bab ii referat 2

63
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MUTU PELAYANAN KESEHATAN 1,2 1) Definisi Mutu pelayanan kesehatan adalah suatu langkah ke arah peningkatan pelayanan kesehatan baik untuk individu maupun untuk populasi sesuai dengan keluaran (outcome) kesehatan yang diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan profesional terkini. Pemberian pelayanan kesehatan harus mencerminkan ketepatan dari penggunaan pengetahuan terbaru secara ilmiah, klinis, teknis, interpersonal, manual, kognitif, organisasi dan unsur-unsur manajemen pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. 2) Manfaat Suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu

Upload: ani-suryani

Post on 16-Dec-2015

239 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

BPJS ANI SURYANI MAGISTER HUKUM KESEHATAN

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. MUTU PELAYANAN KESEHATAN1,21) DefinisiMutu pelayanan kesehatan adalah suatu langkah ke arah peningkatan pelayanan kesehatan baik untuk individu maupun untuk populasi sesuai dengan keluaran (outcome) kesehatan yang diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan profesional terkini. Pemberian pelayanan kesehatan harus mencerminkan ketepatan dari penggunaan pengetahuan terbaru secara ilmiah, klinis, teknis, interpersonal, manual, kognitif, organisasi dan unsur-unsur manajemen pelayanan kesehatan.Mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.2) Manfaat

Suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran-saran tindak lanjut. Manfaat tersebut sebagai berikut : a. Meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.

Berhubungan dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar. b. Meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.

Berhubungan dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.

c. Meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Berhubungan dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, maka akan berperan besar dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.3) Ruang Lingkup Kegiatan

a. Membangun kesadaran mutu

Merupakan upaya penggeseran cara pandang peran dan fungsi organisasi pelayanan kesehatan yang biasa dilakukan menjadi pelayanan yang sesuai standar.

b. Pembentukan tim jaminan mutu

Tim jaminan mutu dapat terdiri dari sub tim pembuat standar, sub tim pelaksana dan sub tim penilai kepatuhan terhadap standar dan evaluasi.

c. Pembuatan alur kerja dan standar pelayanan

Alur pelayanan di tempel di dinding agar mudah diketahui dan sebagai petunjuk jalan bagi pasien maupun pengunjung unit pelayanan kesehatan.d. Penilaian kepatuhan terhadap standar

Di butuhkan daftar tilik untuk mengukur kelengkapan sarana dan prasarana, pengetahuan pemberi pelayanan, standar kompetensi tekhnis petugas dan persepsi penerima pelayanan.

e. Penyampaian hasil kerja

Data temuan diolah dan dianalisa kemudian di sajikan di lokakarya mini jika nilai dibawah 80% maka keadaan ini perlu diperbaiki dengan melakukan intervensi terhadap rendahnya tingkat kepatuhan terhadap standar

f. Survey Pelanggan

Dilakukan dengan metode survey pada klien atau pasien.

g. Penyusunan rencana kegiatan menggunakan siklus problem solving.4) Dimensi Mutu

Kualitas pelayanan sesuai dengan metode SERVQUAL (Service Quality) ada lima, yaitu:a. Bukti Kualitas Pelayanan (Tangibles)

Bukti langsung meliputi keadaan fisik, misalnya kebersihan ruangan tunggu, kamar periksa, kamar mandi, peralatan medis dan non medis, serta kerapian petugas kesehatan.

b. Kehandalan Pelayanan (Reliability)

Kehandalan kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan, misalnya kecekatan dalam memberikan pelayanan, ketersediaan petugas pelayanan dan ketepatan waktu pelayanan.

c. Daya Tanggap Pelayanan (Responsiveness)

Ketanggapan yaitu keinginan para petugas dalam memberikan pelayanan kepada pasien dengan tanggap, cepat dan tepat, misalnya menanggapi keluhan pasien, membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.

d. Jaminan Pelayanan (Assurances)

Jaminan yang mencakup kemampuan, ketrampilan, kesopanan dan kejujuran, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan dalam bertindak.

e. Sikap Empati Petugas(Emphaty)

