bab ii 2+gambar
TRANSCRIPT
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 1/44
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Arteri
Walaupun jantung adalah pusat sistem kardiovaskuler, namun pembuluh darah
yang membawa darah ke seluruh tubuh. Unsur utama terbesar dari dinding pembuluh
darah adalah sel endothel, sel otot polos, dan elemen jaringan ikat pendukung
(misalnya serat kolagen dan elastik) (Porth, 2005).
Dinding seluruh pembuluh darah, kecuali yang sangat kecil, terdiri dari tiga
lapisan berbeda, yang disebut tunika. Lapisan terluar dari pembuluh darah disebut
tunika eksterna atau tunika adventitia, terutama terdiri dari anyaman serat kolagen
yang longgar yang melindungi pembuluh darah dan menambatkannya pada struktur
yang ada disekitarnya. Tunika eskterna disusupi oleh serabut saraf, dan pada
pembuluh darah yang besar, sebuah system pembuluh darah kecil yang disebut vasa
vasorum. Lapisan tengah, tunika media, sebagian besar terdiri dari sel otot polos yang
tersusun melingkar dan lembaran elastin. Arteri yang besar memiliki lamina elastik
eksterna yang memisahkan tunika media dari tunika eksterna. Lapisan paling dalam,
tunica intima, terdiri dari lapisan tunggal sel endothel yang datar dengan dilapisi
sedikit jaringan konektif subendotel. Dibawah jaringan subendothel terdapat lamina
elastic interna yang khususnya berkembang di arteri muskular (Porth, 2005).
Sebagai komponen selular penting dari dinding pembuluh darah, endothel dan
sel otot polos berperan penting pada pathogenesis banyak penyakit pembuluh darah,
termasuk hipertensi (Porth, 2005).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 2/44
6
2.1.1 Endotel
Sel endothel membentuk lapisan yang berlanjut untuk system vaskuler secara
keseluruhan yang disebut endothelium. Pada awalnya dianggap tidak memiliki
peranan penting selain lapisan pembuluh darah, namun sekarang diketahui bahwa
endothelium memiliki berbagai manfaat, jaringan multifungsi yang berperan aktif
dalam mengontrol fungsi vaskuler. Sebagai membran semipermeabel, endothelium
mengontrol transfer molekul melewati dinding pembuluh darah. Endothelium juga
berperan mengontrol adhesi platelet dan pembekuan darah; mengatur aliran darah dan
resisten vaskuler; metabolisme hormone, regulasi imun dan reaksi inflamasi; dan
elaborasi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tipe sel lainnya, terutama sekali sel
otot polos. Beberapa mediator untuk vasodilatasi yang dirilis endotel adalah
Endothelial Derived Relaxing Factor (EDRF) yaitu Nitric Oxide (NO), prostacyclin
(PGI2), Endothelial Derived Hyperpolarizing Factor (EDHF), bradikinin, asetilkolin,
serotonin, histamine, dan substansi P. Endotel juga merilis beberapa mediator
vasokonstriksi yaitu endotelin dan Platelet Activating Factor (PAF) (Boulanger dan
Van Houtte, 1994; Chines, et al, 1998; Porth, 2005).
Struktur lengkap sel endothel akan memberikan respon terhadap berbagai
stimulus abnormal dengan merubah fungsi umumnya dan dengan mengekspresikan
fungsi baru yang diperoleh. Istilah disfungsi endothel menggambarkan beberapa tipe
perubahan yang berpotensi reversible pada fungsi endothel yang terjadi sebagai
respon terhadap stimulus lingkungan. Penyebab disfungsi endothel meliputi cytokine
dan produk bakteri yang menyebabkan inflamasi; stress hemodinamik dan produk
lipid yang berperan pada pathogenesis atherosclerosis; virus dan komponen
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 3/44
7
komplemen; dan hipoksia. Sel endothel yang mengalami disfungsi, pada gilirannya,
memproduksi sitokin lainnya, growth factor, prokoagulan atau unsur antikoagulan,
dan berbagai macam produk biologic aktif lainnya (Porth, 2005).
2.1.2 Otot polos
Sel otot polos vaskuler, yang membentuk lapisan predominan seluler pada
tunica media, menyebabkan pembuluh darah vasokonstriksi atau vasodilatasi. Serabut
saraf vasomotor dari komponen system saraf simpatis otonom memenuhi kebutuhan
otot polos di pembuluh darah. Saraf ini bertanggung jawab terhadap vasokonstriksi
dinding pembuluh darah. Karena sel ini tidak memasuki tunika media pembuluh
darah, saraf ini tidak secara langsung bersinapsis pada sel otot polos. Namun, saraf
tersebut melepaskan neurotransmitter norepinephrine, yang tersebar dalam tunika
media dan berperan pada otot polos terdekat. Impulse yang dihasilkan disebarkan
sepanjang sel otot plos melalui gap junction, menyebabkan kontraksi pada seluruh
lapisan sel otot dan hal ini mengurangi radius lumen pembuluh darah (Porth, 2005).
Sel otot polos pembuluh darah juga mensintesis kolagen, elastin,dan komponen
matrix ekstraseluler lainnya; growth factor dan sitokin dalam jumlah besar; dan
setelah terjadi perlukaan vaskuler akan bermigrasi kedalam intima dan berproliferasi.
Sehingga, sel otot polos sangat penting baik pada perbaikan normal vaskuler maupun
pada proses patologis seperti atherosclerosis yang kemudian menyebabkan hipertensi.
Aktivitas migrasi dan proliferasi sel otot polos pembuluh darah distimulasi oleh
promotor dan inhibitor pertumbuhan. Promotor meliputi platelet-derived growth
factor, thrombin, fibroblast growth factor, dan cytokine seperti interferongamma dan
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 4/44
8
interleukin-1. Inhibitor meliputi NO. Regulator lainnya meliputi system rennin-
angiotensin (angiotensin II) dan katekolamin, yang berperan pada hipertensi (Porth,
2005).
2.2. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah suatu kekuatan yang ditimbulkan oleh darah yang
bersirkulasi pada dinding pembuluh darah, dan merupakan salah satu tanda vital yang
penting. Istilah tekanan darah biasanya dimaksudkan pada tekanan arteri. Tekanan
darah ini sangat penting dalam sistem sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk
daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler, dan sistem vena,
sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap (Mas'ud, 1989).
2.2.1 Tekanan Darah Arteri
Tekanan darah arteri menggambarkan ejeksi ritmik darah dari ventrikel kiri
menuju aorta. Tekanan ini meningkat sesuai dengan kontraksi ventrikel kiri dan
menurun selama relaksasi. Pada orang sehat, tekanan yang tinggi, disebut tekanan
sistolik, idealnya kurang dari 120 mmHg dan tekanan yang lebih rendah, disebut
tekanan diastolik, kurang dari 80 mmHg. Perbedaan tekanan sistolik dan diastolik
(kira-kira 40 mmHg) adalah pulse pressure. Pulse pressure meggambarkan denyut
normal aliran darah arteri. Mean arterial pressure (sekitar 90 hingga 100 mmHg)
menggambarkan tekanan rata-rata system arteri selama ventrikel kontraksi dan
relaksasi dan merupakan indikator yang baik terhadap perfusi jaringan (Porth, 2005).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 5/44
9
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi Tekanan Darah Arteri
Tekanan darah arteri tergantung berbagai faktor, meliputi kerja jantung,
volume darah, resistensi perifer, dan viskositas darah (Shier, et al, 2006).
