bab ii (versi 2)

Upload: tyas-priutami

Post on 09-Jul-2015

209 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

STRES Sampai saat ini sudah begitu banyak pendapat mengenai stres. Stres itu

sendiri memiliki akar kata yang berasal dari bahasa latin, yaitu strictus yang berarti ketat (tight) atau sempit (narrow) dan stringere yaitu suatu kata kerja yang berarti mengetatkan (tighten), taung akhirnya istilah tersebut terus berkembang menjadi stress (Cox, 1978). Melalui kedua asal kata stres tersebut, kita dapat melihat bahwa stres tersebut mencerminkan adanya perasaan tertekan atau ketegangan otot-otot tubuh yang mungkin juga menyebabkan nafas yang menyesakkan dan merupakan suatu reaksi yang mungkin dimunculkan oleh orang-orang yang berada dibawah tekanan atau stres (Nenfeld,1989). Disamping itu, kata stres dalam

penggunaannya mengalami berbagai variasi dalam pemaknaan arti stres itu sendiri. Contohnya pada sekitar abad ke-17, stres digunakan untuk

menggambarkan adanya kesulitan, penderitaan, dan kemalangan. Kemudian di abad ke-18 penggunaan kata ini menunjukkan dorongan, kemalangan, ketegangan usaha yang keras mengenai individu baik fisik maupun mental (Cooper, Cooper & Eaker,1988).

1

2.1.1

Definisi Stres

Terdapat macam-macam definisi mengenai stress yang dikemukakan oleh para ahli. Ada yang memandang stress sebagai suatu hal yang negatif, dan ada pula yang memandang stress sebagai suatu hal yang positif. Meskipun demikian, banyak ahli yang mengemukakan pendapat-pendapat tentang pengertian stres sebagai berikut: Walter Cannon (1932) Stres adalah suatu keadaan ketidakseimbangan yang terganggu, dan orang yang mengalami stres sebagai dibawah tekanan (understress), serta mengemukakan bahwa tingkat dan derajat stress dapat diukur. Lazarus (1976:47) stress accours where there are demands on the person which tax or exceed his adjustive resources. Wingate (TomCox, 1978:2) Stres merupakan setiap pengaruh yang mengganggu keseimbangan yang wajar dari badan, yang di dalamnya meliputi luka fisik dan segala jenis penyakit atau gangguan emosional. Lazarus & Folkman (1984:19) Psychological stress is a particular relationship between the person and the environment, that is appraised but the person etching and exceeding his or her resources and indeginghis or her well being

2

Ivancevich & Matteson (1980:219) Stres membicarakan mengenai interaksi antara organisme dan lingkungannya. Selain itu, stres merupakan suatu respon yang bersifat adaptif, ditandai oleh ciri-ciri individual atau proses psikologis yang merupakan akibat dari tindakan situasi atau kejadian di luar individu yang menimbulkan tuntutan fisik atau psikologis tertentu pada individu yang bersangkutan. Dari definisi di atas tampak bahwa stres lebih dianggap sebagai respon individu terhadap tuntuntan yang dihadapainya. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu: 1. 2. sosial. Menurut Hans Selye, tidak ada aspek tunggal dari stimulus lingkungan yang dapat mengakibatkan stres, tetapi semua itu tergandung dalam susunan total yang mengancam keseimbangan (homeostatis) individu. Selain itu, dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan mental atau emosional dalam diri individu yang dapat mengganggu keseimbangan tubuh individu yang bersangkutan. Dengan kata lain, stres adalah suatu peristiwa ketika tuntutan eksternal (lingkungan) atau tuntutan internal (dalam diri) membebani atau melampaui sumber-sumber adaptif, sistem sosial dan jaringan individu. Tuntutan internal yang timbul sebagai tuntutan biologis Tuntutan eksternal yang timbul dalam bentuk fisik dan

3

Disamping itu terdapat pula istilah distress atau strain yang merupakan kata yang perlu kita mengerti dalam usaha kita memahami stres, dengan kata terbuka maka dapat memaknakan stres sebagai: a) Distress, yaitu tekanan yang kuat dari rasa atau duka dan sebagai kesedihan yang mendalam, kelelahan atau keletihan yang amat sangat. b) Strain, yaitu pengerahan tenaga dalam menghadapi tuntutan atau mengalami luka atau perubahan sebagai akibat dari pengerahan tenaga tadi, atau suatu kondisi tubuh yang mengadapi stres. Secara teoritik terdapat tiga jenis stress, yaitu: 1) Neustress, yaitu bentuk respon individu terhadap stres sebagai upaya untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Respon stres ini adalah untuk menjaga kondisi dalam diri individu agar tetap dalam keadaan seimbang. 2) Disstres, yaitu bentuk respon individu yang tidak diinginkan terhadap stres. Respon yang dilakukan memungkinkan terjadinya gangguan atau penyakit dalam diri individu atau bahkan kematian. 3) Eustress, yaitu bentuk respon dari individu yang dapat

meningkatkan fungsi-fungsi fisik atau psikis (Lazarus 1978), Hans Selye menyebut eustress sebagai good stress dan distress sebagai bad stress Seorang ahli lain Schmer Hon, membagi stress menjadi dua kelompok: 1) Konstruktif stres, merupakan tindakan pisitif dari seorang individu atau organisasi terhadap situasi yang dapat menimbulkan stres. Pada

