bab ii pemicu 2

Upload: inggrid-trusty

Post on 17-Jul-2015

455 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

BAB II ISI I. HIV DAN AIDS A. Deferensi AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV yaitu retrovirus yag terdiri dari 2 rantai RNA, dimana virus menjadi DNA intermediet dengan pertologan enzim reversetranskriptase, DNA sel yang diserang dalam bentuk provirius. B. Patofisiologi HIV yang dulu disebut sebagai HTLIV-III (Human T cell lymphotropik virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy virus), adalah virus sitopatik dari famili retrivirus. Virus ini ditransmisikan melalui kontak seksual, darah atau produk darah yang terinfeksi, dan cairan tubuh tertentu, serta melalui perinatal. Virus tidak ditransmisikan melalui kontak biasa. Virus memasuki tubuh dan terutama menginfekasi sel yang memiliki molekul CD4. Kelompok sel terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4. Sel-sel target lainnya adalah monosit, mekrofag, sel dendrite, sel langerhans san sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4, virus memasuki sel target dan melepaskan selubung luarnya. RNA retrovirus ditranskripsi menjadi DNA melalui transkkripasi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk akan disatukan ke dalam nucleus sel T4 sebagai sebuah provirus kemudian terjadi infeksi yang permanen. Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang diaktifkan, repikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru terbentuk ini, kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel CD4+ lainnya. Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna. Tapi sel-sel ini menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyai dari system imun dan terangkut ke seluruh tubuh lewat system ini untuk menginfeksio berbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini dapat mengandung molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk memproduksinya. Tempat primernya adalah jaringan limfoid. Ketika system imun terstimulasi, replikasi virus akan terjadi dan virus tersebut menyebar ke dalam plasma darah yang menyebabkan infeksi berikutnya pada sel CD4+ yang lainnya. C. Pemeriksaan Pemeriksaan lab yang paling banyak digunakan adalah tes antibody HIV, karena mempunyai sesibilitas tinggi (99,9%)

Hasil tes yang didapat : Hasil yang positif palsu dapat disebabkan : Hasil negative palsu dapat disebabkan :

Positif (+), Negatif (-), Positif palsu (false +), Negatif palsu (false -) Auto antibody, Penerimaan vaksin HIV, Kesalahan teknik pemeriksaan Masih dalam periode jendela (window periode); Serokonvensi, pada keadaan AIDS lanjut; Agammaglonulinemia; Kesalahan teknik pemeriksaan Untuk tujuan diagnostic hasil tes dinyatakan bila : - Melalui pemeriksaan antibody HIV (tes ELISA) 3 kali dengan reagen berbeda memberikan hasil positif (+) - Melalui pemeriksaan antibody HIV (tes ELISA) 1 kali dan konfirmasi weastern blot memberikan hasil positif (+) - Melalui pemeriksaan Abbot diagnostik dan western blot memberikan hasil positif Jenis-jenis pemeriksaan HIV : Tes antibody HIV / anti HIV Tes untuk deteksi virus (viral land) Tes antigen HIV Tes CD4 digunakan untuk mengetahui berapa jumlah limsofit T helper yang tersisa, bukan untuk tujuan diagnostic HIV positif atau negatif.

D. Manifestasi klinis Orang yang mederita penyakit HIV biasanya mudah terkena infeksi oprtunis, yaitu infeksi yang muncul karena menurunnya sistem kekebalan tubuh. Manifestasi oral dari penyakit HIV/AIDS: 1. Kandidiasis. 2. Infeksi Virus Herpes Simpleks. 3. Linear gingival erythema. 4. Pembesaran Kelenjar Parotis. 5. Stomatitis Aftosa Rekuren. Stomatitis aftosa minor rekuren. Ulser kecil dengan diameter kurang dari 5 mm, ditutupi lapisan pseudomembran dan dikelilingi oleh halo eritematous. Stomatitis aftosa mayor rekuren. Gambaran klinis sama dengan stomatitis aftosa minor rekuren, tetapi lebih besar, diameter antara 1-2 cm, dan timbul selama beberapa minggu, terasa sakit dan mengganggu pengunyahan dan penelanan. Stomatitis aftosa herpetiform rekuren. Berupa stomatitis aftosa yang kecil-kecil berkelompok, diameter 1-2 mm, cenderung terjadi pada lokasi yang mengganggu proses makan dan bicara.

6. 7. 8.

Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG). Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP). Necrotizing stomatitis (NS). 9. Xerostomia. Mulut kering dan menurunnya kecepatan aliran saliva. 10. Sarkoma kaposi dan limfoma non Hodgkins. 11. Hairy leukoplakia. E. Perawatan Medis - Obat antiretroviral AZT/ zidovudine (ZDV) {termasuk dalam grup nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTi)}. - Obat inhibitor protease mencegah replikasi virus. - Dengan tingginya level toksisitas dan perkembangan terhadap resistensi obat, medikasi antiretrovitral diberikan sebagai terapi ganda/ tripel. - Terapi kombinasi ini disebut sebagai highly active antiretroviral therapy (HAART). Terapi antiretroviral dimulai ketika sel CD4 pasien turun hingga ambang kritis dan/atau ketika muatan virus pasien melebihi jumlah kritis. - Profilaksis terhadap infeksi oportunistik biasanya dimulai berdasarkan status imun pasien. - Biasanya pasien dengan jumlah sel CD4 dibawah 200 sel/mm3 dipertimbangkan untuk dilakukan profilaksis untuk mencegah pneumonia Pneumocystis carinii, dan pada tingkat yang lebih rendah, dilakukan profilaksis untuk melawan infeksi fungal dan mikrobakterial. F. Pertimbangan Kesehatan Mulut Pertimbangan kesehatan mulut berhubungan dengan penyakit sistemiknya. Perhatian umumnya adalah pada keseimbangan yang tidak baik, rentan terhadap infeksi yang dipengaruhi dental, reaksi dan interaksi obat, dan kemampuan pasien untuk bertahan terhadap stress dan trauma prosedur dental. Pasien dengan jumlah sel CD4 yang rendah sekalipun tidak rentan terhadap bakterimia yang dipengaruhi dental. Sehingga, tidak ada indikasi untuk penggunaan rutin antibiotik profilaksis untuk pasien HIV. Pasien dengan neutrofil < 500-750 sel/mm3 memerlukan antibiotik profilaksis. Pada beberapa pasien mungkin terjadi peningkatan resiko untuk berkembangnya bakteri endocarditis akut bila mereka tadinya pengguna obat-obatan intravena. Medikasi untuk merawat HIV dapat mengakibatkan xerostomia.

