skenario 1 ipt

21
Sasbel 1. Memahami dan Menjelaskan Salmonella 1.1 Menjelaskan Klasifikasi Salmonella 1.2 Menjelaskan Morfologi Salmonella 1.3 Menjelaskan Siklus Hidup Salmonella 2. Memahami dan Menjelaskan Demam 2.1 Menjelaskan Definisi Demam 2.2 Menjelaskan Klasifikasi Demam 2.3 Menjelaskan Patofisiologi Demam 2.4 Menjelaskan Manifestasi Klinik Demam 2.5 Menjelaskan Penatalaksanaan Demam 3. Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid 3.1 Menjelaskan Definisi Demam Typhoid 3.2 Menjelaskan Epidemiologi Demam Typhoid 3.3 Menjelaskan Etiologi Demam Typhoid 3.4 Menjelaskan Patofisiologi Demam Typhoid 3.5 Menjelaskan Manifestasi Klinik Demam Typhoid 3.6 Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Demam Typhoid 3.7 Menjelaskan Komplikasi Demam Typhoid 3.8 Menjelaskan Penatalaksanaan Demam Typhoid 3.9 Menjelaskan Pencegahan Demam Typhoid 4. Memahami dan Menjelaskan Antibiotik Untuk Salmonella 4.1 Menjelaskan Definisi Antibiotik Untuk Salmonella 4.2 Menjelaskan Macam-Macam Antibiotik Untuk Salmonella 4.3 Menjelaskan Farmakodinamik Antibiotik Untuk Salmonella 4.4 Menjelaskan Farmakokinetik Antibiotik Untuk Salmonella

Upload: vivi-vionita

Post on 28-Nov-2015

65 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

IPT

TRANSCRIPT

Page 1: skenario 1 IPT

Sasbel

1. Memahami dan Menjelaskan Salmonella

1.1 Menjelaskan Klasifikasi Salmonella

1.2 Menjelaskan Morfologi Salmonella

1.3 Menjelaskan Siklus Hidup Salmonella

2. Memahami dan Menjelaskan Demam

2.1 Menjelaskan Definisi Demam

2.2 Menjelaskan Klasifikasi Demam

2.3 Menjelaskan Patofisiologi Demam

2.4 Menjelaskan Manifestasi Klinik Demam

2.5 Menjelaskan Penatalaksanaan Demam

3. Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid

3.1 Menjelaskan Definisi Demam Typhoid

3.2 Menjelaskan Epidemiologi Demam Typhoid

3.3 Menjelaskan Etiologi Demam Typhoid

3.4 Menjelaskan Patofisiologi Demam Typhoid

3.5 Menjelaskan Manifestasi Klinik Demam Typhoid

3.6 Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Demam Typhoid

3.7 Menjelaskan Komplikasi Demam Typhoid

3.8 Menjelaskan Penatalaksanaan Demam Typhoid

3.9 Menjelaskan Pencegahan Demam Typhoid

4. Memahami dan Menjelaskan Antibiotik Untuk Salmonella

4.1 Menjelaskan Definisi Antibiotik Untuk Salmonella

4.2 Menjelaskan Macam-Macam Antibiotik Untuk Salmonella

4.3 Menjelaskan Farmakodinamik Antibiotik Untuk Salmonella

4.4 Menjelaskan Farmakokinetik Antibiotik Untuk Salmonella

4.5 Menjelaskan Indikasi Antibiotik Untuk Salmonella

4.6 Menjelaskan Kontra Indikasi Antibiotik Untuk Salmonella

4.7 Menjelaskan Efek Samping Antibiotik Untuk Salmonella

Page 2: skenario 1 IPT

Jawaban

1. Memahami dan Menjelaskan Salmonella

1.1 Menjelaskan Klasifikasi Salmonella

Kingdom: Bacteria

Phylum: Proteobacteria

Class: Gamma Proteobacteria

Ordo: Enterobacteriales

Family: Enterobacteriaceae

Genus: Salmonella

Species: e.g. S. enteric

(Todar, 2008)

Dalam skema kauffman dan white tatanama Salmonella sp. di kelompokkan berdasarkan antigen atau DNA yaitu kelompok I enteric, II salamae, IIIa arizonae, IIIb houtenae, IV diarizonae, V bongori, dan VI indica.

