wrap up ipt skenario 1

45
SKENARIO 1 Seorang laki-laki 45 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardi, suhu tubuh hiperperiksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat typhoid tongue. Pemeriksaan tes Widal didapatkan titer anti-salmonella typhi O meningkat. Pasien bertanya kepada dokter apa diagnosa dan cara pencegahan penyakitnya. 1

Upload: nurul-hikmah

Post on 12-Dec-2014

151 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

fd

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up IPT Skenario 1

SKENARIO 1

Seorang laki-laki 45 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan

lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan fisik kesadaran

somnolen, nadi bradikardi, suhu tubuh hiperperiksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat

typhoid tongue. Pemeriksaan tes Widal didapatkan titer anti-salmonella typhi O meningkat.

Pasien bertanya kepada dokter apa diagnosa dan cara pencegahan penyakitnya.

1

Page 2: Wrap Up IPT Skenario 1

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Demam

LI 1.1 Memahami dan menjelaskan Demam

Demam adalah kenaikan suhu tubuh dari normalnya yang ditengahi oleh kenaikan titik-ambang

regulasi panas hipotalamus. Pusat regulasi/pengatur panas hipotalamus mengendalikan suhu

tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor neuronal perifer dingin dan panas.Dimana

suhu dapat diukur melalui axila ,oral,dan rectal .

Terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila dan oral maupun rektal. Dalam keadaan

biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0.5ºC; suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral. Suhu

tubuh mengikuti irama sirkadian: suhu pada dini hari rendah, dan suhu tertinggi terjadi pada

pukul 16.00-18.00 .

Tempat

pengukuranJenis termometer

Rentang; rerata 

suhu normal (oC)

Demam

(oC)

Aksila Air raksa, elektronik 34,7 – 37,3; 36,4 37,4

Sublingual Air raksa, elektronik 35,5 – 37,5; 36,6 37,6

Rektal Air raksa, elektronik 36,6 – 37,9; 37 38

Telinga Emisi infra merah 35,7 – 37,5; 36,6 37,6

LI 1.2 Memahami dan menjelaskan Klasifikasi Demam

Beberapa pola demam yang mungkin kita jumpai, antara lain:

a. Demam Septik : Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi

sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Bila demam

yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hetik.

2

Page 3: Wrap Up IPT Skenario 1

b. Demam Remiten Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak

pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua

derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

c. Demam IntermitenPada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal

selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut

tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

d. Demam Kontinyu Pada demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari

satu derajat. Pada tingkat demam terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

e. Demam Siklik Pada demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang

diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu

seperti semula.

Relapsing fever dan demam periodik:

o   Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau

irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan

suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam

terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4).

o   Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam  rekuren yang disebabkan

oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF)

atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Klasifikasi Penyebab terseringLama demam

pada umumnya

Demam dengan localizing

signsInfeksi saluran nafas atas <1 minggu

Demam tanpa localizing

signs

Infeksi virus, infeksi saluran

kemih<1minggu

Fever of unknown origin Infeksi, juvenile idiopathic >1 minggu

3

Page 4: Wrap Up IPT Skenario 1

arthritis

Demam dengan localizing signs

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada kategori ini

(Tabel 5.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau

karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui

anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti

pemeriksaan fotorontgen dada.1

Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs

Kelompok Penyakit

Infeksi saluran nafas

atas

ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis

herpetika

Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia

Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis

Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis

Eksantem Campak, cacar air

Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki

Neoplasma Leukemia, lymphoma

Tropis Kala azar, cickle cell anemia

Demam tanpa localizing signs

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya localizing

signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama beberapa

tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah menyingkirkan

infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 6. menunjukan penyebab paling sering kelompok

4

Page 5: Wrap Up IPT Skenario 1

ini.1 Demam tanpa localizing signs umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1

minggu, dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam

merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.    

Tabel 6. Penyebab umum demam tanpa localizing signs

Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis

Sebagian besar virus

(HH-6)

Infeksi saluran kemih

Malaria

Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis

Tampak baik, CRP normal, leukosit

normal

Dipstik urine

Di daerah malaria

PUO (persistent

pyrexia of

unknown origin)

atau FUO

Juvenile idiopathic

arthritis

Pre-articular, ruam,

splenomegali,antinuclear factor tinggi,

CRP tinggi

Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan

dengan waktu vaksinasi

Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis

eksklusi

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1 minggu

dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi

penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of unknown

origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3 minggu dan

tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.1

5

Page 6: Wrap Up IPT Skenario 1

LI 1.3 Memahami dan menjelaskan Etiologi Demam

Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis

Sebagian besar virus

(HH-6)

Infeksi saluran kemih

Malaria

Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis

Tampak baik, CRP normal, leukosit

normal

Dipstik urine

Di daerah malaria

PUO (persistent

pyrexia of

unknown origin)

atau FUO

Juvenile idiopathic

arthritis

Pre-articular, ruam,

splenomegali,antinuclear factor tinggi,

CRP tinggi

Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan

dengan waktu vaksinasi

Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis

eksklusi

Penyebab Umum :

·         Infeksi virus dan bakteri;

·         Flu dan masuk angina

·         Radang tenggorokan;

·         Infeksi telinga

·         Diare disebabkan bakterial atau diare disebabkan virus.

