wrap up campak ipt ske 2

44
Skenario 2 RUAM MERAH SELURUH TUBUH Seorang anak laki-laki usia 5 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan keluar ruam merah ditubuh sejak tadi pagi. Sejak 4 hari yang lalu anak demam disertai batuk, pilek, mata merah, muntah, buang air besar lembek 2x/ hari dan nafsu makan menurun. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien tampak lemah, suhu 39˚C. Dalam rongga mulut terlihat koplik spot dan terdapat ruam makulopapular di belakang telinga, wajah, leher, badan, dan ektremitas. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Hasil laboratorium ditemukan leukopenia. 1

Upload: kariza-gritania-sabila

Post on 27-Sep-2015

31 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Wrap Up Campak Ipt skenario 2 pbl

TRANSCRIPT

Skenario 2

RUAM MERAH SELURUH TUBUH

Seorang anak laki-laki usia 5 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan keluar ruam merah ditubuh sejak tadi pagi. Sejak 4 hari yang lalu anak demam disertai batuk, pilek, mata merah, muntah, buang air besar lembek 2x/ hari dan nafsu makan menurun. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien tampak lemah, suhu 39C. Dalam rongga mulut terlihat koplik spot dan terdapat ruam makulopapular di belakang telinga, wajah, leher, badan, dan ektremitas. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Hasil laboratorium ditemukan leukopenia.

Kata-kata sulit :

1. Koplik spot : Bintik-bintik keabuan pada pangkal lidah2. Ruam merah: Erupsi sementara pada kulit3. Ruam makulopapular: Bintik-bintik dan benjolan kecil pada kulit4. Leukopenia: Berkurangnya jumlah leukosit dalam darah5. Ekstremitas: Alat gerak (Kaki dan tangan)

Pertanyaan

1. Mengapa terdapat ruam makulopapular pada belakang telinga?2. Apakah hubungan leukopenia dengan ruam merah?3. Apa penyebab timbulnya gejala?4. Mengapa pada kasus yang terjadi pada pasien sering terjadi pada anak-anak?5. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini?6. Apa perbedaan ruam merah dan ruam makulopapular?7. Agen penyebab pada kasus ini dan apa diagnosanya?8. Apa saja jenis penyakit dengan gejala ruam merah dikulit?9. Mengapa ruam merah muncul setelah demam 4 hari?10. Apa pemeriksaan yang dilakukan dalam kasus ini?11. Apakah penyakit ini bisa tertular?12. Bagaimana cara penularannya (transmisi)?

Jawaban

1. Reaksi dari inflammasi, karena pada bagian belakang telinga hipersensitivas.2. Ruam merah yang terjadi karena infeksi, terjadi karena sel darah putih menyerang agen infeksi akibatnya sel darah putih menurun.3. Demam karena virus menyebabkan infeksiBatuk karena menyerang sistem pernafasanDiare karena menyerang sistem pencernaan4. Karena sistem imunitas (kekebalan tubuh) anak masih belum sempurna.5. Otitis media yaitu peradangan pada telinga bagian tengahPneumonia yaitu radang paru khususnya menyerang bronkusEnsefalitis , dan lain-lain6. Ruam merah yaitu bintik-bintik merah sajaRuam makulopapular yaitu bintik merah disertai benjolan7. Virus dari famili Paramyxovirus, diagnosis campak. Dampak dari virus Rubeola8. Campak, cacar, demam berdarah, alergi, HIV9. Karena pertahan tubuh menurun10. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu anamnesis, fisik, dan laboratorium11. Bisa, karena virus dapat menyebar melalui udara12. Melalui interaksi antar manusia

HIPOTESA

Pada kasus ini pasien mengalami penurunan imunitas tubuh yang menyebabkan virus morbili Rubeola masuk kedalam tubuh melalui transmisi antar manusia, pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian vaksin, jika tidak diberikan vaksinakan menimbulkan infeksi dengan gejala demam, batuk, pilek, mata merah, dan muntah, dari pemeriksaan fisik dan laboratorium diduga pasien ini menderita campak, penanganan campak dapat dilakukan secara famakologi seperti pemberian antipiuretik, ataupun terapi cairan, sememtara bila dengan non farmakologi dengan cara tirah baring dan pemberian nutrisi, jika tidak ditangani dengan cepat akan menimbulkan komplikasi seperti otitis media, pneumonia, atau ensefalitis.

