laporan jamur tiram

28
LAPORAN PROYEK PASCA PANEN PENGGUNAAN KMnO 4 UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN JAMUR TIRAM Kelompok D2: Rizal Ali Akbar A24100005 Siti Nur Apriyani A24100099 Kresna Harimurti A24100146 Qoniurrochmatulloh F14100086 Dosen: Juang Gema Kartika, SP. MSi

Upload: kresna-harimurti

Post on 26-Dec-2015

154 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

agronomi

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Jamur Tiram

LAPORAN PROYEK PASCA PANEN

PENGGUNAAN KMnO4 UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN JAMUR TIRAM

Kelompok D2:

Rizal Ali Akbar A24100005Siti Nur Apriyani A24100099Kresna Harimurti A24100146Qoniurrochmatulloh F14100086

Dosen:

Juang Gema Kartika, SP. MSi

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURAFAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2013

Page 2: Laporan Jamur Tiram

PENDAHULUAN

Latar belakang

Budidaya jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang baik. Pasar jamur

tiram yang telah jelas serta permintaan pasar yang selalu tinggi memudahkan para

pembudidaya memasarkan hasil produksi jamur tiram. Jamur tiram merupakan

salah satu produk komersial dan dapat dikembangkan dengan teknik yang

sederhana. Peluang pasar produk jamur saat ini cukup tinggi, kebutuhan pasar

lokal sekitar 35% dan pasar luar negeri 65%. Setiap tahun permintaan akan jamur

dalam negeri maupun luar negeri mengalami kenaikan antara 10−20%.

Perkembangan nilai dan volume ekspor jamur sejak tahun 2000, untuk jamur

segar volumenya 2.475.222 kg dengan nilai US $ 3.665.646. Jamur olahan

26.175.000 kg dengan nilai US $ 31.214.530 (Kholis 2007).

Pengembangan budidaya jamur tiram dapat menghasilkan ekonomi yang

tinggi, daya serap pasar yang masih sangat tinggi dan potensial, kebutuhan skill

yang tidak begitu tinggi, biaya investasi yang relatif rendah. Selain karena

memiliki cita rasa yang khas, jamur tiram juga memiliki nilai gizi yang tinggi.

Jamur tiram mengandung protein sebanyak 19%-35% dari berat kering jamur, dan

karbohidratsebanyak 46.6% – 81.8%. Selain itu jamur tiram mengandung vitamin

atau vit. B1, riboflavin atau vit. B2, niasin, biotin serta beberapa garam mineral

dari unsur-unsur Ca, P, Fe, Na, dan K dalam komposisi yang seimbang. Bila

dibandingkan dengan daging ayam yang kandungan proteinnya 18.2 g, lemaknya

25 g, namun karbohidratnya 0 g, maka kandungan gizi jamur masih lebih lengkap

sehingga tidak salah apabila dikatakan jamur merupakan bahan pangan masa

depan.

Produk holtikultura seperti buah dan sayur adalah produk yang masih

melakukan aktivitas metabolisme setelah dipanen. Aktivitas metabolism,

berhubungan dengan laju respirasi yang berlangsung pada produk holtikultura.

Laju respirasi merupakan proses yang menggunakan bahan organik yang

tersimpan kemudian dirombak menjadi produk yang lebih sederhana dengan

menghasilkan energi. Laju respirasi dapat digunakan sebagai indikator untuk

mengetahui masa simpan produk dengan mengukur oksigen yang dikonsumsi atau

Page 3: Laporan Jamur Tiram

karbondioksida yang dikeluarkan, sehingga dapat diketahui kapan produk berada

dalam masa optimal serta melakukan penanganan sebelum terjadinya penurunan

mutu yang menyebabkan kerusakan pada produk. Selain aktivitas metabolisme,

kerusakan produk holikultura dapat juga disebabkan oleh kontaminasi mikroba,

pengaruh suhu dan udara, kadar air (Santoso 2006).