4

stres tungkat rendah atau menengah, kondisi ini dapat meningkatkan dan mendorong usaha dan kerajinan seorang individu dalam bekerja juga merangsang kreativitasnya. 2) Destruktif stres, merupakan tindakan disfungsi yang dilakukan seseorang individu atau organisasi terhadap kondisi stres. Pada tingkat stres yang rendah dapat meningkatkan penampilan kerja, namun pada tingkat stres yang tinggi dapat menimbulkan gangguan fisik.

2.1.2

Sumber-sumber Stres

Stres mempunyai peranan yang begitu besar pengaruhnya, tidak hanya dirasakan oleh individu yang bersangkutan tetapi juga mempengaruhi lingkungannya. Pengaruh langsung yang dirasakan individu biasanya berpengaruh pada kecemasan, putus asa dan sedih. Pengaruh langsung terhadap lingkungan, misalnya marah-marah baik disertai dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan, sedangkan pengaruh terhadap aktivitas yang dilakukan individu diantaranya adalah penurunan efisiensi kerja, malas, daya pikir dan konsentrasi lambat (Sedere, 1983). Lazarus (1976) berpendapat bahwa stres terjadi jika seseorang mengalami tuntutan yang melampaui sumber daya yang dimiliki untuk melakukan penyesuaian diri, hal ini berarti bahwa kondisi stres terjadi bila terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan

kemampuan. Tuntutan adalah sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menimbulkan konsekuensi yang tidak menyenangkan bagi individu.

5

Jadi stres tidak hanya tergantung pada kondisi eksternal melainkan pada mekanisme pengolahan kognitif terhadap kondisi yang dihadapi individu yang bersangkutan. Banyak situasi yang kadang tidak merupakan situasi yang penuh stress untuk setiap orang, seperti penilaian pada ujian penting, ditolak oleh orang yang kita hormati atau cintai, ataupun juga antisipasi dari pembedahan atau operasi bagi individu yang baru pertama kali mengalaminya. Adapun yang dimaksud dengan tuntutan adalah segala elemen fisik maupun psikososial dari situasi yang harus ditanggapi melalui tindakan fisik maupun mental oleh individu, sebagai upaya untuk menyesuaikan diri. Tuntutan yang secara umum dapat menimbulkan stress dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk, yaitu: 1) Frustrasi yang muncul apabila usaha yang dilakukan oleh individu untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, halangan atau mengalami kegagalan. Kegagalan bersumber dari dalam individu, sedangkan halangan bersumber dari lingkungan. 2) Ancaman, yang akan muncul apabila antisipasi individu terhadap hal-hal yang merugikan atau yang tidak menyenangkan bagi dirinya mengenai suatu situasi merupakan sesuatu yang dapat memunculkan stres. 3) Konflik, stres akan muncul apabila individu dihadapkan pada suatu keharusan untuk memilih salah satu diantara kebutuhan atau tujuan, biasanya pilihan terhadap suatu alternatif yang akan menghasilkan frustrasi bagi alternatif yang lainnya.

6

4) Tekanan, stres akan muncul jika individu mendapat tekanan atau paksaan untuk mencapai suatu hasil tertentu atau untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Sumber tekanan biasanya juga bisa berasal dari dalam diri maupun lingkungan (Lazarus, 1976) Faktor-faktor yang menjadi sumber munculnya stres disebut stressor. Pada dasarnya keadaan stres yang dihadapi sama, namun penghayatan derajat stress berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang lainnya. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) untuk memahami stres psikologis dari inidividu yang berbeda dapat digunakan melalui proses penting yang menghantarkan individu dengan lingkungannya yaitu penilaian kognitif yang memberi bobot terhadap stres yang dialami, apakah sebagai suatu hal yang mengancam atau tidak dalam penanggulangannya.

2.1.3

Klasifikasi Stres

Horwart (1978) mengembangkan pendekatan interaksional untuk mengklasifikasikan stres. Menurutnya stres dapat diklasifikasikan menjadi biologis, pengembangan, sosial, dan fenomenologi. Ketidakseimbangan antara tuntutan pengamatan dan kemampuan terjadi karena alasan berikut: 1) Biologis, stres timbul bila gaya hidup seseorang berbeda

terlalu banyak dari gaya hidup yang sewajarnya. 2) Pengembangan, stres timbul bila seseorang tidak disiapkan

oleh pendidikan dan pengajaran untuk memenuhi tuntutan yang dikenakan kepadanya karena gaya hidupnya.