SASARAN BELAJAR

LI 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN VIRUS MORBILI RUBEOLA

LO 1. MORFOLOGI VIRUSLO 2. SIKLUS HIDUP VIRUSLO 3. SIFAT VIRUSLO 4. CARA PENULARAN (TRANSMISI)

LI 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENYAKIT CAMPAK

LO 1. DEFINISI CAMPAKLO 2. EPIDEMIOLOGI CAMPAKLO 3. ETIOLOGI CAMPAKLO 4. PATOFISIOLOGI CAMPAKLO 5. MANIFESTASI KLINIK CAMPAKLO 6. PEMERIKSAAN CAMPAKLO 7. PENANGANAN CAMPAKLO 8. PROGNOSIS CAMPAKLO 9. KOMPLIKASI CAMPAKLO 10. PENCEGAHAN CAMPAKLO 11. DIAGNOSIS BANDING

LI 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN VIRUS MORBILI RUBEOLALO 1.1 MORFOLOGI VIRUS MORBILI RUBEOLA1. MORFOLOGISecara morfologi tidak dapat dibedakan dengan virus lain anggota family paramyxoviridae. Virion campak terdiri atas nukleokapsid berbentuk heliks yang dikelilingi oleh selubung virus (peplos) yang penuh dengan tonjolan-tonjolan serta mudah sekali rusak karena pengaruh penyimpanan, pembekuan, dan pencairan atau pengolahan. Sifat infeksi virus campak ditunjukkan dengan tingginya sensitivitas dan aktivitas hemolitiknya.Bentuk Virus, berbentuk bulat dengan tepi yang kasar, dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Didalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong , terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) yang merupakan struktur heliks nukleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar seringkali terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein yanng berada diselubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.a) Virus campak atau Morbili adalah virus RNAb) Virion campak terdiri atas nukleokapsid berbentuk heliks yang dikelilingi oleh selubung virusc) Virus campak mempunyai 6 protein stuktural, 3 diantaranya tergabung dengan RNA dan membentuk nukleokapsid yaitu :i. Pospoprotein (P)ii. Protein ukuran besar (L)iii. Nukleoprotein (N)3 protein lainnya tergabung dengan selubung virus yaitu :i. Protein fusi (F)ii. Protein hemaglutinin (H)iii. Protein matrix (M)

Protein F dan H mengalami glikosilasi sedangkan protein M tidak. Protein F bertanggung jawab terhadap fusi virus dengan membran sel hospes, yang kemudian diikuti dengan penetrasi ( virus memasukkan materi genetik) dan hemolisis ( penguraian sel darah merah dimana hemoglobin akan terpisah dari eritrosit). Protein H bertanggung jawab pada hemaglutinasi (daya pengikatan antigen virus dengan eritrosit), perlekatan virus, adsorpsi dan interaksi dengan reseptor di permukaan sel hospes. Protein F dan H bersama-sama bertanggung jawab pada fusi virus dengan membran sel dan membantu masuknya virus. Sedangkan protein M berinteraksi dengan nukleokapsid berperan pada proses maturasi virus.

d) Virus campak mempunyai 1 tipe antigen (monotype), yang bersifat stabil.e) Virus campak mempunyai sedikit variasi genetik pada protein F dan H, sehingga dapat menghindari antibodi monoklonal yang spesifik terhadap protein tersebut. Namun sisa virus yang masih ada, dapat dinetralisasi oleh sera poliklonal.f) Pada strain virus campak yang berbeda, variasi genetik juga terjadi protein P dan N yang belakangan diketahui mengandung region yang mengkode residu asam amino C terminalg) Sifat infeksius virus campak ditunjukkan dengan tingginya sensitivitas dan aktivitas hemolitiknya.