Namun klasifikasi atau penggunaan tatanama yang sering dipakai pada Salmonella sp. berdasarkan epidemiologi, jenis inang, dan jenis struktur antigen (misalnya S.typhi, S .thipirium).

Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalah S. typhi (satu serotipe), S. choleraesuis, dan S. enteritidis (lebih dari 1500 serotipe). Sedangkang spesies S. paratyphi A, S. paratyphi B, S. paratyphi C termasuk dalam S. enteritidis (Jawezt et al, 2008).

1.2 Menjelaskan Morfologi Salmonella

Salmonella sp. pertama ditemukan (diamati) pada penderita demam tifoid pada tahun 1880 oleh Eberth dan dibenarkan oleh Robert Koch dalam budidaya bakteri pada tahun 1881 (Todar, 2008). Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna merah muda (gram negatif). Salmonella sp. berukuran 2 μ sampai 4 μ × 0;6 μ, mempunyai flagel (kecuali S. gallinarum dan S. pullorum), dan tidak berspora (Julius, 1990). Habitat Salmonella sp. adalah di saluran pencernaan (usus halus) manusia dan hewan. Suhu optimum pertumbuhan Salmonella sp. ialah 37oC dan pada pH 6-8 (Julius, 1990).

1.3 Menjelaskan Siklus Hidup Salmonella

Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Salmonella typhi dari organisme pembawa (host). Setelah masuk dalam saluran pencernaan, maka S. typhi menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang-tulang

Page 3: skenario 1 IPT

sendi, plasenta dan dapat menembus sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, serta menyerang membran yang menyelubungi otak. Substansi racun dapat diproduksi oleh bakteri dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi, pada fesesnya terdapat kumpulan S. typhi yang dapat bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Bakteri tersebut tahan terhadap range temperatur yang luas sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

2. Memahami dan Menjelaskan Demam

2.1 Menjelaskan Definisi Demam

Demam adalah kenaikan temperatur tubuh. Anda demam bila hasil pengukuran suhu tubuh melalui anus melebihi 38 oC, suhu mulut (oral) melebihi 37,6 oC, suhu ketiak melebihi 37,5 oC. Suhu normal tubuh adalah 36,5-37,8 oC. Demam merupakan gejala, bukan penyakit, dan merupakan salah satu tanda bahwa terjadi suatu masalah pada tubuh kita dan tubuh kita sedang mengatasinya.

(http://www.hi-lab.co.id/index.php/our-advice/130-demam ) diakses tanggal: 01/04/2013 pukul : 22.47 WIB

2.2 Menjelaskan Klasifikasi Demam

Penyakit sering kali muncul berkaitan dengan pola demam, durasi demam, serta gejala khas yang lain, berikut adalah pola demam yang bisa menjadi acuan :

Demam Kontinyu yaitu demam yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Perubahan kala malam dari suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan. Terjadi pada Demam tifoid (durasi lebih dari 7 hari, mual,muntah, lidah kotor, gangguan pencernaan) dan Malaria Falciparum Malignan ( Riwayat bepergian daerah endemis, menggigil, reaksi perdarahan ).

Demam Remiten yaitu demam dengan penurunan suhu tiap siang hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri (anak-anak) dan belum spesifik untuk penyakit tertentu namun menggambarkan proses infeksi, penegakan diagnosa dilakukan sampai dengan durasi hari ke-3. Terjadi pada Infeksi Saluran Kemih (nyeri/rasa tidak tuntas saat BAK), Infeksi Saluran Nafas Atas (pilek, batuk, penyumbatan saluran nafas), Otitis Media (nyeri telinga, keluar cairan), Tonsilitis Faringitis & Laryngitis (nyeri telan, suara serau), Stomatitis Herpetika (radang pada rongga mulut), Demam Paska Imunisasi.

Demam Intermiten yaitu demam dimana suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis. Terjadi pada Malaria, Limfoma (kelainan kelenjar getah bening), Endokarditis (peradangan otot jantung).

