ipt skenario 1

31
ANNISA ARYANI TARIGAN 1102014030 SKENARIO 1 BLOK IPT DEMAM SORE HARI LI 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEMAM 1.1 DEFINISI 1.2 KLASIFIKASI 1.3 ETIOLOGI 1.4 PATOFISIOLOGI LI 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TYPHOID 2.1 DEFINISI 2.2 ETIOLOGI 2.3 PATOFISIOLOGI 2.4 MANIFESTASI KLINIS 2.5 PEMERIKSAAN UTAMA DAN PENUNJANG 2.6 DIAGNOSIS 2.7 PENATALAKSANAAN 2.8 KOMPLIKASI 2.9 PROGNOSIS 2.10 EPIDEMIOLOGI LI 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEMAM 1.1 DEFINISI Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal/ suhu tubuh meningkat akibat pengaturan pada set point di hipotalamus. Bila diukur pada rektal >38°C, diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila >37,2°C. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan rangsangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui.

Upload: estiplw

Post on 15-Jan-2016

241 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

t

TRANSCRIPT

Page 1: IPT skenario 1

ANNISA ARYANI TARIGAN1102014030SKENARIO 1 BLOK IPTDEMAM SORE HARI

LI 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEMAM1.1 DEFINISI1.2 KLASIFIKASI1.3 ETIOLOGI1.4 PATOFISIOLOGI

LI 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TYPHOID2.1 DEFINISI2.2 ETIOLOGI2.3 PATOFISIOLOGI2.4 MANIFESTASI KLINIS2.5 PEMERIKSAAN UTAMA DAN PENUNJANG2.6 DIAGNOSIS2.7 PENATALAKSANAAN2.8 KOMPLIKASI2.9 PROGNOSIS2.10 EPIDEMIOLOGI

LI 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEMAM1.1 DEFINISIDemam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal/ suhu tubuh meningkat

akibat pengaturan pada set point di hipotalamus. Bila diukur pada rektal >38°C, diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila >37,2°C. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan rangsangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui.

Page 2: IPT skenario 1

1.2 KLASIFIKASI

1. Demam septik Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat dia atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.

2. Demam remitenSuhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan kenaikan suhu tidak sebesar demam septik.

3. Demam intermitenSuhu bdan turun ke tingkat normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana , dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana. Contohnya malaria.

4. Demam kontinyuVariasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi disebut hiperpireksia.

Gambar 1.Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

Page 3: IPT skenario 1

5. Demam siklik Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

Demam belum terdiagnosis :

Suatu keadaan demam yang terus menerus selama 3 minggu dengan suhu badan dia atas 38,3˚C dan belum ditemukan penyebabnya walaupun sudah diteliti. Demam yang belum terdiagnosis atau Fever Unknown Origin (FUO) dibagi kedalam 4 kelompok :

Kategori demam yang belum terdiagnosis

Definisi Etiologi

Classic Suhu tubuh >38.3°C (100.9°F)Durasi >3 minggu

Pasien dievaluasi setelah 3 hari keluar dari Rumah Sakit.

Infeksi, malignancy, collagen vascular disease

Nosocomial Suhu tubuh >38.3°CPasien diopname >=24 jam tapi tidak demam atau dalam

masa inkubasi.evaluasi setelah 3 hari.

Clostridium difficile enterocolitis, penggunaan obat, emboli pulmonal, septic thrombophlebitis,

sinusitis.Immune deficient

(neutropenic)Suhu tubuh >38.3°C

Jumlah Neutrofil <=500 per mm3

Evaluasi setelah 3 hari.

Infeksi bakteri oportunistik, aspergillosis, candidiasis,

herpes virus

HIV-associated Suhu tubuh >38.3°CDurasi >4 minggu setelah pasien keluar, >3 hari tiga setelah keluar dari Rumah

Sakit.Konfirmasi pasien dengan HIV

Cytomegalovirus, Mycobacterium avium-intracellulare complex, Pneumocystis carinii

pneumonia, drug-induced, Kaposi's sarcoma,

lymphoma

Page 4: IPT skenario 1

1.3 ETIOLOGI

Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun.

