangan Wilayah

Perwilayahan dilihat dari atas adalah membagi suatu wilayah yang

luas,misalnya wilayah suatu Negara ke dalam beberapa wilayah yang lebih kecil.

Perwilayahan mengelompokkan beberapa wilayah kecil dalam satu kesatuan.

Suatu perwilayahan dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembentukan

wilayah itu sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan,di Indonesia dikenal

wilayah kekuasaan pemerintahan seperti promosi,

Kabupaten/Kota,Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Dusun/Lingkungan.

b. Berdasarkan kesamaan kondisi,yang paling umum adalah kesamaan

kondisi fisik.

II-27

Page 28: 2. BAB II

c. Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi. Perlu ditetapkan terlebih

dahulu beberapa pusat pertumbuhan yang kira-kira sama

besarnya,kemudian ditetapkan batas-batas pengaruh dari setiap pusat

pertumbuhan.

d. Berdasarkan wilayah perencaan/program. Dalam hal ini,ditetapkan batas-

batas wilayah ataupun daerah-daerah yang terkena suatu program atau

proyek dimana wilayah tersebut termasuk kedalam suatu perencanaan

untuk tujuan khusus.

Dalam mengembangkan suatu wilayah,ada 2 faktor yang menyebabkan

wilayah tersebut bisa berkembang,yaitu :

1.       Faktor Internal

Faktor internal terdiri dari potensi wilayah yang berupa Sumber Daya Alam

(SDA),Sumber Daya Manusia(SDM) dan Sumber Daya Buatan (SDB).

2.       Faktor Eksternal

Fakor Eksternal dari glonalisasi ekonomi dan kerjasama ekonomi

antarnegara,faktor eksternal ini membutuhkan ruang dan prasarana wilayah untuk

dapat memanfaatkan lahan yang terbatas agar dapat berkembang dengan baik

A. Konsep Pengembangan Wilayah

Pada dasarnya Konsep Pengembangan wilayah terbagi atas 2 konsep, yaitu

:

Regional Development from Above (RDA)/ (Top Down)

Konsep – konsep pendukung :

Growth Pole

Konsep Functional-Spatial Integration

Central Place Theory

Regional Development from Bellow (RDB)/ (Bottom Up)

Konsep- konsep pendukung :

Selective Spasial Closure

II-28

Page 29: 2. BAB II

Konsep Agropolitan

Keduanya memiliki kesamaan, yaitu :

- Meletakkan konsep Regional Development pada konsep Economic

Base

- Menggunakan tahapan (staging)

Perbedaannya adalah bahwa RDA mengacu pada integrasi fungsional

(pengembangan sektor dominasi), sedangkan RDB adalah mengacu pada konsep

teritorial perwilayahan (pengembangan unit-unit wilayah).

Selain konsep di atas, konsep pengembangan wilayah terbagi ke dalam 2

golongan utama, yaitu :

Konsep Pengembangan Nodal (pusat), melalui Konsep Growth Pole

Konsep Pengembangan berdasarkan daerah yang Homogen, melalui

Konsep Pengembangan Homogen

Selain konsep-konsep di atas terdapat juga Konsep LED (Local Economic

Development).

B. Konsep Development From Above (Top Down)

Adalah konsep yang memiliki prinsip bahwa pembangunan atau

pengembangan wilayah itu berasal dan diputuskan oleh pemerintah pusat. Konsep

ini berorientasi pada kota-kota besar, yang berasal dari teori neo klasik (Capital

Factor) mobilitas faktor. Jenis-jenis teori ini terdiri atas :

1. Intermediate City

2. Sistem Kota-kota

3. Backwash Effect (Penyedotan sumber daya dari desa ke kota)

4. Growth Pole , didasari oleh adanya unbalance growth.

Balance adalah cenderung membagi investasi yang sama pada setiap

daerah. Unbalance growth difokuskan pada daerah-daerah yang memiliki linkage

yang besar karena perkembangannya berbeda-beda maka investasi diarahkan pada

satu titik saja. Primate city (kota yang sangat besar) memiliki masalah yaitu kota

menjadi tidak efisien lagi, sehingga penduduk mencari rumah di pinggiran kota

II-29

Page 30: 2. BAB II

dan akan membutuhkan ongkos transport yang besar untuk menuju tempat kerja

serta waktu yang relatif lama.

Penyelesaian dengan membuat intermediate city (kota kecil dan kota menengah

atau kota baru). Fungsi intermediate city yaitu agar sebaran aktivitas primate city

dapat menyebar ke intermediate city dan konsep/sistem perkotaan terpadu.

Gambar 2.12 Primate city

Aktivitas yang dikembangkan adalah ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya.

Akan tetapi tidak memindahkan aktivitas tersebut. Oleh karen itu dapat melalui

insentif dan disinsentif, kebijakan yang tepat sertaperencanaan yang

komprehensif. Ide dasar intermediet city adalah menciptakan kota terpadu dan

menciptaka kterkaitan antar kota sesuaifungsi nya masing-masing menghasilkan

perkotaan yang mencakup sistem transportasi.

Teori Pendukung :

a. Growth Pole, yaitu pengembangan tidak bisa berlangsung di semua tempat

tapi melalui sektor terkait atau strategis.

Sektor strategis meiliki ciri :

Dinamis dan High Tech

High Elastic demand/market

Keterkaitan industri

Kemampuan inopasi tinggi

b. Growth Centre

Pengembangan kota – kota utama menjalar ke kota – kota sekitarnya

c. Central Place Theory

II-30

Primate City

Kota Jenjang I

Kota Jenjang II

Page 31: 2. BAB II

Teori yang menjelaskan pengambangan berdasarkan pada pembentukan

sistem pelayanan yang terdistribusi. Dengan demikian perlu adanya

pemutusan yakni dengan :

Selektive spatial closure (tutup aktivitas ekonomi yang merugikan).

Unit harus memiliki kemampuan mengontrol sumber daya (alam dan

manusia).

Unit harus dikelola oleh satuan administratif sendiri.

Ekspor menjadi kunci pengembangan unit – unit.

C. Konsep Development From Below (Bottom Up)

Muncul dari pendekatan development from below, sangat memperhatikan

keunikan antar daerah (sumber daya manusia, sumber daya alam,

institusi/kelembagaan, budaya dan ekonomi), masyarakat ikut berpartisipasidalam

proses perencanaan. Prosesnya adalah sebagai berikut:

Masalah akses masyarakat terhadap tanah (harus ada pembahasan

kepemilikan tanah)

Pendekatan basic need, ada interaksi pemeritnah untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat yang ada di daearah pinggiran

Menentukan nilai tambah komoditi pertanian

Pemilihan teknologi, mencari bentuk-bentuk teknologi yang sesuai dengan

keunikan tiap daerah, dan bisa digunakan oleh masyarakat.

Infrastruktur pedesaan (jaringan jalan, listrik, dll)

Sektor unggulan yang akan dikembangkan

Keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses

pembangunan

Development from below terdiri atas konsep agropolitan yang merupakan

respon atas kegagalan dari industrialisasi konsepnya mengembangkan sektor-

sektor pertanian dengan mengembangkan konsep daya lahan dan adanya

partisipasi dari masyarakat. dengan ciri agropolitan yaitu : ekspor bahan baku,

investasi dari luar negeri dan pinjaman dari luar negeri (subtitusi import) serta

investasi sektor pertanian. Pada tahun 1970-an terdapat kebijakan orientasi ekspor,

II-31

Page 32: 2. BAB II

beberapa karakteristik yang dikembangkan adalah impor teknologi, low cost

labour, capital insentif, high production standard. Indikasi dari dualisme adalah:

Urbanisasi di kota-kota

Konsentrasi populasi di beberapa tempat (spasial)

Ketidakmerataan pendapatan, pengangguran tinggi dan kemiskinan

Ketergantungan dari luar negeri

Proses internalisasi potensi lokal wilayah merupakan awal bagaimana

suatu wilayah dapat berkembang. Menurut perspektif teori ini, terdapat berbagai

strategi pendekatan pengembangan wilayah, yaitu pendekatan pengembangan

territorial, fungsional, dan pendekatan agropolitan. Secara umum pendekatan-

pendekatan tersebut memfokuskan pada upaya melepaskan diri dari

ketergantungan terhadap wilayah pusat.

D. Konsep Growth Pole

- Asumsi : tidak semua wilayah mengalami perkembangna yang sama

- Proses : Penjalaran perkembangan dari pusat perkembanga (primery pole)

ke pusat lain (Secondary & Tertiary Pole) berupa “Perkembangan

Sektor Industri (Invesatasi prasarana dan Investasi lain)”

Konsep pertumbuhan kutub (Growth Pole) yang terpusat dan mengambil tempat

(kota) tertentu sebagai pusat perkembangan yang diharapkan menjalarkan

perkembangan ke pusat-pusat yang tingkatannya lebih rendah. Dalam konsep itu

terdapat istilah Spread dan trickling down (penjalaran dan penetasan) serta back

wash dan polarization (penarikan dan pemesatan). Konsep itu berasal dari

pengembangan industri untuk meningkatkan gross national product (GNP)

setelah kemunduran ekonomi akibat perang dunia II dan sudah berkembang di

Eropa dan Amerika Timur semejak tahun 1950. konsep itu dimulai oleh perroux.

Investasi diberikan kepada kota besar, dengan pendirian bahwa jika kegiatan

terkonsentrasi dalam suatu ruang, maka konsentrasi itu menimbulkan external

economics yang mengakibatkan bertambahnya kegiatan baru pada kawasan kota

itu. Proses itu mempertinggi aglomerasi ekonomi. Semakin besar konsentrasi itu

makin banyak penduduk, makin banyak kegiatan yang dilakukan dan makin

II-32

Page 33: 2. BAB II

banyak barang dan jasa yang dibutuhkan bagi kota tersebut. Gejala inilah yang

memberikan semua penjalaran atau penetesan dan penarikan atau pemusatan.

Menurut pengalaman ternyata bahwa tenaga penjalaran/penetasan dari kota besar

ke pedesaan berlaku kuat, sehingga kota beruntung dan pedesaan merugi. Dalam

hal ini perencana dapat membuat pengaturan.

Konsep ini merupakan Salah satu alat utama yang dapat melakukan

penggabungan antara prinsip-prinsip “Kosentrasi “ dengan “Desentralisasi”, Teori

yang menjadi dasar strategi kebijakasanaan pembangunanwilayah melalui idustri

daerah. Pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi disegala tata-ruang. Akan

tetapi terjadi haya terbatas pada beberapa tempat tertentu dengan variabel-variabel

yang berbeda intensintanya. Salah satu cara untuk menggalakan kegiatan

pembangunan suatu daerah tertentu melalui pemanfaatan “aglomeration

economies” sebagai faktor pendorong utama. Secara Fungsional adalah suatu

lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang sifat hubungannya,

memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu mestimulasi kehidupan

ekonomi baik kedalam maupun keluar (daerah belakangnya). Secara Geografis

merupakan suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga

menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) yang menyebabkan berbagai macama

usaha tertarik untuk berlokasi didaerah yang bersangkutan dan masyarakat senang

datang memanfaatkan fasilitas yang ada.

Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang

merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah.

Keterkaitan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan

mempengruhi perkembangan industri lain yang berhubungan dengan industri

unggulan. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan

perekonomian karena akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar

daerah. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif

(unggulan) dengan industri yang relatif pasif atau industri yang tergantung

industri unggulan. Industri Unggulan (Utama) Mempunyai ciri-ciri :

1. Tingkat kosentrasi tinggi

II-33

Page 34: 2. BAB II

2. Pengaruh multiplier (percepatan) dan pengaruh polarisasi lokal sangat

besar

3. Tingkat teknologi maju

4. Keahlian manajerial modern

5. Prasarana sudah sangat berkembang.

Pusat Pertumbuhan Mempunyai 4 (Empat) Ciri :

1) Adanya hubungan inter dari berbagai macam kegiatan

Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada

keterkaitan satu sektr dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang

tumbuh akan mendorong sektor lain karena saling terkait. Kehidupan kota

menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan menciptakan

synergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan.

2) Ada effek penggandaan (multiplier effect)

Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan

menciptakan effek penggandaan. Permintaan akan menciptakan produksi baik

sektor tersebut maupun sektor yang terkait yang akhirnya akan terjadi akumulasi

modal. Unsur efek penggandaan sangat berperan dalam membuat kota mampu

memacu pertumbuhan belakangnya.

3) Adanya konsentrasi geografis

Konsentrasi geografis dari berbagai sektor/ fasilitas selain menciptakan

efisiensi diantara sektor-sektor yang saling membutuhkan juga meningkatkan

daya tarik dari kota tersebut.

4) Bersifat mendorong daerah belakangnya

Dalam hal ini antara kota dan wilayah belakangnya terdapat hubungan

yang harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan

menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakang untuk dapat mengembangkan

dirinya.

II-34

Page 35: 2. BAB II

Ciri utama dari Growth Pole adalah :

Konsep Leading Industries (perusahaan skala besar) tercipta linkage yang

sangat kuat dan efektifitas tinggi.

Polarisasi yaitu terciptanya aglomerasi dan memperkecil suatu sektor yang

memiliki keterkaitan dengan banyak sektor untuk mengefisiensikan prasarana.

Spreed Effect yaitu terjadinya perkembangan ke daerah pinggiran karena

polarisasi tidak efisiensi lagi, misalnya penyebaran penduduk ke pinggiran

kota.

Dalam growth pole pertumbuhan yang terjadi dalam suatu wilayah hanya

terjadi di titik titik tertentu , kutub-kutub pertumbuhan dengan asumsi :

Perkembangan wilayah tidak terjadi pada setiap tempat, hanya terjadi pada

titik-titik tertentu.

Wilayah berkembang karena adanya sistem transportasi

Perkembangan antar titik-titik tersebut tidak sama, tegantung teknologi,

komunikasi dan transportasi.

E. Konsep Functional-Spatial Integration

Konsep pengembangan functional-spatial integration yaitu konsep

pengembangan wilayah yang di dasarkan pada konsep kesinambungan dan

keterpaduan sistem dari growth pole yang memiliki perbedaan ukuran dan

karakteristik (hirarki) fungsional sehingga dapat berperan penting di dalam

fasilitas yang lebih luas dari pengembangan wilayah (rondenelli,1985).

F. Konsep Selective Spatial Closure

Konsepsi pengembangan wilayah selective spatial closure ( Stohr dan

Todtling, Some Anti-Thesis to Current Regional Development Doctrine,1979)

merupakan aplikasi pendekatan yang bersifat teritorial dan fungsional dari

Development From Below yang secara essensial didasarkan pada pemanfaatan

sumber daya wilayah yang terintegrasi pada skala keruangan yang berbeda dan

merupakan aplikasi bentuk pengembangan yang ditujukan umumnya pada

II-35

Page 36: 2. BAB II

wilayah yang terbelakang ( periphery ) akibat implementasi serta pengaruh dari

polarisasi wilayah ( Lo dan Salih, 1981).

Inti dari konsep, yang pada dasarnya harus disesuaikan dengan latar

belakang dan kondisi wilayah tersebut, adalah adanya kontrol aliran faktor

produksi atau kontrol hubungan eksternal yang bersifat merugikan terhadap

pengembangan wilayah. Pengembangan yang berbasiskan teritorial ini, tetap akan

memenuhi eksternal demand dan memanfaatkan sumber daya ekternal (dari luar

wilayahnya), dengan pertimbangan bahwa tingkat pemenuhan dan pemanfaatan

tersebut tidak mengurangi tingkat utilitas dari kebutuhan dasar masyarakat lokal

serta mobilisasi sumber daya wilayah yang tersedia.

Pengendalian tersebut berkaitan dengan adanya fenomena ketergantungan

(dependensi) antara wilayah periphery dengan core, maupun bentuk dependency

yang berakar dari hierarki sistem perekonomian dunia. Ketergantungan ini

terwujudkan dengan adanya beberapa sektor impor maupun ekspor yang secara

langsung mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Konkritnya, semakin

banyak sektor impor maka semakin besar ketergantungan wilayah periphery

terhadap wilayah core ataupun terhadap ruang lingkup linkage skala ekonomi

yang lebih luas. Sedangkan kinerja sektor ekspor yang berlebihan berpengaruh

secara langsung pada ketersediaan sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan lokal,

dan hal ini dapat dikatakan sebagai suatu bentuk dari backwash effect akibat

pengaruh pola dependency ekonomi.

Selective spatial closure berusaha memilah dengan mempertimbangkan

tingkat kemampuan atau kontribusi masing-masing sektor tersebut terhadap

perkembangan wilayah itu (periphery). Dalam artian, meskipun sektor yang

terpilih untuk dikembangkan tersebut memiliki kecenderungan untuk

meningkatkan terjadinya proporsi leakages ( dengan pertimbangan tidak besar

pengaruhnya terhadap mobilitas lokal sumber daya wilayah ), tetapi secara

fungsional memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi

wilayah dan membangkitkan efek mulitiplier lokal karena keterkaitannya yang

tinggi, sektor tersebut dapat dimungkinkan menjadi sektor utama yang menumpu

perkembangan wilayah. Seleksi lainnya dilakukan dengan cara melihat potensi

II-36

Page 37: 2. BAB II

lokal yang mungkin dikembangkan dalam hal ini dengan menilai kemungkinan

pemanfaatan faktor produksi lokal yang dapat mensubstitusi faktor produksi yang

semula menjadi input bagi salah satu sektor di periphery dan input itu berasal dari

luar (core region).

G. Konsep Central Place Theory

Konsep ini dikembangkan oleh Christaller yang mengungkapkan bahwa

dengan adanya investasi industri yang terdapat di wilayah pusat kota. dia

melakukan studi di Jerman mengenai hirarki pusat pelayanan kegiatan jasa pada

tujuh tingkat hirarki pelayanan, mulai dari desa kecil hingga kota metropolitan.

Hasil dari studi ini merupakan suatu kemajuan yang berarti bagi teori lokasi, dan

bagi teori penyediaan pusat pelayanan penduduk dimana teori ini mengungkapkan

suatu titik pada suatu kota yang memiliki peran sebagai pusat dari segala kegiatan

kota. teori ini mengungkapkan beberapa asumsi dasar tentang wilayah yaitu

(Tarigan, 2005 : 79) :

wilayah tersebut datar dan juga memiliki sumber daya alam yang merata

pergerakkan dimungkinkan dapat dilakukan kesegala arah

penduduk tersebar secara merata diseluruh wilayah dan mempunyai daya beli

yang sama

konsumen bertindak rasional (minimasi jarak dan minimasi biaya)

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembentukkan

sistem tata ruang yang jelas ke dalam tingkat hirarki pusat-pusat, merupakan suatu

keharusan mutlak dalam wilayah bersangkutan dapat berkembang dengan cepat.