II. ACUTE NECROTIZING ULCERATIVE GINGIVITIS (ANUG)

A. Deferensi ANUG adalah infeksi oral secara endogenous yang ditandai oleh nekrosis gingiva. Terkadang ulster pada mukosa oral juga terjadi pada pasien dengan penyakit hematologic atau defisiensi nutrisi yang parah. Penyakit ini diikuti oleh prevalensi organisme yang berlebihan dalam keadaan rongga mulut yang normal dan tidak menyebar. Organisme yang sering dilibatkan pada kasus yang menyebabkan lesi ini adalah fusiform bacillus dan spirochetes. Sampel plak yang diambil dari pasien ANUG memperlihatkan adanya organisme anaerobic seperti treponema spp, selenomonas spp, fusobacterium spp. Listgarten, mengklasifikasikan zona-zona bakteri pada ANUG sebagai berikut: Zona 1 : Zona Bakteri, berada di permukaan paling luar, mengandung bermacammacam bakteri, termasuk beberapa spirochetes yang berukuran kecil, sedang dan besar Zona 2 : Zona kaya neutrofil , mengandung leukosit dalam jumlah yang sangat banyak, neutrofil, dengan banyak bakteri di antara leukosit. Zona 3 : Zona Nekrosis, mengandung sel jaringan yang terdisintegrasi, materi fibril, sisa-sisa jaringan kolagen, dan spirochetes yang sangat banyak dalam ukuran sedang dan besar. Zona 4 : Zona Infiltrasi Spirochetes, mengandung jaringan yang terinfiltrasi oleh spirochetes, tanpa adanya organisme lain. Penyakit ANUG pada pasien tanpa kelainan medis ditemukan pada usia 16-30 tahun. Hal tersebut berhubungan dengan tiga faktor utama, yaitu: OH buruk dengan gingivitis marginal dan adanya poket periodontal atau restorasi gigi yang tidak baik, merokok , stress emosional. Kelainan sistemik yang berhubungan dengan ANUG adalah penyakit yang menyerang neutrofil (seperti leukemia atau anemia aplastik, malnutrisi dan infeksi HIV) Ada 3 bentuk penyakit periodontal yang diteliti pada penderita AIDS : linear gingival erythema (LGE), necrotizing ulcerative gingivitis (NUG), dan necrotizing ulcerative periodontitis (NUP). LGE adalah lesi merah yang membentuk pita di sepanjang marjinal gingival yang tidak dapat menghilang hanya dengan prosedur OH standar, lesi ini disebabkan oleh perkembangan yang berlebihan dari candida dan hanya dapat menghilang dengan antifungal therapy. Istilah NUG dipakai bila penyakit hanya melibatkan gingival, sedangkan istilah NUP dipakai bila penyakit telah ampai menyebabkan kehilangan perlekatan periodontal. Differential Diagnosis dari NUG adalah herpetic gingivostomatitis,

streptococcal gingivostomatotitis, candidiasis, agranulcytosis, dermatoses, dan stomatitis venenata B. Manifestasi klinis Permulaan bentuk akut dari ANUG biasanya terjadi tiba-tiba, dengan diikuti rasa sakit, tenderness, produksi saliva yang melimpah, merasakan rasa logam yang aneh, dan perdarahan spontan dari gingival Secara umum, pasien akan merasakan kehilangan fungsi pengecapan rasa dan rasa ingin merokokk yang tinggi. Gigi-gigi akan mengalami ekstrud ringan, sensitive terhadap tekanan, atau memiliki woody sensation. Ketika bertambah parah, gigi-gigi akan menjadi goyang. Namun tada yang paling spesifik dari ANUG adalah perdarahan gingival dan rasa tumpul pada papilla interdental. Ciri khas dari lesi ANUG adalah ulserasi nekrotik yang timbul, pada umumnya berkembang pada papilla interdental dan marginal gingiva. Ulser tersebut dlapisi oleh pseudomembran berwarna abu-abu, namun bila tidak dilapisi pseudomembran, mengekspos gingival margin yang berwarna merah dan mengalami perdarahan. Walaupun ulserasi kebanyakan terjadi pada interdental papilla, tapi dapat berkembang pada pipi, bibir, dan lidah, dimana jaringan berkontak dengan lesi gingival atau trauma. Ulserasi juga dapat ditemukan pada palatal dan daerah pharyngeal. Ketika lesi telah mencapai luar daerah gingival, blood dyscrasias dan immunodeficiency harus diamati dan dilakukan tes laboratorium dengan memperhatikan tanda dan gejala penyakit. Lesi ulcerative dapat berkembang sampai pada prosesus alveolaris. Ketika perdarahan gingival menjadi tanda dan gejala utama, gigi-gigi dapat mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan dan penderita juga dapat mengalami bau mulut. Horning dan Cohen menjelaskan tentang perkembangan ANUG dalam tahapan sebagai berikut : (1) nekrosis dari ujung papilla interdental (2)nekrosis keseluruhan dai papilla (3) nekrosis meluas ke margin giniva (4) nekrosis meluas ke attached gingival (5) nekrosis meluas ke mukosa labial dan bukal (6) nekrosis mengekspos tulang alveolar (7) nekrosis mengakibatkan perforasi ke kulit pipi. Pada tahap 1 adalah NUG, tahap 2 dapat NUP atau NUG, karena bisa terjadi kehilangan perlekatan ataupun tidak, tahap 3 dan 4 adalah NUP, tahap 5 dan 6 adalah necrotizing stomatitis, dan tahap 7 disebut noma. Organ tonsil dapat juga terkena pada penyakit ANUG. Nodus limfa juga dapat mengalami pembesaran dan penderita dapat juga mengalami penyakit liymphadenopaty, terutama pada pasien anak.