Demam umumnya terjadi akibat adanya gangguan pada hipotalamus, atau sebaliknya dapat disebabkan oleh gangguan berikut1. Penyebab umum demam pada bayi antara lain infeksi saluran pernapasan atas dan

bawah, faringitis, otitis media, dan infeksi virus umum dan enteric. Reaksi vaksinasi dan pakaian yang terlalu tebal juga sering menjadi penyebab demam pada bayi.

2. Penyebab demam yang lebih serius antara lain infeksi saluran kemih, pneumonia, bakteremia, meningitis, osteomielitis, arthritis septic, kanker, gangguan imunologik, keracunan atau overdosis obat, dan dehidrasi.

Etiologi demam berdasarkan penyebabnya ada 2 yaitu1. Demam karena infeksi

Infeksi bakteri (bronchitis,osteomyelitis,appendicitis, tuberculosis,gastroenteritis ,meningitis)

Infeksi virus (influenza,DBD,chikungunya) Infeksi jamur (coccidioides imitis, criptococcosis) Infeksi parasit (malaria, toksoplasmosis, helmintiasis)

2. Non infeksi Factor lingkungan Penyakit autoimun Keganasan (leukemia) Pemakaian obat-obatan (antibiotic, antihistamin)

1.4 PATOFISIOLOGI

Sebagai respons terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag dan sel-sel Kupffer mengerluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (IL-

Page 5: IPT skenario 1

1, TNFα, IL-6 dan interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan pasokan thermostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu tubuh normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 ºC, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37 ºC terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh.

Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Rangsangan eksogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNFα selain IL-6 dan interferon (IFN). Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem syaraf pusat pada tingkat Organum Vasculosum Laminae Terminalis yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nucleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respons terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur siklooksigenase 2 (COX-2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam.

1.4 PATOFISIOLOGI

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal Macrophage Inflammatory Protein-1 (MIP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langsung terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam dari jalur prostaglandin, demam melalui aktivitas MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik.

Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respons terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi.

Endotoksin, peradangan, rangsangan pirogenik lain

Monosit, makrofag, sel-sel Kupffer

Area preoptik hipotalamus

Meningkatkan titik penyetelan suhu

Demam

ProstaglandinSitokin

Page 6: IPT skenario 1

Fase-fase demam

a. Chill: pusat suhu meningkat lalu mencapai set-point suhu yang baruManifestasi klinisnya vasokonstriksi kutaneus, peningkatan produksi panas akibat aktivitas otot

b. Fever: terjadi keseimbangan antara produksi dan pengeluara pada peningkatan set-pointManifestasi klinis: set point kembali normal, tubuh mempersepsikan dirinya menjadi terlalu hangat

c. Flush: mekanisme pembuangan panas diinisiasi menyebabkan vasodilatasi kutaneus dan diaforesisManifestasi klinis: haus, kulit memerah

LI 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TYPHOID2.1 DEFINISI

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari dan ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke sel fagosit manonuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe dan Payer’s patch.

Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Di Indonesia, demam tifoid bersifat endemik. Penderita dewasa muda sering mengalami komplikasi berat berupa perdarahan dan perforasi usus yang tidak jarang berakhir dengan kematian.

2.2 ETIOLOGI

Tertelannya bakteri salmonella tersebut menyebabkan terjadinya infeksi pada usus halus. Bakteri ini dibawa oleh aliran darah menuju hati dan limfa sehingga berkembang biak disana yang menyebabkan rasa sakit ketika diraba.Bakteri tifoid ditemukan di dalam tinja dan air kemih penderita (pasien tifoid & carier). Lalat bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan. Bakteri masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam peredaran darah. Hal ini akan diikuti oleh terjadinya peradangan pada usus halus dan usus besar.

