bab ii 2+gambar

44
 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Arteri Walaupun jantung adalah pusat sistem kardiovaskuler, namun pembuluh darah yang membawa darah ke seluruh tubuh. Unsur utama terbesar dari dinding pembuluh darah adalah sel endothel, sel otot polos, dan elemen jaringan ikat pendukung (misalnya serat kolagen dan elastik) (Porth, 2005). Dinding seluruh pembuluh darah, kecuali yang sangat kecil, terdiri dari tiga lapisan berbeda, yang disebut tunika. Lapisan terluar dari pembuluh darah disebut tunika eksterna atau tunika adventitia, terutama terdiri dari anyaman serat kolagen yang longgar yang melindungi pembuluh darah dan menambatkannya pada struktur yang ada disekitarnya. Tunika eskterna disusupi oleh serabut saraf, dan pada pembuluh darah yang besar, sebuah system pembuluh darah kecil yang disebut vasa vasorum. Lapisan tengah, tunika media, sebagian besar terdiri dari sel otot polos yang tersusun melingkar dan lembaran elastin. Arteri yang besar memiliki lamina elastik eksterna yang memisahkan tunika media dari tunika eksterna. Lapisan paling dalam, tunica intima, terdiri dari lapisan tunggal sel endothel yang datar dengan dilapisi sedikit jaringan konektif subendotel. Dibawah jaringan subendothel terdapat lamina elastic interna yang khususnya berkembang di arteri muskular (Porth, 2005). Sebagai komponen selular penting dari dinding pembuluh darah, endothel dan sel otot polos berperan penting pada pathogenesis banyak penyakit pembuluh darah, termasuk hipertensi (Porth, 2005).

Upload: diahbudiarti1

Post on 20-Jul-2015

112 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 1/44

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Arteri

Walaupun jantung adalah pusat sistem kardiovaskuler, namun pembuluh darah

yang membawa darah ke seluruh tubuh. Unsur utama terbesar dari dinding pembuluh

darah adalah sel endothel, sel otot polos, dan elemen jaringan ikat pendukung

(misalnya serat kolagen dan elastik) (Porth, 2005).

Dinding seluruh pembuluh darah, kecuali yang sangat kecil, terdiri dari tiga

lapisan berbeda, yang disebut tunika. Lapisan terluar dari pembuluh darah disebut

tunika eksterna atau tunika adventitia, terutama terdiri dari anyaman serat kolagen

yang longgar yang melindungi pembuluh darah dan menambatkannya pada struktur

yang ada disekitarnya. Tunika eskterna disusupi oleh serabut saraf, dan pada

pembuluh darah yang besar, sebuah system pembuluh darah kecil yang disebut vasa

vasorum. Lapisan tengah, tunika media, sebagian besar terdiri dari sel otot polos yang

tersusun melingkar dan lembaran elastin. Arteri yang besar memiliki lamina elastik 

eksterna yang memisahkan tunika media dari tunika eksterna. Lapisan paling dalam,

tunica intima, terdiri dari lapisan tunggal sel endothel yang datar dengan dilapisi

sedikit jaringan konektif subendotel. Dibawah jaringan subendothel terdapat lamina

elastic interna yang khususnya berkembang di arteri muskular (Porth, 2005).

Sebagai komponen selular penting dari dinding pembuluh darah, endothel dan

sel otot polos berperan penting pada pathogenesis banyak penyakit pembuluh darah,

termasuk hipertensi (Porth, 2005).

Page 2: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 2/44

 

6

2.1.1 Endotel

Sel endothel membentuk lapisan yang berlanjut untuk system vaskuler secara

keseluruhan yang disebut endothelium. Pada awalnya dianggap tidak memiliki

peranan penting selain lapisan pembuluh darah, namun sekarang diketahui bahwa

endothelium memiliki berbagai manfaat, jaringan multifungsi yang berperan aktif 

dalam mengontrol fungsi vaskuler. Sebagai membran semipermeabel, endothelium

mengontrol transfer molekul melewati dinding pembuluh darah. Endothelium juga

berperan mengontrol adhesi platelet dan pembekuan darah; mengatur aliran darah dan

resisten vaskuler; metabolisme hormone, regulasi imun dan reaksi inflamasi; dan

elaborasi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tipe sel lainnya, terutama sekali sel

otot polos. Beberapa mediator untuk vasodilatasi yang dirilis endotel adalah

 Endothelial Derived Relaxing Factor (EDRF) yaitu  Nitric Oxide (NO),  prostacyclin 

(PGI2), Endothelial Derived Hyperpolarizing Factor (EDHF), bradikinin, asetilkolin,

serotonin, histamine, dan substansi P. Endotel juga merilis beberapa mediator

vasokonstriksi yaitu endotelin dan Platelet Activating Factor  (PAF) (Boulanger dan

Van Houtte, 1994; Chines, et al, 1998; Porth, 2005).

Struktur lengkap sel endothel akan memberikan respon terhadap berbagai

stimulus abnormal dengan merubah fungsi umumnya dan dengan mengekspresikan

fungsi baru yang diperoleh. Istilah disfungsi endothel menggambarkan beberapa tipe

perubahan yang berpotensi reversible pada fungsi endothel yang terjadi sebagai

respon terhadap stimulus lingkungan. Penyebab disfungsi endothel meliputi cytokine

dan produk bakteri yang menyebabkan inflamasi; stress hemodinamik dan produk 

lipid yang berperan pada pathogenesis atherosclerosis; virus dan komponen

Page 3: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 3/44

 

7

komplemen; dan hipoksia. Sel endothel yang mengalami disfungsi, pada gilirannya,

memproduksi sitokin lainnya, growth factor, prokoagulan atau unsur antikoagulan,

dan berbagai macam produk biologic aktif lainnya (Porth, 2005).

2.1.2 Otot polos

Sel otot polos vaskuler, yang membentuk lapisan predominan seluler pada

tunica media, menyebabkan pembuluh darah vasokonstriksi atau vasodilatasi. Serabut

saraf vasomotor dari komponen system saraf simpatis otonom memenuhi kebutuhan

otot polos di pembuluh darah. Saraf ini bertanggung jawab terhadap vasokonstriksi

dinding pembuluh darah. Karena sel ini tidak memasuki tunika media pembuluh

darah, saraf ini tidak secara langsung bersinapsis pada sel otot polos. Namun, saraf 

tersebut melepaskan neurotransmitter norepinephrine, yang tersebar dalam tunika

media dan berperan pada otot polos terdekat. Impulse yang dihasilkan disebarkan

sepanjang sel otot plos melalui gap junction, menyebabkan kontraksi pada seluruh

lapisan sel otot dan hal ini mengurangi radius lumen pembuluh darah (Porth, 2005).

Sel otot polos pembuluh darah juga mensintesis kolagen, elastin,dan komponen

matrix ekstraseluler lainnya; growth factor dan sitokin dalam jumlah besar; dan

setelah terjadi perlukaan vaskuler akan bermigrasi kedalam intima dan berproliferasi.

Sehingga, sel otot polos sangat penting baik pada perbaikan normal vaskuler maupun

pada proses patologis seperti atherosclerosis yang kemudian menyebabkan hipertensi.

Aktivitas migrasi dan proliferasi sel otot polos pembuluh darah distimulasi oleh

promotor dan inhibitor pertumbuhan. Promotor meliputi platelet-derived growth

factor, thrombin, fibroblast growth factor, dan cytokine seperti interferongamma dan

Page 4: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 4/44

 

8

interleukin-1. Inhibitor meliputi NO. Regulator lainnya meliputi system rennin-

angiotensin (angiotensin II) dan katekolamin, yang berperan pada hipertensi (Porth,

2005).

2.2. Tekanan Darah

Tekanan darah adalah suatu kekuatan yang ditimbulkan oleh darah yang

bersirkulasi pada dinding pembuluh darah, dan merupakan salah satu tanda vital yang

penting. Istilah tekanan darah biasanya dimaksudkan pada tekanan arteri. Tekanan

darah ini sangat penting dalam sistem sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk 

daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler, dan sistem vena,

sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap (Mas'ud, 1989).