Morbili adalah virus yang mengakibatkan penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utam ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadiFamili Paramyxovirus terbagi menjadi dua subfamili dan tujuh genera, enam diantaranya merupakan patogen bagi manusia. Anggota-anggota yang berada dapat dibedakan secara antigenic reagen tertentu, hiperimunitas merangsang timbulnya antibodi reaksi silang yang bereaksi terhadap seluruh empat virus parainfluenza, virus gondongan, dan virus penyakit new castle. Semua anggota genera Respirovirus dan Rubulavirus memiliki aktivitas Hemaglutinasi dan neuraminidase, keduanya dibawa oleh glikoprotein HN, serta memiliki sifat fusi membrane dan hemolisin, keduanya merupakan fungsi protein F.

LO 2.2 SIKLUS HIDUP VIRUSSecara umum siklus hidup virus ada 5 macam: 1. Attachment : ikatan khas diantara viral capsid protein dan spesifik reseptorpada permukaan sel inang. Virus akan menyerang sel inang yang spesifik. 2. Penetration : virus masuk ke sel inang menembus secara endytocsis atau melalui mekanisme lain. 3. Uncoating : proses terdegradasinya viral kapsid oleh enzim viral atau host enzymes yang dihasilkan oleh viral genomic nudwic acid. 4. Replication : replikasi virus, litik atau lisogenik.pada daur litik, virus akanmenghancurkan sel induk setelah berhasil melakukan reproduksi, sedangkan pada daur lisogenik, virus tidak menghancurkan sel bakteri tetapi virus berintegrasi dengan DNA sel bakteri, sehingga jika bankteri membelah atau berkembang biak virus pun ikut membelah. 5. Release : virus dilepaskan dari sel inang melalui lisis.

Siklus replikasi Paramyxovirus: A. Pelekatan, Penetrasi, Dan Pelepasan Selubung VirusParamyxovirus melekat pada sel pejamu melalui glikoprotein hemaglutinin (protein HN, H atau G). Pada virus campak, reseptornya adalah molekul CD150 atau CD46 di membran. Lalu, selubung virion berfusi dengan membran sel melalui kerja produk pembelahan glikoprotein fusi F1. Protein F1 menjalani pelipatan ulang yang rumit selama terjadinya proses fusi membran sel dan virus. Jika prekursor F0tidak dibelah, ia tidak memilki aktifitas fusi, tidak terjadi penetrasi virion, dan partikel virus tidak dapat memulai infeksi. Fusi oleh F1 terjadi pada lingkungan ekstraselular dengan pH netral, memungkinkan pelepasan nukleokapsid virus secara langsung ke dalam sel. Dengan demikian, paramyxovirus dapat melewati internalisasi melalui endosom.

B. Transkripsi, Translasi, Serta Replikasi RNAParamyxovirus mengandung genom RNA untai negatif yang tidak bersegmen. Transkrip mRNA dibuat di dalam sitoplasma sel oleh polymerase RNA virus. Tidak dibutuhkan primer eksogen dan dengan demikian tidak bergantung pada fungsi sel inti. mRNA jauh lebih kecil daripada ukuran genom, masing-masing mewakili gen tunggal. Sekuens transkripsional regulasi pada gen membatasi awal dan akhir transkripsi sinyal. Posisi relative gen terhadap ujung 3 genom menandakan efisiensi transkripsi. Golongan transkrip yang paling banyak dihasilkan dari satu sel yang terinfeksi adalah dari gen N, bertempat paling dekat dengan ujung 3 genom, sedangkan yang paling sedikit berasal dari gen L terletak di ujung 5.

Protein virus disintesis di dalam sitoplasma dan jumlah masing-masing produk gen berkaitan dengan kadar transkrip mRNA dari gen tersebut. Glikoprotein virus disintesis dan mengalami glikosilasi di dalam jalur sekresi.

Kompleks protein polymerase virus (protein P dan L) juga berperan untuk replikasi genom virus. Untuk berhasil menyintesis cetakan antigenom rantai positif intermediet, kompleks polymerase harus mengabaikan sinyal terminasi yang tersebar pada perbatasan gen. Seluruh panjang genom progeni dikopi dari cetakan antigenom.