7

3)

Sosial, stres timbul bila seseorang menghadapi tekanan sosial

yang bertentangan dengan peranan yang tidak konsisten. 4) Fenomenologis, stres dapat timbul bila gaya hidup orang itu

gagal mencapai aspirasi-aspirasi dan cita-citanya.

2.1.4

Proses Dinamika Stres

Proses terjadinya penghayatan stres pada individu melalui dinamika yang unik. Cummings dan Coopre (1988) menggambarkan proses stres ini secara sistematis. Mereka mengajukan tiga asumsi dasar pembentukan penghayatan stres ini, yaitu: 1) Hampir selalu terjadi keadaan siaga pikiran emosi dan

kesiagaan untuk bereaksi dengan lingkungan pada setiap individu. 2) Aspek perasaan dan keadaan fisik ini melakukan range of

stability yang akan membuat individu merasa nyaman. Bila individu harus bertindak mengatasi tekanan tersebut guna memelihara tekanan nyaman. 3) Tingkah laku yang bertujuan menjaga kesiagaan itulah yang

disebut dengan kesiagaan proses penyesuaian diri atau strategi penanggulangan. Jadi stres akan menjadi suatu penghayatan yang nyata bagi individu bila ancaman terjadi atas kondisi kesiagaan sehingga diperlukan proses penyesuaian diri ke arah keseimbangan semula. Kegagalan dalam

menyesuaikan diri akan menimbulkan penghayatan stres yang berlanjut.

8

2.1.5

Pendekatan Ilmiah Terhadap Stres

Pendekatan ilmiah terhadap penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli mengenai stress dapat dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu: 1) Stres dianggap sebagai variabel yang dependen untuk diteliti.

Disini stres ditinjau berdasarkan respon seseorang terhadap lingkungan yang mengganggu dan mengancam. 2) Stres dianggap sebagai ciri-ciri khas stimulus (rangsang) dari

lingkungan yang mengganggu atau mengancam. Stres umumnya diolah sebagai variabel yang independen untuk diteliti. 3) Stres diamati sebagai refleksi dari hubungan interaksi antara

individu dengan lingkungannya. Jadi stres dianggap sebagai suatu variabel antara stimulus dengan respon.

2.2

STRES KERJA 2.2.1 Definisi Stres Kerja

Menurut Ivancevich dan Matteson (Luthans, 2002:396) An adaptive response, mediated by individual difference and psychological processes, that is consequence of any external (environtmental) action, situation, or event that place excessive psychological and phsycal demans on a person.

9

Suatu respon adaptif, yang dihubungkan dengan perbedaan individu dan proses psikologis, yang merupakan konsekuensi dari perilaku, situasi atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menyebabkan tuntutan psikologis dan fisik yang berlebihan pada individu. Tiga komponen kritis dari definisi ini adalah: 1. stres ditunjukkan pada reaksi terhadap situasi atau kejadiaan,

bukan pada situasi atau kejadian itu sendiri. 2. menekankan bahwa stress dapat disebabkan oleh perbedaan

individu. 3. mengungkapkan tuntutan psikologis dan fisik yang berlebihan.

Menurut Beehr dan Newman (Luthans, 2002: 396) Job stress is a condition arising from the interaction of people and their job and charactherized by changes within people that before them to deviate from their normal function. Stres kerja adalah suatu kondisi yang meningkat berasal dari interaksi individu dan pekerjaannya dan memiliki karakteristik perubahan dari individu yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. Menurut Luthans (2002:396) Job stress is defined as an adaptive response to an external situation that result in physical, psychological and behavioral deviation for organizational participants. Stres kerja dapat didefinisikan sebagai suatu respon adaptif terhadap eksternal yang memberikan pengganti pada gangguan kesehatan, psikologis,

10

dan gangguan tingkah laku dari anggota organisasi. Menurut Luthans (2002:396) hal penting yang harus diperhatikan mengenai stress adalah: 1. Stres bukan hanya tentang kecemasan. Kecemasan berfungsi semata-mata sebatas dalam bidang emosional dan psikologis, sedangkan stres berfungsi juga dalam lingkup fisiologis atau fisik. Dengan demikian, stres mungkin akan disertai oleh kecemasan, namun dua hal ini tidaklah serupa. 2. Stres bukan hanya tentang ketegangan syaraf. Seperti kecemasan, ketegangan syaraf juga bisa merupakan hasil dari stres, namun keduanya tidaklah sama. Orang yang tidak sadar dapat memperlihatkan stres dan sebagian orang mungkin dapat

mengendalikannya dan tidak menunjukkannya melalui ketegangan syaraf. 3. Stres bukan selalu sesuatu yang merusak, buruk atau perlu dihindari. Eustress tidak merusak atau sesuatu yang buruk dan sesuatu yang perlu dicari, bukan dihindari. Kuncinya adalah bagaimana seseorang mengendalikan stres. Stres tidak dapat dihindarkan; stres dapat dicegah atau dapat dikontrol dengan efektif.