Demam Bifasik yaitu demam dengan 2 episode yang berbeda (pelana kuda/ saddleback fever), demam pertama dengan durasi 2-3 hari, kemudian turun sampai dengan hari ke-5, kemudian demam lagi bahkan kenaikan suhu bisa lebih tinggi. Contoh klasik dari pola demam

Page 4: skenario 1 IPT

ini yaitu Demam Dengue (Demam berdarah, dengan tanda-tanda perdarahan di gusi, hidung, dan ruam kulit), Demam Kuning (warna kuning pada sclera mata), Poliomielitis (lumpuh layu), Cikungunya (nyeri sendi, dan lesi kulit bentuk koin), serta Leptospirosis (berasal dari tikus, bangkai, menyerang sistem syaraf pusat).

Demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk bebrapa hari yang diikuti kenaikan suhu kembali.

(http://www.hi-lab.co.id/index.php/our-advice/130-demam ) diakses tanggal: 01/04/2013 pukul : 22.47 WIB

2.3 Menjelaskan Patofisiologi Demam

Demam diawali dengan masuknya zat toksik (mikroorganisme) ke dalam tubuh. Umumnya mikroorganisme membawa toksin ke dalam tubuh yang bernama pirogen eksogen. Sebagai respon, tubuh mengeluarkan lebih banyak sel-sel fagositosis (makrofag) yang menghasilkan pirogen endogen. Pirogen endogen merupakan suatu bahan kimia yang selain membantu melawan infeksi, juga merangsang sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan asam arakhidonat dengan bantuan enzim fosfolipase A2. Asam ini akan memacu pengeluaran prostaglandin (PGE2) dengan bantuan enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin mempengaruhi kerja hipotalamus untuk menaikkan titik patokan suhu tubuh. Seiring dengan menaikkan patokan suhu tubuh, akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga tidak terjadi pengeluaran panas. Saat itu tubuh merasa berada pada suhu dibawah normal, sehingga terjadilah respon menggigil. Contohnya yaitu jika titik patok tubuh naik ke 38 C, maka tubuh yang awalnya bersuhu 3 C merasa berada di bawah normal. Jika suhu sudah mencapai titik patokan maka kita tidak akan merasa dingin lagi. Saat itulah dapat dikatakan sebagai demam.

Suhu tubuh yang tinggi dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Setelah penyebab demam hilang, hipotalamus sebagai thermostat akan mengembalikan suhu ke semula. Banyak bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi pada manusia hidup subur pada suhu 3 C. Meningkatkan suhu tubuh beberapa derajat dapat membantu tubuh memenangkan pertempuran melawan bakteri dan virus tadi. Selain itu demam akan mengaktifkan system kekebalan tubuh untuk membuat lebih banyak sel darah putih, antibodi dan zat-zat lain untuk melawan infeksi.

(http://www.hi-lab.co.id/index.php/our-advice/130-demam ) diakses tanggal: 01/04/2013 pukul : 22.47 WIB

2.4 Menjelaskan Manifestasi Klinik Demam

Suhu tubuh lebih dari  37.8 °C.

2.5 Menjelaskan Penatalaksanaan Demam

Page 5: skenario 1 IPT

Pada beberapa demam memang memerlukan pengobatan medis, terutama pada anak (mengurangi risiko komplikasi : kejang, dehidrasi, sepsis, dll) namun pada beberapa demam non infeksi, pengaturan suhu tubuh akan normal dengan sendirinya, berikut beberapa tips yang dapat dilakukan :

• Minum air putih yang cukup untuk mengurangi dehidrasi yang terjadi

• Gunakan pakaian yang ringan dan ganti baju jika berkeringat sehingga panas dapat keluar lewat kulit

• Jika kedinginan atau menggigil, selimuti dengan selimut tipis

• Mengurangi aktifitas. Terlalu banyak aktifitas dapat memperburuk demam, dengan meningkatkan metabolisme dan meningkatkan pengaturan suhu tubuh

(http://www.hi-lab.co.id/index.php/our-advice/130-demam ) diakses tanggal: 01/04/2013 pukul : 22.47 WIB

3. Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid

3.1 Menjelaskan Definisi Demam Typhoid

Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi dari Salmonella enterica subspecies enterica serotype Typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemic di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.

