laporan praktikum ipt jamur
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PENYAKIT TANAMAN
Bakteri
Oleh :
Nama : Sarah Lail Zahra
Nim : 125040201111162
Kelompok : Kamis, 13.20
Asisten : Diajeng Nastiti
JURUSAN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
1. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang
Pentingnya mempelajari ilmu yang berkaitan tentang patogen pada tumbuhan,
dimaksudkan untuk mencegah, dan mengendalikan, serta mengetahui perlakuan
yang tepat saat tanaman budidaya kita suatu saat terserang penyakit. Penyakit
yang menyerang tumbuhan umumnya disebabkan oleh virus, jamur, nematoda dan
bakteri. Bakteri merupakan patogen yang tergolong banyak menyerang tanaman
skala produksi dan bersifat sangat merugikan karena menimbulkan ekspresi busuk
dan bau. Dengan mempelajari dan mengerti bagaimana suatu patogen dapat
menyerang tanaman, khususnya bakteri, diharapkan kita dapat memberikan
perakuan yang tepat pada tanaman budidaya kita, seuai dengan gejala yang
ditimbulkan oleh bakteri, dan kedepannya kita dapat mencegah patogen yang
disebabkan oleh bakteri tersebut agar tidak sampai menginfeksi pada lahan
budidaya kita.
1.2. Tujuan Praktikum
Mengetahui gejala yang ditimbulkan oleh bakteri BDB pada buah pisang, dan
gejala yang ditimbulkan oleh Erwinia carotovora pada tanaman kentang.
1.3. Manfaat PraktikumDengan mempelajari dan mengerti bagaimana suatu patogen dapat menyerang
tanaman, khususnya bakteri, diharapkan kita dapat memberikan perakuan yang
tepat pada tanaman budidaya kita, seuai dengan gejala yang ditimbulkan oleh
bakteri, dan kedepannya kita dapat mencegah patogen yang disebabkan oleh
bakteri tersebut agar tidak sampai menginfeksi pada lahan budidaya kita.
2. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Pengertian Bakteri
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokaryotik (tidak memilki
selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik
berupa DNA namun tidak teralokalisasi di tempat khusus (nukleus) dan tidak ada
membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang, dan biasa disebut
nukleoid.pada DNA bakteri tidak memiliki intron dan hanya tersusun atas ekson
saja. Bakteri juga memilki DNA ekstrakromosomal yang terbentuk menjadi
plasmid dan berbentuk kecil dan sirkuler. (Baharudin, 1994)
2.2. Teknik Perbanyakan Bakteri>Isolasi pada agar cawan
Prinsip pada metode isolasi pada agar cawan adalah mengencerkan
mikroorganisme sehingga diperoleh individu spesies yang dapat dipisahkan dari
organisme lainnya. Setiap koloni yang terpisah yang tampak pada cawan tersebut
setelah inkubasi berasal dari satu sel tunggal.. Terdapat beberapa cara dalam
metode isolasi pada cawan agar, yaitu: metode gores kuadrat dan metode agar
cawan tuang. Metode gores kuadart bila metode ini dilakukan dengan baik akan
menghasilkan terisolasinya mikroorganisme dimana setiap koloni baresal dari satu
sel. Metode agar tuang berbeda dengan etode gores kuadrat, cawan tuang
menggunakan medium agar yang dicairkan dan didinginkan 50 oC, yang
kemudian dicawankan. Pengenceran tetap perlu dilakukan sehingga pada cawan
yang terakhir mengandung koloni-koloni yang terpisah diatas permukaan/ didalam
cawan.
>Isolasi pada medium cair
Metode isolasi pada medium cair dilakukan bila mikroorganisme tidak dapat
tumbuh pada agar cawan (medium padat), tetapi hanya dapat tumbuh pada kultur
cair. Metode ini juga perlu dilakukan pengenceran dengan beberapa serial
pengenceran. Semakin tinggi pengenceran peluang untuk mendapatkan satu sel
semakin besar.
> Isolasi sel tunggal
Metode isolasi sel tunggal dilakukan untuk mengisolasi sel mikroorganisme
berukuran besar yang tidak dapat diisolasi dengan metode agar cawan/medium
cair. Sel mikroorganisme dilihat dengan menggunakan perbesaran sekitar 100
kali. Kemudian sel tersebut dipisahkan dengan menggunakan pipet kapiler yang
sangat halus ataupun micromanipulator, yang dilakukan secara aseptis.