2.2.1 Tekanan Darah Arteri

Tekanan darah arteri menggambarkan ejeksi ritmik darah dari ventrikel kiri

menuju aorta. Tekanan ini meningkat sesuai dengan kontraksi ventrikel kiri dan

menurun selama relaksasi. Pada orang sehat, tekanan yang tinggi, disebut tekanan

sistolik, idealnya kurang dari 120 mmHg dan tekanan yang lebih rendah, disebut

tekanan diastolik, kurang dari 80 mmHg. Perbedaan tekanan sistolik dan diastolik 

(kira-kira 40 mmHg) adalah pulse pressure. Pulse pressure meggambarkan denyut

normal aliran darah arteri. Mean arterial pressure (sekitar 90 hingga 100 mmHg)

menggambarkan tekanan rata-rata system arteri selama ventrikel kontraksi dan

relaksasi dan merupakan indikator yang baik terhadap perfusi jaringan (Porth, 2005).

Page 5: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 5/44

 

9

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi Tekanan Darah Arteri

Tekanan darah arteri tergantung berbagai faktor, meliputi kerja jantung,

volume darah, resistensi perifer, dan viskositas darah (Shier, et al, 2006).

Gambar 2.1 Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tekanan darah arteri (Shier,

et al., 2006)

Kerja jantung

Disamping menghasilkan tekanan darah dengan memompa darah ke arteri,

kerja jantung juga menentukan seberapa banyak darah yang memasuki system arteri

dalam setiap kontraksi ventrikel. Volume darah yang disalurkan dari ventrikel kiri

dalam setiap kontraksi disebut isi sekuncup dan sama dengan 70 milimeter pada rata-

rata berat badan pria ketika istirahat. Volume yang disalurkan dari ventrikel kiri per

menit disebut curah jantung, dihitung dengan mengalikan isi sekuncup dengan denyut

 jantung per menit (curah jantung = isi sekuncup x denyut jantung). Sehingga, jika isi

sekuncup 70 milimeter dan denyut jantung 72 per menit, maka curah jantung adalah

5.040 milimeter per menit (Shier, et al., 2006).

Page 6: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 6/44

 

10

Tekanan darah berubah-ubah sesuai curah jantung. Jika baik isi sekuncup

maupun denyut jantung meningkat, begitu pula curah jantung, dan sebagai hasilnya,

tekanan darah juga meningkat, begitu pula sebaliknya (Shier, et al., 2006).

Seperti disebutkan sebelumnya, curah jantung tergantung pada volume darah

yang dikeluarkan ventrikel kiri setiap kontraksi (isi sekuncup) dan denyut jantung.

Dengan demikian, dua mekanisme penting untuk menjaga tekanan arteri normal

adalah regulasi curah jantung dan regulasi resisten perifer (Shier, et al., 2006).

Sebagai contoh, volume darah yang memasuki ventrikel mempengaruhi isi

sekuncup. Masuknya darah menyebabkan peregangan serat myocardium didinding

ventrikel. Dengan batas, semakin panjang serat tersebut, semakin besar daya

kontraksinya. Hubungan antara panjang serat (peregangan otot jantung sebelum

kontraksi) dan kekuatan kontraksi disebut hukum frank-starling jantung. Hal ini

penting, sebagai contoh, selama latihan, ketika banyak darah kembali ke jantung

melalui vena. Semakin banyak darah yang memasuki jantung dari vena, semakin

besar distensi ventrikel, semakin besar isi sekuncup, semakin besar curah jantung,

begitu pula sebaliknya. Mekanisme ini memastikan bahwa volume darah yang

dialirkan dari jantung sama dengan volume yang memasuki jantung (Shier, et al.,

2006).

Volume darah

Volume darah setara dengan jumlah bentuk elemen dan volume plasma di

system peredaran darah. Walaupun volume darah sedikit berubah-ubah sesuai umur,

ukuran tubuh, dan jenis kelamin, kadang sejumlah 5 liter untuk orang dewasa, atau

8% dari berat tubuh dalam kilogram (Shier, et al., 2006).

Page 7: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 7/44

 

11

Tekanan darah normal berbanding lansung dengan volume darah dalam

system kardiovaskuler. Sehingga, perubahan volume darah dapat mengawali

perubahan tekanan darah. Sebagai contoh, jika perdarahan dapat mengurangi volume

darah, tekanan darah menurun. Jika transfusi berhasil mengembalikan volume darah

normal, tekanan darah juga kembali normal. Volume darah juga dapat turun

disebabkan gangguan keseimbangan cairan, seperti yang terjadi pada dehidrasi.

Terapi cairan pengganti dapat mengembalikan volume dan tekanan darah dalam

keadaan normal (Shier, et al., 2006).

 Resistensi Perifer 

Tahanan perifer total adalah sejumlah tahanan dari semua pembuluh darah

perifer dalam sirkulasi sistemik. Tahanan perifer total meningkat karena ikatan

norepinefrin dan epinefrin pada reseptor α1 pada otot polos vaskuler. Hormon ini

mengakibatkan vasokonstriksi, selanjutnya akan memperkecil diameter vaskuler di

perifer. Resistensi vaskuler berbanding terbalik dengan diameter pembuluh darah.

Semakin kecil diameter pembuluh darah, semakin besar tahan perifernya. Tahanan

perifer juga dipengaruhi oleh viskositas darah yang melaluinya. Viskositas secara

normal berkiatan dengan osmolaritas. Tahanan juga dipengaruhi oleh kapasitansi

pembuluh darah (Sherwood, 2001).

Viskositas darah

Semakin besar viskositas, semakin besar resinten aliran darah. Sel darah dan

protein plasma meningkatkan viskositas darah. Semakin besar resistensi aliran darah,

semakin besar kekuatan yang diperlukan untuk menggerakkannya melalui system

peredaran darah. Sehingga tidaklah mengejutkan bila tekanan darah meningkat sesuai

Page 8: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 8/44

 

12

dengan peningkatan viskositas darah dan menurun bila viskositas darah menurun

(Shier, et al., 2006).

 Aliran balik vena

Tekanan darah menurun sementara darah mengalir sepanjang system arteri

dan menuju kapiler, sehingga hanya sedikit tekanan bersisa di venule akhir kapiler.

Bahkan aliran darah yang melewati system vena hanya sebagian yang merupakan

hasil langsung aksi jantung dan tergantung factor lainnya, seperti kontraksi otot

rangka, pergerakan nafas, dan vasokonstriksi vena (Shier, et al., 2006).

Kontraksi otot rangka menekan pembuluh darah terdekat, menekan darah

didalamnya. Sementara otot rangka menekan vena dan katupnya, beberapa darah

bergerak dari satu bagain katup ke bagian lainnya (gambar 2.3). Aksi pemijatan oleh

kontraksi otot rangka ini membantu darah melewati system vena menuju jantung.

Tidak kembalinya darah ke bagian distal disebabkan karena adanya sistem katup vena

yang mampu menahan kembalinya darah (Mas'ud, 1989; Shier, et al., 2006).

Gambar 2.2 Katup vena (A) mengalirkan darah ke jantung, tapi (B) mencegah darahkembali dari jantung (Shier, et al., 2006)

Kontraksi vena (venokonstriksi) juga mengembalikan darah vena menuju

 jantung. Ketika tekanan vena rendah, reflex simpatis menstimulus otot polos di

Page 9: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 9/44

 

13

dinding vena untuk berkontraksi. Vena juga memberikan reservoir darah yang dapat

mengadaptasikan kapasitasnya terhadap perubahan volume darah. Jika terjadi

kehilangan darah dan tekanan darah turun, venokonstriksi dapat menekan darah

keluar dari reservoir ini. Dari contoh tersebut, venokonstriksi membantu menjaga

tekanan darah dengan menekan darah menuju jantung (Shier, et al., 2006).

 Mekanisme regulasi tekanan darah

Walaupun jaringan yang berbeda di dalam tubuh dapat meregulasi aliran

darahnya sendiri, sangatlah penting bagi tekanan arteri untuk menjaga kestabilan

perpindahan aliran darah dari satu area tubuh ke area lainnya. Metode regulasi

tekanan arteri tergantung pada adaptasi jangka pendek atau jangka panjang yang

dibutuhkan (Shier, et al., 2006). 

2.2.3 Regulasi Tekanan Darah

A. Regulasi jangka pendek

Mekanisme regulasi jangka pendek tekanan darah, terjadi beberapa menit atau

 jam, diharapkan dapat memperbaiki ketidak seimbangan sementara pada tekanan

darah, seperti yang terjadi pada waktu latihan dan perubahan posisi tubuh.