·         Bronkitis akut, Infeksi saluran kencing

·         Infeksi saluran pernafasan atas (seperti amandel, radang faring atau radang laring)

6

Page 7: Wrap Up IPT Skenario 1

·         Obat-obatan tertentu

·         Kadang-kadang disebabkan oleh masalah-masalah yang lebih serius seperti pneumonia,

radang usus buntu, TBC, dan radang selaput otak.

·         Demam dapat terjadi pada bayi yang diberi baju berlebihan pada musim panas atau pada

lingkungan yang panas.

·         Penyebab-penyebab lain: penyakit rheumatoid, penyakit otoimun, Juvenile rheumatoid

arthritis, Lupus erythematosus, Periarteritis nodosa, infeksi HIV dan AIDS, Inflammatory bowel

disease, Regional enteritis, Ulcerative colitis, Kanker, Leukemia, Neuroblastoma, penyakit

Hodgkin, Non-Hodgkin's lymphoma

Penyebab Khusus

1. Set point hipotalamus meningkat

a.       Pirogen endogen

·    Infeksi

·    Keganasan

·    Alergi

·    Panas karena steroid

·    Penyakit kolagen

b.      Penyakit atau zat

·         Kerusakan susunan saraf pusat

·          Keracunan DDT

·          Racun kalajengking

·          Penyinaran

·         Keracunan epinefrin

7

Page 8: Wrap Up IPT Skenario 1

2. Set point hipotalamus normal

a.       Pembentukan panas melebihi pengeluaran panas

·         Hipertermia malignan

·         Hipertiroidisme

·         Hipernatremia

·         Keracunan aspirin

b.      Lingkungan lebih panas dari pada pengeluaran panas

·         Mandi sauna berlebihan

·         Panas di pabrik

·         Pakaian berlebihan

·         Pengeluaran panas tidak baik (rusak)

·         Displasia ektoderm

·         Kombusio (terbakar)

·         Keracunan phenothiazine

·         Heat stroke

3. Rusaknya pusat pengatur suhu

a.       Penyakit yang langsung menyerang set point hipotalamus:

·         Ensefalitis/ meningitis

·         Trauma kepala

·         Perdarahan di kepala yang hebat

·         Penyinaran

8

Page 9: Wrap Up IPT Skenario 1

LI 1.4 Memahami dan menjelaskan Patofisiologi Demam

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh akibat dari peradangan atau infeksi.

Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat

toksin yang masuk kedalam tubuh.

Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam

tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh

terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali

dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang

masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen

eksogen.

Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan

pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya

(fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh  akan mengeluarkan senjata, berupa zat

kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti

infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus

untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar

dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh

hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).

Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran

prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya,

hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya

peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu

tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Selain itu

vasokontriksi kulit juga berlangsung untuk mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme

tersebut mendorong suhu naik. Adanya proses menggigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan

untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam.

Menjelaskan manifestasi demam

Tergantung dari apa yang menyebabkan demam, gejala yang sering menyertai demam antara

lain:

9

Page 10: Wrap Up IPT Skenario 1

1. Berkeringat

2. Menggigil

3. Sakit kepala

4. Nyeri otot

5. Nafsu makan menurun

6. Lemas

7. Dehidrasi

Demam yang sangat tinggi, lebih dari 39 derajat celcius, dapat menyebabkan:

1. Halusinasi

2. Kejang

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Salmonella enterica

LI 2.1 Memahami dan menjelaskan Mofrologi Salmonella enterica

Berbentuk batang, tidak berspora, bersifat negatif pada pewarnaan Gram.

·         Ukuran Salmonella bervariasi 1–3,5 µm x 0,5–0,8 µm.

·         Besar koloni rata-rata 2–4 mm.

·         optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 6–8.

·         Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu.

·         Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN.

·         Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa.

·         Menghasikan H2S.

·         Antigen O: bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit

polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik.

10

Page 11: Wrap Up IPT Skenario 1

Antigan O resisten terhadap panas dan alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri.

Antibodi terhadap antigen O terutama adalah IgM.

·         Antigen Vi atau K: terletak di luar antigen O, merupakan polisakarida dan yang lainnya

merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O, dan dapat

berhubungan dengan virulensi. Dapat diidentifikasi dengan uji pembengkakan kapsul dengan

antiserum spesifik.

·         Antigen H: terdapat di flagel dan didenaturasi atau dirusak oleh panas dan alkohol.

Antigen dipertahankan dengan memberikan formalin pada beberapa bakteri yang motil. Antigen

H beraglutinasi dengan anti-H  dan IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam

amino pada protein flagel (flagelin). Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu

aglutinasi dengan antibodi antigen O.

·         Organisme dapat kehilangan antigen H dan menjadi tidak motil.

·         Kehilangan antigen O dapat menimbulkan perubahan bentuk koloni yang halus menjadi

kasar

·         Antigen Vi atau Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrik.

·         Tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15–41oC (suhu pertumbuhan

·         K dapat hilang sebagian atau seluruhnya dalam proses transduksi

LI 2.2 Memahami dan menjelaskan Sifat dan daur hidup Salmonella enterica

Penyebaran dan Siklus hidup:

• Infeksi terjadi dari memakan makanan yang tercontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Sal. typhimurium dari organisme pembawa (hosts).

• Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimurium menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan.

11

Page 12: Wrap Up IPT Skenario 1

• Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak.

• Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh.

• Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya terdapat kumpulan Sal. typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

• Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

Makanan yang mengandung Salmonella belum tentu menyebabkan infeksi Salmonella, tergantung dari jenis bakteri, jumlah dan tingkat virulensi (sifat racun dari suatu mikroorganisma, dalah hal ini bakteri Salmonella).

Misalnya saja Salmonella enteriditis baru menyebabkan gejala bila sudah berkembang biak menjadi 100 000. Dalam jumlah ini keracunan yang terjadi bisa saja menyebabkan kematian penderita. Salmonella typhimurium dengan jumlah 11.000 sudah dapat menimbulkan gejala. Jenis Salmonella lain ada yang menyebabkan gejala hanya dengan jumlah 100 sampai 1000, bahkan dengan jumlah 50 sudah dapat menyebabkan gejala. Perkembangan Salmonella pada tubuh manusia dapat dihambat oleh asam lambung yang ada pada tubuh kita. Disamping itu dapat dihambat pula oleh bakteri lain. Gejala dapat terjadi dengan cepat pada anak-anak, bagaimanapun pada manusia dewasa gejala datang dengan perlahan. Pada umumnya gejala tampak setelah 1-3 minggu setelah bakteri ini tertelan. Gejala terinfeksi diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai juga dengan panas badan yang tinggi, perasaan mual, muntah, pusing-pusing dan dehidrasi. Gejala yang timbul dapat berupa: tidak menunjukkan gejala (long-term carrier), adanya perlawanan tubuh dan mudah terserang penyakit denga gejala: inkubasi (7-14 hari setelah tertelan) tidak menunjukkan gejala, lalu terjadi diare.

LI 2.3 Memahami dan menjelaskan Klasifikasi Salmonella enterica

Kingdom         : Bakteria

Phylum            : Proteobakteria

Classis             : Gamma proteobakteria

12

Page 13: Wrap Up IPT Skenario 1

Ordo               : Enterobakteriales

Familia            : Enterobakteriakceae

Genus             : Salmonella

Species            : Salmonella thyposa

Klasifikasi salmonella sangat rumit karena organisme tersebut merupakan rangkaian kesatuan

dan bukan tertentu. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan berdasarkan

epidemiologi, jangkauan pejamu, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, dan Vi. Terdapat

lebih dari 2500 serotip Salmonella, termasuk lebih dari 1400 dalam kelompok hibridasi DNA

grup I yang dapat menginfeksi manusia. Hampir semua Salmonella yang menyebabkan penyakit

pada manusia dapat diidentifikasikan di laboraturium klinis melalui pemeriksaan biokimia dan

serologik.Serotip tersebut adalah sebagai berikut:

·         Salmonella paratyphi A (serogrup A)

·         Salmonella paratyphi B (serogrup B)

·         Salmonella cholerasuis (serogrup C1)

·         Salmonella typhi (serogrup D)

Penentuan serotipe didasarkan atas reaktivitas antigen O dan antigen H bifasik. Berdasarkan

penelitian hibridisasi DNA, klasifikasi taksonomik resmi meliputi genus Salmonella dengan

subspecies dan genus Arizona dengan subspesies.

Contoh rumus antigenik salmonella

Golongan O Seriotip Formula antigenik

D S typhi 9,12 (vi):d:-

A S paratyphi A 1,2,12:a-

13

Page 14: Wrap Up IPT Skenario 1

C1 S choleraesuis 6,7: c:1,5

B S typhimurium 1,4,5,12:i:1,2

D S enteritidis 1,9,12:g,m:-

LO 3. Memahami dan Menjelaskan Demam Tifoid

LI 3.1 Memahami dan menjelaskan Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan

oleh Salmonella typhi. Penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan

dengan gejala demam. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore

hingga malam hari dan ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa

keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke sel

fagosit manonuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe dan Payer’s patch.( Sumarmo et al , 2010)

Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia.

Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang sehingga dapat

menimbulkan wabah. Di Indonesia, demam tifoid bersifat endemik. Penderita dewasa muda

sering mengalami komplikasi berat berupa perdarahan dan perforasi usus yang tidak jarang

berakhir dengan kematian.

LI 3.2 Memahami dan menjelaskan Etiologi Demam Tifoid

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi  yang merupakan basil Gram-negatif,

mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakulatif anaerob, Kebanyakkan

strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak

meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu

tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat

dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama

15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa

14

Page 15: Wrap Up IPT Skenario 1

hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering

dan bahan tinja. (Karnasih et al, 1994)

Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:

1.      Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein,

lipopolisakarida dan lipid. Sering disebut endotoksin.

2.      Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur kimia

protein.

3.      Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis

dan berstruktur kimia protein. Salmonella typhi  juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang

berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.

