2. bab ii (lolos revisi)
DESCRIPTION
BAB 2 NYATRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Teori
2.1.1. Energi Surya
Radiasi adalah suatu bentuk energi yang dipancarkan oleh setiap benda yang
mempunyai suhu diatas nol mutlak, dan merupakan satu –satunya bentuk energi
yang dapat menjalar di dalam vacum angkasa luar. Karakteristik atau ciri dasar
radiasi adalah panjang gelombang penjalarannya. Semua benda memancarkan
radiasi dengan berbagai panjang gelombang ini disebut spectrum electromagnetic
[1].
Energi radasi yang dipancarkan oleh sinar matahari mempunyai besaran
yang tetap (konstan), tetapi kerena peredaran bumi mengelilingi matahari dalam
bentuk elips maka besaran konstan matahari bervariasi antara 1308 w/m2 dan
1398 w/m2 [2]. Radiasi matahari yang tersedia diluar atmosfer bumi atau yang
sering disebut konstanta matahari bervariasi sebesar 1353 w/m2 dikurangi
intensitas oleh penyerapan dan pemantulan oleh atmosfer sebelum mencapai
permukaan bumi. Ozon di atmosfer menyerap radiasi dengan panjang gelombang
pendek (ultraviolet) sedangkan karbondioksida dan ua air menyerap sebagian
radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang (infra merah). Selain
pengurangan radiasi bumi yang langsung oleh penyerapan tersebut, masih ada
radiasi yang terpisah-pisah oleh molekul-molekul gas, debu dan uap air dalam
atmosfer sebelum mencapai bumi yang disebut radiasi sebaran [1].
Beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan radiasi sinar matahari di
bumi :
1. Sudut datang sinar matahari. Sinar matahari datang tegak lurus akan
memberikan energi sinar yang lebih besar dibanding yang datangnya condong,
karena sinar tegak lurus akan menyinari wilayah yang lebih sempit dibanding
sinar yang datang condong.
2. Panjang hari, bergantung pada musim dan letak lintang suatu tempat.
3. Pengaruh atmosfer. Kejernihan atmosfer memberikan energi radiasi yang kuat,
semakin banyak bahan penyerapan sinar di atmosfer energi radiasi semakin
turun [3].
Konfersi energi yang digunakan dari lux ke w/m2 yaitu :
1 lux = 0,0079 w/m2 [3].
Data histori yang dikumpulkan selama beberapa periode waktu yang dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui karakteristik radiasi matahari, dilakukan untuk
mempelajari hubungan karakteristik radiasi matahari dan energi output panel
surya. Nilai radiasi matahari dapat digunakan untuk menghitung output dari
sebuah skema PLTS yang digunakan [4] .
2.1.2. Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Pemanfaatan tenga matahari untuk pembangkitan listrik sebenarnya sudah
dilakukan sejak cukup lama yaitu sejak awal dekade 80-an namun aplikasinya
masih terbatas pada sistem berdaya kecil atau yang lebih dikenal dengan solar
home system (SHS). Sistem SHS biasanya memiliki kapasitas antara 25 sampai
50W sehingga kemampuannya untuk mencatu beban-beban listrik sangat terbatas.
Umumnya,sistem ini digunakan oleh masyarakat pedesaaan yang belum
terjangkau jaringan listrik PLN. Penduduk desa menggunakan SHS sebagai lampu
penerangan untuk menggantikan lampu tradisional yang berbahan bakar minyak
tanah. Penggunaan SHS tentu saja sangat bermanfaat karena mengurangi
penggunaan minyak tanah, mengurangi emisi karbon, lebih mudah digunakan,
lebih aman [5].
PLTS atau lebih dikenal dengan sel surya akan lebih diminati karena dapat
digunakan untuk berbagai keperluan yang relevan dan di berbagai tempat seperti
perkantoran, pabrik, gedung perkuliahan, perumahan dan lainnya. Di Indonesia
yang merupakan daerah tropis mempunyai potensi energi matahari sangat besar
dengan insolsi harian rata-rata 4,5 sampai 4,8 kWh/m2/hari. Energi listrik yang
dihasilkan sel surya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang
diterima oleh sistem. Ketersediaan listrik dan pemanfaatan energi listrik sel surya
secara maksimal sangat diperlukan hibridasi dengan jala-jala listrik PLN [6].
PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan listrik DC
(Direct Current), yang dapat diubah menjadi listrik AC (Alternating Current)
apabila diperlukan. PLTS pada dasarnya adalah pencatu daya dan dapat dirancang
untuk mencatu kebuuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara
mandiri, maupun hybrid [7].
2.1.3. Sel Surya
Sel surya atau yang biasa disebut juga sel photovoltaic merupakan suatu P-
N junction dari silion kristal tunggal. Dengan menggunakan photo-electric effect
dari bahan semikonduktor sehingga dapat menjadi energi listrik. Energi listrik
hasil dari sel surya tersebut berupa arus DC (Direct Current) dan bisa langsung
digunakan atau bisa juga menggunakan battery sebagai sistem penyimpanan
sehingga dapat digunakan pada saat dibutuhkan terutama pada malam hari [8]
Karakteristik utama pada panel surya terdiri dari open circuit (VOC), arus
hubung singkat (ISC), efek perubahan intensitas cahaya matahari, efek perubahan
temperatur serta karakteristik tegangan-arus (V-I characteristic) pada sel surya
[8].