Gambar 2.1 Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tekanan darah arteri (Shier,
et al., 2006)
Kerja jantung
Disamping menghasilkan tekanan darah dengan memompa darah ke arteri,
kerja jantung juga menentukan seberapa banyak darah yang memasuki system arteri
dalam setiap kontraksi ventrikel. Volume darah yang disalurkan dari ventrikel kiri
dalam setiap kontraksi disebut isi sekuncup dan sama dengan 70 milimeter pada rata-
rata berat badan pria ketika istirahat. Volume yang disalurkan dari ventrikel kiri per
menit disebut curah jantung, dihitung dengan mengalikan isi sekuncup dengan denyut
jantung per menit (curah jantung = isi sekuncup x denyut jantung). Sehingga, jika isi
sekuncup 70 milimeter dan denyut jantung 72 per menit, maka curah jantung adalah
5.040 milimeter per menit (Shier, et al., 2006).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 6/44
10
Tekanan darah berubah-ubah sesuai curah jantung. Jika baik isi sekuncup
maupun denyut jantung meningkat, begitu pula curah jantung, dan sebagai hasilnya,
tekanan darah juga meningkat, begitu pula sebaliknya (Shier, et al., 2006).
Seperti disebutkan sebelumnya, curah jantung tergantung pada volume darah
yang dikeluarkan ventrikel kiri setiap kontraksi (isi sekuncup) dan denyut jantung.
Dengan demikian, dua mekanisme penting untuk menjaga tekanan arteri normal
adalah regulasi curah jantung dan regulasi resisten perifer (Shier, et al., 2006).
Sebagai contoh, volume darah yang memasuki ventrikel mempengaruhi isi
sekuncup. Masuknya darah menyebabkan peregangan serat myocardium didinding
ventrikel. Dengan batas, semakin panjang serat tersebut, semakin besar daya
kontraksinya. Hubungan antara panjang serat (peregangan otot jantung sebelum
kontraksi) dan kekuatan kontraksi disebut hukum frank-starling jantung. Hal ini
penting, sebagai contoh, selama latihan, ketika banyak darah kembali ke jantung
melalui vena. Semakin banyak darah yang memasuki jantung dari vena, semakin
besar distensi ventrikel, semakin besar isi sekuncup, semakin besar curah jantung,
begitu pula sebaliknya. Mekanisme ini memastikan bahwa volume darah yang
dialirkan dari jantung sama dengan volume yang memasuki jantung (Shier, et al.,
2006).
Volume darah
Volume darah setara dengan jumlah bentuk elemen dan volume plasma di
system peredaran darah. Walaupun volume darah sedikit berubah-ubah sesuai umur,
ukuran tubuh, dan jenis kelamin, kadang sejumlah 5 liter untuk orang dewasa, atau
8% dari berat tubuh dalam kilogram (Shier, et al., 2006).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 7/44
11
Tekanan darah normal berbanding lansung dengan volume darah dalam
system kardiovaskuler. Sehingga, perubahan volume darah dapat mengawali
perubahan tekanan darah. Sebagai contoh, jika perdarahan dapat mengurangi volume
darah, tekanan darah menurun. Jika transfusi berhasil mengembalikan volume darah
normal, tekanan darah juga kembali normal. Volume darah juga dapat turun
disebabkan gangguan keseimbangan cairan, seperti yang terjadi pada dehidrasi.
Terapi cairan pengganti dapat mengembalikan volume dan tekanan darah dalam
keadaan normal (Shier, et al., 2006).
Resistensi Perifer
Tahanan perifer total adalah sejumlah tahanan dari semua pembuluh darah
perifer dalam sirkulasi sistemik. Tahanan perifer total meningkat karena ikatan
norepinefrin dan epinefrin pada reseptor α1 pada otot polos vaskuler. Hormon ini
mengakibatkan vasokonstriksi, selanjutnya akan memperkecil diameter vaskuler di
perifer. Resistensi vaskuler berbanding terbalik dengan diameter pembuluh darah.
Semakin kecil diameter pembuluh darah, semakin besar tahan perifernya. Tahanan
perifer juga dipengaruhi oleh viskositas darah yang melaluinya. Viskositas secara
normal berkiatan dengan osmolaritas. Tahanan juga dipengaruhi oleh kapasitansi
pembuluh darah (Sherwood, 2001).
Viskositas darah
Semakin besar viskositas, semakin besar resinten aliran darah. Sel darah dan
protein plasma meningkatkan viskositas darah. Semakin besar resistensi aliran darah,
semakin besar kekuatan yang diperlukan untuk menggerakkannya melalui system
peredaran darah. Sehingga tidaklah mengejutkan bila tekanan darah meningkat sesuai
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 8/44
12
dengan peningkatan viskositas darah dan menurun bila viskositas darah menurun
(Shier, et al., 2006).
Aliran balik vena
Tekanan darah menurun sementara darah mengalir sepanjang system arteri
dan menuju kapiler, sehingga hanya sedikit tekanan bersisa di venule akhir kapiler.
Bahkan aliran darah yang melewati system vena hanya sebagian yang merupakan
hasil langsung aksi jantung dan tergantung factor lainnya, seperti kontraksi otot
rangka, pergerakan nafas, dan vasokonstriksi vena (Shier, et al., 2006).
Kontraksi otot rangka menekan pembuluh darah terdekat, menekan darah
didalamnya. Sementara otot rangka menekan vena dan katupnya, beberapa darah
bergerak dari satu bagain katup ke bagian lainnya (gambar 2.3). Aksi pemijatan oleh
kontraksi otot rangka ini membantu darah melewati system vena menuju jantung.
Tidak kembalinya darah ke bagian distal disebabkan karena adanya sistem katup vena
yang mampu menahan kembalinya darah (Mas'ud, 1989; Shier, et al., 2006).
Gambar 2.2 Katup vena (A) mengalirkan darah ke jantung, tapi (B) mencegah darahkembali dari jantung (Shier, et al., 2006)
Kontraksi vena (venokonstriksi) juga mengembalikan darah vena menuju
jantung. Ketika tekanan vena rendah, reflex simpatis menstimulus otot polos di
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 9/44
13
dinding vena untuk berkontraksi. Vena juga memberikan reservoir darah yang dapat
mengadaptasikan kapasitasnya terhadap perubahan volume darah. Jika terjadi
kehilangan darah dan tekanan darah turun, venokonstriksi dapat menekan darah
keluar dari reservoir ini. Dari contoh tersebut, venokonstriksi membantu menjaga
tekanan darah dengan menekan darah menuju jantung (Shier, et al., 2006).
Mekanisme regulasi tekanan darah
Walaupun jaringan yang berbeda di dalam tubuh dapat meregulasi aliran
darahnya sendiri, sangatlah penting bagi tekanan arteri untuk menjaga kestabilan
perpindahan aliran darah dari satu area tubuh ke area lainnya. Metode regulasi
tekanan arteri tergantung pada adaptasi jangka pendek atau jangka panjang yang
dibutuhkan (Shier, et al., 2006).
2.2.3 Regulasi Tekanan Darah
A. Regulasi jangka pendek
Mekanisme regulasi jangka pendek tekanan darah, terjadi beberapa menit atau
jam, diharapkan dapat memperbaiki ketidak seimbangan sementara pada tekanan
darah, seperti yang terjadi pada waktu latihan dan perubahan posisi tubuh.
Mekanisme ini juga bertanggung jawab untuk menjaga tekanan darah pada level
survival selama situasi yang mengancam jiwa. Regulasi jangka pendek tekanan darah
bergantung terutama pada mekanisme neural dan hormonal, dan yang tercepat adalah
mekanisme neural (Porth, 2005).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 10/44
14
Mekanisme neural
Pusat kontrol neural untuk regulasi tekanan darah berlokasi di formasio
reticularis di bawah pons dan medulla otak dimana terjadi respon integrasi dan
modulasi system saraf otonom. Area ini terdiri dari pusat kontrol vasomotor dan
cardiac dan secara kolektif sebagai pusat kardiovaskuler. Pusat kardiovaskuler
mentransmisikan rangsang parasimpatik ke jantung melalui nervus vagus dan
mentransmisikan rangsang simpatik ke jantung dan pembuluh darah melalui spinal
cord dan nervus simpatik perifer. Stimulasi vagal jantung menghasilkan denyut
jantung yang lambat, dimana stimulasi simpatis menghasilkan peningkatan denyut
jantung dan kontraktilitas jantung. Pembuluh darah diinervasi oleh system saraf
simpatis, dimana peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan konstriksi pembuluh
darah dan penurunan aktivitas simpatis menyebabkan pembuluh darah relaksasi
(Porth, 2005).