Sedangkan pada pasien NUG yang juga terinfeksi HIV, penyakit ini berkembang sangat cepat, mulai dari keterlibatan hanya pada gingival, kemudian meluas sampai menyebabkan NUP. Pada ANUG yang parah, dapat juga diikuti oleh demam tinggi, meningkatnya laju denyut nadi, leukocytosis, dan kehilangan nafsu makan. Penyakit sistemik pada anak biasanya terjadi lebih parah. Penyakit yang biasa terjadi adalah insomnia, konstipasi, penyakit gastrointestinal, sakit kepala dan depresi mental.

C. Differential Diagnosis Kemunculan akut eritematus dan ulserasi gingiva NUG dapat menyerupai primary herpetic gingivostomatitis. Differential diagnosis yang lain adalah streptococcal gingivostomatotitis, candidiasis, agranulcytosis, dermatoses, dan stomatitis venenata. D. Pemeriksaan Pada cairan sulkus gingiva terdapat berbagai jenis flora, tetapi pada NUG akan positif terdapat Treponema species, P. intermedia, F. nucleatum, Peptostreptococcus micros, P. Gingivalis, Selenomonas species dan Campylobacter. Lesi gingiva nekrotik dapat juga disebabkan oleh mikroba selain fusospirochetes, seperti Pseudomonas aeruginosa. E. Perawatan Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi akumulasi mikroorganisme dan menghilangkan efek sistemik dari infeksi. Pada kunjungan awal gingiva cukup dilakukan irigasi dan kuretase untuk menghilangkan sebanyak mungkin plak dan debri. Sebaiknya menggunakan topikal anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Setelah kunjungan pertama ini, instruksi untuk terapi sendiri di rumah harus diberikan kepada pasien, terutama mengenai kumur-kumur hydrogen peroksida (kurang lebih 1,5 2 % dalam air) tiga kali sehari dan menyikat gigi. Antibiotic biasanya tidak dibutuhkan untuk kasus-kasus rutin dari NUG yang terbatas pada margin gingiva dan gingiva interdental. Kasus-kasus ini dapat berhasil dirawat cukup dengan debridemen lokal. Bila terjadi serangan yang luas pada gingival atau tanda-tanda sistemik lainnya dan kasus-kasus dengan serangan pada mukosa selain dari gingival maka antibiotic harus dipertimbangkan untuk diberikan. Penicillin dan metronidazole cukup efektif. Selain itu pasien harus menjalani pemeriksaan yang teliti. Setelah periode akut yang sakit, pasien harus kembali menjalani evaluasi periodontal yang lengkap dan dilakukan scaling dan root planing untuk menghilangkan semua sisa plak dan kalkulus. Bedah periodontal mungkin diperlukan untuk memperbaiki defek gingival dan periodontal.

III.

CANDIDIASIS

A. Deferensi (meilisa)

B. Klasifikasi Klasifikasi oral candidiasis diuraikan sebagai berikut: Acute Pseudomembranous Atrophic (erythematous) Antibiotic stomatitis Chronic Atrophic Denture sore mouth Angular cheilitis Median rhomboid glossitis Hypertrophic / hyperplastic Candidal leukoplakia Papilary hyperplasia of the palate Median rhomboid glossitis (nodular) Multifocal Mucocutaneous Syndrome associated Familial +/- endocrine candidiasis syndrome Myositis Localized Generalized Immunocompromise (HIV) associated Chronic Atrophic Candidiasis Denture Stomatitis (Denture Sore Mouth)

Merupakan salah satu bentuk umum oral candidiasis yang tampak sebagai inflamasi difuse pada daerah maksila denture-bearing. Tanda klinis dari DSM ini adalah berwarna merah terang, seperti beludru dengan sedikit keratinisasi. Paling tidak sebanyak 70% penderita DSM menunjukkan pertumbuhan jamur yang disertai dengan adanya kolonisasi bakteri. Candida berperan sebagai agen infeksi endogen pada jaringan yang didahului trauma kronis dari mikrobakteri. Pada DSM terdapat tiga tahap klinis, yaitu 1) munculnya beberapa palatal petechiae, 2) difuse eritema pada sebagian besar atau semua mukosa yang tertutup denture, dan 3)

pembentukan granulasi atau nodularity, biasanya pada tengah-tengah palatum durum dan alveolar ridge. Angular Cheilitis

Angular cheilitis merupakan infeksi Candida albican pada sudut mulut, dapat bilateral maupun unilateral. Sudut mulut yang terkena infeksi tampak merah dan pecah-pecah, dan terasa sakit ketika membuka mulut. Angular cheilitis ini dapat terjadi pada penderita defisiensi vitamin B12 dan anemia defisiensi besi. Biasanya terjadi bersamaan dengan adanya DSM dan sangat jarang terjadi pada susunan gigi alami (tanpa protesa). Kemungkinan penyebab lain adalah adanya penurunan dimensi vertical wajah, defisiensi nutrisi, diabetes, neutropenia, atau AIDS. Terkadang infeksi kronis candida di daerah tersebut juga terjadi karena kebiasaan lip-licking sehingga terjadi deposit saliva di sudut bibir (commisure). Median Rhomboid Glossitis

Terletak pada papila lidah di bagian tengah dan dorsum. Pada awalnya hanya berupa kemerahan pada lidah, tetapi dapat berlanjut menjadi suatu kondisi candidiasis kronik. Chronic Hyperplastic Candidiasis

Infeksi jamur timbul pada mukosa bukal atau tepi lateral lidah berupa bintik-bintik putih yang tepinya menimbul tegas dengan beberapa daerah merah. Kondisi ini dapat berkembang menjadi displasia berat atau keganasan, dan kadang disebut sebagai Kandida leukoplakia.