3.2 Menjelaskan Epidemiologi Demam Typhoid

Banyak ditemukan di Negara berkembang atau di Negara endemik dimana kehigienisan pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang.

Prevalensi tergantung : Lokasi, kondisi lingkungan, perilaku masyarakat

Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia.Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang wabah.Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.Walaupun demam tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti.

Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah.Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan S. typhi : pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman pergram tinja.

Page 6: skenario 1 IPT

Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah nonendemik.Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun.Disfungsi kandung empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier.Kuman-kuman S. typhi berada didalam batu empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang menahun.

3.3 Menjelaskan Etiologi Demam Typhoid

Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, dan Salmomella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. Pada Salmonella paratyphi biasanya dampaknya lebih ringan.Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering.

3.4 Menjelaskan Patofisiologi Demam Typhoid

Kuman S. typhi masuk ke tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini terjadi komplikasi yaitu, pendarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi.Lalu kuman S. typhi kemudian menembus ke lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang juga mengalami hipertropi.Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S. typhi masuk kealiran darah melalui duktus thoracicus. Kuman-kuman S. typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S. typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotial. Ditempat ini kuman difagosit oleh sel sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi. Demam tifoid (5-9 hari) kuman kembali masuk ke darah kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut kembali dikeluarkan dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus.

Endotoksin S. typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat S. typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S. typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

Setelah melalui asam lambung, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi II.

Page 7: skenario 1 IPT

Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll.

3.5 Menjelaskan Manifestasi Klinik Demam Typhoid

Orang yang terinfeksi dengan tifoid mungkin mengalami gejala yang ringan atau parah. Gejala deman tifoid mungkin termasuk demam, sakit kepala, umumnya terasa kurang enak, kurang nafsu makan dan batuk kering. Nadi menurun dan limpa membesar. Penderita mendapat bintik-bintik merah pada badan. Konstipasi atau diare mungkin terjadi. Gejala mulai 1 sampai 3 minggu setelah infeksi. Ada orang yang tidak mengalami gejala.

Masa inkubasi rata-rata 7 – 14 hari. Manifestasi klinik pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi. Demam adalah gejala yang paling konstan di antara semua penampakan klinis. Gejala timbul tiba tiba atau berangsur angsur. Penderita Demam tifoid merasa cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit kepala, rasa tak enak di perut dan nyeri seluruh tubuh.

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare atau sulit buang air beberapa hari, sedangkan pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat dan menetap. Demam pada Demam tifoid umumnya berangsur angsur naik selama minggu pertama, demam terutama pada sore hari dan malam hari (bersifat febris reminent).

Setelah minggu ke dua maka gejala menjadi lebih jelas demam yang tinggi terus menerus(febris kontinua) kemudian turun secara lisis. Demam ini tidan hilang dengan pemberian antipiretik, tidak ada menggigil dan tidak berkeringat. Kadang kadang disertai epiktasis. Selain itu disertai dengan nafas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir kering pecah-pecah /terkupas, lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan dan tremor, pembesaran hati dan limpa dan timbul rasa nyeri bila diraba, perut kembung. Anak nampak sakit berat, disertai gangguan kesadaran dari yang ringan letak tidur pasif, acuh tak acuh (apati) sampai berat (delier, koma).

Gangguan gastrointestinal : bibir kering dan pecah pecah, lidah kotor, berselaput putih dan pinggirnya hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Limpa membesar dan lunak dan nyeri pada penekanan. Pada permulaan penyakit umumnya terjadi diare, kemudian menjadi obstipasi.

Demam tifoid yang berat memberikan komplikasi perdarahan, kebocoran usus (perforasi), infeksi selaput usus (peritonitis), renjatan, bronkopnemoni dan kelainan di otak (ensefalopati, meningitis).

