laporan praktikum budidaya jamur tiram
TRANSCRIPT
KULTUR JARINGAN PEMBUATAN MEDIUM POTATO DEXTROSA
AGAR DAN BUDIDAYA JAMUR TIRAM
( Laporan Praktikum Hortikultura)
Disusun Oleh
Nama : Fitri Mulyana
NPM : 1211060062
Kelas : Biologi B / V
Dosen : Sulis Faoziah, SP
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia jamur tiram merupakan komoditi yang mempunyai prospek
sangat baik untuk dikembangkan, baik untuk mencukupi pasaran dalam negeri
yang terus meningkat maupun untuk ekspor, sebab masyarakat sudah mulai
mengerti nilai gizi jamur tiram putih ataupun coklat. Adapun nilai gizi jamur
tiram putih menurut Cahyana dkk (1999) adalah sebagai berikut : protein (27 %),
lemak (1,6 %), karbohidrat (58 %), serat (11,5 %), abu (0,3 %), dan kalori (265)
kalori.
Sementara itu di Lampung khususnya di gunung sulah, banyak terdapat
industri mebel maupun kayu yang menghasilkan banyak serbuk gergaji kayu yang
dapat dipakai sebagai media utama budidaya jamur tiram. Di samping itu serbuk
padi juga digunakan sebagai campuran media budidaya jamur tiram. Campuran
yang lain adalah TSP dan batu kapur/gamping yang relatif mudah diperoleh di
daerah lampung.
Budidaya jamur tiram dengan sistem susun tidak memerlukan tempat yang
luas, karena satu kubung jamur tiram dengan ukuran 21 m2 saja dapat berisi 600
botol plastik jamur (log) yang mampu menghasilkan 300-350 kg jamur tiram
dengan harga jual Rp7000,00 – Rp8 000,00 / kg
Di Jurusan biologi Polinela, budidaya jamur tiram dengan menggunakan
campuran serbuk gergaji dan bekatul pernah dicoba dan hasilnya cukup
memuaskan, sehingga hasil penelitian itu perlu dimasyarakatkan di tingkat petani
jamur.
Budidaya jamur tiram dapat dilakukan dalam skala kecil untuk industri rumah
tangga, atau sebagai usaha sampingan keluarga yang nantinya mampu
memberikan tambahan pendapatan keluarga ataupun diusahakan oleh kelompok
PKK dan karang taruna atau bahkan dapat diusahakan dalam skala besar yang
mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Maka dari itu pelatihan budidaya jamur tiram mahasiswa IAIN Raden
Intan Lampung di Politeknik Negeri Lampung, akan memberikan prospek yang
bagus dan dapat meningkatkan wawasan wirausaha sebagai bekal berwirausaha
khususnya dalam mengembangkan budidaya jamur tiram.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat membuat dan membiakkan bibit F0 jamur tiram melalui
kultur jaringan
2. Mahasiswa mampu membuat media PDA (Potato Dextrosa Agar)
3. Mahasiswa dapat mengetahui cara budidaya jamur tiram (Pleurotus
ostreatus)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian Jamur
Jamur dalam bahasa Indonesia di sebut cendawan dan dalam bahasa botani
disebut fungi, termasuk ke dalam golongan sederhana karena tidak berklorofil.
Secara sederhana pengertian jamur adalah tumbuhan sederhana, berinti, tidak
berklorofil, berspora, berupa sel atau sejumlah sel dalam bentuk benang-benang
(misellia) yang bercabang. Primordia adalah gumpalan kecil yang terdiri dari
kumpulan misellia yang akan berkembang menjadi tubuh buah. Primordia
berkembang dan pada tubuh buah muda terlihat bagian-bagian tubuh buah seperti
tudung dan tangkai yang terletak tidak ditengah tudung (Maulana, 2011).