Kemudahan dalam melakukan komunikasi, perhatian, keramahan dan memahami kebutuhan pasien.5) Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan mencakup :

a. Penataan organisasi

Penataan organisasi menjadi organisasi yang efisien, efektif dengan struktur dan uraian tugas yang tidak tumpang tindih, dan jalinan hubungan kerja yang jelas dengan berpegang pada prinsip organization through the function.

b. Regulasi peraturan perundangan

Pengkajian secara komprehensif terhadap berbagai peraturan perundangan yang telah ada dan diikuti dengan regulasi yang mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut di atas.

c. Pemantapan jejaring

Pengembangan dan pemantapan jejaring dengan pusat unggulan pelayanan dan sistem rujukannya akan sangat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan mutu pelayanan.

d. StandarisasiStandarisasi, meliputi standar tenaga baik kuantitatif maupun kualitatif, sarana dan fasilitas, kemampuan, metode, pencatatan dan pelaporan dan lain-lain. Luaran yang diharapkan juga harus distandarisasi.

e. Pengembangan sumber daya manusia.

Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan dan berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional, yang kompeten dan memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan inovatif serta bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan yang akan terjadi baik perubahan secara lokal maupun global.

f. Quality Assurance

Berbagai komponen kegiatan quality assurance harus segera dilaksanakan dengan diikuti oleh perencanaan dan pelaksanaan berbagai upaya perbaikan dan peningkatan untuk mencapai peningkatan mutu pelayanan. Data dan informasi yang diperoleh dianalysis dengan cermat ( root cause analysis ) dan dilanjutkan dengan penyusunan rancangan tindakan perbaikan yang tepat dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Semuanya ini dilakukan dengan pendekatan tailors model dan Plan- Do- Control- Action (PDCA)

g. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan dengan membangun kerjasama dan kolaborasi dengan pusat-pusat unggulan baik yang bertaraf lokal atau dalam negeri maupun internasional. Penerapan berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek pembiayaan.

h. Peningkatan peran serta masyarakat dan organisasi profesi.

Peningkatan peran organisasi profesi terutama dalam pembinaan anggota sesuai dengan standar profesi dan peningkatan mutu sumber daya manusia.

i. Peningkatan kontrol sosial.

Peningkatan pengawasan dan kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan mutu pelayanan.B. PATIENT SAFETY1. Definisi Patient SafetyCooper et al (2000) telah mendefenisikan bahwa patient safety as the avoidance, prevention, and amelioration of adverse outcomes or injuries stemming from the processes of healthcare. Pengertian ini maksudnya bahwa patient safety merupakan penghindaran, pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan.3Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.3 Meliputi: a. Assessment risiko

b. Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien

c. Pelaporan dan analisis insiden

d. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya

e. Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko3Menurut IOM (Institute of Medicine), Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).3Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD = missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).32. Tujuan Sistem Patient SafetyTujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit

b. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat

c. Menurunnya KTD di Rumah Sakit

d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD3Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:

a. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)

b. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)

c. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi)

d. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)

e. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)

f. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)33. Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient Safetya. Lima isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:1) Keselamatan pasien;2) Keselamatan pekerja (nakes);3) Keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);4) Keselamatan lingkungan;5) Keselamatan bisnis.4b. Elemen Patient Safety:

1) Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan)2) Restraint use (kendali penggunaan)3) Nosocomial infections (infeksi nosokomial)4) Surgical mishaps (kecelakaan operasi)5) Pressure ulcers (tekanan ulkus)6) Blood product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi)7) Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)8) Immunization program (program imunisasi)9) Falls (terjatuh)10) Blood stream vascular catheter care (aliran darah perawatan kateter pembuluh darah)11) Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian)4c. Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum):

1) Communication problems (masalah komunikasi)2) Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)3) Human problems (masalah manusia)4) Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)5) Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)6) Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)7) Technical failures (kesalahan teknis)8) Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak memadai)44. Standar Keselamatan Pasiena. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient Safety Standardsyang dikeluarkan olehJoint Commision on Accreditation of Health Organizations,Illinois, USA,tahun 2002),5 yaitu:1) Hak pasien

Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).5 Kriterianya adalah sebagai berikut:

a) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD52) Mendidik pasien dan keluarga

Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:5a) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur

b) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

c) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS

f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

g) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati53) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:5a) Koordinasi pelayanan secara menyeluruh

b) Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya

c) Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi

d) Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan54) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.5Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai berikut:5a) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai denganTujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

b) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja

c) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis55) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standarnya adalah:

a) Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan 7 Langkah Menuju KP RS.

b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.

c) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP

d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.

e) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja RS & KP, dengan kriteria sebagai berikut:5(1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

(2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,

(3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi

(4) Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

(5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,

(6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden

(7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan

(8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan

(9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien56) Mendidik staf tentang keselamatan pasienStandarnya adalah:

a) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.b) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut:5(1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien

(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.57) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.Standarnya adalah:

a) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.

b) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan kriteria sebagai berikut:

(1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.

(2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.55. Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah SakitWHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan Nine Life Saving Patient Safety Solutions (Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.5Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.5Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.5Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.5a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).

Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.5b. Pastikan Identifikasi Pasien.Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.5c. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.5d. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.5e. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.5f. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien.5

Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai home medication list, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.5g. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).5h. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman5.

i. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial.Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan alcohol-based hand-rubs tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.56. Aspek Hukum TerhadapPatient SafetyAspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut:

a. UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit1. Pasal 53 (3) UU No.36/2009: Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukankeselamatan nyawa pasien.2. Pasal 32n UU No.44/2009 : Pasien berhak memperolehkeamanan dan keselamatan dirinyaselama dalam perawatan di Rumah Sakit.3. Pasal 58 UU No.36/2009a) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.b) ..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

b. Tanggung jawab Hukum Rumah Sakit61. Pasal 29b UU No.44/2009Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.

2. Pasal 46 UU No.44/2009Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.3. Pasal 45 (2) UU No.44/2009Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

c. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit61. Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah SakitRumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.

d. Hak Pasien61. Pasal 32d UU No.44/2009Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional2. Pasal 32e UU No.44/2009Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi

3. Pasal 32j UU No.44/2009Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan4. Pasal 32q UU No.44/2009Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana

e. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien61. Pasal 43 UU No.44/2009

a) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasienb) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.c) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri.d) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.f. Ketentuan patient safety menurut KUHP, yaitu81. Pasal 359 KUHP

Barang siapa karena kealpaan menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

2. Pasal 360 KUHPa) Ayat 1: Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

b) Ayat 2: Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan, jabatan, atau pencaharian selamawaktu tertentu, diancam pidana penjara paling lama sembilan tahun atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ribu rupiah

3. Pasal 361 KUHP

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah dengan sepetiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan. 7. Implementasi Patient SafetyMenurut James Reason dalam Human error management: models and management dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD. Pertama pendekatan personal. Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan dan pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll).7Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang buruk, tidak hati-hati, alpa dan sembrono.7

Kedua, pendekatan sistem. Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia adalah dapat berbuat salah dan karenanya dapat terjadi kesalahan. Disini kesalahan dianggap lebih sebagai konsekwensi daripada sebagai penyebab. Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa kita tidak akan dapat mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah kondisi dimana manusia itu bekerja. Pemikiran utama dari pendekatan ini adalah pada pertahanan sistem yang digambarkan sebagai model keju Swiss (Gb. 2). Dimana berbagai pengembangan pada kebijakan, prosedur, profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan akan mencegah atau meminimalkan terjadinya KTD.7Pada hakekatnya program keselamatan pasien harus meliputi tiga hal: pertama, perubahan budaya yaitu perubahan dari mencari kesalahan personal menjadi mencari kegagalan sistem seperti yang diungkapkan oleh Kenneth Shine (The President Institute of Medicine),Error occurs because of system failure. American health care system needs a fundamental change tryng harder will not work. Changing the system in which we practice will.7Tujuan dari perubahan budaya adalah transparansi. Kedua, perubahan proses. Proses memerlukan standarisasi dan meminimalisir variasi guna meningkatkan kualitas pelayanan dan menurunkan terjadinya KTD. Ketiga, mengukur proses. Proses harus dapat diukur apakah sudah baik atau belum. Dalam buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada tahun 2006 sudah terdapat hal-hal yang harus diukur yaitu berupa 7 standar dan 9 parameter.78. Indikator Patient Safety Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada pasien. (Dwiprahasto, 2008). 5Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah sakit dan IPS tingkat area pelayanan. 5a. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini hanya mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya risiko pasca tindakan medik.

b. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat (kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.5Indikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan:3a. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu. b. Bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi sebagaimana yang diharapkan c. Tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan d. Disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs swasta atau urban vs rural) (Dwiprahasto, 2008).3Selain penjelasan di atas metode tim perlu menjadi strategi dalam penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Sitorus, 2006).3 Pada metode ini juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. Adanya pemberian asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. (Nursalam, 2002). Jadi dengan pemberian asuhan keperawatan yang menyeluruh kepada pasien diharapkan keselamatan pasien dapat diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan.3C. Pelayanan Kesehatan9Pelayanan kesehatan merupakan pengelolaan upaya kesehatan yang terpadu, berkesinambungan, paripurna dan berkualitas, meliputi upaya peningkatan, pencegahan , pengobatan, dan pemulihan, yang diselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Upaya kesehatan merupakan salah satu subsistem Sistem Kesehatan Nasional.1. Unsur subsistem upaya kesehatan :a. Upaya kesehatanb. Fasilitas pelayanan kesehatanc. Sumber daya upaya kesehatand. Pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan 2. Sistem pelayanan kesehatan primer

Pelayanan kesehatan primer merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan yang mememberikan pelayanan esensial (Health Care/Primary Care). Menurut WHO tahun 1978, Pelayanan Kesehatan Dasar (Primary Health Care) adalah pelayanan kesehatan esensial yang diselenggarakan berdasarkan tatacara dan teknologi praktis, sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan serta diterima oleh masyarakat, dapat dicapai oleh perorangan dan keluarga dalam masyarakat melalui peran aktif secara penuh dengan biaya yang dapat dipikul oleh masyarakat dan negara untuk memelihara setiap tahap perkembangan serta yang didukung oleh semangat kemandirian dan menentukan diri sendiri.Manfaat pelayanan kesehatan primer:a. Sebagai tulang punggung pelayanan kesehatanb. Titik berat pelayanan kesehatan primer adalah promosi dan prevensi yang mendorong meningkatnya peran serta dan kemandirian masyarat dalam mengatasi berbagai faktor risiko kesehatanc. Keberhasilan Pelayanan Kesehatan Primer akan mendukung pelaksanaan Jaminan Sosial Kesehatan Nasional, dimana akan mengurangi jumlah pasien yang dirujuk.d. Mengurangi biaya pelayanan kesehatan yang bersifat kuratife. Pelaksanana pelayanan kesehatan primer didaerah yang baik akan mendukung Pembangunan Kesehatan Nasional Pelaksanaan Pelayanan kesehatan primer akan berbeda antar wilayah karena:a. Kondisi geografis dan demografisb. Kemampuan fiskal daerah dan individuc. Status kesehatan masyarakatd. Perhatian PEMDA pada pembangunan kesehatan diwilayahnya

Gambar 2.1 Peta Strategi Pelayanan Kesehatan Primer

Jenis-jenis fasilitas kesehatan primer :

a. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), terdiri dari

Puskesmas Non Perawatan, Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), Polindes, dan Puskesmas Perawatan (Puskesmas Rawat Inap)

b. Fasilitas kesehatan milik TNI, terdiri dari milikTNI Angkatan Darat, Polkes, dan Poskes

c. Milik TNI Angkatan Laut, terdiri dari Balai Kesehatan A, dan D, Balai Pengobatan A, B, dan C, Lembaga Kesehatan Kelautan, dan Lembaga Kedokteran Gigi

d. Milik TNI Angkatan Udara, terdiri dari Seksi Kesehatan TNI AU, Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Antariksa (Laksepra), dan Lembaga Kesehatan Gigi & Mulut (Lakesgilut)

e. Fasilitas kesehatan milik Polisi Republik Indonesia (POLRI), terdiri dari Poliklinik Induk POLRI, Poliklinik Umum POLRI, Poliklinik Lain milik POLRI, dan Tempat Perawatan Sementara (TPS) POLRI

f. Praktek Dokter Umum/ KlinikUmum, terdiri dari Praktek Dokter Umum Perseorangan, Praktek Dokter Umum Bersama, Klinik Dokter Umum/ Klinik 24 Jam, Praktek DokterGigi, Praktek Keperawatan, dan Praktek kebidanan