2.1.3.1. Tegangan Open Circuit (VOC)
VOC adalah kapasitas tegangan maksimum yang dicapai saat arus sama
dengan nol sehingga pada saat tersebut daya keluaran adalah nol. Cara untuk
mencapai open circuit (VOC) yaitu dengan menghubungkan kutub positif dan
kutub negatif modul surya dengan voltmeter, sehingga akan terlihat tegangan
open circuit sel surya pada voltmeter [8].
2.1.3.2. Arus Short Circuit (ISC)
ISC adalah arus maksimal yang dihasilkan oleh modul sel surya dengan cara
menge-short-kan kutub positif dengan kutub negatif pada modul surya. Dan nilai
ISC akan terbaca pada amperemeter. Arus yang dihasilkan modul surya dapat
menentukan seberapa cepat modul tersebut mengisi sebuah battery. Selain itu,
arus dari modul surya juga menentukan daya maksimum dari alat yang digunakan
[8].
2.1.3.3. Efek Perubahan Intensitas Cahaya matahari
Apabila jumlah energi cahaya matahari yang diterima sel surya berkurang
atau intensitas cahayanya melemah seperti Gambar 2.1, maka besar tegangan dan
arus listrik yang dihasilkan juga akan menurun. Penurunan tegangan relatif lebih
kecil dibandingkan penurunan arus listriknya [8].
Gambar 2.1 Kurva Tegangan-Arus Sel Surya Terhadap Intensitas.
2.1.3.4. Efek Perubahan Suhu pada Sel Surya
Sel surya akan bekerja secara optimum pada suhu konstan yaitu 250C. Jika
suhu disekitar sel surya meningkat melebihi 250C, maka akan mempengaruhi fill
factor sehingga tegangan akan berkurang seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.2. Selain itu, efisiensi sel surya juga akan menurun beberapa persen. Sedangkan
sebaliknya, arus yang dihasilkan akan meningkat seiring dengan meningkatnya
suhu pada sel surya [8].
Gambar 2.2 Kurva Tegangan-Arus Pada Sel Surya Terhadap Perubahan
Suhu.
2.1.3.5. Karakteristik Tegangan-Arus pada Sel Surya
Penggunaan tegangan dari sel surya bergantung dari bahan semikonduktor
yang digunakan. Jika menggunakan bahan silikon, maka tegangan yang dihasilkan
dari setiap sel surya berkisar 0,5 V. Modul surya merupakan gabungan dari
beberapa sel surya yang dihubungkan secara seri dan paralel sehingga memiliki
karakteristik seperti Gambar 2.3. Tegangan dihasilkan dari sel surya bergantung
dari radiasi cahaya matahari. Untuk arus yang dihasilkan dari sel surya bergantug
dari luminasi (kuat cahaya) matahari, seperti pada saat cuaca cerah atau mendung
[8].
Gambar 2.3. Kurva Karakteristik V-I Pada Sel Surya
2.1.3.6. Koneksi Antar Modul Surya
Sbuah sel surya memiliki keterbatasan dalam menyuplai daya, sehingga
dalam aplikasi, sel surya jarang digunakan secara individual. Pada umumnya, sel-
sel yang identik dihubungkan secara seri dalam membuat sebuah modul agar
tegangan yang dihasilkan sel surya lebih besar dengan tegangan total sebesar VOC1
+ VOC2 namun arus yang dihasilkan tetap berdasarkan hukum Kirvhoff.
Sedangkan bila dua modul surya dirangkai secara paralel, besarnya tegangan yang
dihasilkan adalah tetap dengan arus total sebesar I1+I2 berdasarkan hukum
Kirchoff [8].
Pengaruh koneksi seri paralel pada modul surya terhadap kurva V-I dapat
dilihat pada Gambar 2.4 dibawah ini.
Gambar 2.4 Pengaruh Koneksi Seri Paralel Modul Surya Terhadap Kurva
Krakteristik I-V.
2.1.2. Jenis – Jenis Sel Surya
Pengembangan sel surya silikon terdiri atas pengembangan secara individu
maupun terpadu. Adapun pengembangan secara individu (Chip) yaitu :
1. Mono-Crytalline (Si)
Terbuat dari silikon kristal tunggal yang didapat dari peleburan silikon
dalam bentuk bujur. Sekarang Mono-Crystalline dapat dibuat setebal 200 mikron,
dengan nilai effisiensi sekitar 24% [9].
2. Poly-Crystalline/Multi-Crystalline (Si)
Terbuat dari peleburan silikon dalam tungku keramik, kemudian
pendinginan perlahan untuk mendapatkan bahan campuran silikon yang akan
muncul diatas lapisan silikon. Sel ini kurang efektif dibanding dengan sel Mono-
Crystalline (efektivitas 18%) tetapi biaya lebih murah [9].
3. Gallium Arsenide (GaAs)
Sel Surya III-V semikonduktor yang sangat efisien sekitar 25% [9].
Pengembangan sel surya silikon secara terpadu “Thin Film” yaitu :
1. Amorphous Silikon (a-Si)
Banyak dipakai pada jam tangan dan kalkulator, sekarang dikembangkan
untuk sistim bangunan terpadu sebagai pengganti tinted glass yang semi-
transparan [9].
2. Thin Film Silikon (tf-Si)
Terbuat dari Thin-Crystalline atau Poly-Crystalline pada grade bahan metal
yang cukup murah (Cladding System) [9].