Kontrol sistem saraf otonom pada tekanan darah dimediasi melalui reflex
sirkulasi intrinsik, reflex ekstrinsik, dan pusat kontrol neural yang lebih tinggi. Reflex
intrinsic, meliputi reflex mediated-baroreseptor dan kemoreseptor, terletak di system
sirkulasi dan sangat penting untuk regulasi tekanan darah yang cepat dan jangka
pendek. Sensor reflex ekstrinsik ditemukan di luar sirkulasi. Sensor tersebut meliputi
respon tekanan darah yang berhubungan dengan faktor nyeri dan dingin. Jalur neural
untuk reaksi ini lebih tersebar, dan responnya kurang konsisten dibanding refleks
intrinsik. Banyak dari respon ini disalurkan melalui hipotalamus, yang berperan
penting dalam kontrol respon system saraf simpatis. Diantara pusat respon yang lebih
tinggi berhubungan dengan perubahan susasana hati dan emosi (Porth, 2005).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 11/44
15
Baroreseptor adalah reseptor yang sensitive terhadap tekanan yang berlokasi
pada dinding pembuluh darah dan jantung. Baroreseptor karotis dan aorta terletak
pada posisi strategis antara jantung dan otak (Gambar 2.4). Baroreseptor ini
memberikan respon terhadap perubahan peregangan dinding pembuluh darah dengan
mengirim impuls ke pusat kardiovaskuler di batang otak untuk memberikan efek
perubahan yang tepat pada denyut jantung dan tonus otot polos pembuluh darah.
Sebagai contoh, rendahnya tekanan darah yang terjadi ketika bergerak dari berbaring
menjadi posisi berdiri menyebabkan penurunan peregangan baroreseptor dengan hasil
peningkatan denyut jantung dan simpatis merangsang vasokonstriksi yang
menyebabkan peningkatan tahanan vascular perifer (Porth, 2005).
Gambar 2.3 Refleks baroreseptor. Aksi potensial baroreseptor mempengaruhi
regulasi tekanan darah dan pusat vasomotor. Denyut jantung dapat menurun denganpengaruh system parasimpatis, denyut jantung dan volume sekuncup dapat meningkat
oleh sistem simpatis. Sistem simpatis juga dapat memvasokonstriksikan atau
vasodilatasi pembuluh darah (Schoen, 2005).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 12/44
16
Kemoreseptor arteri sangat sensitif terhadap perubahan kandungan oksigen,
karbondioksida, dan ion hydrogen di dalam darah. Kemoreseptor ini terletak di
carotid bodies, yang berada di bifurkasio dua karotis yang berdampingan, dan di
aortic bodies aorta (Gambar 2.4). Karena lokasinya, kemoreseptor ini juga selalu
berhubungan dekat dengan darah arteri. Walaupun fungsi utama kemoreseptor adalah
regulasi ventilasi, kemoreseptor juga berhubungan dengan pusat kardiovaskuler dan
dapat menyebabkan vasokonstriksi yang luas. Ketika tekanan arteri menurun
mendekati level kritis, kemoreseptor terstimulus karena berkurangnya suplai oksigen
dan karbondioksida dan ion hydrogen yang bertambah. Hal ini dapat terjadi pada
seseorang dengan penyakit paru kronis, sistemik dan hipertensi pulmonary karena
hipoksemia. Seseorang dengan apnea ketika tidur juga dapat mengalami peningkatan
tekanan darah karena hipoksia yang terjadi selama periode apneu (Porth, 2005).
Gambar 2.4 Refleks kemoreseptor. Pusat vasomotor dapat menyebabkan
vasokonstriksi atau vasodilatasi pembuluh darah melalui system simpatis. Pusatkardioregulator dapat menyebabkan perubahan aktifitas pompa jantung melalui
system simpatis dan parasimpatis (Schoen, 2005).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 13/44
17
Gambar 2.5 Lokasi dan inervasi arkus aorta dan baroreseptor sinus karotis dan
kemoreseptor karotis (Shier, et al., 2006)
Mekanisme humoral
Sejumlah hormon dan mekanisme humoral menambah regulasi tekanan darah,
meliputi mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron dan vasopressin. Zat humoral
lainnya seperti epinephrine, neurotransmitter simpatetik yang dikeluarkan dari
kelenjar adrenal, memiliki efek stimulasi langsung terhadap peningkatan denyut
jantung, kontraktilitas jantung, dan tonus vascular (Porth, 2005).
System rennin-angiotensin-aldosteron memiliki peran sentral dalam regulasi
tekanan darah. Rennin adalah enzim yang disintesis, disimpan, dan dilepaskan oleh
ginjal sebagai respon terhadap peningkatan aktivitas system saraf simpatis atau
penurunan tekanan darah, volume cairan ekstraseluler, atau konsentrasi natrium
ekstraseluler. Kebanyakan renin yang dikeluarkan meninggalkan ginjal dan
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 14/44
18
memasuki aliran darah, yang kemudian berperan secara enzimatis merubah protein
plasma inaktif yang ada di sirkulasi yang disebut angiotensinogen menjadi
angiotensinogen I (Gambar 2.7). Angiotensinogen I menuju pembuluh darah kecil di
paru, dimana akan diubah menjadi angiotensinogen II oleh angiotensin-converting
enzim yang ada di endothelium pembuluh darah paru (Porth, 2005).
Gambar 2.6 kontrol tekanan darah oleh system rennin-angiotensin aldosteron (Shier,
et al., 2006)
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 15/44
19
Angiotensin II berfungsi baik pada regulasi tekanan darah jangka pendek
maupun regulasi jangka panjang. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat,
terutama sekali pada arteriol dan yang terendah adalah vena. Fungsi utama kedua
angiotensin II, menstimulasi sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, memperbesar
regulasi jangka-panjang tekanan darah dengan meningkatkan retensi natrium dan air
oleh ginjal. Juga berperan secara langsung pada ginjal untuk menurunkan eliminasi
natrium dan air (Porth, 2005).
Vasopressin, juga dikenal sebagai antidiuretik hormone (ADH), dilepaskan
dari kelenjar hipofise posterior sebagai respon untuk menurunkan volume darah dan
tekanan darah, meningkatkan osmolalitas cairan tubuh, dan stimulus lainnya.
Vasopressin memiliki efek vasokonstriksi langsung terhadap pembuluh darah,
terutama sirkulasi splanchnic yang menyuplai organ abdominal. Bagaimanapun,
peningkatan vasopressin jangka panjang tidak dapat menjaga perluasan volume atau
hipertensi, dan vasopressin tidak meningkatkan hipertensi melalui hormon
pemeliharaan natrium atau zat vasokonstriktor lainnya. Diperkirakan vasopressin
menyebabkan hipertensi melalui pemeliharaan cairan atau melalui neurotransmitter
yang membantu modifikasi fungsi system saraf otonom (Porth, 2005).