Bintik-bintik putih tersebut tidak dapat dihapus, sehingga diagnosa harus ditentukan dengan biopsi.2 Kandidiasis ini paling sering diderita oleh perokok. Candidal leukoplakia merupakan bentuk kronis dari oral candidiasis yang terlihat pada daerah pipi, bibir, lidah, dan palatum sebagai lapisan plak putih. Membedakan candidal leukolplakia dengan leukoplakia lain adalah dengan periode penemuan acid-Schiff. CHC juga tampak sebagai mucocutaneous candidiasis dengan predisposisi kelainan imun dan endokrin. CHC juga mungkin muncul sebagai median rhomboid glossitis. Candida diketahui sebagai penyebab proliferasi epitel dan jumlah kasus dysplasia dapat diexagregat karena induksi inflamasi atau perubahan reaksi epitelium. Chronic Multifocal Candidiasis Tampak sebagai chronic atropic candidiasis di banyak daerah. Paling sering terjadi karena adanya masalah kelainan imun atau pasien dengan faktor predisposisi seperti ill-fitting denture. Pada umumnya muncul di daerah dorsum dari lidah, midline dari palatum durum, sudut mulut, dan denture bearing mucosa sufaces. Chronic Mucocutaneous Candidiasis CMC ditandai dengan adanya lesi-lesi seperti hyperplastic mucocutaneous lesion, granuloma, dan plak putih yang melekat pada mukosa yang dimaksud. Terdapat dua jenis CMC, yaitu 1) syndrome-asociated CMC (Familial) dan 2) localized and difuse CMC. Familial CMC biasanya terkait masalah kelainan sistem imun ataupun endokrin. Contohnya seperti candidiasis endocrinopathy syndrome, atau chronic candidiasis terkait thymoma. Sementara Localized CMC biasanya tampak sebagai varian dari chronic local candidiasis. CMC dapat diobati dan dikontrol dengan menggunakan obat antifungi. Bila kontrol dengan obatnya dihentikan, CMC dapat timbul kembali dengan cepat. Immunocompromise (HIV) associated Candidiasis Oral candidiasis sangat banyak ditemukan pada pasien dengan masalah sistem imun. Oleh karena itu, pengidap HIV juga sangat rentan terserang oral candidiasis karena kehilangan limfosit T sebagai agen imun untuk candida. Pada manusia sehat, IgA dalam saliva akan menjadi penangkal untuk candida. Sementara pada penderita HIV, apalagi AIDS, kadar IgA akan menurun sehingga mudah terserang candidiasis. Deep Fungal Infections Etiologi dan pathogenesis:

Karakter infeksi ini meliputi ogan dalam tubuh terutama paru-paru dan dapat menyebar ke organ tubuh lainnya melalui darah. patogenesis Inhalasi spora dari jamur dapat menyerang pasien immunocompressant hal ini terjadi pada infeksi bakteri crytococcus

Penampakan klinis initial sign biasanya berhubungan dengan organ paru, meliputi: batuk, demam, keringat di malam hari, dan kehilangan berat badan, sesak dada, batuk darah (hemoptysis). Pada jenis infeksi cocidiomycosis biasanya kulit juga mengalami erithema multiforme, sedangkan pada infeksi blastomycosis dapat disertai dengan adanya purulen. Lesi oral biasanya: kronis, non-healing dan merupakan ulcers sekunder dari penyakit paru karena primary sitenya terletak pada organ paru. Penyakit dan Agen Blastomycosis Blastomyces dermatitidis Tempat yang Terjangkit Lidah, oral mukosa, gingiva, bibir, tulang mandibula Manifestasi Oral Ulserasi, sessile projections, pembengkakan, actinomycosis (seperti abses mengering) Granuloma Frekuensi Langka Diagnosis Biopsi, smear (pulasan), kultur Manajemen Amphotericin B, Ketoconazole, Miconazole, Itraconazole Amphotericin B dengan Azoles (jika perlu) Amphotericin B dan bisa ditambah dengan Flucytosine Amphotericin B, fluconazole, itraconazole

Coccidioidomyc Nasolabial osis folds, kulit Coccidioides immitis Cryptococcosis Crytococcus neoformans Histoplasmosis Histoplasma capsulatum / Histoplasma duboisii Gingiva, palatum keras dan lunak, mukosa, tonsil Oral mucosa, lidah, palatum, gingiva, area periapikal

Sangat Langka

Nodul berwarna / granulasi, pembengkakan, ulser Nodular, granular, destruksi jaringan dengan erosi tulang

Tidak lazim

Anamnesa, pemeriksaan histologi, coccidioidin skin test Mikroskop, kultur

Lazim

Mikroskop, kultur, serologi

SUBCUTANEOUS FUNGAL INFECTIONS (SPOROTHRICOSIS) Penyakit dan Agen Sporotrichosis Sprotrichum schenckii Tempat yang Manifestasi Oral Terjangkit Oral mucosa Eritem, ulser, granuloma, papilloma Frekuensi Tidak lazim Diagnosis Histologi, kultur Manajemen Amphotericin B, Itraconazole

