tugas mandiri seknario 1 ipt

48
1.MM Demam 1.1 Definisi 1.2 Jenis 1.3 Penyebab 1.4 Mekanisme 2.MM Salmonella Typhi 2.1 Definisi 2.2 Morfologi 2.3 Jenis 2.4 Cara Infeksi 2.5 Penyakit 3. MM Demam Typhoid 3.1 Definisi 3.2 Penyebab 3.3 Gejala 3.4 Mekanisme 3.5 Cara Pemeriksaan 3.6 Penatalaksanaan 4. MM Farmakologi 1

Upload: rayyan-fitriasa

Post on 05-Jan-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

1.MM Demam

1.1 Definisi

1.2 Jenis

1.3 Penyebab

1.4 Mekanisme

2.MM Salmonella Typhi

2.1 Definisi

2.2 Morfologi

2.3 Jenis

2.4 Cara Infeksi

2.5 Penyakit

3. MM Demam Typhoid

3.1 Definisi

3.2 Penyebab

3.3 Gejala

3.4 Mekanisme

3.5 Cara Pemeriksaan

3.6 Penatalaksanaan

4. MM Farmakologi

1

Page 2: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

LO.1.1 Definisi demam

Peningkatan suhu tubuh diatas normal. Hal ini dapat disebabkan oleh stres fisiologik, eperti pada ovulasi, sekresi hormon tiroid berlebihan, atau olahraga berat, oleh lesi sistem saraf pusat atau infeksi mikroorganisme, atau oleh sejumlah proses non-infeksi, misalnya radang atau pelepasan bahan tertentu, seperti pada leukemia. Disebut juga pyrexia. (Dorland, 2010)

Demam adalah peningkatan abnormal suhu badan rektal minimal 380C. demam merupakan tanda adanya masalah yang menjadi penyebab, bukan suatu penyakit dan tidak terjadi dengan sendirinya. (Muscari ME, 2005)

Demam adalah suhu rektal yang lebih dari 380C (100,40F). suhu normal dapat berfluktuasi sepanjang hari, berkisar antara 36,10C–380C (970F–100,40F). Umumnya tubuh pada anak-anak lebih tinggi, kemudian menurun hingga pada tingkat dewasa pada usia 13–14 tahun pada anak perempuan, dan 18 tahun pada anak laki-laki. (Drwal-Klein dan Phelps)

LO.1.2 Klasifikasi demam

Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah. Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs. Tabel 1. dan Tabel 2. memperlihatkan tiga kelompok utama demam yang ditemukan di praktek pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan.Tabel 1. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik

Klasifikasi Penyebab terseringLama demam pada umumnya

Demam dengan

localizing signsInfeksi saluran nafas atas <1 minggu

Demam tanpa

localizing signs

Infeksi virus, infeksi

saluran kemih<1minggu

Fever of unknown

origin

Infeksi, juvenile idiopathic

arthritis>1 minggu

Tabel 2. Definisi istilah yang digunakan

2

Page 3: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Istilah Definisi

Demam dengan localization

Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Demam tanpa localization

Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya

Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk, cyanosis, hipo atau hiperventilasi

Infeksi bakteri serius

Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia

Bakteremia dan septikemia

Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah, dibuktikan dengan biakan darah yang positif, septikemia menunjukkan adanya invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan disfungsi organ

1) Demam dengan localizing signs

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada kategori ini (Tabel 3.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.

Tabel 3. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs

Kelompok PenyakitInfeksi saluran nafas atas

ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis herpetika

Pulmonal Bronkiolitis, pneumoniaGastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitisSistem saraf pusat

Meningitis, encephalitis

Eksantem Campak, cacar airKolagen Rheumathoid arthritis, penyakit KawasakiNeoplasma Leukemia, lymphoma

3

Page 4: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Tropis Kala azar, cickle cell anemia

2) Demam tanpa localizing signs

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 4. menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.1 Demam tanpa localizing signs umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.

Tabel 4. Penyebab umum demam tanpa localizing signs

Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis

Sebagian besar virus (HH-6)

Infeksi saluran kemih

Malaria

Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis

Tampak baik, CRP normal, leukosit normal

Dipstik urine

Di daerah malaria

PUO (persistent pyrexia of unknown origin) atau FUO

Juvenile idiopathic arthritis

Pre-articular, ruam, splenomegali, antinuclear factor tinggi, CRP tinggi

Pasca vaksinasi

Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan dengan waktu vaksinasi

Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis eksklusi

3) Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1 minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.

4

Page 5: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Etiologi demam

Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit).Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, nekrosis jaringan, neoplasma, inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit melepaskan “zat penyebab demam (pirogen endogen)” yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam. (Sherwood, 2004)

1. Penyebab infeksi: infeksi piogenik infeksi bakteri sistemik infeksi jamur infeksi intravascular infeksi riketsia,chlamydia dan mikoplasma-infeksi virus infeksi parasit-infeksi mycobacterium

2. Penyebab non-infeksi: neoplasma nekrosis jaringan kelainan kolagen vascular emboli paru/trombosis vena dalam obat,metabolisme

Manifestasi klinis demam

Tergantung dari apa yang menyebabkan demam, gejala yang sering menyertai demam antara lain:1. Berkeringat2. Menggigil3. Sakit kepala4. Nyeri otot5. Nafsu makan menurun6. Lemas7. DehidrasiDemam yang sangat tinggi, lebih dari 39 derajat celcius, dapat menyebabkan:1. Halusinasi2. Kejang

(Nelwan, 2009)

1.4 Patogenesis demam

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh akibat dari peradangan atau infeksi. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh.

Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme

5

Page 6: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen.

Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).

Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Selain itu vasokontriksi kulit juga berlangsung untuk mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Adanya proses menggigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam. (Sherwood, 2004)

Pola demam

Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna.

Tabel 5. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

Pola demam Penyakit

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis

Hektik atau

septik

Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian Malaria karena P.vivax

6

Page 7: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis,

beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau

periodik

Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:

a. Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

b. Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

7

Page 8: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

c. Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

d. Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

e. Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.

f. Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

g. Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

h. Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

i. Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

j. Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

k. Relapsing fever dan demam periodik: Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval

regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

8

Page 9: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Gambar 5. Pola demam malaria

Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.

Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

9

Page 10: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

L2.1. Memahami dan menjelaskan bakteri Salmonella typhi

LO.2.1 Siklus hidup Salmonella typhi

Salmonella merupakan bakteri batang gram-negatif. Karena habitat aslinya yang berada di dalam usus manusia maupun binatang, bakteri ini dikelompokkan ke dalam enterobacteriaceae.

Isolasi dari mikroorganisme Salmonella pertama sekali dilaporkan pada tahun 1884 oleh Gaffky dengan nama spesies Bacterium thyposum. Kemudian, pada tahun 1886 perkembangan nomenklatur semakin kompleks karena peranan Salmon dan Smith serta sempat menjadi bahan pembicaraan yang rumit. Bahkan dalam perkembangannya, Salmonella menjadi bakteri yang paling kompleks dibandingkan enterobacteriacea lain, oleh karena bakteri ini memiliki lebih dari 2400 serotipe dari antigen bakteri ini.

Walaupun begitu banyak serotip dari Salmonella, namun telah disepakati bahwa hanya terdapat dua spesies, yakni S. bongori dan S. typhi dengan enam subspesies :

1. S. typhi subsp. typhi (I)2. S. typhi subsp. salamae (II)3. S. typhi subsp. arizonae (IIIa)4. S. typhi subsp. diarizonae (IIIb)5. S. typhi subsp. houtenae (IV)6. S. typhi subsp. indica (VI)

Penyebaran dan Siklus hidup Salmonella typhi

Infeksi terjadi dari memakan makanan yang tercontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Sal. typhimurium dari organisme pembawa (hosts).

Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimurium menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan.

Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus

10

Page 11: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

pada wanita atau hewan betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak.

Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh.

Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya terdapat kumpulan Sal. typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu- minggu atau berbulan-bulan.

Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

LO.2.2 Klasifikasi Salmonella typhi

Klasifikasi salmonella sangat rumit karena organisme tersebut merupakan rangkaian kesatuan dan bukan tertentu. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan berdasarkan epidemiologi, jangkauan pejamu, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, dan Vi. Terdapat lebih dari 2500 serotip Salmonella, termasuk lebih dari 1400 dalam kelompok hibridasi DNA grup I yang dapat menginfeksi manusia. Hampir semua Salmonella yang menyebabkan penyakit pada manusia dapat diidentifikasikan di laboraturium klinis melalui pemeriksaan biokimia dan serologik.( Jawetz, 2008) Serotip tersebut adalah sebagai berikut: Salmonella paratyphi A (serogrup A) Salmonella paratyphi B (serogrup B) Salmonella cholerasuis (serogrup C1) Salmonella typhi (serogrup D)

Penentuan serotipe didasarkan atas reaktivitas antigen O dan antigen H bifasik.Berdasarkan penelitian hibridisasi DNA, klasifikasi taksonomik resmi meliputi genus Salmonella dengan subspecies dan genus Arizona dengan subspesies.

Tabel 6. Contoh rumus antigenik salmonella

Golongan O Seriotip Formula antigenikD S typhi 9,12 (vi):d:-A S paratyphi A 1,2,12:a-C1 S choleraesuis 6,7: c:1,5B S typhimurium 1,4,5,12:i:1,2D S enteritidis 1,9,12:g,m:-

 (Soebandrio, 2008)

LO.2.3 Morfologi Salmonella typhi

Berbentuk batang, tidak berspora, bersifat negatif pada pewarnaan Gram. Ukuran Salmonella bervariasi 1–3,5 µm x 0,5–0,8 µm. Besar koloni rata-rata 2–4 mm. Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrik.

11

Page 12: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15–41oC (suhu pertumbuhan optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 6–8.

Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu. Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN. Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa. Menghasikan H2S. Antigen O: bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit

polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigan O resisten terhadap panas dan alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama adalah IgM.

Antigen Vi atau K: terletak di luar antigen O, merupakan polisakarida dan yang lainnya merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O, dan dapat berhubungan dengan virulensi. Dapat diidentifikasi dengan uji pembengkakan kapsul dengan antiserum spesifik.

Antigen H: terdapat di flagel dan didenaturasi atau dirusak oleh panas dan alkohol. Antigen dipertahankan dengan memberikan formalin pada beberapa bakteri yang motil. Antigen H beraglutinasi dengan anti-H dan IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagel (flagelin). Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi antigen O.