3. Cadmium Telluride (CdTe)
Terbentuk dari bahan materi Thin film Poly-Crystalline dengan nilai
effisiensi 16% [9].
4. Copper Indium Diselenide (CulnSe2/CIS)
Merupakan bahan dari film tipis Poly-Crystalline yang memiliki nilai
effisiensi 17,7% [9].
2.1.3. Faktor Pengoperasian Sel Surya
Pengoperasian maximum sel surya sangat tergantung pada :
a. Ambient Air Temperature
Sebuah sel surya dapat beroperasi secara maximum jika temperatur sel tetap
normal (pada 25 0C), kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal
pada PV sel akan melemahkan voltage (VOC). Setiap kenaikan temperatur sel
surya 1 0C (dari 25
0C) akan berkurang sekitar 0,5% pada total tenaga yang
dihasilkan atau melemah dua kali lipat untuk kenaikan temperatur sel per 10 0C,
dapat dilihat pada Gambar 2.5 [9].
Gambar 2.5. Effect of Cell Temperature on Voltage (V)
Menghitung besarnya daya yang berkurang pada saat temperatur di sekitar
panel surya mengalami kenaikan oC dari temperatur standarnya, dipergunakan
rumus sebagai berikut [10] :
Psaat t naik oC = 0,5%/
0C x PMPP x Kenaikan Temperatur (
oC) (2.1)
Keterangan :
Psaat t naik oC : Daya pada saat temperatur naik
oC dari temperatur
standarnya.
PMPP : Daya keluaran maksimum panel surya.
Daya keluaran maksimum panel surya pada saat temperaturnya naik
menjadi t oC dari temperatur standarnya diperhitungkan dengan rumus
sebagai berikut [10] :
𝑃 𝑃 (2.2)
PMPP saat naik menjadi C adalah daya keluaran maksimum panel surya pada saat
temperatur disekitar panel surya naik menjadi t C dari temperatur standarnya.
Faktor koreksi temperatur (Temperature Correction Factor) diperhitungkan
dengan persamaan sebagai berikut [10] :
(2.3)
b. Radiasi Solar Matahari (Insolation)
Radiasi solar matahari di bumi dan berbagai lokasi bervariabel, dan sangat
tergantung keadaan spektrum solar ke bumi. Insolation solar matahari akan
banyak berpengaruh pada current (I) sedikit pada volt (V), yang ditunjukan pada
Gambar 2.6 [9].
Gambar 2.6. Effect of Insolation Intensity on Current
c. Kecepatan Angin Bertiup
Kecepatan tiupan angin disekitar lokasi PV array dapat membantu
mendinginkan permukaan temperatur kaca-kaca PV array [9].
d. Keadaan Atmosfir Bumi
Keadaan atmosfir bumi yaitu cerah, berawan, dan mendung serta jenis
partikel bumi seperti debu, asap, uapair udara (Rh), kabut dan polusi sangat
menentukan hasil maksimum arus listrik dari deratan PV juga sangat
mempengaruhi hasil energi maksimum arus listrik dari deretan modul surya [9].
e. Sudut Orientasi Matahari (Tilt Angel)
Dengan mempertahankan sinar matahari jatuh ke sebuah permukaan panel
PV secara tegak lurus akan mendapatkan maksimum ± 1000 W/m2 atau 1 kW/m
2.
Kalau tidak dapat mempertahankan ketegak lurusan antara sinar matahari dengan
bidang PV, maka ekstra luasan bidang panel PV dibutuhlan (bidang panel berubah
terhadap PV sun altitude yang berubah setiap jam dalam sehari), seperti yang
ditunjukan pada Gambar 2.7 [9].
Gambar 2.7. Ekstra Luasan Panel PV Dalam Posisi Datar
Solar panel PV pada Equator (latitude = 0 derajat0 yang diletakkan
mendatar (tilt angel = 0) akan menghasilkan energi maksimum, sedangkan untuk
lokasi dengan latitude berbeda harus dicarikan “tilt angel” yang optimum.
Perusahaan BP solar telah mengembangkan sebuah software untuk menghitung
dan memperkirakan energim optimum dengan letak latitude, longitude dan
optimum tilt angel untuk setiap lokasi di seluruh dunia.
f. Peletakan modul solar cell
Penempatan panel surya yang optimal diperlukan untuk memperoleh
penyerapan energi surya yang optimal. Penempatan tersebut terdiri atas 5 cara,
yaitu:
1. Fixed Array
Penempatan dengan fixed array dilakukan dengan menempatkan panel
surya pada penyangga panel ataupun menyatu pada struktur atap. Penempatan ini
banyak digunakan karena kemudahan dalam instalasi maupun hemat biaya. Pada
cara ini diperlukan perhitungan sudut kemiringan (tilt angle) yang tepat yang
disesuaikan terhadap lokasi pemasangan. Latitude optimum pada 21 maret dan 21
September (Solstices). Perhitungan tersebut dengan menambahkan 23 pada sudut
latitude lokasi penempatan panel surya. Sudut altitude matahari juga berubah
secara konstan, untuk itu diperlukan perhitungan sudut deklinasi untuk posisi
matahari yaitu [9] :
Desember 21 = - 23.45 derajat
Maret 21 = 0 derajat
Juni 21 = + 23.45 derajat
September 21 = 0 derajat.