Mekanisme ini juga bertanggung jawab untuk menjaga tekanan darah pada level

survival selama situasi yang mengancam jiwa. Regulasi jangka pendek tekanan darah

bergantung terutama pada mekanisme neural dan hormonal, dan yang tercepat adalah

mekanisme neural (Porth, 2005).

Page 10: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 10/44

 

14

 Mekanisme neural

Pusat kontrol neural untuk regulasi tekanan darah berlokasi di formasio

reticularis di bawah pons dan medulla otak dimana terjadi respon integrasi dan

modulasi system saraf otonom. Area ini terdiri dari pusat kontrol vasomotor dan

cardiac dan secara kolektif sebagai pusat kardiovaskuler. Pusat kardiovaskuler

mentransmisikan rangsang parasimpatik ke jantung melalui nervus vagus dan

mentransmisikan rangsang simpatik ke jantung dan pembuluh darah melalui spinal

cord dan nervus simpatik perifer. Stimulasi vagal jantung menghasilkan denyut

 jantung yang lambat, dimana stimulasi simpatis menghasilkan peningkatan denyut

 jantung dan kontraktilitas jantung. Pembuluh darah diinervasi oleh system saraf 

simpatis, dimana peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan konstriksi pembuluh

darah dan penurunan aktivitas simpatis menyebabkan pembuluh darah relaksasi

(Porth, 2005).

Kontrol sistem saraf otonom pada tekanan darah dimediasi melalui reflex

sirkulasi intrinsik, reflex ekstrinsik, dan pusat kontrol neural yang lebih tinggi. Reflex

intrinsic, meliputi reflex mediated-baroreseptor dan kemoreseptor, terletak di system

sirkulasi dan sangat penting untuk regulasi tekanan darah yang cepat dan jangka

pendek. Sensor reflex ekstrinsik ditemukan di luar sirkulasi. Sensor tersebut meliputi

respon tekanan darah yang berhubungan dengan faktor nyeri dan dingin. Jalur neural

untuk reaksi ini lebih tersebar, dan responnya kurang konsisten dibanding refleks

intrinsik. Banyak dari respon ini disalurkan melalui hipotalamus, yang berperan

penting dalam kontrol respon system saraf simpatis. Diantara pusat respon yang lebih

tinggi berhubungan dengan perubahan susasana hati dan emosi (Porth, 2005).

Page 11: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 11/44

 

15

Baroreseptor adalah reseptor yang sensitive terhadap tekanan yang berlokasi

pada dinding pembuluh darah dan jantung. Baroreseptor karotis dan aorta terletak 

pada posisi strategis antara jantung dan otak (Gambar 2.4). Baroreseptor ini

memberikan respon terhadap perubahan peregangan dinding pembuluh darah dengan

mengirim impuls ke pusat kardiovaskuler di batang otak untuk memberikan efek 

perubahan yang tepat pada denyut jantung dan tonus otot polos pembuluh darah.

Sebagai contoh, rendahnya tekanan darah yang terjadi ketika bergerak dari berbaring

menjadi posisi berdiri menyebabkan penurunan peregangan baroreseptor dengan hasil

peningkatan denyut jantung dan simpatis merangsang vasokonstriksi yang

menyebabkan peningkatan tahanan vascular perifer (Porth, 2005).

Gambar 2.3 Refleks baroreseptor. Aksi potensial baroreseptor mempengaruhi

regulasi tekanan darah dan pusat vasomotor. Denyut jantung dapat menurun denganpengaruh system parasimpatis, denyut jantung dan volume sekuncup dapat meningkat

oleh sistem simpatis. Sistem simpatis juga dapat memvasokonstriksikan atau

vasodilatasi pembuluh darah (Schoen, 2005).

Page 12: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 12/44

 

16

Kemoreseptor arteri sangat sensitif terhadap perubahan kandungan oksigen,

karbondioksida, dan ion hydrogen di dalam darah. Kemoreseptor ini terletak di

carotid bodies, yang berada di bifurkasio dua karotis yang berdampingan, dan di

aortic bodies aorta (Gambar 2.4). Karena lokasinya, kemoreseptor ini juga selalu

berhubungan dekat dengan darah arteri. Walaupun fungsi utama kemoreseptor adalah

regulasi ventilasi, kemoreseptor juga berhubungan dengan pusat kardiovaskuler dan

dapat menyebabkan vasokonstriksi yang luas. Ketika tekanan arteri menurun

mendekati level kritis, kemoreseptor terstimulus karena berkurangnya suplai oksigen

dan karbondioksida dan ion hydrogen yang bertambah. Hal ini dapat terjadi pada

seseorang dengan penyakit paru kronis, sistemik dan hipertensi pulmonary karena

hipoksemia. Seseorang dengan apnea ketika tidur juga dapat mengalami peningkatan

tekanan darah karena hipoksia yang terjadi selama periode apneu (Porth, 2005).

Gambar 2.4 Refleks kemoreseptor. Pusat vasomotor dapat menyebabkan

vasokonstriksi atau vasodilatasi pembuluh darah melalui system simpatis. Pusatkardioregulator dapat menyebabkan perubahan aktifitas pompa jantung melalui

system simpatis dan parasimpatis (Schoen, 2005).

Page 13: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 13/44

 

17

Gambar 2.5 Lokasi dan inervasi arkus aorta dan baroreseptor sinus karotis dan

kemoreseptor karotis (Shier, et al., 2006)

 Mekanisme humoral

Sejumlah hormon dan mekanisme humoral menambah regulasi tekanan darah,

meliputi mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron dan vasopressin. Zat humoral

lainnya seperti epinephrine, neurotransmitter simpatetik yang dikeluarkan dari

kelenjar adrenal, memiliki efek stimulasi langsung terhadap peningkatan denyut

 jantung, kontraktilitas jantung, dan tonus vascular (Porth, 2005).

System rennin-angiotensin-aldosteron memiliki peran sentral dalam regulasi

tekanan darah. Rennin adalah enzim yang disintesis, disimpan, dan dilepaskan oleh

ginjal sebagai respon terhadap peningkatan aktivitas system saraf simpatis atau

penurunan tekanan darah, volume cairan ekstraseluler, atau konsentrasi natrium

ekstraseluler. Kebanyakan renin yang dikeluarkan meninggalkan ginjal dan

Page 14: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 14/44

 

18

memasuki aliran darah, yang kemudian berperan secara enzimatis merubah protein

plasma inaktif yang ada di sirkulasi yang disebut angiotensinogen menjadi

angiotensinogen I (Gambar 2.7). Angiotensinogen I menuju pembuluh darah kecil di

paru, dimana akan diubah menjadi angiotensinogen II oleh angiotensin-converting

enzim yang ada di endothelium pembuluh darah paru (Porth, 2005).

Gambar 2.6 kontrol tekanan darah oleh system rennin-angiotensin aldosteron (Shier,

et al., 2006)

Page 15: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 15/44

 

19

Angiotensin II berfungsi baik pada regulasi tekanan darah jangka pendek 

maupun regulasi jangka panjang. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat,

terutama sekali pada arteriol dan yang terendah adalah vena. Fungsi utama kedua

angiotensin II, menstimulasi sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, memperbesar

regulasi jangka-panjang tekanan darah dengan meningkatkan retensi natrium dan air

oleh ginjal. Juga berperan secara langsung pada ginjal untuk menurunkan eliminasi

natrium dan air (Porth, 2005).

Vasopressin, juga dikenal sebagai antidiuretik hormone (ADH), dilepaskan

dari kelenjar hipofise posterior sebagai respon untuk menurunkan volume darah dan

tekanan darah, meningkatkan osmolalitas cairan tubuh, dan stimulus lainnya.

Vasopressin memiliki efek vasokonstriksi langsung terhadap pembuluh darah,

terutama sirkulasi splanchnic yang menyuplai organ abdominal. Bagaimanapun,

peningkatan vasopressin jangka panjang tidak dapat menjaga perluasan volume atau

hipertensi, dan vasopressin tidak meningkatkan hipertensi melalui hormon

pemeliharaan natrium atau zat vasokonstriktor lainnya. Diperkirakan vasopressin

menyebabkan hipertensi melalui pemeliharaan cairan atau melalui neurotransmitter

yang membantu modifikasi fungsi system saraf otonom (Porth, 2005).