LO.2.4 Cara penularan Salmonella typhi

Salmonella adalah bakteri yang bersifat patogen (dapat menimbulkan penyakit) pada hewan maupun manusia, yang dapat ditularkan melalui makanan. Namun, bakteri ini membutuhkan sejumlah besar gen untuk menjadi patogen, yang terdistribusi pada kromosom.

Pada Salmonella typhi misalnya, paling tidak dibutuhkan 60 gen untuk bisa merusak. Kebutuhan yang begitu banyak ini diduga merefleksikan siklus hidup yang kompleks pada hewan yang terinfeksi.

Salmonella secara tipikal masuk tubuh inang melalui air atau makanan terkontaminasi, dan mampu bertahan pada pH asam lambung sebelum "menempel" sel epitel usus. Salmonella yang bersifat invasif dan dapat menyebabkan penyakit sistemik, juga bisa bertahan hidup dalam darah dan berkembang biak dalam hati dan limpa.

Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonella. Berikut adalah sumber-sumber infeksi yang penting Air, kontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yang luas Susu dan produk susu lainnya (es krim, keju, puding), kontaminasi dengan feses

dan pasteurisasi yang tidak adekuat atau penanganan yang salah. Beberapa wabah dapat ditelusuri sampai sumber kumannya

Kerang, dari air yang terkontaminasi Telur beku atau dikeringkan, dari unggas yang terinfeksi atau kontaminasi saat

pemrosesan Daging dan produk daging, dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak) atau

kontaminasi oleh feses melalui hewan pengerat atau manusia Obat “rekreasi”, mariyuana dan obat lainnya

12

Page 13: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Pewarnaan hewan, pewarnaan (misal, carmine) digunakan untuk obat, makanan, dan kosmetik

Hewan peliharaan, kura-kura, anjing, kucing, dll

Sifat Salmonella typhi

Salmonella typhi mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.

a. Struktur AntigenEnterobacteri memiliki struktur antigenik yang kompleks. Enterobakteri digolongkan berdasarkan lebih dari 150 antigen somatik O (liposakarida) yang tahan panas, lebih dari 100 antigen K (kapsular) yang tidak tahan panas dan lebih dari antigen H (flagela). Pada Salmonella thypi antigen kapsular disebut antigen vi. Antigen O  bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit

polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigen O resisten terhadap panas, alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi pada antigen O terutama adalah IgM.

Antigen H terdapat di flagela dan didenaturasi atau dirusak oleh panas atau alkohol. Antigen ini dipertahankan dengan memberikan formalin pada varian bakteri yang motil. Antigen H seperti ini beraglutinasi dengan antibodi anti-H terutama IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagella (flagelin). Didalam satu seriotip, antigen flagel terdapat dalam satu / dua bentuk disebut fase 1 dan fase 2. Organisme ini cenderung berganti dari satu fase ke fase lain yang disebut variasi fase. Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi O.

Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis dan berstruktur kimia protein.

LI.3. Memahami dan menjelaskan demam tifoidLO.3.1 Definisi demam tifoid

Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut typhus atautypes dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteriSalmonella typhi, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama

13

Page 14: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

menyerangbagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada dimasyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa.

Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella thypi. (widoyono 2011)

LO.3.2 Etiologi demam tifoid

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi yang merupakan basil Gram-negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakulatif anaerob, Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Sementara demam paratifoid yang gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih ringan, disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60ºC (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan bahan tinja. (Karnasih et al, 1994)Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:1. Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen

protein, lipopolisakarida dan lipid. Sering disebut endotoksin.2. Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur

kimia protein.3. Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi

fagositosis dan berstruktur kimia protein.

LO.3.3 Manifestasi klinis demam tifoid

Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berkepanjangan yaitu setinggi 39º C hingga 40º C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan meradang. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam.

Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari

14

Page 15: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Umumnya terjadi gangguan pendengaran, lidah tampak kering, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, dan mulai kacau jika berkomunikasi.

Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana septikemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas, dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

LO.3.4 Patogenesis demam tifoid

Masuknya kuman Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella paratyphi (S.paratyphi) ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (teutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika. Selanjutnya memalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulai darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama di hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-el fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang

15

Page 16: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.

Didalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu dieksresikan ecara intermiten kedalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala rekasi inflamasi istemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, intabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.

Didalam plah Peyeri makrofag hiperaktif manimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi rekasi sensitivitas tipa lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah disekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patoligis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikai seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

LO.3.5 Diagnosis demam tifoid

A. Spesimen1. Darah

Harus diambil berulang kali. Pada demam enterik dan septikemia, biakan darah sering positif dalam minggu pertama penyakit.

2. Sumsum tulang3. Urin

Biakan ini dapat positif setelah minggu kedua4. Feses

Harus diambil berulang. Pada demam enterik, feses akan memberikan hasil positif mulai minggu kedua/ketiga. Pada enterokolitis selama minggu pertama.

5. Drainase duodenumBiakan ini positif akan menunjukkan adanya Salmonella di traktus biliar pada orang carrier

B. Metode Bakteriologik untuk isolasi Salmonella1. Biakan pada medium diferensial

Medium EMB, MacConkey, atau deoksikolat memungkinkan deteksi cepat organisme yg tidak memfermentasikan laktosa. Medium bismuth sulfit memungkinkan deteksi cepat salmonella yg membentuk koloni hitam karena produksi H2S.