B. Regulasi jangka panjang
Mekanisme jangka panjang bertanggung jawab pada regulasi tekanan darah
setiap hari, minggu, dan bulan, sebagian besar menetap di ginjal dan berperan pada
regulasi volume cairan ekstraseluler. Fungsi mekanisme ini sebagian besar
meregulasi tekanan darah sekitar poin ekuilibrium, yang menunjukkan tekanan
normal individual seseorang. Oleh sebab itu, ketika tubuh mengandung banyak sekali
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 16/44
20
cairan ekstraseluler, tekanan arteri meningkat dan jumlah air (seperti tekanan
diuresis) dan natrium (seperti tekanan natriuresis) yang diekresikan oleh ginjal
meningkat. Ketika tekanan darah kembali ke poin ekuilibrium, ekskresi air dan
natrium kembali normal. Penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh penurunan
volume cairan ekstraseluler memiliki efek yang berlawanan. Seseorang dengan
hipertensi, mekanisme kontrol ginjal kadang berubah sehingga mengakibatkan poin
ekuilibrium regulasi tekanan darah dipertahankan level eliminasi natrium dan air
yang lebih tinggi (Porth, 2005).
Terdapat beberapa cara yang dapat dilalui untuk meregulasi tekanan darah.
Pertama melalui efek langsung pada curah jantung dan aliran darah renal; cara
lainnya yaitu cara tidak langsung, dihasilkan dari autoregulasi tekanan darah dan
efeknya terhadap tahanan vascular perifer. Fungsi mekanisme autoregulasi
mendistribusikan aliran darah menuju berbagai jaringan tubuh tergantung kebutuhan
metabolismenya. Ketika aliran darah menuju dasar jaringan spesifik berlebihan,
pembuluh darah lokal akan konstriksi, dan ketika aliran defisien, pembuluh darah
lokal dilatasi. Pada situasi terjadi peningkatan volume darah dan cardiac output,
seluruh jaringan tubuh medapatkan peningkatan aliran darah yang sama. Sehingga
mengakibatkan konstriksi general arteriol dan peningkatan tahanan vascular perifer
(Porth, 2005).
Peranan ginjal dalam regulasi tekanan darah ditegaskan oleh fakta bahwa
banyak obat hipertensi menghasilkan efek penurunan tekanan darahnya melalui
peningkatan eliminasi natrium dan air (Porth, 2005).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 17/44
21
2.3 Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi medis dimana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg pada saat
istirahat diduga sebagai penderita hipertensi (Mas'ud, 1989).
2.3.1 Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.1. menunjukkan klasifikasi tekanan darah untuk dewasa (18 tahun).
Klasifikasi ini berdasarkan rata-rata hasil dua kali pengukuran atau lebih pada posisi
duduk (Chobanian, et al., 2004).
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah; TDS = Tekanan Darah Sistolik; TDD =
Tekanan Darah Diastolik (Chobanian, et al., 2004)
KLASIFIKASI TEKANAN
DARAH
TDS
(MMHG)
TDD
(MMHG)
NORMAL <120 dan <80
PRE HIPERTENSI 120-139 atau 80-89
HIPERTENSI DERAJAT I 140-159 atau 90-99
HIPERTENSI DERAJAT II 160 atau 100
Klasifikasi hipertensi berdasarkan “Seventh report of the joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure” (JNC 7) memasukkan prehipertensi dalam klasifikasinya dengan tujuan
untuk meningkatkan kewaspadaan pada golongan tersebut dengan cara meningkatkan
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 18/44
22
edukasi untuk menurunkan tekanan darah dan mencegah terjadinya hipertensi dengan
cara modifikasi kebiasaan hidup (yogiantoro, et al., 2007).
Dasar pemikiran adanya kategori prehipertensi adalam klasifikasi tersebut oleh
karena pasien dengan prehipertensi berisiko untuk mengalami progresi menjadi
hipertensi, dan mereka dengan tekanan darah 130-139/80-89 mmHg berisiko dua kali
lebih besar untuk menjadi hipertensi dibanding dengan yang tekanan darahnya lebih
rendah (yogiantoro, et al., 2007).
2.3.2 Hipertensi esensial (primer)
Hipertensi yang tidak diketahui secara pasti penyebabnya atau tanpa ada tanda-
tanda kelainan organ di dalam tubuh didefinisikan sebagai hipertensi esensial.
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena
interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu, merupakan suatu kombinasi antara
berbagai faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan fenotif hipertensi.
Hipertensi ini juga disebut hipertensi idiopatik dan merupakan 95% dari kasus-kasus
hipertensi (Davey, 2002; Gray, et al., 2005; Yogiantoro, 2007).
Etiologi
Beberapa faktor yang pernah dikemukakan menjadi etiologi penyebab
hipertensi adalah sebagai berikut.
Genetik
Hipertensi adalah salah satu kelainan kompleks yang paling banyak ditemukan,
yang diturunkan secara genetik sekitar 30%. Dibanding orang kulit putih, orang kulit
hitam di Negara barat lebih banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 19/44
23
hipertensinya, dan lebih besar tingkat morbiditas dan mortalitasnya, sehingga
diperkirakan ada kaitan hipertensi dengan perbedaan genetic (Gray, et al, 2005).
Jenis kelamin
Hipertensi lebih jarang ditemukan pada wanita pra-menopause dibanding pria,
yang menunjukkan adanya pengaruh hormon (Gray, et al, 2005).
Obesitas
Sekitar 30 % penderita hipertensi adalah obes. Resiko hipertensi lebih besar
terjadi pada obesitas sentral daripada obesitas perifer (Adam, 2006).
Beberapa mekanisme dikemukakan secara kuat terlibat dalam hubungan
obesitas terhadap hipertensi, terutama obesitas sentral, antara lain aktivasi sistem
saraf simpatis, aktivasi renal angiotensin sistem, metabolisme asam lemak,
peningkatan jumlah plasma aldosteron, dan disfungsi renal. Banyak dari mekanisme
tersebut bersama-sama dengan insulin resisten, dan beberapa peneliti sepakat bahwa
penyebab efek obesitas terhadap hipertensi berhubungan dengan insulin resisten.
Penelitian The Quebec Health Survey menunjukkan bahwa lingkar perut adalah
marker yang lebih baik untuk peningkatan tekanan darah dibandingkan jumlah insulin
puasa (Velarde dan Berck, 2005).
Dislipidemia
Dislipidemia dapat menyebabkan hipertensi melalui beberapa mekanisme.
Pertama, atherosclerosis pada arteri besar yang dihasilkan dari hipertrofi sel otot
polos dan deposit kolagen yang mengakibatkan kekakuan arteri. Hal ini disebabkan
peningkatan trigliserida dapat meningkatkan jumlah small dense LDL yang mudah
mengalami oksidasi. LDL bentuk ini bersifat sangat toxic terhadap endothel.
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 20/44
24
Abnormalitas atherogenic lipid juga secara jelas menyebabkan disfungsi endothel.
Disfungsi endothel, kemungkinan melalui produksi dan aktivitas nitric oxide, begitu
pula gangguan ekspresi reseptor endothelin-1 dan endothelin A dan B, tidak mampu
merespon perubahan kondisi intravaskuler untuk berdilatasi dan berkonstriksi ketika
dibutuhkan. Vasodisregulasi ini menyebabkan ketidak mampuan atau kesulitan
vasodilatasi terhadap stimulus dan pada akhirnya meningkatkan tekanan darah
istirahat. Lipid juga berhubungan dengan kerusakan mikrovaskular renal yang
kemudian mengakibatkan hipertensi, yaitu melalui hubungan abnormalitas lipid dan
gangguan fungsi ginjal yang terjadi lebih awal (Oparil, et al., 2003; Sesso, et al.,
2005).
Gambar 2.7 Oksidasi LDL (Brashers, 2006)
Natrium
Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam terjadinya hipertensi,
barangkali karena ketidak mampuan mengeluarkan natrium secara efisien baik
diturunkan maupun didapat. Ada yang berpendapat bahwa terdapat hormone
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 21/44
25
natriuretik (de Wardener) yang menghambat aktivitas sel pompa natrium (ATPase
natrium-kalium) dan mempunyai efek penekanan. Berdasarkan studi INTERSALT
(1988) diperoleh korelasi antara asupan natrium rerata dengan tekanan darah, dan
penurunan tekanan darah dapat diperoleh dengan mengurangi konsumsi garam (Gray,
et al., 2005).