B. Regulasi jangka panjang

Mekanisme jangka panjang bertanggung jawab pada regulasi tekanan darah

setiap hari, minggu, dan bulan, sebagian besar menetap di ginjal dan berperan pada

regulasi volume cairan ekstraseluler. Fungsi mekanisme ini sebagian besar

meregulasi tekanan darah sekitar poin ekuilibrium, yang menunjukkan tekanan

normal individual seseorang. Oleh sebab itu, ketika tubuh mengandung banyak sekali

Page 16: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 16/44

 

20

cairan ekstraseluler, tekanan arteri meningkat dan jumlah air (seperti tekanan

diuresis) dan natrium (seperti tekanan natriuresis) yang diekresikan oleh ginjal

meningkat. Ketika tekanan darah kembali ke poin ekuilibrium, ekskresi air dan

natrium kembali normal. Penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh penurunan

volume cairan ekstraseluler memiliki efek yang berlawanan. Seseorang dengan

hipertensi, mekanisme kontrol ginjal kadang berubah sehingga mengakibatkan poin

ekuilibrium regulasi tekanan darah dipertahankan level eliminasi natrium dan air

yang lebih tinggi (Porth, 2005).

Terdapat beberapa cara yang dapat dilalui untuk meregulasi tekanan darah.

Pertama melalui efek langsung pada curah jantung dan aliran darah renal; cara

lainnya yaitu cara tidak langsung, dihasilkan dari autoregulasi tekanan darah dan

efeknya terhadap tahanan vascular perifer. Fungsi mekanisme autoregulasi

mendistribusikan aliran darah menuju berbagai jaringan tubuh tergantung kebutuhan

metabolismenya. Ketika aliran darah menuju dasar jaringan spesifik berlebihan,

pembuluh darah lokal akan konstriksi, dan ketika aliran defisien, pembuluh darah

lokal dilatasi. Pada situasi terjadi peningkatan volume darah dan cardiac output,

seluruh jaringan tubuh medapatkan peningkatan aliran darah yang sama. Sehingga

mengakibatkan konstriksi general arteriol dan peningkatan tahanan vascular perifer

(Porth, 2005).

Peranan ginjal dalam regulasi tekanan darah ditegaskan oleh fakta bahwa

banyak obat hipertensi menghasilkan efek penurunan tekanan darahnya melalui

peningkatan eliminasi natrium dan air (Porth, 2005).

Page 17: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 17/44

 

21

2.3 Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi medis dimana terjadi

peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang

mempunyai tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg pada saat

istirahat diduga sebagai penderita hipertensi (Mas'ud, 1989).

2.3.1 Klasifikasi Hipertensi

Tabel 2.1. menunjukkan klasifikasi tekanan darah untuk dewasa (18 tahun).

Klasifikasi ini berdasarkan rata-rata hasil dua kali pengukuran atau lebih pada posisi

duduk (Chobanian, et al., 2004). 

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah; TDS = Tekanan Darah Sistolik; TDD =

Tekanan Darah Diastolik (Chobanian, et al., 2004)

KLASIFIKASI TEKANAN

DARAH 

TDS 

(MMHG)

TDD 

(MMHG)

NORMAL  <120 dan <80

PRE HIPERTENSI  120-139 atau 80-89

HIPERTENSI DERAJAT I 140-159 atau 90-99

HIPERTENSI DERAJAT II 160 atau 100

Klasifikasi hipertensi berdasarkan “Seventh report of the joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure” (JNC 7) memasukkan prehipertensi dalam klasifikasinya dengan tujuan

untuk meningkatkan kewaspadaan pada golongan tersebut dengan cara meningkatkan

Page 18: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 18/44

 

22

edukasi untuk menurunkan tekanan darah dan mencegah terjadinya hipertensi dengan

cara modifikasi kebiasaan hidup (yogiantoro, et al., 2007).

Dasar pemikiran adanya kategori prehipertensi adalam klasifikasi tersebut oleh

karena pasien dengan prehipertensi berisiko untuk mengalami progresi menjadi

hipertensi, dan mereka dengan tekanan darah 130-139/80-89 mmHg berisiko dua kali

lebih besar untuk menjadi hipertensi dibanding dengan yang tekanan darahnya lebih

rendah (yogiantoro, et al., 2007).

2.3.2 Hipertensi esensial (primer)

Hipertensi yang tidak diketahui secara pasti penyebabnya atau tanpa ada tanda-

tanda kelainan organ di dalam tubuh didefinisikan sebagai hipertensi esensial.

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena

interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu, merupakan suatu kombinasi antara

berbagai faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan fenotif hipertensi.

Hipertensi ini juga disebut hipertensi idiopatik dan merupakan 95% dari kasus-kasus

hipertensi (Davey, 2002; Gray, et al., 2005; Yogiantoro, 2007).

Etiologi

Beberapa faktor yang pernah dikemukakan menjadi etiologi penyebab

hipertensi adalah sebagai berikut.

Genetik

Hipertensi adalah salah satu kelainan kompleks yang paling banyak ditemukan,

yang diturunkan secara genetik sekitar 30%. Dibanding orang kulit putih, orang kulit

hitam di Negara barat lebih banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat

Page 19: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 19/44

 

23

hipertensinya, dan lebih besar tingkat morbiditas dan mortalitasnya, sehingga

diperkirakan ada kaitan hipertensi dengan perbedaan genetic (Gray, et al, 2005).

 Jenis kelamin

Hipertensi lebih jarang ditemukan pada wanita pra-menopause dibanding pria,

yang menunjukkan adanya pengaruh hormon (Gray, et al, 2005).

Obesitas

Sekitar 30 % penderita hipertensi adalah obes. Resiko hipertensi lebih besar

terjadi pada obesitas sentral daripada obesitas perifer (Adam, 2006).  

Beberapa mekanisme dikemukakan secara kuat terlibat dalam hubungan

obesitas terhadap hipertensi, terutama obesitas sentral, antara lain aktivasi sistem

saraf simpatis, aktivasi renal angiotensin sistem, metabolisme asam lemak,

peningkatan jumlah plasma aldosteron, dan disfungsi renal. Banyak dari mekanisme

tersebut bersama-sama dengan insulin resisten, dan beberapa peneliti sepakat bahwa

penyebab efek obesitas terhadap hipertensi berhubungan dengan insulin resisten.

Penelitian The Quebec Health Survey menunjukkan bahwa lingkar perut adalah

marker yang lebih baik untuk peningkatan tekanan darah dibandingkan jumlah insulin

puasa (Velarde dan Berck, 2005).

 Dislipidemia

Dislipidemia dapat menyebabkan hipertensi melalui beberapa mekanisme.

Pertama, atherosclerosis pada arteri besar yang dihasilkan dari hipertrofi sel otot

polos dan deposit kolagen yang mengakibatkan kekakuan arteri. Hal ini disebabkan

peningkatan trigliserida dapat meningkatkan jumlah small dense LDL yang mudah

mengalami oksidasi. LDL bentuk ini bersifat sangat toxic terhadap endothel.

Page 20: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 20/44

 

24

Abnormalitas atherogenic lipid juga secara jelas menyebabkan disfungsi endothel.

Disfungsi endothel, kemungkinan melalui produksi dan aktivitas nitric oxide, begitu

pula gangguan ekspresi reseptor endothelin-1 dan endothelin A dan B, tidak mampu

merespon perubahan kondisi intravaskuler untuk berdilatasi dan berkonstriksi ketika

dibutuhkan. Vasodisregulasi ini menyebabkan ketidak mampuan atau kesulitan

vasodilatasi terhadap stimulus dan pada akhirnya meningkatkan tekanan darah

istirahat. Lipid juga berhubungan dengan kerusakan mikrovaskular renal yang

kemudian mengakibatkan hipertensi, yaitu melalui hubungan abnormalitas lipid dan

gangguan fungsi ginjal yang terjadi lebih awal (Oparil, et al., 2003; Sesso, et al.,

2005).