2.2.2

Penyebab Stres (stressor)

Penyebab dari stres yang biasa disebut stressor dapat mempengaruhi para karyawan dalam suatu organisasi. Stres dapat muncul dari luar, organisasi

11

juga dapat muncul dari dalam organisasi itu sendiri, muncul dari kelompok yang mempunyai pengaruh pada karyawan dan juga berasal dari karyawan atau individu itu sendiri. Luthans (2002:397) membagi penyebab munculnya stress kerja (job stressors) pada karyawan, yaitu: 1) 2) 3) 4) Extraorgazational stressors Organizational stressors Group stressors Individual stressors

Extraorgazational stressors Meskipun kebanyakan situasi dari penyebab stres kerja mengabaikan pentingnya pengaruh dari luar dan kejadian, hal ini meningkatkan dengan jelas yang juga akan memberikan dampak yang luar biasa. Mengambil dari perspektif system terbuka dari suatu organisasi (organisasi terpengaruh lingkungan eksternal), dengan jelas stres kerja tidak dapat dibatasi hanya mengenai pada sesuatu yang terjadi di dalam organisasi, seperti waktu kerja. Extraorgazational stressors adalah hal-hal seperti perubahan teknologi atau sosial, globalisasi, keluarga, relokasi (penempatan kembali), kondisi ekonomi dan finansial, ras dan kelas sosial, dan keadaan lingkungan rumah dan komunitas. Fenomena perubahan memberikan pengaruh yang cukup besar pada gaya hidup individu dan akan terbawa ke pekerjaan. Meskipun ilmu kedokteran telah meningkatkan rentang kehidupan manusia dan justru

12

menurunkan toleransi stres dan kesehatan individu. Konsep dari kesehatan dapat didefinisikan sebagai suatu keseimbangan yang harmonis dan produktif dari fisik, mental dan kehidupan sosial yang memberikan suatu tanggung jawab individu yang dapat diterima guna mengembangkan dan ketaatan pada progam promosi kesehatan. Oleh karena itu, individu ditempatkan pada kondisi yang sibuk, selalu bergerak, berpindah-pindah, ramai, gaya hidup masa kini, kecemasan, dan kesehatan secara umum akan terganggu; hal ini berpotensi meningkatkan munculnya stres dalam pekerjaan. Secara umum dapat dilihat, individu-individu dalam suatu keluarga memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan kepribadian. Situasi dalam keluarga, seperti: krisis keluarga, sakitnya anggota keluarga, pertengkaran dengan anggota keluarga, dan ketegangan suami-istri atau anak yang berlangsung lama dapat menjadi suatu penyebab stres pada karyawan, juga tren-tren baru dapat meningkatkan kesulitan karyawan untuk secara adekuat untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Sebagai karyawan yang bekerja dengan waktu yang lama dan membawa pekerjaan rumah untuk dikerjakan pada malam hari, tekanan ditempatkan pada hubungan antara pekerjaan dengan keluarga dan tekanan yang berlebihan pada koordinasi pekerjaan dan jadwal liburan, dan mencari perawatan untuk anak telah menjadikan individu yang stres. Penyebab-penyebab stres yang bersifat lingkungan fisik sering disebut dengan kerah biru (blue-collar stressors) karena mereka lebih merupakan masalah di dalam pekerjaan-pekerjaan kasar. Penyebab stres yang termasuk

13

dalam stressor lingkungan fisik antara lain adalah faktor cahaya, suhu, suara, dan polusi udara. Contoh pekerjaan yang memiliki stressor lingkungan fisik adalah pekerjaan di bidang kimia, radiasi, stress panas, pestisida, dan bahanbahan beracun lainnya, polisi, perawat, sekretaris, dan pekerja sosial. Organizational Stressors Selain penyebab stress yang berasal dari luar organisasi, terdapat penyebab stres yang berasal dari organisasinya sendiri. Meskipun organisasi dibentuk dari sekelompok individu namun pada dimensi yang lebih besar, keunikan organisasi merupakan penyebab stres yang potensial. Penyebab stres yang Kebijakan administratif dandapat dilihat dari gambar di bawah ini: berasal dari organisasi strategisDownsizzing Tekanan kompetisi Merit pay plans Aturan birokrasi Perkembangan teknologi

Struktur dan desain organisasi Sentralisasi dan formalisasi Konflik antar staf Spesialisasi Konflik dan ketidakjelasan peran Tidak ada kesempatan untuk berkembang Budaya saling tidak percaya dan membatasi Proses-proses organisasi Kontrol yang terlalu kuat Hanya dari komunikasi dari atas ke bawah Sentralisasi dalam mengambil keputusan Feedback kerja sangat sedikit Jarang dilibatkan dalam mengambil keputusan Penerapan system penilaian hukuman Kondisi kerja Lingkungan kerja yang berisik, rebut, bau menyengat. Bising, panas, atau dingin, udara yang tercemar. Tidak aman, kondisi yang membahayakan. Pencahayaan kurang, ketegangan fisik atau mental. Radiasi, bahan kimia beracun.