Ketidakjelasan tata ruang, terutama di wilayah yang relatif terbelakang merupakan

penyebab ketimpangan laju pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini dapat mendorong

pertumbuhan yang tidak mengarah kepada penciptaan sistem ekonomi regional

secara terpadu, terdiri atas kota pasar yang menghubungkan pusat-pusat perdesaan

dan perkotaan.

Harris & Ullman (1945), 3 tipeumumfungsi kota :

II-37

Page 38: 2. BAB II

a. Central places, berfungsiterutamasebagai “service centers” bagi

“hinterland”

b. Transportation cities: “break-of-bulk”

c. Specialized-function cities; di dominasiolehsatuaktivitas “mining,

manufacturing, recreation/ pertambangan, produksi dan rekreasi.

H. Konsep Agropolitan

Pada dasarnya konsep pengembangan wilayah Agropolitan (Friedmann

dan Douglass, 1976) berawal dari tingkat perkembangan yang berbeda dan

keterkaitan yang tidak simetris yang mengarah pada terjadinya leakage sehingga

menyebabkan terjadinya distorsi antara rural dan urban. Pengembangan rural yang

berkelanjutan dengan basis pemenuhan kebutuhan dasar merupakan salah satu

saran dari pendekatan Agropolitan.

Oleh karena itu dibentuk unit- unit rural- urban yang independen di dalam

satu “Agropolitan District”. Hubungan rural- urban dalam district tersebut

didasarkan pada keterkaitan yang saling menguntungkan, serta kesamaan peran

dalam interaksi skala territorial yang terkecil.

Persepsi ini didukung oleh Taylor (1979) yang mengatakan bahwa dalam

konteks ini ukuran kota yang kecil akan mengurangi terjadinya leakage dari

wilayah agraris yang muncul akibat adanya keterkaitan antar wilayah.

Karakteristik- karakteristik dari unit- unit Agropolitan (prasyarat) yang dapat

dijadikan sebagai dasar asumsi pengembangan teori ini adalah :

1. Ukuran wilayah yang relatif kecil

2. Lokasi; terletak di hinterland negara- negara dunia ketiga

3. Kedaan sosial-budaya, politik, dan ekonomi relatif identik secara keruangan.

4. Tingkat kemandirian tinggi yang didasarkan pada partisipasi aktif

masyarakat serta kerjasama di tingkat lokal termasuk di dalamnya pemenuhan

kebutuhan dan pengambilan keputusan oleh masyarakat lokal.

5. Diversifikasi lapangan pekerjaan baik pertanian maupun non-pertanian dengan

penekanan pada pertumbuhan industrialisasi rural area

II-38

Page 39: 2. BAB II

6. Adanya fungsi industri di wilayah urban-rural yang terkait pada sumber daya

dan struktur ekonomi lokal

7. Adanya teknologi yang mengacu pada pemanfaatan sumber daya lokal.

8. Jumlah penduduk berkisar antara 50.000 – 150.000

9. Pembatasan jarak antar unit yang memungkinkan terjadinya kecenderungan

commuting.

Upaya menghindari ketergantungan (berupa impor faktor produksi

ataupun barang-barang kebutuhan dasar – basic needs) antara periphery dengan

core region diwujudkan melalui tindakan atau strategi pengembangan dalam

menutup peluang terjadinya interaksi dengan hal-hal sbb :

Adanya pengendalian ketat terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Hal

ini dilakukan dengan memberikan kesempatan sebesar-besarnya terhadap

sektor yang dapat meningkatkan kualitas lokal secara kontinyu, dan

menjadi basis ekonomi yang permanen, yang dimungkinkan untuk sektor

yang memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbarui (renewable

resources). Bentuk perhatian lebihnya adalah dengan menyediakan

fasilitas training bagi tenaga kerjanya, pemberian subsidi, dan akses

perkreditan. Sementara itu bagi sektor lainnya akan dikembangkan ke arah

yang mendukung sektor utama di atas.

Meminimasi hubungan fisik antara core region dan periphery region.

Dalam hal ini berarti pembangunan jaringan infrastruktur yang

menghubungkan kedua region tersebut tidak diperhatikan dan titik berat

pembangunan infrastruktur jaringan jalan difokuskan di dalam wilayah itu

sendiri.

Adanya kebersediaan pelaku ekonomi, dalam hal ini pemilik modal untuk

selalu menginvestasikan modalnya di wilayah sendiri meskipun rate of

return wilayah lain nilainya lebih besar.

Adanya populasi yang homogen, mengingat fondasi dari agropolitan

development adalah kebudayaan asli masyarakat setempat maka wilayah

tersebut mungkin akan menerapkan kebijakan ketat atas arus migrasi

masuk.

II-39

Page 40: 2. BAB II

Pembangunan infrastruktur lain dan pengembangan sektor lain yang

menunjang pertumbuhan sektor utama. Dengan syarat, keterkaitan antar

sektor- sektor tersebut berada pada satu wilayah agropolitan district.

Pengembangan perencanaan pengembangan wilayah Agropolitan diarahkan

pada strategi yang pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kondisi tertentu dan

keuntungan dari ‘penutupan’ wilayah, yaitu:

1. Menginternalkan efek multiplier dan pengaruh- pengaruh eksternal melalui

penekanan pada keterkaitan lokal dan fungsi yang saling melengkapi antara

pertanian dan industri sehingga akan meningkatkan pendapatan masyarakat

lokal.

2. Kebijaksanaan penyamarataan kepemilikan aset produktif diantaranya, lahan,

modal, dan public goods, serta kebijaksanaan redistribusi pendapatan.

I. Konsep Pengembangan Homogen

Konsep pengembangan homogen disebut juga dengan konsep

pengembangan lembah sungai, dan merupakan konsep pengembangan wilayah

sampai tahun 60-an. Memiliki karakteristik yang sama, misal : DAS (Daerah

aliran Sungai).

Pengembangan berdasarkan faktor perkembangan maupun resourch

berkaitan dengan proses ekologi sebuah sungai, mencakup Sumber Daya

Lahan, Pertanian, Sumber Daya Air, (Pembangkit Listrik), Industri.

Kegiatan multipurpose : butuh biaya yang besar

Contoh : Pengembangan Lembah Sungai Teenesse.

J. Konsep LED (Local Economic Development)

Konsep pengembangan Local Ekonomi Development (LED),

merupakan konsep pengembangan wilayah pembuatan Networking (jaringan)

antara aktor (stake holder) yang ada dipusat (centre) dengan aktor yang ada di

pinggir atau pedesaan (hinterland). Investasi yang dikonsentrasikan pada satu atau

beberapa kota besar secara otomatis tidak akan menimbulkan penjalaran

pengembangan melalui proses tetesan kebawah (Tricle Down). Dibeberapa negara

II-40

Page 41: 2. BAB II

dampak penjalaran (Spread Effect) dari investasi merupakan sebuah kendala yang

besar. Pada waktu yang bersamaan, berbagai pelayanan fasilitas dan aktifitas

produktif diperlukan guna pengembangan wilayah sehingga tidak akan ekonomis

atau efisien dalam penyebaran dan pemerataan kepada masyarakat yang tinggal

dengan kepadatan yang rendah (rondenelli,1985).

Gambar 2.13Ilustrasi Konsep LED

- Timpang

- Utopia

2.1 Kebijakan

2.4 Struktur dan Pola Ruang Wilayah

Ruang adalah wadah pada lapisan atas permukiman bumi termasuk apa

yang ada diatasnya dan yang ada dua bawahnya sepanjang manusia masih dapat

menjangkauunya.

Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem

jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial

ekonomi masyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional.

Pola ruang adalah distribusi peruntukkan ruang dalam suatu wilayah yang

meliputi peruntukkan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukkan ruang untuk

fungsi budidaya.

Langkah awal penataan ruang adalah penyusunan rencana tata ruang.

Rencana tata ruang di wujudkan untuk mewujudkan tata ruang yang

meningkatkan semua kepentingan manusia dapat terpenuhi secara optimal.

II-41

Gabungan

InegrasiLatar Belakang

Dibentuk NetworkingSetiap unit lokal bisa kompetitif

pada global market

Sehingga diperlukan inovasi

Page 42: 2. BAB II

Rencana tata ruang merupakan rencana terpenting dalam proses pembangunan.

Sebagai persyaratan untuk di laksanakan pembangunan baik daerah yang sudah

tinggi intesitas kegiatannya maupun daerah-daerah yang sudah tinggi intesitas

kegiatannya mapun daerah-daerah yang mulai tumbuh dan berkembang.

Sehubungan dengan tingkat kepentingan dan lingkup strategi

permasalahannya, maka rencana tata ruang disusun secara bertahan dan dalam

jenjang cakupan yang berurutan. Secara sistematis jenjang cakupan rencana ini

lilalui dari lingkup yang semakin terinci. Semakin kecil cakupan wilayahnya maka

rencana tersebut semakin rinci dan tertuju pada segi fisik yang lebih kongkrit.

Tata Ruang terdiri dari alokasi pemanfaatan ruang dan struktur ruang.

Setiap rencana tata ruang memiliki cakupan wilayah peencanaan yang berbeda

dengan maksud berbeda juga.

2.4.1 Pola atau Pemanfaatan Ruang

Dalam pemanfaatan ruang wilayah setiap daerah memiliki wewenang

menentukan penggunaan lahan untuk lokasi yang tidak tidak diatur secara jelas

dalam RTRW nasional dan RTRW kabpaten. Untuk alokasi pemanfaat ruang

terdiri dari wilayah yang memiliki fungsi utama, yaitu kawasan lindung dan

budidaya, terdiri dari :

1. Penetapan Kawasn Lindung

Kawasan Lindung adalah kawasan yang berfungsi untuk melindungi

kelestarian lingkungan hidup. Kawasan ini adalah wilayah yang ditetapkan

dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang

mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan (Undang-Undang

nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang). Menurut Kepres Nomor 32

Tahun 1990 pasal 37, menyebutkan bahwa kawasan lindung adalah :

Kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air,

sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau, mata air,

kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan, kawasan

mangrove, taman nasional, taman buday raya, kawasan rawan bencana,

dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

II-42

Page 43: 2. BAB II

Kawasan lindung memiliki fungsi utama sebagai penyimpan cadangan air,

penstabil debit air, pelindung daerah bawahannya dari kerusakan karena

gejala alam (longsor, banjir), penyedia oksigen, penjaga spesies hewan dan

tumbuhan dari kepunahan.

2. Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan dimana manusia dapat melakukan

kegiatan memanfaatkan lahan baik sebagai tempat tinggal atau beraktifitas

untuk memperoleh pendapatan atau kemakmuran. Menurut undang-

undang no. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang bahwa:

Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,

sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

Terdapat 3 kawasan budidaya, yaitu :

- Kawasan budidaya yang diatur adalah kawasan tempat manusia

beraktivitas dengan batasan-batasan tertentu. Batasan itu dapat berupa

jenis kegiatan, volume, ukuran, tempat, dan atau metode pengelolaannya.

Tujuannya adalah untuk menghindari kerugian yang dapat ditimbulkan

terhadap alam, masyarakat, atau pengelola sendiri agar nilai dan kegunaan

alam tidak menurun drastis. Kebijakan yang diterapkan adalah

mengkhususkan suatu sub wilayah hanya boleh untuk kegiatan tertentu

dan melarang suatu kegiatan tertentu pada subwilayah lain.

- Kawasan budidya ayang diarahkan tudak dinyatakan dengan tegas bahkan

sering pengarahannya dilakukan secara sektoral. Tujuan pengarahannya

adalah agar penggunaan lahan menjadi optimal dan mencegah timbulnya

kerugian bagi para pengelolanya. Salah satu kebijakan yang bersifat

mengarahkan adalah mendorong masyarakat berbudidaya sesuai dengan

kemampuan atau daya dukung

- Kawasan budidaya yang dibebaskan adalah kawasan yang tidak diatur atau

diarahkan secara khusus. Kawasan ini biasanya berada di luar kota dan

tidak ada permasalahan dalam penggunaan lahan.

II-43

Page 44: 2. BAB II

2.4.2 Struktur Ruang

Struktur ruang adalah hirarki diantara ruang atau lokasi berbagai kegiatan

ekonomi. Analog antara struktur organisasi dengan struktur ruang dapat

dikemukakan pada gambar berikut :

Gambar 2.14Analog Struktur Organisasi dan Struktur Ruang Menurut Tarigan (2005:41)

Berdasarkan gambar diatas, masing-masing struktur memiliki hierarki,

dalam organisasi tingkat hirarki menggambarkan tingkat kekuasaan sedangkan

dalam struktur ruang hierarki menggambarkan besarnya daya tarik atau luasnya

wilayah pengaruh. Garis penghubung dalam struktur organisssi adalah alur

perintah atau pelapor, sedangkan dalam struktu ruang ini terkait dengan jarak dan

daya tarik yang dipengaruhi oleh potensi masing-masing lokasi dan jarak yang

menghubungkan dua potensi.

Struktur ruang menggambarkan pola pemanfaatan ruang dan kaitan antara

berbagai ruang berdasarkan pemanfaatannya serta hierarki dari pusat permukiman

dan pusat pelayanan. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan spatialnya, maka

dibuatlah Sub Wilayah Pembangunan (SWP). Sub Wilayah Pembangunan ini

II-44

Page 45: 2. BAB II

dapat menciptakan integrasi melalui keterkaitan dan ketergantungan. Adapun

tujuan dari SWP menurut Muta’ali (2003:I-10), adalah :

a. Memperkuat kesatuan atau integrasi (ekonomi) negara atau wilayah secara

utuh

b. Efisiensi pertumbuhan (prinsip growth centers)

c. Menyebarkan pembangunan dan menghindarkan pemusatan kegiatan

(kesenjangan)

d. Menjamin keserasian dan koordinasi antar berbagai kegiatan

pembangunan.

Sedangkan komponen SWP adalah model sistem integrasi, inti (pusat)

wilayah dan wilayah pengaruhnya (hinterland), penentuan batas dan basis

ekonomi SWP. Untuk cara penentuan SWP adalah :

a. Deskripsikan terlebihdahulu sistem keterkaitan, ketergantungan dan

pola pergerakan dalam satu wilayah

b. Menetapkan inti (puasat) wilayah dan wilayah pengaruhnya

c. Penentuan batas

d. Penilaian basis ekonomi.

2.5 Teori Aspek Perencanaan

25.1 Aspek Kebijakan, Kelembagaan dan Pembiayaan

2.5.1.1 Definisi Kebijakan

Secara harifah ilmu kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata policy

science (Dror, 1968: 6-8). Beberapa penulis besar dalam ilmu ini, seperti William

Dunn, Charles Jones, Lee Friedman, dan lain-lain, menggunakan istilah public

policy dan public policy analysis dalam pengertian yang tidak berbeda. Istilah

kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang

biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang

mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan

bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian

public itu sendiri dalam bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat

atau umum.

II-45

Page 46: 2. BAB II

Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah

dalam mengendalikan pemerintahannya. Dalam penyelenggaraan pemerintah

daerah, kebijakan publik dan hukum mempunyai peranan yang penting.

Pembahasan mengenai hukum dapat meliputi dua aspek: Aspek keadilan

menyangkut tentang kebutuhan masyarakat akan rasa adil di tengah sekian banyak

dinamika dan konflik di tengah masyarakat dan Aspek legalitas ini menyangkut

apa yang disebut dengan hukum positif yaitu sebuah aturan yang ditetapkan oleh

sebuah kekuasaan Negara yang sah dan dalam pemberlakuannya dapat dipaksakan

atas nama hukum. Jadi kebijakan merupakan seperangkat keputusan yang diambil

oleh pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara

untuk mencapainya.

Kebijaksanaan atau kebijakan (policy) dapat diartikan pula sebagai , baik

secara teoritik maupun praktikal. Secara teoritikal kebijakan (policy) dapat

diartikan secara luas (board) maupun secara sempit (narrow). Di samping itu,

kebijaksanaan atau kebijakan (“policy”) secara praktikal erat kaitannya dengan

hukum positif, yaitu teori hukum positif yang mempunyai objek berupa gejala-

gejala dari hukum yang berlaku dalam masyarakat (pada waktu tertentu, mengenai

masalah tertentu, dan dalam lingkungan masyarakat (Negara) tertentu yang

memberikan dasar pemikiran tentang jiwa dalam hukum tersebut).

2.5.1.2 Teori Kebijakan

Menurut E.S. Quade (Alm.), mantan kepala Departemen Matematika di

perusahaan Rand, menjelaskan bahwa analisis kebijakan adalah: Suatu bentuk

analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga

dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan.

Analisis kebijakan pada dasarnya merupakan suatu proses kognitif,

sementara pembuatan kebijaka bersifat politis. Banyak faktor selain dari

metodologi yang menentukan cara-cara bagaimana analisis kebijaka digunakan

dalam proses pembuatan kebijakan.

2.5.1.3 Hubungan antara Teori Hukum dengan Kebijakan Publik

II-46

Page 47: 2. BAB II

Hukum dan kebijakan publik yang identik merupakan kebijakan

pemerintah sesungguhnya saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahkan pada

bidang ini juga akan terlihat bahwa hubungan hukum dan kebijakan pemerintah

tidak sekedar terdapatnya kedua hal itu dibicarakan dalam satu topik atau

pembicaraan, keduanya dapat saling mengisi dan melengkapi namun lebih dari itu

antara hukum dan kebijakan publik pada dasarnya saling tergantung satu sama

lainnya, kedua terminologi diartikan sebagai hukum positif yang berlaku pada

sebuah Negara dan ketika penerapan hukum (rechtsoepassing) dihubungkan

dengan implementasi kebijakan pemerintah maka keduanya pada dasarnya saling

tergantung. Keterkaitan secara mendasar adalah nampak pada atau dalam

kenyataan bahwa pada dasarnya penerapan hukum itu sangat memerlukan

kebijakan publik untuk mengaktualisasikan hukum tersebut di masyarakat, sebab

umumnya produk-produk hukum yang ada itu pada umumnya hanya mengatur

hal-hal yang bersifat umum dank arena cakupannya yang luas dan bersifat

nasional maka tidak jarang produk-produk hukum atau undang-undang yang ada

itu tidak mampu meng-cover seluruh dinamika masyarakat yang amat beragam di

daerah tertentu.

Demikian pula dengan implementasi kebijakan publik, sebuah

implementasi kebijakan publik tidaklah dapat berjalan dengan baik bila di dalam

penyelenggaraan implementasi kebijakan publik itu tidak dilandasi dasar-dasar

hukum yang kuat. Kebijakan publik itu sendiri menurut Harold D.

Laswell diartikan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan

praktek-praktek yang terarah. Sedangkan oleh Carl J. Frederick diartikan sebagai

serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam

satu lingkup tertentu menunjukkan hambatan-hambatan dan keputusan-keputusan

terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai

tujuan tertentu. Begitu juga David Fasten secara paksa kepada seluruh masyarakat

yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang seperti pemerintah.