Gambar 2.7 Oksidasi LDL (Brashers, 2006)

 Natrium

Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam terjadinya hipertensi,

barangkali karena ketidak mampuan mengeluarkan natrium secara efisien baik 

diturunkan maupun didapat. Ada yang berpendapat bahwa terdapat hormone

Page 21: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 21/44

 

25

natriuretik (de Wardener) yang menghambat aktivitas sel pompa natrium (ATPase

natrium-kalium) dan mempunyai efek penekanan. Berdasarkan studi INTERSALT

(1988) diperoleh korelasi antara asupan natrium rerata dengan tekanan darah, dan

penurunan tekanan darah dapat diperoleh dengan mengurangi konsumsi garam (Gray,

et al., 2005).

Sistem rennin-angiotesin

Rennin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan aldosteron (yang

memicu natrium dan terjadinya retensi air sebagai akibat). Beberapa studi telah

menunjukkan sebagian pasien hipertensi primer mempunyai kadar rennin yang

meningkat, tetapi sebagian besar normal atau rendah, disebabkan efek hemostatik dan

mekanisme umpan balik karena kelebihan beban volume dan peningkatan tekanan

darah dimana keduanya diharapkan akan menekan produksi rennin. Jaringan adiposa

 juga merupakan sumber angiotensinogen yang penting (Gray, et al, 2005)..

Kadar angiotensinogen meningkat pada obesitas dan hal ini menunjukkan

adanya peningkatan massa jaringan adiposa. Hipertensi yang menyertai obesitas

mungkin disebabkan oleh peningkatan sekresi angiotensinogen. Selain memproduksi

angiotensinogen, jaringan adiposa juga mengekspresikan gen yang menyandi ACE

( Angiotensin Converting Enzyme) dan reseptor AT I menunjukkan bahwa ada sistem

renin angiotensin yang bekerja lokal di jaringan adiposa (Adam, 2006; Gray, et al.,

2005)

Page 22: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 22/44

 

26

Gambar 2.8 Peningkatan rennin menyebabkan hipertensi (Sobel dan Bakris, 1999)

 Hiperaktivitas simpatis

Dapat terlihat pada hipertensi usia muda. Katekolamin akan memicu produksi

rennin, menyebabkan konstriksi arteriol dan vena dan meningkatkan curah jantung.

Pada pasien dengan obesitas sentral mememiliki aktivasi simpatetik yang lebih besar

daripada obesitas perifer, dengan gangguan yang sama pada kontrol baroreflex.

Laporan lainnya menunjukkan tidak ada peningkatan atktivitas simpatis otot pada

pria dengan obesitas subkutan walaupun konsentrasi leptin meningkat (Gray, et al,

2005; Velarde & Berck, 2005).

 Resistensi insulin/hiperinsulinemia

Kaitan hipertensi primer dengan resistensi insulin telah lama diketahui sejak 

beberapa tahun silam, terutama pada pasien gemuk. Insulin merupakan zat penekan

karena meningkatkan katekolamin dan reabsorpsi natrium (Gray, et al, 2005)

Peningkatan

kadar renin

Peningkatan

Angiotensin II

Vasokonstriksi

Aldosteron

Sekresi ADHRetensi air

dan natrium

HIPERTENSI

Page 23: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 23/44

 

27

 Disfungsi sel endotel 

Penderita hipertensi mengalami penurunan respons vasodilatasi terhadap nitrit

oksida, dan endotel mengandung vasodilator seperti endotelin-I, meskipun kaitannya

dengan hipertensi tidak jelas. Hal ini dapat terlihat pada pasien hipertensi dengan

dtslipidemia (Gray, et al., 2005).

Patofisiologi

Banyak patofisiologis diperkirakan berkaitan dengan kejadian hipertensi

esensial: aktivitas susunan syaraf bersimpati yang bertambah, kemungkinan

berhubungan dengan meningkatnya kontak atau respon terhadap stres; overproduksi

hormon yang mempertahankan sodium dan vasoconstriktor; bertambah atau

pengeluaran renin yang tidak sesuai dengan produksi yang bertambah yang

diakibatkan angiotensin II dan aldosterone; kekurangan vasodilators, seperti

prostacyclin, nitric oxide (NO), dan natriuretic peptides; perubahan ekspresi

kallikrein – kinin sistem yang mempengaruhi tonus pembuluh darah dan penanganan

natrium ginjal; abnormalitas resisten pembuluh darah, termasuk luka selektif di

pembuluh darah kecil ginjal; kegemukan; peningkatan aktivitas growth factor

pembuluh darah; perubahan reseptor adrenergic yang mempengaruhi denyut jantung,

inotropic jantung, dan tonus pembuluh darah; dan gangguan transpot ion seluler.

Konsep baru bahwa kelainan struktural dan fungsionil di pembuluh darah, termasuk 

disfungsi endothelial, peningkatan oxidative stres, remodelling pembuluh darah,

dapat terjadi lebih dulu sebelum hipertensi dan berhubungan dengan patogenesis

(Oparil, et al., 2003).

Page 24: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 24/44

 

28

Gambar 2.9 Mekanisme patofisiologi hipertensi (Oparil, et al., 2003)

Genetik

Di kebanyakan kasus, hipertensi adalah akibatnya dari interaksi kompleks

genetik, lingkungan, dan faktor demografik (Oparil, et al., 2003).

Pendekatan gen calon biasanya membandingkan prevalensi hipertensi atau

level tekanan darah di antara individu dengan genotip kontras di lokus calon di jalur

yang diketahui meningkatkan regulasi tekanan darah. Kesimpulan yang paling

menjanjikan terhadap penelitian seperti itu berhubungan dengan gen renin – 

angiotensin – aldosterone system, seperti variasi M235T di gen angiotensinogen, yang

telah berhubungan dengan bertambahnya jumlah angiotensinogen sirkulasi dan

tekanan darah di banyak populasi yang berbeda, dan variasi biasa di gen angiotensin-

converting enzyme (ACE) dihubungkan di beberapa studi dengan variasi tekanan

darah di laki-laki (Oparil, et al., 2003).

Page 25: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 25/44

 

29

Sistem saraf simpatis

Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis meningkatkan tekanan darah dan

memperbesar perkembangan dan pemeliharan hipertensi karena stimulasi jantung,

pembuluh darah perifer, dan ginjal, menyebabkan peningkatan cardiac output,

peningkatan resistensi pembuluh darah, dan retensi cairan. Sebagai tambahan,

ketidakseimbangan otonom (peningkatan tonus simpatis diiringi dengan penurunan

tonus parasimpatis) berhubungan dengan banyak kelainan metabolik, hemodinamik,

tropik, dan rheologic yang menghasilkan peningkatan morbiditas dan mortalitas

kardiovaskuler. Beberapa penelitian berbasis populasi, seperti penelitian Coronary

Artey Risk Development in Young Adult (CARDIA), telah menunjukan korelasi

positif antara denyut jantung dengan perkembangan hipertensi (peningkatan tekanan

darah diastol). Sejak banyak fakta terkini memberikan kesan seperti itu, pada

manusia, peningkatan denyut jantung yang terus menerus menurunkan tonus

parasimpatis, penemuan ini mendukung konsep bahwa ketidak seimbangan otonom

memperbesar patogenesis hipertensi. Selanjutnya, sejak tekanan darah diastolik lebih

dekat berhubungan dengan resistensi vaskuler daripada fungsi jantung, hasil ini juga

mengesankan bahwa peningkatan tonus simpatis dapat meningkatkan tekanan darah

diastolik dengan menyebabkan proliferasi sel otot polos pembuluh darah dan

perubahan bentuk pembuluh darah. Konsisten dengan observasi berbasis populasi ini,

penelitian norepinephrine spillover, yang menyediakan index norepinephrine yang

dikeluarkan dari saraf simpatoefektor terminal, menunjukkan stimulasi simpatis

 jantung lebih besar pada pasien hipertensi muda daripada kontrol normotensif pada

Page 26: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 26/44

 

30

umur yang sama, mendukung interpretasi bahwa peningkatan stimulasi simpatis

 jantung dapat memperbesar perkembangan hipertensi (Oparil, et al., 2003).

Mekanisme peningkatan aktivitas sitem saraf simpatis pada hipertensi adalah

kompleks dan melibatkan gangguan jalur baroreflex dan kemoreflex baik pada level

sentral maupun perifer. Baroreseptor arteri teratur pada tekanan tinggi pada pasien

hipertensi, dan perifer akan teratur normal ketika tekanan arteri dinormalkan.