Prinsip pelayanan dokter pada layanan primer, yaitu a. Pelayanan Tingkat Pertama (primary care);b. Pelayanan yang mengutamakan promosi dan pencegahan (promotif dan preventive);c. Pelayanan bersifat pribadi(personal care);d. Pelayanan paripurna (comprehensive care);e. Pelayanan menyeluruh (holistic care);f. Pelayanan terpadu(integrated care);g. Pelayanan berkesinambungan (continuum care);h. Koordinatif dan kerjasama;i. Berorientasi pada keluarga dan komunitas(family and community oriented);j. Patient safetyPrasyarat dokter pada layanan primer, yaitu a. Memiliki fasilitas pelayananb. Memiliki SDM kesehatanc. Memiliki peralatan pelayanan kesehatand. Mampu memberikan pelayanan sesuai jenis pelayanan yang telah ditetapkane. Memiliki sistim administrasi dan manajemen pelayanan kesehatanf. Mampu menetapkan biaya pelayanang. Memiliki SPO Pelayananh. Memiliki jejaring rujukan3. Pelayanan Berjenjang, menurut Permenkes 001/2012 Bab III Pasal 4a. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.d. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan kedokter dan / atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama. kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.e. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan.

Gambar 2.2. Pelayanan Berjenjang4. Gatekeeper Gatekeeper dalam managed care dapat didefinisikan sebagai dokter yang berwenang mengatur pelayanan kesehatan bagi peserta,sekaligus bertanggung jawab dalam rujukan pelayanan kesehatan lanjutan sesuai kebutuhan medis peserta.Dokter sebagai Gatekeeper adalah dokter yang memberikan pelayanan sesuai kebutuhan medik peserta (pasien/keluarga) dan holistik, serta memberikan pelayan promotif danpreventif antara lain: Deteksi dini.Tugas sebagai gate keeper :a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar untuk memenuhi kebutuhan kesehatan peserta secara paripurna,terpadu dan bermutub. Mengatur pelayanan kesehatan lanjutan melalui sistem rujukan.c. Penasehat, konselor, dan pendidik untuk mewujudkan keluarga sehatd. Manajer sumber dayaDokter Gatekeeper adalah dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer yang merupakan dokter yang pertama kali ditemui masyarakat, antara lain :a. Dokter/Dokter Gigi di Klinik Puskesmasb. Dokter/Dokter Gigi di Klinik Pratamac. Dokter/Dokter Gigi Praktik MandiriFungsi GatekeeperMenjaga masyarakat, keluarga, individu tetap sehat dengan memperhatikan:a. Pola hidup sehatb. Menjauhkan resiko penyakit lebih lanjutc. Individual / mass screeningd. Diagnosa dinie. Prompt treatmentf. Rehabilitasi5. Sistem Rujukan Medik di Layanan PrimerDokter merujuk pasien pada kasus penyakit dengan tingkat kemampuan 4A pada kondisi:

a. T : Time : lama perjalanan penyakit Jika perjalanan penyakit dapat digolongkan kepada kondisi kronis atau melewati Golden Time StandardContoh pada demam tifoid, pasien dirujuk bila setelah mendapat terapi selama 5 hari belum tampak perbaikan.b. A : Age : umur pasien Jika usia pasien masuk dalam kategori yang dikhawatirkan meningkatkan risiko komplikasi serta kondisi penyakit lebih beratContoh pada penyakit pneumonia aspirasi. Pasien anak, berumur kurang dari 6 bulan, indikasi dirujuk ke layanan sekunder.c. C : Complication : komplikasi dari penyakitnya, tingkatan kesulitan Jika komplikasi yg ditemui dapat memperberat kondisi pasienContoh pada penyakit influenza dengan tanda-tanda pneumonia. Pasien dirujuk bila didapatkan tanda-tanda pneumonia (panas tidak turun 5 hari disertai batuk purulen dan sesak nafas).d. C : Comorbidity : ada/tidaknya penyakit penyerta Jika terdapat keluhan atau gejala penyakit lain yang memperberat kondisi pasien.Contoh: penyakit TB pada orang dengan HIV, TB dengan penyakit metabolik perlu dirujuk ke layanan sekunder. Setelah mendapat advis di layanan sekunder dapat melanjutkan pengobatan kembali di fasilitas pelayanan primer.e. C : Condition : melihat kondisi fasilitas pelayananApabila fasilitas pelayanan tidak dapat memenuhi keberlangsungan penatalaksanaan. Rujukan bisa bersifat horizontal maupun vertikal pada fasilitas yang mempunyai peralatan untuk keberlangsungan penatalaksanaan6. Pelayanan Kesehatan yang Dijamin Menurut UU No. 40 Tahun 2004