2. Biakan pada medium selektif

16

Page 17: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Spesimen diletakkan pada agar salmonella-shigella (SS), agar Hektoen, XLD, atau agar deoksikolat-sitrat, yg membantu pertumbuhan salmonella dan shigella melebihi Enterobacteriaceae lain.

3. Biakan pada medium yang diperkayaSpesimen (feses) juga diletakkan didalam selenit F atau kaldu tetraionat, keduanya menghambat replikasi bakteri normal usus dan memungkinkan multiplikasi salmonella, lalu inkubasi 1-2 hari, dan diletakkan pada medium diferensial dan medium selekstif.

4. Identifikasi akhirKoloni yg dicurigai pada medium padat diidentifikasi dengan pola reaksi biokimia dan uji aglutinasi slide dengan serum spesifik.

C. Metode Serologi

1. Uji aglutinasiSerum dan biakan dicampur diatas slide, lihat dalam beberapa menit apakah ada gumpalan. Tes ini berguna untuk identifikasi preliminer biakan dengan cepat. Terdapat alat untuk mengaglutinasi dan menentukan serogroup salmonella melalui antigen O nya:A,B,C1,C2,D, dan E.

2. Uji aglutinasi pengenceran tabung (tes Widal)Uji ini dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thyphi, pada tes ini terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.thyphi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu:a. Aglutinin O (dari tubuh kuman)b. Aglutinin H (flagella kuman)c. Aglutinin Vi (simpai kuman)

Hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam foid.Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhi rminggu pertama demam, kemudian meningkat cepat pada minggu keempat.

Interpretasi hasilnya adalah:a. Titer O yang tinggi atau meningkat (≥1:160)menandakan adanya infeksi

aktif.b. Titer H yang tinggi (≥1:160) menunjukkan riwayat imunisasi atau infeksi di

masa lampau.c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi timbul pada beberapa

carrier.Faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu:a. Pengobatan dini dengan antibiotikb. Gangguan pembentukan dengan antibodi, dan pemberian korikosteroidc. Waktu pengambilan darahd. Daerah endemik atau non-endemike. Riwayat vaksinasif. Reaksi anamnesik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan

demam tifoidakibat masa lalu atau vaksinasi.g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium

17

Page 18: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

3. Uji TUBEXUji ini merupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-S.thyphi 09 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti 09 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna denga lipopolisakarida S.thyphi yang terkonjugasi pada partikel latex. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae serogrup D walau tidak pada spesifik menunjuk pada S.thyphi. infeksi oleh S.parathyphi akan memberikan hasil negative.

4. Uji TyphidotUji ini dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar Salmonella thyphi. Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antobodi IgM dan IgG terhadap antigen S.thyphi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.

5. Uji IgM DipstickUji ini khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.thyphi pada spesimen serum. Uji ini menggunakan strip yg mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S.thypoid dan anti IgM, reagen deteksi yg mengandung antibodi anti Igm yg dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien.

LO.3.6 Penatalaksanaan demam tifoidPengobatan memakai prinsip trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :

A. Pemberian antibiotik

Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab demam tifoid. Obat yang sering dipergunakan adalah :1. Kloramfenikol 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari.2. Amoksilin 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali.3. Kotrimoksazol 480 mg, 2 x 2 tablet selama 14 hari.4. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 6 hari;

ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari; ceftriaxone 4 gram/hari selama 3 hari).B. Istirahat dan perawatan

Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita sebaliknya beristirahat total di tempat tidur selama 1 minggu setelah bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan secara bertahap, sesuai dengan keadaan penderita. Mengingat mekanisme penularan penyakit ini, kebersihan perorangan perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien untuk buang air besar dan buang air kecil.

C. Terapi penunjang secara simtomatis dan suportif serta dietAgar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita diberi makanan berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, suuai dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita.

LO.3.7 Epidemiologi demam tifoid

18

Page 19: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Demam tifoid menyerang penduduk di semua negara. Seperti penyakit menular lainnya, tifoid banyak ditemukan di semua negara. Seperti penyakit menular lainnya, tifoid banyak ditemukan di negara berkembang dimana higiene pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat. Angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal karena penyakit ini. WHO memperkirakan 70% kematian terjadi di Asia.

Survelian Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survei berbagai rumash sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.

Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.

Case fatality rate (CFR) demam tifoid tahun 1996 sebesar 1,08% dari sleuruh kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hail Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termsuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi.

LO.3.8 Komplikasi demam tifoid

Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa kompliksai yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu :

Komplikasi Intestinal1. Perdarahan intestinal :Pada usus yang terinfeksi akan terbentuk tukak/luka yang

berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus, jika tukak/luka tersebut menembus lumen usus, hingga kemudian mengenai pembuluh darah, maka akan terjadi perdarahan usus (perdarahan intestinal). Jika perdarahan terus terjadi, maka harus segera dilakukan transfusi darah. Karena bila transfusi darah terlambat dilakukan akan berakibat kematian.

2. Dan jika tukak/luka pada usus tersebut terus memanjang hingga menembus dinding usus, maka akan terjadi perforasi usus.