Opportunistic Fungal Infections (PHYCOMYCOSIS/MUCORMYCOSIS, ASPERGILLOSIS) Etiologi dan patogenesis disebabkan oleh jamur genera Mucor dan Rhizopus. Biasanya jamur ini terdapat pada adonan kue, sayur yang layu yang kemudian menginfeksi manusia ketika kondisi sistemiknya kurang baik. Infeksi juga bisa terjadi pada pasien dengan kontrol yang buruk, misalnya: diabetes ketoacidosis, pasien yang immunosupresan, advanced malignancies, pasien yang terapi steroid atau radiasi. Rute infeksinya bisa melalui : respiratory tract, dan gastrointestinal tract. Penampakan klinis - lesi dapat terjadi pada rongga nasal, sinus paranasal serta orofaring. Gejalanya ditandai dengan bengkak, nyeri dan ulcer. Jamur tersebut dapat menginvasi dinding arteri dan menyebar melalui darah, trombosis dan infark. Penyakit dan Agen Aspergillosis Aspergillus fumigatus Tempat yang Terjangkit Sinus paranasal, lidah, palatum lunak Manifestasi Frekuensi Oral Formasi plak Tidak lazim dan local pain pada lesi Diagnosis CT scan, periodic acidSchiff-stained smear, & immunostains Manajemen Ketonazole atau Clotrimazole, namun jika setelah 72 jam infeksi tidak sembuh, dapat diganti dengan Amphotericin B 1. Deteksi asidosis 2. Terapi antifungi (Amphotericin B) 3. Surgical debridemen

Mucormycosis Mucor species

Sinus maxilaris melalui palatum

Ulser, unilateral facial pain, tulang terpapar (khususnya maxilla)

Lazim

Smear (pulasan)

Infeksi Fungi GEOTHRICHOSIS dan PARACOCCIDIODOMYCOSIS Penyakit dan Agen Geotrichosis Geotrichum candidum Tempat yang Terjangkit Oral mucosa Manifestasi Oral Mirip Akut Pseudomembra n Candidiasis Frekuensi Tidak lazim Diagnosis Histologi, kultur Manajemen Nystatin (lesi local), Itraconazole

Paracoccidioido my-cosis Paracoccidioides brasiliensis

Palatum keras dan lunak, gingiva, lidah

Papul, vesikel, ulser, destruksi local ekstensif

Lazim

Histologi, kultur

(sistemik) Sulfonamide, Amphotericin B, Ketoconazole

C. Pemeriksaan 1. PEMERIKSAAN ELEMEN JAMUR 1. Pemeriksaan dengan larutan KOH Bahan pemeriksaan didapat kemudian diletakkan di gelas objek, lalu diteteskan KOH (10%-50%), tutup objek glass, tekan perlahan agar gelembung udara hilang. Kemudian panaskan. Setelah itu periksa dengan mikroskop 2. Pemeriksaan dengan larutan KOH dan tinta parker Sama dengan teknik pemeriksaan larutan KOH, teteapi ditambah dengan tinta parker biru hiitam dengan perbandingan tertentu. Kemudian diperiksa dengan mikroksop. 3. Pemeriksaan dengan Lactophenol Cotton Blue Teknik pemeriksaan sama dengan pemeriksaan larutan KOH 4. Pemeriksaan dengan pewarnaan gram Bahan pemeriksaan diletakkan di glass objek, kemudian pulas dengan larutan karbol gentian violet selama 60 detik, kemudian cuci dengan air suling. Kemudian pulas lagi dngan larutan iodium selama 30 detik dan cuci dengan aquadest. Tambahkan alkohol 95% hingga tidak ada warna violet yang dilepaskan, cuci dengan air suling. Pulas dengan larutan safranin selama 10 detik. Kemudian cuci dengan aquadest dan biarkan kering di udara. Periksa dengan mikroskop. 5. Interpretasi hasil Elemen jamur dematofit : terlihat hifa dan spora Kandida : terlihat sel yeast dengan atau tanpa pseudohifa Malasseziafurfur: terlihat spora berkelompok

2. PEMERIKSAAN KULTUR 3 media biakan kultur, yaitu:

1. Agar sabouraud dapat digunakan untuk mengisolasi semua jenis jamur

(media universal)2. Modifikasi agar sabouraud media yang mengandung kloramfenikol dan

sikloheksimid yang merupakan media selektif untuk mengisolaso dermatofit karena dapat mencegah petumbuhan kontaminan seperti bakteri dan jamur lainnya. Modifikasi yang tidak mengandung sikloheksimid merupakan media selektif untuk mengisolasi kandida. 3. Media DTM ( Dermatophyle Test Medium) Mengandung merah fenol yang merubah warna medium dari warna kuning menjadi merah karena metabolit alkalin oleh koloni dermatofit.

3. TES FERMENTASI dan UTILISASI Dilakukan untuk menentukan spesies kandida. Digunakan gula-gula yang mengandung indikator warna : glukosa , mlatosa, sukrosa, dan laktosa. Fermentasi (+) dapat disertai atau tanpa pembentukan gula. Pada test utilisasi digunakan: glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa, galaktosa, etanol dan arbutin. C. Perawatan Kandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan menggunakan obat antijamur,dengan memperhatikan factor predisposisinya atau penyakit yang menyertainya,hal tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan atau penyembuhan.(Mc Cullough 2005,Silverman 2001) Obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan yaitu: (Tripathi M.D 2001) 1. Antibiotik a. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin b. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin 2. Antimetabolite: Flucytosine (5 Fe) 3. Azoles a. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) : ketokonazole b. Triazoles (sistemik) : Flukonazole, Itrakonazole 4. Allylamine Terbinafine 5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat. Dari beberapa golongan antijamur tersebut diatas, yang efektif untuk kasus-kasus pada rongga mulut, sering digunakan antara lain amfotericine B, nystatin, miconazole, clotrimazole, ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole. (Mc cullough, 2005).