Salah satu produk holtikultura yang rentan mengalami kerusakan adalah

jamur. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus L.) adalah salah satu sayuran segar,

nonpestisida, higienes, dan berkhasiat bagi kesehatan. Jamur tiram sangat diminati

baik oleh para konsumen maupun pelaku usaha. Akan tetapi jamur tiram memiliki

umur simpan yang pendek atau cepat mengalami kerusakan. Menurut Winarno

(2000), kerusakan jamur kayu akibat panen dan pascapanen mencapai 6—60%

dan di negara tropis kerusakan dan kehilangan pascapanen jamur sangat tinggi

mencapai 80—100%. Jamur tiram putih merupakan produk sayuran yang sangat

mudah rusak karena kadar air tinggi dan rapuh (Winarno 2000), berupa jaringan

muda, sakulen, dan tidak berklorofil (Maulana 2002). Hal ini menjadi

permasalahan pada penyediaan jamur tiram segar dengan kondisi yang masih

bagus.

Pengemasan adalah salah satu cara yang banyak digunakan di kalangan

masyarakat dalam menjaga mutu kesegaran dan umur simpan produk makanan.

Penggunaan bahan pengikat seperti batu bata dan tanah liat dengan penambahan

KMnO4 diduga dapat memperpanjang daya simpan dan menghambat penurunan

mutu buah dan sayur. Oleh sebab itu diperlukan percobaan untuk mengetahui

efektifitas yang paling baik.

TUJUAN

Tujuan dilakukan proyek ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan

KMnO4 untuk memperpanjang masa simpan jamur tiram.

Page 4: Laporan Jamur Tiram

METODE PRAKTIKUM

Tempat dan Waktu

Praktikum dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Agronomi dan

Holtikultura, Institut Pertanian Bogor. Praktikum dilaksanakan pada tanggal 17

sampai 28 Nopember 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum proyek ini yaitu jamur tiram, batu

bata, tanah liat, KMnO4, aquades, kain kasa, plastik, sterofoam, wrap, label, dan

solatip. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu oven, nampan almunium,

saringan, tumbukan, dan timbangan digital.

Metode Pelaksanaan

1. Menyiapkan batu bata dan tanah liat lalu dihaluskan dengan menumbuknya

hingga halus.

2. Mengoven batu bata dan tanah liat pada oven dengan suhu 105 ºC selama 24

jam.

3. Mengeluarkan bahan yang telah dioven, pastikan bahan tersebut sudah benar-

benar halus bila masih ada yang kasar dihaluskan kembali.

4. Membuat larutan dengan memberi aquades pada 10% KMnO4 untuk dicampur

dengan batu bata dan tanah liat, lalu dioven kembali selama 24 jam.

5. Mengelurkan bahan tersebut dari oven, kemudian ditimbang sebanyak 20 g dan

membuat 4 bungkus untuk masing-masing bahan batu bata dan tanah liat.

6. Membungkus bahan tersebut dengan kain kasa lalu melipat dan merekatkan

dengan solatip agar bahan pengikat tidak keluar.

7. Menimbang jamur tiram sebanyak ±100 g sebanyak 12 kali untuk 6 perlakuan

dan 2 ulangan.

8. Memasukan jamur tiram pada kemasan plastik dan sterofoam dengan diwrap

masing-masing diberi perlakuan kontrol, batu bata dan tanah liat yang sudah

dibungkus kain kasa.

Page 5: Laporan Jamur Tiram

9. Menimbang bobot kemasan dan jamur sebagai data pengamatan awal,

pengamatan juga dilakukan pada penampilan warna, aroma dan hama penyakit.

10. Menyimpan kemasan pada rak dengan suhu kamar, pengamatan dilakukan

setiap hari hingga hari ke 7 sampai jamur tiram terlihat membusuk.

Page 6: Laporan Jamur Tiram

TINJAUAN PUSTAKA

Pasca Panen Jamur Tiram

Jamur kontinyu berespirasi setelah panen dan laju respirasi jamur relatif

lebih tinggi dibandingkan dengan produk segar lainnya. Laju respirasi jamur tiram

tiga kali lebih besar daripada buah-buahan. Laju respirasi merupakan indikator

dari penyimpanan dan hasil respirasi berpengaruh terhadap perubahan tekstur

jamur. Pembusukan selama penyimpanan dapat disebabkan oleh bakteri dan jamur

dalam jamur tiram. Bakteri dan enzim terus meningkat selama dingin

penyimpanan. Hal ini menyebabkan kerusakan yang cepat ketika jamur dilepas

dari cold storage. Air di dalam jamur menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri.