3.2 Taksonomi Jamur Tiram
Taksonomi jamur tiram, menurut id.wikipedia.orgwikijamur_tiram.Jamur
tiram (2011) sebagai berikut :
Kerajaan : Fungi
Filum : Basidiomycota
Kelas : Homobasidiomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Tricholomataceae
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus ostreatus
3.3 Deskripsi Jamur Tiram
Jamur tiram adalah jamur dengan bentuk tudung yang menyerupai
cangkang kerang dengan diameter antara 5-15 cm. Permukaannya licin dan agak
berminyak ketika berada dalam kondisi lembab. Bagian tepinya agak
bergelombang. Letak tangkainya lateral atau tidak ditengah, tepatnya agak
disamping tudung. Daging buahnya berwarna putih dan cukup tebal. Jika sudah
terlalu tua menjadi alot dan keras. Warna tubuh buahnya berbeda beda, sangat
tergantung pada jenisnya. Misalnya Pleurotus ostreatus berwarna putih
kekuningan, Pleurotus plorida berwarna putih bersih, bahkan ada yang berwarna
merah muda, misalnya Pleurotus plabelatus. Namun, jamur tiram yang banyak
dijual di pasar dan telah dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Pleurotus
ostreatus yang berwarna putih kekuningan (AgroMedia, 2002)
Tubuh buah jamur tiram memiliki tangkai yang tumbuh menyamping
(bahasa Latin: pleurotus) dan bentuknya seperti tiram (ostreatus) sehingga jamur
tiram mempunyai nama binomial Pleurotus ostreatus. Bagian tudung dari jamur
tersebut berubah warna dari hitam, abu-abu, coklat, hingga putih, dengan
permukaan yang ariab licin, diameter 5-20 cm yang bertepi tudung mulus sedikit
berlekuk. Selain itu, jamur tiram juga memiliki spora berbentuk batang berukuran
8-11×3-4μm serta miselia berwarna putih yang ari tumbuh dengan cepat.
Di alam bebas, jamur tiram ari dijumpai ariab sepanjang tahun di hutan
pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di
permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang
sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu. Untuk itu,
saat ingin membudidayakan jamur ini, substrat yang dibuat harus memperhatikan
habitat alaminya. Media yang umum dipakai untuk membiakkan jamur tiram
adalah serbuk gergaji kayu yang merupakan limbah dari penggergajian kayu.
3.4 Jamur Tiram dan Pertumbuhannya
Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu karena jamur ini
banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Disebut jamur tiram karena
bentuk tudungnya agak membulat, lonjong dan melengkung seperti cangkang
tiram Batang atau tangkai jamur ini tidak tepat berada pada tengah tudung, tetapi
agak ke pinggir. Jamur tiram merupakan salah satu jamur yang enak dimakan dan
mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi sehingga tidak mengherankan bila
jenis jamur ini sekarang banyak dibudidayakan.
Kandungan gizi jamur tiram putih menurut Cahyana (1999) adalah sebagai
berikut : protein (27 %), lemak (1,6 %), karbohidrat (58 %), serat (11,5 %), abu
(0,3 %), dan kalori (265) kalori. Adapun jenis jamur tiram yang banyak
dibudidayakan antara lain jamur tiram putih, jamur tiram abu-abu, jamur tiram
cokelat dan jamur tiram merah. Jamur tiram putih, abu-abu dan cokelat paling
banyak dibudidayakan karena mempunyai sifat adaptasi dengan lingkungan yang
baik dan tingkat produktivitasnya cukup tinggi.
Suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi
dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pembentukan tubuh buah jamur).