2. Seasonally Adjusted Tilting
Tilt angle pada cara penempatan ini dapat dirubah secara manual sesuai
sudut yang optimal tiap waktu. Peningkatan produksi energi dapat mencapai ± 5%
dengan merubah tilt angle setiap 3 bulan untuk daerah yang terletak pada Mid-
latitude.[9].
4. One Axis Tracking
Penempatan panel surya dengan pengerak otomatis dengan mengikuti
pergerakan matahari dari timur ke barat secara otomatis. Peningkatan efisiensi
daya keluaran panel surya mencapai 20% dibandingkan Fixed Arrays [9].
5. Two Axis Tracking
Penempatan panel surya dengan pengerak otomatis dengan mengikuti
pergerakan matahari dari timur ke barat dan utara ke selatan secara otomatis.
Peningkatan efisiensi daya keluaran panel surya mencapai ±40% dibandingkan
Fixed Arrays [9].
2.1.4. Komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Komponen-komponen untuk pembangkit listrik tenaga surya terdiri dari
berbagai macam komponen yaitu sebagai berikut :
1. Panel Surya
Besarnya daya sesaat yang dihasilkan panel surya diperoleh berdasarkan
data daya yang diterima permukaan panel terhadap daya keluaran panel surya.
Daya tersebut merupakan perkalian antara luas permukaan panel surya dengan
besarnya intensitas radiasi matahari sesaat yang diterima panel surya untuk waktu
tertentu. Adapun persamaan tersebut [11] sebagai berikut :
𝑃 (2.4)
Keterangan:
Pin : Daya masukan terhadap besarnya intensitas radiasi matahari (Watt)
Ir : Intensitas radiasi matahari (Watt/m2)
A : Luas permukaan panel surya (m2)
Tegangan keluaran atau output dari panel surya merupakan perkalian antara arus
hubung singkat (ISC), tegangan rangkaian terbuka (VOC) dan Fill Factor (FF).
Adapun persamaannya [12] adalah sebagai berikut :
𝑃 (2.5)
Keterangan:
POUT : Daya keluaran (Watt)
ISC : Arus Hubung Singkat (Ampere)
VOC : Tegangan Rangkaian Terbuka (Volt)
FF : Fill Factor
(2.6)
Keterangan:
VMPP : Tegangan Maximum Power Point (Volt)
IMPP : Arus Maximum Power Point (Ampere)
Berdasarkan persamaan 2.6 dan 2.7 diperoleh besarnya efisiensi dari sistem
pembangkitan daya panel surya yang merupakan perbandingan antara daya
keluaran dengan daya masukan panel surya. Adapun persamaan efisiensi sesaat
yang terukur [13] sebagai berikut:
(2.7)
Dengan demikian maka persamaan besarnya efisiensi pembangkitan sesaat
panel surya [11] adalah sebagai berikut :
(2.8)
Keterangan:
ηsesaat : Efisiensi sesaat panel surya (%)
P : Daya keluaran panel surya (Watt)
Ir : Intensitas radiasi matahari (Watt/m2)
A : Luas permukaan panel surya (m2)
Daya yang dibangkitkan PLTS (Watt Peak) dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut [10] :
𝑃 𝑃 (2.9)
Keterangan:
PSI : Peak Solar Insulation (1000W/m2)
𝝶pv : Efisiensi panel surya (%)
Berdasarkan daya pembangkitan PLTS maka jumlah panel yang diperlukan
dalam pengembangan PLTS dihitung dengan persamaan sebagai berikut [10].
𝑃
(2.10)
Keterangan:
PMPP : Daya maksimum keluaran panel surya (Watt peak)
Pwatt peak : Daya pembangkitan (Watt peak)
Panel surya memiliki satu titik operasi yang menghasilkan maksimum pada
suatu kondisi tertentu. Oleh karena itu dalam implementasinya suatu PV
seharusnya dioperasikan pada kondisi ini. Pada kurva akan terdapat nilai tegangan
VMPP dan arus IMPP yang menghasilkan daya maksimum PMPP. Berdasarkan
karakteristik tersebut panel surya yang dibebani dengan tahanan sebesar RMPP
maka akan menghasilkan daya maksimum (PMPP). Namun apabila pembebanan
secara langsung dengan nilai tahanan beban yang tidak sama dengan RMPP maka
akan menyebabkan daya yang dibangkitkan oleh panel surya tidak maksimum
[14]. Adapun karakteristik pembebanan panel surya dapat diamati pada gambar
2.8 sebagai berikut.
Gambar 2.8. Pembebanan Panel Surya [12].
2. Baterai
Baterai adalah komponen PLTS yang berfungsi menyimpan energi listrik
yang dihasilkan oleh panel surya pada siang hari, untuk kemudian dipergunakan
pada malam hari dan pada saat cuaca mendung. Baterai yang dipergunakan pada
PLTS mengalami proses siklus pengisian (charging) dan pengosongan
(discharging) tergantung ada atau tidaknya sinar matahari. Selama ada sinar
matahari, panel surya akan menghasilkan energi listrik. Apabila energi listrik yang
dihasilkan lebih besar dari kebutuhan beban, maka energi akan dipergunakan
untuk mengisi baterai, sebaliknya selama energi listrik yang dihasilkan lebih kecil
dari kebutuhan beban, maka permintaan energi akan disuplai baterai. Ada dua
jenis baterai isi ulang yang dapat dipergunakan untuk sistem PLTS, yaitu baterai
Asam Timbal (Lead Acid) dan baterai Nikel-Cadmium, akan tetapi karena
memiliki efisiensi yang rendah dan biaya yang lebih tinggi, pembuatan baterai
Nikel-Cadmium lebih sedikit dipergunakan dalam sistem PLTS, sebaliknya
baterai Asam Timbal adalah baterai dengan efisiensi tinggi dengan biaya yang
lebih ekonomis. Hal ini membuat baterai Asam Timbal menjadi perangkat
penyimpan yang penting untuk beberapa tahun ke depan, terutama untuk sistem
PLTS ukuran menengah dan besar [10].
