tugas resume mata kuliah perekonomian indonesia

Upload: nur-adhini-mutiara

Post on 17-Jul-2015

1.088 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

TUGAS RESUME MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIASN221022

BAB 5 Pembangunan Ekonomi Daerah BAB 6 Sektor Pertanian BAB 7 Sektor Industri BAB 8 UMKM BAB 9 Neraca Pembayaran dan Tingkat Ketergantungan Terhadap Modal Asing Dari Buku Tulus Tambunan, Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting. Penerbit Ghalia : 2003.

Disusun Oleh: NUR ADHINI MUTIARA NPM 110100084 Program Studi Administrasi Bisnis Kelas B

SEKOLAH ADMINISTRASI BISNIS DAN KEUANGAN

2011

RESUME: BAB 5 PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999). Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus memperkirakan potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999). Pembangunan ekonomi sejak Pelita I hingga krisis 1997 memang telah memberi hasil yang positif terhadap perekonomian Indonesia, apalagi jika dilihat dari kinerja ekonomi makronya. Tingkat PN riil per kapita mencapai peningkatan yang pesat dari US$50 (1960) dan lebih dari US$1000 (1990-an). Oleh karena itulah, Indonesia sempat disebut-sebut sebagai calon negara industri baru di Asia Tenggara. Indikator untuk menganalisis derajat kesenjangan dalam pembangunan ekonomi antarprovinsi adalah: 1. Distribusi PDB Nasional Menurut Provinsi merupakan indikator utama di antara indikator lain yang umum untuk mengukur derajat penyebaran dari hasil pembangunan ekonomi di suatu negara. Jika PDRB relatif sama antar povinsi, maka PDB nasional relatif merata antar provinsi, sehingga ketimpangan pembangunan antar provinsi relatif kecil. 2. PDRB Rata-rata per Kapita antar Provinsi di atas 2 juta rupiah dianggap tinggi dan sebaliknya di bawah 2 juta dianggap rendah, sedangkan pertumbuhan PDB per kapita tinggi jika di atas 3%, dan rendah jika lebih kecil dari 3%. 3. Konsumsi rumah Tangga per Kapita antar Provinsi merupakan salah satu indikator alternatif yang dapat dijadikan ukuran untuk melihat perbedaan dalam tingkat kesejahteraan penduduk antar provinsi. Konsepnya adalah semakin tinggi pendapatan per kapita suatu daerah, maka akan semakin tinggi juga pengeluaran konsumsi per kapita di daerah tersebut. Dalam hal ini juga terdapat 2 asumsi, yaitu sifat menabung dari masyarakat tidak berubah (S terhadap PDRB tidak berubah) dan pangsa kredit di dalam Rumah Tangga yang konstan. Tinggi rendahnya pengeluaran konsumsi (C) rumah tangga tidak dapat selalu mencerminkan tinggi rendahnya pendapatan per kapita di suatu daerah, tanpa kedua asumsi tersebut. Tingkat ketimpangan dikatakan tinggi jika 40% penduduk berpendapatan rendah (berpengeluaran rendah), hanya menikmati pendapatan kurang dari 12% dari seluruh pendapatan. Jika 40% penduduk berpendapatan rendah dapat menikmati kurang dari 12% sampai dengan 17% dari seluruh pendapatan, maka hal ini berarti telah terjadi ketimpangan sedang. Dan bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati lebuh dari 17% dari seluruh pendapatan penduduk, tingkat ketimpangan rendah. 4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran agregat dari dimensi dasar pembangunan manusia denganmelihat perkembangannya. Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia memiliki tujuan penting, yaitu: (1) Membangun indikator guna mengukur dimensi dasar pembangunan manusia dan perluasan kebebasan memilih. (2) Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran tersebut sederhana. (3) Membentuk satu indeks komposit dibanding menggunakan sejumlah indeks dasar. (4) Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi. Indeks tersebut merupakan indeks dasar yang tersusun dari dimensi umur panjang dan