Pada kasus yang berat, yang bisa berakibat fatal, jaringan yang terkena bisa mengalami perdarahan dan perforasi (perlubangan). Sekitar 3% penderita yang terinfeksi oleh Salmonella typhi dan belum mendapatkan pengobatan, di dalam tinjanya akan ditemukan bakteri ini selama lebih dari 1 tahun.

Organisme Salmonella tumbuh secara aerobic dan anaerobic fakultatif. Serta resisten terhadap banyak agen fisik tetapi dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 130ºF (54.4ºC) selama 1 jam atau 140ºF (60ºC) selama 15 menit.

Page 7: IPT skenario 1

Ukuran Salmonella bervariasi 1-3,5 mikrometer × 0,5-0,8mikrometer Sebagaian besar isolate motil dengan flagel peritrik Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu Organisme dapat kehilangan antigen H dan menjadi tidak motil Kehilangan antigen O dapat menimbulkan perubahan bentuk koloni yang

halus menjadi kasar Mereka tetap dapat hidup pada suhu sekeliling atau suhu yang rendah selama

beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering, agen farmakeutika dan bahan tinja

Salmonella sp. tahan hidup dalam air yang dibekukan dalam waktu yang lama, bakteri ini resisten terhadap bahan kimia tertentu (misalnya hijau brillian, sodium tetrathionat, sodium deoxycholate) yang menghambat pertumbuhan bakteri enterik lain, tetapi senyawa tersebut berguna untuk ditambahkan pada media isolasi Salmonella sp. pada sampel feses.

Struktur: Inti/ nukleus: badan inti tidak mempunyai dinding inti/ membran inti.

Di dalamnya terdapat benang DNA yang panjangnya kira kira 1 mm Sitoplasma: tidak mempunyai mitokondria atau kloroplas sehingga

enzim enzim untuk transport elektron bekerja di membran sel Membran sitoplasma: terdiri dari fosfolipid dan protein. Berfungsi

sebagai transport bahan makan an, tempat transport elektron, biosintesi DNA, dan kemotaktik. Terdapat mesosom yang berperan dalam pembelahan sel

Dinding sel: terdiri dari lapisan peptidoglikan, berfungsi untuk menjaga tekana osmotic, pembelahan sel, biosintesis, determinan dari antigen permukaan bakteri. Pada bakteri gram negative salah satu lapisan dinding sel mempunyai aktivitas endotoksin yang tidak spesifik, yaitu lipopolisakarida yang bersifat toksik.

Kapsul: disintesis dari polimer ekstrasel yang berkondensasi dan membentuk lapisan di sekeliling sel, sehingga bakteri lebih tahan terhadap efek fagositosis.

Flagel; berbentuk seperti benang, yang erdiri dari protein berukuran 12 – 30 nanometer. Flagel adalah alat pergerakan. Protein dari flagel disebuk flagelin

Pili: fimbriae: berperan dalam adhesi bakteri dengan sel tubuh hospes dan konjugasi bakteriPanjang salmonella bervariasi. Sebagian besar isolate motil dengan flagel peritrika. Berupakan batang gram negative. Salmonella mudah tumbuh pada medium sederhana. Tidak memfermentasikan laktosa dan sukrosa. Tetapi mebentuk asam dan terkadang gas dari glukosa dan

Page 8: IPT skenario 1

manosa. Salmonella biasanya mengasilkan H2S. Bertahan didalam air yag membeku dengan waktu yang lama. Salmonella resisten terhadap bahan kimia tertentu (misal, hijau brilian, natrium tetrationat, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lain. Salmonella umumnya bersifat patogen untuk manusia. Kuman ini empunyai tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboraturium yaitu:o Antigen O (somatik)

o Antigen H (flagella)

o Antigen Vi

Serotipe yang diidentifikasi menurut struktur antigen O, H dan Vi yang spesifik a. Antigen O

antigen dinding selb. Antigen H

terdapat di flagel dan didenaturasi atau dirusak oleh panas dan alcohol. Antigen dipertahankan dengan memberikan formalin pada beberapa bakteri yang motil. Antigen H beraglutinasi dengan anti-H dan IgG.penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagel (flagellate). Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibody antigen O

c. Antigen Vi/Kterletak di luar antigen O, merupakan polisakarida dan yang lainnya merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O, dan dapat berhubungan dengan virulensi. Dapat diidentifikasi dengan uji pembengkakan kapsul dengan antiserum spesifik Salmonella Typhi Salmonella Paratyphi