Mengatur kembali fungsi normal baroreseptor akan membantu menjaga reduksi

tekanan arteri, implikasi yang bermanfaat. Selanjutnya, terdapat pengaturan sentral

baroreflex aorta pada pasien hipertensi, menghasilkan supresi inhibisi simpatetik 

setelah aktivasi saraf barorefleks aorta. Pengaturan baroreseptor terlihat dihubungkan,

paling tidak sebagian, oleh aksi sentral angiotensin II. Angiotensin II juga

memperbesar respon terhadap stimulasi simpatis melalui mekanisme perifer, yaitu,

modulasi fasilitatori presinap pengeluaran norepinephrin. Tambahan molekul

mediator kecil yang menekan aktivitas baroreseptor dan menambah besarnya aktivitas

simpatis pada pasien hipertensi meliputi reactive oxygen spesies dan endothelin.

Terdapat fakta bahwa fungsi kemoreflex yang berlebihan, penting untuk 

menandakan aktivasi simpatis yang bertambah sebagai respon terhadap stimulus

seperti apnea dan hipoksia. Hubungan klinis fenomena ini adalah peningkatan

aktivitas system saraf simpatis yang berlebihan yang bertahan pada waktu sadar dan

menyebabkan hipertensi pada pasien dengan obstructif sleep apnea (Oparil, et al.,

2003).

Stimulasi simpatis kronis menyebabkan remodeling pembuluh darah dan

hipertropi ventrikel kiri, yang kemungkinan melalui aksi langsung dan tidak langsung

Page 27: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 27/44

 

31

norepinephrine pada reseptornya, seperti pengeluaran berbagai macam faktor tropik,

meliputi transforming growth factor-β, insulin-like growth factor 1, dan fibroblast

growth factor. Penelitian klinis menunjukkan korelasi positif antara jumlah

norepinephrine di sirkulasi, massa ventrikel kiri, dan penurunan lebar arteri (index

hiperttropi ventrikel). Dengan demikian, mekanisme simpatis memperbesar

perkembangan kerusakan target organ (Oparil, et al., 2003).

 Reaktivitas vaskular

Pasien hipertensi memunculkan respon vasokontriktor yang lebih hebat untuk 

membangkitkan norepinephrine daripada kontrol normotensif. Walaupun peningkatan

 jumlah norepinephrine di sirkulasi secara umum menyebabkan downregulation

reseptor noradrenergic pada pasien normotensif, hal ini tidak terjadi pada pasien

hipertensi, menghasilkan sensitivitas yang besar terhadap norepinephrine, resisten

pembuluh darah bertambah, dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Respon

vasokonstriktor terhadap norepinephrine juga meningkat pada normotensif yang

memiliki orang tua hipertensi dibandingkan dengan kontrol dengan tanpa riwayat

keluarga hipertensi, menunjukkan bahwa hipersensitivitas mungkin berasal dari

genetik (Oparil, et al., 2003).

Kontak terhadap stres meningkatkan aliran simpatis, dan stres yang berulang

mempengaruhi vasokonstriksi menghasilkan hipertropi vaskuler, menyebabkan

pertambahan progresif resistensi perifer dan tekanan darah. Hal ini dapat sebagian

menerangkan besarnya insidens hipertensi pada masyarakat ekonomi rendah, sebab

terus menerus berhubungan dengan stres dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang

dengan riwayat keluarga hipertensi menunjukkan vasokontriktor yang banyak dan

Page 28: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 28/44

 

32

respon simpatis terhadap stres laboratoris, seperti uji tes tekan dingin dan stres

mental, yang dapat menjadikan faktor predisposisi terhadap hipertensi. Respon

terhadap stres yang berlebihan dapat menambah meningkatnya angka kejadian

hipertensi pada kelompok ini (Oparil, et al., 2003).

 Remodeling vaskuler

Resistensi pembuluah darah perifer secara karakteristik meningkat pada

pasien hipertensi karena perubahan pada struktur dan fungsi arteri kecil. Remodeling

pembuluh darah membantu menghasilkan tekanan darah yang tinggi dan kerusakan

organ target organ. Resistensi perifer ditentukan pada tingkat pre-kapiler pembuluh

darah, termasuk arteriol (arteri yang terdiri dari satu lapisan sel otot polos) dan arteri

kecil (diameter lumen < 300 µm). Peningkatan resistensi pada pasien hipertensi

berhubungan dengan penipisan (penurunan jumlah koneksi paralel pembuluh darah)

dan penyempitan lumen pembuluh darah (Oparil, et al., 2003).

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan berbagai macam

mekanisme, termasuk memvasokonstriksi pembuluh darah, stimulasi sintesis dan

pengeluaran aldosteron dan penyerapan kembali natrium pada tubulus ginjal (secara

langsung dan tak langsung melalui aldosteron), merangsang haus dan pelepasan

hormon antidiuretik, dan meningkatkan aliran simpatis dari otak. Pentingnya,

angiotensin II secara langsung menyebabkan hipertropi dan hiperplasia otot jantung

dan sel pembuluh darah melalui pengaktifan reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) dan

secara tak langsung dengan merangsang pelepasan beberapa growth factor dan

cytokines. Pengaktifan reseptor AT1 merangsang berbagai tyrosine kinases, yang

Page 29: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 29/44

 

33

kemudian memphosporilasi residu tyrosine di beberapa protein, menyebabkan

vasokonstriksi, pertumbuhan sel, dan proliferasi sel. Pengaktifan reseptor AT2

merangsang phosphatase yang menginaktif mitogen-activated protein kinase, enzim

pokok yang berperan dalam penghantaran sinyal dari reseptor AT1. Dengan

demikian, aktivasi reseptor AT2 berlawanan terhadap efek biologis pengaktifan

reseptor AT1, sehingga menyebabkan vasodilatasi, hambatan pertumbuhan, dan

diferensiasi sel. Peran fisiologis reseptor AT2 pada organisme dewasa muda tidak 

 jelas, tetapi kemungkinan berfungsi di bawah kondisi stres (seperti perlukaan pada

pembuluh darah dan ischemia reperfusion) (Oparil, et al., 2003).

Produksi lokal angiotensin II di berbagai jaringan, meliputi pembuluh darah,

 jantung, kelenjar adrenal, dan otak, dikontrol oleh ACE dan enzim lain, termasuk 

serine proteinase kinase. Aktivitas sistem lokal renin – angiotensin dan jalur alternatif 

pembentukan angiotensin II dapat membuat sumbangan penting terhadap remodeling

resistensi pembuluh darah dan perkembangan kerusakan target organ (termasuk 

hipertropi ventrikel kiri, gagal jantung kongestif, atherosclerosis, stroke, penyakit

ginjal tahap akhir, miocard infark, dan aneurisma aorta) pada pasien hipertensi

(Oparil, et al., 2003).

 Aldosteron

Kelebihan aldosteron dapat menyebabkan hipertensi. Hypokalemia

diperkirakan dapat menyebabkan primer hiperaldosteron, tetapi sekarang banyak 

pasien dengan primer hiperaldosteron mungkin tidak menunjukkan jumlah kalium

darah yang rendah (Oparil, et al., 2003). 

Page 30: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 30/44

 

34

 Disfungsi endothel 

Nitrit oxide adalah vasodilator paten, menginhibisi adhesi dan agregasi

platelet, dan supresi migrasi dan proliferasi sel otot polos pembuluh darah. Nitrit

oxide dilepaskan oleh sel endothel normal sebagai respon terhadap berbagai stimulus,

termasuk perubahan tekanan darah, stres, dan regangan pulsatile, dan berperan

penting dalam regulasi tekanan darah, trombosis, dan atherosclerosis. Sistem

kardiovaskular orang sehat tereskspos terhadap tonus NO-dependen vasodilator

secara terus menerus, tapi NO yang berhubungan dengan relaksasi vaskuler

berkurang pada pasien hipertensi. Pengamatan pada in vivo pelepasan super-oksida

dismutase (enzim yang mereduksi super-oksida menjadi hidrogen peroksida)

mengurangi tekanan darah dan memulihkan bioaktivitas NO. Hal ini membuktikan

bahwa stres oxidant membantu inaktivasi NO dan perkembangan disfungsi

endothelial pada pasien hipertensi. Angiotensin II meningkatkan pembentukan

oxidant super-oksida pada konsentrasi yang mempengaruhi tekanan darah secara

minimal. Meningkatnya stres oxidant dan disfungsi endothel dapat menjadi faktor

predisposisi hipertensi (Oparil, et al., 2003).