Jadi ada tiga komponen utama dari gejala demam tifoid yaitu:

1. Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari),

2. Gangguan saluran pencernaan

3. Gangguan susunan saraf pusat/ kesadaran

Page 8: skenario 1 IPT

3.6 Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Demam Typhoid

Pemeriksaan leukosit

Jika jumlah leukosit rendah (leukopenia): diagnosis untuk demam tifoid Leukosit bisa meningkat pada anak-anak atau terdapat komplikasi perforasi intestinal dan infeksi sekunder.Hb biasanya normal.Namun, jika terjadi pendarahan, Hb bisa turun dibawah nilai normal.Selain itu, dapat juga ditemukan trombosit turun dan laju endap darah tinggi.

Pemeriksaan SGOT dan SGPT

Pada tes fungsi hati terjadi peningkatan ringan enzim-enzim hati seperti peningkatan SGOT, SGPT, & alkaline phosphatase. Biakan darah / kultur biakan (gold standart) Kultur biakan merupakan standar baku untuk diagnosis demam tifoid. Sampel darah pasien diambil untuk dikembangbiakan dalam biakan empedu (gall culture).

Jika hasil (+) : diagnosis pasti untuk demam tifoid

Jika hasil (-) : belum tentu bukan demam tifoid

Salah satu kekurangan pemeriksaan ini adalah hasilnya baru bisa diketahui 7 hari setelah pengambilan sampel darah. Selain sampel darah, bahan untuk kultur juga bias diambil dari urin, tinja, dan sumsum tulang (jarang dilakukan karena prosedurnya terlalu invasif).

Uji Serologi

Pemeriksaan serologi : tes widal, tes typhidot, & tes typhidot-M.

Tes widal

Digunakan untuk mendiagnosis demam tifoid. Namun, pemeriksaan ini dapat menjadi bervariasi.Tes widal dapat memberikan hasil (+) palsu atau (-) palsu. Faktor yang mempengaruhi tes ini adalah pernah mendapatkan imunisasi tifus, reaksi silang dengan spesies lain (enterobacteriacea sp), atau pernah terinfeksi salmonella typhi. Apabila demam tifoid hanya ditegakkan dengan tes widal, maka tidak jarang terjadi overdiagnosis.

Tes typhidot & typhidot-M

Lebih unggul daripada tes widal.tes typhidot mendeteksi antibody total (IgM dan IgG) salmonella typhi sehingga tidak bisa membedakan antara infeksi akut dengan infeksi yang telah lampau. Sedangkan tes typhidot-M, mendeteksi hanya IgM salmonella typhi dan menunjukkan adanya infeksi akut. Namun, tes typhidot-M tidak dapat menggantikan kultur darah yang merupakan standar baku diagnosis demam tifoid.Tes typhidot-M (+), maka diduga demam tifoid.

3.7 Menjelaskan Komplikasi Demam Typhoid

Pada usus dapat menimbulkan perdarahan, perforasi dan peritonitis. Diluar usus dapat menimbulkan meningitis tifosa, osteomilitis, kolesistis. Mungkin pula terjadi infeksi sekunder pada-paru sebagai bronkopneumonia.

Page 9: skenario 1 IPT

a. Komplikasi intestinal

1. Perdarahan Intesnal

2. Perforasi usus

b. Komplikasi ekstraintestinal

1. Komplikasi Hematologi

2. Hepatitis tifosa

3. Pankreatitis tifosa

4. Miokarditis

3.8 Menjelaskan Penatalaksanaan Demam Typhoid

Penatalaksanaan demam tifoid terdiri dari pengobatan dan perawatan yang bertujuan untuk mempercepat penyembuhan, menencegah terjadinya komplikasi penyakit serta mencegah agar penyakit tidak kambuh kembali.  Sampai saat ini ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan demam tifoid

1. Istirahat dan perawatan

Tujuan dari ini adalah untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Istirahat ini adalah maksudnya tirah baring di tempat tidur. Perawatan yaitu adalah kebersihan tempat tidur, pakaian,makanan/minuman dan perlengkapan lain yang dipakai. 

2. Diet dan terapi penunjang

Sebaiknya konsumsi makanan yang tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang dan menimbulkan gas, dan makanan lunak. Untuk kembali ke makanan yang “normal” dilakukan secra bertahap tergantung dari tingkat kesembuhannya.

3. Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik ini dilakukan oleh dokter.