Amfoterisin B dihasilkan oleh Streptomyces nodusum, mekanisme kerja obat ini yaitu dengan cara merusak membran sel jamur. Efek samping terhadap ginjal seringkali menimbulkan nefrositik. Sediaan berupa lozenges (10 ml ) dapat digunakan sebanyak 4 kali /hari. Nystatin dihasilkan oleh streptomyces noursei,mekanisme kerja obat ini dengan cara merusak membran sel yaitu terjadi perubahan permeabilitas membran sel. Sediaan berupa suspensi oral 100.000 U / 5ml dan bentuk cream 100.000 U/g, digunakan untuk kasus denture stomatitis. Miconazole mekanisme kerjanya dengan cara menghambat enzim cytochrome P 450 sel jamur, lanosterol 14 demethylase sehingga terjadi kerusakan sintesa ergosterol dan selanjutnya terjadi ketidak normalan membrane sel. Sediaan dalam bentuk gel oral (20 mg/ml), digunakan 4 kali /hari setengah sendok makan, ditaruh diatas lidah kemudian dikumurkan dahulu sebelum ditelan. Clotrimazole, mekanisme kerja sama dengan miconazole, bentuk sediaannya berupa troche 10 mg, sehari 3 4 kali. Ketokonazole (ktz) adalah antijamur broad spectrum.Mekanisme kerjanya dengan cara menghambat cytochrome P450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran sel, Obat ini dimetabolisme di hepar. Efek sampingnya berupa mual / muntah, sakit kepala,parestesia dan rontok. Sediaan dalam bentuk tablet 200mg Dosis satu kali /hari dikonsumsi pada waktu makan. Itrakonazole, efektif untuk pengobatan kandidiasis penderita immunocompromised. Sediaan dalam bentuk tablet ,dosis 200mg/hari. selama 3 hari.,bentuk suspensi (100-200 mg) / hari,selama 2 minggu. (Greenberg, 2003). Efek samping obat berupa gatal-gatal,pusing, sakit kepala, sakit di bagian perut (abdomen),dan hypokalemi. Flukonazole, dapat digunakan pada seluruh penderita kandidiasis termasuk pada penderita immunosupresiv Efek samping mual,sakit di bagian perut, sakit kepala,eritme pada kulit. Mekanisme kerjanya dengan cara mempengaruhi Cytochrome P 450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan membran sel . Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Sediaan dalam bentuk capsul 50,mg,100mg, 150mg dam 200mg Single dose dan intra vena. Kontra indikasi pada wanita hamil dan menyusui. IV. PENYAKIT DARAH A. ANEMIA Anemia terjadi apabila terdapat penurunan jumlah hemoglobin yang bersirkulasi dari batas normal. Berkurangnya hemoglobin mungkin disebabkan oleh: kehilangan darah seperti pada iron deficiency anemia, meningkatnya destruksi sel darah merah seperti pada hemolytic anemia, berkurangnya produksi sel darah merah seperti pada pernicious & folic acid deficiency anemia, atau kombinasi ketiganya

Anemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan dasar patofisiologinya: ukuran RBC (microcytic, normocytic, macrocytic) atau konsentrasi hemoglobin (hypochromic, normochromic). Gejala umum anemia meliputi: kulit, palpebral conjunctiva, dan dasar kuku terlihat pucat; dyspnea; mudah lelah. Anemia Karena Kehilangan darah : Defisiensi Zat Besi ( Iron Deficiency Anemia ) IDA (blood loss anemia, hypochromic mycrotyc anemia) merupakan anemia yang paling sering terjadi, dengan epidemiologi 30% populasi dunia. IDA dapat terjadi akibat kehilangan darah kronis, seperti pada perdarahan menstrual atau menopausal, proses melahirkan, atau lesi ganas/ulcer yang mengalami pendarahan pada saluran pencernaan. Penyakit ini juga terjadi pada pasien yang mengalami penurunan derajat absorpsi zat besi. Manifestasi Oral Tanda oral paling umum pada IDA adalah mukosa yang pucat. Selain itu, oral epithelial cell menjadi atrofi dengan hilangnya keratinisasi normal. Lidah menjadi licin karena atrofi papilla filiform dan fungiform, atrofi mukosa lingual. Pada kasus berkepanjangan, dapat menyebabkan penyempitan esophagus, sehingga pasien susah makan. Pada pemeriksaan histologi mukosa lidah, menunjukkan penebalan epitel, dengan penurunan jumlah sel pada lapisan sel progenitor. Diagnosis Diagnosis berdasarkan pemeriksaan darah, di mana terjadi penurunan hemoglobin; pada pemeriksaan peripheral smear, sel-selnya mycrocytic dan hypochromic. Seseorang dikatakan anemia bila hemoglobin < 11 g/dL. Pasien dengan IDA akan memiliki konsentrasi serum besi yang rendah dan kapasitas iron-binding yang tinggi, level serum ferritin yang menurun. Dokter harus menyelidiki sumber perdarahan termasuk survey radiologi GIT, sigmoidoscopy, pemeriksaan gyneocologi, dan riwayat menstrual serta diet yang lengkap. Pertimbangan Dental Pasien dental yang memiliki gejala anemia, atau tanda oral yang sugestif dengan anemia harus diperiksa darah lengkap (complete blood count). Jika secara signifikan hemboglobinnya mengalami penurunan, pasien harus dirujuk ke dokternya untuk pemeriksaan medis, diagnosis laboratorium, dan perawatan yang lebih lanjut. Prosedur bedah mulut atau periodontal tidak dilakukan pada pasien anemia karena potensi meningkatnya perdarahan dan proses penyembuhan yang terganggu. Jika level hemoglobin turun di bawah 10 g/dL, akan mempengaruhi trombosit dan endothelium, sehingga pembekuan