Page 31: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 31/44

 

35

Gambar 2.10 Fungsi endothel pada pembuluh darah normal dan pada pembuluhdarah pasien hipertensi (Oparil, et al., 2003)

 Endothelin

Endothelin adalah vasoaktif peptida poten yang dihasilkan oleh sel endothel

yang memiliki bagian vasokonstriktor dan vasodilatator. Jumlah endothelin di

sirkulasi meningkat pada pasien hipertensi. Endothelin dilepaskan oleh sel endothel

dan berperan sebagai parakrin yang mendasari sel otot polos dan menyebabkan

vasokontriksi dan meningkatkan tekanan darah tanpa meningkatkan sirkulasi

sistemik. Reseptor antagonis endothelin menurunkan tekanan darah dan resistensi

Page 32: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 32/44

 

36

pembuluh darah perifer baik pada pasien normotensive maupun pasien hipertensi

esensial mild atau moderate, mendukung interpretasi bahwa endothelin berperan

dalam pathogenesis hipertensi (Oparil, et al., 2003).

2.3.3 Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya dapat

diidentifikasikan. Penyebabnya terdiri dari kelainan organik seperti penyakit ginjal,

kelainan pada korteks adrenal. Dalam praktek klinik tidak jarang hipertensi sekunder

berubah menjadi suatu hipertensi maligna yang sukar diobati (Mas'ud, 1989;

Yogiantoro, 2007).

Sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya, dan dapat

dikelompokkan sebagai berikut.

Gangguan ginjal (2-6% dari seluruh pasien hipertensi)

 Penyakit parenkim ginjal (3%)

Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-sebab

penyumbatan) yang menyebabkan kerusakan parenkim akan cenderung menimbulkan

hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan menyebabkan kerusakan ginjal (yogiantoro,

et al., 2007).

 Penyakit renovaskuler

Terdiri atas penyakit yang menyebabkan gangguan pasokan darah ginjal dan

secara umum dibagi atas aterosklerosis dan fibrodisplasia. Penurunan pasokan darah

ginjal akan memacu produksi rennin ipsilateral dan meningkatkan tekanan darah.

(yogiantoro, et al., 2007).

Page 33: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 33/44

 

37

Penyakit Endokrin dan Metabolik

Sindroma Cushing 

Sindroma cushing disebabkan oleh hyperplasia adrenal bilateral yang

disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan ACTH (adrenocorticotrophic

hormone) pada dua pertiga kasus, dan tumor adrenal primer pada sepertiga kasus.

Hipertensi dihasilkan dari beberapa mekanisme patofisiologi yang saling

berhubungan, yang meregulasi volume plasma, resistensi vaskuler perifer, dan curah

 jantung, dimana keseluruhannya meningkat (Gray, et al, 2005; Sobel dan Bakris,

1999).

 Hiperaldosteronisme Primer

Ditandai dengan kadar aldosteron yang tinggi, yang biasanya disertai dengan

penekanan sekresi rennin, dan tanda khasnya berupa hipokalemia. Tingginya kadar

aldosteron dan rendahnya rennin akan mengakibatkan kelebihan (overload) natrium

dan air (Gray, et al., 2005; Sobel dan Bakris, 1999).

Sindroma Liddle

Keberadaannya disertai dengan hipertensi dan alkalosis hipokalemik, sering

disertai dengan kelemahan otot, polidipsia, poliuria, dan pada anak-anak ditandai

dengan kegagalan tumbuh kembang. Terdapat penekanan aktivitas rennin plasma dan

aldosteron (Sobel dan Bakris, 1999).

Sindroma Gordon

Hiperkalemi dengan asidosis tubulus renalis distal (tipe I) dan hipertensi.

Penyebabnya diperkirakan adalah defek renal hiperabsorbsi natrium klorida di

tubulus distal (Sobel dan Bakris, 1999).

Page 34: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 34/44

 

38

 Feokromositoma

Pasien dengan feokromositoma memiliki sekresi katekolamin yang

meningkat, seperti epinefrin dan norepinefrin, oleh suatu tumor (kebanyakan

berlokasi di medulla adrenal), yang menyebabkan stimulasi berlebihan reseptor

adrenergic, yang mengakibatkan vasokonstriksi perifer dan stimulasi jantung.

Paroksisme yang paling umum terjadi pada gejala hipertensi, berkeringat, dan

takikardia (Sobel dan Bakris, 1999). 

 Akromegali 

Terdapat hipertensi, aterosklerosis, dan hipertrofi jantung, yang dihubungkan

dengan penampakan khas pada wajah dan ekstremitas, berkeringat, hipersomnolen,

kenaikan berat badan, goiter, Carpal Tunnel Syndrome, perubahan lapangan pandang,

hipertrikosis, pembesaran kelenjar lidah, dan lain-lain (Sobel dan Bakris, 1999).

Koarktatio Aortae

Koarktasio aorta adalah penyempitan congenital suatu segmen aorta torakalis,

meningkatkan resistensi terhadap aliran darah, menimbulkan hipertensi berat di

bagian atas tubuh. Vasokonstriksi arteri sistemik dapat terjadi karena stimulasi sistem

rennin-angiotensin (karena tekanan perfusi arteri renalis rendah) dan hiperaktivitas

simpatis (Ganong, 1999; Gray, et al., 2005).

Obat-obatan

Berikut ini, obat-obatan yang dilaporkan dapat menimbulkan hipertensi

(Sobel dan Bakris, 1999) 

Page 35: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 35/44

 

39

Tabel 2.2. Obat-obatan yang dilaporkan dapat menimbulkan hipertensi (Sobel dan

bakris, 1999)

Pil KB

Likoris*, karbenoksalon, dll

Penghambat monoamine oksidase

ditambah tiramin, guanadrel,

busipron, atau amantadin

Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

Simpatomimetik (termasuk yang

digunakan sembunyi-sembunyi)

Antidepresan trisiklik Steroid

Tembakau (terutama dalam jumlah besar

atau dengan kafein)

Siklosporin

Klorpromazin

Eritropoeitin

Depo-medroksiprogesteron

Estrogen terkonjugasi/dietilstilbestrol

(DES)

Steroid topical atau inhaler terfluorinasiKokain, amfetamin, dll

Alkohol

* Likoris mengandung steroid (asam glisirretinik) yang menghambat 11-beta-hidroksisteroid

dehidrogenase, menyebabkan kortisol bekerja sebagai mineralokortikoid endogen karena tidak 

dimetabolisme menjadi kortison. Kerja langsung asam glisirretinik tidak lagi dianggap sebagai

penyebab utama hiperaldosteronisme pada sindroma ini.

2.3.4 Kerusakan Organ Target yang Dapat Disebabkan oleh Tekanan Darah

Tinggi 

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung,

maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada

pasien hipertensi adalah (yogiantoro, et al, 2007):

1.  Jantung

a) 

Hipertrofi ventrikel kiri

b)  Angina atau infark miokardium

c)  Gagal jantung

2.  Otak, Stroke atau transient ischaemic attack  

Page 36: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 36/44

 

40

3.  Penyakit ginjal kronis

4.  Penyakit arteri perifer

5. 

Retinopati

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ

tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau

karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1

angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan ekspresi nitric oxide synthase, 

dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan

sensitivitas terhadap garam juga berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ

target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi

transforming growth factor- β (TGF-β) (Yogiantoro, 2007)).

Adanya kerusakan organ target terutama pada jantung dan pembuluh darah,

akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas

pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskuler

(Yogiantoro, 2007).

2.3.5 Evaluasi Penderita Hipertensi

Tujuan evaluasi penderita hipertensi adalah (yogiantoro, et al., 2007):

1)  Untuk mengetahui kebiasaan hidup (lifestyle) serta menemukan faktor-faktor

resiko kardiovaskuler lainnya atau kelainan-kelainan yang menyertai, yang bisa

mempengaruhi prognosis dan memandu terapi

2)  Mencari penyebab yang bisa diidentifikasi.

3)  Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskuler.