Sistem rennin-angiotesin
Rennin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan aldosteron (yang
memicu natrium dan terjadinya retensi air sebagai akibat). Beberapa studi telah
menunjukkan sebagian pasien hipertensi primer mempunyai kadar rennin yang
meningkat, tetapi sebagian besar normal atau rendah, disebabkan efek hemostatik dan
mekanisme umpan balik karena kelebihan beban volume dan peningkatan tekanan
darah dimana keduanya diharapkan akan menekan produksi rennin. Jaringan adiposa
juga merupakan sumber angiotensinogen yang penting (Gray, et al, 2005)..
Kadar angiotensinogen meningkat pada obesitas dan hal ini menunjukkan
adanya peningkatan massa jaringan adiposa. Hipertensi yang menyertai obesitas
mungkin disebabkan oleh peningkatan sekresi angiotensinogen. Selain memproduksi
angiotensinogen, jaringan adiposa juga mengekspresikan gen yang menyandi ACE
( Angiotensin Converting Enzyme) dan reseptor AT I menunjukkan bahwa ada sistem
renin angiotensin yang bekerja lokal di jaringan adiposa (Adam, 2006; Gray, et al.,
2005)
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 22/44
26
Gambar 2.8 Peningkatan rennin menyebabkan hipertensi (Sobel dan Bakris, 1999)
Hiperaktivitas simpatis
Dapat terlihat pada hipertensi usia muda. Katekolamin akan memicu produksi
rennin, menyebabkan konstriksi arteriol dan vena dan meningkatkan curah jantung.
Pada pasien dengan obesitas sentral mememiliki aktivasi simpatetik yang lebih besar
daripada obesitas perifer, dengan gangguan yang sama pada kontrol baroreflex.
Laporan lainnya menunjukkan tidak ada peningkatan atktivitas simpatis otot pada
pria dengan obesitas subkutan walaupun konsentrasi leptin meningkat (Gray, et al,
2005; Velarde & Berck, 2005).
Resistensi insulin/hiperinsulinemia
Kaitan hipertensi primer dengan resistensi insulin telah lama diketahui sejak
beberapa tahun silam, terutama pada pasien gemuk. Insulin merupakan zat penekan
karena meningkatkan katekolamin dan reabsorpsi natrium (Gray, et al, 2005)
Peningkatan
kadar renin
Peningkatan
Angiotensin II
Vasokonstriksi
Aldosteron
Sekresi ADHRetensi air
dan natrium
HIPERTENSI
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 23/44
27
Disfungsi sel endotel
Penderita hipertensi mengalami penurunan respons vasodilatasi terhadap nitrit
oksida, dan endotel mengandung vasodilator seperti endotelin-I, meskipun kaitannya
dengan hipertensi tidak jelas. Hal ini dapat terlihat pada pasien hipertensi dengan
dtslipidemia (Gray, et al., 2005).
Patofisiologi
Banyak patofisiologis diperkirakan berkaitan dengan kejadian hipertensi
esensial: aktivitas susunan syaraf bersimpati yang bertambah, kemungkinan
berhubungan dengan meningkatnya kontak atau respon terhadap stres; overproduksi
hormon yang mempertahankan sodium dan vasoconstriktor; bertambah atau
pengeluaran renin yang tidak sesuai dengan produksi yang bertambah yang
diakibatkan angiotensin II dan aldosterone; kekurangan vasodilators, seperti
prostacyclin, nitric oxide (NO), dan natriuretic peptides; perubahan ekspresi
kallikrein – kinin sistem yang mempengaruhi tonus pembuluh darah dan penanganan
natrium ginjal; abnormalitas resisten pembuluh darah, termasuk luka selektif di
pembuluh darah kecil ginjal; kegemukan; peningkatan aktivitas growth factor
pembuluh darah; perubahan reseptor adrenergic yang mempengaruhi denyut jantung,
inotropic jantung, dan tonus pembuluh darah; dan gangguan transpot ion seluler.
Konsep baru bahwa kelainan struktural dan fungsionil di pembuluh darah, termasuk
disfungsi endothelial, peningkatan oxidative stres, remodelling pembuluh darah,
dapat terjadi lebih dulu sebelum hipertensi dan berhubungan dengan patogenesis
(Oparil, et al., 2003).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 24/44
28
Gambar 2.9 Mekanisme patofisiologi hipertensi (Oparil, et al., 2003)
Genetik
Di kebanyakan kasus, hipertensi adalah akibatnya dari interaksi kompleks
genetik, lingkungan, dan faktor demografik (Oparil, et al., 2003).
Pendekatan gen calon biasanya membandingkan prevalensi hipertensi atau
level tekanan darah di antara individu dengan genotip kontras di lokus calon di jalur
yang diketahui meningkatkan regulasi tekanan darah. Kesimpulan yang paling
menjanjikan terhadap penelitian seperti itu berhubungan dengan gen renin –
angiotensin – aldosterone system, seperti variasi M235T di gen angiotensinogen, yang
telah berhubungan dengan bertambahnya jumlah angiotensinogen sirkulasi dan
tekanan darah di banyak populasi yang berbeda, dan variasi biasa di gen angiotensin-
converting enzyme (ACE) dihubungkan di beberapa studi dengan variasi tekanan
darah di laki-laki (Oparil, et al., 2003).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 25/44
29
Sistem saraf simpatis
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis meningkatkan tekanan darah dan
memperbesar perkembangan dan pemeliharan hipertensi karena stimulasi jantung,
pembuluh darah perifer, dan ginjal, menyebabkan peningkatan cardiac output,
peningkatan resistensi pembuluh darah, dan retensi cairan. Sebagai tambahan,
ketidakseimbangan otonom (peningkatan tonus simpatis diiringi dengan penurunan
tonus parasimpatis) berhubungan dengan banyak kelainan metabolik, hemodinamik,
tropik, dan rheologic yang menghasilkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskuler. Beberapa penelitian berbasis populasi, seperti penelitian Coronary
Artey Risk Development in Young Adult (CARDIA), telah menunjukan korelasi
positif antara denyut jantung dengan perkembangan hipertensi (peningkatan tekanan
darah diastol). Sejak banyak fakta terkini memberikan kesan seperti itu, pada
manusia, peningkatan denyut jantung yang terus menerus menurunkan tonus
parasimpatis, penemuan ini mendukung konsep bahwa ketidak seimbangan otonom
memperbesar patogenesis hipertensi. Selanjutnya, sejak tekanan darah diastolik lebih
dekat berhubungan dengan resistensi vaskuler daripada fungsi jantung, hasil ini juga
mengesankan bahwa peningkatan tonus simpatis dapat meningkatkan tekanan darah
diastolik dengan menyebabkan proliferasi sel otot polos pembuluh darah dan
perubahan bentuk pembuluh darah. Konsisten dengan observasi berbasis populasi ini,
penelitian norepinephrine spillover, yang menyediakan index norepinephrine yang
dikeluarkan dari saraf simpatoefektor terminal, menunjukkan stimulasi simpatis
jantung lebih besar pada pasien hipertensi muda daripada kontrol normotensif pada
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 26/44
30
umur yang sama, mendukung interpretasi bahwa peningkatan stimulasi simpatis
jantung dapat memperbesar perkembangan hipertensi (Oparil, et al., 2003).
Mekanisme peningkatan aktivitas sitem saraf simpatis pada hipertensi adalah
kompleks dan melibatkan gangguan jalur baroreflex dan kemoreflex baik pada level
sentral maupun perifer. Baroreseptor arteri teratur pada tekanan tinggi pada pasien
hipertensi, dan perifer akan teratur normal ketika tekanan arteri dinormalkan.