Suhu inkubasi jamur tiram berkisar antara 22-28 oC dengan kelembaban 60-80 %,
sedangkan suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara 16-22 oC dengan
kelembaban 80-90 %. Pengaruh suhu dan kelembaban tersebut di dalam ruangan
dapat dilakukan dengan menyemprotkan air bersih ke dalam ruangan. Pengaturan
kondisi lingkungan sangat penting bagi pertumbuhan tubuh buah. Apabila suhu
terlalu tinggi, sedangkan kelembaban terlalu rendah maka primordia (bakal jamur)
akan kering dan mati. Di samping suhu dan kelembaban, faktor cahaya dan
sirkulasi udara perlu diperhatikan dalam budidaya jamur tiram. Sirkulasi udara
harus cukup, tidak terlalu besar tetapi tidak pula terlalu kecil. Intensitas cahaya
yang diperlukan pada saat pertumbuhan sekitar 10 %, maka dari itu dalam
budidaya jamur dibuat kubung (rumah jamur tertutup)
3.5 Budidaya Jamur Tiram dengan Media Serbuk Kayu
Untuk budidaya jamur tiram dapat menggunakan serbuk kayu (serbuk
gergaji). Kelebihan penggunaan serbuk kayu sebagai media antara lain mudah
diperoleh dalam bentuk limbah sehingga harganya relatif murah, mudah dicampur
dengan bahan-bahan lain pelengkap nutrisi, serta mudah dibentuk dan
dikondisikan. Bahan-bahan untuk budidaya jamur tiram yang perlu dipersiapkan
terdiri dari bahan baku dan bahan pelengkap. Bahan baku (serbuk kayu/gergaji)
yang digunakan sebagai tempat tumbuh jamur mengandung karbohidrat, serat
lignin, dan lain-lain. Dari kandungan kayu tersebut ada yang berguna dan
membantu pertumbuhan jamur, tetapi ada pula yang menghambat. Kandungan
yang dibutuhkan bagi pertumbuhan jamur antara lain karbohidrat, lignin, dan
serat, sedangkan faktor yang menghambat antara lain adanya getah dan zat
ekstraktif (zat pengawet alami yang terdapat pada kayu). Oleh karena itu serbuk
kayu yang digunakan untuk budidaya jamur sebaiknya berasal dari jenis kayu
yang tidak banyak mengandung zat pengawet alami, tidak busuk dan tidak
ditumbuhi oleh jamur atau kapang lain. Serbuk kayu yang baik adalah serbuk
yang berasal dari kayu keras dan tidak banyak mengandung minyak ataupun
getah. Namun demikian serbuk kayu yang banyak mengandung minyak maupun
getah dapat pula digunakan sebagai media dengan cara merendamnya lebih lama
sebelum proses lebih lanjut.
Bahan-bahan lain yang digunakan dalam budidaya jmur pada media
plastik (log) terdiri dari beberapa macam yaitu bekatul (dedak padi), kapur
(CaCO3), gips (CaSO4). Penggunaan kantong plastik (log) bertujuan untuk
mempermudah pengaturan kondisi (jumlah oksigen dan kelembaban media) dan
penanganan media selama pertumbuhan. Kantong plastik yang digunakan adalah
plastik yang kuat dan tahan panas sampai dengan suhu 100 oC, Jenis plastik
biasanya dipilih dari jenis polipropilen (PP). Ukuran dan ketebalan plastik terdiri
dari berbagai macam. Beberapa ukuran plastik yang biasa digunakan dalam
budidaya jamur antara lain 20 x 30 cm, 17 x 35 cm, 14 x 25 cm dengan ketebalan
0,3 mm – 0,7 mm atau dapat lebih tebal lagi.
Adapun bahan tambahan bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi
media tanam sebagai sumber karbohidrat, sumber karbon (C), dan nitrogen.
Bekatul yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis padi, misalnya padi jenis
IR, pandan wangi, rojo lele, ataupun jenis lainnya. Bekatul sebaiknya dipilih yang
masih baru, belum bau (penguk=jawa), dan tidak rusak.
Kapur merupakan bahan yang ditambahkan sebagai sumber kalsium (Ca).
Di samping itu, kapur juga digunakan untuk mengatur pH media. Kapur yang
digunakan adalah kapur pertanian yaitu kalsium karbonat (CaCO3). Unsur
kalsium dan karbon digunakan untuk meningkatkan mineral yang dibutuhkan
jamur bagi pertumbuhannya. Gips (CaSO4) digunakan sebagai sumber kalsium
dan sebagai bahan untuk memperkokoh media. Dengan kondisi yang kokoh maka
diharapkan media tidak mudah rusak.
3.6 Pembuatan bibit F0 jamur tiram
Pembuatan bibit PDA yang dimaksud di sini adalah pembiakan kultur
murni atau biakan murni dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Yang
dimaksud dengan kultur jaringan adalah mengambil bagian dari jamur untuk
ditumbuhkan pada media PDA agar dapat berkembang dan memperbanyak diri.