darah menjadi berkurang efektivitasnya. Anastesi umum tidak boleh dilakukan, kecuali hemoglobin paling tidak 10 g/dL. B. LEUKIMIA Leukimia merupakan salah satu penyakit keganasan yang menyerang sel darah putih (leukosit). Pada penyakit ini terjadi proliferasi leukosit secara berlebihan dan tidak terkendali sehingga merusak jaringan di sekitarnya. Sel-sel kanker menguasai sumsum tulang dan menggantikan posisi sel darah normal, yaitu leukosit, eritrosit dan trombosit sehingga penderita leukimia juga mengalami anemia dan trombositopenia. Sel darah putih (leukosit) yang normal pada sumsum tulang digantikan oleh sel-sel darah putih yang mengalami keganasan. Karena sel darah putih yang ganas tersebut tidak bisa melaksanakan fungsi sel darah putih sebagaimana mestinya, maka pasien leukimia mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga mudah terkena infeksi oportunis. Etiologi dari penyakit ini adalah sel yang mengalami mutasi gen, yang bisa dipicu oleh virus, radiasa ataupun radikal bebas. Manifestasi dari penyakit leukimia yaitu cerical lymphadenopathy, perdarahan di rongga mulut, pembengkakkan gingiva, infeksi oral dan ulser di rongga mulut. Trombositopenia dan anemia yang diakibatkan oleh tertekanya sumsum tulang, menghasilkan mukosa yang pucat, petechiae, perdarahan gingiva serta ekimosis (perdarahan di bawah kulit). V. ORAL MALODOR (HALITOSIS) Oral malodor atau bau mulut, dalam bahasa medis biasa disebut halitosis, berasal dari bahasa Latin yaitu halitus (nafas). Definisi dari halitosis adalah bau tidak sedap yang tercium melalui mulut. A. Etiologi Halitosis 1. Yang berasal dari mulut : a. Bakteri Apabila tidak ditindaklanjuti, bakteri pada plak akan berkembangbiak dan mengeluarkan toksin bau yang tidak sedap. b. Makanan beraroma tajam Makan pertama kali akan diolah di dalam mulut, lalu dicerna oleh usus, diserap oleh darah lalu dibawa ke paru paru, kemudian paru paru akan mengeluarkan gas carbondioksida yang membawa aroma sesuai dengan aroma makanan yang kita makan. Contoh dari makanan yang beraroma tajam adalah bawang, durian, ikan. c. Bakteri di lidah

Berkumpulnya bakteri di lidah merupakan penyebab 80-90% dari kasus halitosis. Kebanyakan dari bakteri ini berkumpul di bagian dorsal lidah karena pada bagian tersebut susah dibersihkan. Bagian dorsal lidah merupakan habitat yang ideal untuk bakteri anaerob yang berkembang dibawah lidah. Bakteri dapat mengeluarkan bau seperti telur busuk yang merupakan bau dari Volatile Sulfur Compounds (VSC) yang terdiri atas hidrogen sulfida, metil merkaptan, dan dimetil sulfida. d. Tonsil Lubang pada bagian tonsil yang disebut crypts sering terdapat sisa-sisa makanan dan kuman yang menyebabkan bau tidak sedap. e. Penempatan gigi tiruan yang kurang baik Menyebabkan penumpukan sisa makanan. f. Penyakit periodontal Penyakit periodontal menyebabkan sulkus gingiva menjadi lebih rentan terhadap bakteri dan sisa-sisa makanan. g. Xerostomia (mulut kering) Karena saliva tidak cukup untuk membersihkan kotoran yang ditinggalkan makanan. h. Merokok, alkohol i. Obat-obatan yang dapat mengurangi aliran saliva Contohnya anti depresan, anti histamin. 2. Sistemik a. Gangguan perut Diet yang rendah karbohidrat akan menyebabkna ketosis (kekurangan keton) yang dapat menyebabkan bau tidak sedap. b. Penyakit sistemik Contohnya penyakit ginjal, sirosis hepatitis, diabetes melitus, TBC, sinusitis. c. Kerongkongan Katup kerongkongan yang tidak menutup dengan benar karena adanya penyakit hiatus hernia, dapat membawa asam lambung masuk ke kerongkongan lalu akan dibawa keluar melalui mulut. B. Patofisiologi Bakteri-bakteri aerob berkolonisasi di dalam rongga mulut bakteri mengalami maturasi sampai ketebalan 0,1-0,2 mm Kadar oksigen menurun Bakteri anaerob memproduksi VSC (Volatile Sulfur Compounds) Mengeluarkan gas yang berbau busuk. VSC terdiri dari hydrogen sulfide, metil merkaptan, dimetil sulfide, dan dimetil disulfide.

Tempat yang umum sebagai akumulasi dan produksi VSC : posterior dorsum lidah, ruang interdental, dan area subgingiva. Keparahan dari VSC dipengaruhi oleh : tingkat plak, ketersediaan substrat, oral dryness, waktu malodor terparah saat pagi hari karena lamanya oral dryness.