Komplikasi Ekstra-Intestinal

1. Hematologi : Pada saat infeksi, endotoksin pada pembuluh darah akan mengaktifkan sistem

biologik,koagulasi, dan fibrinolisis. Kemudian, akan terjadi pelepasan kinin, prostaglandin, dan histamin di pembuluh darah. Hal-hal ini akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, yang kemudian akan merusak endotel pembuluh

19

Page 20: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

darah dan mengakibatkan KID (Koagulasi Intravaskuler Diseminata) kompensata dan dekompensata.

Saat proses infeksi, akan terjadi penurunan jumlah trombosit dikarenakan peningkatan destruksi trombosit dan penurunan pembentukan trombosit yang kemudian mengakibatkan trombositopenia

2. Hepatitis tifosaHepatitis tifosa merupakan pembengkakan hati ringan. Hal ini jarang terjadi, biasanya hanya 5% penderita demam tifoid yang mengalami hepatitis tifosa. Pada penderita tifoid, hepatitis tifosa terjadi karena kenaikan enzim tranferase yang tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin. (hal ini yang membedakan hepatitis yang disebabkan oleh virus)

3. Pankreatitis tifosaPankreatitis tifosa terjadi karena pro inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologik

4. MiokarditisMiokarditis biasanya terjadi tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritimia, atau syok kardiogenik

5. NeuropsikiatrikManifestasinya berupa delirium dengan atau tanpa kejang-kejang, semi-koma atau koma, hingga sindrom otak akut(Widodo D. 2009)

LO.3.9 Prognosis demam tifoid

Prognosis demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotip Salmonella penyebab ada dan tidaknya komplikasi. Di negara maju denga terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitasnya <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak diobati dengan antibiotik. Pada penderita yang telah mendapat terapi antimikroba yang tepat, manifestasi klinis relaps menjadi nyata sekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik dan menyerupai penyakit akut namun biasanya lebih ringan dan lebih pendek. Individu yang mengeksresi S.typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insiden penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebih tinggi pada karrier kronis dibandingkan dengan populasi umum.

Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%. Prognosis demam tifoid umumnya baik asal penderita cepat berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:

Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris continual.

20

Page 21: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Kesadaran menurun sekali.

Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopnemonia dan lain-lain.

Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi protein)

21

Page 22: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

LI.4. Memahami dan menjelaskan antibiotik untuk kuman penyebab demam tifoid

LO.4.1 Kloramfenikol

Tabel 7. Kloramfenikol

Asal dan Kimia Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air dan rasanya pahit

Rumus umum molekul

OH OH O

C C N C

H H H H

Kloramfenikol : R = -

Tiamfenikol : R = -

FarmakodinamikEfek anti mikroba Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein

kuman. Obat ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.

Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.Spektrum anti bakteri :- D.pneumoniae, - S. Pyogenes,- S.viridans, - Neisseria,- Haemophillus, - Bacillus spp,- Listeria, - Bartonella,- Brucella, - P. Multocida,- C.diphteria, - Chlamidya,- Mycoplasma, - Rickettsia,- Treponema,(dan kebanyakan kuman anaerob)

Resistensi Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R (dikendalikan oleh plasmid). Resistensi terhadap P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam

22

Page 23: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

sel bakteri.

Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N. Meningitidis bersifat resisten; S. Aureus umumnya sensitif, sedang enterobactericeae banyak yang telah resisten.

Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K. Pneumoniae, dan P. Mirabilis,

kebanyakan strain Serratia, Providencia dan Proteus rettgerii resisten,

kebanyakan strain P. Aeruginosa dan S. Typhi

Farmakokinetik1. Pemberian oral kloramfenikol diserap dengan cepat ( dalam

darah 2 jam ) bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat ( untuk anak-tidak pahit ) mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol

2. Parenteral (IV) kloramfenikol suksinat dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol.

Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.

( kloramfenikol ) konjugasi ( pasien gangguan faal haI-waktu paruh memanjang ) Dosis dikurangi bila terdapat gangguan fungsi hepar.

sebagian di reduksi jadi arilamin ( tidak aktif ) 24 jam, 80-90% kloramfenikol ( secara oral ) diekskresikan ginjal.

kloramfenikol 5-10% aktif diekskresi melalui filtrat glomerulus  sedangkan metaboltnya dengan sekresi tubulus.

Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif.

( gagal ginjal ) masa paruh kloramfenikol aktif tidak banyak tidak perlu pengurangan dosis.

23

Page 24: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Interaksi Kloramfenikol menghambat botransformasi tolbutamid fenitoin, dikumarol dan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar. Dan toksisitas tinggi bila diberikan bersama kloramfenikol.

Interaksi obat dengan fenobarbital dan rifampisin memperpendek waktu paruh kloramfenikol ( kadar obat menjadi subterapeutik )

FarmakoterapiDemam Tifoid 1. Pengobatan demam tifoid Kloramfenikol diberikan dosis 4

kali 500 mg sehari sampai 2 minggu bebas demam

Bila relaps diatasi dengan memberikan terapi ulang. Untuk anak-anak diberikan dosis 50-100mg/kg BB/sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari.