Banyak jamur berwarna putih ke abu-abu dalam warna saat tumbuh.

Namun dalam keadaan penyimpanan tertentu, enzim bereaksi dengan oksigen dan

membentuk pigmen coklat. Perubahan warna tersebut secara serius mengurangi

kualitas jamur. Jamur terdiri dari 85-95% air. Kehilangan air dalam jamur setelah

panen dipengaruhi oleh status jamur, kelembaban, udara segar dan tekanan

atmosfer. Ketika jamur layu dan mengerut, kualitas jamur segar diturunkan. Jamur

segar memiliki umur simpan pendek. Oleh karena itu, jamur tiram harus segera

dipasarkan setelah pemanenan atau diawetkan dengan perawatan khusus seperti

dalam cold storage atau penyimpanan lingkungan yang terkendali lainnya.

Etilen

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar

berbentuk gas. Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup pada waktu-

waktu tertentu. Senyawa ini menyebabkan perubahan-perubahan penting dalam

proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen (C2H4)

diproduksi dari methionin melalui jalur yang termasuk zat antara S-adenosyl-

methionine (SAM) dan 1- amino –cyclopropane- 1 carboxylic acid (ACC).

Pembentukan etilen dari ACC dipengaruhi oleh enzim EFE (Ethylene Forming

Enzime). Etilen bekerja dengan cara menempel pada tempat mengikat (binding

site), kemudian menstimulasi pembawa pesan kedua (second messenger) yang

menginstruksikan DNA inti umtuk membuat mRNA yang spesifik untuk efek

Page 7: Laporan Jamur Tiram

etilen. Molekul mRNA ditranslasikan menjadi protein oleh ribosoma. Protein

yang terbentuk ialah enzim yang menyebabkan respon sebenarnya dari etilen

(Kader 1992). Etilen memegang peranan penting dalam fisiologi pasca panen

produk hortikultura. Etilen akan menguntungkan ketika meningkatkan kualitas

buah dan sayuran melalui percepatan dan penyeragaman pematangan sebelum

dipasarkan, namun etilen memberikan efek yang merugikan dengan meningkatkan

laju senesence. Etilen dapat menghilangkan warna hijau pada buah mentah dan

sayuran daun, mempercepat pematangan buah selama penanganan pasca panen

dan penyimpanan, serta mempersingkat masa simpan dan mempengaruhi kualitas

buah, bunga, dan sayur setelah panen (Santoso dan Purwoko 1995). Keberadaan

etilen dalam lingkungan sekitar produk hortkultura harus diikat atau diubah

menjadi bentuk yang tidak aktif agar kerusakan produk dapat ditekan sekecil

mungkin (Sjaifullah dan Dondy 1991).

Kalium Permanganat

KMnO4 (Kalium Permanganat) dalam bidang pertanian khususnya pasca

panen komoditas pertanian digunakan untuk menangkap gas etilen. Pemasakan

buah dapat ditunda dengan menggunakan beberapa macam bahan kimia, salah

satunya adalah kalium permanganat (KMnO4). Etilen dapat dioksidasi oleh

KMnO4 dan diubah dalam bentuk etilen glikol dan mangan oksida (Ables, 1973).

Reaksi yang terjadi dalam pembentukan etilen glikol dan mangan oksida dapat

dilihat dalam persamaan berikut :

CH2 = CH2 + KMnO4 → CH2OH + MnO2

Penambahan kalium permanganat dapat menghambat pematangan lebih

lanjut dengan mempertahankan etilen pada kadar rendah untuk waktu yang lebih

lama sehingga umur simpan buah lebih panjang (Tranggono dan Sutardi 1990).

Umumnya kalium permanganat digunakan sebagai penutup kantong buah-buahan

yang tertutup rapat sehingga dapat menghambat pematangan. Hal ini dapat terjadi

karena atmosfer mengandung karbondioksida tinggi dan oksigen rendah. Sholihati

(2004), dalam penelitiannya menyimpulkan penggunaan pellet dari arang yang

telah direndam dalam KMnO4 memberikan pengaruh terhadap penghambatan

pematangan, dengan cara menekan produksi etilen dan mempertahankan warna

Page 8: Laporan Jamur Tiram

hijau, tekstur, serta aroma pisang raja. Kontak langsung antara KMnO4 dengan

produk tidak dianjurkan, karena bentuk KMnO4 yang cair. Oleh karena itu,

diperlukan bahan penyerap KMnO4 agar dapat digunakan sebagai penyerap

etilen. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan penyerap KMnO4 antara lain

arang aktif, zeolit, batu apung, oasis dan serutan gergaji kayu.