C. Hubungan penyakit periodontal terhadap oral malodor Ruang interproksimal dengan adanya poket periodontal merupakan tempat yang sangat kondusif untuk pertumbuhan bakteri anaerob yang akan memproduksi VSC. Suatu penelitian menunjukan bahwa : Indeks bleeding on probing dan kedalaman poket berhubungan positif terhadap produksi VSC. Bakteri pathogen penyakit periodontal seperti Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola, Bacteroides forsythus, berkontribusi dalam pembentukan malodor karena mikroorganisme inni memproduksi hydrogen sulfide, metil merkaptan, dan dimetil sulfide dalam jumlah yang berlebihan. Selain menjadi kontributor utama pada malodor, VSC juga dapat memperparah penyakit periodontal

D. DIAGNOSIS E. PERAWATAN Bau Mulut tidak sedap disebabkan oleh banyak factor sehingga yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi factor yang berkontribusi dalam bau mulut tersebut. Dalam kasus penyakit periodontal, poket yang dalam menyebabkan bau mulut yang kurang sedap, perawatan yang tepat adalah dengan perawatan periodontal berupa kuret atau flap dan meningkatkan oral hygiene berupa DHE, oral profilaksis dan scaling. Tes Diagnostik Metode Menangkupkan Self Assessment hembusan dari mulut, kumpulan saliva or Dental Floss Organoleptic Subjektif Portable sulfide monitor Gas chromatography Analisis Instrumental Objektif Analisis Instrumental Objektif Parameter Sensasi bau mulut, saliva atau plak Keterangan Kurang valid

Sensasi bau mulut Pengukuran kuatitatif dari VSCs Pengukuran kuatitatif dari VSCs

Kultur Bakteri

Pengukuran tidak langsung

Pengukuran bakteri spesifik dari periodontal

BANA hydrolysis

Pengukuran tidak langsung

Pengukuran kuantitaif hydrolysis dari Nbenzoyl- DL-arginine2-naphthylamind (BANA)

Bergantung pada keahlian tertentu Cukup akurat untuk mengukur total sulfide yang terkandung Pengukuran yang sangat akurat untuk mengukur semua komponen yang ada di dalam mulut Pertumbuhan dan analisis bakteri membutuhkan waktu dan keahlian tertentu. Kurang dapat mengukur oral malodor. Mendeteksi bakteri yang dapat menghidrolisis BANA.

VI. KONTROL INFEKSI Kontrol infeksi dilakukan untuk mencegah /mereduksi penyebaran agen infeksi dari : Jalur kontaminasi Sumber mikroorganisme Mode penyebaran Mekanisme/jalur masuk ke tubuh Prosedur kontrol infeksi

silang Pasien ke tim dental

Mulut pasien

penyakit Kontak langsung (saliva/darah) Droplet infection

Kulit luka pada tim dental Inhalasi oleh tim Kulit luka pada tim dental

Permukaan mukosa tim dental

Kontak tidak langsung

Tusukan, sayatan, jarum suntik pada tim dental

Kulit luka pada tim dental

Lesi pada kulit pasien Tim dental ke pasien Tangan tim dental (lesi/berdarah)

Kontak langsung

Kulit luka pada tim dental Permukaan mukosa pasien

Gloves/cuci tangan, imunisasi Masker, rubber dam, mouthrinsing Gloves/cuci tangan, pakaian protektif, pelindung wajah, rubberdam, mouthrinsing Masker, kacamata, pelindung wajah, rubberdam, mouthrinsing, imunisasi - pengaturan pembuangan sampah dan kehati-hatian dalam menggunakan jarum suntik - memakai glove tebal saat membersihkan - ultrasonic cleaning lebih baik dari handscrubbing - antimicrobial holding & cleaning solution - Glove yang tebal utk membersihkan - Pakaian pelindung - imunisasi Glove/cuci tangan, imunisasi Glove/cuci tangan, imunisasi, hati-hati memegang benda tajam Glove/cuci tangan, sterilisasi instrument, disinfeksi

Kontak langsung

Kontak tidak langsung

item yang digunakan dlm mulut pasien telah mnyebabkan bleeding

Mulut tim dental (cairan mulut/respiratory)

Droplet infection

pada tim dental&tidak disterikan Inhalasi oleh pasien

permukaan, imunisasi Masker, pelindung wajah Masker, pelindung wajah - sterilisasi instrument&handpiec e - melapisi permukaan DU dan disinfeksi - cuci tangan dan pakai glove - mengganti masker - kacamata kerja - mengganti pakaian pelindung - flushing waterlines pada DU - gunakan barang disposable - manajemen sampah - disinfeksi alat - menajemen laundry terkontaminasi - cuci tangan imunisasi - Gunakan sumber air baru dan terpisah - Disinfeksi aliran air DU periodic - gunakan agen antimicrobial - filter air

Pasien ke pasien

Mulut pasien

Kontak tidak langsung (instrument, tangan)

Permukaan mukosa mulut pasien Permukaan mukosa mulut pasien

Dental office ke komunitas

Mulut pasien

Kontak tidak langsung

Sayatan, tusukan,luka di kulit,barang yang sudah dibuang

Tim dental ke keluarganya Komunitas ke pasien

Cairan tubuh tim dental Air pada DU

Kontak lgsg/tidak lgsg Kontak langsung

Kontak intim Mulut pasien

REFERENCES1. Greeberg MS, Glick M. Burkets. Oral medicine Diagnosis and Treatment. 10th ed.,

BC Decker Inc. Hamilton 2. Joseph A. Regezi. Oral Pathology Clinical Pathological Correlations. 4th eds.

3. Jurnal: MANIFESTASI ORAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT

IMUNOSUPRESI PADA ANAK-ANAK YANG TERINFEKSI HIV/AIDS DAN PENATALAKSANAANNYA (Studi Pustaka) Irna Sufiawati *, Febrina Rahmayanti Priananto**. FKG UI.4. http://medicalcenter.osu.edu/patientcare/healthcare_services/dental_care/halitosis/Pa

ges/index.aspx5.

http://www.dechacare.com/Tips-Mengatasi-Bau-Mulut-I511.html Diunduh tanggal 18-4-2009

6. http://www.vienka.com/2010/08/tips-mengatasi-bau-mulut-halitosis-selama-

puasa.html Diunduh tanggal 17-8-20107. www.dent.ucla.edu/pic/members/malodor)