Hubungan hukum dan kebijakan publik yang nota bene merupakan

kebijakan publik dapat dilihat adalah pemahaman bahwa pada dasarnya kebijakan

publik umumnya harus dilegalisasikan dalam bentuk hukum, disini berlaku suatu

II-47

Page 48: 2. BAB II

pendapat bahwa sebuah hukum adalah hasil dari kebijakan publik. Dari

pemahaman yang demikian itu dapat dilihat keterkaitan di antara keduanya

dengan sangat jelas. Bahwa sesungguhnya antaran hukum dan kebijakan publik

itu pada dasarnya tataran praktek yang tak dapat dipisa-pisahhkan. Keduanya

berjalan masing-masing dengan prinsip-prinsip saling mengisi, sebab logikanya

sebuah produk hukum tanpa ada proses kebijakan publik di dalamnya maka

produk hukum itu kehilangan makna substansi. Dengan demikian sebaliknya

sebuah proses kebijakan publik tanpa ada legalisasi dari hukum tertentu akan

sangat lemah dimensi operasionalnya.

2.5.1.4 Hubungan Teori Hukum dengan Hukum Positif

Hubungan antara teori hukum dengan hukum positif dengan demikian

merupakan hubungan yang bersifat dialektis, karena hukum positif ditetapkan

berdasarkan pada teori-teori hukum yang dianut (pada waktu tertentu, mengenai

hal tertentu, dan di masyarakat/Negara tertentu), dan bagaimana dalam

pencapaiannya (implementasinya). Ini berarti bahwa hukum positif ditetapkan,

berdasarkan pada teori-teori hukum yang dianut. Hukum positif dalam

penerapannya (implementasinya) tidak jarang dihadapkan pada suatu gejala yang

memaksa untuk dilakukan peninjauan kembali teori-teori hukum yang dianut, dan

memperbaharuinya, sehingga mempunyai sifat timbal-balik. Dengan demikian

Pemerintah mempunyai peran dalam hal pembinaan, pengaturan dan pengawasan

dalam upaya pelayanan kesehatan khususnya di bidang perumahsakitan serta

memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk menjamin pemerataan dan

peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat.

2.5.1.5 Proses Pembuatan Kebijakan

Sebagaimana lazimnya sebuah ilmu, Analisis Kebijakan memiliki

metodologi yang khas. Metodologi, dalam pengertian ini juga berkaitan dengan

aktivitas intelektual, logic of inquiry, yaitu "kegiatan pemahaman manusia

mengenai pemecahan masalah". Pemecahan masalah adalah elemen kunci dalam

II-48

Page 49: 2. BAB II

metodologi Analisis Kebijakan. Inilah pernyataan Dunn yang menarik ;

".....analisis kebijakan salah satunya adalah untuk merumuskan masalah sebagai

bagian dari pencarian solusi. Dengan menanyakan pertanyaan yang benar,

masalah yang semula tampak tak terpecahkan kadang-kadang dapat dirumuskan

kembali sehingga ditemukan solusi yang tidak terdeteksi sebelumnya. Ketika ini

terjadi, maka ungkapan tak ada masalah, tak ada solusi, dapat diganti dengan

ungkapan sebaliknya; "masalah yang dirumuskan dengan baik adalah masalah

yang setengah terpecahkan".

Metodologi Analisis Kebijakan menggabungkan lima prosedur umum

yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah; yaitu:

Definisi, Definisi (perumusan masalah) menghasilkan informasi mengenai

kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah

Prediksi, Prediksi (peramalan) menghasilkan informasi mengenai

konsekuensi di masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan

(sekarang)

Preskripsi, Preskripsi (Rekomendasi) menghasilkan informasi mengenai

nilai kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu

pemecahan masalah

Deskripsi, Deskripsi (Pemantauan) menghasilkan informasi tentang

konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif

kebijakan dan

Evaluasi, Evalusai menghasilkan informasi mengenai nilai atau kegunaan

dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.

Dengan kelima prosedur Analisis tersebut, diperoleh lima tipe (macam)

informasi kebijakan, yaitu

Masalah Kebijakan, kebutuhan, nilai atau kesempatan yang tidak terealisir

(meskipun teridentifikasi) dapat diatasi melalui tindakan publik

Masa Depan Kebijakan; pilihan (alternatif) kebijakan dan prediksi

kosekuensi yang ditimbulkannya

II-49

Page 50: 2. BAB II

Aksi Kebijakan, serangkaian tindakan kompleks yang dituntut oleh

alternatif-alternatif kebijakan yang dirancang untuk mencapai nilai-nilai

tertentu

Hasil Kebijakan, konsekuensi yang teramati dari suatu aksi kebijakan

Kineja Kebijakan; suatu derajat dimana hasil kebijakan tertentu memberi

kontribusi terhadap pencapaian nilai-nilai.

Kelima Prosedur metodologis Analisis kebijakan tersebut, sejajar (paralel)

dengan tahap-tahap Pembuatan Kebijakan. Dunn membuat kesamaan Prosedur

Analisis kebijakan dengan Tahap Pembuatan Kebijakan sebagaimana matrik di

bawah ini:.

Prosedur Analisis Kebijakan Tahap Pembuatan Kebijakan Definisi (Perumusan Masalah) Penyusunan Agenda Prediksi (Peramalan) Formulasi Kebijakan Preskripsi (Rekomendasi) Adopsi Kebijakan Deskripsi (Pemantauan) Implementasi Kebijakan Penilaian Penilai Kebijakan

Sumber : William Dunn, 1994

Jadi, menurut Dunn, proses pembuatan kebijakan (policy making Process)

pada dasarnya merupakan proses politik yang berlangsung dalam tahap-tahap

tertentu yang saling bergantung, yaitu penyusunan agenda kebijakan, formulasi

kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian

Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang

dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas

politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan

divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur

menurut urutan waktu. Analis kebijakan dapat menghasilkan informasi yang

relevan dengan kebijakan pada satu, beberapa, atau seluruh tahap dari proses

pembuatan kebijakan, tergantung pada tipe masalah yang dihadapi klien yang

dibantunya.

Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan

mengkomonikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau

lebih tahap proses pembuatan kebijakan. Tahap-tahap tersebut mencerminkan

II-50

Page 51: 2. BAB II

aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap

berhubungan dengan tahap berikutnya, dan tahap terakhir (evaluasi kebijakan)

dikaitkan dengan tahap pertama (Penyusunan Agenda).

A. Definisi

Definisi (perumusan masalah) menghasilkan informasi mengenai kondisi-

kondisi yang menimbulkan masalah

B. Prediksi

Prediksi (peramalan) menghasilkan informasi mengenai konsekuensi di

masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan (sekarang)

C. Preskripsi

Preskripsi (Rekomendasi) menghasilkan informasi mengenai nilai

kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan

masalah

D. Deskripsi

Deskripsi menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan

tentang akibat dari dari kebijakan yang diambil sebelumnya. Konsekuensi

dari tindakan kebijakan tidak pernah diketahui secara penuh, dan oleh

karena itu memantau tindakan kebijakan merupakan suatu keharusan

pemantauan merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk

memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari kebijakan

pemantauan mempunyai empat fungsi

Kepatuhan, Pemantauan bermanfaat untuk mementukan apakah

tindakan dari para administrator program sesuai dengan standard dan

prosedur yang dibuat oleh para legislator, instansi pemerintah, dan

lembaga profesional,

Pemeriksaan, pemantauan membantu menentukan apakah sumberdaya

dan pelayanan yang dimaksudkan Untuk kelompok sasaran maupun

konsumen tertentu,

Akuntansi, monitoring menghasilkan informasi yang bermanfaat

untuk melakukan akuntansi atas perubahan sosial dan ekonomi yang

II-51

Page 52: 2. BAB II

terjadi setelah dilaksanakannya sejumlah kebijakan dari waktu ke

waktu

Eksplanasi, pemantauan menghimpun informasi yang dapat

menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan dan program berbeda.

E. Evaluasi

Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan

tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan

yang benar-benar dihasilkan. Istilah evaluasi mempunyai arti yang

berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai

terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah evaluasi dapat

disamakan dengan penaksiran, pemberian angka, dan penilaian. Evaluasi

mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-

metode analisis kebijakan lainnya:

Fokus nilai, Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada

penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan

program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan

manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan

sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi

kebijakan yang terantisipasi dan tidak terantisipasi.

Interdependensi fakta nilai, Tuntutan evaluasi tergantung baik fakta

maupun nilai, untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program

tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi, diperlukan tidak

hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu,

kelompok atau seluruh masyarakat untuk menyatakan demikian, harus

didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual

merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk

memecahkan masalah tertenti.

Orientasi masa kini dan masa lampau, Tuntutan evaluatif, berbeda

dengan tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan

masa lau, ketimbang hasil dimasa depan. Evaluasi bersifat retrosfektif

dan setelah aksi-aksi dilakukan.

II-52

Page 53: 2. BAB II

Dualitas nilai, Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai

kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus

cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai

yang ada dapat dianggap sebagai intrinsik atau ektrinsik. Nilai-nilai

sering ditata didalam suatu hirarki yang merefleksikan kepentingan

relatif dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.

2.5.1.6 Sumber-sumber Pendanaan Pembangunan Daerah

Pertumbuhan kota yang pesat ini mempunyai implikasi, yaitu

meningkatnya tuntutan permintaan atas pengadaan dan perbaikan prasaran dan

pelayanan perkotaan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu

diadakannya pembangunan wilayah dalam suatu kota, akan tetapi tantangan yang

dihadapi oleh suatu kota di masa mendatang adalah bagaimana caranya

mengurangi dan mengatasi keburuhan investasi prasaran dan pelayanan perkotaan

dengan relatif terbatasnya kemampuan keuangan negara untuk memenuhi

kebutuhan tersebut. Pada kenyataannya, di luar sumber-sumber yang bersifay

konvensional tersebut masih banyak jenis sumber-sumber lainnya yang bersifat

non-konvensional (non-tradisional). Secara teoritis, modal bagi pembiayaan

pembangunan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar :

1. Pemerintah/publik

2. Swasta/private

3. Gabungan antara pemerintah dengan swasta

Sumber-sumber pendanaan dapat digolongkan sebagai berikut:

Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah terdiri atas pajak, retribusi, perusahaan milik

Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya.

Dana Perimbangan;

II-53

Page 54: 2. BAB II

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN

yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan Daerah dalam

rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri dari:

1. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan

dan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya

alam, dimana:

Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan

imbangan 10% Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah.

Penerimaaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan

80% untuk Daerah. 10% (sepuluh persen) penerimaan Pajak Bumi

dan Bangunan dan 20% (dua puluh persen) penerimaan Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian dari Pemerintah

Pusat dibagikan kepada seluruh Kabupaten dan Kota.

Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sector

pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan

20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah.

Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan

minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang

bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut:

- Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal

dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai

dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85%

untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk Daerah.

- Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari

wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan

ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70% untuk

Pemerintah Pusat dan 30% untuk Daerah.

2. Dana Alokasi Umum

Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan

pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk membiayai kebutuhan

II-54

Page 55: 2. BAB II

pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Alokasi

Umum untuk Daerah Propinsi dan untuk Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan

masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum.

3. Dana Alokasi Khusus.

DAK adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada

Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus

termasuk yang berasal dari dana reboisasi. Dana reboisasi dibagi dengan

imbangan: 40% dibagikan kepada Daerah penghasil sebagai Dana Alokasi

Khusus dan sebesar 60% untuk Pemerintah Pusat.

Pinjaman Daerah

Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk

membiayai sebagian anggarannya. Apabila akam melakukan piunjaman luar

negeri maka harus melalui pemerintah pusat. Peminjaman yang dilakukan dapat

berupa pinjaman jangka panjang dan jangka pendek dimana :

Pinjaman jangka panjang guna membiayai pembangunan prasarana yang

merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk

pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan

masyarakat.

Pinjaman jangka pendek guna pengaturan arus kasdalam rangka

pengelolaan kas Daerah.

Akan tetapi peminjaman yang dilakukan harus melalui persetujuan DPRD,

dengan memperhatikan kemampuan daerahnya untuk memenuhi kewajiban.

Daerah sendiri dilarang melakukan pinjaman yang menyebabkan terlampauinya

batas jumlah Pinjaman Daerah yang ditetapkan, melakukan perjanjian yang

bersifat penjaminan sehingga mengakibatkan beban atas keuangan Daerah.

Dana yang telah dipinjam menjadi kewajiban daerah, Semua pembayaran

yang menjadi kewajiban Daerah atas Pinjaman Daerah merupakan salah satu

prioritas dalam pengeluaran APBD. Dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban

pembayaran atas Pinjaman Daerah dari Pemerintah Pusat, maka Pemerintah Pusat

dapat memperhitungkan kewajiban tersebut dengan Dana Alokasi Umum kepada

Daerah.

II-55

Page 56: 2. BAB II

Pinjaman, merupakan instrumen keuangan yang bersifat konvensional.

Secara umum pinjaman mempunyai jangka waktu lebih pendek dan relatif lebih

mahal dibandingkan dengan obligasi. Namun demikian, pemerintah atau

perusahaan daerah bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam bentuk pinjaman

komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk pinjaman non komersial, baik yang

bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri (melalui pemerintah pusat).

lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan asli daerah adalah merupakan

dana yang didapat dari sumber lainnya Seperti:

dana hibah,

Dana Darurat, berasal dari APBN, Prosedur dan tata cara

penyaluran Dana Darurat sesuai dengan ketentuan yang berlaku

bagi APBN.

dan penerimaan lainnya.

Pajak

Merupakan instrumen keuangan konvensional yang sering digunakan di

banyak negara. Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai prasarana dan

pelayanan perkotaan yang memberikan manfaat bagi masyarakat umum, yang

biasa disebut juga sebagai "public goods". Penerimaan pajak dapat digunakan

untuk membiayai satu dari 3 pengeluaraan, yaitu: untuk membiayai biaya

investasi total ("pay as you go"), untuk membiayai pembayaran hutang ("pay as

you use") dan menambah dana cadangan yang dapat digunakan untuk investasi di

masa depan.

Retribusi,

Bentuk lainnya dari public revenue financing adalah retribusi. Secara

teoritis retribusi mempunyai 2 fungsi, yaitu

a. sebagai alat untuk mengatur (mengendalikan) pemanfaatan prasarana dan

jasa yang tersedia; dan

b. merupakan pembayaran atas penggunaan prasarana dan jasa.

II-56

Page 57: 2. BAB II

Untuk wilayah perkotaan jenis retribusi yang umum digunakan misalnya

air bersih, saluran limbah, persampahan dan sebagainya. Pengenaan retribusi

sangat erat kaitannya dengan prinsip pemulihan biaya (cost recovery), dengan

demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya operasi, pemeliharaan,

depresiasi dan pembayaran hutang. Adapun tarif retribusi umumnya bersifat

proporsional, dimana tarif yang sama diberlakukan untuk seluruh konsumen,

terlepas dari besarnya konsumsi masing-masing konsumen.

Obligasi, bersifat non konvensional.

Pada dasarnya obligasi juga merupakan bentuk pinjaman yang dilakukan

oleh pemerintah dan perusahaan daerah untuk membiayai investasi prasarana.

Sumber dana obligasi diperoleh melalui mobilisasi dana di pasar modal.

Selama ini dikenal 3 jenis obligasi, yaitu general obligation bonds

(obligasi umum), revenue bonds (obligasi pendapatan) dan double barrel bonds.

Obligasi umum dijamin oleh penerimaan pajak dan penerimaan umum lainnya,

sementara obligasi pendapatan dijamin oleh satu jenis penerimaan bukan pajak

(spesifik).

2.5.1.7 Teori Keuangan Daerah Kabupaten

o Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari:

Pajak Daerah

Pajak daerah yang dipungut oleh Kabupaten/Kota meliputi: pajak

hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak

penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan

pajak parkir.

Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang

penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah

dan pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi daerah

yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab dengan titik

berat pada Daerah Tingkat II.

Bagian laba BUMD

II-57

Page 58: 2. BAB II

Sisa hasil BUMD tahun Lalu akan di tambahkan kepada sumber

pendapatan Daerah untuk dipergunakan ditahun selanjutnya.

PAD lainnya yang sah, yang terdiri dari pendapatan hibah,

pendapatan dana darurat, dan lain-lain pendapatan.

o Pendapatan dari Dana Perimbangan, terdiri dari:

Bagian daerah dari PBB dan BPHTB

Bagian daerah dari Pajak Penghasilan Wajib Pajak

Perseorangan/Pribadi

Bagian daerah dari Sumber daya alam

Bagian daerah dari Dana Alokasi Umum

Bagian daerah dari Dana Alokasi Khusus

o Penerimaan Pembiayaan, terdiri dari:

Pinjaman dari Pemerintah Pusat

Pinjaman dari Pemerintah Daerah Otonom Lainnya

Pinjaman dari BUMN/BUMD

Pinjaman dari Bank/Lembaga non Bank

Pinjaman dari Luar Negeri

Penjualan Aset Daerah

Metode analisis yang digunakan adalah:

a. Kemandirian

Analisis kemandirian adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui

seberapa besar kemampuan suatu daerah dalam memenuhi kebutuhan daerahnya

sendiri yang didapat dari pendapatan asli daerahnya dibandingkan dengan dana

perimbangan yang didapat.

Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah dalam menjalankan

otonomi daerah, salah satunya bisa di ukur melalui kinerja/ kemampuan

keuangan daerah. Berdasarkan Sukanto Reksohadiprojo (2000) dalam bukunya

“Ekonomi Publik” ada beberapa Analisis kinerja keuangan daerah

diantaranya:

- desentralisasi fiskal,

II-58

Page 59: 2. BAB II

- kebutuhan fiskal,

- kapasitas fiskal, dan

- posisi fiskal.

Pengukuran tingkat kemandirian :

Desentralisasi Fiskal

Derajat desentralisasi fiskal Yaitu derajat untuk mengukur persentase

penerimaan daerah antara lain: PAD, BHPBP, serta sumbangan pemerintah pusat

terhadap total penerimaan daerah. Secara matematis,ditulis sebagai berikut:

1.

2.

3.

Dimana :

PAD = Pendapatan asli daerah

BHPBP= Bagi hasil pajak dan bukan pajak

Sum = Sumbangan Pemerintah pusat.

TPD = Total penerimaan daerah

TPD = PAD + BHPBP + SUMSum = DAU + DAK + Pinjaman daerah + Lain-

lain penerimaan yang sah

Semakin tinggi hasilnya, maka desentralisasi fiskal semakin tinggi pula

Artinya Apabila jumlah PAD lebih besar dari bantuan dari pusat maka

ketergantungan pemerintah daerah terhadappemerintah pusat semakin kecil.

Semakin tinggi hasilnya, maka desentralisasi fiskal semakin tinggi pula.