Genom Paramyxovirus yang tidak bersegmen meniadakan kemungkinan penyusunan ulang segmen gen (pemilihan ulang genetik) sehingga penting bagi kelangsungan virus influenza. Protein permukaan paramyxovirus, yaitu HN / H / G dan F menunjukkan variasi antigenik yang minimal dalam jangka waktu yang lama. Mengejutkan bahwa virus tersebut tidak mengalami antigenic drift akibat mutasi yang terjadi saat replikasi, karena RNA polymerase rentan terhadap terjadinya kesalahan. Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa hamper semua asam amino di dalam struktur primer glikoprotein paramiksovirus dapat terlibat di dalam peran pembentukan atau fungsional, meninggalkan kesempatan yang kecil untuk substitusi yang secara jelas tidak akan menghilangkan viabilitas virus.

C. PematanganVirus matang dengan membentuk tunas dari permukaan sel. Nukleokapsid progeni terbentuk di dalam sitoplasma dan bermigrasi ke permukaan sel. Mereka ditarik ke suatu tempat di membran plasma yang dilengkapi duri - duri glikoprotein F0 dan HN / H / Gvirus. Protein M penting untuk pembentukan partikel, berperan membentuk hubungan antara selubung virus dan nukleokapsid. Selama pertunasan, sebagian besar protein pejamu dikeluarkan dari membran.

Jika terdapat protease sel pejamu yang sesuai, protein F0 di dalam membranplasma akan diaktivasi oleh pembelahan. Protein fusi yang teraktivasi kemudian akan menimbulkan fusi membran sel yang berdekatan, dan menghasilkan pembentukan sinsitium yang besar. Pembentukan sinsitium adalah respons yang umum terhadap infeksi paramyxovirus. Inklusi sitoplasma asidofilik secara teratur dibentuk. Inkulusi diyakini menggambarkan tempat sintesis virus dan ditemukan mengandung protein virus dan nukleokapsid yang dapat dikenali. Virus campak juga menghasilkan inklusi intranukleus.

LO 3.1 SIFAT VIRUS RUBEOLA

Virion BulatSferis, pleomorfik, berdiameter 150 nm atau lebih (nukleokapsid helikal, 13 18 nm)

KomposisiRNA (1%), protein (73%), lipid (20%), karbohidrat (6%)

GenomRNA beruntai tunggal, linear, tidak bersegmen, negative-sense, tidak infeksius, sekitar 15 kb

Protein6 8 protein struktural

SelubungMengandung glikoprotein virus (G, H, atau HN) (yang sesekali membawa aktivitas hemaglutinin atau neuraminidase) dan glikoprotein fusi (F); sangat rapuh

ReplikasiSitoplasma; partikel bertunas dari membran plasma

Ciri khasStabil secara antigen, partikel labil dan sangat infeksius

LO 4.1 TRANSMISI (CARA PENULARAN)Cara penularan penyakit ini adalah melalui droplet dan kontak, yakni menghirup ludah (droplet) dari hidung, mulut, maupun tenggorokan penderita morbili atau Campak.Virus campak mudah menularkan penyakit. Virulensinya sangat tinggi terutama pada anak yang rentan dengan kontak keluarga, sehingga hamper 90% anak yang rentan akan tertular. Campak ditularkan melalui droplet diudara oleh penderita sejak 1 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai 4 hari sesudah munculnya ruam. Masa inkubasinya antara 10-12 hari. Ibu yang pernah menderita campak akan menurunkan kekebalannya kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta, dan kekebalannya ini bisa bertahan sampai 4-6 bulan. Pada usia 9 bulan bayi diharapkan membentuk antibodinya sendiri secara aktif setelah meneruma vaksinasi campak. Dalam waktu 12 hari setelah infeksi campak mencapai puncak titer sekitar 21 hari. IgM akan terbentuk dan cepat menghilang, hingga akhirnya digantikan oleh IgG. Adanya karier campak sampai sekarang tidak terbukti. Cakupan imunisasi campak yang lebih dari 90% akan menyebabkan kekebalan kelompok (herd immunity) dan menurunkan kasus campak di masyarakat