Demikian banyaknya serotip dari Salmonella, namun hanya Salmonella typhi, Salmonella cholera, dan mungkin Salmonella paratyphi A dan Salmonella parathypi B yang menjadi penyebab infeksi utama pada manusia. Infeksi bakteri ini bersumber dari manusia, namun kebanyakan Salmonella menggunakan binatang sebagai reservoir infeksi pada manusia, seperti babi, hewan pengerat, ternak, kura-kura, burung beo, dan lain-lain. Dari beberapa jenis salmonella tersebut di atas, infeksi Salmonella typhi merupakan yang tersering.

2.3 PATOFISIOLOGI

Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke

Page 9: IPT skenario 1

dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.

Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.

Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakiy infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setalah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialga, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.

Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dpat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

Page 10: IPT skenario 1

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan tidak memerlukan perawatan khusus sampai gejala klinis berat dan memerlukan perawatan khusus. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya

Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berkepanjangan yaitu setinggi 39º C hingga 40º C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih

Page 11: IPT skenario 1

berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan meradang. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam. Mikroorganisme dapat ditemukan pada tinja dan urin setelah 1 minggu demam (hari ke-8 demam). Jika penderita diobati dengan benar, maka kuman tidak akan ditemukan pada tinja dan urin pada minggu ke-4. Akan tetapi, jika masih terdapat kuman pada minggu ke-4 melalui pemeriksaan kultur tinja, maka penderita dinyatakan sebagai carrier. Seorang carrier biasanya berusia dewasa, sangat jarang terjadi pada anak. Kuman Salmonella bersembunyi dalam kandung empedu orang dewasa. Jika carrier tersebut mengonsumsi makanan berlemak, maka cairan empedu akan dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan untuk mencerna lemak, bersamaan dengan mikroorganisme (kuman Salmonella). Setelah itu, cairan empedu dan mikroorganisme dibuang melalui tinja yang berpotensi menjadi sumber penularan penyakit.

Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Umumnya terjadi gangguan pendengaran, lidah tampak kering, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, dan mulai kacau jika berkomunikasi.

Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana septikemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas, dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan

Page 12: IPT skenario 1

primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium,somnolen,spoor,atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal. Sindrom klinis seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai tifoid toksik, sedangkan penulis lainnya menyebutnya dengan demam tifoid berat, demam tifoid ensefalopati atau demam tifoid dengan toksemia. Diduga factor-faktor social ekonomi yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi, kebudayaan dan kepercayaan (adat) yang masih terbelakang ikut mempermudah terjadinya hal tersebut dan akibatnya meningkatkan angka kematian.

Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis sebagai demam tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4×400 mg ditambah ampisilin 4×1 gram dan deksametason 3×5 mg.

2.5 PEMERIKSAAN UTAMA DAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung

relative lambat (bradikardi), lidah kotor, pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan splenomegali), kembung (meteorismus), radang paru (pneumonia), dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa, pendarahan usus, dinding usus bocor (perforasi), radang selaput perut (peritonitis), serta gagal ginjal.