Kebutuhan Fiskal

II-59

= Pendapatan Asli Daerah x 100%

Total Penerimaan Daerah

= Bagi hasil pajak dan bukan pajak x 100%

Total Penerimaan Daerah

= Sumbangan Daerah x 100%

Total Penerimaan Daerah

Page 60: 2. BAB II

Kebutuhan fiskal Yaitu untuk mengukur kebutuhan pendanaan daerah

untuk melaksanakan fungsi pelayanan dasar umum. Semakin tinggi indeks, maka

kebutuhan fiskal suatu daerah semakin besar.

Pengukuran dengan menghitung rata-rata kebutuhan fiskal standar se propinsi,

dengan formula :

Kemudian menghitung Indeks Pelayanan Publik per kapita (IPP) masing

masing pemerintah kota : dengan formula sebagai berikut:

Dimana :

PPP = pengeluaran Aktual perkapita untuk jasa publik ( jumlah penegeluran

pembangunan dan pengeluaran rutin

IPP = Indeks pelayanan publik perkapita

SKF = Standar Kebutuhan Fiskal

Semakin tinggi hasilnya, maka akan berpengaruh pada kebutuhan fiskal

suatu daerah tersebut dan semakin besar.

Kapasitas Fiskal

Untuk mengetahui kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD dan

dana bagi hasil yang diserahkan kepada pemerintah daerah guna membiayai

pendanaan daerah..dengan penilaian, apabila kapasitas fiskal (PAD + dana Bagi

hasil) lebih besar dari pengeluaran (kebutuhan fiskal) maka potensi untuk

mendapatkan PAD didaerah tersebut cukup bagus tanpa ada bantuan dari

pemerintah pusat.

Indikator yang digunakan adalah sebagai berikut :

II-60

SKF = Jumlah Pengeluaran Daerah/Jumlah Penduduk

Jumlah Kecamatan

IPPP = Pengeluaran Aktual Perkapita Untuk Jasa Publik

Standar Kebutuhan Fiskal

Page 61: 2. BAB II

Apabila kapasitas fiskal (PAD + dana bagi hasil) lebih besar dari

pengeluaran ( kebutuhan fiskal) maka potensi untuk mendapatkan PAD didaerah

tersebut cukup bagus tanpa ada bantuan dari pemerintah pusat.

Upaya Fiskal

posisi fiskal Indikator/rasio yang digunakan adalah dengan mencari koefisien

elastisitas PAD terhadap PDRB Rasio ini bertujuan untuk melihat sensitivitas

atau elastisitas PAD terhadap perkembangan Ekonomi suatu daerah atau ditulis

secara matematis adalah sebagai berikut:

Dimana

e = elastisitas

∆ = Perubahan

Semakin elastis PAD, maka struktur PAD di daerah semakin baik.

2.5.1.8 Kesehatan

Analisis kesehatan digunakan atau dapat dipakai untuk melihat kesehatan

dari suatu daerah, maksudnya apabila daerah tersebut antara pendapatan lebih

kecil dari pengeluaran, maka dikatakan tidak sehat. Namun sebaliknya apabila

pendapatan lebih besar dari pengeluaran maka dapat dikatakan sehat.

2.5.1.9 Keamanan

II-61

KFS = ∑PDRB / ∑Penduduk x 100%

∑Kecamatan

KF = PDRB perkapita x 100%

KFS

e = ∆PAD x 100%

PDRB

Page 62: 2. BAB II

Analisis keamanan adalah analisis yang dapat digunakan untuk melihat

aman atau tidaknya suatu daerah. Apabila dari APBD terdapat dana cadangan

maka suatu daerah dapat dikatakan aman, sedangkan apabila daerah tersebut tidak

memiliki dana cadangan maka dapat dikatakan tidak aman.

2.5.1.10 Tinjauan Kebijakan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang memberikan panduan

bagi proses perencanaan,pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Berdasarkan kewenagan admistratif, pemerintah propinsi berwenang atas

penataan ruang daerah provinsi. Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam

penyelenggaraan penataan ruang meliputi ;

a. Pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan

ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan

penataan ruang kawasan strategis provinsi kabupaten/kota.

b. Pelaksanaan penataan ruang provinsi

c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan

d. Kerja sama penataan ruang antar provinsi dan memfasilitasi kerja sama

penataan ruang antar kabupaten/kota

Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang

wilayah provinsi meliputi ;

a. Perencanaan tata ruang wilayah provinsi

b. Pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan

c. Pengendalaian pemanfaatan ruang wilayah provinsi

Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi,pemerintah daerah

provinsi melaksanakan ;

a. Penetapan kawasan strategis provinsi

b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi

c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan

d. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi

II-62

Page 63: 2. BAB II

Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan pengendalian

pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi dapat dilaksanakan oleh pemerintah

kabupaten/kota melalui tugas pembantuan.

Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada :

a. Rencana tata ruang wilayah nasional

b. Pedoman bidang penataan ruang dan

c. Rencana pembangunan jangka panjang daerah

2.5.2 Aspek Fisik dan Tata Guna Lahan

Pada dasarnya wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis

beserta segenap unsur yang terkait didalamnya yang batas dan sistemnya

ditentukan berdasarkan administratif. Pengertian lain mengenai wilayah adalah

Daerah yang memiliki karakteristik yang sama baik secara alam maupun manusia

yang memiliki batas administratif yang jelas sesuai dengan aturan yang telah

ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku. Dimana wilayah pada dasarnya

terdapat dua bentuk antara lain wilayah dengan sistem tertutup yaitu dimana tidak

adanya suatu interaksi, dan wilayah dengan sistem terbuka yaitu dimana adanya

interaksi antar wilayah (UU No. 26 Tahun 2007). Di dalam Perencanaan wilayah

akan mempelajari tentang beberapa materi yang berkaitan antara lain :

Lebih menitik beratkan pada ruang (spasial)

Perkembangan wilayah lebih di titik beratkan pada sektor ekonomi

Mengenal wilayah dengan potensi, kendala, dan masalah dari

wilayah tersebut

Menggunakan asas desentralisasi

Bertujuan untuk pembangunan wilayah

Harus ada keterpaduan antar sektoral atau lembaga

Pada dasarnya di dalam aspek penataan ruang, analisis fisik dan tata guna

lahan perlu dilakukan untuk menghasilkan suatu konsep dan strategi fisik dan

guna lahan yang lebih baik dan sesuai dengan kondisi fisik serta sumber daya

lahan yang ada di wilayah tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka di

II-63

Page 64: 2. BAB II

perlukan beberapa tahapan-tahapan yang harus di lalui dalam penelitian sehingga

akan menghasilkan suatu konsep dan strategi pengembangan di wilayah tersebut.

Dalam Aspek Penataan Ruang analisis fisik dan tataguna lahan tahapan-tahapan

tersebut meliputi:

Melihat kondisi fisik Wilayah

Mengidentifikasi Kesesuaian lahan di Wilayah tersebut

Mengidentifikasi seberapa besar daya dukung lahan di Wilayah

tersebut

Mengidentifikasi Pola dan struktur penggunaan lahan di Wilayah

tersebut

Menganalisis kecenderungan penggunaan lahan

Menganalisis permasalahan fisik dan penggunaan lahan baik secara

spasial (keruangan) maupun secara aspasial (sektoral).

Dibawah ini merupakan karakteristik tentang materi-materi yang

mencakup materi fisik dan tataguna lahan yang akan dilihat dari kondisi eksisting.

2.5.2.1 Topografi Dan Bentang Alam

Konsep dasar dari aspek geomorfologi tentang fisik dan penggunaan lahan

perlu kajian dari segi topografi, kemiringan lereng, hidrologi/pola aliran, kondisi

geologi. Hal tersebut dapat terungkap dalam suatu pembahasan yaitu dalam

geomorfologi. Aspek ini dapat terjadi oleh proses alamiah maupun adanya

perubahan bentuk lahan akibat ulah kegiatan manusia.

2.5.2.2 Kemiringan

Kemiringan lereng suatu daerah mempengaruhi nilai kelayakan

peruntukan lahan, baik bentuk lahan datar, bergelombang atau berbukit-bukit.

Dari segi pengerjaan umumnya lahan datar lebih diminati daripada lahan berbukit.

Selain itu lahan datar juga memudahkan manusia dalam melakukan transportasi.

Adapun kriteria untuk menentukan kawasan tersebut dapat dilihat pada tabel

II-64

Page 65: 2. BAB II

berikut, dimana untuk kesesuaian lereng terhadap penggunaan lahan berorientasi

juga pada kriteria kesesuaian kemiringan lereng terhadap penggunaan lahan.

Tabel II.2Kesesuaian Kemiringan Lereng Terhadap Penggunaan Lahan

No Peruntukan Lahan0–5

(%)

3–5

(%)

5-10

(%)

10-15

(%)

15-30

(%)

30-70

(%)

>70

(%)

1 Rekreasi umum √ √ √ √ √ √ √

2 Bangunan tekstur √ √ √ √ √ √ √

3 Jalan umum √ √ √

4 Perumahan

konvensional√ √ √ √

5 Pusat perdagangan √ √

6 Jalan raya √ √

7 Jalan kereta api √

Sumber : Mabbery, 1972.

Pada tabel diatas terdapat kegiatan-kegiatan peruntukkan lahan yang

disesuaikan dengan kemiringan lereng. Peruntukkan lahan yang mempunyai nilai

persen yang bersifat fleksibel artinya dari 0-70% kegiatan peruntukan lahan

tersebut dapat di bangun dan dikembangkan yaitu pada pembangunan rekreasi

umum dan bangunan tekstur.

Sedangkan Peruntukkan Lahan hanya dapat di bangun pada kemiringan

lereng dari 0-5% yaitu jalan kereta Api. Sehingga apabila di lihat peruntukkan

lahan harus dilihat dari kemiringan lereng dengan segala pertimbangan yang ada

baik spasial maupun secara aspasial (sektoral).

2.5.2.3 Curah Hujan

Derajat curah hujan dinyatakan dalam dalam suatu waktu yang disebut

intensitas curah hujan. Curah hujan dihitung berdasarkan beberapa titik

II-65

Page 66: 2. BAB II

pengamatan curah hujan kemudia dihitung rata-ratanya untuk menentukan

keadaan curah hujan rata-rata pada suatu daerah tertentu. Umumnya curah hujan

di daerah pergunungan lebih besar dari pada dataran rendah hal ini berhubungan

dengan ketinggian (Elevasi) topografi. (Diklat Geologi Tata Lingkungan, 2005).

2.5.2.4 Bahaya Geologi

Bahaya Geologi atau dapat dikatakan sebagai bencana alam merupakan

salah satu gejala bersifat mendadak, yang menimbulkan kerugian bagi manusia

dan hasil usahanya. Beberapa proses geologi yang dapat menimbulkan bencana

antara lain: gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami dan gerakan tanah.

Sehingga mempengaruhi bahkan merubah fisik dan tatagunalahan di wilayah

tersebut

2.5.2.5 Kawasan Lindung Dan Kawasan Budidaya

Dalam melakukan proses analisis perlu adanya suatu landasan hukum

yang berupa aturan-aturan yang memiliki hubungan antara tata ruang, terutama

dengan aspek fisik.:

Kawasan adalah suatu wilayah yang mempunyai fungsi dan atau

aspek/pengamatan fungsional tertentu (fungsi utama lindung dan

budidaya)

Kawasan lindung adalah kawasan yang berfungsi memberikan

perlindungan dibawahnya, yang meliputi kawasan hutan lindung, resapan

air, kawasan lindung setempat (sempadan pantai, kawasan sekitar waduk),

kawasan rawan bencana dan kawasan suaka alam serta kawasan cagar

alam (Keppres No 32 Tahun 1990 Tentang Kriteria Kawasan Lindung dan

Kawasan Budidaya)

Kawasan budidaya adalah kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk

kegiatan pertanian dan non pertanian

II-66

Page 67: 2. BAB II

Berikut ini beberapa pengertian yang berhubungan dengan analisis yang

nantinya dijadikan acuan dalam pengerjaan studi, antara lain:

Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena keadaan dan

sifat wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan dengan

penutup vegetasi tetap guna mempertahankan fungsi kawasan tersebut dan

sekitarnya.

Kawasan suaka alam dan cagar budaya adalah kawasan karena sifatnya

yang khas diperuntukan secara khusus untuk perlindungan alam hayati

(flora dan fauna).

Kawasan perlindungan setempat adalah kawasan yang harus dilindungi

karena keadaan dan sifat serta fisiknya dekat dengan laut, mata air,

bendungan, waduk juga berfungsi sebagai kawasan resapan air.

Kawasan potensial merupakan kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk

pengembangan kegiatan kota dan kawasan lindung yang merupakan

kawasan-kawasan yang dilindungi dari kegiatan kota. (UU No 26 Tahun

2007 Tentang Penataan Ruang).

Kawasan limitasi merupakan suatu kawasan yang tidak bisa dimanfaatkan

untuk adanya suatu kegiatan.

Kawasan kendala atau kawasan cadangan pengembangan wilayah, yaitu

merupakan suatu kawasan yang dipersiapkan untuk menampung

pengembangan kegiatan di wilayah yang semakin padat dan sudah tidak

ada lagi potensi yang kosong di wilayah tersebut.

Dalam penentuan untuk kawasan limitasi dan kawasan kendala terlebih

dahulu dilakukan overlapping peta, antara peta kemiringan, peta ketinggian, peta

lokasi bencana alam dan peta administrasi dan fisik Wilayah Kabupaten

Sukabumi Bagian Timur. Dalam memahami kondisi fisik dan tata ruang secara

eksisting Wilayah Kabupaten Sukabumi Bagian Timur dan untuk mendapatkan

output yang maksimal, maka dilakukannya suatu analisis terhadap kondisi fisik

atau geomorfologi. Dalam melakukan analisis ini menggunakan beberapa metode

antara lain :

II-67

Page 68: 2. BAB II

1. Land Suitability Analysis (Analisis Kesesuaian Lahan)

Analisis ini bertujuan mengidentifikasi lokasi-lokasi yang sangat sesuai

dengan tipe penggunaan lahan tertentu pada suatu kawasan. Analisis ini meliputi

“overlaying map” (tumpang tindih) dan ukuran-ukuran kesesuaian lahan, seperti

kemiringan, perubahan penggunaan lahan baik itu kawasan lindung dan kawasan

budidaya. Hasil yang diperoleh dari analisis ini digunakan untuk menghasilkan

“suistability scores” (scoring kesesuaian lahan) untuk setiap kawasan dalam

wilayah perencanaan. Adapun analisis kesesuaian lahan ini mengacu pada

Keppres No 32 Tahun 1990 mengenai kawasan lindung, Keppres No 57 Tahun

1989 mengenai kawasan budidaya serta menggunakan ketentuan aturan kelas

lereng, aturan jenis tanah, dan aturan kelas intensitas hujan menurut Permen PU

No.20 Tahun 2007 berkaitan dengan penetapan kawasan hutan produksi.

Untuk mengetahui kemiringan di Wilayah Kabupaten Sukabumi Bagian

Timur, maka dipergunakan sistem klasifikasi yang dituangkan dalam bentuk

presentasi sebagai berikut, dapat dilihat pada tabel berikut dan selain itu juga

dilakukan identifikasi kawasan potensial yang dapat dimanfaatkan dalam

pengembangan untuk kegiatan perkotaan dengan melihat kriteria penentuan

kawasan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel II.3Aturan Kelas Lereng

No Kelas Kemiringan (%) Keterangan Skoring

1 I 0 – 8 Datar 20

2 II 8-15 Landai 40

3 III 15-25 Agak curam 60

4 IV 25-40 Curam 80

5 V > 40 Sangat curam 100 Sumber : Permen PU No.20 Tahun 2007 Tentang Satuan Kemampuan Lahan

Pada tabel diatas merupakan aturan kelas lereng mulai dari kelas I-V

terhadap kemiringan sehingga dapat mengambil kesimpulan dengan keterangan

baik datar,landai, agak curam,curam, dan sangat curam dan dapat menentukan

nilai skoring sesuai keadaan eksisiting wilayah.

II-68

Page 69: 2. BAB II

Tabel II.4Aturan Kelas Jenis Tanah

Kelas Tanah Menurut KepekaannyaKepekaan terhadap

erosiSkoring

I Alluvial, Gley Humus, Panosol, Hidromorf Kelabu, Lateria Air Tanah

tidak peka erosi 15

II Latosol agak peka 30

III Brown Forest Soil, Non Calcic Brown, Meditera kurang peka 45

IV Andosol, Laterik, Podsolik, Grumosol Peka 60

V Regosol, Litosol, Organosol, Rendzenna sangat peka 75Sumber : Permen PU No.20 Tahun 2007 Tentang Satuan Kemampuan Lahan

Pada tabel diatas menjelaskan aturan kelas jenis tanah terhadap kepekaan

dan kepekaan terhadap erosi sehingga akan menghasilkan nilai skoring sesuai

dengan kondisi eksisting wilayah. Pada tabel dibawah ini akan menjelaskan aturan

kisaran intensitas hujan sehingga akan menentukan nilai skoring, hal ini akan

lebih jelas pada tabel di bawah ini:

Tabel II.5Aturan Kelas Intensitas Hujan

Kelas Kisaran Intensitas Hujan (mm/hari) Keterangan Skoring

I 0 – 1,36 Sangat rendah 10

II 1,36 – 2,07 Rendah 20

III 2,07 – 2,77 Sedang 30

IV 2,77 – 3,48 Tinggi 40

V > 3,48 Sangat tinggi 50Permen PU No.20 Tahun 2007 Tentang Satuan Kemampuan Lahan

Pada tabel diatas kisaran intensitas hujan menurut aturan kelas sehingga

menghasilkan keterangan sangat rendah, rendah, sedang,tinggi dan sangat tinggi

dan akan menentukan nilai skoring.

2.5.2.6 Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan dengan skor < 125, dengan kriteria

pertimbangan adalah faktor kemiringan lahan, kepekaan tanah, dan curah hujan.

Sementara itu, dari deliniasi kawasan budidaya tersebut, maka diturunkan

kedalam komponen kawasan budidaya yang lebih detil, yaitu hutan produksi,

II-69

Page 70: 2. BAB II

pertanian, pertambangan, pariwisata, dan permukiman perkotaan. Adapun kriteria

penentuan kawasan tersebut dan luas yang memiliki kesesuaian adalah sebagai

berikut :

a. Kawasan Hutan Produksi, yang memiliki kriteria :

- ketinggian > 1000 mdpl

- kemiringan > 40%

- di luar kawasan hutan lindung

- kedalaman efektif tanah > 60 cm

b.Kawasan Pertanian Lahan Basah, yang memiliki kriteria :

- kawasan ketinggian < 1000 mdpl

- kemiringan < 40%

- kedalaman efektif tanah > 30 cm

c. Kawasan Pertanian Lahan Kering, yang memiliki kriteria :

- kawasan ketinggian < 1000 mdpl

- kemiringan < 40%

- kedalaman efektif tanah < 30 cm

d. Kawasan Tanaman Tahunan/Perkebunan, yang memiliki kriteria :

- kawasan ketinggian > 1000 mdpl

- kemiringan 25-40%

- kedalaman efektif tanah > 30 cm

- kedalaman efektif tanah > 30 cm

II-70

Page 71: 2. BAB II

Gambar 2.14Kesesuaian Lahan Pengembangan

Kawasan Budidaya Dan Kawasan Lindung

Sumber : - Kepres RI No.32/1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung- Kepres RI No.57/1989 Tentang Kriteria Kawasan Budidaya

2.5.2.7 Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah kawasan dengan skor > 175, dengan kriteria

pertimbangan adalah faktor kemiringan lahan, kepekaan tanah, dan curah hujan.