Selain menyimpan energi, baterai juga menyediakan energi penting lainnya
untuk PV sistem, termasuk kemampuan untuk menyediakan lonjakan arus yang
lebih tinggi dari pada sumber dari PV array. Kapasitas baterai umumnya
dinyatakan dalam Ah (Ampere hour) [12]. Contohnya untuk baterai dengan
kapasitas arus 45Ah, maka baterai tersebut dapat mencatu arus 45A selama 1 jam.
Kapasitas baterai dalam suatu perencanaan PLTS dipengaruhi pula oleh faktor
autonomy, yaitu keadaan baterai dapat menyuplai beban secara menyuluruh ketika
tidak ada energi yang masuk dari panel surya [12]. Besarnya kapasitas total
baterai (Ah) yang dibutuhkan dalam suatu sistem PLTS dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut [12] :
𝑁
(2.11)
Keterangan:
𝐸𝐿 : Pemakaian Energi Listrik (Wh)
𝑏 : Tegangan Baterai yang Digunakan Pada Sistem (V)
%𝑀 𝑥 𝑂 : Persentasi Nilai DOD Maksimum yang Dapat Digunakan
TCF : Temperature Correction Faktor
: Autonomy Days (hari)
Terdapat suatu ketentuan yang membatasi tingkat kedalaman pengosongan
maksimum pada baterai yang disebut DOD (Depth of Discharge). DOD biasanya
dinyatakan dalam persentase (%). Misalnya, suatu baterai memiliki DOD 80%, ini
berarti bahwa hanya 80% dari energi yang tersedia yang dapat digunakan dan
20% tetap berada dalam cadangan. Pengaturan DOD berperan dalam menjaga usia
pakai (life time) dari baterai tersebut. Semakin dalam DOD yang diberlakukan
pada suatu baterai, maka semakin pendek pula usia pakai dari baterai tersebut
[15].
3. Inverter
Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct
current) yang dihasilkan array PV menjadi arus dan tegangan listrik AC
(Alternating current). Inverter yang digunakan adalah inverter dengan kapasitas
tergantung dari kapasitas daya modul surya dengan tegangan keluaran AC 220
Volt [7].
Bentuk gelombang yang dihasilkan, inverter dikelompokkan menjadi tiga
yaitu inverter dengan gelombang keluaran berbentuk square, modified dan true
sine wave. Inverter yang terbaik adalah yang mampu menghasilkan gelombang
sinusoidal murni atau true sine wave yaitu bentuk gelombang yang sama dengan
bentuk gelombang dari jaringan listrik (grid utility). Pemilihan kapasitas inverter
yang dibutuhkan harus mampu menerima besarnya arus dari baterai dan saat
beban puncak pemakaian energi. Perhitungan kapasitas inverter bertujuan agar
suplai energi listrik hasil konversi sesuai dengan kebutuhan beban listrik.
Perhitungan kapasitas inverter berdasarkan beban puncak yang harus disuplai
serta dihitung dengan menambahkan faktor future margin, error margin dan
capacity factor seperti persamaan sebagai berikut [15] :
𝑃
(2.12)
Keterangan:
𝑃 : Kapasitas minimum inverter (W)
𝐸𝐿BP : Pemakaian beban puncak (W)
𝑀 : Future Margin (%)
𝐸𝑀 : Error Margin (%)
: Capacity Factor (%)
4. Charger Controller
Charger Controller adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk
mengatur pengisian arus searah dari panel surya ke baterai dan mengatur
penyaluran arus dari baterai ke peralatan listrik (beban) dan indikator pada
Charger Controller yang akan memberikan informasi mengenai kondisi baterai
sehingga pengguna PLTS dapat mengendalikan konsumsi energi menurut
ketersediaan listrik yang terdapat di dalam baterai. Charger Controller mempunyai
kemampuan untuk mendeteksi kapasitas baterai. Bila baterai sudah penuh terisi
maka secara otomatis pengisian arus dari panel surya berhenti. Cara deteksi
adalah melalui monitor level tegangan baterai. Charger controller akan mengisi
baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan telah
mencapai level terendah, maka baterai akan diisi kembali [16].
2.1.5. Sistem Pada PLTS
Sistem PLTS umumnya diklasifikasikan menurut konfigurasi komponennya.
Pada prinsipnya ada dua klasifikasi sistem PLTS, yaitu PLTS yang terhubung
dengan jaringan listrik (PLTS-Grid Connected) dan PLTS yang berdiri sendiri
(stand alone) [10].