Page 37: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 37/44

 

41

Evaluasi pasien hipertensi meliputi anamnesis tentang keluhan pasien, riwayat

penyakit terdahulu, dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjuang (yogiantoroet al., 2007)

A.  Anamnesis (Yogiantoro, 2007) 

1.  Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

2.  Indikasi adanya hipertensi sekunder

a.  Adanya keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

b.  Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian obat-

obat analgesik dan obat/bahan lain

c.  Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)

d.  Episode kelemahan otot dan tetani (aldosteronisme)

3.  Faktor-faktor risiko

a.  Riwayat hipertensi atau penyakit kardiovaskuler pada pasien atau keluarga

pasien

b.  Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

c.  Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya

d.  Kebiasaan merokok 

e.  Pola makan

f.  Kegemukan, intensitas olah raga

g.  Kepribadian

4.  Gejala kerusakan organ

a.  Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient 

ischaemic attack , defisit sensoris atau motoris

Page 38: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 38/44

 

42

b.  Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

c.  Ginjal : haus poliuria, nokturia, hematuria

d. 

Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten

5.  Pengobatan antihipertensi sebelumnya

Faktor-faktor pribadi, keluarga, lingkungan

B.  Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik, selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya

penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi

sekunder (Yogiantoro, 2007).

Pemeriksaan fisik pada penderita hipertensi antara lain:

Kesan umum

Wajah bulat dan obesitas trunkal mengesankan sindroma cushing (yogiantoro,

et al, 2007)

Pengukuran tekanan darah

Pengukuran tekanan darah (Chobanian, et al., 2004; Yogiantoro, 2007) :

a.  Pengukuran rutin di kamar periksa

b.  Pengukuran 24 jam (ambulatory blood pressure monitoring /ABPM)

c.  Pengukuran sendiri oleh pasien

Berat badan dan tinggi badan

Catat berat badan dan tinggi badan untuk perhitungan  Body Mass Index (BMI)

(yogiantoro, et al, 2007).

Page 39: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 39/44

 

43

Pemeriksaan mata 

Pemeriksaan mata yang teliti, terutama funsudkopi untuk memperkirakan

lamanya hipertensi dan prognosis (yogiantoro, et al, 2007).

Palpasi dan auskultasi arteri carotid

Palpasi dan auskultasi arteri carotid untuk mencari kemungkinan stenosis/oklusi

yang mungkin merupakan manifestasi penyakit hipertensi vaskuler, dan mungkin

 juga merupakan bagian dari lesi arteri renalis (yogiantoro, et al, 2007).

Pemeriksaan kelenjar tiroid

Pemeriksaan dada

1.  Jantung: left ventricular hypertrophy (LVH), gagal jantung

2.  Paru: rales

3.  Bising ekstrakardiak dan kolateral (coarktatio aortae). (yogiantoro, et al, 2007). 

Pemeriksaan abdomen

1. 

Bising pada sisi kanan/kiri garis tengah, di atas umbilicus kemungkinan

penyempitan a. renalis ( Renal Artery Stenosis)

2.  Pembesaran ginjal karena polikistik ginjal, massa pada ginjal.

3.  Palpasi denyut a. femoralis, bila menurun dan atau terlambat dibandingkan a.

radialis maka tekanan darah kaki harus diukur. Walaupun denyut a. femoralis

normal, bila didapatkan hipertensi pada umur < 30 tahun, tekanan arteri

ekstrimitas bawah harus diukur (yogiantoro, et al, 2007).

Pemeriksaan ekstrimitas

Memeriksa adanya edema, tanda adanya cerebrovaskular accident  (CVA)

sebelumnya (yogiantoro, et al, 2007).

Page 40: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 40/44

 

44

C.  Pemeriksaan penunjang

Masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa jauh/luas pemeriksaan

laboratorium yang harus dilakukan pada pasien hipertensi, khususnya hipertensi

sekunder atau subset dari hipertensi esensial. Tetapi secara umum sebelum memulai

terapi perlu dilakukan pemeriksaan dasar yang meliputi (yogiantoro, et al, 2007):

1.  Urin lengkap (UL)

2.  Elektrolit serum ( K, Na, Ca, P)

3.  Darah lengkap (DL)

4.  Profil lipid

5.  Gula darah

6.  Elektrokardiogram (EKG)

7.  BUN dan kreatinin serum

8.  Foto dada

Bila dipandang perlu bisa dilengkapi pemeriksaan (yogiantoro, et al, 2007):

1.  Ekskresi albumin serum

2.  Rasio albumin/kreatinin.

JNC 7 menyatakan bahwa tes yang lebih mendalam untuk mencari penyebab

hipertensi tidak dianjurkan kecuali jika dengan terapi memadai tekanan darah tidak 

tercapai (Yogiantoro, 2007).

Page 41: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 41/44

 

45

2.3.6 Pengobatan hipertensi

Pengobatan hipertensi tidak hanya berdasarkan pada derajat tekanan darah,

tetapi juga mempertimbangkan terdapatnya faktor resiko kardiovaskuler. Tujuan

terapi menurut JNC 7 adalah (yogiantoro, et al, 2007):

-  Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung kardiovaskuler dan ginjal

-  Terapi tekanan darah hingga < 140/90 mmHg atau tekanan darah < 130/80 mmHg

pada penderita diabetes atau penakit ginjal kronis

-  Mencapai target tekanan darah sistolik terutama pada orang berusia ≥ 50 tahun. 

Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor risiko atau kondisi penyerta

lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga

mencapai target terapi masing-masing kondisi (Yogiantoro, 2007).

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi

farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien

hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor

risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi non farmakologis terdiri dari

(yogiantoro, et al, 2007):

a.  Menghentikan merokok 

b.  Menurunkan berat badan berlebih (index masa tubuh diusahakan 18,5  –  24,9

kg/m2) diperkirakan menurunkan tekanan darah sistolik 5  –  20 mmHg/10 kg

penurunan berat badan.

c.  Menurunkan konsumsi alcohol berlebih

d.  Meningkatkan aktivitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30 menit/hari

diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg.

Page 42: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 42/44

 

46

e.  Menurunkan asupan natrium tidak lebih dari 100 mmol/ hari (6 gram NaCl),

diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.

f. 

Diet dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi makanan

kaya buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh

diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg.

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang

dianjurkan oleh JNC 7 adalah (Chobanian, et al., 2004; Yogiantoro, 2007):

a.  Diuretika, terutama jenis thiazide (thiaz) atau aldosterone antagonist  

b.   Beta blocker (BB)

c.  Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)

d.   Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

e.   Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan

target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan

untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja yang panjang atau yang

memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai

terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada

tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu

 jenis obat, dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai

target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau

berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa

dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal, maupun kombinasi.

Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai

Page 43: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 43/44

 

47

target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan

dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum

bertambah (Chobanian, et al., 2004; Yogiantoro, 2007)

Tabel 2.3. Indikasi dan kontraindikasi kelas-kelas utama obat antihipertensi menurut

ESH (Yogiantoro, 2007)

Tabel 2.4. Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 (yogiantoro, pranawa, & irwanadi,

2007)

periferatlit, atau

fisik 

Page 44: BAB II 2+Gambar

5/16/2018 BAB II 2+Gambar - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-2gambar 44/44

 

48

Modifikasi Gaya Hidup

Target Tekanan Darah Tidak Tercapai (<140/90 mmHg)

(<130/80 mmHg untuk penderita diabetes atau penyakit ginjal kronik)

Pilihan Obat Awal

Tanpa indikasi

yang memaksa

Dengan indikasi

yang memaksa

Hipertensi Tahap 1

(TDS 140-159 atau

TDD 90-99 mmHg)

Diuretik jenisThiazide untuk

sebagian besar kasus

Dapat dipertimbang-

kan ACEI, ARB, ßB,

CCB atau kombinasi

Hipertensi Tahap 2

(TDS 160 atau TDD  

100 mmHg)

Kombinasi 2 obatuntuk sebagian besar

kasus (pada umumnya

diuretick jenis thiazide

dan ACEI, atau ARB,

atau ßB, atau CCB)

Obat untuk indikasi

yang memaksa

Lihat pengobatan

indikasi pasien khusus 

Obat antihipertensi

lainnya sesuai

kebutuhan (diuretic,

ACEI, ARB, BB, CCB)

Target Tekanan Darah Belum Tercapai

Optimalkan dosis atau berikan tambahan obat sampai taget tekanan darah

tercapai. Pertimbangkan konsultasi dengan ahli hipertensi.

Algoritma Pengobatan Hipertensi

(Chobanian, et al., 2004)