3.9 Menjelaskan Pencegahan Demam Typhoid

Sanitasi dan kebersihan adalah langkah penting yang dapat diambil untuk mencegah tifus. Tifoid tidak mempengaruhi hewan dan karena transmisi hanya dari manusia ke manusia.

Tifoid hanya dapat menyebar di lingkungan di mana kotoran manusia atau urine dapat datang ke dalam kontak dengan air makanan atau minum. Hati-hati persiapan makanan dan mencuci tangan sangat penting untuk mencegah tifus.

Sebuah vaksin melawan demam tifoid dikembangkan selama Perang Dunia II oleh Ralph Walter Graystone Wyckoff.

Page 10: skenario 1 IPT

Ada dua vaksin yang saat ini direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia untuk pencegahan tifoid: ini adalah, hidup lisan Ty21a vaksin (dijual sebagai''Berna Vivotif'') dan vaksin tifoid polisakarida injeksi (dijual sebagai''Typhim Vi'' oleh Sanofi Pasteur dan''''Typherix oleh GlaxoSmithKline). Keduanya adalah antara 50% sampai 80% pelindung dan dianjurkan untuk wisatawan ke daerah mana typhoid adalah endemik. Penguat direkomendasikan setiap 5 tahun untuk vaksin oral dan setiap 2 tahun untuk bentuk injeksi.

Terdapat menewaskan lebih tua seluruh sel vaksin yang masih digunakan di negara-negara di mana persiapan yang lebih baru tidak tersedia, tetapi vaksin ini tidak lagi dianjurkan untuk digunakan, karena memiliki tingkat yang lebih tinggi efek samping (terutama nyeri dan peradangan di situs injeksi).

(http://www.news-medical.net/health/Typhoid-Prevention-(Indonesian).aspx) diakses tanggal 02/04/2013 pukul: 23.38 WIB

Editor: Sudoyo W., Aru, et al (2010). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

4. Memahami dan Menjelaskan Antibiotik Untuk Salmonella

4.1 Menjelaskan Definisi Antibiotik Untuk Salmonella

Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan fungi.

(http://www.tusfiles.net/f8lf83915for) diakses tanggal 03/04/2013 pukul 5.41 WIB

4.2 Menjelaskan Macam-Macam Antibiotik Untuk Salmonella

Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:1.   Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap bakteri.2.   Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.

Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-macam, namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan bakteri. Oleh karena itu mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses biokimia di dalam organisme dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan antibiotik sebagai berikut:1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Beta-laktam, Penicillin, Polypeptida, Cephalosporin, Ampicillin, Oxasilin.

a) Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada enzim DD transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri, sehingga dengan demikian akan melemahkan dinding sel bakteri Hal ini mengakibatkan sitolisis karena ketidakseimbangan

Page 11: skenario 1 IPT

tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan autolysins yang mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan Penicillin) hanya efektif terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar (outer membran) yang terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya tak mampu menembus dinding peptidoglikan.

b) Penicillin meliputi natural Penicillin, Penicillin G dan Penicillin V, merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel dan digunakan untuk penyakit-penyakit seperti sifilis, listeria, atau alergi bakteri gram positif/Staphilococcus/Streptococcus. Namun karena Penicillin merupakan jenis antibiotik pertama sehingga paling lama digunakan telah membawa dampak resistansi bakteri terhadap antibiotik ini. Namun demikian Penicillin tetap digunakan selain karena harganya yang murah juga produksinya yang mudah.

c) Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin. Ketiganya bersifat bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin sama-sama menghambat sintesis dinding sel. Bacitracin digunakan untuk bakteri gram positif, sedangkan Vancomycin digunakan untuk bakteri Staphilococcus dan Streptococcus. Adapun Polymixin B digunakan untuk bakteri gram negatif.

d) Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki mekanisme kerja yang hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Normalnya sintesis dinding sel ini diperantarai oleh PBP (Penicillin Binding Protein) yang akan berikatan dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk jembatan peptidoglikan. Namun keberadaan antibiotik akan membuat PBP berikatan dengannya sehingga sintesis dinding peptidoglikan menjadi terhambat.

e) Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada Ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri gram negatif.

f) Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin, merupakan antibiotik bakterisidal yang digunakan untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan Methicillin dan Oxacillin biasanya untuk bakteri gram positif yang telah membentuk kekebalan (resistansi) terhadap antibiotik dari golongan Beta-laktam.

g) Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki spektrum sasaran yang lebih luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem. Ketiganya bersifat bakterisidal.

2. Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Quinolone, Rifampicin, Actinomycin D, Nalidixic acid, Lincosamides, Metronidazole.

a) Quinolone merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara masuk melalui porins dan menyerang DNA girase dan topoisomerase sehingga dengan demikian akan menghambat replikasi dan transkripsi DNA. Quinolone lazim digunakan untuk infeksi traktus urinarius.

b) Rifampicin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan cara berikatan dengan β-subunit dari RNA polymerase sehingga menghambat transkripsi RNA dan pada akhirnya sintesis protein. Rifampicin umumnya menyerang bakteri spesies Mycobacterum.

Page 12: skenario 1 IPT

c) Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki mekanisme kerja yang sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid banyak digunakan untuk penyakit demam tipus.

d) Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S  dan banyak digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba Pseudomemranous colitis. Contoh dari golongan Lincosamides adalah Clindamycin.

e) Metronidazole merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh anaeroba dan berefek menghambat sintesis DNA.

3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Macrolide, Aminoglycoside, Tetracycline, Chloramphenicol, Kanamycin, Oxytetracycline.

a) Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein. Peristiwa ini bersifat bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat bakteriosidal. Macrolide biasanya menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan ke tempat terjadinya infeksi. Macrolide biasanya digunakan untukDiphteria, Legionella mycoplasma, dan Haemophilus.

b) Aminoglycoside meliputi Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin, merupakan antibiotik bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30S/50S sehingga menghambat sintesis protein. Namun antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram negatif.

c) Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi protein. Namun antibiotik jenis ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan gigi menjadi berwarna dan dampaknya terhadap ginjal dan hati.

d) Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat sintesis protein dan biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella.

4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Contohnya antara lain Ionimycin dan Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan kebocoran sel.

5. Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine.

a) Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS). Dengan dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri. Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif asam folat, di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein. Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis.

b) Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui penghambatan metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide. Trimetophrim akan menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya dibutuhkan untuk mengubah dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF).

Page 13: skenario 1 IPT

c) Azaserine (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan antibiotik yang dikenal sebagai purin-antagonis dan analog-glutamin. Azaserin mengganggu jalannya metabolisme bakteri dengan cara berikatan dengan situs yang berhubungan sintesis glutamin, sehingga mengganggu pembentukan glutamin yang merupakan salah satu asam amino dalam protein.

Yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah dosis serta jenis antibiotik yang diberikan haruslah tepat. Jika antibiotik diberikan dalam jenis yang kurang efektif atau dosis yang tanggung maka yang terjadi adalah bakteri tidak akan mati melainkan mengalami mutasi atau membentuk kekebalan terhadap antibiotik tersebut.

(http://www.tusfiles.net/f8lf83915for) diakses tanggal 03/04/2013 pukul 5.41 WIB

4.3 Menjelaskan Farmakodinamik Antibiotik Untuk Salmonella

KloramfenikolKloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air dan rasanya sangat

pahit. Efek antimikroba ,kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil tranferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Pada konsentrasi tinggi kloramgenikol kadand-kadang bersifat bakteriasid. Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi Mycoplasma, Bartonella, Treponema, Brucella dan kebanyakan bakteri anaerob.Tiamfenikol

Dosis dan efektifitas tiamfenikol Terhadap demam tifoid hampir sama dengan kloremfenikol,akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia plastik lebih rendah dibandingkan kloramfenikol.Kontrimoksazol

Kombinasi trimetoprin dengamn sulfmotoksazol menghambat reaksi enzim obligat sehingga memberi efek sinergi.Kombinasi ini dikenal dengan nama kontrimoksazol. Sulfanamid menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekul asam folat dan trimetoprim yang menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.Trimetoprin menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat selektif.Golongan Fluorokuinolon

Fluorokinolon menghambat enzim topoisomerase II dan VI pada kuman.Enzim tropoimenase berfungsi berfungdi menimbulkan relaksasi pada DNA yang mengalami positive supercoiling (pilihan positif yang berlebihan) padaktu transkripsi dalam proses replikasi DNA. Topoimerase VI berfungsi dalm pemisahan DNA baru yang terbentuk setelah proses replikasi DNA kuman selesai.