Adapun prinsp dari metode cawan ini adalah jika sel jasad renik yang masih
hidup ditumbuhkan pada suatu medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung
dengan mata tanpa menggunakan alat bantu seperti mikroskop dan sebagainya.
Metode hiting cawan ini merupakan cara yang paling sensitif untuk menentukan
jumlah jasad renik karena beberapa hal yaitu:
1. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
2. Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus
3. Dapat digunakan untuk mengisolasi dan identifikasi jasad renik kerena koloni
yang terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai
penampakan yang spesifik (goodman, 1986).
2.3. Proses Inokulasi BDB pada tanamanIsolat BDB yang diperoleh dimurnikan,diperbanyak dan disimpan dalam
akuades steril untuk digunakan dalam pengujian-pengujian berikutnya. Untuk
memastikan isolat tersebut adalah penyakit darah dilakukan uji karakter kultur
pada media TZC
(Baharuddin, 1994), uji hipersensitif pada daun tembakau dan uji patogenisitas
pada tanaman pisang dan jahe.
Jenis cara inokulasi BDB antara lain adalah :
> Injeksi suspense bakteri menggunakan syringe dibagian tengah buah pisang.
> Menusuk di bagian tengah buah pisang menggunakan jarum yang telah dilumuri
suspensi bakteri.
> Mengolesi pangkal buah yang telah dipotong dengan pisau steril (Baharuddin,
1994)
2.4. Proses Inokulasi Erwinia carotovora pada tanamanUntuk inokulasi bakteri dibuat dengan cara penetrasi patogen dengan bantuan
air (Jutono, 1973). Inokulasi dapat dilakukan dengan bantuan suntikan, maupun
olesan (Martorejo, 1997)
2.5. Teknik Patogenisitas BakteriBakteri masuk ke dalam tanaman melalui luka atau lubang alami seperti
stomata sehingga bakteri tidak perlu melakukan penetrasi tetapi harus memiliki
cara untuk kontak (adhere) dengan permukaan tanaman. Kebanyakan bakteri
tidak memiliki mekanisme untuk menempel (adhesion) pada inang kecuali bagi
bakteri yang berpindah melalui xilem dan phloem. Misalnya bakteri
Agrobacterium, membutuhkan reseptor pada permukaan inang untuk melekat
(attachment) agar dapat mentransfer tDNA dan menimbulkan penyakit. Seperti
halnya Agrobacterium, bakteri patogen tumbuhan lainnya memiliki gen penyandi
protein untuk pelekatan dan agregasi. Ralstonia solanacearum, Pseudomonas,
Xanthomonas dan Xylella memiliki 35 gen yang homolog dengan gen penyandi
pili tipe IV. Pada Pseudomonas, Xanthomonas pili type IV ini terlibat dalam
agregasi antar sel dan proteksi terhadap cekaman lingkungan, sedangkan pada
Xylella berperan untuk pemantapan agregasi populasi bakteri. Keempat bakteri ini
juga memiliki gen penyandi adhesin dan hemaglutinin-related yang homolog
dengan gen pada mamalia.
Sistem sekresi merupakan sarana penting dalam patogenisitas bakteri untuk
mentranslokasikan protein bakteri dan molekul lain ke dalam sel tanaman.
berdasarkan protein penyusunnya, terdapat lima sistem sekresi (SS) protein pada
bakteri, yaitu :
Tipe I : terdapat pada hampir semua bakteri patogen; mensekresikan toksin
seperti hemolysins, cyclolysin, and rhizobiocin; terdiri dari protein ATP-binding
cassete (ABC): energi untuk memasukkan dan mengeluarkan senyawa ke dalam
sel bakteri berasal dari hydrolisis ATP.
Tipe II : umumnya terdapat pada bakteri Gram negatif; mensekresikan berbagai
protein, enzim, toksin, dan faktor virulensi melalui dua tahap.
Tipe III : merupakan sistem sekresi yang paling penting untuk bakteri patogen
seperti Ralstonia, Pseudomonas, dan Xanthomonas. Fungsi utamanya adalah
untuk transportasi protein efektor melintasi membran sel bakteri dan
memasukkannya ke dalam sel tanaman. Gen penyandi SS tipe III ini memiliki
kemiripan pada 2/3 asam aminonya sehingga disebut hypersensitive response
conserved (hrc).
Tipe IV : mentransportasi makromolekul dari bakteri ke dalam sel inang,
misalnya transfer tDNA dari Agrobacterium ke dalam sel inang. Proses transfer
protein ini sangat mirip dengan transfer plasmid antar bakteri.