Sel-sel spora jamur tiram diharapkan dapat berkembang menjadi individu baru
secara sempurna pada media yang sesuai dalam hal ini media PDA. Teknik kultur
jaringan dengan media PDA (Potato Dextrosa Agar) ini sangat penting untuk
dikuasai oleh pembudidaya jamur karena dari sinilah semua proses multiplikasi
atau pengembangan jamur tiram berlangsung.
PDA adalah singkatan dari Potato Dextrosa Agar merupakan campuran
media dari larutan 200 gram kentang ditamba 20 gram Dextrosa dan 20 gram
bubuk agar-agar. Dalam media agar-agar PDA inilah dikembang biakan murni
dari spora jamur tiram.
Kultur jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut Gewebe
kulturatau tissue culture (Inggris) atau weefsel kweek atau weefsel cultuur
(Belanda). Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk
mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ
yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatanyang steril, dalam botol kultur
yang steril dan dalam kondisi yang ariabl, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
Dasar teori yang digunakan adalah teori totipotensi yang ditulis oleh
SCHLEIDEN dan SCHWANN, Suryowinoto (1977) menyatakan bahwa teori
totipotensi adalah bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, kalau
dibudidayakan di dalam media yang sesuai, akan dapat tumbuh dan berkembang
menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi, berkembang biak
secara normal melalui biji atau spora (Daisy P. Sriyanti dan Ari Wijaya, 1994).
Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi
dalam pelaksanaannya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana
pendukung terciptanya kondisi ariabl terkendali dan fasilitas dasar seperti, air,
listrik dan bahan bakar. Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan juga perangkat
lunak yang memenuhi syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan,
pelaksanaan harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tertentu yaitu
botani, fisiologi tumbuhan ZPT, kimia dan fisika yang memadai.
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum tentang budidaya jamur tiram dan pembuatan pembiakan bibit
F0 jamur tiram melalui kultur jaringan dilakukan pada hari senin 29 desember
2014 di jurusan Budidaya Tanaman Pangan program studi hortikultura Politeknik
Negeri Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
a. Budidaya jamur tiram
Bahan-bahan untuk budidaya jamur tiram terdiri dari : serbuk kayu,
bekatul, serbuk kapur, air, bibit jamur tiram dan alkohol. Untuk alat yang
digunakan yaitu terdiri dari : timbangan, ember, drum sterilisasi, alas pencampur,
alat pencampur,plastik log, cincin paralon, kapas, karet gelang, spatula, rak,
semprotan, pembakar spirtus dan korek api.
b. Pembuatan dan pembiakan bibit F0 jamur tiram melalui kultur jaringan
Bahan-bahan untuk pembuatan terdiri dari : kentang 200 gr, Dextrosa 20
gr, agar 20 gr, air steril atau air destilasi 1 L dan induk jamur tiram. Untuk alat
yang digunakan yaitu terdiri dari : botol pipih, autoclaf, kapas, karet, aluminium
foil, cutter, pinset, bunzen, alkohol, gelas ukur, kotak pembibitan.
3.3 Cara Kerja
a. Budidaya jamur tiram
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menimbang bahan yang digunakan media ( serbuk kayu, bekatul, serbuk
kapur) dengan perbandingan serbuk kayu (100) : bekatul (10) : serbuk kapur1
3. Mencampur bahan yang ada sesuai takaran dan mengaduknya secara merata
4. Menambahkan air kedalam campuran secukupnya dan memperhatikan ketika
bahan diperas tidak keluar airnya (kandungan air 80% dari bahan kering)
5. Bahan campuran tersebut selanjutnya dimasukkan kedalam plastik transparan
tetapi jangan sampai ½ penuh. Masukkan sisa plastik ke ring cincin paralon
lalu ikat dengan karet gelang, bagian yang berlubang ditengah cincin diisi
kapassecukupnya kemudian ditutup kertas koran dan diikat dengan karet
gelang.
6. Bahan yang sudah dibungkus plastik dimasukkan kedalam drum untuk proses
sterilisasi. Air untuk membungkus hanya 25 cm dari dasar drum. Lamanya
proses pengukusan 3 jam dengan suhu 1000 C
7. Setelah selesai sterilisasi media-media tersebut didinginkan minimal 5 jam
kemudian buka cincinnya untuk memasukkan bibit jamur menggunakan
spatula yang sudah diberi alkohol dan telah dipanaskan untuk mensterilisasi
alat (spatula) yang digunakan.