2.1.5.1. PLTS-Grid Connected
Sistem PLTS-Grid Connected pada dasarnya adalah menggabungkan PLTS
dengan jaringan listrik (PLN). Komponen utama dalam sistem ini adalah inverter,
atau Power Conditioning Unit (PCU). Inverter inilah yang berfungsi untuk
mengubah daya DC yang dihasilkan oleh PLTS menjadi daya AC sesuai dengan
persyaratan dari jaringan listrik yang terhubung (utility grid). PLTS grid
connected ditunjukan pada Gambar 2.9 :
Gambar 2.9. Diagram Sistem Hybrid PLTS-Grid Connected [10].
2.1.5.2. PLTS Berdiri Sendiri (Stand Alone)
Sistem PLTS yang berdiri sendiri (stand alone) dirancang beroperasi
mandiri untuk memasok beban DC atau AC. Jenis sistem ini dapat diaktifkan oleh
array photovoltaic saja, atau dapat menggunakan sumber tambahan energi lain,
seperti air, angin dan mesin diesel. Baterai digunakan pada kebanyakan sistem
PLTS yang berdiri sendiri untuk penyimpanan energi. Gambar 2.10 menunjukkan
diagram dari PLTS yang berdiri sendiri.
Gambar 2.10. Diagram Sistem PLTS Berdiri Sendiri Dengan Baterai [10].
2.1.6. Kapasitas Komponen PLTS
Pembangkit Listrik Tenaga Suraya memiliki kapasitas – kapasitas disetiap
koponennya yaitu sebagai berikut :
2.1.6.1. Jumlah Panel Surya
Jumlah panel surya dipengaruhi oleh bermacam faktor yang harus
diperhitungkan yaitu sebagai berikut :
A. Menghitung perkiraan energi yang dapat disuplai berdasarkan luas area PLTS
Energi yang dapat dihasilkan berdasarkan luas area PLTS dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut [10] :
𝐸 𝑃 (2.13)
Keterangan :
EL : Energi yang dapat dihasilkan
PVarea : Luas Area PLTS
𝝶pv : effisiensi Panel Surya
TCF : Temperature Correction factor
𝝶out : effisiensi inverter
B. Menghitung Daya yang Dibangkitkan PLTS (Watt peak)
Dari perhitungan area array, maka besar daya yang dibangkitkan PLTS
(Watt peak) dapat diperhitungkan dengan persamaan sebagai berikut :
𝑃 𝑃 (2.14)
Keterangan :
PSI : Peak Solar Insolation 1000 W/m2
ηPV : Efisiensi panel surya
Selanjutnya berdasarkan besar daya yang akan dibangkitkan (Wpeak), maka
jumlah panel surya yang diperlukan, diperhitungkan dengan persamaan sebagai
berikut :
𝑃
(2.15)
Keterangan :
Pwatt peak : Daya yang dibangkitkan (Wp).
PMPP : Daya maksimum keluaran (output) panel surya (W).
Untuk memperoleh besar tegangan, arus dan daya yang sesuai dengan
kebutuhan, maka panel-panel surya tersebut harus dikombinasikan secara seri dan
paralel dengan aturan untuk memperoleh tegangan keluaran yang lebih besar dari
tegangan keluaran panel surya, maka dua buah (lebih) panel surya harus
dihubungkan secara seri, untuk memperoleh arus keluaran yang lebih besar dari
arus keluaran panel surya, maka dua buah (lebih) panel surya harus dihubungkan
secara paralel, untuk memperoleh daya keluaran yang lebih besar dari daya
keluaran panel surya dengan tegangan yang konstan maka panel-panel surya harus
dihubungkan secara seri dan pararel.
C. Kapasitas Charger Controller
Charger Controller diperlukan untuk melindungi baterai dari pengosongan
dan pengisian berlebih. Masukan atau keluaran untuk Charge controller
disesuaikan dengan arus (IMPP) keluaran array dan tegangan baterai VB.
D. Kapasitas Baterai
Besar kapasitas baterai yang dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi energi
harian menurut [10], dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
𝑁
(2.16)
Keterangan :
I : Kapasitas baterai (Ah).
AD : Hari-hari otonomi (hari).
EL : Konsumsi energi harian (kWh).
Vbaterai : Tegangan baterai (Volt).
TCF : Faktor temperatur
DOD : Kedalaman maksimum untuk pengosongan baterai.
E. Kapasitas Inveter
Pada pemilihan inverter, diupayakan kapasitas kerjanya mendekati
kapasitas daya yang dilayani. Hal ini agar efisiensi kerja inverter menjadi
maksimal.
2.1.7. Aspek Biaya
Aspek biaya yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pembangkit listrik
tenaga surya ini ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
2.1.7.1. Biaya Siklus Hidup (Life Cycle Cost)
Biaya siklus hidup suatu sistem adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh
suatu sistem, selama kehidupannya. Biaya siklus hidup (LCC) pada sistem PLTS
ditentukan oleh nilai sekarang dari biaya total sistem PLTS yang terdiri dari biaya
investasi awal, biaya jangka panjang untuk pemeliharaan dan operasional serta
biaya penggantian [10]. Biaya siklus hidup (LCC) dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut :
𝐿 𝑀 (2.17)
Keterangan :
𝐿 : Biaya siklus hidup (life cycle cost).
: Biaya investasi awal adalah biaya awal yang dikeluarkan untuk
pembelian komponen-komponen PLTS, biaya instalasi dan biaya lainnya.