Tipe V : autotransporter, memiliki gen yang menyandikan adhesin permukaan.
Bakteri memiliki enzim pendegradasi dinding sel yang bervariasi. Enzim
tersebut meliputi pectinase, cellulase, protease, dan xylanase. Pectinase
merupakan enzim yang dianggap paling penting dalam patogenesis bakteri
tumbuhan yang menyebabkan peluruhan (maserasi) jaringan akibat degradasi
pektin pada lamela tengah. Terdapat empat tipe enzim pendegradasi pektin, yaitu
pectate lyase (Pel), pectin lyase (Pnl), dan pectin methyl esterase (Pme) yang
optimum pada pH tinggi (~8.0) dan polygalacturonase yang optimum pada pH
sekitar 6. Masing-masing enzim tersebut tersedia dalam berbagai bentuk atau
isozim dan disandikan oleh gen secara terpisah.
Ekspresi gen penyandi pektinase diatur secara global melalui mekanisme
menyerupai quorum sensing yang merupakan pengaturan berdasarkan kepadatan
populasi sel (cell density-dependent regulatory). Enzim diproduksi ketika bakteri
dan induser (homoserine lactone, HSL) mencapai tingkat kritis. Quorum sensing
memungkinkan bakteri dapat berkembang dalam jaringan inang tanpa
menimbulkan respon ketahanan dari inang. Enzim pendegradasi dinding sel
berperan dalam memfasilitasi penetrasi, kolonisasi patogen dan menimbulkan
gejala penyakit.
Bakteri menghasilkan enzim pendegradasi dinding sel dengan jenis yang
beragam. Erwinia penyebab busuk lunak (soft-rot) memiliki enzim pendegradasi
dinding sel tanaman yang paling luas dibadingkan dengan bakteri patogen
tumbuhan lainnya. Erwinia chrysanthemi menghasilkan lima grup utama Pel, tiga
grup minor Pel.
Erwinia carotovora menghasilkan tiga grup utama Pel, Pel intraseluler, dan
beberapa grup minor Pel. Xanthomonas campestris pv. campestris penyebab
busuk hitam pada kubis-kubisan memiliki gen untuk menyandikan dua enzim
pectin esterases, dua enzim polygalacturonases, empat enzim pectate lyases, lima
xylanases, dan sembilan cellulases. X. citri tidak memiliki enzim pectin esterases
sehingga memiliki gejala yang berbeda dengan X. campestris pv. campestris.
Bakteri lain kurang bersifat pektinolitik adalah Agrobacterium tumefaciens yang
hanya memiliki empat gen penyandi pectinase dan Xylella yang memiliki hanya
satu gen penyandi polygalacturonase.
Toksin merupakan faktor patogenisitas yang paling penting bagi bakteri
patogen. Misalnya adalah coronatine dan syringomycin yang dihasilkan oleh
beberapa Pseudomonas dan albicidin yang dihasilkan oleh X. albilineans.
Coronatine berfungsi untuk menekan induksi gen pertahanan inang, sedangkan
albicidin mencegah terjadinya replikasi DNA prokariotik dan perkembangan
plastid sehingga menyebabkan gejala klorosis pada daun muda.
Faktor patogenisitas bakteri lainnya adalah polisakarida ekstraseluler (EPS,
extracellular polysaccharides), misalnya pada Ralstonia solanacearum penyebab
layu, EPS1 merupakan faktor virulensi utama untuk menimbulkan penyakit. EPS
menyumbat pembuluh xylem sehingga menyebabkan layu. Sedikitnya terdapat 12
gen yang terlibat dalam biosintesis EPS1. Komponen utama EPS dari E.
carotovora adalah amilovoran yang biosintesisnya dikendalikan oleh beberapa
cluster gen.
Bakteri mengembangkan sistem pengaturan dan jaringan (regulatory system
and network) untuk menentukan kapan harus mengekspresikan gen patogenisitas
dan virulensi. Sistem ini memantau kondisi lingkungan dan memicu perubahan
drastis pada fisiologinya. Komponen utama dari sistem pengaturan respon ini
adalah sensor transmembran berupa protein kinase. Protein sensor akan
menangkap signal dan menjadi aktif. Sensor ini kemudian akan mengaktifkan
pengatur respon (response regulator) pada sitoplasma yang selanjutnya akan
mengaktifkan gen-gen target.