STRES KERJA

14

Gambar diatas menunjukan penyebab stres yang umum dapat dikategorikan dalam kebijakan administrasif dan strategis, struktur dan desain organisasi, proses-proses organisasi dan kondisi kerja. Beberapa contoh yang spesifik dari organizational stressors ini antara lain tanggung jawab tanpa diberikan otoritas, tidak dapat untuk menyampaikan kritik, rekognisi yang tidak tepat, dan ketidakjelasan dalam deskripsi pekerjaan atau melaporkan pekerjaan. Organisasi akan mengalami perubahan dramatis ketika berhadapan dengan tantangan dari lingkungan yang akan terus-menerus menyertai stressors dari karyawan dalam pekerjaan.

Group Stressors Kelompok juga dapat menjadi sumber yang potensial dapat menyebabkan stres. Penyebab stres dari kelompok ini dapat dikategorikann ke dalam dua area, yaitu : 1) Kurangnya keterpaduan kelompok Sangat jelas bahwa keterpaduan kelompok atau kebersamaan adalah sangat penting terutama yang berada pada level bawah dalam organisasi. Jika karyawan menunda kebersamaan atau keterpaduan dikarenakan oleh jenis tugas, atasan melarana dan membatasi, atau

15

salah satu anggota kelompok dikeluarkan maka akan berdampak pada berkurangnya keterpaduan kelompok yang akan menyaebabkan stres.

2) Kurangnya dukungan sosial Kayawan akan dipengaruhi oleh dukungan dari seseorang atau lebih anggota kelompok. Dengan cara saling membagi permasalahan dan gembira, karyawan mereka akan lebih baik. Jika seseorang karyawan tidak mendapat dukungan sosial maka situasi ini akan menyebabkan stress. Hal ini didukung oleh penelitian yang menyarankan kurangnya dukungan sosial adalah dapat menyebabkan stres yang dapat menimbulkan biaya kesehatan.

Individual Stressors Penyebab stres yang termasuk dalam stressor individual antara lain adalah konflik peran, peran ganda, bebam kerja yang berlebih, tidak ada kontrol, tanggung jawab dan kondisi kerja. Konflik peran dirasakan ketika seseorang menerima pesan-pesan yang tidak cocok berkenaan dengan perilaku peran yang sesuai. Peran ganda adalah tidak adanya pengertian dari seseorang tentang hak, hak khusus dan kewajiban-kewajiban mereka dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Beban kerja yang berlebih, yaitu baik kualitatif maupun kuantitatif. Terlalu banyak memiliki waktu untuk mengerjakan tugas atau tidak cukup

16

memiliki waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan merupakan beban kerja yang bersifat kuantitatif, sedangkan beban kerja kualitatif terjadi jika individu merasa tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka atau bahwa standar penampilan dituntut terlalu tinggi. Suatu stressor yang dialami oleh banyak pekerja adalah tidak adanya pengendalian atas suatu situasi. Langkah kerja, urutan kerja, pengembalian keputusan, waktu yang tepat, penetapan standar kualitas sendiri dan kendali jadwal adalah hal yang penting bagi kebanyakan orang. Tanggung jawab dapat menjadi beban bagi beberapa orang, namun tipe yang berbeda menampakkan fungsi yang berbeda sebagai stressor. Tanggung jawab dapat dibedakan dengan menggunakan istilah tanggung jawab bagi orang dan tanggung jawab bagi sesuatu. Contoh pekerjaan yang memiliki tanggung jawab tinggi terhadap orang adalah perawat bagian unit gawat darurat, ahli bedah syaraf, dan pengatur lalu lintas udara.

Menurut Ivancevich (1996) terdapat perbedaan individual yang menjelaskan mengapa suatu stressor yang mengganggu dan mengguncang bagi seseorang berubah pada orang lain. Perbedaan individual ini terdiri dari berbagai faktor, diantaranya stressor pengalaman bekerja, dukungan sosial, keluasan pandangan dan pola perilaku A. Pola perilaku tipe A (hasil riset Friedman dan Rosenman) ternyata lebih mudah mengalami stres. Ciri-ciri pola perilaku tipe A antara lain:

17

Secara kronis berjuang untuk mendapatkan sesuatu sebanyak

mungkin dalam periode waktu yang paling pendek. Agresif, ambisius, bersaing paling kuat. Bicara meledak-ledak, cepat beralih ke masalah yang lain

setelah menyelesaikan apa yang mereka katakana. Tidak sabar, benci menunggu, menganggap pekerjaan

menunggu merupakan tindakan yang membuang waktu berharga. Memenuhio btas waktu dan berorientasi kerja. Selalu dalam keadaan berjuang yang baik dengan orang,

sesuatu, atau kejadian. Sebaliknya, individu dengan pola perliaku tipe B umumnya tidak merasa dalam tekanan konflik, baik dengan orang atau dengan waktu, merasa tenang (rileks), mantap dan dapat menguasai diri (berlawanan dengan pola perilaku tipe A).