𝑀𝑃𝑊 : Biaya nilai sekarang untuk total biaya pemeliharaan dan operasional
selama n tahun atau selama umur proyek.
𝑃𝑊 : Biaya nilai sekarang untuk biaya penggantian yang harus dikeluarkan
selama umur proyek. Contohnya adalah biaya untuk penggantian baterai.
Nilai sekarang biaya tahunan yang akan dikeluarkan beberapa waktu
mendatang (selama umur proyek) dengan jumlah pengeluaran yang tetap, dihitung
dengan persamaan sebagai berikut [10] :
𝑀 [
] (2.18)
Keterangan:
𝑀𝑃𝑊 : Nilai sekarang biaya tahunan selama umur proyek
: Biaya tahunan
: Tingkat diskonto
: Umur proyek
2.1.7.2. Faktor Diskonto
Perbandingan yang valid antara penerimaan-penerimaan di masa mendatang
dengan pengeluaran dana sekarang adalah hal yang sulit dilakukan karena ada
perbedaan nilai waktu uang. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan
konsep nilai waktu uang (time value of money). Berdasarkan konsep tersebut
maka penerimaan-penerimaan di masa mendatang didiskontokan ke nilai sekarang
sehingga dapat dibandingkan dengan pengeluaran pada saat ini. Faktor diskonto
(discount factor) adalah faktor yang digunakan untuk mengkonversi penerimaan-
penerimaan di masa mendatang menjadi nilai sekarang, sehingga dapat
dibandingkan dengan pengeluran pada masa sekarang [10]. Tingkat diskonto yang
digunakan untuk mengkonversi penerimaan-penerimaan tersebut dapat berupa
tingkat suku bunga pasar (tingkat suku bunga bank). Adapun persamaan faktor
diskonto adalah sebagai berikut :
(2.18)
keterangan:
: Faktor diskonto
: Tingkat diskonto
: Umur proyek
2.1.7.3. Biaya Energi (Cost of Energy)
Biaya energi merupakan perbandingan antara biaya total per tahun dari
sistem dengan energi yang dihasilkannya selama periode yang sama. Berdasarkan
sisi ekonomi, biaya energi PLTS berbeda dari biaya energi untuk pembangkit
konvensional [10]. Hal ini karena biaya energi PLTS, dipengaruhi oleh biaya-
biaya seperti :
1. Biaya awal (biaya modal) yang tinggi.
2. Tidak ada biaya untuk bahan bakar.
3. Biaya pemeliharaan dan operasional rendah.
4. Biaya penggantian rendah (terutama hanya untuk baterai).
Perhitungan biaya energi suatu PLTS ditentukan oleh biaya siklus hidup
(LCC), faktor pemulihan modal (CRF) dan kWh produksi tahunan PLTS. Biaya
energi (cost of energy) PLTS diperhitungkan dengan persamaan (2.13) sebagai
berikut :
𝑂𝐸
(2.19)
keterangan:
𝑂𝐸 : Cost of Energi atau biaya energi (Rp/kWh)
𝐿 : Biaya siklus hidup (life cycle cost)
: Faktor pemulihan modal
𝑘𝑊h : Energi yang dibangkitkan tahunan (kWh/tahun)
2.1.8. Faktor Pemulihan Modal (Capital Recovery Factor)
Faktor pemulihan modal adalah faktor yang dipergunakan untuk
mengkonversikan semua arus kas biaya siklus hidup (LCC) menjadi serangkaian
pembayaran atau biaya tahunan dengan jumlah yang sama [10]. Faktor pemulihan
modal dapat dihitung menggunakan persamaan :
(2.20)
keterangan:
: Faktor pemulihan modal
: Tingkat diskonto
: umur proyek
2.1.9. Waktu Pengembalian Investasi ( Payback period)
Payback Period adalah periode lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan nilai investasi melalui penerimaan-penerimaan yang dihasilkan
oleh proyek (investasi). Sedangkan Discounted Payback Period adalah periode
pengembalian yang didiskonkan [7]. Teknik DPP dirumuskan sebagai berikut [7] :
𝑁𝑃 ∑
𝑀
(2.21)
Keterangan :
NCFt : Net Cash Flow periode tahun ke-1 sampai tahun ke-n.
M : Initial Investment ( Investasi awal).
I : Discount factor.
n : Umur investasi
Semakin pendek payback periode dari periode yang disyaratkan
perusahaan maka proyek investasi tersebut makin bagus dan dapat diterima.
2.2 Kajian Pustaka
Penelitian lainnya dilakukan oleh Jati (2011) tentang Studi pemanfaatan
PLTS Hibrid dengan PLN di Villa Adleson Ubud. Unjuk kerja PLTS di Vila
Adleson yang berkapasitas 1,56 kwp, rata-rata energi yang dihasilkan adalah
Unjuk kerja PLTS di vila Adleson yang berkapasitas 1,56 kwp, rata-rata energi
yang dihasilkan adalah 3,37 kWh/hari atau 1.230 kWh/tahun. Total energi yang
dimanfaatkan oleh beban pada sistem hybrid PLTS dengan PLN sebanyak 70
persen dari PLTS dan 30 persen dari PLN. Energi yang dihasilkan oleh PLTS
sangat tergantung terhadap cuaca dan tidak terpengaruh oleh profil beban. Sejak
dioperasikan sistem hibrid PLTS dengan PLN di Vila Adleson belum pernah
kapasitas baterai sampai kurang dari atau sama dengan 30 persen dari kapasitas
maksimumnya sehingga kerja pararel PLTS dan PLN belum pernah terjadi [7].