8. Setelah selesai memasukkan bibit jamur, media didiamkan selama 2-3 bulan
dengan penyiraman secara rutin (3x sehari) sampai jamur tumbuh dan siap
dipanen.
b. Langkah pembuatan cairan PDA
1. Mencuci Kentang dengan air bersih.
2. Merebus kentang dengan air sebanyak 1ltr selama ± 15-20 mnt atau sampai
lunak kira-kira air menjadi 500 ml dari 1ltr tadi 3.
3. Mengambil cairan hasil rebusan kedalam gelas ukur dengan takaran 450ml-
500ml
4. Masukan Dextrosa dan Agar- agar masing-masing 7gr seperti keterangan di
atas
5. Mengaduk sampai larut dan merata kemudian masukan cairan tadi kedalam
botol (tabung reaksi tergantung keinginan) masing-masing 10ml
6. Kemudian tutup botol /tabung dengan kapas dan lapisi dengan kertas email
kemudian ikat dengan karet bila perlu.
7. Mensterilkan botol yang berisi cairan PDA tersebut dalam Autoclave selama
kurang lebih 30-45menit dalam suhu 121°c, tekanan 1,5 – 2 atm. Pertahankan
kondisi ini selama kurang lebih 45 menit.
8. Mendiamkan hingga mendingin sampai suhu kurang lebih 37°c 9.
9. Mengeluarkan botol-botol tadi dan letakkan dalam posisi miring/tidur agar
cairan bisa melebar dengan tujuan memperbanyak area media. Jangan sampai
cairan mencapai mulut botol. Jika cairan PDA agar tadi sudah mengeras,
barulah siap untuk di Inokulasikan bibit yang didapat dari jamur langsung.
Catatan : Sebelumnya botol dibersihkan dan disteril dengan merebus botol
dengan air mendidih selama kurang lebih 10 menit. Memang dalam membuat
bibit PDA, kebersihan, sterilisasi tempat, alat dan bahan adalah syarat utama
dalam menunjang keberhasilannya.
c. Dengan kultur jaringan
1. Menuang atau memasukkan media PDA yang sudah dibuat dari Erlenmeyer
ke dalam petridish, memasukkan media tersebut dalam keaadaan masih agak
panas agar belum membentuk jel/mulai memadat dan di dekat lampu Bunsen
yang sudah dinyalakan.
2. Sambil menunggu media padat menyiapakan alat-alat yang akan digunakan,
alat-alat tersebut sudah dalam keadaan steril (pinset, blade, petidish), LAFC
dibersihkan menggunakan alkohol dan di UV terlebih dahulu 20-30 menit,
setelah akan digunakan LAFC blower dan lampu dihidupkan.
3. Mencuci jamur tiram (Pleurotus ostreatus) yang akan digunakan untuk bahan
bibit dengan kultur jaringan.
4. Setelah media padat, media tersebut dimasukkan kedalam laminar yang
sebelumnya disemprotmenggunakan alkohol, selain media yang dimasukkan
alat-alat yang lain yaitu petridish, scapel, blade, lampu bunsen dan jamur,
semua disemprot alkohol terlebih dahulu.
5. Setelah semua alat dan bahan siap, bisa langsung dilakukan inokulasi eksplan
dengan cara:
Memasang blade pada scapel
Menyalakan lampu Bunsen
Mensterilkan pinset dan scapel diatas bara lampu bunsen yang sebelumnya
dicelupkan kedalam alcohol
Membelah jamur merang menjadi 2 bagian diatas permukaan petridish,
didalam belahan tersebut terdapat seperti tankai itu di potong menjadi
beberapa bagian
Potongan-potongan bagian tubuh jamur tersebut dimasukkan kedalam
media, masing-masing media dalam petridish diisi 3 potongan
Setelah digunakan scapel dan blade kembali disterilkan
6. Setelah inokulasi selesai diberi label dan disimpan dalam ruangan gelap dan
steril
7. Melakukan pengamatan secara berkala, bila terjadi kontaminasi segera
dipisahkan dan dibersihkan.