LI 3.3 Memahami dan menjelaskan Epidemiologi Demam Tifoid

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh serotipe Salmonella Typhi enterica

(S. typhi). Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara

berkembang. Pada tahun 2000, diperkirakan bahwa lebih dari 2.16 juta jiwa di seluruh dunia

terjadi tipus, mengakibatkan 216.000 kematian, dan bahwa lebih dari 90% dari morbiditas dan

kematian ini terjadi di Asia. Walaupun peningkatan kualitas air dan sanitasi merupakan solusi

akhir untuk masalah ini , vaksinasi di daerah berisiko tinggi adalah strategi pengendalian yang

potensial yang direkomendasikan oleh WHO. Faktor distribusi demam tifoid dipengaruhi oleh :

1.                  Penyebaran Geografis dan Musim

Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak

bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan

lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.

2.         Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin

Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau

perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa sering

15

Page 16: Wrap Up IPT Skenario 1

mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri.

Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Usia %

12- 29 tahun 70-80 

30- 39 tahun 10-20

> 40 tahun 5-10

LI 3.4 Memahami dan menjelaskan Manifestasi klinis Demam Tifoid

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan tidak memerlukan

perawatan khusus sampai gejala klinis berat dan memerlukan perawatan khusus. Variasi gejala

ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit

dirumahnya. ( Sumarmo et al, 2010

·         Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada

awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang

berkepanjangan yaitu setinggi 39º C hingga 40º C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia,

mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan

semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,

sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering

terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar

atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan

meradang. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di

salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian

hilang dengan sempurna. Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat

setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam.

·         Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam).

Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi

perlambatan relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan

suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Umumnya terjadi

16

Page 17: Wrap Up IPT Skenario 1

gangguan pendengaran, lidah tampak kering, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah

menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa, perut kembung

dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, dan mulai kacau jika

berkomunikasi.

·         Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir

minggu. Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik,

gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini

komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus.

Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana septikemia memberat dengan terjadinya

tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan

inkontinensia urin. Tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita

kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal

maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat

dingin, gelisah, sukar bernapas, dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran

adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya

kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

         Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat

dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada mereka yang

mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah,

kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih

ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer

tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya

relaps.

LI 3.5 Memahami dan menjelaskan Patofisiologi Demam Tifoid

Makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi Salmonella,

termasuk S. typhi. Khususnya S. typhi,carrier manusia adalah sumber infeksi. S. typhi bisa berada

17

Page 18: Wrap Up IPT Skenario 1

dalam air, es, debu, sampah kering, yang bila organisme ini masuk ke dalam vehicle yang cocok

(daging, kerang, dan sebagainya) akan berkembang biak mencapai dosis infektif

Salmonella thypi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar.

Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus

dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis yang hipertropi.

 Bila terjadi komplikasi pendarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina

propia. Masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial dan masuk ke aliran

darah melalui duktus torasikus. Salmonella thypi lain dapat mencapai hati melalui

sirkulasi portal dari usus. Salmonella thypi bersarang di plak peyeri, limpa, hati dan

bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.

 Endotoksin salmonella thypi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempay

kumantersebut berkembang biak. Salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan

pelepasan zat pirogen danleukosit pada jaringan yang meradang sehingga terjadi demam.

LI 3.6 Memahami dan menjelaskan Diagnosis Demam Tifoid

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia

klinik,imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk

membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan

prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.

.         Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau

perforasi. Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi pada minggu I sakit),

diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I : 80-90%, minggu II : 20-25%, minggu III : 10-15%)

Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis

leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED meningkat (Djoko, 2009)

·         Urinalis

18

Page 19: Wrap Up IPT Skenario 1

Tes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam tabung

reaksi)→dikocok→buih berwarna merah atau merah muda (Djoko, 2009)

Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).Leukosit dan eritrosit normal; bila

meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman (paling tinggi pada minggu II/III

diagnosis pasti atau sakit “carrier” ( Sumarmo et al, 2010)

·         Tinja (feses)

Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang darah (bloody stool).

Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II atau III sakit. (Sumarmo et

al, 2010)

·         Kimia Klinik

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis

akut.

·         Serologi

Pemeriksaan Widal

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal terjadi suatu

reaksi aglutinasi antara kumanS.thypi dengan antibodi yang disebut aglutinin . Antigen yang

digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum

penderita tersangka demam tifoid yaitu :

1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)

2. Aglutinin H (flagela kuman)

3. Aglutinin Vi (simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam 

tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Widal dinyatakan positif bila :

1. Titer O Widal I 1/320 atau

19

Page 20: Wrap Up IPT Skenario 1

2. Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal I atau Titer O Widal I

(-) tetapi titer O II (+) berapapun angkanya.

Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali

nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia.

Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini

pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif

(positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak

sebelumnya.

Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM

Merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik

dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid

Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Tifoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/

bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah

terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. ( John, 2008).

·         Mikrobiologi

Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam tiroid/paratifoid.

Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demam tifoid/ paratifoid.

Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid/ paratifoid, karena hasil biakan

negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit

kurang dari 2 mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan

membeku dalam spuitsehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah

masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat

vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu

untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni

ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah,

kemudian untuk stadium lanjut/carrier digunakan urin dan tinja. (Sumarmo et al, 2010)

·         Biologi molekular.

20

Page 21: Wrap Up IPT Skenario 1

PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di

lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang

spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit

(sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat

berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

Kriteria diagnosis yang biasa digunakan adalah :

1. Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative tidak

menyingkirkan demam tifoid.

2. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid.

3. Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 2–3 minggu memastikan diagnosis demam

tifoid.

4. Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi Antigen O 1: 320 atau titer antigen H 1: 640

menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas .

5. Pada beberapa pasien, uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun biakan

darah positif. (Sumarmo, 2010).

LI 3.7 Memahami dan menjelaskan Penatalaksanaan Demam Tifoid

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu : Istirahat dan

perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian medikamentosa.

Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah

komplikasi. Sedangkan diet dan terapi penunjang merupakan hal yang cukup penting dalam

proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan

keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi

lama. Obat antimikroba yang sering diberikan adalah kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol,

dan sefalosporin generasi ketiga.

1. Kloramfenikol

21

Page 22: Wrap Up IPT Skenario 1

FARMAKODINAMIK

Efek Antimikroba

Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Efek toksik

kloramfenikol pada sistem hemopoetik sel mamalia diduga berhubungan dengan mekanisme keja

obat ini.

Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kadang-kadang

bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.

Spektrum antibakteri kloramfenikol kebanyakan kuman anaerob.

•      Resistensi

Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil

transferase yang diperantarai oleh faktor-R dan adapula dengan merubah permeabilitas membran

yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri.

FARMAKOKINETIK

•      Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah

tercapai 2 jam.

•      Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin.

•      Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak,

cairan serebrospinal dan mata.

•      Waktu paruh kloramfenikol memanjang pada pasien gangguan faal hati sehingga dosis perlu

dikurangi.

INDIKASI :

Obat ini sebaiknya hanya digunakan untuk mengobati demam tifoid dan meningitis oleh H.

influenzae. Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih ada antimikroba

22

Page 23: Wrap Up IPT Skenario 1

yang lebih aman dan efektif. Kloramfenikol dikontraindikasikan untuk neonatus, pasien dengan

gangguan faal hati dan yang hipersensitif terhadapnya.

Demam tifoid

Kloramfenikol tidak lagi menjadi pilihan utama untuk mengobati penyakit tersebut karena

telah tersedia obat-obat yang lebih aman seperi siprofloksasin dan seftriakson. Walaupun

demikian, pemakaiannya sebagai lini pertama masih dapat dibenarkan bila resistensi belum

merupakan masalah.

Untuk pengobatan demam tifoid dapat pula diberikan tiamfenikol. Suatu uji klinik di

Indonesia menunjukkan bahwa terapi kloramfenikol (4x500 mg/hari) dan siprofloksasin (2x500

mg/hari) peroral untuk demam tifoid selama 7 hari tidak berbeda bermakna dalam hal

penyembuhan klinik maupun turunnya demam. Sekalipun demikian siproflokasin lebih efektif

untuk membersihkan sumsum tulang dari Salmonella.

Hingga sekarang belum disepakati obat apa yang paling efektif untuk mengobati status karier

(carrier state) demam tifoid, namun beberapa stidi menunjukkan bahwa norfloksasin dan

spiroploksasin mungkin bermanfaat untuk itu.

Gastroenteritris akibat Salmonella spp (yang bukan S. typhi) tidak perlu diberi antibiotik

karena tidak mempercepat sembuhnya infeksi dan dapat memperpanjang carrier state. 

EFEK SAMPING:

•      Reaksi hematologic, Terdapat dalam 2 bentuk. Yang pertama ialah reaksi toksik dengan

manifestasi depresi sumsum tulang. Bentuk yang kedua adalah anemia aplastik dengan

pansitopenia yang ireversibel dan memiliki prognosis sangat buruk. Ada pendapat yang

menyatakan bahwa kloramfenikol yang diberikan secara parenteral jarang menimbulkan anemia

aplastik. Pengobatan terlalu lama atau berulang kali perlu dihindarkan. Hitung sel darah secara

periodik, hitung leukosit, dan hitung jenis tiap 2 hari dapat memberi petunjuk untuk mengurangi

dosis atau menghentikan terapi.

•      Reaksi saluran cerna, Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare, dan

enterokolitis.

•      Sindrom gray. Pada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200

mg/kgBB) dapat timbul sindrom Gray.

23

Page 24: Wrap Up IPT Skenario 1

(Setiabudy, Rianto. 2009)

 

 

2. Fluorokuinolon

Daya antibakteri fluirokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan kuinolon lama. Selain itu

diserap dengan baik pada pemberian oral, dan beberapa derivatnya parenteral sehingga dapat

digunakan untuk infeksi berat khususnya yang disebabkan oleh kuman gram-negatif. Daya

antibakterinya terhadap kuman gram-positif relatif lemah. Yang termasuk golongan ini ialah

siprofloksasin, pefloksasin, ofloksasin, norfloksasin, enoksasin, levofloksasin, fleroksasin, dll.

Terdapat golongan kuinolon baru yaitu moksifloksasin, gatifloksasin, dan gemifloksasin.

MEKANISME KERJA

Fluorokuinolon bekerja dengan mekanisme yang sama dengan kelompok kuinolon terdahulu.

Fluorokuinolon baru menghambat topoisomerase II (=DNA Girase) dan IV pada kuman.

FARMAKOKINETIK

•      Fluorokuinolon diserap lebih baik melalui saluran cerna.