Page 9: Laporan Jamur Tiram

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Hasil pengamatan susut bobot pada jamur tiram

Perlakuan Ulangan H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7

Plastik

Kontrol

I 104,14 103,63 103,39 103,12 102,86 102,45 102,02 101,75II 104,07 103,95 103,72 103,04 102,88 102,76 102,34 102,02

Rataan susut bobot (%)

0,00 0,30 0,53 0,98 1,19 1,44 1,85 2,13

Batu Bata

I 124,44 123,93 123,61 123,45 122,96 122,64 122,28 121,73II 124,25 123,73 123,45 123,16 122,73 122,42 121,96 121,36

Rataan susut bobot (%)

0,00 0,41 0,66 0,84 1,21 1,46 1,79 2,25

Tanah Liat

I 124,27 123,73 123,41 123,15 122,69 122,21 122,02 121,87II 124,87 124,24 123,98 123,64 122,48 122,04 121,95 121,56

Rataan susut bobot (%)

0,00 0,47 0,70 0,94 1,59 1,96 2,08 2,29

Sterofoam

Kontrol

I 103,08 97,54 93,16 89,36 84,06 81,09 72,15 68,24II 102,2 96,08 91,92 88,05 81,96 75,88 66,54 62,84

Rataan susut bobot (%)

0,00 5,68 9,84 13,58 19,13 23,53 32,44 36,15

Batu Bata

I 123,02 116,96 112,78 109,88 105,07 102,56 99,48 96,79II 123,01 117,17 112,54 108,41 103,83 99,97 96,39 92,14

Rataan susut bobot (%)

0,00 4,84 8,42 11,28 15,09 17,68 20,39 23,21

Tanah Liat

I 122,18 116,25 111,24 107,74 103,23 99,52 97,08 94,86II 122,29 116,43 111,67 108,22 103,71 99,87 98,8 95,91

Rataan susut bobot (%)

0,00 4,82 8,82 11,66 15,35 18,44 19,88 21,97

Page 10: Laporan Jamur Tiram

Rumus Menghitung Susut Bobot

Susut Bobot ( %) = ( Bobot i -Bobot awal)

Bobot awal×100%

Grafik 1. laju susut bobot pada jamur tiram

0 1 2 3 4 5 6 7 8 90.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00Grafik Laju Susut Bobot

Plastik KontrolPlastik Batu BaraPlastik Tanah LiatSterofoam KontrolSterofoam Batu BaraSterofoam Tanah Liat

Hari ke-

Nila

i Sus

ut B

obot

(%)

Page 11: Laporan Jamur Tiram

Pembahasan

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa secara umum laju susut bobot

untuk plastik LDPE memiliki laju susut bobot yang lebih besar dari pada dengan

stretch film. Hal ini dikarenakan laju respirasi jamur tiram yang disimpan dengan

LDPE lebih besar dari stretch film. Hal tersebut dikarenakan laju respirasi dan

transpirasi sampel dengan bahan kemasan white stretch film cukup besar

dibanding kemasan bahan plastic LPDE.

Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi bisa berasal dari dalam maupun

dari luar. Pengaruh dari dalam meliputi tingkat perkembangan organ, susunan

kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan

faktor dari luar ialah suhu, etilen, oksigen yang tersedia, karbondioksida, dan

kerusakan buah dan sayuran (Phan et al.,1986).

Permeabilitas dari plastik yang digunakan juga mempengaruhi laju respirasi

tersebut. Penggunaan kemasan permeabel sendiri bertujuan untuk menekan laju

transpirasi dan respirasi pada bahan. Jika permeabilitas dari bahan kemasan cukup

tinggi, akan memperbesar laju respirasi dan trasnpirasi bahan yang disimpan.