Gen-gen patogenisitas dan virulensi dari Ralstonia solanacearum dikendalikan
oleh jaringan yang kompleks yang mengandung gen phcA (sebagai response
regulator) dan produk operon phcBRSQ yang mengontrol level PhcA aktif sesuai
dengan kepadatan sel. PhcA pada level tinggi akan mengaktifkan gen-gen
virulensi seperti EPS1 dan beberapa eksoenzim. Ketika PhcA tidak aktif sel akan
mengaktifkan gen-gen untuk memproduksi polygalacturonase, siderofor,
perangkat sekresi Hrp dan swimming motility. Level PhcA di dalam sel
dikendalikan oleh 3-OH palmitic acid methylester (3-OH PAME). Semakin tinggi
3-OH PAME di dalam sel semakin tinggi level PhcA dan sebaliknya.
Bakteri Agrobacterium memiliki sistem pengaturan dua komponen (two-
component regulatory system) untuk mengenali dan bereaksi terhadap tanaman
yang rentan. Komponen tersebut adalah VirA yang merupakan protein sensor di
membran dan VirG yang merupakan protein pengatur respon di sitoplasma. Gen
virA diaktifkan oleh senyawa fenolik seperti lignin, flavonoid, dan acetosyringone
yang dikeluarkan tanaman saat luka. Selanjutnya, VirA (suatu protein produk
virA) akan mengaktifkan gen-gen vir lainnya.
Faktor patogenisitas bakteri yang lain adalah lipopolisakarida (LPS) yang
merupakan komponen dinding sel luar bakteri Gram negatif seperti Erwinia.
Siderofor dari Erwinia yaitu catechol dan hydroxamate merupakan penentu
virulensi. Siderofor ini melindungi bakteri dari H2O2 dan mencegah terbentuknya
reaktif oksigen (ROS). Peptida methionine sulfoxide reductase dapat melindungi
dan memperbaiki protein bakteri yang rusak karena ROS. Gen-gen hrp dan avr
berhubungan dengan ekspresi gen patogenisitas dan spesifisitas inang. Gen hrp
menyandikan protein harpin (pilin) yang digunakan sebagai sistem sekresi Tipe III
untuk mensekresikan protein Avr ke dalam sel tanaman. Protein Avr dan harpin
dapat menginduksi reaksi hipersensitif (HR). Protein Avr berperan dalam
menentukan kompatibilitas interaksi patogen dan inang.
Ambil suspensi bakteri dai media biakan menggunakan ose
Streak ke media PDA yang telah disiapkan
3. METODOLOGI3.1. Alat dan Bahan
Bahan :Biakan bakteri BDB dan Erwinia carotovora : spesimenUmbi kentang 2 buah : spesimenBuah pisang 2 buah : spesimenAquades : media pengencer biakan bakteriSpirtus : bahan bakar bunsenAlat :Suntikan : perantara masuknya inokulum bakteriBunsen : untuk menciptakan kondisi aseptisGelas ukur : untuk mencampurkan biakan bakteri dan aquadesJarum ose : untuk mengambil biakan bakteri dan mengaduk campuran bakteri dan air
3.2. Diagram Kerja Perbanyakan Bakteri
Pada langkah kerja pemurnian bakteri, diperlukan kondisi aseptis yang
mendukung. Maka, sebelum perlakuan dikerjakan, pastikan lingkungan kerja dan
alat-alat telah dalam kondisi steril. Kemudian, nyalakan bunsen, ambil petri berisi
biakan bakteri, ambil sebagian koloni menggunkan jarum ose steril, kemudian
ambil petri berisi media yang baru dan streak bakteri tersebut pada media yang
baru. Tutup petri, kemudian aplikasikan plastik wrap untuk mencegah terjadinya
Wrap petri berisi streak pemurnian bakteri
Amati selama satu minggu
Mencuci umbi kentang dan pisang menggunakan akuades lalu tiriskan
Simpan di dalam nampan dan tutp menggunakan platik wraping kemudian berikan celah sedikit untuk jalannya udara
Amati dalam satu minggu
kontaminasi. Seluruh langkah kerja, pastikan untuk mendekatkan peralatan dan
bahan pada api bunsen untuk menjaga kondisi aspetis.
3.3. Diagram Kerja Uji Patogenisitas
Langkah pertama, ambil sebagian isolat bakteri, encerkan menggunakan
aquades 10 ml dan campurkan secara merata dengan cara diaduk-aduk. Setelah
larutan yang berisi perbanyakan bakteri siap, masukkan pada suntikan untuk
persiapan disuntikkan pada spesimen. Kemudian, ambil umbi kentang dan pisang,
ambil masing-masing 2 buah, untuk perlakuan dan kontrol. Pada kontrol, umbi
kentang dan buah pisang tidak diinokulasi patogen bakteri. Ambil suntikan yang
telah berisi bakteri sebelumnya. Suntik pada beberapa bagian tubuh umbi dan
buah, beri tanda dan amati selama 1 minggu pengamatan dengan tetap melakukan
dokumentasi.