Sementara itu, dari deliniasi kawasan lindung tersebut, maka diturunkan kedalam

II-71

KAWASANRAWAN BENCANA

KEMIRINGAN LAHAN1. 0-5 % Skor 202. 5-15% Skor 40 3. 15-25 % Skor 60 4. 25-40 % Skor 80 5. > 40 % Skor 100

KEPEKAAN TANAH1. Tidak Peka skor 152. Kurang Peka skor 303. Agak Peka skor 454. Peka skor 605. Sangat Peka skor 75

CURAH HUJAN1. <1,36 mm/hr skor 152. 1,36-2,07 mm/hr skor 303. 2,07-2,77 mm/hr skor 45

KAWASAN PERLINDUNGAN

SETEMPAT1. sempadan sungai2. sempadan situ/danau3. sempadan mata air4. sempadan pantai

KAWASANHUTAN MANGROVE

CAGAR BUDAYA & CAGAR ALAM

Hutan Lindung

skor > 175)

Kawasan

Lindung

1. skor 125-1752. vegetasi penutup > 75 %3. litogi poros4. curah hujan > 3,48 mm/hr

KawasanResapan Air

KawasanDengan

PengembanganTerbatas

KONDISI FISIK DASAR

1. Geologi2. Topografi3. Kemiringan Lahan4. Jenis Tanah5. Ekologi6. Iklim7. Hidrologi & Geohidrologi8. Daerah Rawan Bencana

KEBIJAKSANAAN KAWASAN LINDUNG

1. Kepres RI No.32/1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

2. Kepres RI No.57 Tentang Kriteria Kawasan Budidaya

Page 72: 2. BAB II

komponen kawasan lindung yang lebih detil, yaitu Kawasan yang memberikan

perlindungan kawasan bawahannya, Kawasan perlindungan setempat, Kawasan

suaka alam, Kawasan pelestarian alam, Kawasan rawan bencana alam, dan

Kawasan lindung lainnya.

Adapun kriteria penentuan kawasan tersebut dan luas yang memiliki

kesesuaian adalah sebagai berikut. Penetapan kawasan lindung di Wilayah

Kabupaten Sukabumi Bagain Timur akan mengacu pada kriteria kawasan lindung

yang ditetapkan dalam Keppres 32 Tahun 1992 tentang kawasan lindung. Dimana

kriteria kawasan lindung berdasarkan Keppres tersebut adalah sebagai berikut :

a) Klasifikasi dan Kriteria Kawasan Berfungsi Lindung

1. Kawasan yang memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya

a. Kawasan Hutan Lindung

i) Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk

mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan

menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin tersedianya

unsur hara tanah dan air permukaan

ii) Kriteria Penetapan

• Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis

tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175 dan atau;

• Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan di atas

40% dan/atau;

• Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian 2.000 meter atau

lebih.

b. Kawasan Bergambut

i) Perlindungan terhadap kawasan bergambut dilakukan untuk

mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai

penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem

yang khas di kawasan yang bersangkutan.

II-72

Page 73: 2. BAB II

ii) Kriteria Penetapan

Kriteria kawasan bergambut adalah tanah bergambut dengan

ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai

dan rawa. Kawasan bergambut yang memenuhi kriteria ini

dinyatakan sebagai kawasan lindung.

c. Kawasan Resapan Air

i) Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk

memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan pada

daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah

dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya

maupun kawasan yang bersangkutan.

ii) Kriteria Penetapan

Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi,

struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk

geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-

besaran.

2. Kawasan Perlindungan Setempat

a. Sempadan Pantai

i) Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk

melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu

kelestarian fungsi pantai.

ii) Kriteria Penetapan

Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang

lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai

minimal 100 meter titik pasang tertinggi ke arah darat.

b. Sempadan Sungai

II-73

Page 74: 2. BAB II

i) Perlindungan terhadap sungai dilakukan untuk melindungi sungai

dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak

kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta

mengamankan aliran sungai.

ii) Kriteria Penetapan

• Sekurang-kurangnya 100 meter kiri-kanan sungai besar dan

50 meter kiri kanan anak sungai di luar kawasan

permukiman.

• Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan

sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan

inspeksi antara 10 - 15 meter.

c. Kawasan Sekitar Danau/Waduk

i) Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk untuk

melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat

mengganggu kelestarian fungsi danau/waduk.

ii) Kriteria Penetapan

Kriteria kawasan sekitar danau/waduk adalah daratan

sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional

dengan bentuk dan kondisi danau/waduk antara 50 - 100

meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

d. Kawasan Sekitar Mata Air

i) Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan

untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat

merusak kualitas dan kondisi fisik kawasan di sekitarnya.

ii) Kriteria Penetapan

Kawasan mata air adalah daratan sekurang-kurangnya dengan

radius (jari-jari) 200 meter di sekitar mata air.

II-74

Page 75: 2. BAB II

3. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

a. Kawasan Suaka Alam dan Keanekaragaman Hayati

i) Perlindungan terhadap kawasan suaka alam dilakukan untuk

melindungi keanekaragaman hayati, tipe ekosistem, gejala

dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu

pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.

ii) Kriteria Penetapan Kawasan suaka alam terdiri atas cagar

alam dan suaka marga satwa yaitu sebagai berikut :

Kriteria Cagar Alam, adalah :

kawasan yang mempunyai keanekaragaman jenis

tumbuhan dan satwa serta tipe ekosistemnya;

mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit

penyusunnya;

mempunyai kondisi alam baik biota maupun fisiknya

masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;

mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang

pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang

cukup luas;

mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-

satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya

memerlukan konservasi

Kriteria Suaka Marga Satwa, adalah:

kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan

perkembangbiakan dari satu jenis satwa yang perlu

dilakukan upaya konservasinya;

memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang

tinggi;

merupakan tempat dan kehidupan bagi satwa migran

tertentu;

II-75

Page 76: 2. BAB II

mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis

satwa yang bersangkutan.

b. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan lainnya termasuk

Keaneka-ragaman Hayati

i) Perlindungan terhadap kawasan suaka alam laut dan

perairannya dilakukan untuk melindungi keanekaragaman

biota, tipe ekosistem, gejala keunikan alam bagi kepentingan

kelestarian plasma nutfah dan pengembangan ilmu

pengetahuan.

ii) Kriteria Penetapan

Kriteria kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya adalah

kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir,

muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri

khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan ekosistem.

c. Kawasan Pantai Berhutan Bakau termasuk Keanekaragaman

Hayati

i) Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau sebagai

pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat

berkembangbiaknya biota laut di samping sebagai pelindung

pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya

di belakangnya.

ii) Kriteria Penetapan

Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130

kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah

tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.

d. Kawasan Pelestarian Alam termasuk Keanekaragaman Hayati

i) Perlindungan terhadap kawasan pelestarian alam yang terdiri

dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam

II-76

Page 77: 2. BAB II

dilakukan untuk pengembangan pendidikan, rekreasi, dan

pariwisata serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan

perlindungan dari pencemaran.

ii) Kriteria Penetapan

Kriteria taman nasional, taman hutan raya dan taman hutan

wisata adalah kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang

memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam, memiliki

arsitektur bentang alam (landscape) yang baik, memiliki akses

yang baik untuk keperluan pariwisata, perlindungan sistem

penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman hayati dan

ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari.

e. Taman Buru termasuk Keanekaragaman Hayati

i) Untuk melindungi kawasan dan ekosistemnya serta

kelangsungan perburuan satwa.

ii) Kriteria Penetapan

areal yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup dan

tidak membahayakan secara teknis.

merupakan habitat satwa buru yang dikembangbiakkan

sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan

mengutamakan segi rekreasi, olah raga, dan kelestarian

satwa.

f. Cagar Biosfer termasuk Keanekaragaman Hayati

i) Perlindungan terhadap cagar biosfer dilakukan untuk

melindungi ekosistem inti, ekosistem inti, dan/atau ekosistem

yang telah mengalami degradasi dari gangguan kerusakan

seluruh unsur-unsur alamnya untuk kepentingan penelitian dan

pendidikan.

ii) Kriteria Penetapan

II-77

Page 78: 2. BAB II

Kawasan yang mempunyai ekosistem yang masih alami

dan kawasan yang sudah mengalami degradasi, modifikasi,

dan/atau binaan.

mempunyai komunitas alam yang unik langka dan indah.

merupakan landscape (bentang alam) yang cukup luas yang

mencerminkan interaksi antara komunitas lain dengan

manusia beserta kegiatannya secara harmonis.

tempat bagi penyelenggaraan pemantauan perubahan-

perubahan ekologi melalui kegiatan penelitian dan

pendidikan.

g. Daerah Pengungsian Satwa

i) Perlindungan terhadap daerah pengungsian satwa dilakukan

untuk melindungi daerah dan ekosistemnya bagi kehidupan

satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut.

ii) Kriteria Penetapan

areal yang ditunjuk merupakan habitat satwa yang sejak

semula menghuni daerah tersebut.

mempunyai luas tertentu yang memungkinkan

berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta

berkembang biaknya satwa tersebut.

h. Daerah Perlindungan Plasma Nutfah

i) Perlindungan terhadap daerah perlindungan plasma nutfah

dilakukan untuk melindungi daerah dan ekosistemnya beserta

keadaan flora dan faunanya untuk pelestarian keberadaannya.

ii) Kriteria Penetapan

areal yang memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang

belum terdapat di dalam kawasan konservasi yang telah

ditetapkan.

II-78

Page 79: 2. BAB II

merupakan areal tempat pemindahan satwa sebagai tempat

kehidupan baru bagi satwa tersebut.

mempunyai luas tertentu yang memungkinkan

kelangsungan proses pertumbuhan jenis plasma nutfah

tersebut.

i. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan

i) Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan ilmu

pengetahuan dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya

bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan

arkeologi dan monumen nasional, serta keanekaragaman

bentukan geologi yang berguna untuk pengembangan ilmu

pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh

kegiatan alam maupun manusia.

ii) Kriteria Penetapan

Kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah

tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi,

situs purbakala, dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu

yang mempunyai manfaat tinggi untuk ilmu pengetahuan.

4. Kawasan Rawan Bencana Alam

a. Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan

untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang

disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan

manusia

b. Kriteria Penetapan Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah

kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami

bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah

longsor serta gelombang pasang dan banjir.

II-79

Page 80: 2. BAB II

2. Analisis Daya Dukung

Kajian aspek fisik dalam menghasilkan suatu analisis lahan yaitu meliputi

identifikasi kawasan potensial dan kawasan limitasi yang dapat dimanfaatkan

untuk kegiatan pengembangan kegiatan permukiman dan perkotaan. Identifikasi

kebutuhan data yang dibutuhkan adalah data kriteria kesesuaian lahan tentang

kawasan lindung dan budidaya (Keppres No. 32/90 dan Keppres No. 57/89) serta

data-data fisik yang tersedia.

Tabel II.6Kriteria Kesesuaian Lahan Kawasan Budidaya

Jenis KawasanKriteria

1. Hutan Produksi :- ketinggian > 1000 meter- kelerengan > 40%- diluar kawasan hutan lindung- kedalaman efektif lapisan tanah > 60 cm

2. Budidaya Pertanian :

2.1. Lahan Basah- ketinggian < 1000 meter- kelerengan < 40%- kedalaman efektif lapisan tanah > 30 cm

2.2 Sawah Irigasi- kemiringan < 15%- curah hujan < 2000 mm/tahun- tekstur tanah sedang halus- kedalaman efektif tanah > 60 cm- kesuburan tanah baik- ketinggian < 1000 meter dpl- mendapat pengairan teknis

2.3 Lahan KeringTidak memiliki sistem dan atau potensi pengembangan pengairan dengan faktor :

- ketinggian < 1000 meter- kelerengan < 40%- kedalaman efektif tanah > 30cm,

2.4 PeternakanSesuai untuk peternakan hewan besar dengan faktor-faktor :

- ketinggian > 1000 meter- kelerengan > 15%- jenis tanah/iklim sesuai untuk padang rumput

2.5 Perikanan Sesuai untuk perikanan dengan faktor-faktor :kelerengan <8% dan tersedia cukup air

3. Budidaya Non-Pertanian :

3.1 Permukiman Perkotaan - Kemiringan lahan < 15%- Ketersediaan air terjamin- Aksesibilitas yang baik- Tidak berada pada daerah rawan bencana- Berada dekat dengan pusat kegiatan/terkait dengan kawasan hunian yang

sudah ada

3.2 Kawasan Perdagangan dan Jasa

- Kemiringan lereng < 15%- Ketersediaan air terjamin- Aksesibilitas baik- Terletak di pusat kota/kegiatan

II-80

Page 81: 2. BAB II

Jenis KawasanKriteria

3.3 Kawasan Industri- Ketinggian < 1000 m dpl- Kemiringan lereng < 8 %- Ketersediaan air baku yang cukup- Adanya sistem pembuangan limbah- Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah

3.4 Pertambangan - Kriteria ditetapkan departemen pertambangan, yang khususnya mempunyai potensi bahan tambang

3.5 Pariwisata- Memiliki keindahan dan panorama alam- Memiliki kebudayaan yang bernilai tinggi- Memiliki bangunan sejarah

Sumber : - Permen PU No. 20 Tahun 2007Tentang Kriteria Kawasan Budidaya. - Keppres No. 57 Tahun 1989 tentang Kriteria Kawasan Budidaya- SK Mentan No. 683/Kpts/Um/8/1981 dan No. 837/Kpts/Um/11/1980 berkaitan dengan penetapan

kriteria kawasan hutan produksi

Pada tabel diatas menjelaskan tentang kriteria kesesuaian lahan

berdasarakan jenis kawasan yang ada sehungga akan dapat menentukan kriteria

kesesuaian lahan. Pada tabel dibawah ini menjelaskan tentang kriteria lahan yang

dikhususkan di kawasan lindung.

Tabel II. 7Kriteria Kesesuaian Lahan Kawasan Lindung

Jenis KawasanKriteria

1. Kawasan memberikan perlindung-an kawasan bawahnya

1.1 Hutan Lindung- telah ditetapkan sebagai kawsan lindung atau- memiliki faktor kelerengan tanah, jenis tanah, curah hujan > nilai

175 - kelerengan lahan > 40%- ketinggian > 2000 m dpl

1.2 Bergambut - tanah bergambut dengan ketebalan > 3 meter di hulu sungai dan rawa

1.3 Resapan Air- kemiringan > 40% dan- curah hujan > 2500 mm/tahun dan- jenis tanah : andosol, regosol, litosol, organosol

2. Kawasan Perlindungan Setempat

2.1 Sempadan Pantai - daratan sepanjang tepian pantai (minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat)

2.2 Sempadan Sungai- Sekurang-kurangnya 5 m disebelah luar sepanjang kaki tanggul di

luar kawasan perkotaan dan 3 m disebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar kawasan perkotaan

- Sekurang-kurangnya 100 m dikanan kiri sungai besar dan 50 meter dikanan kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan

- Sekurang-kurangnya 10 m dari tepi sungai untuk mempunyai kedalaman tidak lebih besar dari 3 m

II-81

Page 82: 2. BAB II

Jenis KawasanKriteria

- Sekurang-kurangnya 15m dari tepi sungai untuk mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m sampai dengan 20 m

- Sekurang-kurangnya 20 m dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 m

- Sekurang-kurangnya 100 m dari tepi sungai untuk sungai yang terpengaruh oleh pasang surut air laut, dan berfungsi sebagai jalur hijau

2.3 Sekitar Danau/Waduk- Daratan sepanjang tepian waduk dan situ yang lebarnya

proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk dan situ sekurang-kurangnya 50 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat

2.4 Sekitar Mata Air- Kawasan dengan radius sekurang-kurangnya 200 m di sekitar

mata air

3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

3.1 Suaka Alam / Cagar Alam - Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis

tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya- Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusun- Mempunyai kondisi alam baik biota maupun fisiknya masih asli

dan tidak atau belum diganggu manusia- Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang

pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas

- Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di satu daerah serta keberadaannya memerlukan upaya konservasi

- telah ditetapkan sebagai kawasan suaka alam dan cagar budaya- Kawasan sarat dan atau perairan yang ditunjuk mempunyai luas

tertentu yang menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga cukup luas serta mempunyai kekhasan jenis tumbuhan, satwa atau ekosistemnya

3.2 Suaka Margasatwa- Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan

perkembang biakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi

- Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi- Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran

tertentu- Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang

bersangkutan

3.3 Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya

- Kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan/atau yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem

3.4 Pantai Berhutan Bakau - Kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai

rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah barat

3.5 Taman Nasional- Kawasan darat dan atau perairan yang ditunjuk relatif luas,

tumbuhan dan atau satwanya memiliki sifat spesifik dan endamik serta berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya hayati dan ekosistemnya

- Dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri atas zona inti, zona pemanfaatan dan zona lain sesuai dengan keperluan

3.6 Taman Hutan Raya- Kawasan yang ditunjuk mempunyai luasan tertentu, yang dapat

merupakan hutan dan atau bukan kawasan hutan- Memiliki arsitektur bentang alam dan akses yang baik untuk

II-82

Page 83: 2. BAB II

Jenis KawasanKriteria

kepentingan pariwisata

3.7 Taman Wisata Alam- Kawasan darat dan atau perairan yang ditunjuk mempunyai luas

yang cukup dan lapangnya tidak membahayakan serta memiliki keadaan yang menarik dan indah, baik secara alamiah maupun buatan

- Memenuhi kebutuhan rekreasi dan atau olah raga serta mudah dijangkau

- Kawasan terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan untuk kelestarian satwa dan memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi olah raga.