Mengatur kembali fungsi normal baroreseptor akan membantu menjaga reduksi
tekanan arteri, implikasi yang bermanfaat. Selanjutnya, terdapat pengaturan sentral
baroreflex aorta pada pasien hipertensi, menghasilkan supresi inhibisi simpatetik
setelah aktivasi saraf barorefleks aorta. Pengaturan baroreseptor terlihat dihubungkan,
paling tidak sebagian, oleh aksi sentral angiotensin II. Angiotensin II juga
memperbesar respon terhadap stimulasi simpatis melalui mekanisme perifer, yaitu,
modulasi fasilitatori presinap pengeluaran norepinephrin. Tambahan molekul
mediator kecil yang menekan aktivitas baroreseptor dan menambah besarnya aktivitas
simpatis pada pasien hipertensi meliputi reactive oxygen spesies dan endothelin.
Terdapat fakta bahwa fungsi kemoreflex yang berlebihan, penting untuk
menandakan aktivasi simpatis yang bertambah sebagai respon terhadap stimulus
seperti apnea dan hipoksia. Hubungan klinis fenomena ini adalah peningkatan
aktivitas system saraf simpatis yang berlebihan yang bertahan pada waktu sadar dan
menyebabkan hipertensi pada pasien dengan obstructif sleep apnea (Oparil, et al.,
2003).
Stimulasi simpatis kronis menyebabkan remodeling pembuluh darah dan
hipertropi ventrikel kiri, yang kemungkinan melalui aksi langsung dan tidak langsung
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 27/44
31
norepinephrine pada reseptornya, seperti pengeluaran berbagai macam faktor tropik,
meliputi transforming growth factor-β, insulin-like growth factor 1, dan fibroblast
growth factor. Penelitian klinis menunjukkan korelasi positif antara jumlah
norepinephrine di sirkulasi, massa ventrikel kiri, dan penurunan lebar arteri (index
hiperttropi ventrikel). Dengan demikian, mekanisme simpatis memperbesar
perkembangan kerusakan target organ (Oparil, et al., 2003).
Reaktivitas vaskular
Pasien hipertensi memunculkan respon vasokontriktor yang lebih hebat untuk
membangkitkan norepinephrine daripada kontrol normotensif. Walaupun peningkatan
jumlah norepinephrine di sirkulasi secara umum menyebabkan downregulation
reseptor noradrenergic pada pasien normotensif, hal ini tidak terjadi pada pasien
hipertensi, menghasilkan sensitivitas yang besar terhadap norepinephrine, resisten
pembuluh darah bertambah, dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Respon
vasokonstriktor terhadap norepinephrine juga meningkat pada normotensif yang
memiliki orang tua hipertensi dibandingkan dengan kontrol dengan tanpa riwayat
keluarga hipertensi, menunjukkan bahwa hipersensitivitas mungkin berasal dari
genetik (Oparil, et al., 2003).
Kontak terhadap stres meningkatkan aliran simpatis, dan stres yang berulang
mempengaruhi vasokonstriksi menghasilkan hipertropi vaskuler, menyebabkan
pertambahan progresif resistensi perifer dan tekanan darah. Hal ini dapat sebagian
menerangkan besarnya insidens hipertensi pada masyarakat ekonomi rendah, sebab
terus menerus berhubungan dengan stres dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang
dengan riwayat keluarga hipertensi menunjukkan vasokontriktor yang banyak dan
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 28/44
32
respon simpatis terhadap stres laboratoris, seperti uji tes tekan dingin dan stres
mental, yang dapat menjadikan faktor predisposisi terhadap hipertensi. Respon
terhadap stres yang berlebihan dapat menambah meningkatnya angka kejadian
hipertensi pada kelompok ini (Oparil, et al., 2003).
Remodeling vaskuler
Resistensi pembuluah darah perifer secara karakteristik meningkat pada
pasien hipertensi karena perubahan pada struktur dan fungsi arteri kecil. Remodeling
pembuluh darah membantu menghasilkan tekanan darah yang tinggi dan kerusakan
organ target organ. Resistensi perifer ditentukan pada tingkat pre-kapiler pembuluh
darah, termasuk arteriol (arteri yang terdiri dari satu lapisan sel otot polos) dan arteri
kecil (diameter lumen < 300 µm). Peningkatan resistensi pada pasien hipertensi
berhubungan dengan penipisan (penurunan jumlah koneksi paralel pembuluh darah)
dan penyempitan lumen pembuluh darah (Oparil, et al., 2003).
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan berbagai macam
mekanisme, termasuk memvasokonstriksi pembuluh darah, stimulasi sintesis dan
pengeluaran aldosteron dan penyerapan kembali natrium pada tubulus ginjal (secara
langsung dan tak langsung melalui aldosteron), merangsang haus dan pelepasan
hormon antidiuretik, dan meningkatkan aliran simpatis dari otak. Pentingnya,
angiotensin II secara langsung menyebabkan hipertropi dan hiperplasia otot jantung
dan sel pembuluh darah melalui pengaktifan reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) dan
secara tak langsung dengan merangsang pelepasan beberapa growth factor dan
cytokines. Pengaktifan reseptor AT1 merangsang berbagai tyrosine kinases, yang
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 29/44
33
kemudian memphosporilasi residu tyrosine di beberapa protein, menyebabkan
vasokonstriksi, pertumbuhan sel, dan proliferasi sel. Pengaktifan reseptor AT2
merangsang phosphatase yang menginaktif mitogen-activated protein kinase, enzim
pokok yang berperan dalam penghantaran sinyal dari reseptor AT1. Dengan
demikian, aktivasi reseptor AT2 berlawanan terhadap efek biologis pengaktifan
reseptor AT1, sehingga menyebabkan vasodilatasi, hambatan pertumbuhan, dan
diferensiasi sel. Peran fisiologis reseptor AT2 pada organisme dewasa muda tidak
jelas, tetapi kemungkinan berfungsi di bawah kondisi stres (seperti perlukaan pada
pembuluh darah dan ischemia reperfusion) (Oparil, et al., 2003).
Produksi lokal angiotensin II di berbagai jaringan, meliputi pembuluh darah,
jantung, kelenjar adrenal, dan otak, dikontrol oleh ACE dan enzim lain, termasuk
serine proteinase kinase. Aktivitas sistem lokal renin – angiotensin dan jalur alternatif
pembentukan angiotensin II dapat membuat sumbangan penting terhadap remodeling
resistensi pembuluh darah dan perkembangan kerusakan target organ (termasuk
hipertropi ventrikel kiri, gagal jantung kongestif, atherosclerosis, stroke, penyakit
ginjal tahap akhir, miocard infark, dan aneurisma aorta) pada pasien hipertensi
(Oparil, et al., 2003).