2. Pemeriksaan laboratorium d. Pemeriksaan Mikrobiologi (kultur)

Metode diagnosis mikrobiologik atau kultur merupakan gold standart untuk diagnosis demam tifoid. Spesifikasinya lebih dari 90% pada penderita yang belum diobati, kultur darahnya positif pada minggu pertama. Jika sudah diobati hasil positif menjadi 40% namun pada kultur sum-sum tulang hasil positif tinggi 90%. Pada minggu selanjutnya kultur tinja dan urin meningkat yaitu 85% dan 25%, berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Selama 3 bulan kultur tinja dapat positif kira-kira 3% karena penderita tersebut termasuk carrier kronik. Carrier kronik sering terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak dan lebih sering pada wanita dari pada laki-laki.

e. Pemeriksaan Klinik (darah) Hitung leukosit total pada demam tifoid menunjukkan lekopenia,

kemungkinannya 3.000 sampai 8.000/ mm3

Hitung jenis leukosit : kemungkinan limfositosis dan monositosis

f. Pemeriksaan Serologi Widal test

Merupakan uji yang medeteksi anti bodi penderita yang timbul pada minggu pertama. Uji ini mengukur adanya antibodi yang ditimbulkan oleh antigen O dan H pada Salmonella sp. Hasil bermakna jika hasil titer O dan

Page 13: IPT skenario 1

H yaitu 1:160 atau lebih Sebagian besar rumah sakit di Indonesia menggunakan uji widal untuk mendiagnosis demam tifoid.

IDL Tubex test Tubex test pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Prinsippemeriksaannya adalah mendeteksi antibodi pada penderita. Serum yang dicampur 1 menit dengan larutan A. Kemudian 2 tetes larutan B dicampur selama 12 menit. Tabung ditempelkan pada magnet khusus. Kemudian pembacaan hasil didasarkan pada warna akibat ikatan antigen dan antibodi. Yang akan menimbulkan warna dan disamakan dengan warna pada magnet khusus.

Typhidot testUji serologi ini untuk mendeteksi adanya IgG dan IgM yang spesifik untuk S. typhi. Uji ini lebih baik dari pada uji Widal dan merupakan uji Enzyme Immuno Assay (EIA) ketegasan (75%), kepekaan (95%). Studi evaluasi juga menunjukkan Typhidot-M lebih baik dari pada metoda kultur. Walaupun kultur merupakan pemeriksaan gold standar. Perbandingan kepekaan Typhidot-M dan metode kultur adalah >93%. Typhidot-M sangat bermanfaat untuk diagnosis cepat di daerah endemis demam tifoid.

IgM dipstick testPengujian IgM dipstick test demam tifoid dengan mendeteksi adanya antibodi yang dibentuk karena infeksi S. typhi dalam serum penderita. Pemeriksaan IgM dipstick dapat menggunakan serum dengan perbandingan 1:50 dan darah 1 : 25. Selanjutnya diinkubasi 3 jam pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan air biarkan kering. Hasil dibaca jika ada warna berarti positif dan Hasil negatif jika tidak ada warna. Interpretasi hasil 1+, 2+, 3+ atau 4+ jika positif lemah.

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala dan hasil dari pemeriksaan fisik, untukmemperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan penunjang.Diagnosis pasti ditegakkandengan cara menguji sampel darah untuk mengetahui adanya bakteri Salmonella sppdalam darah penderita, dengan membiakkan darah padahari 14 yang pertama daripenyakit.Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai posotif pada hari kesepuluh dantiter akansemakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200)menunjukkkandiagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid.Biakan tinja dilakukan padaminggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapatmendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapatlekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh daridemam, makaarah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosispolimorfonuklear,maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus.Peningkatan yang cepatdari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspadaakan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah mendiagnosis karenagejala yangditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukangejala-gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S typhi,hanyamengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi obat.Hal itu bisa terjadi karenatidak semua penderita yang secara tidak sengaja menelankuman ini langsung menjadisakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkatkekebalan seseorang dan dayatahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila

Page 14: IPT skenario 1

jumlah kuman hanya sedikit yangmasuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikanoleh sistem pelindung tubuhmanusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa dianggapenteng, misalnya nanti jugasembuh sendiri Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala dan hasil dari pemeriksaan fisik, untukmemperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan penunjang.Diagnosis pasti ditegakkandengan cara menguji sampel darah untuk mengetahui adanya bakteri Salmonella sppdalam darah penderita, dengan membiakkan darah padahari 14 yang pertama daripenyakit.Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai posotif pada hari kesepuluh dantiter akansemakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200)menunjukkkandiagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid.Biakan tinja dilakukan padaminggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapatmendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapatlekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh daridemam, makaarah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosispolimorfonuklear,maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus.Peningkatan yang cepatdari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspadaakan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah mendiagnosis karenagejala yangditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukangejala-gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S typhi,hanyamengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi obat.Hal itu bisa terjadi karenatidak semua penderita yang secara tidak sengaja menelankuman ini langsung menjadisakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkatkekebalan seseorang dan dayatahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bilajumlah kuman hanya sedikit yangmasuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikanoleh sistem pelindung tubuhmanusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng, misalnya nanti juga sembuh sendiri.

2.7 PENATALAKSANAAN

1. NonfarmakologisSampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :a. Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk

mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,mandi, buang air kecil, buang air besar akan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai.

b. Diet dan terapi penunjang Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasie. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

Page 15: IPT skenario 1

2. FarmakologisDengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid Kloramfenikol

Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4×500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. Penulis lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5. Pada penelitian yang dilakukan selama 2002 hingga 2008 oleh Moehario LH dkk didapatkan 90% kuman masih memiliki kepekaan terhadap antibiotic ini.

TiamfenikolDosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hamper sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4×500 mg,dengan rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

KontrimoksazolEfektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2×2 tablet (1 tablet mengandungb sulfametaksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan amoksisilin Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

Sefalosporin Generasi KetigaHingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.

Golongan fluorokuinonGolongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya:- Norfloksasin dosis 2×400 mg/hari selama 14 hari

- Siprofloksasin 2×500 mg/hari selama 6 hari

- Ofloksasin dosis 2×400 mg/hari selama 7 hari

- Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

- Fleroksasin dosis 400 mg/hariselama 7 hari

Page 16: IPT skenario 1

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang harike-4. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan fluorokuinon pertama yang memiliki biovailabilitas tidak sebaik fluorokuinon yang dikembangkan kemudian.

AzitromisinTinjauan yang dilakukan oleh Eeva EW dan Bukirwa H pada tahun 2008 terhadap 7 penelitian yang membandingkan penggunaan azitromisin (dosis 2×500 mg) menunjukkan bahwa penggunaan obat ini jika dibandingkan dengan fluorokuinon, azitromisin secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama jika penelitian mengikutsertakan pula strain MDR (multi drug resistance) maupun NARST (Nalidixic Acid Resistant S. typi). Jika dibandingkan dengan ceftriakson, penggunaan azitromisin dapat mengurangi angka relaps. Azitromisisn mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika akan terkonsentrasi di dalam sel, sehingga antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh S. typi yang meupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisisn tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan intravena.

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut:

Obat Dosis Rute

First-line Antibiotics

Kloramfenikol 500 mg 4x /hari Oral, IV

Trimetofrim -Sulfametakzol 160/800 mg 2x/hari, 4-20 mg/kg bagi 2 dosis

Oral, IV

Ampicillin/ Amoxycillin 1000-2000 mg 4x/hari ; 50-100 mg/kg , bagi 4 dosis

Oral, IV, IM

Second-line Antibiotics( Fluoroquinolon)

Norfloxacin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

Oral

Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

Oral , IV

Ofloxacin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Oral

Pefloxacin 400 mg/hari selama 7 hari

Oral, IV

Fleroxacin 400 mg/hari selama 7 Oral

Page 17: IPT skenario 1

hari

Cephalosporin Ceftriaxon 1-2 gr/hari ; 50-75 mg/kg : dibagi 1-2 dosis selama 7-10 hari