3.8. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan

- Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan sekurang-kurangnya 50 tahun serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

- Lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya

4. Rawan Bencana

4.1 Rawan bencana gunung berapi

- Kawasan dengan jarak atau radius tertentu dari pusat letusan yang terpengaruh lansung dan tidak langsung, dengan tingkat kerawanan yang berbeda

- Kawasan berupa lembah yang akan menjadi daerah aliran lahar dan lava

4.2 Rawan gempa bumi - Daerah yang mempunyai sejarah kegempaan yang merusak- Daerah yang dilalui oleh patahan aktif- Daerah yang mempunyai catatan kegempaan dengan kekuatan

(magnitudo) lebih besar dari 5 pada skala richter- Daerah dengan batuan dasar berupa endapan lepas seperti

endapan sungai, endapan pantai dan batuan lapuk- Kawasan lembah bertebing curam yang disusun batuan mudah

longsor

4.3 Rawan gerakan tanah- Daerah dengan kerentanan tinggi untuk terkena gerakan tanah,

terutama jika kegiatan manusia menimbulkan gangguan pada lereng di kawasan ini

4.4 Rawan gelombang pasang dan banjir

- Daerah dengan kerentanan tinggi terkena bencana gelombang pasang dan banjir

Sumber :- Permen PU No.20 Tahun 2010- Keppres No. 57 Tahun 1989 tentang Kriteria Kawasan Budidaya- Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung- SK Mentan No. 683/Kpts/Um/8/1981 dan No. 837/Kpts/Um/11/1980 berkaitan dengan penetapan

kriteria kawasan hutan produksi

2.5.2.8 Pengertian Lahan

Lahan adalah lapisan paling atas dari kulit bumi tempat terjadinya

kehidupan, aktivitas dan penggunaan oleh manusia. Pengaturan penggunaan lahan

II-83

Page 84: 2. BAB II

pada suatu wilayah merupakan suatu hal yang sangat penting karena sangat

berkaitan dengan penetapan jenis kegiatan dan keteraturan suatu wilayah.

Perkembangan suatu wilayah dipengaruhi oleh perkembangan jumlah penduduk

yang disebabkan adanya faktor daya tarik dari wilayah tersebut, sehingga banyak

terjadi perubahan fungsi lahan

Berubahnya penggunaan lahan terutama yang kurang produktif menjadi jenis

lahan yang produktif, merupakan fenomena perkembangan wilayah yang mudah

terlihat secara fisik. Selain itu, peningkatan kebutuhan lahan membuat

pertumbuhan wilayah berkembang secara horizontal dan vertikal serta menjadi

kebutuhan yang mendesak (Pierce, Jhn T, 1981).

Perubahan penggunaan lahan pada dasarnya merupakan gejala yang normal sesuai

dengan perkembangan dan pengembangan wilayah. Jenis penggunaan lahan

mencakup perubahan fungsi, intensitas dan ketentuan teknis massa bangunan.

Perubahan fungsi adalah perubahan jenis aktivitas. Perubahan fungsi membawa

dampak yang paling besar terhadap lingkungannya karena aktivitas yang berbeda

dengan sebelumnya. Tata guna lahan suatu wilayah merupakan suatu ekspresi

kehendak lingkungan masyarakat mengenai bagaimana seharusnya pola tata guna

lahan suatu lingkungan pada masa akan datang. Pola penggunaan lahan suatu

wilayah biasanya di dominasi pemukiman, perdagangan, industri, pertanian dan

kebutuhan umum atau fasilitas umum.

2.5.2.9 Karakteristik Lahan

Lahan di suatu wilayah biasanya memiliki karakteristik tersendiri, yang

tentunya tidak dapat disamakan dengan karakteristik lahan perkotaan. Adapun

karakteristik lahan suatu wilayah umumnya meliputi:

1. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomis yang tidak terpengaruh oleh

kemungkinan penurunan nilai dan harga serta tidak terpengaruhi oleh

faktor waktu.

2. Secara fisik lahan merupakan aset yang terbatas yang tidak dapat

bertambah besar (kecuali dengan adanya usaha reklamasi).

II-84

Page 85: 2. BAB II

3. Lahan terbangun nilainya akan sangan dipengaruhi oleh kegiatan

fungsional yang akan dikembangkan diatas lahan tersebut, seperti dalam

hal peremajaan kota.

4. Lahan bersifat stasioner tidak bisa dipindahkan. Oleh karena itu, hampir

tidak mungkin menetapkan suatu patokan harga lahan secara umum.

5. Selain sebagai potensi produksi, lahan juga merupakan suatu investasi

jangka panjang atau sebagai komoditas “tabungan”.

2.5.2.10 Pola Pemanfaatan lahan

Secara garis besar pemanfaatan ruang dapat dibagi menjadi dua kelompok

besar, yaitu:

1. Pemanfaatan lahan untuk kawasan budidaya. Kawasan ini mewadahi

berbagai kegiatan fungsional wilayah, seperti perumahan beserta fasilitas

pendukungnya, perdagangan dan jasa, pemerintahan, pendidikan, jaringan

prasarana wilayah, dan lain-lain.

2. Pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung. Kawasan ini mewadahi

kegiatan yang bersifat bukan perkotaan, seperti kawasan resapan air,

sempadan sungai, dan ruang terbuka hijau.

Terdapat tiga sistem yang sangat berkaitan dengan pola pemanfaatan

lahan suatu wilayah (Chapin dan Kaiser, 1997 : 28-31), yaitu:

1. Sistem kegiatan, berkaitan dengan cara manusia dan kelembagaannya

mengatur urusannya sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya dan saling

berintaraksi dalam waktu dan ruang.

2. Sistem pengembangan lahan, berfokus pada proses pengubahan ruang dan

penyesuaiannya untuk kebutuhan manusia dalam menampung kegiatan

yang ada dalam susunan system kegiatan.

3. Sistem lingkungan, berkaitan dengan kondisi biotik dan abiotik yang

dibangkitkan oleh proses alamiah, yang berfokus pada kehidupan

tumbuhan dan hewan, serta proses-proses dasar yang berfokus pada

kehidupan tumbuhan dan hewan, serta proses-proses dasar yang berkaitan

dengan air, udara dan material.

II-85

Page 86: 2. BAB II

Faktor penting yang mendasari pengaruh ketiga sistem tersebut adalah

kepentingan umum, yang mencakup pertimbangan-pertimbangan: kesehatan dan

keselamatan, kenyamanan, efisiensi dan konservasi energi ; kualitas lingkungan ;

persamaan sosial pilihan ; serta amenitas sosial. Karena faktor kepentingan umum

tidak selalu diperhatikan oleh semua pelaku yang terlibat, maka pemerintah

menyusun sistem perencanaan dan panduan sebagai cara untuk menata peranan

pemerintah dalam sistem utama yang mempengaruhi pemanfaatan lahan baik

dengan menggunkan kekuatan dan proses politik maupun kekuatan pasar .

2.5.2.11 Kebijakkan Lahan

Kebijakan lahan adalah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah

dilakukan secara sistematis dan terorganisasi sebagai upaya untuk mempengaruhi

penggunaan, perencanaan, kepemilikan, harga dan manfaat dari lahan khususnya

dalam proses pengembangan/pembangunan lahan, yang dimaksud untuk

menyediakan lahan pada waktu yang tepat untuk pemanfaatan dan penggunaan

dengan tujuan tertentu yang sesuai dengan kepentingan masyarakat.

Tujuan Pokok Kebijakan lahan meliputi :

Mengusahakan pemanfaatan dan penggunaan lahan yang optimal

ditinjau dari segi sosial dan ekonomi untuk dapat mengakomodasikan

dinamika membangun lingkungan secara fisik oleh dan demi kepentingan

masyarakat.

Mengurangi masalah dan keadaan yang dapat menyebabkan

kekurangan lahan kota, terutama lahan matang yang lengkap untuk

mempermudah pelaksanaan program permukiman serta unsur pekerjaan

umum lainnya.

Mencegah kenaikan harga yang tidak wajar dan tidak terkendali serta

dapat mencegah tumbuhnya spekulasi lahan yang hanya akan

menguntungkan pihak tertentu.

Manfaat kelebihan dan keuntungan pada lahan yang disebabkan oleh

kegiatan masyarakat untuk kepentingan umum.

II-86

Page 87: 2. BAB II

Menciptakan kondisi yang memungkinkan penduduk golongan

berpendapatan rendah dapat turut menikmati permukiman yang sehat dan

adil didalam kota.

2.5.3 Aspek Kependudukan

Teori dasar tentang kependudukan atau “Demografi adalah ilmu yang

mempelajari secara statistik dan matematik tentang besar, komposisi dan

distribusi penduduk serta perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui

bekerjanya 5 komponen Demografi yaitu : Kelahiran (Fertilitas), Kematian

(Mortalitas), Perkawinan, Migrasi dan Mobilitas Sosial”. Terdapat 4 (empat)

tujuan pokok penggunaan Demografi yaitu :

1. Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu

2. Menjelaskan pertumbuhan masa lampau, penurunannya dan persebarannya

dengan sebaik-baiknya dan dengan data yang tersedia.

3. Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk

dengan bermacam-macam aspek organisasi sosial.

4. Mencoba meramalkan pertumbuhan penduduuk di masa yang akan datang dan

kemungkinan konsekuensinya. (Donald J. Bogue).

Kependudukan sendiri adalah aspek utama dalam perencanaan.

Perencanaan disusun untuk penduduk karena penduduk yang akan merasakan

akibat dari perencanaan itu dan dibuat oleh penduduk yang diwakili oleh

perencana. Pada hakekatnya pengertian mengenai penduduk ditekankan pada

komposisi penduduk. Pengertian ini memiliki arti yang sangat luas tidak hanya

meliputi pengertian umur, jenis kelamin, kematian, kelahiran, tingkat pendidikan

dan agama. Selain itu komposisi penduduk juga menyatakan pergerakan sosial

yang memperlihatkan status penduduk. Perubahan ini tidak hanya melalui

pertumbuhan secara alami tetapi juga dengan melalui migrasi yang diakibatkan

oleh berbagai kegiatan sosial dan ekonomi.

II-87

Page 88: 2. BAB II

Masalah penduduk juga tidak terlepas dari konteks biologi dan

kebudayaan, sebab dalam prosesnya manusia mengalami proses biologis seperti

kelahiran, hidup dan mati. Manusia dalam lahir dan hidupnya dibawah pengaruh

lingkungan sehingga perlu beradaptasi dengan hukum alam yang banyak

ditentukan oleh kebudayaannya. Pertumbuhan penduduk di negara-negara

berkembang menimbulkan berbagai masalah seperti pengangguran, beban

tanggungan penduduk usia kerja, maupun migrasi besar-besaran ke kota.

Peningkatan dan penurunan pertumbuhan penduduk disebabkan oleh

tingkat kematian yang tidak diimbangi dengan tingkat kelahiran. Penurunan yang

diakibatkan oleh tingkat kematian merupakan hasil dari semakin panjangnya

harapan hidup orang dewasa dan turunnya tingkat kematian bayi kurang dari 1

tahun. Penurunan tingkat kematian bayi dan peningkatan panjang-usia berarti

penurunan tingkat kematian secara umum, yang nantinya akan turut menjadi

determinan bagi menurunnya tingkat fertilitas, disamping determinan-determinan

yang lain seperti pendidikan wanita dan partisipasi wanita dalam pekerjaan, jasa

perencanaan keluarga dan pengaruh tingkat ekonomi yang membaik.

Pertumbuhan di masa yang akan datang tergantung pada apa yang terjadi dengan

tingkat fertilitas, tingkat kematian dan tingkat kelahiran.serta masalah yang

dihadapi oleh negara-negara berkembang berkaitan dengan kependudukan adalah

pertumbuhan populasi yang cepat serta berpengaruh pada pertumbuhan angkatan

kerja lebih cepat dari pada pertumbuhan kesempatan kerja, yang akan

menyebabkan pengangguran.

Bila dilihat penyebabnya maka beberapa faktor yang mendorong

terjadinya problem kependudukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, antara

lain:

1. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta peradaban

manusia terutama di bidang teknologi baru, pelayanan kesehatan, pendidikan,

komunikasi dan lain-lain.

II-88

Page 89: 2. BAB II

2. Dorongan atau hasrat naluri manusia yang selalu memperoleh kondisi yang

lebih baik dari sebelumnya di dalam kehidupan baik material maupun

intelektual.

3. Keterbatasan kemampuan dorongan alam dan sumber alam serta dukungan

lainnya yang diperlukan.

Melonjaknya angka pertumbuhan penduduk di perkotaan terutama

disebabkan oleh arus urbanisasi penduduk yang berusaha mencari lapangan

pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik daripada di pedesaan. Kehadiran migran

arus urbanisasi di daerah perkotaan seringkali menimbulkan berbagai masalah

perumahan, antara lain terjadinya kekurangan jumlah rumah serta mengakibatkan

tumbuh dan berkembangnya permukiman atau lingkungan perumahan kumuh.

2.5.3.1 Teori Sosial Kependudukan

Teori-teori kependudukan ini merupakan suatu ungkapan tentang gejala,

fakta, data dan kekhawatiran yang akan menjadi malapetaka bagi umat manusia.

Teori-teori kependudukan kemudian berkembang dengan pesatnya, para penemu

teori pada dasarnya bertitik tolak pada masalah kependudukan dalam kaitannya

dengan masalah-masalah ekonomi, etika, agama, pertahanan/politik dan

sebagainya.

Untuk dapat mengamati kegiatan dan perkembangan penduduk, dilakukan

pencatatan dari waktu ke waktu, sedangkan untuk kegiatan perencanaan

pencatatan penduduk harus mencakup jumlah penduduk, struktur penduduk,

kelahiran, kematian dan pergerakan penduduk. Pada hakekatnya pertumbuhan

penduduk ditekankan pada tiga komponen yaitu : Kelahiran (Fertilitas), Kematian

(Mortalitas) dan Migrasi. Untuk memahami karakteristik penduduk, perencanaan

bisa melihat secara menyeluruh dalam struktur ruang maupun dalam struktur ciri

tertentu dari penduduk. Karakteristik penduduk yang perlu di analisis yang

berkaitan dengan perencanaan adalah : jumlah penduduk, laju perumbuhan

penduduk, kepadatan penduduk, struktur penduduk, migrasi, urbanisasi dan

transmigrasi.

II-89

Page 90: 2. BAB II

2.5.3.2 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk akan memberikan pengetahuan tentang beban yang

harus ditanggung oleh suatu kota. Adapun penyebaran penduduk pada suatu kota

menunjukkan adanya permasalahan pada kota tersebut. Penaksiran jumlah

penduduk dimaksudkan untuk mendapat besarnya jumlah penduduk secara

keseluruhan.

2.5.3.3 Laju Pertumbuhan Penduduk

Laju pertumbuhan penduduk merupakan ratio antara pertambahan

penduduk dalam satu tahun terhadap jumlah penduduk sebelumnya. Sedangkan

laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

1. Tingkat kelahiran

2. Tingkat kematian

3. Tingkat migrasi

2.5.3.4 Kepadatan Penduduk

Kepadatan yang merupakan ratio antara jumlah penduduk terhadap luas

kota, sehingga akan dihasilkan besar beban kota dalam menanggung dan melayani

penduduknya.

2.5.3.5 Struktur Penduduk

Selain melihat dari struktur ruangnya penting juga melihat dari struktur

ciri penduduk sehingga dapat diketahui potensi atau masalah yang ditimbulkan

oleh penduduk kota tersebut. Adapun ciri yang biasa dilihat adalah :

1. Jenis kelamin, usia dan pendidikan. Ciri ini dapat digunakan untuk melihat

partisipasi apa yang dapat diberikan oleh penduduk.

2. Mata pencaharian dan pendapatan penduduk. Hal ini berguna untuk

mengetahui status penduduk sehingga dapat dijadikan ukuran kesejahteraan.

II-90

Page 91: 2. BAB II

2.5.3.6 Migrasi

Migrasi adalah gejala gerak horizontal untuk pindah tempat tinggal dan

pindahnya tidak terlalu dekat, melainkan melintasi batas administrasi, pindah ke

unit administrasi lain misalnya kelurahan, kabupaten, kota atau negara. Migrasi

merupakan salah satu faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk.

Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan

seseorang untuk melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong dan penarik.

1. Faktor pendorong misalnya :

Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas

barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh

seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian.

Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya di pedesaan

akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin).

Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku di daerah

asal.

2. Faktor penarik misalnya :

Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk

memasuki lapangan pekerjaan yang cocok.

Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih baik.

Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih baik

Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan misalnya

iklim, perumahan, sekolah dan fasililtas-fasilitas kemasyarakatan lainnya.

Tarikan dari orang-orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung.

Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat

kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang dari desa atau kota kecil.

2.5.3.7 Urbanisasi

II-91

Page 92: 2. BAB II

Bertambahnya proporsi penduduk yang berdiam di daerah kota yang

disebabkan oleh proses perpindahan penduduk ke kota atau akibat dari perluasan

daerah kota. Klasifikasi yang dipergunakan untuk menentukan daerah kota

biasanya dipengaruhi oleh indikator mengenai penduduk, kegiatan ekonomi,

jumlah fasilitas urban atau status administrasi suatu pemusatan penduduk. Adapun

masalah-masalah urbanisasi,antara lain yaitu :

1. Sehubungan dengan pertambahan penduduk indonesia yang cepat maka kota-

kota besar pun mempunyai penduduk yang besar pula.

2. Pendatang yang mempunyai keahlian yang sama sekali lain daripada yang

dibutuhkan di kota.

3. Walaupun pendatang mempunyai motivasi yang kuat untuk mengembangkan

dirinya di kota tetapi kenyataan kota sendiri belum siap untuk menerimanya.

2.5.3.8 Transmigrasi

Transmigrasi adalah suatu bagian dari migrasi. Istilah ini memiliki arti

yang sama dengan resettlement atau settlement dalam literatur. Transmigrasi

adalah pemindahan penduduk dari suatu daerah untuk menetap ke daerah lain

yang ditetapkan di dalam wilayah Republik Indonesia guna kepentingan

pembangunan negara atau karena alasan-alasan yang dipandang perlu oleh

pemerintah berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No. 3

Tahun 1972. Adapun tujuan diadakannya transmigrasi adalah :

1. Peningkatan tarap hidup

2. Pembangunan daerah

3. Keseimbangan penyebaran penduduk

4. Pembangunan yang merata di seluruh indonesia

5. Pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia

6. Kesatuan dan persatuan bangsa

II-92

Page 93: 2. BAB II

7. Memperkuat HANKAMNAS

Dalam mengkaji teori kependudukan ada dua hal penting yang menjadi

pandangan dalam teori kependudukan yaitu dari segi soaial dan segi naturalistik.

1. Sudut Pandang Sosial

2. Dimulai oleh teori Thomas Robert malthus (Inggris, 1766 - 1804) yang

menyatakan bahwa kemelaratan disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan

antara pertumbuhan penduduk dengan pertambahan pangan. Pernyataan yang

pokok adalah :

Bahan makanan sangat dibutuhkan sekali untuk hidup.

Kebutuhan biologis dalam kehidupan masyarakat sangat dibutuhkan yang

bertujuan untuk memperoleh keturunan.

3. Sudut Pandang Naturalistik (Penduduk)

Sudut pandang ini menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk ditentukan oleh

bahan makanan yang bergantung pada lingkungan, sehingga dikenal dengan

teori ekonomi lingkungan seperti :

Teori Pearl, yang menyatakan bahwa manusia itu tumbuh berdasarkan

kurva normal yaitu mula-mula sedikit, kemudian bertambah besar dan

akhirnya berkurang lagi.