Suntikan masing-masing bakteri menggunakan jarum suntik pada kentang dan pisang
Ambil sebagian kecil biakan koloni bakteri
Taruh di gelas ukur, campurkan dengan aquades 10 ml
Aduk hingga terlarut sempurna
4. PEMBAHASAN4.1. Hasil Purifikasi Bakteri
4.1.1 Erwinia carotovora
Pengamatan dilakukan 2 kali setelah pembiakan bakteri berlangsung.
Diketahui, bahwa pada pengamtan pertama koloni telah menunjukkan tanda-tanda
berkembang dan terus berlanjut hingga pengamatan kedua. Koloni yang muncul
berwarna bening kekuningan dan membentuk koloni-koloni tunggal. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Addy (2007), bahwa koloni bakteri E. carotovora
berwarna bening sampai putih susu, mengkilat, bulat dan bertepi rata.
4.2.2. Bakteri BDB
Hasil pengamatan perbanyakan bakteri selama dua kali pengamatan
menunjukkan bahwa bakteri yang dimurnikan dari biakan bakteri BDB berwarna
kuning terang dan sedikit bertekstur tebal. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Supeno (2003) yakni ciri yang dapat dilihat pada patogen BDB ini adalah bentuk
koloninya bulat atau lonjong (berukuran 2 – 5 mm) setelah 4 hari pada suhu 280C,
tidak fluidal, pinggiran koloninya jelas dan bening, dengan bagian tengahnya
sedikit keruh. Ciri lainnya adalah koloninya cenderung lengket pada permukaan
medium sehingga agak sulit kalau diambil dengan jarum ose.
4.2. Hasil Pengamatan Uji patogenitas Umbi Kentang dan Buah PisangUmbi kentang
Di hasil akhir pengamatan, umbi kentang mengalami kebusukan disekeliling
tempat yang disuntik dengna Erwinia carotovora. Warna umbi menjadi coklat dan
terdapat kontaminasi jamur pada tepiannya. Gejala yang nampak ini sama dengan
pernyataan Abadi (2003) bahwa gejala bercak coklat, busuk dan berair yang
tampak pada umbi memiliki perbatasan yang jelas antara umbi yang terserang
dengan umbi yang sehat. Akan tetapi busuk yang ditimbulkan tidak berbau dan
tidak berlendir.
Buah Pisang
Terdapat perbedaan antara buah pisang kontrol dan pisang yang di inokulasi
menggunakan BDB. Buah pisang yang diinokulasi menunjukkan gejala yakni
badan buah mencoklat, berlendir dan beralur sesuai dengan masuknya inokulum
yakni pada jantung buah pisang. Badan buah yang tidak terlalu terkena serangan
juga menunjukkan perubahan warna yakni terlihat basah, sedangkan pada buah
kontrol, pisang tetap berwarna segar tanpa adanya kerusakan baik pada jantung
buah maupun badan buah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Goodman (1986)
yang menyatakan bahwa gejala ditandai dengan pembusukan badan buah, bercak
merah kecoklatan atau hitam, berlendir pada jantung buah dan rasa yang pahit.
5. KESIMPULANDAFTAR PUSTAKA
Abadi, A. L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan 3. Bayumedia. Malang. p 145 Addy HS. 2007. Pengaruh sumber mineral terhadap penekanan Erwinia carotovora
oleh pseudomonas pendar-fluor secara in vitro. J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Troprika 7(2):117-124.
Baharuddin, B. 1994. Pathological, Biochemical, and Serelogical Characterization of the Blood Disease Bacterium Affecting Banana and Plantain (Musa sp.). Molecular Plant Pathology. 84 (6) : 570-575
Goodman, R.N., Z. Kiraly dan K.R. Wood. 1986. The Biochemistry and Physiology of Plant Disease. p 28-29
Jutono. 1973. Dasar-dasar Mikrobiologi untuk Perguruan Tinggi. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Martoredjo. 1997. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Andi Offset. Yogyakarta.Supeno, B., 2003. Preferensi Beberapa Serangga Vektor Bakteri Penyebab Penyakit
Darah Pisang (Pseudomonas solanacearum) pada beberapa jenis bunga pisang. Jurnal Penelitian UNRAM. 2 (4): 45 – 51.