Dengan semakin besarnya laju respirasi dan transpirasi, akan semakin cepat

kehilangan air pada jamur tiram dan akan memperbesar susut bobot. Itulah

mengapa laju susut bobot perlakuan plastik LDPE lebih rendah dari white stretch

film.

Menurut Beadry et al. (1992) dalam Rusmono (1999) palstik HDPE pada suhu

25 oC memiliki permeabilitas O2 sebesar 68.81 x 10-14 mol.m/m2.kPa.det dan CO2

sebesar 302.81 x 10-14 mol.m/m2.kPa.det. Sedangkan untuk white stretch film 25 oC menurut Hasbullah et al. (1998) pada Rusmono (1999), permeabilitas O2

sebesar 117.14 x 10-14 mol.m/m2.kPa.det dan CO2 sebesar 471.85 x 10-14

mol.m/m2.kPa.det.

Pada grafik laju susut bobot dari tiga grafik perlakuan dengan white stretch

film, yang paling terlihat sangat berbeda adalah white stretch film kontrol. Hal

tersebut dikarenakan perlakuan kontrol tidak diberi KMnO4. Dengan tidak

diberikannya zat tersebut, maka etilen dari jamur tidak akan terhambat dan akan

mempercepat respirasi dan transpirasi jamur tiram. Sehingga jamur tiram

mengalami susut bobot yang lebih besar dari perlakuan kemasan white stretch

Page 12: Laporan Jamur Tiram

film yang lain. Sedangkan laju susut bobot antar perlakuan plastik LDPE tidak

terlalu terlihat signifikan perbedaannya.

Sampai hari ke-2, semua sampel jamur masih terlihat putih seperti normal.

Pada hari ke-3, semua sampel mulai terlihat berubah warna menandakan sudah

terjadi perubahan kandungan kimiawi dari jamur. Namun, hanya jamur dengan

perlakuan dengan kemasan white stretch film saja yang mengalami kerusakan

yaitu berubah warna menjadi putih kecoklatan seiring tumbuhnya cendawan. Saat

tersebutlah jamur mulai mengeluarkan aroma tidak enak. Dengan berubahnya

warna jamur menjadi putih kecoklatan dan aroma yang tidak enak, jamur sudah

tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Hari-hari berikutnya kondisi sampel jamur

semakin buruk.

Jamur tiram dengan perlakuan kemasan plastik LDPE berubah warna menjadi

putih kusam pada hari ke-3 dan tidak terjadi perubahan aroma sampai satu hari

pengamatan. Pada hari ke-4 baru terjadi perubahan aroma jamur menjadi tidak

enak. Pada saat itulah jamur dapat dikategorikan tidak layak dikonsumsi karena

rusak. Kemudian hari berikutnya terlihat lendir dan cendawan ditemukan pada

sampel. Hari-hari pengamatan berikutnya sampel jamur semakin buruk.

KESIMPULAN

Perlakuan yang paling baik untuk penyimpanan jamur tiram adalah pggunaan

kemasan plastik LDPE dengan masa simpan tiga hari dan tidak layak konsumsi

pada hari ke-4.

Page 13: Laporan Jamur Tiram

DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulus CJ, Mims CW, and Blackwell M. 1996. Introductory mycology. Fourth edition. John Wiley dan Sons, Inc. USA : 32-50; 501-508.

Beaudry, R.M., A.C. Cameron, A. Shirazi, dan D. L.Dostal-lange. 1992. Modified atmosphere packaging of blueberry fruit: Aflect of temperature on package O2 and C02. J. Amer. Hort. Sci. 1 17(3) : 436-441.

Djarijah NM. 2001. Budidaya jamur tiram. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.

Hasbullah, R., Gardjito, dan A. M. Syarief. 1998.Pengaruh Suhu Terhadap Sifat Pemeabilitas Gas Pada film.PIastik. Laporan Hasil Penelitian. IPB, Bogor.

Kader, A. A. 1992. Postharvest biology and technology. p. 15-20 In A. A. Kader (Ed.). Postharvest Technology of Horticulture Crops. Agriculture and Natural Resources Publication, Univ. of California. Barkeley

Kholis D. 2007. Jamur Multi Manfaat Pasar Makin Luas. Terhubung berkala: http://ikm.depperin. go.id/. Diunduh pada tanggal 8 Desember 2013

Maulana, E. 2002. Budidaya Jamur Tiram Putih (Oyster Mushroom). Makalah Pelatihan Jamur Tiram Putih. Kerjasama Diperindakop dan Politeknik Pertanian Negeri Bandar Lampung.