LI 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENYAKIT CAMPAKLO 1.2 DEFINISI PENYAKIT CAMPAK

Campak, juga dikenal sebagai rubeola, adalah salah satu penyakit infeksi yang paling menular, dengan setidaknya tingkat infeksi sekunder 90% dalam kontak domestik yang rentan. Hal ini dapat mempengaruhi orang-orang dari segala usia, meskipun dianggap terutama penyakit masa kanak-kanak. Campak ditandai dengan demam prodromal, batuk, pilek, konjungtivitis, dan enanthem patognomonik (yaitu, Koplik spot), diikuti oleh eritematosa makulopapular ruam pada hari ketiga sampai hari ketujuh. Infeksi ini memberikan kekebalan seumur hidup.Campak merupakan penyakit akut yang sangat menular, ditandai oleh demam, gejala napas, dan ruam makulopapularCampak adalah infeksi virus yang sangat menular, biasanya pada masa kanak kanas, terutama menyerang saluran pernapasan dan jaringan retikuloendotelial, ditandai oleh erupsi papul merah, diskret yang akan berkonfluensi, mendatar, berubah menjadi cokelat, dan berdeskuamasi (mengelupas)

LO 2.2 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT CAMPAKEPIDEMIOLOGIDi Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7 %) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%) dan sudah dikenal sejak lama.Campak merupakan penyakit endemis. Di masa lampau campak dianggap sebagai suatu hal yang harus dialami setiap anak, sehingga anak yang terkena campak tidak perlu diobati, mereka beranggapan bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri bila ruam sudah keluar.Dari penelitian retrospektif dilaporkan bahwa campak di Indonesia ditemukan sepanjang tahun. Studi kasus campak yang dirawat inap dirumah sakit selama kurun waktu 5 tahun (19984-1988), memperlihatkan peningkatan kasus pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September, dan Oktober.Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul secara tidak teratur. Didaerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah terjadipada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerahdengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit.Distribusi dan Frekuensi penyakit campaka. Menurut orangCampak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan kadang kala orang dewasa.b. Menurut tempatPenyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang sangat terpencil. Di Amerika Serikat pernah ada peningkatan insidensi campak pada tahun 1989-1991. Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi termasuk anak-anak dibawah umur 15 bulan.c. Menurut waktuKebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi di negara dengan 4 musim dengan puncak kasus terjadi pada bulan Maret dan April. Lain halnya dengan di negara tropis dimana kebanyakan kasus terjadi pada musim panas. Ketika virus menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.Ciri epidemiologik yang penting dari campak sebagai berikut:a) Virus ini sangat menularb) Hanya ada satu serotipec) Tidak ada hewan yang jadi reservoard) Infeksi samar jarange) Infeksi memberikan imunitas seumur hidup

LO 3.2 ETIOLOGI PENYAKIT CAMPAKVirus campak merupakan virus RNA famili Paramyxoviridae dengan genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan tidak aktif pada pH rendah (Soegeng Soegijanto, 2002).

Virus campak (measles atau rubeola) merupakan virus tipe paramyxovirus. Port dentree virus ialah saluran pernapasan atas, kemudian ke kelenjar getah bening regional, hingga penyebaran hematogen. Secara patologi, monosit yang terinfeksi virus akan menyebarkan virus ke saluran respirasi, kulit, dan organ lainnya.Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia jaringan ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multi nukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.

LO 4.2 PATOFISIOLOGI PENYAKIT CAMPAK

Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Disini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit- T (temasuk T-supressor dan T- helper) yang rentan terhadaap infeksi, turut aktif membelah.Gambaran kejadian awal dijaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih, dan usus.Pada hari ke 9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinik dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosa.Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel T.Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopis di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik emnunjukkan adanya antigen campak dan diduga terjadi suatu rekasi arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lain-lain.

LO 5.2 MANIFESTASI KLINIK PENYAKIT CAMPAK

Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, dada, tubuh, lengan, dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas.

Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu :A. Stadium kataral (prodromal)Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak Koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang di jumpai. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak Koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.

B. Stadium erupsiKoriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula dan di daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasidari morbili yang biasa ini adalah black measles yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus

C. Stadium konvalensiErupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua(hiperpigmentasi) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

LO 6.2 PEMERIKSAAN PENYAKIT CAMPAK

A. Laboratorium hematologi urin: jumlah leukosit normal atau sedikit meningkat (apabila disertai infeksi sekunder).Pemeriksaan untuk komplikasi: ensefalopati / ensefalitis (pemeriksaan cairan serebrospinal, analisis gas darah dan elektrolit), enteritis (analisis feses lengkap), atau bronkopneumonia (rontgen toraks dan analisis gas darah).