•      Bioavailablitasnya pada pemberian oral sama dengan pemberian parenteral  Fluorokuinolon

hanya sedikit terikat dengan protein.

•      Golongan obat ini hanya didistribusi dengan baik pada berbagai organ.

•    Golongan obat ini mampu mencapai kadar tinggi dalam jaringan prostat dan masa paruh

eliminasinya panjang sehingga obat cukup diberikan 2 kali sehari.

•      Kebanyakan fluorokuinolon dimetabolisme di hati dan di ekskresikan melalui ginjal.

RESISTENSI

24

Page 25: Wrap Up IPT Skenario 1

Mekanisme resistensi melalui plasmid tidak dijumpai pada golongan kuinolon, namun resistensi

terhadap kuinolon dapat terjadi melalui 3 mekanisme yaitu:

1. Mutasi gen gyr A yang menyebabkan subunit A dari DNA girase kuman berubah sehingga

tidak dapat diduduki molekul obat lagi

2. Perubahan pada permukaan sel kuman yang mempersulit penetrasi obat ke dalam sel 3.

Peningkatan mekanisme pemompaan obat keluar sel (efflux) Indikasi.

Fluorokuinolon digunakan untuk indikasi yang jauh lebih luas antara lain:

•      Infeksi saluran kemih (ISK) : Fluorokuinolon efektif untuk ISK dengan atau tanpa penyulit.

Siprofloksasin, norfloksasin, dan ofloksasin dapat mencapai kadar yang cukup tinggi di jaringan

prostat dan dapat digunakan untuk terapi prostatitis bakterial akut maupun kronik.

• Infeksi saluran pencernaan     : Fluorokuinolon juga efektif untuk diare yang disebabkan

oleh Shigella, Salmonella,E.coli dan Campylobacter. Siprofloksasin dan ofloksasin mempunyai

efektivitas yang baik terhadap demam tifoid.

•      Infeksi saluran nafas (ISN) : Secara umum efektivitas flurokuinolon generasi pertama untuk

infeksi bakterial saluran napas bawah adalah cukup baik. Namun perlu diperhatikan bahwa

kuman S.pneumoniae dan S.aureus yang sering menjadi penyebab ISN kurang peka terhadap

golongan obat ini.

•      Penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual: Siprofloksasin oral dan levofloksasin

oral merupakan obat pilihan utama disamping seftriakson dan sefiksim untuk pengobatan uretris

dan servitis oleh gonokokus.

•      Infeksi tulang dan sendi : Siprofloksasin oral yang diberikan selama 4-6 minggu efektif

untuk mengatasi infeksi pada tulang dan sendi yang disebabkan oleh kuman yang peka.

•      Infeksi kulit dan jaringan : Fluorokuinolon oraal mempunyai efektivitas sebanding dengan

sefalosporin parenteral generasi ketiga untuk pengobatan infeksi berat pada kulit atau jaringan

lunak.

EFEK SAMPING

Beberapa efek samping yang dihubungkan dengan penggunaan obat ini ialah:

25

Page 26: Wrap Up IPT Skenario 1

•   Saluran cerna: Paling sering timbul pada penggunan golongan kuinolon dan bermanifestasi

dalam bentuk mual, muntah, dan rasa tidak enak di perut.

•       Susunan saraf pusat : Yang paling sering dijumpai ialah sakit kepala dan pusing.

Bentuk yang jarang timbul ialah halusinasi, kejang dan delirium.

•      Hepatotoksisitas: Efek samping ini jarang terjadi.

•  Kardiotoksisitas : Beberpa fluorokuinolon  antara lain sparfloksasin dan grepafloksasin (kedua

obat ini sekarang tidak dipasarkan lagi) dapat memperpanjang interval QTc (corrected QT

interval).

•      Disglikemia : Gatifloksasin dapat menimbulkan hiper-atau hipoglikemia, khususnya pada

pasien berusia lanjut. Obat ini tidak boleh diberikan kepada pasien diabetes melitus.

•   Fototosisitas : Klinafloksasin (tidak dipasarkan lagi) dan sparfloksasin adalah fluorokuinolon

yang relatif sering menimbulkan fototoksisitas.

•      Lain- lain : Golongan kuinolon hingga sekarang tidak diindikasikan untuk anak (sampai 18

tahun) dan wanita hamil karena data dari penelitian hewan menunjukkan bahwa golongan ini

dapat menimbulkan kerusakan sendi.

INTERAKSI OBAT

Golongan kuinolon dan fluorokuinolon berinteraksi dengan beberapa obat, misalnya:  Antasid

dan preparat besi (Fe)

•      Teofilin

•      Obat-obat yang memperpanjang interval QTc. (Setiabudy, Rianto. 2009)

 3.  Kotrimoksazol

Trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap

berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergi. Kombinasi

ini lebih dikenal dengan nama kotrimoksazol.