Aldosteron
Kelebihan aldosteron dapat menyebabkan hipertensi. Hypokalemia
diperkirakan dapat menyebabkan primer hiperaldosteron, tetapi sekarang banyak
pasien dengan primer hiperaldosteron mungkin tidak menunjukkan jumlah kalium
darah yang rendah (Oparil, et al., 2003).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 30/44
34
Disfungsi endothel
Nitrit oxide adalah vasodilator paten, menginhibisi adhesi dan agregasi
platelet, dan supresi migrasi dan proliferasi sel otot polos pembuluh darah. Nitrit
oxide dilepaskan oleh sel endothel normal sebagai respon terhadap berbagai stimulus,
termasuk perubahan tekanan darah, stres, dan regangan pulsatile, dan berperan
penting dalam regulasi tekanan darah, trombosis, dan atherosclerosis. Sistem
kardiovaskular orang sehat tereskspos terhadap tonus NO-dependen vasodilator
secara terus menerus, tapi NO yang berhubungan dengan relaksasi vaskuler
berkurang pada pasien hipertensi. Pengamatan pada in vivo pelepasan super-oksida
dismutase (enzim yang mereduksi super-oksida menjadi hidrogen peroksida)
mengurangi tekanan darah dan memulihkan bioaktivitas NO. Hal ini membuktikan
bahwa stres oxidant membantu inaktivasi NO dan perkembangan disfungsi
endothelial pada pasien hipertensi. Angiotensin II meningkatkan pembentukan
oxidant super-oksida pada konsentrasi yang mempengaruhi tekanan darah secara
minimal. Meningkatnya stres oxidant dan disfungsi endothel dapat menjadi faktor
predisposisi hipertensi (Oparil, et al., 2003).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 31/44
35
Gambar 2.10 Fungsi endothel pada pembuluh darah normal dan pada pembuluhdarah pasien hipertensi (Oparil, et al., 2003)
Endothelin
Endothelin adalah vasoaktif peptida poten yang dihasilkan oleh sel endothel
yang memiliki bagian vasokonstriktor dan vasodilatator. Jumlah endothelin di
sirkulasi meningkat pada pasien hipertensi. Endothelin dilepaskan oleh sel endothel
dan berperan sebagai parakrin yang mendasari sel otot polos dan menyebabkan
vasokontriksi dan meningkatkan tekanan darah tanpa meningkatkan sirkulasi
sistemik. Reseptor antagonis endothelin menurunkan tekanan darah dan resistensi
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 32/44
36
pembuluh darah perifer baik pada pasien normotensive maupun pasien hipertensi
esensial mild atau moderate, mendukung interpretasi bahwa endothelin berperan
dalam pathogenesis hipertensi (Oparil, et al., 2003).
2.3.3 Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya dapat
diidentifikasikan. Penyebabnya terdiri dari kelainan organik seperti penyakit ginjal,
kelainan pada korteks adrenal. Dalam praktek klinik tidak jarang hipertensi sekunder
berubah menjadi suatu hipertensi maligna yang sukar diobati (Mas'ud, 1989;
Yogiantoro, 2007).
Sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya, dan dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
Gangguan ginjal (2-6% dari seluruh pasien hipertensi)
Penyakit parenkim ginjal (3%)
Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-sebab
penyumbatan) yang menyebabkan kerusakan parenkim akan cenderung menimbulkan
hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan menyebabkan kerusakan ginjal (yogiantoro,
et al., 2007).
Penyakit renovaskuler
Terdiri atas penyakit yang menyebabkan gangguan pasokan darah ginjal dan
secara umum dibagi atas aterosklerosis dan fibrodisplasia. Penurunan pasokan darah
ginjal akan memacu produksi rennin ipsilateral dan meningkatkan tekanan darah.
(yogiantoro, et al., 2007).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 33/44
37
Penyakit Endokrin dan Metabolik
Sindroma Cushing
Sindroma cushing disebabkan oleh hyperplasia adrenal bilateral yang
disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan ACTH (adrenocorticotrophic
hormone) pada dua pertiga kasus, dan tumor adrenal primer pada sepertiga kasus.
Hipertensi dihasilkan dari beberapa mekanisme patofisiologi yang saling
berhubungan, yang meregulasi volume plasma, resistensi vaskuler perifer, dan curah
jantung, dimana keseluruhannya meningkat (Gray, et al, 2005; Sobel dan Bakris,
1999).
Hiperaldosteronisme Primer
Ditandai dengan kadar aldosteron yang tinggi, yang biasanya disertai dengan
penekanan sekresi rennin, dan tanda khasnya berupa hipokalemia. Tingginya kadar
aldosteron dan rendahnya rennin akan mengakibatkan kelebihan (overload) natrium
dan air (Gray, et al., 2005; Sobel dan Bakris, 1999).
Sindroma Liddle
Keberadaannya disertai dengan hipertensi dan alkalosis hipokalemik, sering
disertai dengan kelemahan otot, polidipsia, poliuria, dan pada anak-anak ditandai
dengan kegagalan tumbuh kembang. Terdapat penekanan aktivitas rennin plasma dan
aldosteron (Sobel dan Bakris, 1999).
Sindroma Gordon
Hiperkalemi dengan asidosis tubulus renalis distal (tipe I) dan hipertensi.
Penyebabnya diperkirakan adalah defek renal hiperabsorbsi natrium klorida di
tubulus distal (Sobel dan Bakris, 1999).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 34/44
38
Feokromositoma
Pasien dengan feokromositoma memiliki sekresi katekolamin yang
meningkat, seperti epinefrin dan norepinefrin, oleh suatu tumor (kebanyakan
berlokasi di medulla adrenal), yang menyebabkan stimulasi berlebihan reseptor
adrenergic, yang mengakibatkan vasokonstriksi perifer dan stimulasi jantung.
Paroksisme yang paling umum terjadi pada gejala hipertensi, berkeringat, dan
takikardia (Sobel dan Bakris, 1999).
Akromegali
Terdapat hipertensi, aterosklerosis, dan hipertrofi jantung, yang dihubungkan
dengan penampakan khas pada wajah dan ekstremitas, berkeringat, hipersomnolen,
kenaikan berat badan, goiter, Carpal Tunnel Syndrome, perubahan lapangan pandang,
hipertrikosis, pembesaran kelenjar lidah, dan lain-lain (Sobel dan Bakris, 1999).
Koarktatio Aortae
Koarktasio aorta adalah penyempitan congenital suatu segmen aorta torakalis,
meningkatkan resistensi terhadap aliran darah, menimbulkan hipertensi berat di
bagian atas tubuh. Vasokonstriksi arteri sistemik dapat terjadi karena stimulasi sistem
rennin-angiotensin (karena tekanan perfusi arteri renalis rendah) dan hiperaktivitas
simpatis (Ganong, 1999; Gray, et al., 2005).
Obat-obatan
Berikut ini, obat-obatan yang dilaporkan dapat menimbulkan hipertensi
(Sobel dan Bakris, 1999)
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 35/44
39
Tabel 2.2. Obat-obatan yang dilaporkan dapat menimbulkan hipertensi (Sobel dan
bakris, 1999)
Pil KB
Likoris*, karbenoksalon, dll
Penghambat monoamine oksidase
ditambah tiramin, guanadrel,
busipron, atau amantadin
Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Simpatomimetik (termasuk yang
digunakan sembunyi-sembunyi)
Antidepresan trisiklik Steroid
Tembakau (terutama dalam jumlah besar
atau dengan kafein)
Siklosporin
Klorpromazin
Eritropoeitin
Depo-medroksiprogesteron
Estrogen terkonjugasi/dietilstilbestrol
(DES)
Steroid topical atau inhaler terfluorinasiKokain, amfetamin, dll
Alkohol
* Likoris mengandung steroid (asam glisirretinik) yang menghambat 11-beta-hidroksisteroid
dehidrogenase, menyebabkan kortisol bekerja sebagai mineralokortikoid endogen karena tidak
dimetabolisme menjadi kortison. Kerja langsung asam glisirretinik tidak lagi dianggap sebagai
penyebab utama hiperaldosteronisme pada sindroma ini.
2.3.4 Kerusakan Organ Target yang Dapat Disebabkan oleh Tekanan Darah
Tinggi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung,
maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah (yogiantoro, et al, 2007):
1. Jantung
a)
Hipertrofi ventrikel kiri
b) Angina atau infark miokardium
c) Gagal jantung
2. Otak, Stroke atau transient ischaemic attack
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 36/44
40
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
5.
Retinopati
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ
tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau
karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1
angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan ekspresi nitric oxide synthase,
dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan
sensitivitas terhadap garam juga berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ
target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi
transforming growth factor- β (TGF-β) (Yogiantoro, 2007)).
Adanya kerusakan organ target terutama pada jantung dan pembuluh darah,
akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas
pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskuler
(Yogiantoro, 2007).
2.3.5 Evaluasi Penderita Hipertensi
Tujuan evaluasi penderita hipertensi adalah (yogiantoro, et al., 2007):
1) Untuk mengetahui kebiasaan hidup (lifestyle) serta menemukan faktor-faktor
resiko kardiovaskuler lainnya atau kelainan-kelainan yang menyertai, yang bisa
mempengaruhi prognosis dan memandu terapi
2) Mencari penyebab yang bisa diidentifikasi.
3) Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskuler.
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 37/44
41
Evaluasi pasien hipertensi meliputi anamnesis tentang keluhan pasien, riwayat
penyakit terdahulu, dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjuang (yogiantoroet al., 2007)
A. Anamnesis (Yogiantoro, 2007)
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Adanya keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian obat-
obat analgesik dan obat/bahan lain
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
d. Episode kelemahan otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko
a. Riwayat hipertensi atau penyakit kardiovaskuler pada pasien atau keluarga
pasien
b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olah raga
g. Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischaemic attack , defisit sensoris atau motoris
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 38/44
42
b. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c. Ginjal : haus poliuria, nokturia, hematuria
d.
Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
Faktor-faktor pribadi, keluarga, lingkungan
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik, selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya
penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi
sekunder (Yogiantoro, 2007).
Pemeriksaan fisik pada penderita hipertensi antara lain:
Kesan umum
Wajah bulat dan obesitas trunkal mengesankan sindroma cushing (yogiantoro,
et al, 2007)
Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah (Chobanian, et al., 2004; Yogiantoro, 2007) :
a. Pengukuran rutin di kamar periksa
b. Pengukuran 24 jam (ambulatory blood pressure monitoring /ABPM)
c. Pengukuran sendiri oleh pasien
Berat badan dan tinggi badan
Catat berat badan dan tinggi badan untuk perhitungan Body Mass Index (BMI)
(yogiantoro, et al, 2007).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 39/44
43
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata yang teliti, terutama funsudkopi untuk memperkirakan
lamanya hipertensi dan prognosis (yogiantoro, et al, 2007).
Palpasi dan auskultasi arteri carotid
Palpasi dan auskultasi arteri carotid untuk mencari kemungkinan stenosis/oklusi
yang mungkin merupakan manifestasi penyakit hipertensi vaskuler, dan mungkin
juga merupakan bagian dari lesi arteri renalis (yogiantoro, et al, 2007).
Pemeriksaan kelenjar tiroid
Pemeriksaan dada
1. Jantung: left ventricular hypertrophy (LVH), gagal jantung
2. Paru: rales
3. Bising ekstrakardiak dan kolateral (coarktatio aortae). (yogiantoro, et al, 2007).
Pemeriksaan abdomen
1.
Bising pada sisi kanan/kiri garis tengah, di atas umbilicus kemungkinan
penyempitan a. renalis ( Renal Artery Stenosis)
2. Pembesaran ginjal karena polikistik ginjal, massa pada ginjal.
3. Palpasi denyut a. femoralis, bila menurun dan atau terlambat dibandingkan a.
radialis maka tekanan darah kaki harus diukur. Walaupun denyut a. femoralis
normal, bila didapatkan hipertensi pada umur < 30 tahun, tekanan arteri
ekstrimitas bawah harus diukur (yogiantoro, et al, 2007).
Pemeriksaan ekstrimitas
Memeriksa adanya edema, tanda adanya cerebrovaskular accident (CVA)
sebelumnya (yogiantoro, et al, 2007).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 40/44
44
C. Pemeriksaan penunjang
Masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa jauh/luas pemeriksaan
laboratorium yang harus dilakukan pada pasien hipertensi, khususnya hipertensi
sekunder atau subset dari hipertensi esensial. Tetapi secara umum sebelum memulai
terapi perlu dilakukan pemeriksaan dasar yang meliputi (yogiantoro, et al, 2007):
1. Urin lengkap (UL)
2. Elektrolit serum ( K, Na, Ca, P)
3. Darah lengkap (DL)
4. Profil lipid
5. Gula darah
6. Elektrokardiogram (EKG)
7. BUN dan kreatinin serum
8. Foto dada
Bila dipandang perlu bisa dilengkapi pemeriksaan (yogiantoro, et al, 2007):
1. Ekskresi albumin serum
2. Rasio albumin/kreatinin.
JNC 7 menyatakan bahwa tes yang lebih mendalam untuk mencari penyebab
hipertensi tidak dianjurkan kecuali jika dengan terapi memadai tekanan darah tidak
tercapai (Yogiantoro, 2007).
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 41/44
45
2.3.6 Pengobatan hipertensi
Pengobatan hipertensi tidak hanya berdasarkan pada derajat tekanan darah,
tetapi juga mempertimbangkan terdapatnya faktor resiko kardiovaskuler. Tujuan
terapi menurut JNC 7 adalah (yogiantoro, et al, 2007):
- Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung kardiovaskuler dan ginjal
- Terapi tekanan darah hingga < 140/90 mmHg atau tekanan darah < 130/80 mmHg
pada penderita diabetes atau penakit ginjal kronis
- Mencapai target tekanan darah sistolik terutama pada orang berusia ≥ 50 tahun.
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor risiko atau kondisi penyerta
lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga
mencapai target terapi masing-masing kondisi (Yogiantoro, 2007).
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi
farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien
hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor
risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi non farmakologis terdiri dari
(yogiantoro, et al, 2007):
a. Menghentikan merokok
b. Menurunkan berat badan berlebih (index masa tubuh diusahakan 18,5 – 24,9
kg/m2) diperkirakan menurunkan tekanan darah sistolik 5 – 20 mmHg/10 kg
penurunan berat badan.
c. Menurunkan konsumsi alcohol berlebih
d. Meningkatkan aktivitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30 menit/hari
diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg.
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 42/44
46
e. Menurunkan asupan natrium tidak lebih dari 100 mmol/ hari (6 gram NaCl),
diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.
f.
Diet dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi makanan
kaya buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh
diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg.
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7 adalah (Chobanian, et al., 2004; Yogiantoro, 2007):
a. Diuretika, terutama jenis thiazide (thiaz) atau aldosterone antagonist
b. Beta blocker (BB)
c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan
untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja yang panjang atau yang
memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai
terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada
tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu
jenis obat, dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai
target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau
berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa
dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal, maupun kombinasi.
Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 43/44
47
target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan
dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum
bertambah (Chobanian, et al., 2004; Yogiantoro, 2007)
Tabel 2.3. Indikasi dan kontraindikasi kelas-kelas utama obat antihipertensi menurut
ESH (Yogiantoro, 2007)
Tabel 2.4. Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 (yogiantoro, pranawa, & irwanadi,
2007)
periferatlit, atau
fisik
5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 44/44
48
Modifikasi Gaya Hidup
Target Tekanan Darah Tidak Tercapai (<140/90 mmHg)
(<130/80 mmHg untuk penderita diabetes atau penyakit ginjal kronik)
Pilihan Obat Awal
Tanpa indikasi
yang memaksa
Dengan indikasi
yang memaksa
Hipertensi Tahap 1
(TDS 140-159 atau
TDD 90-99 mmHg)
Diuretik jenisThiazide untuk
sebagian besar kasus
Dapat dipertimbang-
kan ACEI, ARB, ßB,
CCB atau kombinasi
Hipertensi Tahap 2
(TDS 160 atau TDD
100 mmHg)
Kombinasi 2 obatuntuk sebagian besar
kasus (pada umumnya
diuretick jenis thiazide
dan ACEI, atau ARB,
atau ßB, atau CCB)
Obat untuk indikasi
yang memaksa
Lihat pengobatan
indikasi pasien khusus
Obat antihipertensi
lainnya sesuai
kebutuhan (diuretic,
ACEI, ARB, BB, CCB)
Target Tekanan Darah Belum Tercapai
Optimalkan dosis atau berikan tambahan obat sampai taget tekanan darah
tercapai. Pertimbangkan konsultasi dengan ahli hipertensi.
Algoritma Pengobatan Hipertensi
(Chobanian, et al., 2004)