2. Pengobatan tifoid tiamfenikol dengan dosis 50 mg/kg BBsehari pada minggu pertama lalu diteruskan 1-2 minggu lagi dengan dosis separuhnya.

Dosis a. KloramfenikolTerbagi dalam bentuk sediaan : Kapsul 250 mg dan 500 mg Dengan cara pakai untuk

dewasa 50 mg/kg BBsehari per oral 3-4 dosis atau 1-2 kapsul 4 kali sehari

Infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan klinis.

Salep mata 1 % Obat tetes mata 0,5 % Salep kulit 2 % Obat tetes telinga 1-5 %

b. Kloramfenikol palmitat atau stearat

Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol).

Dosis :

- Bayi prematur : 25mg/kgBB sehari per oral ( 2 dosis )- Bayi aterm (<2mgg) : 25mg/kgBB per oral ( 4 dosis )- Bayi aterm (2mgg) : 50mg/kgBB per oral (3-4 dosis )

c. Kloramfenikol natrium suksinat

24

Page 25: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g kloramfenikol yang harus dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).

Dosis : Dewasa dan Anak, 50 mg/kgBB sehari (IV dengan 4 dosis )

d. TiamfenikolTerbagi dalam bentuk sediaan :

Kapsul 250 dan 500 mg Dosis : Dewasa 1-2 g sehari ( 4 dosis )

Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Tiamfenikol 1.5 g yang setelah dilarutkan mengandung 125 mg/5 mlDosis : Anak, 25-50 mg/kgBB sehari ( 4 dosis )

Efek sampingReaksi Hematologik Terdapat dalam 2 bentuk :

1. Reaksi toksik depresi sumsum tulang belakang. Berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila pengobatan dihentikan.- Kelainan darah anemia, retikulositopenia, peningkatan

serum iron, dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri eritrosit muda. ( terlihat bila kadar kloramfenikol dalam serum melampaui 25 µg/ml )

2. Anemia aplastik dengan pansitopenia tidak tergantung dari dosis atau lama pengobatan. Insiden 1: 24000 – 50000.

efek diduga idiosinkrasi dan mungkin disebabkan oleh kelainan genetik.

Kloramfenikol dapat menimbulkan hemolisis pada pasien defisiens enzim G6PD bentuk mediteranean.

Timbulnya nyeri tenggorok dan infeksi baru selama pemberian kloramfenikol menunjukkan adanya kemungkinan leukopeni.

Reaksi Saluran Cerna Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare, dan enterokolitis

Sindromm Gray Pada neonatus, terutama pada bayi prematur dosis tinggi (200mg/kg BB) sindrom Gray

Bayi muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dan

25

Page 26: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

tidak teratur, perut kembung, sianosis, dan diare tinja berwarna hijau

Tubuh bayi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula hipotermi kematian ( 40% )

Efek toksik disebabkan :(1) sistem konjugasi oleh enzim glukoronil transferase belum sempurna(2) kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat diekskresi dengan baik oleh ginjal.

Mengurangi efek samping dosis kloramfenikol untuk bayi (<1bln ) tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB sehari.

Setelah ini dosis 50 mgKg/BB tidak menimbulkan efek samping.

Reaksi Neurologik Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.

Kontraindikasi- Tidak dianjurkan penggunaan untuk wanita hamil dan

menyusui- Pada pemakaian jangka panjang perlu dilakukan

pemeriksaan hematologi secara berkala.- Perlu dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan

timbulnya superinfeksi oleh bakteri dan jamur.- Hati-hati bila dipergunakan pada penderita dengan

gangguan fungsi ginjal dan hati- Bayi yang lahir prematur dan bayi baru lahir (2 minggu

pertama).- Tidak untuk pencegahan infeksi, pengobatan influenza,

batuk dan pilek.- Penderita yang hipersensitif terhadap kloramfenikol

(Rianto, 2008) (http://www.dechacare.com) (www.indofarma.co.id)

26

Page 27: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

LO.4.2 Aminopenisilin ( Ampisilin dan Amoksisilin)Tabel 8. Aminopenisilin (ampisilin dan amoksisilin)

Asal dan Kimia Aminopenisilin merupakan derivat dari penisilin

Rumus umum molekul

CH

Ampisilin : R = -HAmoksisilin : R = -OH

FarmakodinamikEfek anti mikroba Amoksisilin dan aminopenisilin efek bakterisid pada bakteri

gram positif/gram negatif.Meningococci dan L. monocytogenes sensitif terhadap obat ini.

Kebanyakan isolat Pneumococcal resistensi amoksisilin. H. influenzae dan grup Streptococcus derajat resistensi. Enterococci sensitifitas amoksisilin hampir dua kali Kebanyakan galur N. gonorrhoeae, Escherichia coli, P.

mirabilis, Salmonella dan Shigella rentan amoksisilin pertama kali tahun 1960an

Galur Salmonella resisten (dimediasi plasmid)

Perbedaan amoksisilin dari ampisilin, ialah bahan ini kurang efektif terhadap Shigellosis (Ganiswara, 2004), kebanyakan galur Shigella saat ini resisten (Gilman et al., 2000).