Pengembalian investasi pada PLTS yang di hibrid dengan PLN di Vila
Adleson adalah tergantung dari asumsi inflasi yang diperkirakan. Penelitian ini
pengembalian investasi terjadi di tahun ke 25. Besar kecilnya investasi akan
berpengaruh terhadap harga energi per kWh. Makin besar investasi makin tinggi
harga energi yang didapat dari sistem, dengan energi yang dihasilkan per tahun
sama yaitu 1.230 kWh/tahun. Dari hasil perhitungan dengan nilai investasi yang
berbeda mendapatkan harga energi yang berbeda pula [7].
Penelitian lainnya dilakukan oleh Permana Hasno (2014) tentang studi
potensi pembangkit listrik tenaga surya sebagai energi pendukung pada sistem
kelistrikan di hotel the royale krakatau cilegon. Dengan luas area sebesar 180 m2
mampu mengahasilkan pembangkitan panel surya sebesar 25,5 kW dengan
kapasitas panel surya sebesar 180 Wp, Sistem PLTS yang akan dikembangkan
untuk menghasilkan pembangkitan sebesar 25,5 kW menggunakan panel surya
sebanyak 143 buah, dengan susunan rangkaian seri panel surya sebanyak 13 buah
dan rangkaian paralel sebanyak 11 buah [17].
Dirancang PLTS pada bangunan hotel dengan sistem stand alone dengan
pembangkitan 25,5 kW, dengan kapasitas inverter sebesar 5 kW dan kapasitas
batere sebesar 235Ah dengan nominal tegangan 12 V. Dari segi aspek teknis
berdasarkan rata-rata potensi radiasi matahari dan hasil pengujian sistem PLTS
dengan software PvSyst dengan menghasilkan energi suplai sepanjang tahun
2009-2012 sebesar 106,189 MW dengan tingkat keandalan atau solar fraction
sebesar 0,883, layak dibangun PLTS dilingkungan hotel dengan energi
pembangkitan PLTS sebesar 25,5 kW sebagai energi pendukung kelistrikan
dilingkungan hotel. Dari segi aspek ekonomis baiaya energi PLTS yang akan
dikembangkan di Hotel The Royale Krakatau sebesar $0,579 kWh dengan biaya
investasi awal sebesar $106768 untuk masa hidup PLTS 25 tahun dengan waktu
pengembalian investasi selama 15 tahun [17].
Penelitian dan kajian selanjutnya dilakukan oleh Rasional Sitepu dan Albert
Gandhi (2013) tentang kajian potensi pembangkit listrik tenaga surya pada atap
gedung kota surabaya : studi kasus gedung perkuliahan. Dari hasil pengumpulan
data satelit diperoleh bahwa Kampus UKWMS Jalan Kalijudan 37, yang berada di
kota Surabaya, Negara Republik Indonesia, dan Wilayah Benua Asia mempunyai
letak geografis pada 7,20 Lintang Selatan, 112,8
0 Bujur Timur, dan pada
ketinggian 5 meter diatas permukaan laut, dengan zona waktu GMT+8. Atap
Gedung D UKWMS kampus Kalijudan menghadap timur, ddengan kemiringan
300. Luas atap yang dapat dimanfaatkan sebagai panel surya sebesar 350 m
2.
Gedung tersebut digunakan untuk perkuliahan sehingga beban listriknya pada
umumnya hanya mesin penyejuk udara, lampu, computer dan LCD proyektor
serta pengeras suara [18].
Kajian ini telah memaparkan kajian simulasi suatu sistem PLTS pada kota
Surabaya, tepatnya pada lokasi kampus UKWMS Kalijudan 37. Pada lokasi
tersebut terdapat potensi energi matahari sebesar 1720,5 kWh/m2/tahun atau rata-
rata sebesar 4,7kWh/m2/hari. Jika di konversi ke listrik dengan panel surya maka
atap Gedung D kampus UKWMS berpotensi sebagai tempat PLTS dengan
kapasitas 33 mWh/tahun, dan langsung dihubungkan ke jala-jala (grid). Sistem
tersebut terdiri dari 285 unit panel surya @100Wp dan 5 unit Inverter AC @4,2
KWh dengan asumsi biaya investasi berasal dari dana pinjaman yang bunganya
5% per tahun. Informasi dalam penelitian ini masih menggunakan scenario dasar
[18].
Berdasarkan hasil kajian pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka pada
penelitian ini membahas tentang studi potensi pembangkit listrik tenaga surya
sebagai energi pendukung kelistrikan di Gedung Perkuliahan Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. Penelitian ini mencakup bagaimana cara menghitung kapasitas
masing masing komponen PLTS yang dibutuhkan sehingga energi yang
dihasilkan dapat lebih optimal, mendapatkan nilai kontribusi PLTS terhadap
sistem kelistrikan di Gedung Perkuliahan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
serta aliran energi dari sistem PLTS yang dirancang. Penelitian ini memanfaatkan
software PVsyst untuk mensimulasikan besarnya energi yang dihasilkan PLTS
dan kemampuan PLTS untuk menyuplai kebutuhan energi. Hasil simulasi tersebut
akan dijadikan bahan analisa sistem PLTS secara teknis, ekonomis dan
lingkungan.