FARMAKOKINETIK

26

Page 27: Wrap Up IPT Skenario 1

Rasio kadar sulfametoksazol & trimetoprim yang ingin dicapai dalam darah ialah sekitar

20:1. Karena sifat nya yang lipofilik, trimetoprim mempunyai volume distribusi yang lebih besar

daripada sulfametoksazol. Dengan memberikan sulfametoksazol 800 mg  dan trimetoprim 160

mg per oral (rasio sulfametoksazol : trimetoprim =  5:1) dapat diperoleh rasio kadar kedua obat

tersebut dalam darah kurang lebih 20:1

 Trimetoprim cepat distribusi ke dalam jaringan dan kira-kira 40% terikat pada protein

plasma dengan adanya sulfametoksazol. Volume distribusi trimetoprim hampir 9 kali lebih besar

dari pada sulfametoksazol. Obat masuk ke CSS dan salivadengan mudah. Masingmasing

kompenen ditemukan  dalam kadar tinggi di dalam empedu. Kira-kira 65% sulfametoksazol

terikat pada protein plasma. Sampai 60% trimetoprim dan 25-50% sulfametoksazol di eksresikan

melalui urine dalam 24 jam setelah pemberian. Dua-pertiga dari  sulfonamid tidak mengalami

konjugasi. Metabolit  trimetoprim ditemukan juga diurin,pada pasien uremia, kecepatan eksresi

dan kadar urin kedua obat jenis menurun

Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk tablet oral, mengandung 400 mg sulfametoksazol dan

80 mg  trimetoprim atau 800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim. Untuk anakanak

tersedia juga suspensi oral yang mengandung 200mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim/5

mL, serta tablet pediatrik yang mengandung 100 mg sulfametoksazol  dan 20 mg

trimetoprim.untuk pemberian IV tersedia sediaan infus yang mengandung 400mg 

sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim setiap 12 jam. Pada infeksi yang lebih berat diberikan

dosis yang lebih besar.dengan pasien gagal ginjal diberikan dosis biasa bila klirens kreatinin

lebih dari30 ml/menit: bila klirens kreatinin 15-30 mL/menit, dosis 2 tablet diberikan setiap 24

jam obat ini tidak boleh diberikan.

RESISTENSI:

Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol lebih rendah dari pada masingmasing

obat, karena mikroba yang resistensi terhadap salah satu komponen masih peka terhadap

komponen lain nya. Resistensi mikroba terhadap trimetoprim dapat terjadi karena mutasi.

Resistensi yang terjadi pada bakteri Gram-negatif disebabkan oleh adanya  plasmid yang

membawa sifat  menghambat  kerja obat terhadap enzim dihidrofolat reduktase. 

EFEK SAMPING:

27

Page 28: Wrap Up IPT Skenario 1

•      Pada dosis yang dianjurkan tidak terbukti bahwa kotrimoksazol menimbulkan defisiensi

folat pada orang normal, namun batas antara toksisitas untuk bakteri dan manusia relatif sempit

bila sel tubuh mengalami defisiensi folat, dalam keadaan demikian obat ini mungkin

menimbulkan megaloblastosis, leukopenia atau trombositopenia.

•      Kira-kira 75% efek samping terjadi pada kulit, berupa reaksi yang khas ditimbulkan oleh

sulfonamid.namun demikian kombinasi sulfametoksazol-trimetoprim dilaporkan dapat

menimbulkan reaksi kulit sampai tiga kali lebih sering dibandingkan sulfametoksazol tunggal

(5,9% vs 1,7%). Dermatitis eksfoliatif, sindrom stevens-johnson dan toxic epidermal necrolysis

jarang terjadi.

•      Gejala pada saluran pencernaan terutama berupa mual dan muntah, diare jarang terjadi

glositis dan stomatitis relatif sering.

•      Ikterus terutama terjadi pada pasien yang sebelumnya telah mengalami hepatitis kolestatik

alergik.

•      Reaksi pada susunan saraf pusat berupa sakit kepala, depresi, dan halussinasi, disebabkan

oleh sulfonanid. Reaksi hematologi lainnya ialah berbagai macam anemia (aplastik, hemolitik

dan makrositik) gangguan koagulasi, granulositopenia, agranulositosis, purpura, purpura henoch-

schonlein dan sulfhemoglobinemia.

INDIKASI:

•     Infeksi saluran kemih

Sulfonamid masih berguna untuk infeksi ringan pada saluran kemih bagian bawah. Tapi

timbulnya resistensi makin meningkat terutama bakteri Gram-negatif sehingga sulfonamid tidak

dapat digunakn pada pengobatan infeksi yang lebih berat pada saluran kemih tsb,penting untuk

membedakan antara infeksi pada ginjal dan infeksi pada saluran kemih bagian bawah,pada

keadaan pielonefritis akut yang disertai dengan demam hebat dan bila ada kemungkinan

timbulnya bakteremia dan syok, sebaiknya jangan diberikanpengobtan dengan Sulfonamid tetapi

dianjurkan diberikan sesuatu  antimikroba yang bakterisid secara parenteral yang dipilih

berdasarkan uji sensitivitasmikroba dari hasil kultur urin, Sulfonamid digunakan untuk

pengobatan sistitis akut maupun kronik,infeksi kronik bagiab kemih bagian atas dan bakteriuria

yang asimtomatik. Sulfonamid efektif untuk sistitis akut  penyulit pada wanita,pengobatan

28

Page 29: Wrap Up IPT Skenario 1

infeksi ringan saluran kemih bagian bawah dengan kotrimoksazol ternyata sangat efektif  bahkan

untuk infeksi oleh mikroba yang telah resistensi terhadap Sulfonamid sendiri.