a. Kendali Biaya Kendali biaya dalam BPJS berupa pembayaran kapitasi berarti pembayaran berbasis hitungan per kepala (peserta JKN). Pembayaran kapitasi merupakan model cara bayar oleh pengelola dana kepada pemberi pelayanan kesehatan untuk jenis-jenis pelayanan yang diselenggarakannya dimana nilai biaya tidak dihitung berdasarkan jenis dan/ataupun jumlah pelayanan yg diberikan oleh pemberi layanan kesehatan melainkan ditentukan oleh jumlah pasien yang ditanggungnya. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dan Pembayar bekerjasama mengendalikan biaya sehingga biaya pelayanan menjadi mudah dianggarkan.

Tujuan pembayaran kapitasi1) Agar BPJS dapat mengendalikan biaya pelayanan kesehatan sekaligus menyederhanakan/ mempercepat pembayaran provider.2) Agar dengan mengetahui besar pembayaran jasa- nya dimuka, provider dapat menyusun strategi pelayanan efektif dengan biaya terkendali; Jadi, provider terdorong menjaga peserta tetap sehat (kalau sakit meguras biaya kapitasi), hingga berfokus pada preventif-promotif.3) Agar peserta memperoleh manfaat terjaga kesehatannya. b. Kendali MutuPenerapan sistem kendali mutu pelayanan secara menyeluruh meliputi:1) Pemenuhan standar mutu Fasilitas Kesehatan,2) Memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan,3) Pemantauan terhadap luaran kesehatan Peserta.4) Aspek keamanan pasien,5) Efektifitas tindakan,6) Kesesuaian pelayanan dengan kebutuhan medis pasien7. Rencana Pemenuhan Standar Faskes Primera. Peningkatan kerjasama dengan klinik swasta dan dokter praktek mandiri bagi daerah yang kurang tenaga dokternya (nilai acuan 1:2500)b. Pembangunan Puskesmas pada Kecamatan yang tidak mempunyai Puskesmasc. Pemenuhan dokter pada kab/kota dengan kekurangan dokter (tugas PPSDM)d. Rehab Puskesmas dan Rumah dinas doktere. Pemenuhan alat kesehatan fasilitas kesehatan primerf. Penetapan Pedomang. Penguatan sistem rujukan dengan memperhatikan aksesibilitas dan portabilitasD. JAMINAN KESEHATAN DI INDONESIA DAN ALUR PELAYANANNYA10,11