8. Setelah miselium memenuhi petridish maka sudah siap digunakan untuk
membuat bibit F1.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
No Baglog dan bibit jamur tiram putih
Media PDA Kultur jaringan
1.
2.
3.
4.2 Pembahasan
1. Tahapan budidaya jamur yang kita lakukan ialah :
a. Persiapan media (pembuatan beglog)
Salah satu ariab penting dalam budidaya jamur tiram yaitu pemilihan kayu
untuk pembuatan media tanam baglog. Secara umum jenis kayu dibedakan
menjadi kayu keras, agak keras dan kayu lunak. Jenis kayu keras diantaranya
mahoni, jati dan nangka, kayu agak keras diantaranya mindi, rambutan, karet dan
beringin, sedangkan kayu lunak diantaranya sengon atau albasiah, pinus.
Bahan media tanam untuk budidaya jamur tiram putih adalah serbuk kayu
(hasil gergajian kayu) tersebut dicampur dengan bahan-bahan dibawah ini dengan
perbandingan sebagai berikut : Serbuk kau 100 kg, bekatul atau dedak halus 10-
15 kg, kalsium carbonat atau kapur (CaCO3) 0,5 kg, gips (CaSO4) 0,5 kg, pupuk
TSP 0,5 kg, bibit 25 kantong, air secukupnya, kantong plastik tahan panas (ukuran
03 atau 04, 15 x 25 cm atau 17 x 30 cm), karet pengikat, potongan kertas koran,
potongan pipa pralon (diameter 1cm dan lebar 1 cm). Dan peralatan Alat
pengaduk bibit ( Spatula, semacam sekop atau cangkul), alat sterilisasi : drum
perebus dengan tutup dan sarangan, sumber panas (kompor minyak/ briket batu
bara).
Kegunaan dari masing-masing media tanam, yaitu : serbuk kayu sebagai
media tumbuh miselium jamur tiram. Bekatul sebagai bahan makanan tambahan
sebagai sumber karbohidrat, lemak, dan protein. Dan serbuk kapur sebagai
sumber mineral dan sebagai bahan untuk mengkokohkan media tanam.
b. Pencampuran bahan baku
Selain serbuk gergaji, bahan tambahan untuk media jamur tiram adalah air,
dedak dan kapur. Air sebagai pembentuk kelembapan bagi pertumbuhan jamur,
dedak untuk meningkatkan nutrisi media tanam, terutama sebagai sumber
karbohidrat, karbon, dan nitrogen sedangkan kapur merupakan sumber kalsium
sebagai penguat batang/akar jamur agar tidak mudah rontok. Selain itu juga kapur
berfungsi untuk mengatur pH media pertumbuhan jamur.
Pencampuan bahan baku dilakukan secara manual dengan menggunakan
skop dan cangkul. Sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama saat
pengadukan. Formulasi bahan yang digunakan pada budidaya jamur tiram adalah
100% serbuk gergaji, 15% dedak, 3% kapur dan kadar air 50–65%. Secara
sederhana, untuk mengetahui kadar air 50-65% dapat dilakukan dengan membuat
gumpalan media dengan cara mengepalkan media. Apabila gumpalan dalam
kepalan mengeluarkan air terlalu banyak maka kandungan air dalam bahan
tersebut terlalu tinggi. Media yang baik biasanya menggumpal bila saat dikepal
namun mudah dihancurkan kembali.
c. Pengomposan
Pengomposan dilakukan untuk membantu mengurangi kontaminasi media
oleh mikroba liar contohnya Neurospora sp dan juga membantu penguraian
beberapa senyawa kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah
diserap oleh jamur tiram. Pada budidaya jamur tiram pengomposan dilakukan
dengan cara membuat gundukan media, kemudian menutupnya dengan
menggunakan ariabl atau terpal dengan rapat selama 1-2 hari. Agar proses
pengomposan merata, setiap hari dilakukan pengadukan.
d. Pengemasan media
Setelah tahap pengomposan, tahap yang selanjutnya adalah pengemasan
media. Media jamur tiram yang telah dibuat, dikemas ke dalam ariabl
Polypropylene (PP) karena ariable tahan panas, yang berukuran 17×37 cm. Batas
pengisian media jamur tiram hanya 30 cm dan sisanya untuk pencincinan.