2.2.3

Dampak dari Stress

Stres secara otomatis dapat berakibat buruk bagi karyawan organisasinya. Dalam faktanya, dapat disimpulkan derajat stres rendah terkadang dapat meningkatkan performa kerja. Sebagai contoh, suatu studi menemukan bahwa derajat stres moderat dapat berdampak baik dalam meningkatkan pekerjaan. Stres moderat juga dapat meningkatkan kegiatan, perubahan dan secara keseluruhan performa kerjanya meningkat.

18

Penelitian juga mengindikasikan bahwa kesulitan, keadaan dari tugas yang harus dilakukan, kepribadian, aspek psikologis lainnya, dan neorotism dapat berdampak pada hubungan antara stres dan performa. Meskipun demikian, tetap lebih aman disimpulkan: 1) Performa kerja dalam faktanya sangat kuat dipengaruhi

oleh stres. 2) Performa kerja dapat turun sangat tajam terjadi ketika stres

meningkat pada derajat yang tinggi.

Gejala gangguan kesehatan Perhatian utama penelitian yang dilakukan pada tahun-tahun terakhir ini menemukan bahwa stres dapat berdampak pada kesehatan fisik. Kesehatan fisik yang spesifik yang dihubungkan dengan stres, adalah: 1) Masalah pada sistem kekebalan tubuh, seperti: kurangnya kemampuan tubuh untuk melewati atau menangkal penyakit dan infeksi. 2) Masalah pada sistem candiovascular, seperti darah tinggi dan penyakit jantung. 3) Masalah pada musculoskeletal, seperti sakit kepala dan penyakit jantung. 4) Masalah pada pencernaan, seperti: diare dan sembelit. Dapat dikatakan bahwa stres dapat dikontribusikan terhadap

munculnya berbagai penyakit.

19

Gejala Gangguan Psikologis Derajat stres tinggi dapat disertai dengan kemarahan, kecemasan, depresi, kegugupan, lekas marah, dan ketegangan. Suatu penelitian menemukan bahwa stress akan berdampak kuat pada tingkah laku agresi, seperti sabotase, agresi dalam hubungan dengan orang lain, dan kekerasan. Masalah psikologis yang berasal.dari stress dapat dilihat dari buruknya peforma kerja, kurang percaya diri menolak untuk diawasi, tidak dapat berkonsentrasi dan mengambil keputusan, serta ketidakpuasan kerja. Hal ini akan berdampak pada organisasi. Meskipun setiap orang akan berbeda cara bereaksi terhadap situasi yang membuat stress, pengaruh yang buruk pada performan kerja adalah sama dalam kasus masalah psikologis, atau mungkin bahkan akan lebih buruk.

Gejala Gangguan Tingkah Laku Dalam keadaan derajat stress yang tinggi, tingkah laku yang muncul adalah susah makan, berlebihan makan, tidak bisa tidur, banyak merokok, minum alkohol dan kecanduan obat-obatan. Derajat stres kerja yang tinggi dimanifestasikan dalam tingkah laku, seperti bekerja dengan datang terlambat ke kantor, tidak masuk kerja, keluar dari pekerjaan, mabuk-mabukkan, diam di rumah menghindari pekerjaan, jalan-jalan pada jam kerja, marah-marah dan agresif.

20

Seperti gangguan psikologis dan kesehatan yang disebabkan oleh stress, gangguan tingkah laku juga dapat dikendalikan, dapat digunakan dengan lebih efektif dan dapat dicegah baik oleh karyawan sendiri maupun oleh organisasi.

2.3

JOB PERFORMANCE 2.3.1 Job Pengertian Job Performance performance atau active performance adalah potensi

sesungguhnya yang dicapai seseorang. Definisi kerja karyawan yang dikemukakan oleh Faustino Cardosa Gomes (1995:195) adalah ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas yang sering dihubungkan dengan produktivitas. Sedangkan menurut Dr. Anwar Prabu Mangkunegara, M.Si (2000:67) dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kinerja sumber daya manusia adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia per-periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

21

2.3.2

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Job Performance

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja atau job performance menurut Keith Davis (1985:503) adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi. Faktor yang juga mempengaruhi job performance menurut A. Dale Timpe (1992:31) adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Faktor internal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, misalnya perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan, atau atasan, fasilitas kerja, dan iklim oragnisasi.

2.4

POLISI LALU LINTAS 2.4.1 Satuan Lalu Lintas

Satlantas Polresta adalah unsur pelaksana pada tingkat Mapolresta yang bertugas menyelenggarakan fungsi teknis lantas dalam seluruh wilayah Polresta. Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut dengan memperhatikan pengarahan Kapolresta dan petunjuk teknis pembinaan fungsi, Satlantas Polresta: 1. Menyelenggarakan fungsi lantas yang meliputi: penegakkan hukum, pendidikan masyarakat lalu lintas, perekayasaan, registasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor.