B. Anamnesis (berdasarkan riwayat timbulnya penyakit seperti adanya kontak dengan penderita) yaitu :1.Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi,mendadak) batukpilek, harus dicurigai atau di diagnosis banding morbili(artinya kemungkinan penyakit lain yang mirip campak, misal :german measles, eksentema subitum, infeksi virus lain).2.Mata merah, mukopurulen, menambah kecurigaan.3.Dapat disertai diare dan muntah.4.Dapat disertai gejala perdarahan (pada kasus yang berat):Epitaksis, petekie, ekimosis.5.Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1atau 2 minggu sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.C. Pemeriksaan fisik (physic diagnostic) yaitu :1.Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam (biasanya tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis.2.Pada umumnya anak tampak lemah.3.Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral).4.Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang khas: ruam makulopapular yang munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut di dahi, muka, dan kemudian ke seluruh tubuh

D. Pemeriksaan laboratoriumMeliputi :1.Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni, dimana jumlah leukosit cenderung menurun disertai limfositosis relative.2.Pemeriksaan serologik dengan cara hemaglutination inhibition testdan complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibodyyang spesifik dalam 1-3 hari setelah timbulnya rash dan puncaknya pada 2-4 minggu kemudian.

LO 7.2 PENANGANAN PENYAKIT CAMPAK

Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total (Cherry, 2004). Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul (IDAI, 2004).

Tatalaksana campak tanpa komplikasi:a) Pada umumnya tidak memerlukan rawat inap.b) Beri Vitamin A. Tanyakan apakah anak sudah mendapat vitamin A pada bulan Agustus dan Februari. Jika belum, berikan 50 000 IU (jika umur anak < 6 bulan), 100 000 IU (611 bulan) atau 200 000 IU (12 bulan hingga 5 tahun). Untuk pasien gizi buruk berikan vitamin A tiga kali.

Perawatan penunjang:a) Jika demam, berikan parasetamol. Bila dengan paracetamol tidak turun, maka diberikan ibuprofen.Farmakologi Ibuprofeni. Ibuprofen merupakan derivat asam asam fenil propionat dari kelompok obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Ibuprofen bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG-G2 tergangguii. Prostaglandin berperan pada patogenesis inflamasi, analgesia dan demam. Dengan demikian maka Ibuprofen mempunyai efek antiinfalamasi dan anlgetik-antipiuretik.iii. Khasiat Ibuprofen sebanding, bahkan lebih besar daripada asetosal (aspirin) dengan efek samping yang lebih ringan terhadap lambung.iv. Pada pemberian oral Ibuprofen diabsorpsi dengan cepat , berikatandengan protein plasma dan kadar puncak dalam plasma tercapai 12 jam setelah pemberian. Adanya makanan akan memperlambat absorpsi , tetapi tidak mungurangi jumlah yang di absorpsi . Metabolisme terjadi di hati dengan waktu paruh 1,8 2 jam. Ekskresi bersama urin dalam bentuk utuh dan metabolit inaktif, sempurna dalam 24 jam

Indikasi :i. Meredakan demamii. Mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, nyeri setelah operasi gigi dan dismenoreKontraindikasi :i. Penderita hipersensitif terhadap asetosal (aspirin)atau obat antiinflamasi non steroid lainnya, dan wanita hamil trimester 3ii. Dapat menyebabkan reaksi anafilaktikDosis dan aturan pakai :i. Dewas : 200- 400 mg, 3- 4 kali sehariii. Anak-anak : 20 mg/kg bb/ hari dibagi menjadi beberapa kali pemberian.

Efek samping :Efek samping adalah ringan dan bersifat sementara berupa mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri lambung, ruam kulit, sakit kepala, pusing dan heart burn

b) Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. c) Perawatan mata. Untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata yang jernih, tidak diperlukan pengobatan. Jika mata bernanah, bersihkan mata dengan kain katun yang telah direbus dalam air mendidih, atau lap bersih yang direndam dalam air bersih. Oleskan salep mata kloramfenikol/tetrasiklin, 3 kali sehari selama 7 hari. Jangan menggunakan salep steroid.d) Perawatan mulut. Jaga kebersihan mulut, beri obat kumur antiseptik bila pasien dapat berkumur.a) Suportif: tirah baring, hindari cahaya, serta pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Indikasi rawat inap: hiperpireksia, dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, ada komplikasi.b) Pemberian vitamin A untuk anak usia > 6 bulan sebanyak 50.000 IU, usia 6 bulan 1 tahun sebanyak 100.000 IU, anak usia > 1 tahun sebanyak 200.000 IU. Apabila disertai gejala pada mata akibat kekurangan vitamin A atau gizi buruk, diberikan 3: hari 1, hari 2, dna 2 4 minggu setelah dosis kedua.c) Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi sekunder.d) Pemberian vaksin campak sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan pada individu imunokompromais atau dengan penyakit kronis, dalam 72 jam pasca pajanan. Alternatif lainnya ialah imunoglobulin dalam 6 hari pasca pajanan.

LO 8.2 PROGNOSIS PENYAKIT CAMPAK

Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur , terutama karena keadaan sosioekonomi membaik tetapi juga karena tetapi juga karena tetapi antibakterial efektif untuk pengobatan infeksi sekunder.Bila campak dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya mungkin bencana. Kejadian demikian di pulau Farce padatahun 1846 mengakibatkan kematian sekitar seperempat hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang umur. Di Ungava Bay , Kanada, dimana 99% dari 900 orang menderita campak angka mortalitasnya adalah 7 %.Prognosis untuk campak umumnya baik, dengan infeksi hanya sesekali menjadi fatal. Namun, banyak komplikasi dan gejala sisa dapat berkembang, dan campak merupakan penyebab utama kebutaan pada anak di negara berkembang.Tingkat fatalitas kasus lebih tinggi di kalangan anak yang lebih muda dari 5 tahun. Tingkat kematian tertinggi di antara bayi usia 4-12 bulan dan pada anak-anak yang terganggu sistem kekebalannya karena human immunodeficiency virus (HIV) atau penyebab lainnya.Komplikasi campak yang lebih mungkin terjadi pada orang yang lebih muda dari 5 tahun atau lebih tua dari 20 tahun, dan morbiditas dan mortalitas meningkat pada orang dengan gangguan defisiensi imun, malnutrisi, kekurangan vitamin A, dan vaksinasi tidak memadai.Croup (batuk), ensefalitis (radang otak), dan pneumonia adalah penyebab kematian paling umum yang berhubungan dengan campak. Ensefalitis campak, komplikasi yang jarang namun serius, memiliki angka kematian 10%. Campak merupakan penyakitself limitingsehingga bila tanpa disertai dengan penyulit maka prognosisnya baik (Rampengan, 1997).

LO 9.2 KOMPLIKAS PENYAKIT CAMPAK

Sebagian besar komplikasi campak terjadi karena virus campak menekan respon imun inang, mengakibatkan reaktivasi infeksi laten atau superinfeksi oleh bakteri patogen. Akibatnya, pneumonia, baik karena virus campak itu sendiri, TBC, atau etiologi bakteri lain, adalah komplikasi yang paling sering. Efusi pleura, limfadenopati hilus, hepatosplenomegali, hyperesthesia, dan paresthesia juga dicatat.Komplikasi campak yang lebih mungkin terjadi pada orang yang lebih muda dari 5 tahun atau lebih tua dari 20 tahun, dan tingkat komplikasi meningkat pada orang dengan gangguan defisiensi imun, malnutrisi, kekurangan vitamin A, dan vaksinasi tidak memadai. Anak-anak dan orang dewasa immunocompromised berada pada peningkatan risiko untuk infeksi berat dan superinfeksi.Komplikasi campak pada ibu hamil termasuk pneumonitis, hepatitis, subakut sclerosing panencephalitis, persalinan prematur, aborsi spontan, dan kelahiran prematur janin. Tingkat transmisi perinatal rendah.Komplikasi yang lainnya :a) Otitis media akut, dapat disebabkan invasi virus Campak ke dalam telinga tengah. Gendang telinga biasanya hiperemia pada fase prodormal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus terjadi otitis media purulenta.b) Pneumonia interstitial, terutama karena infeksi sekunder.c) Miokarditis, adalah komplikasi serius yang jarang; perubahan elektrokardiografi sementara dikatakan relatif jarang.d) Limfadenitis mesenterika (jarang)e) Ensefalitis akut atau ensefalomielitis (angka kejadian 1 -2 kasus per 1000 kasus). Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas, twitchingdan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut.f) Enteritis, terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak. Penderita mengalami muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus.g) Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE). Degenerasi susunan saraf pusat akibat infeksi menetap campak dengan gejala deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti oleh kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).h) Laringotrakheitis, penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan tindakan trakeotomi.i) Konjungtivitis, terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan. j) Black measles, merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).k) Bronkopneumonia, merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, danHaemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.