Gambar 2.4 Sistem Jaminan Sosial Nasional

2. Pengertian BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan sosial atau BPJS adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan prgram jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. (BPJS) sebagai badan pelaksana program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), saat ini berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal. Hal tersebut bisa terlaksana apabila masyarakat terdaftar sebagai peserta di BPJS. Adapun alur Pelayanan BPJS adalah sebagai berikut:a. Peserta BPJS membawa kartu BPJS Kesehatan atau kartu anggota Askes yang lama mendatangi fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar, (Puskesmas, dokter keluarga, klinik TNI/Polri, dan fasilitas kesehatan setingkat itu). Pada tahap ini peserta akan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kompetensi dan kapasitas fasilitas kesehatan di tingkat pertama tersebut (seperti konsultasi kesehatan, laboratorium klinik dasar dan obat-obatan).b. Apabila setelah pemeriksaan awal pasien belum sembuh, maka pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, Rumah Sakit TNI-Polri yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan). Sedangkan untuk kondisi gawat darurat, peserta BJPS bisa mendapatkan pelayanan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, tanpa mendapatkan rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.c. Di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, peserta menunjukkan kartu BPJS Kesehatan atau kartu lama dan surat rujukan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama kepada petugas BPJS kesehatan Center. Selanjutnya petugas akan menerbitkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) sebagai dokumen yang menyatakan bahwa peserta dirawat dengan biaya BPJS Kesehatan.d. Setelah mendapatkan SEP, pasien akan mendapatkan pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan, baik untuk pelayanan rawat jalan ataupun rawat inap. Apabila penyakit pasien dapat ditangani tanpa harus mendapatkan perawatan inap, pasien boleh pulang atau dirujuk kembali ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Sedangkan untuk pasien dengan penyakit kronis, dapat masuk ke dalam program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama tersebut.2. Dasar Hukum dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial KesehatanBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2014. BPJS dibentuk untuk melaksanakan jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS, termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran. Berbagai hal yang terkait dengan BPJS diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.Konsep Jaminan atau Asuransi Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911, yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial yang pertama kali diselenggarakan di Jerman, pada tahun 1883. Setelah itu, banyak negara lain yang menyelenggarakan JKN, seperti Kanada (1961), Taiwan (1995), Filipina (1997), dan Korea Selatan (2000).

Pada Januari 2014 BPJS Kesehatan mulai beroperasi. Jika pada tahun 2007 health insurance coverage di Indonesia sekitar 15%, pada tahun 2011 sekitar 60%, saat ini sudah sekitar 80% yang telah tercakup jaminan kesehatan. Pada pelaksanaannya nanti, semua fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh pemerintah wajib untuk berpartisipasi sebagai PPK.Tugas besar untuk BPJS adalah mengubah paradigma masyarakat tentang asuransi kesehatan dan dengan mindset para tenaga kesehatan yang selama ini dominan pada pelayanan kuratif saja. Perlu ditekankan bahwa dengan sistem kesehatan nasional yang baru nanti, tujuan yang diinginkan adalah untuk mencegah peserta yang sehat agar tidak sakit dan memberikan pengobatan yang optimal untuk peserta yang sakit.3. Prinsip PenyelenggaraanDalam pelaksanaan program JKN, BPJS mengacu pada prinsip-prinsip sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu:a. KegotongroyonganDalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaannya bersifat wajib untuk seluruh penduduk.b. NirlabaDana yang dikelola oleh BPJS Kesehatan adalah dana amanah yang dikumpulkan dari masyarakat secara nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Tujuan utamanya adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.c. Keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.Prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.d. PortabilitasPrinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.e. Kepesertaan bersifat wajibKepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah, serta kelayakan penyelenggaraan program.f. Dana AmanahDana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

4. Kepesertaan

Semua penduduk di Indonesia wajib menjadi peserta BPJS termasuk orang luar negeri yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran. Peserta dibagi atas dua kelompok, yaitu: PBI (Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan dan bukan PBI jaminan kesehatan. PBI jaminan kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayarkan pemerintah. Yang berhak menjadi peserta PBI jaminan kesehatan adalah yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu. Peserta bukan PBI terdiri atas pekerja penerima upah dan keluarganya, pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, bukan pekerja dan anggota keluarganya. Pekerja penerima upah terdiri atas pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri, pegawai swasta, dan pekerja lain yang memenuhi kriteria sebagai pekerja penerima upah. Pekerja bukan penerima upah terdiri atas pekerja lain diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri, pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja bukan penerima upah. Yang termasuk bukan pekerja adalah investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, dan bukan pekerja lain yang memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah.Syarat untuk menjadi anggota BPJS adalah mengisi formulir pendaftaran, membawa fotokopi KTP dan Kartu Keluarga, serta membawa pas foto berukuran 3x4 sebanyak 2 lembar. Prosedur untuk mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan : a. Peserta melakukan pendaftaran di kantor BPJS terdekatb. Mengambil kode pendaftaranc. Melakukan pendaftaran di kantor pos ataupun ATMd. Mengambil kartu anggota.5. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama yang Dijamin BPJSSetiap peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan meliputi semua fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan termasuk fasilitas kesehatan penunjang yang terdiri atas:

a. Laboratorium; b. Instalasi farmasi Rumah Sakit; c. Apotek; d. Unit transfusi darah/Palang Merah Indonesia; e. Optik; f. Pemberi pelayanan Consumable Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD); dan g. Praktek Bidan/Perawat atau yang setara. Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dimaksud, meliputi:

a. Puskesmas atau yang setara; b. Praktik dokter; c. Praktik dokter gigi; d. Klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama milik TNI/POLRI;dan e. Rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara. Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan terdiri atas: a. Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama;b. Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan;c. Pelayanan gawat darurat; d. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medik habis pakai; e. Pelayanan ambulans; f. Pelayanan skrining kesehatan; dan g. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri; 6. Adapun undang-undang tentang BPJS yang berkaitan dengan aspek mutu dan patient safety pada Pelayanan Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer antara lain: Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan : Pasal 80 1. Kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan dilakukan untuk menjamin agar pelayanan kesehatan kepada Peserta sesuai dengan mutu yang ditetapkan dan diselenggarakan secara efisien. 2. Kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Penilaian atas teknologi kesehatan (health technology assessment) terhadap pengembangan penggunaan pelayanan kesehatan dengan teknologi; b. Pertimbangan klinis (clinical advisory) terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta; c. Kajian dan evaluasi atas manfaat jaminan kesehatan bagi peserta; dan d. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan jaminan kesehatan oleh fasilitas kesehatan. 3. Kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan kepada Peserta, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Menteri. 4. Untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan kepada peserta, fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan: 1. Obat harus mengacu pada Formularium Nasional; dan 2. Alat Kesehatan harus mengacu pada Kompedium Alat Kesehatan. Pasal 81 1. Pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien, serta efisiensi biaya. 2. Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara menyeluruh meliputi pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap luaran kesehatan peserta. Pasal 82

Penyelenggaraan kendali mutu dan biaya oleh fasilitas kesehatan dilakukan melalui:

1. Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi; 2. Utilization review dan audit medis; 3. Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan; dan/atau 4. Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan.

Pasal 83 Penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya oleh BPJS Kesehatan dilakukan melalui: 1. Pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan; 2. Pemenuhan standar proses pelayanan kesehatan; dan 3. Pemantauan terhadap luaran kesehatan peserta.

Pasal 84

Dalam rangka penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya, BPJS Kesehatan membentuk tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri dari unsur organisasi profesi, akademisi, dan pakar klinis yang terbagi dalam Tim Koordinasi dan Tim Teknis.

Pasal 85 1. Tim Koordinasi sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 berada di tingkat: a. Pusat; b. Divisi Regional; dan c. Cabang

2. Tim koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi dan wewenang melakukan:

a. Sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi; b. Utilization review dan audit medis; c. Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan; dan d. Berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dalam hal:

1) Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi; 2) Utilization review dan audit medis; dan 3) Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan.

Pasal 86

1. Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 berada di setiap fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. 2. Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi dan wewenang sebagai berikut : a. Meminta dan mendapatkan informasi untuk kasus tertentu mengenai identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan peserta dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis kepada Fasilitas Kesehatan sesuai kebutuhan; dan b. Melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan.

Pasal 87

Untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan kepada Peserta BPJS Kesehatan, Menteri menetapkan standar tarif pelayanan kesehatan yang menjadi acuan bagi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

Pasal 88

1. BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas kesehatan yang telah memberikan layanan kepada Peserta. 2. Besaran pembayaran yang dilakukan BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di setiap provinsi serta mengacu kepada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri. 3. Asosiasi fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan mengacu pada Keputusan Menteri.

4. Dalam hal besaran pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak disepakati oleh asosiasi fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan, besaran pembayaran atas program Jaminan Kesehatan sebagaimana yang diputuskan oleh Menteri. Gambar 2.3. Kedudukan kendali mutu dan kendali biaya pada pelayanan kesehatan

Gambar 2.4. Kedudukan kendali mutu dan kendali biaya pada sistem jaminan kesehatan nasional