Umumnya Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, Acinobacter dan Proteus indol resisten ampisilin dan aminopenisilin lainnya (Ganiswara, 1994)

Resistensi 1). Pembentukan enzim β-laktamase : Kuman S.aureus, H. Influenza, berbagai batang Gram-

negatif Gram-positif mensekresi β-laktamase ekstraseluler

(jumlahnya banyak) Gram-negatif sedikit mensekresi β-laktamase

tempatnya strategis (rongga periplasmik) β-laktamase dihasilkan oleh kuman melalui kendali genetik

(plasmid)2). Enzim autolisin kuman tidak bekerja sifat toleran terhadap

obat3). Kuman tidak mempunyai dinding sel ( mikoplasma )4). Perubahan PBP/obat tidak mencapai PBP

2.1. Farmakokinetik

27

Page 28: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Absorpsi Jumlah ampisilin diabsorpsi oral dipengaruhi besarnya dosis serta ada tidaknya makanan di dalam saluran cerna. ( dosis kecil persentase diabsorpsi relatif lebih besar ) (Ganiswara, 2004).

Amoksisilincepat terserap saluran gastrointestinal daripada ampisilin ampisilin terhambat ( makanana di lambung ), amoksilin tidak.

Spektrum antimikrobial dari amoksisilin pada dasarnya identik dengan ampisilin (Gilman et al., 2000).

Distribusi 3. Ampisilin& amoksisisilin di ikat protein plasma 20% masuk ke empedu ( sirkulasi enterohepatik ) ekskresi ( tinja ) penetrasi CSS efektif keadaan meningitis

Interaksi 1. Penisilin umumnya diekskresi proses tubuli ginjal di hambat probenesid

2. Masa eliminasi pensilin diperpanjang probenesid 2-3 kali lebih lama.

Farmakoterapi

28

Page 29: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Dosis Dosis amoksisilin (Tiap kaptab mengandung amoksisilin trihidrat setara dengan amoksisilina anhidrat)

a. Anak dengan berat badan kurang dari 20 kg : 20 - 40 mg/kg berat badan sehari, terbagi dalam 3 dosis.

b. Dewasa atau anak dengan berat badan lebih dari 20 kg : 250 - 500 mg sehari, sebelum makan.

c. Gonore yang tidak terkomplikasi : amoksisilin 3 gram dengan probenesid 1 gram sebagai dosis tunggal

Dosis ampisilin (mengandung Ampisilin Trihidrat setara dengan Ampisilin Anhidrat)

Terapi oralDewasa dan anak-anak ( BB>20 kg ) :

Infeksi saluran pernafasan : 250 - 500 mg setiap 6 jam. Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : 500 mg

setiap 6 jamAnak-anak ( BB< 20 kg ): 50 - 100 mg/kg BB sehari diberikan dalam dosis terbagi setiap 6 jam.

Terapi parenteralDewasa dan anak-anak ( BB>20KG ) :

Infeksi saluran pernafasan, kulit dan jaringan kulit : 250 - 500 mg setiap 6 jam.

Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : 500 mg setiap 6 jam.

Septikemia dan bakterial meningitis : 150 - 200 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi setiap 3 - 4 jam (i.v) 3 hari (i.m)

Anak-anak ( BB<20kg ) : Infeksi saluran pernafasan, kulit dan jaringan kulit : 25 - 50

mg/kg BB sehari (setiap 6 jam). Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : 50 -

100 mg/kg BB sehari (setiap 6 jam). Septikemia dan bakterial meningitis : 100 - 200 mg/kg BB

sehari dalam dosis terbagi setiap 3 - 4 jam (i.v) 3 hari (i.m).

Bayi (1mgg/kurang) : 25 mg/kg BB secara i.m./i.v. setiap 8 - 12 jam.

Bayi (> 1mgg) : 25 mg/kg BB secara i.m./i.v. setiap 6 - 8 jam.

29

Page 30: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

Efek sampingReaksi Alergi Pada penderita yang diobati Ampisilina (semua jenis penisilin)

reaksi hipersensitif, seperti urtikaria, eritema multiformruam kulit, pruritus, angioedema,

Syok anafilaksis merupakan reaksi paling serius yang terjadi pada pemberian secara parenteral.

Reaksi Saluran Cerna gangguan saluran cerna seperti diare, mual, muntah, glositis dan stomatitis.

Perubahan Biologik oral dapat disertai diare ringan yang bersifat sementara disebabkan gangguan keseimbangan flora usus.

Reaksi HematologiAnemia, anemia hemolitik, trombisitopenia, trombositopenia purpura, eosinophilia, leukopenia, agranulositosi.

KontraindikasiPasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin

30

Page 31: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

L.O. 4.3. SefalosporinAsal dan Kimia Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium

Sefalosporin antibiotika β-laktamase menghambat sintesis dinding sel mikroba ( reaksi transpeptidase tahap ketiga- pembentukan dinding sel)Sefalosporin aktif kuman gram positif/garam negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi.