Phan, C. T., E. B. Pantastico, K.Ogata, dan K. Chachin. 1989. Respirasi dan Puncak Respirasi, p. 136-159. DaIam Er. B. Pantastico (ed.).Fisiologi Pasca Panen, Penangan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika. (Terjemahan Kamariyani). Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Rusmono M. 1999. Pengembangan Model Simulasi Penyimpanan Buah Terolah Minimal Berpelapis Edibel dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi [Skripsi] Program Sarjana. Bogor (ID): Institut Pertanain Bogor.

Santoso, B dan B. S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura Indonesia. Indonesia Australia Easteren Universities Project. Hlm 187

Sholihati. 2004. Kajian Penggunaan Bahan Penyerap Etilen Kalium Permanganat untuk memperpanjang Umur Simpan Pisang raja (Musa paradisiacal var.sapientum L.). [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor. Hlm 117

Sjaifullah dan Dony A. S. B. 1991. Formulasi penggunaan kalium permanganate dan bahan penyerapnya untuk Pembuatan pellet pengikat etilen J.Hort (3):23- 26

Winarno, F.G. 2000. Teknologi Pascapanen Jamur, Pengawetan dan Pengolahan-nya. Makalah Pelatihan Budidaya Jamur Kayu. Kerjasama Mbrio Food

Page 14: Laporan Jamur Tiram

Laboratory dengan Pusbangtepa LPM IPB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 15: Laporan Jamur Tiram

LAMPIRAN

1. Hasil pengamatan H0 pada tanggal 21 Nopember 2013

Gambar 1. Bahan pengikat Gambar 2. Penyimpanan pada sterofoam

Gambar 3. Penyimpanan pada plastik Gambar 4. Tempat penyimpanan

2. Hasil pengamatan H1 pada tanggal 22 Nopember 2013

Page 16: Laporan Jamur Tiram

Gambar 5. Pengamatan H1 penyimpanan dalam plastik masih terlihat segar

Gambar 6. Pengamatan H1 Penyimpanan pada sterofoam masih terlihat segar

3. Hasil Pengamatan H3 pada tanggal 24 Nopember 2013

Gambar 7. Pengamatan H3 penyimpanan pada plastik sudah terlihat perubahan warna dari putih menjadi putih kusam

Page 17: Laporan Jamur Tiram

Gambar 8. Pengamatan H3 penyimpanan pada sterofoam sudah terlihat perubahan warna dari putih menjadi putih kecoklatan

Gambar 9. Pada pengamatan H3 sudah terdapat cendawan pada kemasan sterofoam

4. Hasil Pengamatan H5 pada tanggal 26 Nopember 2013

Gambar 10. Hasil pengamatan penyimpanan jamur tiram pada

plastik dan sterofoam sudah berwarna kuning kecoklatan

5. Hasil Pengamatan H6 pada tanggal

27 Nopember 2013

Gambar 11. Hasil pengamatan penyimpanan jamur tiram pada plastik dan sterofoam sudah berwarna coklat dan terdapat lendir pada kemasan sterofoam

Page 18: Laporan Jamur Tiram

Tabel 1. Hasil Pengukuran Bobot Kemasan Jamur Tiram

PerlakuanUlanga

nH0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7

Plastik

Kontrol

I104.1

4103.6

3103.3

9103.12 102.86 102.45 102.02 101.75

II104.0

7103.9

5103.7

2103.04 102.88 102.76 102.34 102.02

Batu Bata

I124.4

4123.9

3123.6

1123.45 122.96 122.64 122.28 121.73

II124.2

5123.7

3123.4

5123.16 122.73 122.42 121.96 121.36

Tanah Liat

I124.2

7123.7

3123.4

1123.15 122.69 122.21 122.02 121.87

II124.8

7124.2

4123.9

8123.64 122.48 122.04 121.95 121.56

Sterofoam

Kontrol

I103.0

897.54 93.16 89.36 84.06 81.09 72.15 68.24

II 102.2 96.08 91.92 88.05 81.96 75.88 66.54 62.84

Batu Bata

I123.0

2116.9

6112.7

8109.88 105.07 102.56 99.48 96.79

II123.0

1117.1

7112.5

4108.41 103.83 99.97 96.39 92.14

Tanah Liat

I122.1

8116.2

5111.2

4107.74 103.23 99.52 97.08 94.86

II122.2

9116.4

3111.6

7108.22 103.71 99.87 98.8 95.91

Tabel 2. Hasil Pengamatan Aroma Pada Jamur tiram

Perlakuan Ulangan H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7Plastik Kontro

lI 1 1 1 1 2 3 3 4II 1 1 1 1 2 3 3 4 Ket :