Pengemasan media jamur tiram dilakukan secara manual dengan tenaga manusia,
namun pada saat pemadatan media meggunakan alat pres yang ukuran disesuaikan
dengan ukuran ariabl yaitu 17×37 cm, agar tinggi dan tingkat kepadatanya
seragam. Setelah media dipadatkan, ujung ariabl disatukan dan dipasang cincin
yang terbuat dari ariab pada bagian leher ariabl, sehingga pengemasan media
menyerupai botol.
e. Proses pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan proses pemanasan yang dilakukan untuk
menonaktifkan mikroba, kapang ataupun jamur liar yang dapat menggangu
pertumuhan jamur yang ditanam. Pada budidaya jamur tiram di polinela, proses
pasteurisasi tidak lagi menggunakan drum karena mengefisinsikan waktu.
Pasteurisasi yang menggunakan drum membutuhkan waktu yang lebih lama,
selain itu tingkat terjadinya kotaminasi media lebih tinggi. Pasteurisas di polinela
dilakukan dengan menggunakan bangker yang berukuran 2,3 x 2,1 x 2 m dan
bejana air sebagai penyalur uap panas ke bangker dengan tinggi bejana air bagian
atas 70 cm dan bagain bawah 120 cm diameter 70 cm. Media dipasteurisas
hingga suhu mencapai 100o C, atau membutuhkan waktu 8-10 jam untuk mecapai
suhu tersebut.
f. Pendinginan
Media yang telah dipasteurisas kemudian didinginkan antara setengah
sampai satu hari, sebelum dilakukan inokulasi (pemberian bibit). Untuk
mempercepat pendinginan dapat menggunakan kipas angin. Apabila inokulasi
dilakukan saat suhu media masih tinggi maka bibit yang ditanam akan mati karena
kepanasan.
g. Inokulasi
Inokulasi merupakan proses penanaman bibit ke dalam media log yang
dilakukan dengan cara menaburkan bibit pada permukaan media jamur tiram.
Bibit yang digunakan adalah bibit F2 dengan media berupa serbuk gergaji. Bibit
jamur F2 ini diproduksi sendiri oleh jurusan budidaya tanaman pangan polinela.
Dalam 1 botol saus bibit jamur tiram cukup untuk menanam 30-40 media baglog.
Media yang telah ditanam, kemudian ditutup menggunakan kertas aria dan diikat
dengan karet gelang. Penutupan media tersebut dimaksudkan untuk menciptakan
kondisi yang baik bagi pertumbuhan misellia jamur karena misellia jamur dapat
tumbuh baik pada kondisi tidak terlalu banyak oksigen.
h. Inkubasi
Media yang telah diinokulasi kemudian disimpan pada ruang tertentu
(yang cocok untuk pertumbuhan misellia) agar misellia jamur dapat tumbuh.
Inkubasi dilakukan dengan cara menyusun baglog pada rak di ruang inkubasi.
Misellia yang tidak tumbuh dapat dilihat apabila setelah 2 minggu media
diinkubasikan, tidak terdapat tanda-tanda adanya misellia jamur yang berwarna
putih merambat, maka inokulasi tidak berhasil. Media/baglog yang
terkontaminasi segera dibuang, sedangkan yang tidak tumbuh dapat dipasterisasi
ulang untuk ditanami kembali.
2. Hasil Pembuatan Media PDA
PDA merupakan medium yang dibuat dengan menggunakan bahan alami
yang direbus dan bahan sintetik dari kandungan glukosa sehingga PDA termasuk
medium semi alamiah. PDA ini termasuk medium dengan konsistensi padat
karena dicampur dengan agar. Medium ini termasuk medium umum yang dapat
digunakan untuk menumbuhkan semua mikroba. PDA dapat digunakan untuk
menumbuhkan jamur dan kapang.