LO 10.2 PENCEGAHAN PENYAKIT CAMPAKa) Imunisasi aktifDi Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan keatas. Vaksin morbili tersebut dapat pula diberikan pada orang yang alergi terhadap telur, karena vaksin morbili ini ditumbuhkan dalam biakan jaringan janin ayam yang secara antigen adalh berbeda dengan protein telur. Hanya bila terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin morbili juga dapat diberikan kepada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukimia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosuprensi.Vaksin ini diberikan secara subcutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan. Terjadi anergi terhadap tubercullin selama 2 bulan setelah vaksinasi.

b) Imunisasi pasif.Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal rumah sakit anak.

c) IsolasiPenderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar.

LO 11.2 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis bisa dilihat dari gejala klinis yang khas yaitu melalui 3 fase trias dapat ditegakkan secara klinis (demam, ruam, batuk, konjungtivitas, koplik spot) dikonfirmasi dengan:(1) Identifikasi sel sel besar multinukleus apusan mukosa nasal(2) Isolasi virus untuk kultur(3) Deteksi antibodi serum (pada fase akut dan penyembuhan)Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan pemeriksaanHemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization, immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, danfluorescent antibody(FA). Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada masa prodromal dan serum sekunder pada 7 10 hari setelah pengambilan sampel serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih (Cherry, 2004). Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan protein, peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal (Phillips, 1983).

Pertimbangan diagnostikDiagnosis campak biasanya ditentukan dari gambaran klinis klasik, termasuk triad klasik batuk, pilek, dan konjungtivitis; tempat Koplik patognomonik; dan perkembangan cephalocaudal karakteristik exanthem morbiliformis.Ruam rubeola (campak) harus dibedakan dari eksantema subitum, rubella, infeksi karena ekovirus, virus koksaki, dan adenovirus, mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis, meningokoksemia, demam skarlet, penyakit rickettsia, penyakit serum, penyakit kawasaki,, dan ruam karena obat. Bercak Koplik adalah patogmonosis, untuk rubeola dan diagnosis dari campak yang tidak termodifikasi, harus tidak dibuat bila tidak ada batuk.Roseola infantum dibedakan dari campak dimana ruam dari dari Roseola infantum tampak ketika demam menghilang. Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung untuk kurang mencolok daripada ruam campak, sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada banyak infeksi rikettsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat. Meningokoksemia dapat disertai dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan konjungtivitis biasanya tidak ada. Pada meningokoksemia akut ruam khas purpura ptekie.German measles, pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar didaerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.Eksantema subitum, ruam akan timbul bila suhu badan menjadi normal

DAFTAR PUSTAKAPutra, Sukman Tulus, et al (2014). KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Edisi IV. Jilid 1. Media Aesculapius: JakartaHeryanti, Riska (2015). BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN MORBILI. http://www.academia.edu/5052709/BAGIAN_ILMU_PENYAKIT_ANAK_FAKULTAS_KEDOKTERAN_MORBILI (diakses Maret 2015)Duke, Trevor, et al (2012). International Child Health Review Collaboration. http://www.ichrc.org/67-campak (diakses 31 Maret 2015)Wayne, Nuna (2015). Campak. http://www.academia.edu/7725880/ (diakses Maret 2015)Khairunnisa, H (2015). Campak. http://www.academia.edu/8028480/Campak (diakses Maret 2015)Jawetz, et al (2014). MIKROBIOLOGI KEDOKTERAN. Edisi 25. EGC: JakartaMahode, Albertus Agung, et al (2014). KAMUS SAKU KEDOKTERAN DORLAND. Edisi 28. EGC: Jakarta)Nelson, et al . Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. EGC : JakartaBuku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi 2

17