IM, IV

Cefotaxim 1-2 gr/hari, 40-80 mg/hari: dibagi 2-3 dosis selama 14 hari

IM, IV

Cefoperazon 1-2 gr 2x/hari 50-100 mg/kg dibagi 2 dosis selama 14 hari

Oral

Antibiotik lainnya

Aztreonam 1 gr/ 2-4x/hari ; 50-70 mg/kg

IM

Azithromycin 1 gr 1x/hari ; 5-10 mg/kg

Oral

Pengobatan Demam Tifoid pada Wanita HamilKloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena

dikwatirkan dapat terjadi partus premature, kematian fetus intrauterine, dan grey syndrome pada neonates. Tiamfenikol juga tidak dianjurkan pada trimester pertama. Pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat digunakan. Demikian juga obat golongan fluorokuinolon maupun kotrimoksazol tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson.

Pada penelitian yang dilakukan di Jakarta pada tahun 2002-2008 didapatkan hasil bahwa beberapa antibiotika yang biasa digunakan para klinisi di Indonesia masih memiliki efek terapi di atas 90% terhadap S.typhi dan S.paratyphi.

Persentase pengaruh antibiotik terhadap S.typhi

2.8

KOMPLIKASI

Antibiotik %

Ceftriaxon 92.6

Kloramfenikol 94.1

Tetrasiklin 100

Trimetoprim- Sulfametoksazol 100

Ciprofloksasin 100

Levofloksasin 100

Page 18: IPT skenario 1

1. Komplikasi Intestinala. Perdarahan Usus

Pada plak payeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena factor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabunagn kedua factor. Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfuse darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam dengan factor hemostasis dalam batas normal. Jika penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32%, bahkan ada yang melaporkan sampai 80%. Bila transfuse yang diberikan tidak dapat menimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan.

b. Perforasi Usus Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa factor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur (biasanya berumur 20-30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.

Antibiotic diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman S.typhi tetapi juga untuk mengatas kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobic pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotic spectrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal. Ileus paralitik Pancreatitis

2. Komplikasi Ekstraintestinala Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),

miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

Page 19: IPT skenario 1

b Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis d Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis

Hepatitis TifosaPembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai ada 50% kasus dengan tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi dari pada S.paratyphi. untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan system imun yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.

e Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis f Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis g Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis

perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma, Parkinson rigidity/ transient parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia, sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polyneuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, dan psikosis.

2.9 PROGNOSIS

Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala dan hasil dari pemeriksaan fisik, untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan penunjang.Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel darah untuk mengetahui adanya bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan membiakkan darah padahari 14 yang pertama dari penyakit.Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai posotif pada hari kesepuluh dan titer akansemakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200) menunjukkkandiagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid.Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.

Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat lekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, makaarah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis polimorfonuklear,maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus. Peningkatan yang cepatdari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah mendiagnosis karena gejala yangditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukan gejala-gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S typhi, hanyamengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi obat.

Page 20: IPT skenario 1

Hal itu bisa terjadi karenatidak semua penderita yang secara tidak sengaja menelan kuman ini langsung menjadisakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan dayatahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yangmasuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuhmanusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng, misalnya nanti juga sembuh sendiri.

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%.Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau pendararahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%. Prognosis demam tifoid umumnya baik asal penderita cepat berobat.Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:

1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris continual.2. Kesadaran menurun sekali.3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi protein)

2.10 EPIDEMIOLOGI

Indonesia merupakan negara endemik demam typoid, karena demam ini banyak di negara yang higiene pribadi & sanitasi lingkungan yang kurang baik di Indonesia. Serangan penyakit ini lebih bersifat sporadis & bukan endemic

Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidupumumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapatmengurangi penyebaran penyakit ini.

Penyebaran Geografis dan MusimKasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia.

Penyebarannya tidak  bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yangkebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.

Penyebaran Usia dan Jenis KelaminSiapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki

atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa seringmengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Usia Persentase12 – 29 tahun 70 – 80 %30 – 39 tahun 10 – 20 %> 40 tahun 5 – 10 %