Rumus umum molekul S C NH

O O N COOH

FarmakokinetikAbsorpsi Sefalosprorin diekskresi melaui ginjal sekresi tubuli

( kecuali sefoperazon-diekskresi empedu ) Adsorpsi melalui saluran cerna (per oral) sefalektin, sefradin,

sefaklor, sefadroksil, lorakarbef, sefprozil Sefalotin dan sefapirin secara (i.v) iritasi lokal dan nyeri

pada pemberian IM Beberapa sefalosporin generasi ketiga mencapai kadar tinggi

di cairan serebrospinal (CSS) bermanfaat meningitis purulenta

Kadar sefalosporin empedu tinggi sefoperazonInteraksi Probenesid mengurangi ekskresi sefalosporin ( kecuali

moksalaktam) Sefalotin, sefapirin, dan sefotaksim deasetilasi ekskresi

melalui ginjalEfek samping

Reaksi coombs penggunaan sefalosporin dosis tinggi Depresi sumsum tulang granulositopenia (jarang terjadi) Sefamandol, moksalaktam dan seperazon minum alkohol

disulfiramReaksi Saluran Cerna Diare pemberian sefoperazon ekskresi empedu

mengganggu flora normal ususReaksi Hematologi

Hipoprotrombinemia (disfungsi trombosit) pemberian moksalaktam

KontraindikasiPenderita yang hipersensitif terhadap antibiotik golongan sefalosporin, penisilin atau antibiotik golongan betalaktam lainnya

Tabel 9. Sefalosporin

31

Page 32: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

4. FarmakologiTabel 10. Golongan kuinolon dan fluorokuinolon

Asal dan Kimia Asam nalidiksat gol.kuinolon lamakuman Gram-negative.Fluorokuinolon gol.kuinolon dengan atom fluor pada cincin kuinolon. Pada Gram-negatif dan Gram positif relative lemah.

FarmakodinamikTerjadi replikasi dan transkpripsi double helix DNA kuman2 utas DNAFluorokoinolon menghambat DNA girasebersifat bakterisidalkuman mati

Efek Antimikroba Kuinolonkuman Gram-negatifSpektrum Antibakteri:E.coliProvidenciaN. GonorrhoeaaeN. meningitidesFluorokuinolon tertentu aktif beberapa mikrobakterium. Kuman-kuman anaerob umumnya resisten.

Resistensi Tidak dijumpai resistensi plasmid pada kuinolon. Tetapi terdapat 3 mekanisme :1. Mutasi gen grysubnit A dari DNA

girase tidak dapat diduduki molekul obat.

2. Perubahan sel kuman mempersulit penetrasi obat ke dalam sel.

3. Peningkatan mekanisme pemompaan obat keluar sel.

Farmakokinetik Florokuinolon lebih diserap saluran cerna.Didistribusikan diberbagai organ tubuh.Dimetabolismehati.Diekskresikan ginjal.

Indikasi Infeksi Saluran Kemih.Infeksi disaluran cerna.Infeksi saluran nafas.Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.Infeksi tulang dan sendi.

Efek samping 1. Saluran cerna penggunaan kuinolon

32

Page 33: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

yang bermanifestasi dalam bentuk: mual, muntah, rasa tidak enak diperut.

2. SSP : Sakit kepala, pusing, kejang, halusinasi.

3. Hepatotoksisitas Jarang terjadi.4. Kardiotoksisitas pemanjangan interval

QTc terjadi Aritmia Ventrikel.5. Disglikemia menimbulkan

hiperglikemia atau hipoglikemia khususnya pasien usia lanjut. Tidak boleh pada pasien DM.

6. Fototoksisitas. Pada golongan klinakfoksasin dan sparkfoksasin.

7. Dll. Diantaranya : tendinitis, sindroma hemolisis, gagal ginjal, serta trombositopeni.

Kontraindikasi 1. Epilepsy.2. Pada wanita hamil, anak-anak dibawah

usia 18 tahun dapat menimbulkan kerusakan sendi.

3. Pada kelainan ginjal dan hati.4. Pada penderita stroke.

Tabel 11. Golongan Fluorokuinolon yang digunakan pada demam tifoid

GolonganDosis

Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hariSiprofolsasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hariOfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Perfloksasin 400 mg/hari selama 7 hariFleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

( Rianto, 2008)

33

Page 34: Tugas Mandiri Seknario 1 Ipt

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E. Kliegman, M.R. Arvin, A.M. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Volume 2. Jakarta. EGC. 855

Brooks GF, et. al. (2007). Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran edisi 23. Jakarta: EGC

Davey Patrick. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta. Erlangga. 64

Davey & Wilson. 1969. Davey & Lightbody’s Control of Disease in the Tropics. London: H.K. Lewis & Co. Ltd

Dorland, W.A. (2010). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta. EGC. 806

Edhi, D.L. (2009). Salmonella typhimurium, Sang jawara penginfeksi dari Genus Salmonella. Diunduh dari .http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/salmonella-typhimurium1.pdf

Isselbacher, Braunwald, Wilson, et.al. (1999). Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13. Volume 1. Jakarta. EGC. 100

Muscari, M.E. (2005). Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta. EGC. 184

Nelwan, R.H.H. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Demam:Tipe dan Pendekatan. Edisi V. Jilid III . Jakarta. InternaPublishing

Schwartz, M.W. (2004). Pedoman klinis pediatric. Jakarta EGC. 336

Sherwood, Lauralee (2004), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2, Jakarta, EGC.

Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I.et.al. (2009). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid 3. Jakarta. Interna Publishing

Widoyono. (2011). Penyakit Tropis epidemiologi, penularan, pencegahan & pemberantasannya. Edisi 2. Jakarta. penerbit Erlangga

34