Page 19: Laporan Jamur Tiram

Batu Bata

I 1 1 1 1 2 3 3 4 4 : Sangat bau

II 1 1 1 1 2 3 3 4 3 : Cukup Bau

Tanah Liat

I 1 1 1 1 2 3 3 4 2 : Agak bauII 1 1 1 1 2 3 3 4 1 : Bau

Sterofoam

Kontrol

I 1 1 2 2 3 3 3 3II 1 1 1 1 3 3 3 3

Batu Bata

I 1 1 2 2 3 3 3 3II 1 1 2 2 3 3 3 3

Tanah Liat

I 1 1 2 2 3 3 3 3II 1 1 2 2 3 3 3 3

Tabel 3. Hasil pengamatan warna pada jamur tiram

PerlakuanUlanga

nH0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7

Plastik

Kontrol

I Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusam putih kecoklatan kuning kuningII Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusam putih kekuningan kuning kuning

Batu Bata

I Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusam putih kekuningankuning

kecoklatankuning

kecoklatan

II Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusam putih kecoklatankuning

kecoklatankuning

kecoklatan

Tanah Liat

I Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusamkuning

kecoklatankuning

kecoklatankuning

kecoklatan

II Putih Putih Putih Putih kusam Putih kusamkuning

kecoklatankuning

kecoklatankuning

kecoklatanSterofoa

m Kontrol

I Putih Putih Putihputih

kecoklatanputih

kecoklatancoklat

kuning kecoklatan

kuning kecoklatan

II Putih Putih Putihputih

kecoklatanputih

kecoklatancoklat muda

kuning kecoklatan

kuning kecoklatan

Batu Bata

I Putih Putih Putih putih kecoklatan

putih kecoklatan

putih kecoklatan coklat kehitaman

coklat kehitaman

Page 20: Laporan Jamur Tiram

II Putih Putih Putihputih

kecoklatanputih

kecoklatancoklat kehijauan

coklat hijau kuning

coklat hijau kuning

Tanah Liat

I Putih Putih Putihputih

kecoklatanputih

kecoklatancoklat kehijauan

coklat kehijauan

coklat kehijauan

II Putih Putih Putihputih

kecoklatanputih

kecoklatancoklat kehijauan

coklat kehijauan

coklat kehijauan

Tabel 4. Hasil Pengamatan Hama Penyakit Pada Jamur Tiram

PerlakuanUlanga

nH0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7

Plastik

Kontrol

I - - - - - Lendir Lendir Banyak LendirII - - - - - Lendir Lendir Banyak Lendir

Batu Bata

I - - - - - Lendir Lendir Banyak LendirII - - - - - Lendir Lendir Banyak Lendir

Tanah Liat

I - - - - - Lendir Lendir Banyak LendirII - - - - - Cendawan Lendir Banyak Lendir

Sterofoam

Kontrol

I - -Cendawa

nCendawan Cendawan

Cendawan + lendir

Cendawan+lendir

Cendawan+lendir

II - -Cendawa

nCendawan Cendawan

Cendawan + lendir

Cendawan+lendir

Lendir

Batu Bata

I - -Cendawa

nCendawan Cendawan

Cendawan + lendir

Cendawan+lendir

Lendir

II - -Cendawa

nCendawan Cendawan

Cendawan+ Serangga

Cendawan+lendir

Cendawan+lendir

Tanah I - - Cendawa Cendawan Cendawan Cendawan Cendawan+lendi Cendawan+lendir

Page 21: Laporan Jamur Tiram

Liatn r

II - -Cendawa

nCendawan Cendawan Cendawan

Cendawan+lendir

Cendawan+lendir