Teori Gini, yang menyatakan bahwa penduduk berkembang cepat pada

tingkat awal sangat dipengaruhi oleh hukum biologis.

Teori Sosial oleh Arsen Dumont, yang menyatakan teori kapilaritas sosial

dimana tiap orang cenderung untuk memperoleh status sosial yang lebih

tinggi.

Teori Demografi, yang beranggapan bahwa perubahan penduduk terjadi

sebagai akibat sosial ekonomi penduduk yang saling bergantung satu sama

lain.

2.5.3.9 Kebijaksanaan Kependudukan

II-93

Page 94: 2. BAB II

Kebijaksanaan kependudukan berhubungan dengan dinamika

kependudukan, yaitu perubahan-perubahan terhadap tingkat fertilitas, mortalitas

dan migrasi. Kebijakan kependudukan dapat berupa kebijakan nasional terpadu

dan kebijakan sektoral. Kebijakan kependudukan yang dirumuskan dalam GBHN

meliputi :

1. Bidang-bidang pengendalian kelahiran

2. Penurunan tingkat kematian terutama kematian anak-anak

3. Perpanjangan harapan hidup

4. Penyebaran penduduk yang lebih serasi dan seimbang

5. Pola urbanisasi yang lebih berimbang dan merata

6. Perkembangan dan penyebaran angkatan kerja

Jenis kebijakan yang lain adalah transmigrasi yang diatur dalam Undang-

Undang No. 3 Tahun 1972, Tanggal 28 Juli 1972 tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Transmigrasi. Juga termuat dalam GBHN, TAP MPR No. IV Tahun 1978.

Adapun kebijaksanaan dalam bidang urbanisasi mencakup yaitu :

1. Ada yang menjalankan kebijaksanaan pintu tertutup bagi pendatang

2. Perlu adanya perencanaan kota yang baik yang mempertimbangkan tidak saja

Rate of Growth secara alami dari penduduknya tetapi juga faktor migrasi

terutama urbanisasi

3. Usaha-usaha yang merupakan strategi utama yaitu :

Menurunkan tingkat fertilitas

Transmigrasi

Usaha meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan di kota sebanyak

mungkin sehingga menyerap pendatang yang ke kota.

Usaha menaikkan kesempatan kerja di pedesaan

Hal lain yang perlu diingat bahwa aspek kependudukan sangat

berpengaruh terhadap tata ruang kota mengingat jumlah penduduk yang terus

II-94

Page 95: 2. BAB II

meningkat dengan tingkat aktivitas yang tinggi menyebabkan perubahan pada

bentuk dan struktur kota. Mengingat pentingnya masalah kependudukan maka

diperlukan suatu Undang-Undang yang mengatur pokok-pokok mengenai

kependudukan dan mengenai suatu sistem yang terpadu.

Agar tercipta perencanaan yang terintegrasi secara menyeluruh dan

terkendali, maka diperlukan suatu kebijaksanaan yang mengaturnya.

Kebijaksanaan yang diambil dalam mengatasi masalah distribusi penduduk adalah

dengan melalui penerapan pendekatan, yaitu :

1. Insentifikasi

Upaya pengarahan penduduk dengan cara mengembangkan faktor-faktor

penarik bagi perkembangan pemukiman, misalnya dengan mengembangkan

serta melengkapi sarana dan prasarana.

2. Disinsentifikasi

Upaya untuk menghambat atau mengurangi laju pertumbuhan penduduk

dengan cara meniadakan upaya pengadaan faktor penarik (pull factor).

Sedangkan dalam pengaturan yang berhubungan dengan kepadatan penduduk

dilakukan dengan cara mengatur BCR (Bulding Coverage Ratio).

2.5.4 Aspek Ekonomi

2.5.4.1 Definisi Ekonomi

Definisi ekonomi secara umum yaitu ilmu yang mempelajari tentang tatanan

kehidupan masyarakat baik individu maupun kelompok dalam meningkatkan

kualitas dan kuantitas kehidupan yang layak dalam memenuhi kebutuhan.

Wilayah merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait pada batas

dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek pengamatan administratif

pemerintahan dan atau suatu aspek pengamatan fungsional.

Berdasarkan dari definisi diatas dapat diketahui bahwa perekonomian

merupakan suatu pola, cara atau usaha untuk mengembangkan tingkat

II-95

Page 96: 2. BAB II

kesejahteraan suatu masyarakat suatu wilayah dengan cara meningkatkan tingkat

pendapatan dan perekonomiannya, sehingga wilayah tersebut menjadi

berkembang dan mempunyai pengaruh terhadap sektor lain dan wilayah sekitar.

Suatu wilayah terlihat berkembang itu terlihat dari aspek ekonominya, untuk

melihat perkembangan itu dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut :

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi

2. Struktur Perekonomian

3. Sebaran Kegiatan Sektor

4. Pola Aliran Barang

5. Keuangan Suatu wilayah

6. Industri

7. Kegiatan Ekonomi

2.5.4.2 Struktur Ekonomi

Suatu suatu wilayah terlihat berkembang selain dilihat dari pendapatan

perkapita, tetapi juga dilihat dari kemampuan struktur perekonomian yang mampu

memberikan kontribusi terhadap sektor-sektor lain juga memberikan kontribusi

yang besar terhadap total PDRB suatu suatu wilayah, sehingga saling berkaitan

antara pendapatan perkapita dengan struktur perekonomian. Sektor ekonomi yang

memberikan kontribusi yang besar maka akan mempengaruhi terhadap basarnya

PDRB dan pendapatan perkapita juga akan meningkat, juga sebaliknya. Struktur

perekonomian suatu wilayah akan berkembang apabila terjadi :

a. Peningkatan kontribusi

b. Penurunan kontribusi

c. Kontribusi tetap

Dalam kehidupan ekonomi, yang penting adalah produksi barang dan jasa,

penyaluran dan pertukaran barang tersebut, dan konsumsinya. Dalam kehidupan

sehari-hari dikenal beberapa macam kegiatan ekonomi, yaitu: ( Jayadinata,T

Johara. 1999.Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan & Persuatu

wilayahan, Wilayah. ITB)

II-96

Page 97: 2. BAB II

a. Kegiatan ekonomi dalam produksi menurut prosesnya terjadi atas empat

kelompok, yakni:

1. Kegiatan produksi rayah (extractive) yang terdiri atas segala kegiatan

produksi, dimana manusia hanya mengambil atau memindahkan atau

mengumpulkan semua barang yang telah tersedia dalam alam. Contoh:

perburuan, perikanan laut, penebangan kayu dihutan alam, pengumpulan

hasil hutan, pertambangan dan sebagainya.

2. Kegiatan produksi budidaya (reproductive industries) yang meliputi segala

kegiatan produksi, dimana manusia harus mengadakan usaha tertentu dulu,

sebelum dapat mengambil hasilnya. Usaha tertentu itu dilakukan manusia

dengan bantuan alam, yaitu [roses alam. Contoh kegiatan budidaya adalah:

pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan darat, penebangan kayu

dihutan buatan, dan sebagainya.

3. Kegiatan produksi industri (manufactural industries), yaitu kegiatan

manusioa dalam mengubah barang mentah menjadi barang yang lebih

berguna atau barang industri, yaitu barang setengah jadi dan barang jadi.

Dalam kegiatan industri akan terdapat penambahan nilai atau value adding

(penambahan nilai ini terjadi juga dalam kegiatan ekonomi lain. Added

value =nilai tambah).

4. Kegiatan produksi jasa (facility industries) yang meliputi segala kegiatan,

dimana manusia memberikan jasanya baik secara langsung maupun

melalui alat tertentu dalam segala kegiatan ekonomi yang telah disebut

diatas itu.

b. Dalam penggunaan sehari-hari terdapat istilah produksi Untuk kegiatan

ekonomi tersebut biasanya digunakan istilah:

1. Produksi primer (termasuk kegiatan produksi ekstraktif dan reproduktif),

yaitu produksi yang menggunakan sumber daya alam terutama tanah;

2. Produksi sekunder (yaitu kegiatan industri) ialah produksi yang mengubah

barang mentah menjadi barang industri;

3. Produksi tersier (kegiatan produksi fasilitatif), yaitu produksi jasa.

II-97

Page 98: 2. BAB II

2.5.4.3 Kegiatan Ekonomi

Dalam kehidupan ekonomi, kegiatan yang sering dilakukan adalah produksi

barang dan jasa, penyaluran dan pertukaran barang tersebut, dan konsumsinya.

Untuk kegiatan ekonomi dalam produksi menurut prosesnya terjadi atas empat

kelompok, yakni:

5. Kegiatan produksi rayah (extractive) yang terdiri atas segala kegiatan

produksi, dimana manusia hanya mengambil/memindahkan/mengumpulkan

semua barang yang telah tersedia dalam alam. Contoh: perburuan, perikanan

laut, penebangan kayu dihutan alam, pengumpulan hasil hutan,

pertambangan dan sebagainya.

6. Kegiatan produksi budidaya (reproductive industries) yang meliputi segala

kegiatan produksi, dimana manusia harus mengadakan usaha tertentu dulu,

sebelum dapat mengambil hasilnya. Usaha tertentu itu dilakukan manusia

dengan bantuan alam, yaitu [roses alam. Contoh kegiatan budidaya adalah:

pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan darat, penebangan kayu

dihutan buatan, dan sebagainya.

7. Kegiatan produksi industri (manufactural industries), yaitu kegiatan

manusioa dalam mengubah barang mentah menjadi barang yang lebih

berguna atau barang industri, yaitu barang setengah jadi dan barang jadi.

Dalam kegiatan industri akan terdapat penambahan nilai atau value adding

(penambahan nilai ini terjadi juga dalam kegiatan ekonomi lain. Added value

= nilai tambah).

8. Kegiatan produksi jasa (facility industries) yang meliputi segala kegiatan,

dimana manusia memberikan jasanya baik secara langsung maupun melalui

alat tertentu dalam segala kegiatan ekonomi yang telah disebut diatas itu.

2.5.4.4 Sebaran Kegiatan Sektor

Struktur peronomian yang ada di suatu suatu wilayah yaitu biasanya dilihat

dari sebaran kegiatan sektor, yaitu :

II-98

Page 99: 2. BAB II

Sektor Pertanian adalah sektor yang memberikan distribusi berupa nilai dari

hasil kegiatan pertanian, yang dilihat dari nilai tambah bruto yang di dalamnya

terdapat pajak tidak langsung maupun hasil dari kegiatan ekspor impor. Di

dalam sektor ini terdiri dari beberapa subsektor yaitu pertanian, perkebunan,

ladang dan perikanan.

Pertambangan dan galian adalah sektor yang memberikan distribusi berupa

nilai dari hasil kegiatan pertambangan dan galian, yang dilihat dari nilai

tambah bruto yang di dalamnya terdapat pajak tidak langsung maupun hasil

dari kegiatan ekspor impor. Di dalam sektor ini terdiri dari beberapa subsektor

yaitu Pertambangan minyak bumi, logam mulia dan gas.

Industri adalah sektor yang memberikan distribusi berupa nilai dari hasil

kegiatan industri baik dari sekali besar, menengah, dan kecil ( rumah tangga),

dan hal tersebut dilihat dari nilai tambah bruto yang di dalamnya terdapat

pajak tidak langsung maupun hasil dari kegiatan ekspor impor. Di dalam

sektor ini terdiri dari beberapa subsektor yaitu Industri pengolahan, industri

kesenian berskala besar dan industri rumahan

Listrik, gas, air minum adalah sektor yang menghasilkan nilai dari nilai

tambah yang terdiri dari pajak tidak langsung dan keuntungan yang di

dapatkan karena pelayanan yang diterima oleh masyarakat, industri dan

konsumen lainnya.

Bangunan dan kontruksi adalah sektor yang terdiri dari bangunan perkantoran,

pemerintahan maupun pemukiman dan perdagangan yang dikenai pajak

karean konsumen atau masyarakat mendapatkan kegunaan dalam penggunaan

bangunan tersebut

Perdagangan adalah sektor yang berupa kegiatan jual beli seperti, pasar

tradisional, pasar modern dan pasar internasional atau sering disebut sebagai

kegiatan ekspor impor.

Angkutan dan komunikasi adalah sektor yang terdiri dari transportasi, dan

komonikasi baik dalam pusat pelayanan dan jaringan yang digunakan, dimana

keduanya memberikan kontribusi pada kegiatan perekonomian.

II-99

Page 100: 2. BAB II

Lembaga keuangan dan persewaan adalah lembaga yang memberikan

pelayanan sektor keuangan sepeti dinas perpajakan, perbankkan, dan

persewaan bangunan baik sebagai kegiatan usah maupun perumahan.

Jasa-jasa adalah sektor yang memberikan pelayanan kepada publik atau

masyarakat seperti pelayanan travel atau transportasi, perbankkan swasta,

akomodasi dan lain-lain.

2.5.4.5 Pola Aliran Barang

Pola aliran barang merupakan suatu sistem distribusi barang yang dihasilkan

dari sektor basisnya maupun non basisnya, dimana barang yang diproduksi dapat

merata dan optimal dalam penyalurannya sehingga dapat memenuhi keseluruh

pusat pelayanan.

Salah satu perwujudan antar daerah ialah adanya pertukaran antar daerah

yang dapat berwujud barang, uang, maupun jasa. Maka, analisis aliran barang

dapat digunakan sebagai salah satu ukuran intensitas hubungan suatu daerah

dengan daerah lain. Lebih dari itu dapat pula diketahui tingkat ketergantungan

daerah yang diselidiki pada daerah lain, atau peranan daerah yang diselidiki atas

daerah lain yang lebih luas.

Analisis aliran barang mempunyai nilai yang jelas karena karena

memperlihatkan hubungan antara produksi industri, tenaga kerja dan penduduk

dalam kegiatan perekonomian. Hubungan ini memberi informasi yang penting

bagi penyusunan `strategi` hubungan antar daerah. Hasil lainnya yang sangat

berguna dari analisis ini adalah dapat memperlihatkannya secara visual hubungan

antar daerah, apabila data digambarkan pada suatu peta.

Penggambaran dalam peta, untuk memperlihatkan hubungan antar daerah,

dapat digunakan cara asal tujuan, untuk mengetahui besarnya atau intensitas

hubungannya, dapat dipergunakan ukuran jumlah pengangkutan (Shipment), yaitu

jumlah berat suatu barang yang diangkut dari suatu tempat atau daerah ke daerah

lain dengan menggunakan alat angkut tertentu.

II-100

Page 101: 2. BAB II

Analisis aliran barang juga beguna untuk mengidentifikasi perkembangan

potensi (sumber daya) dan industri. (Warpani, Suwardjoko. 1980. Analisis Suatu

wilayah dan Daerah. ITB, hal 71)

2.5.4.6 Industri

Pembangunan industri di Indonesia ditujukan untuk memperluas kesempatan

kerja, meratakan kesempatan berusaha, menghemat devisa, menunjang

pembangunan daerah dan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya

manusia dan meningkatkan ekspor. (Jayadinata,T Johara. 1999.Tata Guna Tanah

Dalam Perencanaan Pedesaan & Persuatu wilayahan, Wilayah. ITB)

a. Industri berhaluan bahan (dalam arti bahan mentah harus diperhitungkan

secara khusus), berlokasi ditempat bahan mentah, meliputi

Pengolahan barang yang cepat rusak atau busuk

Pengolahan barang dalam jumlah besar atau barang bagal/curahan (bulky

goods) karena angkutan mahal

Pengolahan pelican, kecuali aluminium yang memerlukan listrik yang

banyak dan murah.

b. Industri berhaluan pasar

Jika dalam pembuatan barang industri tertentu, perbandingan kehilangan

berat adalah nol persen, karena biaya angkutan untuk barang industri lebih

mahal daripada untuk barang mentah, dalam keadaan semua faktor yang

sama, pabrik itu akan cenderung berada dilokasi pemasaran.

Pembotolan minuman karena air bersih mudah didapat

Barang yang memerlukan ongkos tinggi, karena besar ukurannya

Industri pakaian, karena mode dapat cepat berubah

c. Industri berhaluan pekerja

Berlokasi ditempat tenaga kerja, ialah dalam pengerjaan barang industri yang

memerlukan keahlian yang khusus.

d. Industri komersial (industri niaga)

II-101

Page 102: 2. BAB II

Industri niaga di Indonesia bekembang pesat dan pada waktu ini

dikembangkan juga industri berat: kapal laut, mobil, kapal terbang dan

sebagainya.

e. Industri ringan meliputi:

Makanan

Industri kaleng: untuk bahan makanan dan minuman, minyak dan

sebagainya

Industri tekstil: katun, wol, rayon, goni dan sebagainya

Industri kimia; sediaan sulfat, asam-asam dan alkali, pupuk buatan, bahan

celep, cat dan sebagainya, plastic dan serat sintetik, rayon, nylon karet

buatan.

f. Industri lain-lain

Penyulingan minyak bumi,

Percetakan buku dan surat kabar

Alat-alat rumah tangga

Kulit dan barang dari kulit

Karet dan barang dari karet

Barang elektronik

Dan sebagainya

g. Industri berat meliputi

Mesin: trakktor dan sebagainya

Alat angkutan: mobil, lokomotif, kapal air, kapal terbang.