4.4 Menjelaskan Farmakokinetik Antibiotik Untuk Salmonella

KloramfenikolPemberian kloramfenikol melalui oral akan diserap secara cepat, kadar puncak dalam

darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasnya diberikan dalam bentuk ester kloramfenikol palmitat yang rasanya tidak pahit. Pemberian secara parental digunakan kloramfenikol suksinat yang dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol. Masa paruh kloramfenikol pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam.

Page 14: skenario 1 IPT

Kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asam glukuronat oleh enzim glukoronil tranferase,oleh karena itu waktu paruh memanjang pada orang yang terkena gangguan faal hati . Sebagian kloramfenikol mengalami reduksi menjadi senyawa aril-amin yang tidak aktif lagi.Dalam waktu 24 jam kloramfenikol yang diberi secara oral 80-90 % dieksresikan melalui ginjal.Hanya 5-10 % dalam bentuk aktif ,sisanya terdapat dalam bentuk glukuronat atau hidrolisat yang tidak aktif.Bentuk aktifnya terutama dieksresikan melalui filtrat glomerulus sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus.Tiamfenikol

Obat ini diserap dengan baik pada pemberian per oral dan penetrasi baik ke saluran serebrospinal,tulang maupun sputum.Berbeda dengan kloramfenikol obat ini diksresikan melalui urin,oleh karena itu dosis hars dikurangi pada pasien payah ginjal.Kontrimoksazol

Rasio kada sulfametoksazol dan trimetoprim yang ingin dicapai di dalam darah adalah 20:1, Trimetoprin cepat di distribusikan ke dalam jaringan dan sekitar 40% terikat pada protein plasma dengan adanya sulmfametoksazol.Trimetoprin dan sulfametoksazol dieksresikan melalui urin dalam 24 jam setelah pemberian.Golongan Fluorokuinolon

Fluorokinolon diserap dengan baik oleh saluran cerna dan hanya sedikit yang terikat dengan protein.Dalam urin semua luorokinolon mencapai kadar melampaui kadar hambat minimal untuk kebanyakan kuman patogen selama minimal 12 jam.

4.5 Menjelaskan Indikasi Antibiotik Untuk Salmonella

Klorafenikol

Pengobatan tifus (demam tifoid) dan paratifoid, infeksi berat karena Salmonella sp, H. influenza (terutama meningitis), rickettzia, limfogranuloma, psitakosis, gastroenteristis, bruselosis, disentri.

4.6 Menjelaskan Kontra Indikasi Antibiotik Untuk Salmonella

KloramfenikolKehamilan, porfiria, dan defisiensi enzim G6PD.KontrimoksazolPenderita gangguan hati, ginjal, hamil, menyusui, dan bayi kurang dari 2bulan.

4.7 Menjelaskan Efek Samping Antibiotik Untuk Salmonella

KloramfenikolReaksi hematologik (leukopeni), mual, muntah, diare, glositis, syndrom Gray (pada

neonates ditandai dengan muntah,tidak mau menyusu,pernapasan cepat dan tidak teratur,perut kembung,diare dengan tinja warna hijau,bayi lemas dan berwarna keabu-abuan.Tiamfenikol

Depresi eritropoesis, leukopenia dan peningkatan kadar serum ion. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500, demam rata-rata turun pada hari kelima sampai keenam.Kontrimoksazol

Obat ini dapat menimbukan efek samping berupa mual, muntah ,diare, kepala pusing, depresi , halusinasi dan anemia.

Page 15: skenario 1 IPT

Golongan FluorokuinolonObat ini bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, rasa tudak enak di perut, kejang, dan

delirium.

Editor: Gunawan Gan, Sulistia, et al (2011). Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.