Pada praktikum ini, praktikan membuat suatu media alami, yaitu media
PDA (Potato Dextrose Agar ). Bahan alami media ini adalah kentang dan bahan
kimianya adalah gula dan agar-agar. Sumber nutrisi untuk menunjang
pertumbuhan bakteri dalam media PDA adalah kentang (ekstrak), agar-agar dan
gula.
Media PDA yang dapat digunakan untuk menangkap dan menumbuhkan
bakteri harus memenuhi kebutuhan nutrisi dan kondisi lingkungan yang
dibutuhkan bakteri tersebut. Selain itu, media PDA yang digunakan tidak boleh
terkontaminasi oleh mikroorganisme lainnya seperti bakteri. Media yang
terkontaminasi biasanya disebabkan oleh kesalahan pada saat pensterilan di dalam
autoklaf sehingga terdapat mikroorganisme lain seperti bakteri dalam media yang
dapat mengganggu dan menghambat pertumbuhan bakteri yang diinginkan.
Pembuatan media harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada dan teliti agar
media tersebut tidak terkontaminasi.
3. Kultur Jaringan
Praktikum yang dilakaukan dalam pembuatan bibit F0 jamur tiram
(Pleurotus ostreatus) menggunakan 1 teknik yaitu dengan menggunakan eksplan
yang berasal dari jaringan tubuh buah jamur (teknik F0 dari jaringan) pada
pembuatan bibit F0 yang menggunakan jaringan dalam praktiknya praktikan
membuat sebanyak 1 petridisk
Hasil praktikum yang telah dilaksanakan, belum bisa diketahui apakah 1
petridisk yang di isi media PDA dari ekstrak kentang dan ditanami eksplan jamur
tiram yang berasal dari jaringan batang tubuh jamur berhasil atau tidak, karena
pengamatan tersebut harus dilakukan ± 1 minggu setelah inokulasi eksplan.
Dengan ariable pengamatan adalah presentase kontaminan, pertumbuhan jamur,
dan saat pemenuhan dalam petri. Jadi untuk mengetahui berhasil atau tidaknya
pertumbuhan eksplan jamur belum diketahui karena belum sampai pada masa
batas waktu tumbuh jamur tersebut. Namun jika eksplan tersebut berhasil akan
ditandai dengan tumbuhnya miselium pada pada petri tersebut.
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan mengenai budidaya jamur
tiram, pembuatan media PDA dan kultur jaringan jamur tiram dapat di simpulkan
diantaranya :
1. Pada praktikum kultur jaringan jamur tiram hasil eksplan berhasil atau
tidaknya belum dapat diketahui.
2. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, praktikan sudah mengenal
media biakan yang sering digunakan untuk pembuatan bibit jamur tiram, serta
sudah bisa membuat suatu media alami. Media alami yang dibuat adalah PDA
( Potato Dextrose Agar ) yang terdiri dari kentang (ekstraknya), agar-agar,
gula dan aquades. Kondisi media yang telah dibuat tersebut cukup baik dan
tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme lain sehingga dapat digunakan
untuk menangkap dan menumbuhkan jamur yang di inokulasi.
3. Tahap-tahap pada budidaya jamur tiram yaitu terdiri dari : persiapan media,
pencampuran media, pengomposan, pengemasan media, pasteurisasi,
pendinginan, inokulasi dan inkubasi.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyana,Y. A., Muchrodji, dan M. Bakrun. 1999. Pembibitan, Pembudidayaan
dan Analisis Jamur Tiram. Bogor. Penebar Swadaya.
Daisy P. Sriyanti dan Ari Wijaya. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta :
Kanisius
Dewi, I. K. 2009. Efektivitas Pemberian Blotong Kering Terhadap Pertumbuhan
Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada Media Serbuk Kayu. Skripsi.
Universitas Muhamadiah. Surakarta.
Suriawiria. 2006. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta: Kanisius..
Yusnita, 2003, Kultur Jaringan, Jakarta: Pustaka Agromedia
LAMPIRAN
1. Alat dan Bahan Pembuatan Medium PDA
2. Kultur Jaringan Jamur Tiram Medium PDA
3. Baglog, Bibit Jamur Tiram,