2.5.5 Aspek Sarana Prasarana dan Transportasi

2.5.5.1 PrasaranaAspek prasarana pada suatu kawasan merupakan salah satu sarana

pelayanan yang sangat penting dalam menunjang kegiatan dan kesejahteraan

masyarakat. Pada umumnya tiap lingkungan perumahan atau pemukiman selalu

dilengkapi dengan prasarana / utilitas yang salah satunya terdiri dari air bersih,

persampahan, telekomunikasi dan pengairan. Yang mana untuk memaksimalkan

kinerja dari prasarana kawasan tersebut maka perlu adanya suatu rekayasa atau

II-102

Page 103: 2. BAB II

perencanaan guna mengatur kinerja dari prasarana tersebut agar lebih baik dan

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.5.5.2 Air Limbah

Semua air bersih yang telah digunakan oleh manusia untuk kebutuhan

sehari-hari akan berubah menjadi air limbah. Sebagian air limbah yang dihasilkan

oleh aktivitas manusia dapat dimanfaatkan kembali, seperti menyiram tanman dan

ada juga yang tidak dapat dimanfaatkan kembali, seperti limbah B3 (Bahan

Berbahaya dan Beracun), agar air limbah ini tidak mencemari air sungai tentunya

harus diproses terlebih dahulu melalui proses pengelolaan seperti Instalasi

Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Hampir semua dalam kegiatanya manusia yang

berhubungan dengan konsumsi air dapat menghasilkan air limbah, adapun

sumber-sumber air limbah itu meliputi:

1. Air limbah Rumah Tangga (Limbah Domestik) yang berasal dari kegiatan

rumah tangga seperti mencuci pakaiyan, mandi, dan lain-lainnya

2. Kegiatan komersil seperti hotel, restoran dan hypermarket,

3. Air dari kegiatan industri yaitu b3 dan non-b3 dan limbah yang berasal dari

rumah sakit atau kegiatan lainnya.

a. Pengelolaan Air Limbah

Didalam pengelolaan air limbah terdapat dua jenis pengelolaannya, yaitu :

Sanitasi setempat (on-site sanitation) merupakan suatu sistem dimana pada

daerah tersebut tidak dapat sistem riol (pipa air limbah) kota dan air

buangan yang dihasilkan di kelola di daerah setempat. Adapun

Keuntungan dan kekurangan dari sistem On-Site Sanitation ialah

Keuntungan

- Biaya pembuatan relative murah

- Teknologi yang di gunakan sederhana

- Oprasi dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pribadi

- Jika pemeliharaannya baik maka system ini sangat highgienis

- Hasil deskomposisi (pupuk)

II-103

Page 104: 2. BAB II

Kerugian

- Tidak cocok ditempatkan disemua daerah

Kepadatan rendah < 50 orang/ha

Jarak antara cubluk ke sumur + 8 m

Muka air tanah harus > 2 meter

Koefesien Permeabilitas tanah (daya resap air ke tanah) harus

rendah

- Memerlukan lahan kusus di setiap sumur limbah

- Pelayanannya terbatas

Off-site sanitation merupakan sistem dimana air limbah masuk ke

dalam jaringan perpipaan air limbah yang kemudian dialirkan menuju ke

tempat pengelolaan dan selanjutnya air hasil pengelolaan tersebut

disalurkan ke badan Air Penerima. Adapun Keuntungan dan kekurangan

dari system Off-Site Sanitation

Keuntungan

- Memberikan pelayanan yang lebih nyaman

- Mempung semua air buangan

- Cocok di terapkan di daerah perkotaan dengan kepadatan

penduduk tinggi

- Tahan lama

Kerugian

- Biaya terlampau mahal

- Memerlukan teknologi yang memadai

- Dalam pembuatannya memerlukan perencanaan yang

menyeluruh

- Memerlukan suatu lembaga pengelolaan

b. Jenis-Jenis Off-Site

Sewerage Convertional, dalam sistem ini air limbah/air buangan

akan masuk ke dalam saluran sistem jaringan pipa buangan yang dipasang

mengikuti pola jaringan jalan, fungsinya untuk dapat mempermudah

II-104

Page 105: 2. BAB II

penyaluran kerumah-rumah. Pada sistem saluran ini seluruh air buangan

(Black water dan Grey water) seluruhnya masuk kedalam saluran dan pada

akhirnya akan diolah di suatu instalasi pengelolaan. Sistem ini cocok di

pergunakan di daerah perkotaan dengan kepadataan tinggi.

Shallow Sawer sistem perpipaan (riol) yang pemasangan pipanya

relatif dangkal. Kemiringan di sistem ini lebih landai dibandingkan

Sewerage Conventional. Cangkupan retatif kecil seperti komplek-komplek

perumahan.

Small Bone Sawer

Sistem perpipaan air buangan yang hanya di peruntukan untuk

menampung Grey water saja

c. Proses Pengelolaan Air Limbah

Secara garis besar pengelolaan air limbah bertujuan untuk kesejahteraan

manusia dan lingkungan, oleh karena itu perlunya pengelolaan air limbah yang

dikelola oleh negara dengan bantuan investor untuk menanamkan modal

pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah di setiap kota besar tentunya

seperti kota kota besar di Indonesia. Pembangunan instalasi ini dapat berupa

sistem jaringan pipa pembuangan yang dipasang disetiap permukiman,

perumahan, perkantoran, jasa dan perdagangan, industri dan lain-lainnya untuk

diolah disuatu instalasi pengelolaan.

2.5.5.3 Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah merupakan salah satu kegitan sari kegiatan sanitasi

lingkungan. Proses dari pengelolaan sampah dimulai dengan seumber-sumber

sampah seperti sampah Industri, Rumah Tangga (Domestrik), Kegiatan Komersial

dan Kegiatan Lain (Rumah Sakit). Dari ke empat sumber sampah itu seluruhnya

mempunyai sifat sampah Non B3 yang dapat langsung dibuang menuju tempat

pengelolaan sampah akhir (TPA) terkecuali untuk sampah yang dihasilkan oleh

Industri dan Rumah Sakit terutama sampah B3-nya tidak bisa untuk dibuang

langsung ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir dikarenakan sampah B3 tersebut

tidak dapat terurai oleh alam dan dapat membahayakan manusia. Untuk

II-105

Page 106: 2. BAB II

membuang sampah B3 ini hanya dapat dilakukan dengan cara membakarnya suhu

780 0C - 1100 0C hingga musnah tampa sisa, alat untuk membakar sampah ini

hingga musnah dapat disebut dengan INCENERATOR.

Tahap pewadahan yang berada di setiap rumah-rumah penduduk

merupakan tahap yang sangat menguntungkan untuk pemindahan sampah menuju

tempat pembuangan sampah sementara maupun tempat pembuangan sampah

akhir. Adapun sarat-sarat untuk pewadahan ialah:

Kuat, tidak mudah bocor, tidak mudah dirusak oleh binatang

(serangga, tikus dan lain-lainnya)

Ringan, mudah untuk dipindakan

Ukuran memadai, dapat ditentukan oleh dua hal, ayitu :

- Jumlah produsen sampah

- Frekuensi pembuangan (waktu pembuangan sampah)

a. Pola Pengumpulan Sampah

Pengumpulan merupakan suatu proses dimana suatu wadah itu dikumpulkan lalu

akan diangkut ke tempat Pembuangan Sampah akhir maupun pembuangan tempat

Pembuangan Sampah Sementara.

Pola Pengumpulan Langsung

Pola pengumpulan ini diterapkan pada permukiman di ruas jalan arteri

primer dan di lingkungan pasar, pola pengumpulan ini dikelola oleh

PEMDA.

Pola Pengumpulan Tidak Langsung

II-106

PEWADAHAN PENGUMPULAN TPAPEMINDAHANAN

PEWADAHAN PENGUMPULAN TPA

Page 107: 2. BAB II

Pola pengumpulan tidak langsung pada fase tempat pemindahan sampah

menuju TPA dapat dibagi menjadi dua yaitu dapat berupa Transper Depo

atau Tempat Pembuangan sampah sementara.

Pola Komunal (Bersama) Langsung

Pada wadah komunal ini berupa sampah yang dibuang didepan rumah lalu

diangkat atau diangkut oleh kontener sampah. Mayoritas pola

pengumpulan komunal langsung berada di kawasan permukiman

penduduk yang padat atau pun di Apartement.

Pola Komunal Tidak Langsung (Gerobak Sampah)

b. Jenis-Jenis TPSA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir)

Land Treatment TPA ialah memanfaatkan tanah sebagai tempat

penampungan akhir dan atau pengelolaan sampahnya menjadi satu.

Dapaknya berupa banyaknya lalat, tikus dan lain-lainnya. Sebagai catatan

99% kota-kota besar di Indonesia menggunakan tipe land Treatment ini.

Tipe Land Treatment ini dapat digabi menjadi dua yaitu

- Open Dumping merupakan cara yang sederhana untuk membuang sampah di

tempat pembuangan sampah akhir, tipe ini hanya menyimpan dan

menimbung suatu sampah pada suatu tempat

II-107

PEWADAHANWADAH

KOMUNALTPAPENGUMPULAN

PEWADAHANWADAH

KOMUNAL

PENGUMPULAN

PEMINDAHANTPA

PEWADAHANWADAH

KOMUNALTPAPENGUMPULAN

Page 108: 2. BAB II

- Sanitary Landfill jawaban dari masalah Open Dumping karena Sanitary

Landfill tidak hanya memadatkan sampah lalu ditimbun oleh tanah

melainkan di dalam timbunan sampah dibuat prasarana untuk mengalirkan

Leacheate (Lindi) lalu diproses agar tidak mencemari badan air penerima

seperti air tanah dalam maupun luar dan air permukaan. Proses pengelolaan

Leacheate seperti halnya dengan IPAL namun fungsi IPAL di persampahan

hanya untuk mengolah Leacheate saja.

- Control Landfill tidak beda jauh dengan dengan pengelolaan sampah secara

Sanitary Landfill namun perbedaan dari Control Landfill ini tidak

mempunyai instalasi pengelolaan Leacheate. Hal ini dapat meimbulkan

pencemaran badan air pemerima.

Ilustrasi TPA Tipe Sanitary Landfill

Beserta Pengolahan Leacheate

Non Land Treatment TPA tidak menggunakan tanah sebagai pengelolaan

sampah. Jenis TPA ini menggunakan pembakaran untuk membuang

sampah dengan suhu yang tinggi, alat ini dikenal dengan INCENERATOR.

2.5.5.4 Prasarana Jaringan Irigasi

II-108

Sampah Yang Sudah Dipadatkan

Respan Leacheate Perpipaan

IPAL Leacheate

Page 109: 2. BAB II

Untuk mendukung kegiatan pertanian, harus terdapatnya jaringan irigasi.

Jaringan irigasi ini berfungsi untuk mengairi sawah yang mana banyak

membutuhkan air sebagai kelangsungannya.

2.5.5.5 Prasarana Jaringan Listrik

Untuk mendukung kegiatan industri dan pelayanan listrik untuk

masyarakat pada Wilayah Kabupaten Sukabumi Bagian Timur, harus

menggunkan jaringan listrik yang sesuai seperti Tiang Listrik, SUTET, Gardu

Listrik dan Lainnya.

2.5.5.6 Prasarana Jaringan Telekomunikasi

Telekomunikasi merupakan prasarana pemberian informasi dan

komunikasi jarak jauh. Kebutuhan pelayanan komunikasi penting dalam aspek

prasarana. Kapasitas yang harus dimiliki prasarana telekomunikasi harus

mencukupi penduduk yang menggunakannya.

Besar kebutuhan telepon pada masa yang akan sangat tergantung pada

permintaan pelanggan, karena telepon tergolong prasarana yang mahal dan

pelanggan yang diperkirakan membutuhkan sarana ini adalah perkantoran,

perdagangan, industri, dan rumah tangga. Untuk rumah tangga diperkirakan tidak

semua rumah tangga akan menggunakan prasarana ini, tetapi hanya rumah tangga

yang tergolong mampu yang akan membutuhkan pelayanan sambungan telepon.

Adapun jumlah pemenuhan kebutuhan telepon di wilayah perencanaan

harus memperhatikan :

Investasi jaringan telepon membutuhkan investasi yang cukup

mahal.

Penyediaan perangkat telepon seperti : kabel, rak pembagi dan

rumah kabel sangat tergantung dari industri perangkat telepon.

Jaringan telepon ini digunakan untuk membantu masyarakat yang ada

pada kesibukannya masing – masing sehingga dapat lebih memudahkannya untuk

berkomunikasi.

II-109

Page 110: 2. BAB II

2.5.5.7 Transportasi

Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan,

mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain,

dimana di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk

tujuan-tujuan tertentu. Karena dalam pengertian diatas terdapat kata-kata yang

berarti bahwa transportasi merupakan suatu proses yakni proses pindah, gerak,

mengangkut dan mengalihkan dimana proses ini tidak bisa dilepaskan dari

keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan

sesuai dengan waktu yang diinginkan. Alat pendukung yang dipakai untuk

melakukan proses pindah, gerak, angkut dan alih ini bisa bervariasi tergantung

pada:

Bentuk objek yang akan dipindahkan tersebut

Jarak antara suatu tempat dengan tempat lain

Maksud objek yang akan dipindahkan tersebut.

2.5.5.8 Kajian Perencanaan Transportasi

Kajian perencanaan transportasi yakni menyangkut peramalan dan

penaksiran banyaknya kebutuhan perjalanan orang, barang, dan kendaraan

terutama dalam ruang kota pada masa yang akan datang (tahun rencana). Hasil

penaksiran ini tentunya dilandasi dengan hasil analisis data yang diperoleh dari

survey dan juga merupakan suatu rekomendasi untuk mendapatkan beberapa

rencana alternative serta dalam tahapan Konsep Perencanaan Transportasi.

Kajian perencanaan Transportasi dipengaruhi dengan adanya multi moda,

multidisipin, multisektoral, dan multimasalah.

a. Multimoda, menyangkut sistim transportasi Nasional dengan konsep utama

yaitu konsep sistem transportasi antar moda

b. Multidisiplin, menyangkut kajian mengenai perencanaan transportasi yang

melibatkan banyak disiplin keilmuan beserta aspek kegiatan yang beragam

seperti ciri pergerakan, pengguna jasa sampai dengan sistim prasarana

transportasi.

II-110

Page 111: 2. BAB II

c. Multisektoral, mencakup banyaknya lembaga atau pihak yang terkait dengan

kepentingan kajian perencanaan transportasi.

d. Multimasalah, kajian perencanaan transportasi merupakan kajian multimoda,

multidisiplin dna multisektoral sehingga menimbulkan multimasalah dari

berbagai aspek dan mempunyai dimensi yang cukup beragam dan luas.

2.5.5.9 Ciri Pergerakan

a. Ciri pergerakan Aspasial

Ciri pergerakan Aspasial adalah semua cirri pergerakan yang berkaitan

dengan aspek tidak spasial seperti sebab-sebab terjadinya pergerakan, waktu dan

jenis moda tang digunakan.

b. Ciri pergerakan Spasial

ciri yang palig mendasar yaitu menjelaskan terjadinya pergerakan atai

perjalanan selalu dikaitkan dengan pola hubungan antara distribusi spasial tata

guna lahan yang terdapat disuatu wilayah, ciri ini meliputi pola perjalanan orang

dan barang.

2.5.5.10 Sistem Transportasi

Dalam ilmu transportasi, alat pendukung ini diistilahkan dengan Sistem

Transportasi yang didalamnya mencakup:

1. Ruang untuk bergerak (jalan)

2. Tempat awal/akhir pergerakan (terminal)

3. Yang bergerak (alat angkut/kendaraan dalam bentuk apapun)

4. Pengelolaan : yang mengkoordinasikan ketiga unsure sebelumnya.

Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterkaitan antar

penumpang/barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam suatu operasi

yang tercakup dalam suatu tatanan baik secara alami maupun buatan/rekayasa.

Maksud dari sistem transportasi adalah untuk mengkoordinasikan proses

transportasi penumpang dan barang dengan memanfaatkan/menggunakan sistem

II-111

Page 112: 2. BAB II

sebagai suatu variabel dimana prasarana merupakan media untuk proses

transportasi, dan sarana merupakan alat yang digunakan dalam proses transportasi.

Tujuan sistem transportasi adalah agar proses transportasi penumpang dan

barang dapat dicapai secara optimum dalam ruang dan waktu tertentu, degan

mempertimbangkan factor keamanan, kenyamanan dan kelancaran serta efisien

atas waktu dan biaya.

Sistem kegiatan seperti rencana tata guna lahan yang baik dapat

mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi

menjadi lebih mudah. Perencanaan tata guna lahan biasanya memerlukan waktu

cukup lama dalam melaksanakan rencana tata guna lahan tersebut. Sistem jaringan

dilakukan untuk meningkatkan pelayanan prasarana yang ada sedangkan sistem

pergerakan dilakukan antara lain dengan mengatur teknik dan manajemen lalu

lintas (jangka pendek), fasilitas umum yang lebih baik (jangka pendek dan

menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang). Diatur dalam sistem

kelembagaan dalam mengatur ketentuan organisasional keuangan dan sistem

lingkungan terhadap aspek sosial ekonomi dan teknologi yang berpengaruh

terhadap lingkungan dalam lngkup Spasial kota regional nasional

internasional.

a. Terminal

Pada hakekatnya terminal merupakan simpul dalam sistem jaringan lalu

lintas dan angkutan jalan yang berfungsi pokok sebagai pelayanan umum antara

lain berupa tempat untuk naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang,

untuk pengendalian lalu lintas dan angkutan kendaraan umum, serta sebagai

tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Disamping itu terminal

juga dapat berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pemeriksaan dan pengawasan

kelaikan jalan serta kelengkapan administrasi kendaraan umum dan pengemudi.

Sesuai dengan fungsi tersebut maka dalam pembangunan teminal perlu

mempertimbangkan antara lain lokasi, tata ruang, kapasitas, kepadatan lalu lintas

dan keterpaduan dengan moda transportasi lain.

Jenis-jenis terminal dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

II-112

Page 113: 2. BAB II

a. Terminal penumpang merupakan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan

untuk keperluan menurunkan dan menaikan penumpang, perpindahan intra

dan atau antarmoda transportasi serta mengatur kedatangan dan

keberangkatan kendaraan umum

b. Terminal barang merupakan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan untuk

keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan

atau antarmoda transportasi.

Yang dimaksud dengan pengaturan kendaraan umum dalam ketentuan ini

adalah pengaturan keberangkatan kendaraan dari terminal. Yang dimaksud dengan

Pengawasan dalam ketentuan ini adalah kelengkapan administrasi perizinan dan

persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan.

b. Prasarana pendukung jalan

Definisi / pengertian lampu merah / lampu lalu lintas adalah lampu yang

berfungsi untuk mengatur lalu lintas di pertemuan jalan (pertigaan, perempatan,

perlimaan, dsb) agar kendaraan yang melintas dapat secara tertib dan lancar

melewati persimpangan jalan tersebut.

2.5.5.11 Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan merupakan suatu ukuran kuantitas dan kualitas yang

mengijinkan evaluasi kecukupan dan kualitas pelayanan kendaraan dengan

fasilitas jalan yang ada. Kapasitas merupakan masukan bagi evaluasi selanjutnya

dad analisis rekayasa lalu-lintas:

Menurunnya sistem jalan yang ada mungkin dievaluasi dengan

membandingkan volume (V) dengan kapasitas (C), (V/C).

Usulan perubahan sistem kerangka jalan yang ada seperti perubahan

geometri jalan, simpang berlampu, peraturan perparkiran, merubah

menjadi jalan satu arah, dan merubah larangan di jalan, semuanya

dievaluasi untuk efeknya pada kapasitas.

Perancangan fasilitas baru harus selalu didasarkan pada analisis kapasitas

dengan kebutuhan (demand).

II-113

Page 114: 2. BAB II

Pembandingan efektifitas relatif dan berbagai alternatif moda transportasi

dalam rnelayani suatu keburuhan sering didasarkan pada analisis kapasitas.

Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997) memberikan metoda

untuk memperkirakan kapasitas jalan di Indonesia Formula dibawah ini sebagai

contoh untuk menghitung kapasitas jalan antar kota:

C = Co x FCw x FCsp x FCsf

Di mana:

C : Kapasitas (smp/jam)

Co : Kapasitas dasar (smp/jam)

FCw : Faktor penyesuaian lebarjalan

FCsp : Faktor penyesuaian pembagian arab

FCsf : Faktor penyesuaian gangguan samping

II-114