•      Infeksi saluran pernafasan

Kotrimoksazol tidak dianjurkan untuk pengobatan faringitis akut oleh S. Pyogenes, karena tidak

dapat membasmi mikroba.preparat kombinasi ini efektif untuk pengobatan  bronkitis kronik

dengan eksaserbasi akut.

•      Infeksi saluran cerna

Sediaan kombinasi ini sangat berguna untuk pengobatan shigellosis karena beberapa strain

mikroba  menyebabkan telah resisten terhadap ampisilin, obat ini juga ampuh dan efektif untuk

demam tifoid, karena prevalensi resistensi mikroba menyebabkan terhadap obat ini masih

rendah.

•      Infeksi oleh Pneumocytis

Pengobatan dengan dosis tinggi (trimetoprim 20 mg/kgBB perhari dengan sulfametoksazol100

mg/kgBB per hari,dalam 3-4 kali pemberian). Efektif untuk pasien infeksi berat pada pasien

AIDS.

•      Infeksi genitalia

Karena resistensis mikroba Kotrimoksazol Tidak dianjurkan lagi untuk pengobatan

gonore.pemberian eritromisin 500mg 4 kali sehari selama 10hari  atau 160mg trimetoprim dan

800mg  sulfametoksazol peroral dua kali sehari selama 10 hari efektif untuk pengobatan

chancroid.

•      Infeksi lainnya

Infeksi oleh jamur nokardia dapat diobati dengan kombinasi ini, sulfametoksazol mungkin

efektif untuk pengobatan bruselosis bahkan bila ada lesi lokal seperti artritis,endokarditis,atau

epididimoorkitis,

(Setiabudy R, Mariana Y. 2009)

 

29

Page 30: Wrap Up IPT Skenario 1

4.  Sefalosporin Generasi Ketiga

Sefalosporin golongan ketiga umumnya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama

terhadap kokus Gram-positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain

penghasil penisilinase. Seftazidim dan sefoperazon aktif terhadap P. Aeruginosa. (Istiantoro YH

& Gan VHS. 2009). Hingga saat ini sefalosproin generasi ketiga yang terbukti efektif untuk

demam tifoid adalah seftriakson. (Widodo D. 2009)

FARMAKOKINETIK

Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya sefuroksim, seftriakson, sefepim, sefotaksim

dan seftizoksim mencapai kadar yang tinggi di cairan serebrospinal (CSS), sehingga dapat

bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Selain itu sefalosporin juga melewati sawar

darah uri, mencapai kadar tinggi di cairan sinovial dan cairan perikardium. Pada pemberian

sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga di cairan mata relatif tinggi, tetapi tidak mencapai

vitreus. Kadar sefalosporin dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon.

Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal, dengan proses sekresi

tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu. Karena itu dosis

sefalosporin umumnya harus dikurangi pada pasien insufisiensi ginjal. Probenesid mengurangi

ekskresi sefalosporin, kecuali moksalaktam dan beberapa lainnya. Sefalotin, sefapirin dan

sefotaksim mengalami deasetilasi; metabolit yang aktivitas antimikrobanya lebih rendah juga

diekskresi melalui ginjal.

EFEK SAMPING

Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi, gejalanya mirip dengan

reaksi alergi yang ditimbulkan oleh penisilin. Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme

bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang umumnya terjadi pada pasien dengan alergi

penisilin berat, sedangkan pada alergi penisilin ringan atau sedang kemungkinannya kecil.

Dengan demikian pada pasien dengan alergi penisilin berat, tidak dianjurkan penggunaan

sefalosporin atau kalau sangat diperlukan harus diawasi dengan sungguh-sungguh. Reaksi

Coombs sering timbul pada penggunaan sefalosporin dosis tinggi. Depresi sumsum tulang

terutama granulositopenia dapat timbul meskipun jarang. 

30

Page 31: Wrap Up IPT Skenario 1

Sefalosporin bersifat nefrotoksik, meskipun jauh lebih ringan dibandingkan aminoglikosida

dan polimiksin. Nekrosis ginjal dapat terjadi pada pemberian sefaloridin 4 g/hari (obat ini tidak

beredar di Indonesia). Sefalosporin lain pada dosis terapi jauh kurang toksik dibandingkan

dengan sefaloridin. Kombinasi sefalosporin dengan gentamisin atau tobramisin mempermudah

terjadinya nefrotoksisitas.

Diare dapat timbul terutama pada pemberian sefoperazon, mungkin karena ekskresinya

terutama melalui empedu, sehingga mengganggu flora normal usus. Selain itu dapat terjadi

perdarahan hebat karena hipoprotrombinemia, dan/atau disfungsi trombosit, khususnya pada

pemberian moksalaktam.

INDIKASI

Sefalosporin generasi ketiga tunggal atau dalam kombinasi dengan aminoglikosida

merupakan obat pilihan utama untuk infeksi berat oleh Klebsiella, Enterobacter, Proteus,

Provedencia, Serratia dan Haemophillus spesies. Seftriakson dewasa ini merupakan obat pilihan

untuk semua bentuk gonore dan infeksi berat penyakit Lyme.

(Istiantoro YH & Gan VHS. 2009).

31

Page 32: Wrap Up IPT Skenario 1

32