22

2. Membantu menyelenggarakan operasi khusus yang diperintahkan kepadanya. 3. melaksanakan administrasi operasional termasuk pengumpulan dan pengolahan data atau informasi yang berkenaan dengan aspek pembinaan maupun pelaksanaan fungsinya.

Struktur organisasi Satlantas Polresta:KASATLANTAS POLRESTA WAKASATLANTAS POLRESTA

URBINOPS

URREGIDENT

UNIT

Penjelasan masing-masing jabatan dalam struktur organisasi di atas, yaitu sebagai berikut: 1. Ka/Wakasatlantas Polresta Satlantas Polresta dipimpin oleh Kepala satuan lantas Poltersta (Kasatlantas Polresta) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan

23

kewajibannya kepada Kapolresta dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasi oleh Wakapolresta. Kasatlantas Polresta dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dibantu oleh Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta (Wakasatlantas Polresta) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas kewajibannya kepada Kasatlantas Polresta. 2. Urbinops Urbinops adalah unsur pelaksana staf pada Satlantas Polresta yang bertugas menyelenggarakan segala pekerjaan atau kegiatan staf bagi pelaksanaan fungsi lantas di lingkungan Polresta. Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, Urbionops: a) Merumuskan dan mengembangkan prosedur dan

tata cara kerja tetap bagi pelaksanaan fungsi lalu lintas serta mengawasi, mengarahkan dan mengevaluasi pelaksanaannya. b) Menyiapkan rencana dan program kegiatan

termasuk rencana pelaksanaan operasi khusus fungsi lalu lintas. c) administrasi. d) Menyelenggarakan administrasi operasional Mengatur penyelenggaraan dukungan

termasuk administrasi penyidikan perkara baik kecelakaan maupun pelanggaran lalu lintas.

24

e)

Mengatur pengelolaan atau penanganan tahanan

dan barang bukti dalam perkara pelanggaran atau kecelakaan lalu lintas. f) Menyelenggarakan kegiatan pengumpulan,

pengolahan dan penyajian data atau informasi yang berkenaan dengan aspek pembinaan dan pelaksanaan fungsi lalu lintas. Urbinops dipimpin oleh Kepala Urusan Pembinaan Operasi (Kaurbinops) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakasatlantas Polresta. 3. Urregident Urregident adalah unsur pelaksana staf pada Satlantas Polresta yang bertugas menyelenggarakan pelayanan, pemberian, atau pengeluaran sarana identifikasi pengemudi kendaraan bermotor. Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, Urregident: a) Menerima dan meneliti permohonan anggota

masyarakat untuk memperoleh SIM, STNK, dan BPKB. b) Melakukan berbagai upaya untuk menjamin

bahwa sarana identifikasi yang akan diterbitkannya baik langsung maupun melalui satuan atasannya dapat dipertanggung jawabkan secara formal maupun materil. c) Melakukan pengujian terhadap pengetahuan dan

keterampilan pemohon SIM untuk menjamin kebenaran atau ketepatan meteriil atas surat ijin yang diterbitkannya.

25

d)

Memberikan SIM, STNK, dan BPKB untuk

keperluan pemohon yang memenuhi persyaratan baik yang diterbitkan sendiri maupun dari satuan atasannya. e) Mengawasi, mengarahkan, menganalisa,

mengevaluasi, dan melaporkan kegiatan serta hasil-hasil yang didapat dari pelaksanaan kegiatan registrasi atau identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor. f) Melaksanakan kegiatan administrasi keuangan

hasil penyelenggaraan kegiatan registrasi atau identifikasi. Urregident dipimpin oleh kepala urusan registrasi atau identifikasi pengemudi kendearaan bermotor (Kaurregident) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas kewajibannya kepada Kasatlantas Polresta dan dalam melaksanakan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakasatlantas Polresta. 4. Unit Unit adalah unsur pelaksana pada Satlantas Polresta yang bertugas melaksanakan salah satu atau beberapa fungsi operasional satlantas Polresta. Unit dipimpin oleh Kepala Unit (Kanit) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas kewajibannya kepada Kasatlantas Polresta.

2.4.2

Etika Profesi Polisi Lalu Lintas

Polisi lalu lintas sebagai insan hamba Tuhan sekaligus sebagai makhluk sosial, di dalam segala ucap serta perilakunya harus memperhatikan

26

rambu-rambu tata nilai di masyarakat maupun aturan yang berlaku di dalam organisasinya. Oleh karenanya, Etika Profesi Polantas menjadi satu hal yang penting dalam rangka menjalankan tugas kewajiban maupun keberadaan Polantas sebagai bagian dari Polri yang juga merupakan bagian dari bangsa Indonesia telah memiliki Pancasila sebagai jiwa, kepribadian, pandangan hidup dan falsafah, selain pedoman Tri Brata dan Catur Prasetya sebagai pedoman kerja, masih dipandang perlu dirumuskan doktrin-doktrin yang bermanfaat untuk mengoperasionalkan profesinya. Dengan demikian Polantas akan memiliki cirri-ciri khusus yang menjadi jati dirinya dalam rangka melaksanakan tugas dan kewajibannya ditengah-tengah masyarakat dengan guna mencapai Polantas yang dicintai dan dihormati.