kehidupan yang sehat, dengan indikator angka harapan hidup, pengetahuan, yang diukur dengan angka melek huruf dan kombinasi dari angka partisipasi sekolah, dan standar hidup yang layak, dengan indikator PDRB per kapita (Purchasing Power Parity). 5. Tingkat Kemiskinan yang tinggi pada satu daerah mencerminkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi regional. 6. Kontribusi Sektoral terhadap PDRB. Dalam kurun waktu 5 tahun pengamatan, dapat kita lihat dari kontribusi rata-rata per sektor, sumbangan sektor pertanian adalah sebesar 36% dari total PDRB. Kemudian di posisi kedua adalah sektor jasa-jasa dengan kontribusi sebesar 17%, dan pada posisi ketiga adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 14%. Faktor Penyebab Ketimpangan A. Konsentrasi Kegiatan ekonomi B. Alokasi Investasi. Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, bahwa krangnya I di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang produktif, seperti industri manufaktur. C. Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah D. Perbedaan SDA dan Teknologi antar Provinsi E. Perbedaan Kondisi Demografis antar Provinsi F. Kurang Lancarnya Perdagangan antar Provinsi Ketidaklancaran perdagangan ini mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan lewat sisi permintaan (Demand) dan sisi penawaran (Supply). Teori Pembangunan Ekonomi Daerah A. Teori Basis Ekonomi adalah teori yang berdasarkan pada ekspor barang (komoditas) dengan sasaran peningkatan laju pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan. Proses pengembangan kawasan adalah merespon permintaan luar negeri atau dalam negeri atau di luar nodalitas serta multiplier effect ( Geltner, 2005). B. Teori Lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten. Lokasi dalam ruang dibedakan menjadi dua yaitu: (1). Lokasi absolut yaitu yang berkenaan dengan posisi menurut koordinat garis lintang dan garis bujur (letak astronomis), dan (2). Lokasi relatif.Lokasi yaitu lokasi suatu tempat yang bersangkutan terhadap kondisi wilayah-wilayah lain yang ada di sekitarnya. C. Teori Daya Tarik Industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industri melalui pemberian subsidi dan insentif. Faktor-faktor daya tarik industri adalah: (1). Nilai tambah tinggi per pekerja. (2). Industri-industri ikatan. (3). Daya saing di masa depan. (4). Spesialisasi industri.

RESUME: BAB 6 SEKTOR PERTANIAN

Peranan sektor pertanian menurut Kuznets adalah mengkontribusikan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk yaitu: (1) Kontribusi Produk. Dalam sistem ekonomi terbuka, besar kontribusi produk sektor pertanian bisa melalui pasar atau melalui produksi dengan sektor non pertanian. (2) Kontribusi Pasar. Keberhasilan kontribusi pasar dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tergantung pada pengaruh keterbukaan ekonomi dan jenis teknologi sector pertanian. (3) Kontribusi Faktor Produksi. Faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi volume produksi pertanian ditunjang dengan adanya tenaga kerja dan modal yang memadai. (4) Kontribusi Devisa melalui ekspor produk pertanian dan mengurangi impor (secara langsung) atau peningkatan ekspor dan pengurangan impor produk (secara tidak langsung). Kontradiksi kontribusi produk dan kontribusi devisa pada peningkatan ekspor produk pertanian menyebabkan suplai dalam negeri kurang sehingga disuplai dari produk impor. Untuk menghindari trade off dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produk produk pertanian. Sektor Pertanian di Indonesia Selama periode 1995-1997 : PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain spt menufaktur meningkat. Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian lebih kecil dari ouput sektor non pertanian. 1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas. Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan: (1) iklim, (2) lahan, (3) kualitas SDM rendah, dan (4) penggunaan teknologi yang rendah. Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme & pesimisme Negara berkembang. Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian: (1) Negara dengan pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dlm jk waktu 6 tahun berikutnya, (2) Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi sebanyak 20% untuk Negara maju dan 13,3 % untuk Negara berkembang selama 6 tahun, (3) Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%, dan (4) Reformasi bidang pertanian dlm perjanjian ini tidak berlaku untuk negara miskin. Liberalisasi perdagangan berdampak negatif bagi Indonesia terhadap produksi padi & non gandum. Untuk AFTA & APEC, liberalisasi perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dengan meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu, jagung & kedelai). AFTAIndonesia menjadi produsen utama pertanian di ASEANdan output pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan selisih harga output pertanian dg harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dg indeks harga yang dibayar). Dasar Tukar (DT) terbagi menjadi: (1) DT dalam negeri dan (2) DT internasional / Terms Of Trade. Semakin tinggi NTP semakin baik. NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung: (1) Inflasi setiap wilayah, (2) Sistem distribusi input pertanian, (3) Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (Demand=Supply). Jika D>S maka harga naik sebaliknya jika D