Ketentuan-ketentuan dasar tentang profesi Polantas a. 1. merupakan bidang pengabdian yang memiliki unsur-unsur: Setia kepada tugas dan kewajibannya dengan tidak

menyalahgunakan kewenangan, tugas pokok dan tanggung jawab, kecuali demi kpentingan organisasi atau profesinya. 2. Memerlukan pengorbanan tenaga, pikiran dan bila perlu

jiwa dan raga. 3. b. Tanpa pamrih yang berlebihan. Memiliki hakekat dan sifat ilmu tertentu:

27

1.

Hakekat profesi Polantas adalah segala upaya dengan

guna mewujudkan kamtibcar lantas. 2. Sifat-sifat profesi meliputi: Formal artinya untuk menjadi anggota Polantas

harus berdasarkan peraturan yang berlaku. Yuridis artinya segala tindakannya harus dilandasi

dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pengayoman artinya tujuan tugas Polantas berpijak

pada perlindungan masyarakat di jalan demi kamtibcar lantas. Berkembangnya artinya pelaksanaan profesi

Polantas tidak statis.

c. 1.

Diperlukan persyaratan dasar: Formal yaitu syarat-syarat sebagai Polantas, seperti

pendidikan, postur tubuh dan kemampuan-kemampuan tertentu yang telah diatur. 2. Persyaratan psikologis untuk menunjang palaksanaan

profesi Polantas, antara lain: Ulet dan tekun Cepat tepat mengambil keputusan Dinamis

28

d.

Tegas dan bijaksana Wawasan luas Berinisiatif Tidak emosional Tanggap terhadap perubahan Objektif Berprinsip Memahami dan menguasai teknis atau pengetahuan tentang

lalu lintas, termasuk kecepatan dalam pelayanan atau perlindungan masyarakat. e. 1. Pedoman tingkah laku Polantas mencakup: Filosofis (Pancasila, doktrin-doktrin, azas-azas

kewenangan Kepolisian, etika profesi dank ode etik). 2. Yuridis (KUHP, KUHAP atau perundang-undangan

lain yang berlaku). f. Organisasi profesi Polantas terdiri dari tingkat Pusat dan

Kewilayahan dengan uraian tugas yang telah dirumuskan dalam PPOP.

2.4.3

Motto atau Rumusan Profesi Polantas

Motto atau rumusan profesi dari polisi lalu lintas, yaitu: a.Sopan terhadap setiap masyarakat mulai dari batinnya, lahirnya, tindakan, ucapan dan sebagai anggota masyarakat.

29

b.

Melayani. Polantas sebagai abdi utama nusa dan bangsa

berkewajiban memberikan pelayanan yang baik, tanpa pilih kasih. Pelayanan Polantas diberikan di kantor maupun di lapangan. c.Melindungi terhadap mayarakat dari kemungkinan gangguan atau ancaman yang dapat merugikannya, perlindungan terhadap harta benda, hak-hak dan kewajiban masyarakat yang dapat dilaksanakan dengan preventif dan represif, termasuk melindungi tegaknya hukum atau peraturan-peraturan yang berlaku. d. Adil, tindakan Polantas hsarus dirasakan wajar, seimbang

oleh setiap pelaku pelanggar terhadap hukum, dengan tetap berpegang pada nilai-nilai martabat atau harkat manusia. Polisi lalu lintas harus memiliki moral kepribadian dan perilaku yang dapat dijadikan sebagai panutan masyarakat, agar sebagai aparat penegak hukum, pelindung dan pelayan masyarakat benar-benar eksis. Selain itu, ucapan, sikap dan perilaku setiap anggota Polantas dalam mengemban tugas harus memiliki ciri-ciri menghormati, menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia dengan tetap berpegang teguh demi tegaknya hukum berdasarkan azas legalitas maupun azas oportunitas. Kemudian, setiap anggota Polantas dalam menjalankan tugas, fungsi dan perannya senantiasa berpedoman pada batas kewenangan yang ada dan Undang-undang yang berlaku dalam rangka mewujudkan rasa adil dan kepastian hukum bagi masyarakat.

2.4.4

Visi Polisi Lalu Lintas

30

Visi Polisi Lalu Lintas adalah menjamin tegaknya hukum di jalan yang bercirikan perlindungan atas hak-hak asasi, penegakkan demokrasi sebagai masyarakat modern yang hidup dalam kebenaran dalam rangka kepastian hukum dan keadilan serta perlindungan lingkungan hidup dalam

menyongsong Indonesia Baru.

2.4.5

Misi Polisi Lalu Lintas

Misi Polisi Lalu Lintas adalah melindungi masyarakat pengguna jalan dengan berpegang teguh pada Hak Asasi Manusia (HAM), nilai-nilai Demokrasi dan melaksanakan penegakkan hukum dalam menjamin kepastian hukum dan keadilan.

31